• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Beras Tiruan dengan Penambahan Rumput Laut dan Pengaruhnya terhadap Kadar Glukosa Darah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Beras Tiruan dengan Penambahan Rumput Laut dan Pengaruhnya terhadap Kadar Glukosa Darah"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

NATALIA PRODIANA SETIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Karakteristik Beras Tiruan dengan Penambahan Rumput Laut dan Pengaruhnya terhadap Kadar Glukosa Darah” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Natalia Prodiana Setiawati

(3)

NATALIA PRODIANA SETIAWATI. Karakteristik Beras Tiruan dengan Penambahan Rumput Laut dan Pengaruhnya terhadap Kadar Glukosa Darah. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan SRI PURWANINGSIH.

Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan hasil perikanan yang memiliki banyak manfaat. Kandungan serat pangan dan bahan aktif polifenol pada rumput laut memegang peranan penting terhadap respon glikemik. Efek hipogklikemik dari serat pangan larut air sangat berguna untuk mencegah dan mengelola kondisi metabolik pada pasien diabetes melitus. Rumput laut jenis Sargassum sp mengandung polifenol yang dikenal dengan phlorotanin yang termasuk dalam golongan tanin. Bahan aktif yang terkandung didalamnya dapat berfungsi sebagai anti-diabetes. Tanin dilaporkan dapat menekan peningkatan glukosa darah bagi penderita diabetes melitus tipe 2. Di sisi lain, pemanfaatan bahan pangan lokal seperti jagung dan singkong dalam bentuk beras tiruan dengan teknologi ekstrusi merupakan suatu alternatif diversifikasi pangan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan komposisi yang tepat dalam pembuatan beras tiruan dengan penambahan rumput laut Eucheumma cottonii atau Sargassum

polycystum, mengkarakterisasi beras tiruan yang dihasilkan, mengevaluasi

pengaruh rumput laut terhadap penurunan kadar glukosa darah secara in vivo serta mempelajari profil pulau Langerhans dan sel β pankreas akibat pengaruh penambahan rumput laut pada mencit (Mus musculus).

Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah penentuan komposisi beras tiruan yang tepat berdasarkan nilai sensori dan fisikokimia dengan perlakuan perbandingan tiga sumber karbohidrat (beras, jagung dan singkong) dan suhu mesin ekstruder. Penelitian tahap ke-2 adalah penentuan komposisi beras tiruan yang tepat berdasarkan nilai sensori dan fisikokimia setelah dilakukan penambahan rumput laut yang diarahkan pada komposisi yang dapat menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian tahap ke-3 adalah pengujian in vivo pada mencit strain ddY untuk melihat pengaruh kadar glukosa darah dan profil pulau Langerhans dan sel β pankreas setelah diberikan ransum yang mengandung beras tiruan rumput laut.

Beras tiruan (komposisi beras: jagung: singkong = 1:3:1 pada suhu ekstruder 90 °C) dengan penambahan rumput laut E. cottonii 20% atau S. polycystum 15% adalah komposisi terbaik. Kedua komposisi ini secara sensori lebih disukai yaitu berturut-turut 8,02 dan 5,33, serta menunjukkan nilai daya cerna pati yang lebih rendah yaitu berturut-turut 15,99% dan 16,96%.

(4)

para penderita diabetes melitus. Profil histopatologi jaringan pankreas terutama pulau Langerhans dan sel β pankreas tampak adanya perbedaan pada setiap perlakuan. Mencit yang diberi perlakuan ransum yang ditambah metformin, E. cottonii dan S. polycystum selama 36 hari menunjukkan adanya perbaikan peradangan yang ditunjukkan dengan pulau Langerhans yang tampak lebih jelas serta jumlah sel-sel β pankreas yang tampak jauh lebih rapat dan lebih banyak dibandingkan dengan mencit diabetes tanpa perlakuan.

(5)

NATALIA PRODIANA SETIAWATI. The Characteristic of Artificial Rice with Adding Seaweed and the Effect of Blood Glucose Level. Supervised by JOKO SANTOSO and SRI PURWANINGSIH.

Seaweed is one of the leading commodities in marine and fisheries sector having many advantages. The content of dietary fiber and polyphenols active in seaweed play an important role of the glycemic response. Hypoglicemic’s effect from soluble dietary fiber is important to avoid and maintain metabolic condition for diabetics. Sargassum sp. contains pholyphenol as known as phlorotannin that is grouped as tannin. The active compound of tannin is useful for anti-diabetes function. Tanin as reported can reduce glucose level especially for type II diabetics. Furthermore, the utilization of local food commodities such as corn and cassava on producing artificial rice through extrusion technology is an alternative of food diversification. The research was carried out to find out the best composition with adding seaweed as a source of dietary fibre and phlorotannin that give positive influence for healthy according to sensory, physicochemical and in vivo analysis.

The research was conducted in three steps. The first step was finding out the best composition (rice, corn and cassava) and temperature of extrusion process on making artificial acccording to sensory and physicochemical value. Second step was finding out the best composition with adding seaweed that refers to glucose level effect according to sensory and physicochemical value. Third step was analysing by in vivo model using rats strain ddY to evaluate glucose level effect

and profile of Langerhans island and β pancreas cells after consuming artificial rice with adding seaweed.

Artificial rice (the composition of rice, corn and cassava proportion of 1:3:1 and temperature extruder of 90 °C) with addition of seaweed E. cottonii 20% or S.polycystum 15% was the best formula of 8,02 and 5,33, respectively. Both of these composition are preferred good sensory and demonstrate the values of starch digestibility lower of 15,99% and 16,96%, respectively.

The weight of diabetic rats fed standard diet showed negative value and significantly different result in compared to the other treatment. Diabetic rat that were given only standard food tended to weight lost of the body. The descent of blood glucose value that was added metformin, seaweed E. cottonii and seaweed

S. polycystum were 29%, 35% and 41%, respectively. It can be recomended for

diabetics as functional food. The histopathological profil of pancreatic tissue especially the islets of Langerhans and pacreatic β cells appear to be any difference in each treatment. Rat treated with metformin, E. cottonii and S.

polycystum for 36 days showed improvement in inflammation as indicated by the

islets of Langerhans that clearer and the number of pancreatic β cells were appear much more tightly compared to diabetic rat without treatment.

Keywords : artificial rice, blood glucose, dietary fiber, extrusion, phlorotannin, seaweed

(6)

6

© Hak Cipta Milik IPB Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

NATALIA PRODIANA SETIAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

8

(9)

NIM : C351120081

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Hasil Perairan

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa atas limpahan karunia dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Karakteristik Beras Tiruan dengan Penambahan Rumput Laut dan Pengaruhnya terhadap Kadar Glukosa Darah. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Publikasi ilmiah sebagian tesis telah dilakukan pada Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol.6 No.1, Hlm. 197-208, Juni

2014 (akreditasi LIPI) dengan judul “Karateristik Beras Tiruan dengan

Penambahan Rumput Laut Eucheuma cottonii sebagai Sumber Serat Pangan”. Penulisan tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu dalam membimbing penulis dan banyak memberikan motivasi dan kritik yang membangun.

2. Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi sebagai anggota komisi pembimbing atas kesediaan waktu dan kesabarannya membimbing penulis selama penelitian dan penulisan tesis ini.

3. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc sebagai ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan arahan, masukan dan motivasi selama penulis menempuh studi di Program Studi Teknologi Hasil Perairan.

4. Dr Eng Uju, SPi MSi sebagai dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan dalam melengkapi penulisan tesis.

5. Suami, kedua anakku dan orang tua atas doa, semangat dan motivasi yang selalu diberikan selama ini.

6. Dosen dan Staf Pegawai Program Studi Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan ilmu maupun pengalaman-pengalaman berharga bagi penulis selama menempuh pendidikan di IPB.

7. Keluarga besar Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan atas doa, bantuan materil, semangat dan motivasi yang selalu diberikan.

8. Teman-teman seperjuangan di Program Studi THP (angkatan 2010, 2011, 2012, 2013) atas semangat dan kebersamaan yang terjalin erat.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih ada kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.

November 2014

(11)

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

2 PEMBUATAN BERAS TIRUAN DARI BERAS, JAGUNG DAN SINGKONG SERTA EVALUASI KARAKTERISTIK SENSORI DAN FISIKOKIMIANYA ... 4

Pendahuluan ... 4

Metode ... 5

Hasil dan Pembahasan ... 11

Kesimpulan ... 17

3 PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii ATAU Sargassum polycystum PADA BERAS TIRUAN TERHADAP KARAKTERISTIK SENSORI DAN FISIKOMIANYA ... 18

Pendahuluan ... 18

Metode ... 19

Hasil dan Pembahasan ... 27

Kesimpulan ... 32

4 PENGARUH PEMBERIAN RUMPUT LAUT PADA BERAS TIRUAN DALAM BENTUK RANSUM TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH DAN HISTOPATOLOGI MENCIT (Mus musculus) STRAIN ddY ...... 33 Pendahuluan ... 33

Metode ... 33

Hasil dan Pembahasan ... 39

Kesimpulan ... 46

5 PEMBAHASAN UMUM ... 47

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 56

(12)

1 Komposisi tepung beras, tepung jagung, dan tepung singkong serta variasi suhu mesin ekstruder panas ulir tunggal ...

8

2 Hasil uji t data uji sensori beras tiruan terhadap beras tiruan komersil ... 12

3 Karakteristik fisikokimia lima komposisi terpilih ... 14

4 Hasil uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan E.cottonii ... 27

5 Hasil uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan S. polycystum ... 28

6 Karakteristik fisikokimia beras tiruan dengan penambahan E. cottonii ... 29

7 Karakteristik fisikokimia beras tiruan dengan penambahan S. polycystum ... 30

8 Komposisi ransum mencit (Mus musculus) ... 35

9 Rata-rata ransum yang dikonsumsi mencit (Mus musculus) per hari ... 39

10 Persentase penurunan kadar gula darah pada hari 36 dibandingkan hari ke-9 pada mencit yang diberi perlakuan beras tiruan rumput laut atau metformin .. 43

(13)

1 Alur proses pembuatan tepung beras (Haryadi 2008) ... 6

2 Alur proses pembuatan tepung jagung (Koswara 2009) ... 6

3 Alur proses pembuatan tepung singkong (Ditjen PPHP 2011) ... 7

4 Spyder web hasil rata-rata uji sensori beras tiruan ... 13

5 Komposisi terpilih beras tiruan (beras:jagung:singkong). (a) komposisi beras:jagung:singkong = 1:0:0 suhu ekstruder 80 °C, (b) komposisi beras:jagung:singkong = 1:0:0 suhu ekstruder 90 °C, (c) komposisi beras:jagung:singkong = 1:3:1 suhu ekstruder 80 °C, (d) komposisi beras:jagung:singkong = 2:0:1 suhu ekstruder 90 °C, (e) komposisi beras:jagung:singkong = 1:0:1 suhu ekstruder 90 °C ... 15

6 Alur proses preparasi rumput laut E. cottonii (Wonggo 2010) ... 20

7 Alur proses preparasi rumput laut S. polycystum (Chaidir 2006) ... 21

8 Alur proses pembuatan beras tiruan dengan penambahan rumput laut E.cottonii atau S. polycystum (Estiasih dan Ahmadi 2009) ... 22

9 Beras tiruan rumput laut dengan penambahan E. cottonii. (a1) beras tiruan kontrol mentah, (a2) beras tiruan kontrol matang, (b1) beras tiruan E. cottonii 10% mentah, (b2) beras tiruan E. cottonii 10% matang, (c1) beras tiruan E. cottonii 20% mentah, (c2) beras tiruan E. cottonii 20% matang, (d1) beras tiruan E. cottonii 30% mentah, (d2) beras tiruan E. cottonii 30% matang ... 27

10 Beras tiruan rumput laut dengan penambahan S. polycystum (a1) beras tiruan kontrol mentah, (a2) beras tiruan kontrol matang, (b1) beras tiruan S. polycystum 5% mentah, (b2) beras tiruan S. polycystum 5% matang, (c1) beras tiruan S. polycystum 10% mentah, (c2) beras tiruan S. polycystum 10% matang, (d1) beras tiruan S. polycystum 15% mentah, (d2) beras tiruan S. polycystum 15% matang ... 28

11 Uji in vivo pada mencit (Mus musculus) ... 37

12 Histogram selisih berat badan mencit (Mus musculus). Mencit normal + ransum standar (I), Mencit normal + ransum beras tiruan + E. cottonii (II), Mencit normal + Ransum beras tiruan + S. polycystum (III), Mencit diabetes + ransum standar (IV), Mencit diabetes + ransum standar + metformin (V), Mencit diabetes + ransum beras tiruan + E. cottonii (VI), Mencit diabetes + ransum beras tiruan + S. polycystum (VII). Angka-angka dalam huruf superscript yangberbeda(a,b,c,d) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) ... 40

13 Histogram selisih kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) selama 36 hari. Mencit normal + ransum standar (I), Mencit normal + ransum beras tiruan + E. cottonii (II), Mencit normal + Ransum beras tiruan + S. polycystum (III), Mencit diabetes + ransum standar (IV), Mencit diabetes + ransum standar + metformin (V), Mencit diabetes + ransum beras tiruan + E. cottonii (VI), Mencit diabetes + ransum beras tiruan + S. polycystum (VII). Angka-angka dalam huruf superscript yangberbeda(a,b,c,d) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) ... 42

14 Profil pulau Langerhans mencit (Mus musculus). Perbesaran 100x ... 44

(14)

1 Form uji sensori beras tiruan ... 56 2 Uji kesukaan terhadap 21 komposisi beras, jagung, dan singkong ... 57 3 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, Kruskall Wallis, dan

uji t sampel bebas terhadap 21 komposisi beras, jagung, dan singkong ... 58 4 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukey data proksimat beras tiruan lima komposisi terpilih beras, jagung, dan singkong ... 61 5 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukey data fisikokimia selain proksimat beras tiruan lima komposisi terpilih beras, jagung, dan singkong ... 64 6 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, uji Kruskall Wallis,

dan uji Tukey uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan E. cottonii ... 66 7 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, uji Kruskall Wallis,

dan uji Tukey uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan S. polycystum .... 68 8 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukey data proksimat beras tiruan dengan penambahan E. cottonii ... 70 9 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukey data fisikokimia selain proksimat beras tiruan dengan penambahan

E. cottonii ... 73 10 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukey data proksimat beras tiruan dengan penambahan S. polycystum ... 75 11 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukey data fisikokimia selain proksimat beras tiruan dengan penambahan

S. polycystum ... 77 12 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukey rata-rata jumlah konsumsi ransum pada mencit (Mus musculus) ... 81 13 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukey pertambahan berat badan mencit (Mus musculus) ... 82 14 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukey selisih kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) ... 83 15 Uji normalitas dengan one sample Kolmogorov-smirnov, analisis ragam, dan

uji Tukeyjumlah sel β pankreas mencit (Mus musculus) ... 84 16 Gambar dan spesifikasi mesin ekstruder ulir tunggal perekayasaan Balai Besar

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan hasil perikanan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013), rata-rata produksi rumput laut Indonesia pada periode tahun 2008-2012 meningkat 32,08% per tahun.

Rumput laut mengandung serat dan bahan aktif polifenol yang memegang peranan penting terhadap respon glikemik dan pengaturan berat badan (Hall et al. 2012). Serat dapat menurunkan berat badan dan kontrol glikemik (Aziz et al. 2009; Brennan et al. 2004). Penambahan rumput laut sebagai sumber serat pangan dapat menurunkan daya cerna pati dan mampu meningkatkan kandungan serat pangan dari beras tiruan yang dihasilkan (Faridah 2005). Serat pangan berperan dalam mengontrol kadar glukosa dalam darah. Diet cukup serat juga menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna pati berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam kenaikan glukosa darah dan menjadikannya tetap terkontrol (Santoso 2011; Mohamed et al. 2012). Rumput laut jenis Sargassum sp. mengandung polifenol yang dikenal dengan

phlorotannin yang termasuk dalam golongan tanin (Yuan 2008), yaitu salah satu

jenis tanin yang secara spesifik terkandung dalam rumput laut coklat dan diketahui mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, penghambat glikasi, inhibitor alfa glukosidase dan amilase. Tanin dapat menekan peningkatan gula darah bagi penderita diabetes melitus tipe 2 (Firdaus 2011). Komponen polifenol yang terdapat dalam rumput laut coklat dapat menghambat peningkatan kadar glukosa darah bagi penderita diabetes melitus (Mohamed et al. 2012).

Mengacu data WHO (2014), tercatat 8,4 juta kasus diabetes di Indonesia pada tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Dampak yang lebih serius seperti penyakit hati, tekanan darah tinggi, kebutaan dan beberapa komplikasi penyakit yang menyertainya jika penyakit ini dibiarkan.

(16)

melaporkan bahwa beras giling dari varietas beramilosa rendah cenderung memiliki Indeks Glikemik (IG) tinggi, dan sebaliknya beras dari varietas beramilosa tinggi pada umumnya mempunyai IG rendah. Mayoritas masyarakat Indonesia menyukai nasi yang pulen (beras beramilosa rendah). Nasi pulen dengan IG tinggi tidak dianjurkan dalam manajemen diet bagi penderita diabetes melitus karena bersifat hiperglikemik.

Rumput laut yang kaya akan serat dan bahan aktif dapat ditambahkan ke dalam beras tiruan dengan pencampuran sumber bahan pangan lokal seperti beras, jagung dan singkong yang merupakan suatu hal yang penting untuk dikaji lebih lanjut. Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan teknologi beras tiruan diantaranya Liu et al. (2011) memanfaatkan beras pecah, tepung kentang dan tepung jagung untuk diproses menjadi beras tiruan dengan menggunakan teknologi ekstrusi. Ohtsubo et al. (2005) menggunakan beras merah dengan teknologi twin screw extruder. Budijanto dan Yuliyanti (2012) melakukan studi persiapan tepung sorgum (Sorgum bicolor L.Moench) dan aplikasinya pada pembuatan beras analog. Dewi dan Halim (2011) melakukan penelitian pembuatan beras analog berbasis umbi garut dan tepung rumput laut sebagai pangan pokok alternatif penderita penyakit degeneratif. Pengembangan beras analog dari bahan baku tepung mocaf (modified cassava flour) dan alginat telah dilakukan oleh Subagyo dan inovasi teknologi beras analog dari tepung mocaf dengan penambahan rumput laut E. cottonii telah dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (BBP2HP 2013).

Teknologi ekstrusi merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk pembuatan beras tiruan. Ekstrusi adalah suatu proses yang mengkombinasikan beberapa proses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran, pencetakan dan pembentukan (Estiasih dan Ahmadi 2009). Komponen bahan pangan dengan sifat fungsional yang berbeda dapat diolah menjadi produk ekstrusi. Budi et al. (2013) melaporkan bahwa karakteristik beras tiruan yang mirip dengan beras alami dapat dicapai dengan mengontrol parameter-parameter kritis ekstrusi seperti komposisi bahan dan suhu ekstrusi. Keberhasilan teknologi ini akan memperluas peluang fortifikasi dengan menggunakan beras tiruan sebagai pembawa zat gizi, seperti protein, vitamin dan mineral.

Rumusan masalah

Penentuan komposisi bahan pangan lokal (beras, jagung, dan singkong) serta suhu mesin ekstruder yang tepat dalam pengolahan beras tiruan, memformulasikannya dengan penambahan rumput laut E. cottonii atau S.

polycystum menjadi beras tiruan rumput laut dan melihat pengaruh kadar glukosa

darah dan histopatologi pankreas pada mencit (Mus musculus) jantan strain ddY yang diinjeksi aloksan.

Tujuan penelitian

(17)

kadar glukosa darah secara in vivo serta mempelajari profil pulau Langerhans dan

sel β pankreas akibat pengaruh penambahan rumput laut pada mencit

(Mus musculus).

Manfaat penelitian

(18)

2 PEMBUATAN BERAS TIRUAN DARI BERAS, JAGUNG

DAN SINGKONG SERTA EVALUASI KARAKTERISTIK

SENSORI DAN FISIKOKIMIANYA

Pendahuluan

Latar belakang

Sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah beras dan terigu. Indonesia kaya sumber karbohidrat lain seperti jagung dan singkong. Budijanto dan Yuliyanti (2012) melaporkan bahwa bahan-bahan tersebut masih belum bisa menggantikan beras sebagai makanan pokok. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah mengolah bahan-bahan tersebut menjadi produk yang dapat dikonsumsi seperti beras. Bertolak dari hal tersebut, beras tiruan dipilih sebagai salah satu bentuk diversifikasi pangan karena kebiasaan masyarakat Indonesia yang tidak bisa terlepas dari konsumsi nasi dalam kehidupan sehari-hari. Adanya beras tiruan diharapkan dapat mendukung diversifikasi pangan.

Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan teknologi pengolahan beras tiruan diantaranya Su (2007) meneliti pengaruh penambahan bubuk cangkang telur untuk memperbaiki warna beras tiruan dengan teknologi

twin screw extruder. Su dan Kong (2007) meneliti pengaruh penambahan minyak

kedelai, selulosa dan SiO2 terhadap kualitas dari beras tiruan yang dihasilkan. Liu et al. (2011) memanfaatkan beras pecah dalam pembuatan beras tiruan.

Proses pengolahan beras tiruan tidak terlepas dari teknologi ekstrusi. Teknologi ekstrusi memungkinkan kita untuk melakukan serangkaian pengolahan seperti : mencampur, menggiling, memasak, mendinginkan, mengeringkan dan mencetak dalam satu rangkaian proses saja. Teknologi ekstrusi berperan penting pada industri pangan karena merupakan proses yang efisien. Kontrol suhu memberikan efek nyata terhadap kondisi adonan yang berada tepat sebelum cetakan serta terhadap pengembangan produk akhir. Suhu mempengaruhi karakteristik tekstur yang diekstrusi. Amilosa lebih tahan terhadap kerusakan mekanik selama berada di dalam aliran alat ekstrusi dibandingkan dengan amilopektin. Biasanya produk beramilosa tinggi akan lebih rapat, lebih keras dan kurang mengembang ketika diekstrusi (Muchtadi dan Budiatman 1990). Ekstrusi terdiri atas dua metode, yaitu hot and cold extrusion. Suhu yang digunakan pada metode hot extrusion di atas 70 °C dengan melakukan pre-conditioning dan atau tanpa pindah panas dari steam yang dihasilkan dari barrel. Cold extrusion biasa digunakan dalam pembuatan pasta dan suhu yang digunakan di bawah 70 °C. Penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode hot extrusion (Estiasih dan Ahmadi 2009).

(19)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi beras, jagung dan singkong serta suhu ekstruder yang tepat sehingga didapatkan produk beras tiruan yang diharapkan dengan mengevaluasi karakteristik sensori dan fisikokimianya.

Metode

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan November 2013, bertempat di Laboratorium Pengolahan, Organoleptik, dan Kimia Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan, dan Seafast Center IPB.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan beras tiruan adalah beras pera Indica IR42 yang diperoleh dari pasar lokal, jagung yang diperoleh dari PAU-IPB jenis Pionir, dan singkong (Manihot utilissima) segar yang diperoleh dari daerah Cibinong.

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain HCl 0,2N, bromocresol green, H3BO3, metilen merah, K2SO4, CuSO4.5H2O, H2SO4, H2O2 30%, NaOH, kloroform, amilosa murni, etanol, asam asetat, iod, buffer Na-fosfat, maltosa murni, dan petroleum eter benzena.

Alat yang digunakan yaitu disc mill buatan lokal, ekstruder ulir tunggal hasil perekayasaan Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan dengan spesifikasi yang tertera pada Lampiran 27, ayakan 60 mesh merk De dalal, oven merk Shellab, blender merk Miyako, timbangan analitik merk AND tipe GR-202, tungku pengabuan (furnace) merk Vulcan A-550, alat destruksi kjeldahl merk Gerhardt, alat destilasi uap merk Velp Scientica UDK 142, ekstraktor sochlet merk Electrothermal, rotavapor merk Heidolph Instrument Laborata 4000, spektrofotometer merk Perkin elmer lambda seri 25,serta peralatan gelas merk Iwaki Pyrex.

Preparasi Bahan

Bahan-bahan seperti beras pera, jagung dan singkong disiapkan dalam bentuk tepung. Diagram alir pembuatan tepung beras, jagung dan singkong berturut-turut disajikan pada Gambar 1, 2 dan 3.

Pengkomposisian dan Proses Ekstrusi

(20)

Gambar 1 Alur proses pembuatan tepung beras (Haryadi 2008).

Gambar 2 Alur proses pembuatan tepung jagung (Koswara 2009). Perendaman (beras:air=1:2), 2 jam

Pemisahan dari kotoran

Pencucian

Penirisan

Penepungan 60 mesh

Pengeringan T= 60 °C, 2 jam Pembersihan

Pemipilan

Penirisan

Pengeringan 60 °C, 2 jam

Penepungan 60 mesh Beras

Jagung

Jagung pipil Tepung beras

(21)

Gambar 3 Alur proses pembuatan tepung singkong (Ditjen PPHP 2011).

Bahan-bahan disiapkan dalam bentuk tepung berdasarkan komposisi yang sudah ditetapkan kemudian dilakukan pencampuran hingga homogen dengan penambahan air sebesar 10-20%. Adonan dimasukkan ke dalam ulir berjalan

(screw conveyor) pada variasi suhu yang sudah ditetapkan dalam

pengkomposisian.

Tabel 1 Komposisi tepung beras, tepung jagung dan tepung singkong serta variasi suhu mesin ekstruder panas ulir tunggal.

Komposisi Suhu (°C) F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 Tepung Beras (rasio)

70

1 1 1 1 0 2 1

Tepung Jagung (rasio) 0 1 2 3 1 0 0

Tepung Singkong (rasio)

0 1 1 1 0 1 1

Komposisi Suhu (°C) F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 Tepung Beras (rasio)

80

1 1 1 1 0 2 1

Tepung Jagung (rasio) 0 1 2 3 1 0 0

Tepung Singkong (rasio)

0 1 1 1 0 1 1

Komposisi Suhu(°C) F15 F16 F17 F18 F19 F20 F21 Tepung Beras (rasio)

90

1 1 1 1 0 2 1

Tepung Jagung (rasio) 0 1 2 3 1 0 0

Tepung Singkong (rasio)

0 1 1 1 0 1 1

Keterangan : F1 sampai dengan F21 adalah formulasi tepung beras, tepung jagung dan tepung singkong serta variasi suhu mesin ekstruder

Pengepresan Pengupasan, Pencucian,

Perendaman

Pemarutan kasar

Pengeringan 60 °C, 2 jam

Penepungan 60 mesh Singkong segar

(22)

Faktor yang mempengaruhi karakteristik beras adalah suhu dan kadar air. Menngacu pada penelitian Budijanto dan Yuliyanti (2012) , air yang ditambahkan pada penelitian ini adalah 50% (v/b) dari berat tepung. Kadar air ini mempengaruhi pembentukan ekstrudat yang dihasilkan. Mesin ekstruder yang digunakan adalah jenis mesin ekstrusi panas ulir tunggal dengan perlakuan tiga variasi suhu yaitu 70 °C, 80 °C dan 90 °C. Komposisi terpilih didapatkan berdasarkan uji sensori (kenampakan, bau, tekstur, dan rasa) terhadap beras tiruan mentah atau pun matang, kemudian dilanjutkan dengan analisis fisikokimia yaitu rendemen, densitas kamba, amilosa, dan proksimat (air, abu, protein, lemak dan karbohidrat) sehingga didapatkan satu komposisi terpilih.

Metode Analisis

Analisis yang dilakukan meliputi sensori, rendemen, densitas kamba, amilosa, dan proksimat.

Sensori (Setyaningsih et al. 2010)

Analisis sensori (pengujian dengan panca indera) dilakukan dengan metode kuantitatif yaitu uji kesukaan (hedonik) (Setyaningsih et al. 2010). Panelis terdiri dari dari pegawai BBP2HP Jakarta sebanyak 25 orang. Waktu pengujian sekitar pukul 09.00-11.00 dan 14.00-16.00. Panelis mengisi kuesioner (Lampiran 1) terhadap sampel produk beras tiruan baik yang mentah maupun matang dalam bilik-bilik pencicip. Penilaian sensori meliputi warna, rasa, tekstur dan bau. Disiapkan air mineral untuk menetralkan indera perasa panelis setelah mencicip sampel beras tiruan. Skor kesukaan menggunakan skala 1 sampai dengan 9, yaitu skor 1 (amat sangat tidak suka) sampai dengan skor 9 (amat sangat suka).

Rendemen (Wardani et al. 2012)

Rendemen dihitung berdasarkan presentase produk akhir dengan bahan awal.

Densitas kamba (Hussain et al. 2008)

Densitas kamba dihitung berdasarkan perbandingan antara berat bahan dalam suatu wadah gelas berukuran tertentu dibagi volume wadah gelas (g/mL).

Amilosa (Apriyantono et al. 1989)

(23)

Standardisasi amilosa dilakukan untuk mendapatkan kurva standar yang menunjukkan hubungan antara nilai penyerapan cahaya dengan konsentrasi amilosa. Tepung kentang 40 mg sebagai amilosa standar dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan dengan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1N, lalu dipanaskan pada suhu 80-100 °C selama ± 10 menit sampai tergelatinisasi. Larutan didinginkan dan ditera dengan akuades. Sampel diambil sebanyak 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL dan 5 mL lalu ditambahkan 0,1 mL iod 0,2 %, 0,2 mL asam asetat 1N dan 3 mL akuades kemudian didiamkan selama 20 menit dan diukur nilai absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm. Hasil pengukuran dibuat persamaan regresi linier yang digunakan untuk menentukan kadar amilosa dari tiap sampel.

Dalam analisa sampel, sebanyak 100 mg sampel dilarutkan dalam 1 mL etanol 95 % dan 9 mL NaOH 1N pada suhu 80-100 °C selama ± 10 menit sampai tergelatinisasi. Larutan didinginkan lalu ditera pada labu takar 100 mL dengan akuades sebagai larutan induk dan diambil 1 mL sampel yang telah diencerkan dari larutan induk. Sampel tersebut ditambahkan dengan 0,1 mL iod 0,2 %, 0,2 mL asam asetat 1N dan 3 mL akuades. Setelah didiamkan selama 20 menit lalu diukur nilai absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm.

Keterangan :

a = nilai dalam persamaan regresi linier Y = a + bx b = nilai dalam persamaan regresi linier Y = a + bx FP = faktor pengenceran

Analisis proksimat (AOAC 2005)

(a) Analisis kadar air

Analisis ini menggunakan metode gravimetri dengan alat oven pada suhu 105 °C selama 20 jam. Kadar air ditentukan dengan menghitung perbandingan bobot sampel yang hilang setelah dioven dan bobot sampel awal kemudian dikali seratus persen.

(b) Analisis kadar abu

Analisis ini menggunakan metode gravimetri dengan tanur pada suhu 550 °C selama 24 jam. Kadar abu ditentukan dengan menghitung perbandingan antara berat sampel akhir dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen. (c) Analisis kadar protein

Kadar protein diuji dengan metode Kjeldahl, prinsipnya menangkap nitrogen yang terdapat dalam sampel. Tahap uji protein yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 0,75 g pada kertas timbang, dibungkus dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Sebanyak 5,25 g kalium sulfat dan 0,62 g CuSO4.5H2O dimasukkan ke dalam labu destruksi. Di dalam ruang asam, ditambahkan 15 mL H2SO4 pekat (95-97 %) dan 3 mL H2O2 secara perlahan-lahan dan didiamkan selama 10 menit. Destruksi dilakukan pada suhu 410 °C selama 2 jam atau sampai larutan jernih dan didiamkan hingga mencapai suhu

(24)

kamar lalu ditambahkan akuades sebanyak 50-75 mL. Hasil destruksi selanjutnya didestilasi. Alat destilasi dicuci dengan cara melakukan destilasi akuades sebelum dilakukan destilasi dan apabila destilat yang tertampung mengubah warna garam borat (merah violet menjadi hijau) maka dilakukan pencucian/destilasi ulang sampai hasil destilat yang tertampung tidak berubah warna (merah violet). Erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan H3BO3 4 % yang mengandung indikator sebagai penampung destilat. Labu yang berisi hasil destruksi dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Natrium hidroksida-thiosulfat ditambahkan sebanyak 50-75 mL. Destilasi dilakukan dan destilat ditampung dalam erlenmeyer hingga volume mencapai 150 mL. Hasil destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N yang sudah dibakukan sampai warna berubah dari biru menjadi merah muda.

(d) Analisis kadar lemak

Analisis yang dilakukan yaitu mengekstrak lemak dengan metode soxhlet dengan pelarut khloroform pada suhu 80 °C selama 8 jam. Kemudian dilakukan evaporasi sampai kering dan labu alas bulat yang sudah kering dimasukkan ke dalam oven bersuhu 150 °C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa khloroform dan uap air. Kadar lemak ditentukan dengan menghitung perbandingan antara berat lemak dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen.

(e) Analisis kadar karbohidrat

Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by-difference yaitu pengurangan dari total keseluruhan dengan presentasi kadar lemak, protein, air dan abu.

Analisis data

Rancangan percobaan (Steel dan Torrie 1993)

Rancangan percobaan yang digunakan dalam pembuatan beras tiruan adalah rancangan acak lengkap. Perlakuan pada penelitian ini adalah perlakuan komposisi beras, jagung, singkong, dan suhu mesin ekstruder.

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = μ + Ʈi + €ij

Keterangan :

Yij = respon yang diamati dari satuan percobaan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i

μ = nilai tengah umum

Ʈi = pengaruh perlakuan ke-i (i untuk formulasi beras tiruan)

€ij = galat percobaan

Uji kenormalan yang digunakan adalah uji Kolmogorov Smirnov. Apabila data yang diperoleh dengan analisis ragam (ANOVA) menunjukkan adanya pengaruh nyata, maka dilanjutkan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey.

(25)

Keterangan :

n = jumlah data total

ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i Ri2 = jumlah peringkat dari perlakuan ke-i

T = banyaknya pengamatan seri dalam tiap ulangan H = simpangan baku

H1 = H terkoreksi

t = banyaknya pengamatan seri FK = faktor koreksi

Hasil dan Pembahasan

Penentuan komposisi terbaik terhadap formulasi beras tiruan Karakteristik sensori

Beras tiruan biasanya dibuat dari bahan yang juga dikenal sebagai sumber karbohidrat yang tersimpan pada tanaman dalam bentuk pati. Menurut Budi et al. (2013) pada prinsipnya semua bahan baku yang mengandung pati baik yang berbentuk serealia maupun umbi dapat digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan beras tiruan. Bahan baku tersebut bisa digunakan dalam bentuk murni maupun campuran dengan bahan baku lain pada rasio tertentu. Pada penelitian digunakan beras, jagung dan singkong dalam bentuk tepung. Hal ini ditujukan untuk mengoptimalkan bahan pangan lokal yang ada. Uji sensori yaitu uji kesukaan terhadap 25 orang panelis dilakukan untuk mendapatkan lima komposisi yang paling disukai. Hasil analisis uji kesukaan dan Spyder Web hasil rata-rata uji sensori beras tiruan disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 4.

Tabel 2 Hasil uji t data uji sensori beras tiruan terhadap beras tiruan komersil.

Perlakuan Tingkat

Kesukaan Kategori Perlakuan

Tingkat

Kesukaan Kategori F1 5,35±0,82a Netral F12 5,58±0,30a Agak suka F2 5,16±0,45a Netral F13 5,40±0,30a Netral F3 5,06±0,28a Netral F14 5,59±0,23a Agak suka F4 4,96±0,34a Netral F15 6,44±0,30a Agak suka F5 4,80±0,36a Netral F16 5,10±0,25a Netral F6 5,07±0,23a Netral F17 5,41±0,31a Netral F7 5,01±0,46a Netral F18 5,63±0,18b Agak suka F8 5,91±0,33b Agak suka F19 5,59±0,25a Agak suka F9 5,09±0,40a Netral F20 5,62±0,16b Agak suka F10 5,56±0,38a Agak suka F21 5,67±0,24b Agak suka F11 5,22±0,31a Netral

(26)

Tabel 2 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa komposisi F8, F15, F18, F20 dan F21 memberikan nilai rata-rata kesukaan yang tertinggi dan berada pada kategori agak suka. Nilai kesukaan yang diperoleh merupakan hasil rata-rata parameter kenampakan, rasa, bau dan tekstur baik beras tiruan mentah maupun matang. Suhu ekstruder sangat mempengaruhi produk beras yang dihasilkan. Suhu yang paling baik pada penelitian ini adalah 90 °C. Pada proses ekstrusi, tahap prekondisi merupakan tahap awal dalam suatu proses ekstrusi dan memiliki peranan penting. Pada tahap prekondisi, campuran bahan baku hasil formulasi dipertahankan pada kondisi hangat (suhu 80 – 90 °C) dan basah selama waktu tertentu dan kemudian dialirkan ke ekstruder. Mesin ekstruder yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe ulir tunggal dan memiliki panjang barrel yang relatif pendek (50 cm) jika dibandingkan dengan mesin ekstruder pada umumnya, sehingga waktu tinggal bahan di dalam mesin antara prekondisi dan ekstrusi cukup singkat. Kondisi ini yang menyebabkan suhu prekondisi sebaiknya dijaga pada kisaran tersebut untuk mencapai produk ekstrusi yang diharapkan. Menurut Budi et al. (2013) pada waktu proses ekstrusi, adonan akan mengalami pemanasan lagi pada suhu yang sedikit lebih tinggi dibanding proses sebelumnya.

Kecepatan ulir, tekanan, bentuk bahan baku dan kekentalan bahan baku adalah faktor-faktor yang mempengaruhi retention time (Muchtadi dan Budiatman 1990). Retention time dihitung pada saat bahan baku mulai masuk ke dalam mesin ekstruder sampai proses cutting. Retention time pada penelitian ini yaitu 5-7 menit.

Gambar 4. Spyder Web hasil rata-rata uji sensori beras tiruan

Keterangan Tabel 2 dan Gambar 4 :

(27)

Karakteristik fisikokimia terhadap lima komposisi terpilih

Hasil analisis fisikokimia komposisi terpilih disajikan pada Tabel 3. Produk beras tiruan lima komposisi terpilih disajikan pada Gambar 5. Dalam pembuatan beras tiruan, data rendemen diperlukan untuk mengetahui produktivitas beras tiruan yang dihasilkan. Selain itu, nilai rendemen juga menunjukkan adanya kehilangan produk selama proses berlangsung. Hasil analisis ragam terhadap rendemen beras tiruan menunjukkan adanya perbedaan (Lampiran 5). Nilai rendemen yang berbeda diduga karena penambahan air yang kurang homogen pada saat pencampuran, perbedaan kecepatan pemasukan adonan ke dalam mesin ekstruder dan komposisi bahan baku penyusun beras tiruan. Hasil uji lanjut

tukey menunjukkan nilai yang berbeda dibandingkan dengan beras tiruan

komersil (Lampiran 5).

Komposisi beras:jagung:singkong (1:3:1) dengan suhu mesin ekstruder 90 °C memberikan nilai rendemen tertinggi. Hal ini berhubungan dengan komponen bahan penyusun beras tiruan lebih dominan jagung, dimana jagung memiliki kadar lemak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras dan singkong. Kadar lemak pada jagung 4,5% (Depkes 2005) dan nilai kadar lemak jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2,94%.

Tabel 3 Karakteristik fisikokimia lima komposisi terpilih.

Parameter A B C D E

Rendemen (%)

71,11±1,10ab 70,90±1,45ab 80,20±0,53c 69,62±0,91a 73,86±0,78b

Densitas kamba (g/mL)

0,65±0,02ab 0,65±0,02b 0,61±0,02a 0,60±0,02a 0,62±0,00ab

Amilosa (%)

22,53±0,04c 20,72±0,00a 24,62±0,04d 21,90±0,12b 20,73±0,06a

Air (%) 13,35±0,37a 13,49±0,02a 13,41±0,02a 12,78±0,01a 14,38±0,20b Abu (%) 0,40±0,01a 0,42±0,00a 1,04±0,02c 0,90±0,01b 1,22±0,02d Protein (%) 9,96±0,76b 9,40±0,04b 8,87±0,19ab 9,20±0,22b 7,66±0,01a Lemak (%) 0,37±0,24ab 0,62±0,07ab 0,82±0,12b 0,31±0,00a 0,46±0,01ab Karbohidrat

(%)

75,93±0,61b 72,59±0,01a 75,88±0,35b 76,82±0,21b 76,28±0,18b

Keterangan : A = Beras : Jagung : Singkong adalah 1:0:0, suhu 80 °C, B= Beras:Jagung:Singkong adalah 1:0:0, suhu 90 °C, C= Beras:Jagung:Singkong adalah 1:3:1, suhu 90 °C, D= Beras:Jagung:Singkong adalah 2:0:1, suhu 90 °C, E= Beras:Jagung:Singkong adalah 1:0:1, suhu 90 °C. Angka-angka dalam baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda (a,b,c,d) menunjukkan beda nyata (p<0,05).

(28)

pengeluaran dan pencetakan adonan. Menurut Bhattchrya dan Prakash (1994), kadar lemak yang tinggi menyebabkan densitas kamba meningkat. Hal ini disebabkan lemak memiliki berat molekul yang tinggi sehingga akan menghasilkan densitas kamba yang tinggi.

Gambar 5 Komposisi terpilih beras tiruan (beras:jagung:singkong). (a) komposisi beras:jagung:singkong = 1:0:0 suhu ekstruder 80 °C, (b) komposisi beras:jagung:singkong = 1:0:0 suhu ekstruder 90 °C, (c) komposisi beras:jagung:singkong = 1:3:1 suhu ekstruder 80 °C, (d) komposisi beras:jagung:singkong = 2:0:1 suhu ekstruder 90 °C, (e) komposisi beras:jagung:singkong = 1:0:1 suhu ekstruder 90 °C.

Menurut Ade et al. (2009), densitas kamba menunjukkan perbandingan antara berat suatu bahan terhadap volumenya. Densitas kamba suatu bahan pangan

a b

c d

(29)

penting untuk diketahui terutama dalam hal pengemasan produk tersebut juga dalam penyimpanan dan transportasi. Nilai densitas kamba yang besar akan membutuhkan tempat yang lebih kecil begitupun sebaliknya. Densitas kamba mempengaruhi jumlah bahan yang bisa dikonsumsi dan biaya produksi bahan tersebut. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil analisis sidik ragam, nilai densitas kamba beras tiruan menunjukkan perbedaan pada tiap perlakuan (Lampiran 5). Pada uji lanjut tukey menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada tiap perlakuan kecuali komposisi beras:jagung:singkong =1:3:1 dan suhu ekstruder 90 °C serta beras:jagung:singkong = 2:0:1 dan suhu ekstruder 90 °C menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Lampiran 5), dan mempunyai nilai yang rendah dibandingkan dengan komposisi lainnya.

Produk makanan yang memiliki densitas kamba yang rendah akan menimbulkan efek cepat kenyang sehingga sangat baik bagi orang yang menjalankan diet. Densitas kamba juga berkaitan dengan kadar amilosa. Produk pati yang mengandung kadar amilosa yang tinggi akan mengalami tingkat retrogradasi yang tinggi diantara granula-granula. Pengembangan granula akibat gelatinisasi akan menyebabkan rusaknya molekul pati yang menyebabkan amilosa keluar dari granula. Amilosa yang keluar akan berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan amilopektin di pinggir-pinggir granula menjadi semacam jaring yang membentuk mikrokristal dan mengendap (Thomas et al. 1997).

Berdasarkan kadar amilosanya, beras (tidak termasuk beras ketan) dapat dikelompokkan menjadi beras beramilosa rendah, yaitu kadar amilosanya 10-20%; beras beramilosa sedang, yaitu mengandung 20-25%; dan beras beramilosa tinggi mengandung 25-33%. Semakin tinggi kadar amilosa, volume nasi yang diperoleh semakin besar tanpa kecenderungan mengempes, karena amilosa mempunyai kemampuan retrogradasi yang lebih besar (Haryadi 2008). Komposisi beras:jagung:singkong=1:3:1dan suhu ekstruder 90 °C dikelompokkan dalam beras beramilosa sedang dengan nilai 24,62%. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya perbedaan terhadap kadar amilosa . Hasil uji lanjut tukey, komposisi beras:jagung:singkong=1:3:1 dan suhu ekstruder 90 °C menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 5).

Amilosa adalah polimer gula sederhana yang tidak bercabang (Thomas et al. 1997). Struktur yang tidak bercabang ini membuat amilosa terikat lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan akibatnya sulit dicerna. Penelitian terhadap pangan menunjukkan bahwa kadar gula darah dan respon insulin lebih rendah setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi. Pangan yang mampu menaikkan kadar glukosa darah dengan lambat memiliki Indeks Glikemik (IG) rendah (Rimbawan dan Siagian 2004).

(30)

mengandung komponen minor seperti protein dan lemak (Shih 2004; Godber dan Juliano 2004) yang berpengaruh terhadap tingginya kadar amilosa dan rendahnya daya cerna pati dibandingkan pati sagu. Komposisi bahan pada pembuatan beras tiruan juga mempengaruhi kadar amilosanya. Pada penelitian ini, jumlah tepung jagung adalah sebesar 3/5 dari seluruh bahan sehingga memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap nilai kadar amilosa beras tiruan jika dibandingkan dengan sorgum yang juga digolongkan ke dalam serealia.

Amilosa memiliki kemampuan membentuk ikatan hidrogen dengan air

dan terdiri dari unit glukosa yang terikat dengan ikatan α-1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Akibatnya, amilosa bersifat mudah menyerap air dan melepaskannya atau lebih cepat mengalami sineresis dan mengkristal, sehingga semakin tinggi kandungan amilosa dalam beras tiruan maka kadar airnya semakin rendah (Thomas et al. 1997).

Kadar air merupakan faktor penting dalam menentukan umur simpan produk pangan. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya perbedaan, dan hasil

uji lanjut tukey menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan

beras:jagung:singkong=1:0:1 dan suhu ekstruder 90 °C dengan nilai sebesar 14,38% berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya (Lampiran 4). Hasil analisis ragam terhadap nilai kadar abu dan kadar lemak menunjukkan adanya perbedaan. Hasil uji lanjut tukey menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan nilai tertinggi pada komposisi beras:jagung:singkong=1:3:1 dan suhu ekstruder 90 °C (Lampiran 4). Hal ini disebabkan oleh komposisi tersebut adalah campuran dari ketiga sumber karbohidrat sehingga lebih kaya akan mineral dan lemak yang tinggi akibat penambahan tepung jagung yang lebih dominan. Hasil analisis ragam dan uji lanjut tukey terhadap kadar protein dan karbohidrat menunjukkan hasil berbeda nyata (Lampiran 4). Kadar protein dan karbohidrat menunjukkan nilai yang bervariasi dengan nilai tertinggi berturut-turut sebesar 9,96% dan 76,82% yang masing-masing dihasilkan pada perlakuan kombinasi

beras:jagung:singkong=1:0:1, suhu ekstruder 90 °C dan

beras:jagung:singkong=2:0:1, suhu ekstruder 90 °C.

Kesimpulan

(31)

3 PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii

ATAU

Sargassum polycystum

PADA

BERAS TIRUAN TERHADAP KARAKTERISTIK

SENSORI DAN FISIKOKIMIANYA

Pendahuluan

Latar belakang

Rumput laut sebagai bahan baku berbagai produk olahan bernilai ekonomi tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan membuat rumput laut banyak dibudidayakan dan diperdagangkan di pasar lokal dan internasional. Di sisi lain, potensi rumput laut coklat di Indonesia sebagai sumber bahan bioaktif membuka peluang yang cukup besar untuk diteliti dan dikembangkan. Ekspedisi laut Sibolga mencatat adanya 555 jenis alga yang tumbuh di wilayah Perairan Indonesia. Penelitian lanjutan mencatat ada 23 jenis diketahui telah digunakan secara tradisional sebagai bahan makanan, baik berupa sayuran maupun dibuat penganan. Ekspedisi Danish menemukan sebanyak 25 jenis alga merah, 28 jenis alga hijau dan 11 jenis alga coklat (Firdaus 2011).

Eucheuma cottonii merupakan salah satu rumput laut karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagenan. Alga polisakarida yang mengandung karagenan merupakan sumber nutrisi yang baik untuk diet serat (dietary fiber) terutama bagi penderita diabetes mellitus (Yuan 2008). Bahan pangan berserat tinggi memiliki sifat hipoglikemik (Brennan et al. 2004). Faridah (2005) melaporkan bahwa penambahan rumput laut sebagai sumber serat pangan mempengaruhi daya cerna pati dan kandungan serat pangan dari beras tiruan yang dihasilkan. Persentase penambahan rumput laut sebagai sumber serat pangan yang semakin tinggi menyebabkan menurunnya daya cerna pati. Daya cerna yang rendah dapat menghambat penyerapan glukosa sehingga dapat mengurangi kadar glukosa darah. Efek hipoglikemik dari serat pangan larut air sangat berguna untuk mencegah dan mengelola kondisi metabolik pada pasien diabetes melitus.

Rumput laut yang kaya akan serat dapat ditambahkan ke dalam beras tiruan dengan pencampuran sumber bahan pangan lokal seperti beras, jagung dan singkong yang merupakan suatu hal yang penting untuk dikaji lebih lanjut. Penelitian mengenai beras tiruan dengan penambahan rumput laut ini telah dilakukan. Dewi dan Halim (2011) melakukan penelitian pembuatan beras analog berbasis umbi garut dan tepung rumput laut sebagai pangan pokok alternatif penderita penyakit degeneratif. Pengembangan beras analog dari bahan baku tepung mocaf (modified cassava flour) dan alginat telah dilakukan oleh Subagyo dan inovasi teknologi beras analog dari tepung mocaf dengan penambahan rumput laut E. cottonii telah dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (BBP2HP 2013).

(32)

inhibitor α-glukosidase dan amilase. Komponen polifenol yang terdapat dalam rumput laut coklat dapat menghambat peningkatan kadar glukosa darah bagi penderita diabetes melitus (Mohamed et al. 2012). Tanin dapat menekan peningkatan gula darah bagi penderita diabetes melitus tipe 2 (Firdaus 2011).

Beberapa penelitian yang memanfaatkan rumput laut coklat dalam kaitannya dengan kesehatan sudah dilakukan. Hall et al. (2012) telah menambahkan rumput laut coklat dalam roti untuk menurunkan energy intake, nilai glikemik dan kolesterol. Penambahan rumput laut sebesar 4% Ascophyllum

nodosum dapat menurunkan energy intake sebesar 16,4%. Kadam dan

Prabashankar (2010) meneliti beberapa sumber pangan dari laut yang diaplikasikan dalam produk roti dan pasta, kaya akan polisakarida yang memiliki keunggulan dalam mengatasi beberapa penyakit termasuk diabetes.

Teknologi ekstrusi merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk pembuatan beras tiruan. Ekstrusi adalah suatu proses yang mengkombinasikan beberapa proses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran, pencetakan dan pembentukan (Estiasih dan Ahmadi 2009).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi yang tepat dalam pembuatan beras tiruan berbahan dasar beras, jagung dan singkong dengan penambahan rumput laut E. cottonii sebagai sumber serat pangan atau S.

polycystum sebagai sumber phlorotannin dan serat pangan serta

mengkarakterisasinya berdasarkan nilai sensori dan fisikokimia.

Metode

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai dengan April 2014. Bertempat di Laboratorium Pengolahan, Organoleptik, dan Kimia Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan, dan Seafast Center IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan beras tiruan adalah tepung beras, tepung jagung, tepung singkong, rumput laut Eucheuma cottonii, dan rumput laut Sargassum polycystum. Beras dipilih dari jenis beras pera Indica IR42, jagung diperoleh dari PAU-IPB jenis Pionir, sedangkan singkong yang dipilih adalah singkong (Manihot utilissima) segar. Rumput laut E. cottonii diperoleh dari Kepulauan Seribu sedangkan rumput laut jenis S. polycystum dari Pulau Tahuna, Sulawesi utara.

(33)

Alat yang digunakan yaitu disc mill buatan lokal, ekstruder ulir tunggal hasil perekayasaan Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan dengan spesifikasi yang tertera pada Lampiran 27, ayakan 60 mesh merk De dalal, oven merk Shellab, blender merk Miyako, timbangan analitik merk AND tipe GR-202, tungku pengabuan (furnace) merk Vulcan A-550, alat destruksi kjeldahl merk Gerhardt, alat destilasi uap merk Velp Scientica UDK 142, ekstraktor soxhlet merk Electrothermal, rotavapor merk Heidolph Instrument Laborata 4000, desikator, spektrofotometer merk Hach DR2800, serta peralatan gelas merk Iwaki Pyrex.

Preparasi Bahan

[image:33.595.110.415.285.646.2]

Tahap preparasi rumput laut E. cottonii seperti disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Alur proses preparasi rumput laut E. cottonii (Wonggo 2010).

Tahap preparasi rumput laut S. polycystum menurut Chaidir (2006) disajikan pada Gambar 7.

Pengkomposisian dan Proses Ekstrusi

Komposisi terpilih ditambahkan rumput laut E. cottonii pada berbagai konsentrasi yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30% atau S. polycystum pada berbagai konsentrasi yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15%. Persentase penambahan E. cottonii berdasarkan rekomendasi dari American Diabetes Association yaitu maksimum 50 g/ hari untuk diet tinggi serat (ADA 2008) dan asupan serat pangan harian sebesar 20 - 38 g/orang/hari (Kemenkes 2013). Persentase penambahan

Pembersihan dari kotoran

Pembersihan dan Pencucian

Perendaman 1 malam

Pencucian

Penghancuran Dilakukan 2 kali

Rumput laut

(34)
[image:34.595.110.414.154.409.2]

S. polycystum mengacu pada penelitian Hall et al. (2012). Komposisi yang sudah ditambah rumput laut diproses lebih lanjut menjadi beras tiruan dengan teknologi ekstrusi (Gambar 8).

Gambar 7 Alur proses preparasi rumput laut S. polycystum (Chaidir 2006).

Metode Analisis

Analisis yang dilakukan meliputi sensori, rendemen, densitas kamba, proksimat, daya cerna pati secara in vitro, serat pangan dan phlorotannin.

Sensori (Setyaningsih et al. 2010)

Analisis sensori (pengujian dengan panca indera) dilakukan dengan metode kuantitatif yaitu uji kesukaan (hedonik) (Setyaningsih et al., 2010). Panelis terdiri dari dari pegawai BBP2HP Jakarta sebanyak 25 orang. Waktu pengujian sekitar pukul 09.00-11.00 dan 14.00-16.00. Panelis mengisi kuesioner terhadap sampel produk beras tiruan baik yang mentah maupun matang dalam bilik-bilik pencicip. Penilaian sensori meliputi warna, rasa, tekstur dan bau. Disiapkan air mineral untuk menetralkan indera perasa panelis setelah mencicip sampel beras tiruan. Skor kesukaan menggunakan skala 1 sampai dengan 9, yaitu skor 1 (amat sangat tidak suka) sampai dengan skor 9 (amat sangat suka).

Rendemen (Wardani et al. 2012)

Rendemen dihitung berdasarkan persentase produk akhir dengan bahan awal.

Rumput laut

Pembersihan dan Pencucian

Pencucian dengan air

Perendaman 9 jam

Pencucian

Penghancuran Dilakukan 2 kali

(35)

Gambar 8 Alur proses pembuatan beras tiruan dengan penambahan rumput laut E.cottonii atau S. polycystum (Estiasih dan

Ahmadi 2009).

Densitas kamba (Hussain et al. 2008)

Densitas kamba dihitung berdasarkan perbandingan antara berat bahan dalam suatu wadah gelas berukuran tertentu dibagi volume wadah gelas (g/mL).

Analisis proksimat (AOAC 2005)

(a) Analisis kadar air

Analisis ini menggunakan metode gravimetri dengan alat oven pada suhu 105 °C selama 20 jam. Kadar air ditentukan dengan menghitung perbandingan bobot sampel yang hilang setelah dioven dan bobot sampel awal kemudian dikali seratus persen.

(b) Analisis kadar abu

Analisis ini menggunakan metode gravimetri dengan tanur pada suhu 550 °C selama 24 jam. Kadar abu ditentukan dengan menghitung perbandingan antara berat sampel akhir dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen. (c) Analisis kadar protein

Kadar protein diuji dengan metode Kjeldahl, prinsipnya menangkap nitrogen yang terdapat dalam sampel. Tahap uji protein yaitu destruksi, destilasi

Pencampuran hingga homogen Bahan tepung dan rumput laut E. cottonii

atau S. polycystum

Pencampuran kering dengan bahan lain

Penambahan air

Ekstrusi 90 °C

Pengeringan oven 60 °C, 3 jam

(36)

dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 0,75 g pada kertas timbang, dibungkus dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Sebanyak 5,25 g kalium sulfat dan 0,62 g CuSO4.5H2O dimasukkan ke dalam labu destruksi. Di dalam ruang asam, ditambahkan 15 mL H2SO4 pekat (95-97 %) dan 3 mL H2O2 secara perlahan-lahan dan didiamkan selama 10 menit. Destruksi dilakukan pada suhu 410 °C selama ± 2 jam atau sampai larutan jernih dan didiamkan hingga mencapai suhu kamar lalu ditambahkan akuades sebanyak 50-75 mL. Hasil destruksi selanjutnya didestilasi. Alat destilasi dicuci dengan cara melakukan destilasi akuades sebelum dilakukan destilasi dan apabila destilat yang tertampung mengubah warna garam borat (merah violet menjadi hijau) maka dilakukan pencucian/destilasi ulang sampai hasil destilat yang tertampung tidak berubah warna (merah violet). Erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan H3BO3 4 % yang mengandung indikator sebagai penampung destilat. Labu yang berisi hasil destruksi dipasang pada rangkain alat destilasi uap. Natrium hidroksida-thiosulfat ditambahkan sebanyak 50-75 mL. Destilasi dilakukan dan destilat ditampung dalam erlenmeyer hingga volume mencapai 150 mL. Hasil destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N yang sudah dibakukan sampai warna berubah dari biru menjadi merah muda.

(d) Analisis kadar lemak

Analisis yang dilakukan yaitu mengekstrak lemak dengan metode soxhlet pada suhu 80 °C selama 8 jam dengan pelarut khloroform. Kemudian dilakukan evaporasi sampai kering dan labu alas bulat yang sudah kering dimasukkan ke dalam oven bersuhu 150 °C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa khloroform dan uap air. Kadar lemak ditentukan dengan menghitung perbandingan antara berat lemak dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen.

(e) Analisis kadar karbohidrat

Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by-difference yaitu pengurangan dari total keseluruhan dengan presentasi kadar lemak, protein, air dan abu.

Daya cerna pati in vitro (Muchtadi 1989)

Pengukuran daya cerna pati secara in vitro meliputi pembuatan kurva standar dan analisa sampel. Didalam pembuatan kurva standar, sebanyak 1 mL maltosa standar yang mengandung 100, 150, 200, 250, 300, 350 dan 400 mg/L maltosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup kemudian ditambahkan masing-masing 3 mL larutan dinitrosalisilat (DNS). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

(37)

Kemudian larutan sampel dan blanko ditambahkan masing-masing 3 mL DNS. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm.

Serat pangan metode enzimatik (Asp et al. 1983)

Sampel ditimbang seberat 1 g kemudian ditambah 50 mL buffer phospat pH 6 dan 100 μL termamyl. Larutan dipanaskan sambil ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 °C selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Sampel didinginkan kemudian ditambahkan 20 mL akuades dan HCl 4 M hingga pH 1,5. Sampel ditambahkan 100 mg pepsin lalu erlenmeyer ditutup dan ditambahkan 20 mL akuades dan diatur pHnya hingga 6,8 dengan cara ditambahkan NaOH. Sampel ditambahkan enzim pankreatin, lalu erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 °C selama 60 menit sambil diaduk, kemudian sampel ditambahkan HCl kembali hingga pH 4,5. Sampel disaring kemudian endapan dicuci dengan 10 mL akuades sebanyak dua kali.

- Pengukuran serat pangan tidak larut

Residu dari hasil persiapan sampel dicuci dengan 10 mL etanol 95 % sebanyak 2 kali dan 10 mL aseton sebanyak dua kali. Residu dikeringkan pada suhu 105 °C hingga diperoleh berat yang tetap kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang (D1). Suspensi yang telah kering diabukan dengan suhu 500 °C selama 5 jam, didinginkan, dimasukkan dalam desikator dan ditimbang (L1).

- Pengukuran serat pangan larut

Volume dari filtrat yang didapat dari persiapan sampel ditambahkan akuades hingga 100 mL. Filtrat ditambahkan etanol 95 % dengan suhu 60 °C sebanyak 400 mL, kemudian diendapkan selama 1 jam. Filtrat disaring, kemudian dicuci dengan 10 mL etanol 95 % dan 10 mL aseton sebanyak dua kali. Sampel dikeringkan pada suhu 105 °C selama 24 jam, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang (D2). Sampel yang telah kering diabukan dengan suhu 500 °C selama 5 jam, didinginkan, dimasukkan dalam desikator dan ditimbang (L2).

Penetapan blanko

(38)

Keterangan :

1 = menunjukkan berat sampel pada analisis serat pangan tidak larut

2 = menunjukkan berat sampel pada analisis serat pangan larut

W = berat sampel (g)

B = berat blanko bebas serat (g)

D = berat setelah analisis dan dikeringkan (g)

L = berat setelah diabukan (g)

Kadar phlorotannin (tanin) (AOAC 2005)

Dalam analisis kadar phlorotannin meliputi pembuatan kurva standar dan persiapan contoh. Dalam pembuatan kurva standar, ditambahkan 2 mL pereaksi folin denis ke dalam labu takar 100 mL yang telah diisi air suling 50-70 mL. Kemudian di pipet masing-masing 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 mL larutan standar asam tanat, lalu ditambahkan 5 mL larutan Na2CO3 jenuh dan ditepatkan hingga 100 mL dengan air suling. Larutan dihomogenkan dan dibiarkan selama 40 menit, kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Dalam persiapan contoh, ditimbang contoh ± 2 g yang telah dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam labu didih 500 mL lalu ditambahkan 350 mL air suling. Larutan kemudian direfluks selama 3 jam lalu didinginkan. Kemudian larutan disaring dan dipindahkan ke dalam labu takar 500 mL kemudian ditepatkan dengan air suling dan dihomogenkan. Dipipet 2 mL filtrat ke dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan 2 mL pereaksi folin denis serta 5 mL Na2CO3 jenuh. Larutan ditepatkan dengan air suling, dihomogenkan dan dibiarkan selama 40 menit kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm.

Keterangan :

X = banyaknya tanin contoh (mg), X diperoleh dari persamaan regresi Y=a+bX

B = bobot contoh (g)

Analisis data

Rancangan percobaan (Steel dan Torrie 1993)

Rancangan percobaan yang digunakan dalam pembuatan beras tiruan adalah rancangan acak lengkap. Perlakuan pada penelitian ini adalah persentase rumput laut E. cottonii atau S. polycystum. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = μ + Ʈi + €ij

Keterangan :

(39)

μ = nilai tengah umum

Ʈi = pengaruh perlakuan ke-i (i untuk E. cottonii adalah 0%, 10%, 20%, 30% dan untuk S. polycystum adalah 0%, 5%, 10% dan 15%)

€ij = galat percobaan

Sebelum dilakukan analisis ragam dilakukan terlebih dahulu uji kenormalan data. Uji kenormalan yang digunakan adalah uji Kolmogorov Smirnov. Apabila data yang diperoleh dengan analisis ragam (ANOVA) menunjukkan adanya pengaruh, maka dilanjutkan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey.

Pengujian nilai kesukaan panelis menggunakan analisis non parametrik yaitu Kruskall Walis. Prosedur pengujian Kruskall Walis menggunakan rumus :

Keterangan :

n = jumlah data total

ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i Ri2 = jumlah peringkat dari perlakuan ke-i

T = banyaknya pengamatan seri dalam tiap ulangan H = simpangan baku

H1 = H terkoreksi

t = banyaknya pengamatan seri FK = faktor koreksi

Data hasil uji Kruskall Wallis apabila menunjukkan beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik sensori beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii atau S. polycystum

(40)

merupakan rata-rata nilai uji sensori dari parameter kenampakan/warna, tekstur, rasa dan bau baik mentah maupun matang. Produk beras tiruan rumput laut disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Tabel 4 Hasil uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan E. cottonii.

Perlakuan Tingkat Kesukaan Kategori

Kontrol 6,15±0,32b Agak suka

Beras Tiruan+RLC 10% 6,06±0,19b Agak suka

Beras Tiruan+RLC 20% 8,02±0,21c Sangat suka

Beras Tiruan+RLC 30% 5,46±0,66a Netral

Keterangan : RLC=Rumput laut E. cottonii. Angka-angka dalam huruf superscript

yangberbeda(a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).

Gambar 9 Beras tiruan rumput laut dengan penambahan E. cottonii. (a1) beras tiruan kontrol mentah, (a2) beras tiruan kontrol matang, (b1) beras tiruan E. cottonii 10% mentah, (b2) beras tiruan E. cottonii 10% matang, (c1) beras tiruan E. cottonii 20% mentah, (c2) beras tiruan E. cottonii 20% matang, (d1) beras tiruan E. cottonii 30% mentah, (d2) beras tiruan E. cottonii 30% matang.

Tabel 5 Hasil uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan S. polycystum.

Perlakuan Tingkat Kesukaan Kategori

Kontrol 6,15±0,32c Agak suka

Beras Tiruan+RLS 5% Beras Tiruan+RLS 10% Beras Tiruan+RLS 15%

4,50±0,40a 4,67±0,26a 5,33±0,39b

Agak tidak suka Biasa Biasa

Keterangan : RLS=Rumput laut S.polycystum. Angka-angka dalam huruf superscript yang berbeda(a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).

Hasil uji kruskall wallis terhadap parameter kesukaan beras tiruan rumput laut menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuannya. Hasil uji lanjut tukey menunjukkan menunjukkan hasil berbeda nyata (Lampiran 6). Komposisi beras

a2

a1 b1 b2

(41)

tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 20% memiliki tingkat kesukaan tertinggi yaitu 8,02±0,21 dibandingkan dengan komposisi lain.

Gambar 10 Beras tiruan rumput laut dengan penambahan S. polycystum (a1) beras tiruan kontrol mentah, (a2) beras tiruan kontro

Gambar

Gambar 6  Alur proses preparasi rumput laut E. cottonii (Wonggo 2010).
Gambar 7  Alur proses preparasi rumput laut S. polycystum (Chaidir 2006).
Gambar 11  Uji in vivo pada mencit (Mus musculus).
Gambar 13  Histogram selisih kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) selama 36 hari
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Catatan : Membawa Dokumen Penawaran Asli sesuai dengan yang di Upload ke SPSE LPSE Kabupaten Simalungun , Data – Data perusahaan Asli, bagi yang diwakilkan membawa surat kuasa

Aplikasi Augmented Reality ini berjalan dengan memindai tanda atau yang lebih sering disebut sebagai marker. Marker biasanya merupakan ilustrasi hitam dan putih

untuk saling membantu dalam menyelesaikan suatu permasalahan.Diharapkan dengan penerapan model pembelajaran ini dapat diciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengukuran tingkat kegagalan yang terjadi pada perusahaan dapat diukur den tingkat kebangkrutan perusahaan, dimana prediksi

Perancangan Pusat Kesenian di Surabaya dengan memberikan fasilitas yang dapat mewadahi untuk pertunjukan berbagai macam cabang kesenian, serta rekreasi seni dan budaya di

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Motivasi

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) siswa kelompok prestasi tinggi menggunakan kemampuan berpikir intuitifnya berdasarkan pengalaman