• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perilaku Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

NADIA ITONA SIREGAR

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Perilaku Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Nadia Itona Siregar

(3)

ABSTRAK

NADIA ITONA SIREGAR. Pengaruh Perilaku Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO.

Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat, perkembangan ini mempengaruhi media audio visual salah satunya adalah video game. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) Menganalisis perbedaan pengaruh tingkat bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja, 2) Menganalisis perbedaan pengaruh faktor personal sebagai pembentuk perilaku bermain video game

berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja, 3) Menganalisis perbedaan pengaruh faktor situasional sebagai pembentuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja. Analisis dalam penelitian ini menggunakan tabulasi silang, uji statistik Mann-Whitney dan

Kruskall-Wallis dengan taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat situasional dan perbedaan jenis kelamin terhadap tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan; dan terdapat perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat agresivitas remaja.

Kata kunci: perkembangan teknologi, media audio visual, kekerasan dalam video game.

ABSTRACT

NADIA ITONA SIREGAR. Influence Behavior Playing Video Games element Violence Against Adolescent Aggression Behavior. Supervised by PUDJI MULJONO.

The development of today's technology so rapidly, this development affects the audio-visual media one of which is video games. The aim of this study are: 1) to analyze the differences influence the level of violent video game playing element to the level of adolescent aggressive behavior, 2) to analyze the influence of personal factors as differences in behavior-forming element violent video games to the level of adolescent aggressive behavior, 3) to analyze differences in the effect of factors situational as forming behavior of violent video game playing element to the level of adolescent aggressive behavior. The analysis in this study uses cross tabulation, the statistical test Mann-Whitney and Kruskal-Wallis with a 5% significance level. The results showed that there are differences in the level of situational and gender differences on the level of play behavior element violent video games; and there are differences in the level of playing video games behavioral element of violence against adolescent aggressiveness level.

(4)

PENGARUH PERILAKU BERMAIN

VIDEO GAME

BERUNSUR KEKERASAN TERHADAP PERILAKU AGRESI

REMAJA

NADIA ITONA SIREGAR

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis sampaikan hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Perilaku Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Ayahanda Pandeangan Siregar, S.Pd dan Ibunda Melly Maryati, S.Pd tercinta yang telah banyak mencurahkan kasih sayangnya, perhatiannya, dan sumber motivasi bagi penulis.

2. Kakak-kakakku yaitu Rona Karunia Siregar dan Dania Siregar serta adikku tersayang M. Ihsan Siregar yang telah memberikan semangat kepada penulis.

3. Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Pihak Sekolah SMK “X”, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor yang telah memberikan ijin serta mempermudah penulis dalam mengambil dan mengumpulkan data selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Para Guru dan staf TU SMK “X” yang telah banyak memberikan informasi dan mempermudah penulis dalam mengambil dan mengumpulkan data yang diperlukan selama proses penyusunan skripsi ini.

6. Para siswa-siswi SMK “X” kelas X, XI dan XII yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

7. Sahabat-sahabat penulis yaitu Indah Octavia Putri, Amanda Yunita, Annisa Noviani, Tri Utami Meylinda, dan Jeni Kurniawan yang telah memberikan semangat, dan masukan-masukan kepada penulis.

8. Teman-teman akselerasi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah bersama-sama berjuang, saling menyemangati dan mengingatkan satu sama lain.

9. Teman-teman SKPM angkatan 48 atas semangat dan kebersamaannya selama ini.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bogor, Januari 2015

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Perilaku Agresi 5

Remaja 6

Perilaku Remaja Menggunakan Video Game Berunsur Kekerasan 8 Pengaruh Media Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap

Perilaku Agresi Remaja 8

Kerangka Pemikiran 10

Hipotesis 11

Definisi Operasional 12

PENDEKATAN LAPANGAN 17

Lokasi dan Waktu 17

Teknik Pengumpulan Data 17

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18

KONDISI PERSONAL DAN SITUASIONAL RESPONDEN SMK “X” 21

Kondisi Personal 21

Kondisi Situasional 21

PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN 25

PERILAKU AGRESI REMAJA 31

ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH TINGKAT PERILAKU

BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN ANTARA JENIS

KELAMIN PEREMPUAN DAN JENIS KELAMIN LAKI-LAKI 35

ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH TINGKAT PERILAKU

BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN

BERDASARKAN FAKTOR SITUASIONAL 37

ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH TINGKAT PERILAKU

AGRESI REMAJA BERDASARKAN TINGKAT PERILAKU

(8)

SIMPULAN DAN SARAN 45

Simpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 49

(9)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah siswa SMK “X” berdasarkan kelas dan jurusan tahun ajaran

2014-2015 17

2 Kategori usia responden berdasarkan jenis kelamin dalam jumlah dan

persentase 21

3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat situasional 22 4 Jumlah dan persentase frekuensi bermain video game dalam per minggu

berdasarkan jenis kelamin 25

5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari Senin sampai Sabtu 26 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan lama

bermain video game berunsur kekerasan pada hari libur 26

7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku bermain video

game berunsur kekerasan 29

8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku agresi 34 9 Perilaku bermain video game berunsur kekerasan berdasarkan jenis

kelamin 35

10 Hasil uji statistik perbedaan tingkat perilaku bermain video game

berunsur kekerasan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan 36 11 Perilaku bermain video game berdasarkan faktor situasional 37 12 Hasil uji statistik perbedaan tingkat perilaku bermain video game

berunsur kekerasan berdasarkan tingkat situasional 38

13 Perilaku agresi remaja berdasarkan tingkat perilaku bermain video game

berunsur kekerasan 41

14 Hasil uji statistik perbedaan tingkat agresivitas remaja berdasarkan

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan kerangka pemikiran pengaruh video game berunsur kekerasan

terhadap perilaku agresi remaja 11

2 Jumlah responden berdasarkan tingkat situasional dalam bermain video

game 22

3 Jumlah responden berdasarkan pilihan jenis video game berunsur

kekerasan 27

4 Jumlah responden berdasarkan jenis media yang digunakan dalam

bermain video game berunsur kekerasan 28

5 Jumlah responden berdasarkan penilaian terhadap tingkat kekerasan

jenis video game yang dimainkan 28

6 Jumlah responden berdasarkan pemilihan ekspresi ketika marah 31 7 Jumlah responden berdasarkan reaksi terhadap perilaku agresi 32

8 Jumlah responden berdasarkan tujuan berperilaku agresi 33

9 Jumlah responden berdasarkan perasaan yang muncul setelah

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah lokasi penelitian 51

2 Kuesioner penelitian 53

3 Data responden 59

(12)
(13)

Latar Belakang

Teknologi merupakan salah satu hal yang paling berpengaruh pada kehidupan masyarakat saat ini. Pesatnya perkembangan teknologi secara tidak langsung mampu merubah sikap dan perilaku masyarakat, khususnya para remaja Indonesia karena penggunaan teknologi tidak dapat dipisahkan begitu saja dalam aktivitas sehari-hari para remaja. Perkembangan teknologi yang pesat ini turut mempengaruhi perkembangan pada media massa. Salah satu jenis media massa yang mempunyai pengaruh besar terhadap khalayak khususnya para remaja adalah media audio visual baik televisi, film maupun video game. Konten media audio visual ini semakin banyak mengandung unsur kekerasan.

Penelitian yang dilakukan oleh Milla [tahun tidak diketahui] menyatakan bahwa salah satu media massa yang diyakini memiliki pengaruh yang kuat pada khalayak adalah media audio visual. Kekuatan pengaruh media audio visual disebabkan media jenis ini tidak hanya mampu mengoptimalkan pesan melalui pendengaran, melainkan juga penglihatan dan gerakan sekaligus, dimana pesan bergerak memiliki daya tarik lebih dibandingkan pesan statis. Televisi, film maupun video game dari hari ke hari mengalami banyak kemajuan dan perubahan baik dari segi fungsinya, hingga pergeseran ketertarikan pada jenis konten isi yang ditayangkan yang mengarah pada unsur kekerasan.

Masyarakat khususnya para remaja terlena akan manisnya unsur kekerasan yang dikemas sedemikian rupa sehingga dapat menumpulkan tingkat toleransi terhadap tindakan kekerasan. Paparan tindakan kekerasan yang ditayangkan pada program acara di televisi mampu membuat para penontonnya kehilangan tingkat toleransi terhadap kekerasan. Akan tetapi, media audio visual seperti video game

mempunyai dampak yang lebih besar dibandingkan dengan media televisi dalam mempengaruhi tingkat agresivitas remaja. Video game mampu membawa para pemainnya masuk kedalam suasana yang sesuai dengan konten atau jenis permainannya seakan-akan para pemainnya diwakili oleh avatar dalam permainan tersebut. Oleh sebab itu, media audio visual mempunyai peranan penting dalam membentuk dan meningkatkan tingkat agresivitas remaja.

Permainan atau dengan kata lain video game pun mengalami pergeseran

(14)

Perkembangan psikologi remaja yang sedang mencari jati diri, selalu ingin mencoba-coba hal yang baru dan memiliki emosional yang masih labil cenderung membuat remaja mudah terpengaruh akan hal-hal baru yang dilihatnya. Hal ini membentuk perubahan pada perilaku remaja. Remaja yang menonton tayangan kekerasan dan/atau bermain video game berunsur kekerasan kemungkinan besar menerapkan perilaku agresi yang dilihat ke kehidupan sehari-hari. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr Vincent Mathews, profesor radiologi di Universitas Indiana Fakultas Kesehatan dan tim risetnya telah membuktikan bahwa otak anak-anak dan remaja dapat berubah singkat sebagai hasil dari bermain video game kekerasan. Penelitian ini menunjukkan bahwa setelah bermain video game bertema kekerasan selama 30 menit akan menyebabkan adanya peningkatan aktivitas bagian otak anak-anak dan remaja yang berhubungan dengan reaksi emosional manusia yaitu amigdala1. Selaras dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2010) menunjukkan hal yang sama bahwa diperoleh hasil analisis data terdapat hubungan positif sangat signifikan antara bermain game online dan perilaku agresi pada remaja. Hal ini berarti semakin tinggi skor bermain game online, maka semakin tinggi pula skor perilaku agresi pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah skor bermain game online maka semakin rendah pula skor perilaku agresi remaja. Hal ini menunjukkan bahwa remaja mudah terpengaruh dengan tingkah laku orang lain ataupun sesuatu yang menjadi role model bagi mereka.

Remaja yang mempunyai tingkah laku agresi ini disebabkan oleh game online yang menjadi inspirasi bagi mereka dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Jika dilihat dari teori permainan menurut para ahli dan teoritis, bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik karena ketegangan mengendur dalam permainan, anak tersebut dapat menghadapi masalah kehidupan. Permainan memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan melepaskan emosi yang tertahan yang meningkatkan kemampuan anak untuk menghadapi masalah (Santrock 2007). Dengan kemudahan akses untuk bermain

video game baik secara online maupun offline membuat siapa saja dapat mengakses segala jenis dan konten video game mulai dari permainan yang sederhana sampai pada permaianan yang membutuhkan strategi. Marak dan semakin banyaknya jenis-jenis permainan berunsur kekerasan yang beredar di kalangan masyarakat khususnya dikalangan remaja membuat suatu kekhawatiran akan meningkatnya perilaku agresi.

Pesatnya perkembangan dan peredaran teknologi pada jenis-jenis dan bentuk video game berunsur kekerasan tidak hanya dapat dirasakan oleh remaja di perkotaan namun juga dapat dirasakan oleh remaja perdesaan. Telah berdirinya

game center dan warung-warung internet di beberapa daerah perdesaan menjadi salah satu sarana para pemuda dan pemudi perdesaan mengakses video game

berunsur kekerasan yang semakin marak beredar. Belum adanya peraturan yang jelas dan tegas dari pemerintah Indonesia terkait peredaran video game baik yang

online maupun yang offline semakin menambah kekhawatiran. Terpaan media massa yang mengandung kekerasan oleh banyak ahli diyakini memiliki kontribusi dalam meningkatkan perilaku agresi (Anderson dan Bushman, 2001; 2002 dalam

(15)

Milla [tahun tidak diketahui]). Akan tetapi, bagaimanakah terpaan kekerasan di media audio visual khususnya video game dapat memunculkan sifat agresif pada remaja, dan apakah kekerasan di media audio visual khususnya video game

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas remaja masih menjadi perdebatan beberapa ahli. Dengan beberapa alasan yang telah diungkapkan diatas, maka aspek pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi remaja sangat relevan dan penting untuk dikaji.

Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, jelas ada kontradiksi antara teori fungsi permainan, kebijakan pemerintah dan dengan keadaan remaja pada saat ini. Pesatnya perkembangan teknologi dan rentannya perubahan perilaku remaja menjadi sumber permasalahan merosotnya moral remaja saat ini. Remaja sangat tertarik mengikuti arus perkembangan media massa khususnya media audio visual sehingga remaja paling rentan terkena dampak dari media audio visual salah satunya adalah video game. Latar belakang perilaku remaja yang mencoba-coba, labil, dan dalam masa pencarian jati diri serta perkembangan teknologi audio visual khususnya dalam hal permainan yang semakin maju dan cenderung berunsur kekerasan mempunyai pengaruh pada pembentukan perilaku agresi remaja.

Media audio visual mempunyai pengaruh yang kuat terhadap para pemainya. Kekuatan pengaruh media audio visual ini disebabkan media jenis ini tidak hanya mampu mengoptimalkan pesan melalui pendengaran, melainkan juga penglihatan dan gerakan sekaligus, dimana pesan bergerak memiliki daya tarik lebih dibandingkan pesan statis. Khalayak remaja merupakan sasaran video game

yang paling sering mengikuti perkembangan teknologi khususnya video game

berunsur kekerasan sehingga bagaimana video game berunsur kekerasan berpengaruh terhadap perilaku agresi remaja menjadi rumusan masalah yang pertama dalam penelitian ini.

Berdasarkan pada realitas yang ada saat ini, banyak video game yang beredar di kalangan para remaja baik itu dalam wujud kaset maupun video game

yang menggunakan internet atau sering disebut dengan game online banyak yang mengandung unsur kekerasan tanpa terkendali. Dalam hal ini efek dari bermain

video game berunsur kekerasan tidak akan langsung mempengaruhi perilaku remaja, ada faktor-faktor lain yang membentuk perilaku bermain video game

berunsur kekerasan sehingga memberikan dampak kepada perilaku remaja yang agresi. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal merupakan faktor yang berada dalam diri remaja yang dapat mempengaruhi perilaku remaja dalam menggunakan atau bermain video game

yaitu jenis kelamin. Bagaimana faktor personal dapat sebagai pemberi perilaku tertentu pada perilaku bermain video game sehingga membuat perbedaan pengaruh perilaku agresi pada remaja menjadi rumusan pertanyaan yang kedua dalam penelitian ini.

(16)

lingkungan keluarga sehingga remaja rentan akan dampak-dampak negatif dari lingkungan sekitarnya sehingga bagaimana faktor situasional turut mempengaruhi perilaku remaja dalam bermain video game berunsur kekerasan menjadi rumusan pertanyaan yang terakhir dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan antara lain sebagai berikut:

1. Menganalisis perbedaan pengaruh tingkat bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja.

2. Menganalisis perbedaan pengaruh faktor personal sebagai pembentuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja.

3. Menganalisis perbedaan pengaruh faktor situasional sebagai pembentuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja.

Kegunaan Penelitian

Penelitian tentang pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi remaja diharapkan mampu memberikan solusi dalam menyelesaikan fenomena kekerasan yang terjadi di antara remaja sebagai generasi penerus bangsa. Adapun beberapa kegunaan penelitian ini bagi beberapa pihak sebagai berikut:

1. Untuk pemerintah diharapkan penelitian ini menjadi salah satu pertimbangan agar mengawasi dan mengontrol segala bentuk video game yang beredar di Indonesia.

2. Untuk masyarakat khususnya para orang tua agar selalu mengawasi dan mengontrol segala aktivitas anak.

(17)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Perilaku Agresi

Myers (2012) mendefinisikan agresi (aggression) sebagai perilaku fisik atau verbal yang bertujuan untuk menyakiti orang lain. Perilaku yang termasuk dalam definisi agresi ini, yaitu menendang dan menampar, mengancam dan menghina, bahkan bergunjing (gosip) atau menyindir. Perilaku lain yang termasuk batasan definisi agresi, yaitu menghancurkan barang, berbohong, dan perilaku lainnya yang memiliki tujuan untuk menyakiti. Berdasarkan pada pengklasifikasian perilaku agresif kedalam tiga klasifikasi, yaitu: perilaku agresif secara fisik atau verbal, secara aktif atau pasif, dan secara langsung atau tidak langsung yang dikemukakan oleh Buss, Nashori (2008) mengembangkan klasifikasi tersebut kedalam delapan bentuk perilaku agresif. Menurut Nashori (2008) mengacu pada Buss, tiga klasifikasi tersebut masing-masing akan saling berinteraksi sehingga akan menghasilkan delapan bentuk perilaku agresif, yaitu:

1. Perilaku agresif fisik aktif yang dilakukan secara langsung, misalnya menusuk, menembak, memukul orang lain.

2. Perilaku agresif fisik aktif yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya membuat jebakan untuk mencelakakan orang lain.

3. Perilaku agresif fisik pasif yang dilakukan secara langsung, misalnya tidak memberikan jalan kepada orang lain.

4. Perilaku agresif fisik pasif yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya menolak untuk melakukan sesuatu, menolak mengerjakan perintah orang lain. 5. Perilaku agresif verbal aktif yang dilakukan secara langsung, misalnya

memaki-maki orang.

6. Perilaku agresif verbal aktif yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya menyebar gosip tentang orang lain.

7. Perilaku agresif verbal pasif yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya menolak untuk berbicara dengan orang lain, menolak untuk menjawab pertanyaan orang lain atau menolak memberikan perhatian suatu pembicaraan. 8. Perilaku agresif verbal pasif yang dilakukan secara langsung, misalnya tidak setuju dengan pendapat orang lain, tetapi tidak mau mengatakan (memboikot), tidak mau menjawab pertanyaan orang lain.

Mengacu pada kedelapan bentuk perilaku agresi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku agresi remaja yang relevan untuk mengetahui tingkat agresif remaja adalah perilaku agresi verbal aktif yang dilakukan secara langsung, perilaku agresi verbal aktif yang dilakukan secara tidak langsung, perilaku agresi fisik aktif secara langsung, dan perilaku agresi fisik aktif yang dilakukan secara tidak langsung. Bentuk perilaku tersebut dalam penelitian ini akan dilihat dari ekspresi ketika marah, reaksi pada orang yang berperilaku agresi, tujuan berperilaku agresi dan perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi.

(18)

tujuan lain. Berdasarkan jenis agresi tersebut, Myers (2012) menyatakan bahwa psikologi sosial berfokus pada tiga pokok gagasan yaitu: 1) Terdapat akar biologis yang mendorong agresi, 2) Agresi adalah respons alamiah dari frustasi, dan 3) Perilaku agresi adalah perilaku yang dipelajari. Dalam penelitian ini, psikologi sosial berfokus pada perilaku agresi adalah perilaku yang dipelajari. Myers (2012) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya agresi pada diri seseorang adalah pengaruh media.

Menurut Myers (2012) pengaruh media yang dapat mempengaruhi perilaku agresi seseorang adalah televisi dan video game. Televisi meresap dalam kehidupan sehari-hari jutaan orang dan menayangkan kekerasan. Hasil penelitian korelasi dan eksperimental sepakat pada suatu kesimpulan bahwa keterpaparan terhadap kekerasan di televisi memiliki hubungan dengan perilaku agresi. Akan tetapi, dengan memainkan video game yang berisi kekerasan secara berulang-ulang dapat meningkatkan pikiran, perasaan, dan perilaku agresi, bahkan lebih rentan dibandingkan dengan menonton televisi atau film, karena memainkan video games melibatkan partisipan secara aktif dibandingkan media lainnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kurniawati (2010) membuktikan bahwa terdapat hubungan positif sangat signifikan antara bermain game online dan perilaku agresi pada remaja. Bagaimana media dapat mempengaruhi dan menimbulkan perilaku agresi remaja dapat dilihat dari efek yang terjadi pada remaja, seperti berita yang dimuat di majalah Femina.com2sebagai berikut:

“… Pada 20 April 1999, dua siswa senior SMA Columbine, Colorado yang kerap menjadi target bullying, Eric Harris, dan Dyland Klebold, menembaki seisi sekolah dengan senapan dan beragam jenis pistol. Peristiwa ini menewaskan 13 orang dan melukai 24 orang. Ngerinya, penembakan ini seolah menjadi reka ulang dari game kreasi mereka yang berjudul Doom ke dalam dunia nyata …”

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa media dapat mempengaruhi perilaku agresi seseorang. Media yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku agresi adalah media video game.

Remaja

Menurut Dariyo (2004), remaja (adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Menurut Nurihsan dan Agustin (2011) para ahli cenderung mengadakan pembagian lagi ke dalam masa remaja awal awal (early adolescent, puberty) dan remaja akhir (late adolescent) yang mempunyai rentangan waktu antara 11-13 sampai 14-15 tahun dan 14-16 sampai 18-20 tahun. Selama masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa pada diri remaja mengalami beberapa perubahan, menurut Kurniawati (2010) pada diri remaja terjadi perubahan fisik, psikis, seksual, kognitif dan sosial yang dapat menyebabkan meningkatnya ketegangan emosi, suara hati yang menjadi berubah-ubah, mudah marah, kesal tidak menentu, menolak aturan yang ada serta menunjukkan sikap yang antagonis. Remaja

(19)

merupakan masa-masa pubertas seseorang yang mengarah pada proses menuju pendewasaan diri melalui beberapa tahapan. Remaja memilik sifat yang labil, tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, emosional, mencoba-coba, mencari-cari identitas diri, dan mengalami perubahan pada aspek fisik, psikis, dan psikosional, ciri khas dari remaja adalah penuh dengan rasa ingin tahu akan sesuatu hal yang baru dan unik. Perilaku remaja mudah terpengaruh dengan hal-hal baru yang belum tentu berdampak baik pada dirinya.

Menurut Zulkifli (2009) terdapat tujuh ciri-ciri remaja sebagai berikut: 1. Pertumbuhan fisik. Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat,

lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Untuk mengimbangi pertumbuhan yang cepat itu, remaja membutuhkan makan dan tidur yang lebih banyak;

2. Perkembangan seksual;

3. Cara berpikir kausalitas. Cara berpikir kausalitas yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat;

4. Emosi yang meluap-luap. Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri daripada pikiran yang realistis;

5. Mulai tertarik kepada lawan jenisnya;

6. Menarik perhatian lingkungan. Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peranan seperti kegiatan di kampung-kampung yang diberi peranan; dan

7. Terikat dengan kelompok.

Remaja yang memiliki tingkat emosional yang masih labil akan berdampak pada pola perilaku yang tidak menentu, berubah-ubah dan mengikuti arus perkembangan zaman tanpa bekal yang cukup untuk melawan arus yang bertentangan dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku individu menurut Yusuf (2011) adalah faktor hereditas atau keturunan dan faktor lingkungan. Faktor hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen”. Menurut Yusuf (2011), faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan individu adalah lingkungan fisik, psikis, sosial dan religius. Faktor lingkungan yang dimaksud dalam hal ini menyangkut lingkungan keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya dan masyarakat.

(20)

Perilaku Remaja Menggunakan Video Game Berunsur Kekerasan

Perilaku adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk mencapai tujuan tertentu. Berkaitan dengan remaja dan agresi maka dalam hal ini yang akan dibahas adalah perilaku remaja menggunakan media audio visual untuk menonton atau bermain video game berunsur kekerasan. Menurut Malahayati (2012) video game merupakan jenis permainan berbasis teknologi komputer yang menyediakan tantangan bagi koordinasi mata, tangan atau kemampuan mental seseorang dengan tujuan untuk menghibur penggunanya, dimana dalam penggunaannya dikontrol oleh perangkat lunak dan dimainkan pada video atau layar televisi. Secara singkat, perilaku bermain video game berunsur kekerasan adalah kegiatan bermain jenis permainan yang mengandung unsur kekerasan dengan menggunakan teknologi komputer yang bertujuan untuk menghibur penggunanya.

Dalam hal ini karakteristik perilaku remaja bermain video game memiliki kesamaan dengan perilaku menonton televisi hal ini dikarenakan kedua media tersebut termasuk kedalam media audio visual yang dapat diamati dengan karakteristik perilaku penggunaan media yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (1996) mengukur perilaku menonton televisi melalui frekuensi menonton, program siaran yang ditonton, lamanya menonton, dan jenis film yang ditonton. Selaras dengan hal tersebut, Nando (2011) mengukur perilaku menonton televisi berunsur kekerasan melalui intensitas menonton film kekerasan, jenis film kekerasan yang ditonton, media menonton film, dan akses terhadap film. Seperti halnya pengukuran perilaku menonton film kekerasan, Kurniawati (2010) mengukur perilaku bermain video game berunsur kekerasan melalui frekuensi bermain, lama waktu bermain, perhatian penuh, dan emosional dari responden. Selanjutnya, Gentilea et al. (2004) melakukan pengukuran perilaku bermain video game berunsur kekerasan melalui jenis video game favorit remaja, tingkat kekerasan permainan, banyaknya permainan kekerasan yang dimiliki, dan jumlah waktu yang dihabiskan.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa perilaku remaja dalam bermain video game berunsur kekerasan dapat diamati dengan mengukur frekuensi bermain, lama bermain, jenis yang dimainkan, media yang digunakan, dan tingkat kekerasan dalam video game. Akan tetapi, untuk mencapai pada perilaku tertentu dalam bermain video game

berunsur kekerasan terdapat faktor lain yang mempengaruhinya yaitu faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal adalah jenis kelamin, dan usia sedangkan faktor situasional yang relevan dengan pengaruh media terhadap perilaku agresi remaja adalah faktor pembatas yang diberikan orang tua dalam menggunakan video game berunsur kekerasan, tingkat pengetahuan, dan pengaruh ajakan teman sebaya.

Pengaruh Media Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja

(21)

audio visual disebabkan media jenis ini tidak hanya mampu mengoptimalkan pesan melalui pendengaran, melainkan juga penglihatan dan gerakan sekaligus, dimana pesan bergerak memiliki daya tarik lebih dibandingkan pesan statis. Media video game merupakan bagian dari media audio visual yang memiliki kontribusi yang cukup kuat dalam merangsang timbulnya perilaku agresi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengaruh video game lebih besar dari pada dampak kekerasan yang ditayangkan di televisi. Hal ini selaras dengan

hasil penelitian oleh Susan Persky dan James Blascovich (2005) bahwa “games virtual-reality memberikan permainan yang lebih nyata, lebih melibatkan, dan

dampak yang lebih banyak” (Persky dan Blascovich 2005 dalam Myers 2012). Video game saat ini popularitasnya meledak dan menjamur seiring meningkatnya perilaku agresi remaja. Gentile dan Anderson dalam Myers (2012) memberikan beberapa alasan mengapa memainkan video games mungkin lebih meracuni daripada melihat kekerasan di televisi. Dengan bermain video games, pemainnya: a. Mengidentifikasi diri dan memainkan peran dari tokoh yang melakukan

kekerasan;

b. Melatih kekerasan secara berulang-ulang dengan aktif, tidak hanya pasif melihat;

c. Terlibat dalam keseluruhan adegan kekerasan yaitu memilih korban, mendapat senjata dan amunisi, mengintai korban, mengarahkan senjata dan menarik pelatuk senjata;

d. Ikut serta dalam pertarungan lanjutan dan ancaman serangan; e. Mengulangi perilaku yang kejam terus-menerus; dan

f. Diberi hadiah untuk keberhasilan agresi.

Menurut Anderson dan Bushman (2001) dalam Myers (2012) menjelaskan dampak video games yang mengandung kekerasan terhadap kecenderungan berlaku agresif yaitu:

a. Meningkatkan keterbangkitan fisik. Detak jantung dan tekanan darah meningkat;

b. Meningkatkan pikiran agresif; c. Meningkatkan perasaan agresif;

d. Meningkatkan perilaku agresif. Setelah memainkan permainan berisi kekerasan anak dan remaja bermain lebih agresif dengan teman sepermainannya, lebih sering berdebat dengan guru, dan lebih sering terlibat dalam perkelahian; dan

e. Mengurangi perilaku prososial. Setelah memainkan video games berisi kekerasan, orang menjadi lebih lambat dalam menolong orang yang merintih di lorong dan lebih lambat menawarkan bantuan pada teman sebayanya. Semakin keras permainan yang demikian, semakin besar dampak yang muncul.

Dampak video game juga dijelaskan oleh Haryatmoko (2007) sebagai berikut:

(22)

berteriak puas atau marah. Ada gairah untuk bermain, ada kegelisahan emosional yang ditularkan oleh gambar video-permainan. Kekerasan menjadi struktur dasar permainan yang tampak pada misinya yaitu memburu, meremukkan, dan memusnahkan menjadi target utama mengapa para pemain menyukai permainan itu. Perasaan kuat sangat puas atau berkuasa dirasakan oleh para pemain yang merupakan bukti telah terjadi osmosis dengan dunia permainan …”

Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara bermain game online dengan tindakan kekerasan. Selaras dengan hal tersebut, Gentilea et al. (2004) mengungkapkan bahwa paparan konten video game berunsur kekerasan dan jumlah bermain video game berpengaruh pada sifat permusuhan remaja, frekuensi mereka terlibat dalam argumen guru, terlibat atau tidak dalam perkelahian dan negatif terkait nilai sekolah. Kekerasan dalam media juga dapat menyebabkan menumpulnya sensitivitas dan perasaan seseorang terhadap tindakan kekerasan atau disebut juga dengan teori desensitisasi. Menurut Vivian (2008) mengungkapkan bahwa teori desensitisasi ini menyatakan bahwa bukan hanya individu yang menjadi makin kasar akibat kekerasan di media tetapi juga toleransi masyarakat terhadap tindak kekerasan semakin meningkat.

Kerangka Pemikiran

Video game merupakan media audio visual yang dapat berpengaruh terhadap perilaku remaja. Salah satu dugaan dampak negatif dari bermain video game berunsur kekerasan adalah terjadinya perubahan perilaku agresi pada remaja. Bentuk perilaku agresi tersebut dalam penelitian ini dilihat dari ekspresi ketika marah, reaksi pada orang yang berperilaku agresi, tujuan berperilaku agresi dan perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi. Perilaku agresi ini dipengaruhi oleh perilaku bermain video game yaitu frekuensi bermain, lama bermain, jenis video game kekerasan yang dimainkan, media bermain video game, dan tingkat kekerasan video game. Video game tidak langsung mempengaruhi perilaku pemain, diduga perubahan perilaku remaja menjadi agresif dikarenakan bermain video game berulangkali dengan frekuensi bermain dan lama bermain dalam jangka waktu yang lama, maka dari itu frekuensi bermain dan lama bermain berpengaruh pada perilaku agresi remaja.

Jenis game yang banyak dimainkan oleh remaja di Indonesia adalah game

(23)

Akan tetapi, bermain video game saja tidak akan langsung membuat seseorang menjadi agresif ada faktor lain yang turut terlibat dalam proses terjadinya perilaku agresi remaja. Faktor personal pun mempengaruhi perubahan perilaku remaja. Faktor personal yang dimaksud adalah jenis kelamin. Selain itu, faktor situsasional pun dapat mempengaruhi dalam perubahan perilaku. Faktor situasional yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor pembatas dari orang tua dalam bermain video game berunsur kekerasan, pengaruh ajakan teman sebaya, dan pengetahuan.

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi remaja

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki.

2. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara tingkat situasional sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi yang diperoleh dari perhitungan tingkat pembatas dari orang tua, tingkat ajakan teman sebaya, dan tingkat pengetahuan.

3. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku agresi remaja antara tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan intensitas sangat rendah, intensitas rendah, intensitas tinggi, dan intensitas sangat tinggi.

Pengaruh faktor personal yaitu jenis kelamin

Tingkat pengaruh faktor situasional: tingkat pembatas dari orang tua, tingkat pengaruh ajakan teman sebaya, tingkat pengetahuan. Tingkat perilaku bermain video

game berunsur kekerasan

Frekuensi bermain Lama bermain Jenis video game Media yang digunakan Tingkat kekerasan video game

Tingkat perilaku agresi remaja

Ekspresi ketika marah

Reaksi pada orang yang berperilaku agresi Tujuan berperilaku agresi

Perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi

Keterangan:

(24)

Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur berbagai variabel. Setiap variabel terlebih dahulu diberi batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukuran. Istilah tersebut sebagai berikut: a. Faktor personal adalah sesuatu berasal dari dalam diri seseorang yang

mempengaruhi perilaku seseorang dalam bermain video game berunsur kekerasan yaitu jenis kelamin. Jenis Kelamin adalah pembedaan secara biologis. Data jenis kelamin ini tergolong pada jenis data nominal yang dikategorikan atas:

a) Laki-laki diberi tanda 1 b) Perempuan diberi tanda 2

b. Faktor situasional adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu yang mempengaruhi perilaku individu tersebut dalam hal ini adalah pembatasan dari orang tua dalam bermain video game berunsur kekerasan, pengaruh ajakan teman sebaya, dan pengetahuan.

1. Pembatasan dari orang tua dalam bermain video game adalah suatu usaha orang tua untuk membatasi anaknya untuk bermain video game serta memperhatikan apa yang dimainkan anak-anaknya. Jenis data ini adalah ordinal. Skala pengukuran tingkat pembatasan dari orang tua dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable

bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju.

2. Pengaruh ajakan teman sebaya adalah seseorang atau sekumpulan orang yang memiliki karakteristik umur yang sama yang dapat mempengaruhi perilaku responden dalam bermain video game. Jenis data ini dikategorikan kedalam ordinal. Pemberian skor menggunakan skala satu sampai empat. Diukur dengan skala:

Tiap hari diberi skor 4 Sering diberi skor 3 Jarang diberi skor 2 Tidak pernah diberi skor 1

3. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh para remaja tentang pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi seseorang ketika penelitian ini berlangsung baik berasal dari lingkungan sekolah maupun dari lingkungan keluarga. Jenis data ini tergolong ordinal. Skala pengukuran tingkat pengetahuan dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable

(25)

bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju.

Nilai skoring tingkat situasional adalah sebagai berikut: Tingkat situasional sangat rendah , apabila skor 13 – 22 Tingkat situasional rendah, apabila skor 23 – 32

Tingkat situasional tinggi, apabila skor 33 – 42

Tingkat situasional sangat tinggi, apabila skor 43 – 52

c. Perilaku bermain video game berunsur kekerasan adalah perilaku bermain

video game yang terdiri atas frekuensi bermain video game, lama bermain

video game, jenis video game yang dimainkan, media bermain video game

yang digunakan, dan tingkat kekerasan video game.

1. Frekuensi bermain video game adalah seberapa sering seseorang bermain

video game berunsur kekerasan dalam per minggu. Jenis data ini adalah rasio.

a) 1-2 hari diberi skor 1 b) 3-4 hari diberi skor 2 c) 5-6 hari diberi skor 3 d) Setiap hari diberi skor 4

2. Lama bermain video game adalah banyaknya waktu yang digunakan seseorang untuk bermain video game, semakin banyak waktu yang digunakan dalam bermain video game maka menunjukkan semakin lama seseorang itu bermain video game. Jenis data ini tergolong rasio. Skala lama bermain video game ini terdiri atas dua item pertanyaan dan pemberian skor sebagai berikut:

a) 1-3 jam diberi skor 1 b) 4-6 jam diberi skor 2 c) 7-10 jam diberi skor 3 d) > 10 jam diberi skor 4

3. Media bermain video game berunsur kekerasan adalah jenis alat yang digunakan untuk dapat bermain video game berunsur kekerasan. Jenis data ini tergolong ordinal. Media merupakan jenis sarana yang biasa digunakan untuk bermain game berunsur kekerasan yang dikategorikan atas:

a) Game Online

b) Game Offline seperti Playstation, Sega, smartphone atau handphone,

game console, i pad dan sebagainya yang tidak menggunakan internet. Skor jawaban untuk setiap pernyataan bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju.

4. Jenis video game berunsur kekerasan adalah macam-macam jenis game

(26)

unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable

bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju.

5. Tingkat kekerasan video game adalah seberapa keras atau kejam permainan yang dimainkan oleh seseorang. Jenis data ini adalah ordinal. Skala pengukuran tingkat kekerasan video game dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable

(pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable

bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju.

Nilai skoring perilaku bermain video game berunsur kekerasan adalah sebagai berikut:

Tingkat intensitas sangat rendah, apabila skor 19 – 33 Tingkat intensitas rendah, apabila skor 34 – 47 Tingkat intensitas tinggi, apabila skor 48 – 61 Tingkat intensitas sangat tinggi, apabila skor 62 - 76

d. Perilaku agresi adalah perilaku/tingkah laku untuk melukai individu lain atau menyakiti individu lain atau pengrusakan benda dengan sengaja baik itu secara verbal, fisik maupun menggunakan alat.

1. Ekspresi ketika marah adalah tindakan seseorang dalam meluapkan emosinya. Jenis data ini tergolong ordinal. Ekspresi ketika marah di kategorikan atas:

a) Agresi fisik aktif secara langsung seperti memukul orang lain, menampar, menendang dan menjenggut;

b) Agresi fisik aktif secara tidak langsung seperti membuat jebakan untuk mencelakakan orang lain;

c) Agresi verbal aktif secara langsung seperti memaki-maki orang, mengejek; dan

d) Agresi verbal aktif secara tidak langsung seperti menyebar gosip tentang orang lain.

Skala pengukuran ekspresi ketika marah dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable

(pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item

unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju.

(27)

pengukuran reaksi perilaku agresi dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable

(pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item

unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju.

3. Tujuan berperilaku agresi adalah alasan seseorang untuk berperilaku agresi. Jenis data ini tergolong ordinal. Skala pengukuran tujuan berperilaku agresi dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa

favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju.

4. Perasaan yang muncul setelah melakukan perilaku agresi adalah kesan yang dirasakan seseorang setelah melakukan tindakan agresi. Jenis data ini tergolong pada ordinal. Skala pengukuran perasaan yang muncul setelah melakukan perilaku agresi dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju.

Nilai skoring perilaku agresi adalah sebagai berikut:

Tingkat perilaku agresi sangat rendah, apabila skor 21 – 36 Tingkat perilaku agresi rendah, apabila skor 37 – 52

Tingkat perilaku agresi tinggi, apabila skor 53 – 68

(28)
(29)

PENDEKATAN LAPANGAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) “X”, Jalan Raya Warung Borong, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada latar belakang sekolah yang sesuai dengan karakteristik responden dalam penelitian ini. Para siswa SMK “X” terdiri atas usia remaja awal dan remaja akhir serta siswa-siswi SMK “X” pernah terlibat tawuran, hal ini menjadi alasan utama mengapa penelitian ini dilakukan di lokasi tersebut. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai Januari 2015 yang diawali dengan penyusunan proposal penelitian hingga perbaikan laporan penelitian. Waktu pengambilan data disesuaikan dengan jadwal kegiatan yang ada di SMK “X”.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan cara menyebar kuesioner kepada para siswa SMK “X” untuk mengetahui perilaku bermain video game dan perilaku agresi remaja. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan teknik cluster random sampling dikarenakan

sampling frame atau kerangka sampel dalam hal ini adalah daftar semua siswa

SMK “X” telah dimiliki namun sulit untuk mengidentifikasi siswa yang masuk dalam karakteristik penelitian yaitu siswa yang sebulan terakhir bermain video game.

Terdapat lima puluh enam kelas dengan jumlah keseluruhan yaitu 2.572 siswa dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1 Jumlah siswa SMK “X” berdasarkan kelas dan jurusan tahun ajaran 2014-2015

Jurusan

Kelas

Jumlah

X XI XII

L P L P L P

Akuntansi 57 76 68 79 63 95 438

Administrasi Perkantoran 195 216 161 143 191 190 1 096

Pemasaran 269 171 160 107 180 151 1 038

Jumlah 521 463 389 329 434 436 2 572

Sumber: Data profil SMK “X” tahun ajaran 2014-2015

(30)

keragaman yang tinggi (heterogen) dalam satu cluster itu sendiri. Cluster random sampling yang dilakukan dengan cara mengambil sampel acak dua kelas atau dua

cluster pada setiap tingkatan kelas yakni dua kelas di kelas 1, dua kelas di kelas 2, dan dua kelas di kelas 3. Kemudian peneliti melakukan pengambilan sampel berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas dan penggunaan video game sebulan terakhir. Pendataan sampel ini berguna untuk mendapatkan responden yang akan peneliti teliti. Jika dari hasil pencarian sampel tersebut belum mencapai sebanyak 30 sampel langkah selanjutnya peneliti akan melakukan pendataan kedua ke kelas terdekat dari kelas yang sebelumnya. Jika dari pendataan sampel yang pertama peneliti telah mendapatkan sampel sebanyak 30 yang terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan yang telah bermain video game sebulan terakhir, peneliti dapat langsung melanjutkan penelitian dengan memberikan kuesioner kepada para responden yang telah memenuhi kriteria tersebut. Responden dalam penelitian ini berjumlah 90 siswa.

Dalam penelitian ini jenis data yang dipergunakan adalah jenis data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil turun lapang yang dilakukan oleh peneliti. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan berdasarkan pengamatan perilaku para responden untuk mendapatkan hasil penelitian dari variabel yang diteliti yaitu faktor personal, faktor situasional, variabel perilaku bermain video game berunsur kekerasan serta perilaku agresi remaja. Selain itu, untuk mendukung data primer maka dibutuhkannya data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah diolah atau dengan kata lain data sekunder merupakan data yang sudah siap pakai. Sumber data sekunder didapat melalui studi kepustakaan, studi dokumentasi, studi literatur, data statistik dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, data sekunder yang diperoleh bersumber dari studi literatur.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Berdasarkan hipotesis yang telah disampaikan sebelumnya maka pengolahan dan analisis data merujuk pada hipotesis tersebut.

Hipotesis:

1. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki.

Analisis yang digunakan adalah menggunakan uji Mann-Whitney, prosedur ini mempunyai tujuan yang sama dengan uji t yaitu untuk melihat perbedaan dari suatu parameter statistik. Jika pada uji t parameter dari dua sampel acak yang dibandingkan adalah nilai tengah, sedangkan pada uji Mann-Whitney adalah median. Mann-Whitney merupakan uji non-parametrik sehingga tidak terikat pada asumsi sebaran data maupun skala pengukuran data, berbeda dengan uji t yang mengharuskan sebaran data berdistribusi normal serta skala pengukuran minimal adalah skala interval, selain itu uji Mann-Whitney juga memungkinkan untuk dua sampel acak yang berbeda ukuran (berbeda banyaknya amatan) (Daniel 1990).

(31)

dilihat apakah kesimpulan yang dihasilkan adalah terima hipotesis atau tidak. Terima hipotesis terjadi jika nilai p-value yang dihasilkan dari uji ini kurang dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5%. Terima hipotesis berarti cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat perilaku bermain video game

berunsur kekerasan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki pada taraf nyata 5%.

Hipotesis:

2. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara tingkat situasional sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi yang diperoleh dari perhitungan tingkat pembatas dari orang tua, tingkat ajakan teman sebaya, dan tingkat pengetahuan

3. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku agresi remaja antara tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan intensitas sangat rendah, intensitas rendah, intensitas tinggi, dan intensitas sangat tinggi.

Analisis yang digunakan adalah menggunakan uji Kruskal-Wallis, prosedur ini mempunyai tujuan yang sama dengan ANOVA, yaitu melihat pengaruh beberapa peubah (lebih dari dua peubah) terhadap peubah responnya. Akan tetapi anova menyaratkan adanya pemenuhan asumsi data yang berdistribusi normal serta skala pengukuran data minimal berskala interval, sedangkan uji Kruskal-Wallis yang merupakan uji non-paramterik tidak terikat pada asumsi tersebut, skala pengukuran minimal pada uji ini dapat berupa skala ordinal (Daniel 1990). Data yang diperoleh dari penelitan ini merupakan data ordinal yaitu data respon berupa tingkat perilaku agresi remaja dengan pengelompokan berdasarkan intensitas bermain sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi sehingga diperoleh empat kelompok. Setelah dikelompokkan, dilanjutkan dengan pengujian menggunakan uji Kruskal-Wallis, selanjutnya akan dapat disimpulkan apakah dari kelompok tersebut setidaknya terdapat satu kelompok yang signifikan berpengaruh terhadap respon yaitu tingkat perilaku agresi remaja. Kriteria pengambilan kesimpulan ini dapat dilihat dari nilai p-value yang kurang dari taraf nyata 5% merupakan kriteria terima hipotesis yang berarti setidaknya ada satu kelompok intensitas yang signifikan berpengaruh terhadap respon, atau dengan kata lain, keempat kelompok intensitas tersebut secara bersamaan signifikan berpengaruh terhadap data respon yaitu tingkat perilaku agresi remaja.

Analisis untuk mengetahui perbedaan tingkat perilaku bermain video game

(32)
(33)

KONDISI PERSONAL DAN SITUASIONAL RESPONDEN

SMK “X”

Kondisi personal responden siswa-siswi SMK “X” pada penelitian pengaruh

video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi remaja dilihat dari jenis kelamin responden sedangkan kondisi situasional responden siswa-siswi SMK dalam penelitian ini terdiri atas tingkat pembatas dari orang tua, tingkat ajakan teman sebaya, dan tingkat pengetahuan.

Kondisi personal

Responden dalam penelitian ini berjumlah 90 siswa yang terdiri atas 45 siswa laki-laki dan 45 siswa perempuan yang diperoleh dari 15 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan pada setiap tingkatan kelas yaitu kelas X, XI dan XII dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2 Kategori usia responden berdasarkan jenis kelamin dalam jumlah dan persentase

Jenis Kelamin

Kategori usia

Remaja awal (13-16 tahun)

Remaja akhir (17-21 tahun)

n % n %

Laki-laki 24 41.4 21 65.6

Perempuan 34 58.6 11 34.4

Jumlah 58 100 32 100

Sumber: data primer

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa mayoritas usia responden tergolong pada usia remaja awal. Tabel 2 menunjukkan bahwa responden siswa perempuan lebih banyak diusia remaja awal dengan persentase 58.6% dari 58 responden yang tergolong kategori usia remaja awal, sedangkan untuk responden siswa laki-laki lebih banyak diusia remaja akhir dengan persentase mencapai 65.6% dari 32 responden yang berusia remaja akhir.

Kondisi situasional

(34)
[image:34.595.103.503.49.814.2]

Tabel 3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat situasional

Tingkat situasional

Faktor situasional

Tingkat pembatasan dari orang tua

Tingkat pengaruh ajakan teman sebaya

Tingkat pengetahuan

n % n % N %

Sangat rendah 11 12 40 44 3 3

Rendah 33 37 33 37 50 56

Tinggi 44 49 16 18 27 30

Sangat tinggi 2 2 1 1 10 11

Jumlah 90 100 90 100 90 100

[image:34.595.107.513.114.247.2]

Sumber: data primer

[image:34.595.115.510.385.589.2]

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada umumnya tingkat pembatasan dari orang tua dalam bermain video game berunsur kekerasan tergolong tinggi dengan persentase 49% responden dari 90 responden. Tingkat pengaruh ajakan teman sebaya mayoritas tergolong sangat rendah dengan persentase mencapai 40% dari 90 responden. Tingkat pengetahuan responden mayoritas rendah dengan persentase sebesar 56% dari 90 responden. Oleh sebab itu, secara keseluruhan tingkat situasional responden tergolong rendah seperti yang terlihat pada Gambar 2. 7 57 25 1 0 10 20 30 40 50 60 Ju m lah re sp o n d en Tingkat situasional Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi

Gambar 2 Jumlah responden berdasarkan tingkat situasional dalam bermain video game berunsur kekerasan

Gambar 2 menunjukkan bahwa mayoritas tingkat situasional responden untuk berperilaku bermain video game berunsur kekerasan tergolong pada kategori rendah dengan jumlah responden sebanyak 57 siswa dari 90 responden. Hal ini menunjukkan responden cenderung di batasi dalam bermain video game

(35)

25 responden saja yang cenderung diberi kebebasan dalam bermain video game

oleh orang tuanya, cenderung sering menerima ajakan teman sebaya untuk bermain video game berunsur kekerasan, dan pengetahuan tentang dampak bermain video game berunsur kekerasan yang cenderung kurang.

Berbeda dengan tingkat situasional sangat tinggi hanya terjadi pada 1 dari 90 responden yang berarti bahwa hanya 1 responden saja yang diberikan kebebasan dalam bermain video game oleh orang tuanya, lebih seringnya menerima ajakan teman untuk bermain video game berunsur kekerasan, dan pengetahuan tentang dampak bermain video game berunsur kekerasan yang sangat kurang. Selanjutanya sebanyak 7 dari 90 responden menunjukkan tingkat situasional yang sangat rendah hal ini berarti bahwa sebanyak 7 responden cenderung lebih banyak dibatasi dalam bermain video game oleh orang tua, cenderung tidak menerima ajakan teman untuk bermain video game dan cenderung memiliki tingkat pengetahuan tentang dampak bermain video game

(36)
(37)

PERILAKU BERMAIN

VIDEO GAME

BERUNSUR

KEKERASAN

Perilaku bermain video game berunsur kekerasan terdiri atas frekuensi bermain, lama bermain, jenis video game, media yang digunakan, dan tingkat kekerasan video game.

1. Frekuensi bermain

Frekuensi bermain video game adalah seberapa sering seseorang bermain

video game berunsur kekerasan dalam perminggu.

Tabel 4 Jumlah dan persentase frekuensi bermain video game dalam per minggu berdasarkan jenis kelamin

Frekuensi bermain Laki-laki Perempuan Jumlah

n % n % N %

Sangat rendah 21 47 29 64 50 56

Rendah 10 22 9 20 19 21

Tinggi 4 9 0 0 4 4

Sangat tinggi 10 22 7 16 17 19

Jumlah 45 100 45 100 90 100

Sumber: data primer

Berdasarkan pada Tabel 4 diperoleh bahwa frekuensi bermain video game berunsur kekerasan pada umumnya adalah sangat rendah sebesar 56%. Frekuensi sangat rendah lebih banyak terjadi pada responden perempuan sebesar 64% dibandingkan dengan responden laki-laki sebesar 47% sedangkan frekuensi rendah lebih banyak terjadi pada responden laki-laki sebesar 22% dibandingkan dengan responden perempuan sebesar 20%. Akan tetapi, pada frekuensi tinggi dan sangat tinggi terjadi lebih banyak pada responden laki-laki sebesar 9% dan 22% dibandingkan dengan responden perempuan pada frekuensi tinggi tidak dan sebesar 16% untuk frekuensi sangat tinggi.

2. Lama bermain

[image:37.595.122.505.296.398.2]
(38)
[image:38.595.120.518.128.228.2]

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari Senin sampai Sabtu

Sumber: data primer

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari libur

Lama bermain video game Laki-laki Perempuan Jumlah

n % n % N %

Sangat rendah 29 65 39 87 68 76 Rendah 11 24 5 11 16 18

Tinggi 5 11 0 0 5 5

Sangat tinggi 0 0 1 2 1 1 Jumlah 45 100 45 100 90 100 Sumber: data primer

Berdasarkan pada Tabel 5 diperoleh bahwa lama bermain video game

berunsur kekerasan pada hari Senin sampai Sabtu pada umumnya tergolong sangat rendah. Lama bermain video game berunsur kekerasan yang tergolong sangat rendah lebih banyak terjadi pada responden perempuan sebesar 96% dibandingkan dengan responden laki-laki sebesar 89%. Walau demikian, lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari Senin sampai Sabtu yang tergolong rendah dan tinggi lebih banyak terjadi pada responden laki-laki sebesar 9% dan 2%, sedangkan responden perempuan hanya mencapai 2% untuk kategori rendah dan tinggi. Lama bermain video game yang tergolong sangat tinggi baik responden laki-laki maupun perempuan tidak ada.

Selanjutnya, dari Tabel 6 diperoleh bahwa lama bermain video game

berunsur kekerasan pada hari libur umumnya tergolong sangat rendah. Lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari libur yang tergolong sangat rendah lebih banyak terjadi pada responden perempuan sebesar 87% sedangakan laki-laki sebesar 65%. Walau demikian, lama bermain video game

berunsur kekerasan pada hari libur yang tergolong rendah dan tinggi lebih banyak terjadi pada responden laki-laki sebesar 24% dan 11%, sedangkan responden perempuan hanya mencapai 5% tergolong rendah. Akan tetapi, untuk yang tergolong sangat tinggi hanya terjadi pada 1 responden perempuan. Secara keseluruhan, dari Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan bahwa untuk lama bermain pada hari Senin sampai Sabtu ataupun pada hari libur, lama bermain

video game berunsur kekerasan baik responden perempuan maupun laki-laki tergolong pada kategori sangat rendah.

Lama bermain video game Laki-laki Perempuan Jumlah

n % N % N %

Sangat rendah 40 89 43 96 83 92

Rendah 4 9 1 2 5 6

Tinggi 1 2 1 2 2 2

[image:38.595.126.512.290.380.2]
(39)

3. Jenis video game

Jenis video game berunsur kekerasan adalah macam-macam jenis game

yang dimainkan oleh responden yang berunsur kekerasan.

31

25

15

33 36 37

23 19 8 2 16 22 16 9 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Ju m lah re sp o n d en Laki-laki Perempuan

Jenis video game

Tembak-tembakan Hajar-hajaran Tusuk-tusukan

Pertarungan Petualangan Simulasi kendaraan

Tidak ada unsur kekerasan

Gambar 3 Jumlah responden berdasarkan pilihan jenis video game berunsur kekerasan

Gambar 3 menunjukkan bahwa responden laki-laki dan perempuan cenderung lebih banyak memainkan jenis video game petualangan dengan jumlah responden sebanyak 58 dari 90 responden yang terdiri atas 36 responden laki-laki dan 22 responden perempuan. Pada umumnya, responden laki-laki lebih memilih jenis video game simulasi kendaraan sebanyak 37 responden, petualangan sebanyak 36 responden, pertarungan sebanyak 33 responden, dan tembak-tembakan sebanyak 31 responden, sedangkan responden perempuan lebih memilih jenis video game petualangan sebanyak 22 responden, tembak-tembakan sebanyak 19 responden, pertarungan dan simulasi kendaraan sebanyak 16 responden. Frekuensi bermain dan lama bermain video game berunsur kekerasan baik responden laki-laki maupun perempuan tergolong sangat rendah, tetapi jenis video game yang dimainkan oleh para responden lebih banyak mengandung unsur kekerasan.

4. Media yang digunakan

[image:39.595.121.513.142.377.2]
(40)

35 38 23 22 41 12 25 32 0 10 20 30 40 50 Ju mla h r es p o n d en Laki-laki Perempuan Jenis media

Handphone dan gagdet Rental playstation Komputer di warung internet PSP

Gambar 4 Jumlah responden berdasarkan jenis media yang digunakan dalam bermain video game berunsur kekerasan

Gambar 4 menunjukkan bahwa umumnya responden lebih banyak menggunakan handphone dan gagdet baik secara online maupun secara offline

dalam mengakses video game berunsur kekerasan dengan jumlah responden sebanyak 76 dari 90 responden. Responden perempuan lebih banyak memilih menggunakan media handphone dan gadget untuk bermain video game

berunsur kekerasan sebanyak 41 responden dibandingkan dengan responden laki-laki sebanyak 35 responden. Handphone dan gagdet bukan merupakan barang mewah lagi karena harganya yang saat ini mudah terjangkau oleh semua kalangan. Kemudahan dibawa dan dipergunakan kapan saja baik secara

online maupun offline untuk bermain video game berunsur kekerasan menjadikan alat ini diminati oleh para responden. Akan tetapi, sebanyak 38 responden laki-laki lebih memilih untuk menggunakan playstation di tempat-tempat penyewaan.

5. Tingkat kekerasan video game

Tingkat kekerasan video game adalah seberapa keras atau kejam permainan yang dimainkan oleh seseorang. Penilaian terhadap tingkat kekerasan video game ini merupakan penilaian menurut responden sendiri.

25 28

19 18 17

4 9 18 7 1 0 5 10 15 20 25 30 Ju m lah re sp o n d en Laki-laki Perempuan Tingkat kekerasan

Pertarungan tergolong keras

Petualangan tergolong keras

Simulasi kendaraan tergolong keras

Semua jenis permainan keras

[image:40.595.117.520.73.240.2]

Semua jenis permainan cukup keras

[image:40.595.108.515.537.731.2]
(41)

Gambar 5 menunjukkan bahwa dari 90 responden umumnya memberikan penilaian terhadap tingkat kekerasan jenis video game yang dimainkan tergolong pada permainan keras. Responden laki-laki cenderung lebih banyak setuju untuk memberikan penilaian yang tergolong keras pada jenis permainan petualangan sebanyak 28 responden dan sebanyak 25 responden pada jenis permainan pertarungan. Sebaliknya, hanya 18 responden perempuan yang setuju memberikan penilaian keras pada jenis video game simulasi kendaraan dan hanya 9 responden perempuan yang setuju memberikan penilaian keras pada jenis video game petualangan yang mereka mainkan.

Jadi secara keseluruhan perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang terdiri atas frekuensi bermain, lama bermain, jenis video game, media yang digunakan, dan tingkat kekerasan video game tergolong pada intensitas rendah (dapat dilihat pada Tabel 7).

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden bermain video game berunsur kekerasan berd

Gambar

Gambar 1  Bagan kerangka pemikiran pengaruh video game berunsur kekerasan
Tabel 3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat situasional
Tabel 4 Jumlah dan persentase frekuensi bermain video game dalam per minggu berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari Senin sampai Sabtu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Keown (2011) yang menyatakan bahwa seseorang yang tinggal sendiri cenderung memiliki tingkat literasi keuangan pribadi yang

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang penyakit ISPA pada pengrajin batu bata di Desa Dawuhan, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga Tahun 2013 (

Untuk itu, dalam membina hubungan dengan pihak lain, kita betul-betul harus memahami bahwa mereka berbeda bukan berarti tidak bisa bekerjasama.. Kita menghargai

Bantul Governance not optimally yet on improving volleyball sport as an icon or cultural sport in there.. It is showed by the people in Bantul right now not believe again

1.Ketepatan pengambilan ukuran 2.Ketepatan pembuatan pola dasar … lainnya. Mengambil ukuran 2.Membuat pola dasar

- Komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai

The Department of Economic Development, Jobs, Transport & Resources (DEDJTR) has not yet developed a comprehensive risk management approach to identifying the potential risks

pada tahap analisis dan desain, reviewer dapat berupa analisis sistem anggota team pengembangan sistem yang tidak terlibat langsung dengan penulisan dokumentasi atau analis