commit to user
PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG
SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
Murti Prasetyo
NIM E0006023
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
commit to user
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG
SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK
Oleh
Murti Prasetyo
NIM. E0006023
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,
Pembimbing I
Winarno Budyatmojo, S.H., M.S.
NIP. 196005251987021002
Pembimbing II
Budi Setyanto, S.H., M.H.
commit to user
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG
SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK
Oleh
Murti Prasetyo
NIM. E0006023
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 26 Januari 2011
DEWAN PENGUJI
1. Ismunarno, S.H., M.H. :………. Ketua
2. Winarno Budyatmojo, S.H, M.S. :………. Sekretaris
3. Budi Setyanto, S.H, M.H. :……….. Anggota
Mengetahui
Dekan,
commit to user
PERNYATAAN
Nama : Murti Prasetyo
NIM : E0006023
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG
SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK adalah betul-betul karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi
tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,
Yang membuat pernyataan
Murti Prasetyo
commit to user
MOTTO
Maka, sesungguhnya bersama dengan kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
(Al-Insyirah : 5-6)
Cara memulai adalah dengan berhenti berbicara dan mulai melakukan.
The way to get started is to quit talking and begin doing.
~ Walt Disney~
Dalam kehidupan ini kita tidak dapat selalu melakukan hal yang besar. Tetapi kita dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar.
In this life we cannot always do great things. But we can do small things with great love
~Mother Teresa~
Bijaklah dalam menyikapi hidup, jangan pernah ada penyesalan.
~Penulis~
Berusaha, Berdo`a dan selalu Tawakal, Insya Allah, Allah akan memberikan jalan.
~Penulis~
Sedikit bicara, banyak berkarya
~Teater DeLiK~
Diantara kelelahan itu, terdapat sebuah kebersamaan
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada :
§ Allah SWT, Pemilik Semesta Raya, yang
senantiasa memberikan yang terbaik dalam
setiap detik episode kehidupan;
§ Ayah dan Ibu atas segala cinta dan kasih
sayang yang tak terkira serta dukungan
tiada henti;
§ Kakakku tersayang yang selalu membantu
dan menyemangati;
§ Teater DeLik terima kasih atas segala
pelajaran yang engkau berikan;
§ Oryza Sativa yang tidak lelah memberikan
dukungan dan semangat;
§ Sahabat-sahabatku dan teman-teman
seperjuanganku;
§ Almamaterku, Universitas Sebelas Maret
commit to user
ABSTRAK
Murti Prasetyo, E 0006023. 2011. PERAN BANK TABUNGAN NEGARA
(BTN) KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA
MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI
BANK. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Bank Tabungan Negara dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank serta kendala-kendala yang dihadapi Bank Tabungan Negara dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana penelitian ini menyangkut realitas, Data yang diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Surakarta dan data sekunder diperoleh dari data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan, dokumen, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Untuk teknik pengumpulan data yaitu menggunakan tiga teknik yaitu wawancara, kuisioner dan studi kepustakaan. Selanjutnya untuk menganalisa data yang ada dengan menggunakan analisis kualitatif dengan interaktif model.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, dapat diambil kesimpulan bahwa peran Bank Tabungan Negara kantor Cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang sudah sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/31/DPNP/2009 tentang Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum. Dalam hal ini, pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris dalam hal penerapan program APU dan PPT pada BTN telah dilaksanakan oleh Kepala Cabang BTN Surakarta. Permintaan informasi dan dokumen tentang data-data calon Nasabah yang akan melakukan hubungan usaha dengan bank telah sesuai dengan PBI. Pada BTN cabang Surakarta, pemeriksaan terhadap efektifitas pelaksanaan program APU dan PPT dilaksanakan oleh satuan kerja audit intern, dalam BTN disebut BRCO. Untuk mencegah tindakan pencucian uang, yang uangnya dicurigai berasal dari tindak kejahatan, BTN telah menjalankan identifikasi, analisa dan pemantauan transaksi yang dilakukan Nasabah yang ingin mengambil atau menyetorkan uang. Dalam usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia, telah diselenggarakan pelatihan-pelatihan yang berkesinambungan.
commit to user
ABSTRACT
Murti Prasetyo, E 0006023. 2011. ROLE OF BANK TABUNGAN NEGARA
(BTN) BRANCH OFFICE OF SURAKARTA IN PARTICIPATING TO
OVERCOME THE CRIME OF MONEY LAUNDERING THROUGH
BANK. Law Faculty of Sebelas Maret University.
The purpose of this research is to know the role of the Bank Tabungan Negara in participating to overcome money laundering through banks, and the constraints faced by the Bank Tabungan Negara in participating to overcome money laundering through the bank.
This study uses qualitative research methods which the research was related to reality, data obtained from primary and secondary data. The primary data obtained from Bank Tabungan Negara Branch office of Surakarta and secondary data obtained from the data obtained from library materials, documents, and reports that have anything to do with the problem being investigated. For data collection technique using three techniques of interviews, questionnaires and literature study. Furthermore, to analyze existing data using qualitative analysis with an interactive model.
Based on the results of research conducted authors, it is concluded that the role of the Bank Tabungan Negara Branch Office of Surakarta in tackling money laundering are in accordance with regulations issued by Bank Indonesia Regulation No. 11/28/PBI/2009 on the Application of Anti-Money Laundering and Terrorism Financing Prevention and Circular Letter of Bank Indonesia. 11/31/DPNP/2009 of Standard Guidelines for Anti-Money Laundering Program and Prevention of Financing of Terrorism for Commercial Banks. In this case, the active supervision of the Board of Directors and Board of Commissioners in terms of program implementation APU and PPT on BTN has been implemented by the Branch Manager BTN Surakarta. Requests for information and documents about the prospective customer data that will make the business relationship with the bank in accordance with the PBI. In BTN Branch of Surakarta, examination of the effectiveness of the program implemented by the APU and PPT internal audit unit, in the BTN is called BRCO. To prevent money laundering, the money derived from criminal suspects, BTN has run identification, analysis and monitoring of transactions conducted by customers who want to retrieve or deposit the money. In an effort to improve the quality of human resources, has held continuous training.
commit to user
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan hidayahNya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG
SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK dengan baik dan lancar.
Sholawat serta salam semoga tercurah selalu kepada Rasulullah SAW, keluarga,
para sahabat, dan seluruh pengikutnya terkasih hingga suatu hari yang telah Allah
SWT janjikan.
Penulisan hukum ini disusun dan diajukan guna melengkapi syarat-syarat
guna memperoleh derajat sarjana dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini kurang
dari sempurna, mengingat segala keterbatasan yang ada pada penulis, oleh karena
itu penulis akan menerima dengan senang hati segala kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun materiil, oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Moh. Jamin, S.H, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Winarno Budyatmojo, S.H, M.S., dan Bapak Budi Setyanto, S.H.,M.H.
selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga yang
dengan sabar memberikan saran dan bimbingan sehingga terselesaikannya
skripsi ini.
3. Bapak Ismunarno, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana yang telah
memberikan kesempatan dan bantuan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan hukum ini.
4. Bapak Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing Akademik
commit to user
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama penulis
menempuh studi.
6. Segenap Bapak dan Ibu Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan pelayanan dalam bidang akademik kepada
penulis selama masa studi.
7. Bapak Arif Budiman, selaku Branch Manager Bank Tabungan Negara Kantor
Cabang Surakarta.
8. Ibu Dyah Respati Woro H , selaku Kepala Seksi Retail Bank Tabungan
Negara Kantor Cabang Surakarta, terima kasih untuk semua informasi dan
bantuannya.
9. Mbak Sri Mulyani dan Mbak Isna, selaku Customer Service Bank Tabungan
Negara Kantor Cabang Surakarta, terima kasih atas waktunya menyempatkan
diri untuk diwawancarai.
10. Semua Staff dan karyawan di Bank Tabungan Negara Kantor Cabang
Surakarta.
11. Kedua orang tua penulis Bapak Totok Dwinur Haryanto, S.H., M.Hum. dan
Ibu Dra. Sri Murtyasning yang telah memberikan bimbingan, kasih sayang
dan doa yang selalu mengiringi penulis.
12. Buat Kakakku Suryo Atmojo terima kasih buat doa, semangat dan kritikannya.
13. Buat Om Adi dan Bulik Ismi terima kasih atas saran dan bimbingan sehingga
terselesaikannya skripsi ini.
14. Buat Oryza Sativa terima kasih atas dukungan dan perhatian yang tak pernah
lelah memberikan semangat hingga dapat terselesainya skripsi ini.
15. Buat temen-temenku kuliah Aditya Firiana, Wisnu, Indy, dan Lucky, terima
kasih buat semangat dan bantuannya selama ini.
16. Buat seseorang yang telah memberikan semangat dan perhatiannya kepada
penulis.
17. Buat sedulur-sedulur Laboratorium Seni Teater DeLik Fendi, Setyawan, Ali,
commit to user
tahun ini, walaupun banyak hal yang terjadi baik suka maupun duka tetapi
saya telah mendapatkan banyak pelajaran yang berharga.
18. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu disini yang telah
membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini banyak memberikan manfaat dan
dapat berguna untuk melengkapi pengetahuan kita khususnya pengetahuan
hukum.
Surakarta, 11 Januari 2011
Penulis,
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Metode Penelitian ... 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Kerangka Teori ... 12
1. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang………...……… 12
a. Pengertian Tindak Pidana ... 12
b. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang ………… 12
commit to user
d. Tahap-Tahap dan Proses Pencucian Uang…………... 14
e. Modus Operandi Tindak Pidana Pencucian Uang…... 16
2. Tinjauan Tentang Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ... 17
3. TinjauanUmum Tentang Bank ... 20
a. Pengertian Bank ... 20
b. Macam-Macam Bank .. ... 20
c. Fungsi dan Tujuan Bank ... 22
4. Tinjauan Umum Bank Tabungan Negara (BTN) ... 23
a. Sejarah Singkat Mengenai BTN ... 23
b. Visi Misi Bank BTN... 25
c. Struktur Organisasi BTN………. 25
B. Kerangka Pemikiran ... 27
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Peran BTN Cabang Surakarta Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Bank. ... 30
B. Kendala-Kendala Yang Dihadapi BTN Cabang Surakarta Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Bank…. ... 53
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran... 58
DAFTAR PUSTAKA... 60
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Analisis Interaktif …..……… 10
[image:15.595.168.435.239.498.2]Gambar 2. Sruktur Organisasi BTN………. 26
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kemajuan zaman dimana peradaban manusia telah tumbuh
dan berkembang dengan pesat, perilaku manusia juga menjadi semakin beragam
dan inovatif dalam melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berbagai aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan sumber
penghasilan dilakukan manusia dengan berbagai macam cara. Terlepas dari
cara-cara yang dibenarkan, terjadi pula aktifitas untuk meningkatkan harta kekayaan
yang dilakukan dengan cara-cara yang melanggar norma atau peraturan
masyarakat. Aktifitas ini sering disebut dengan tindakan kejahatan untuk
menghasilkan dan meningkatkan harta kekayaan.
“Menurut Pompe di antara faktor-faktor yang diperlukan untuk adanya
akibat yang merupakan sebab, adalah faktor yang di dalamnya terdapat kekuatan
untuk menimbulkan akibat. Jadi musabab asalah faktor yang mempunyai tendensi
untuk dalam keadaan tertentu menimbulkan akibat”. (Winarno Budyatmojo, 2009:
152). Perkembangan di bidang pengetahuan dan teknologi telah mendorong pula
perkembangan ragam kejahatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Kejahatan dalam suatu wilayah negara semakin berkembang,
diantaranya illegal logging, perdagangan obat-obatan terlarang, penyelundupan
barang, penyelundupan tenaga kerja, terorisme, penyuapan, korupsi dan
kejahatan-kejahatan kerah putih lainnya. Tindak kejahatan ini umumnya
melibatkan dan menghasilkan uang dalam jumlah yang besar. Harta kekayaan
yang berasal dari berbagai kejahatan, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan
atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena dikhawatirkan akan mudah
diketahui oleh aparat penegak hukum. Jenis kejahatan tersebut dapat
mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau keuangan
negara.
Kejahatan ekonomi mempunyai dimensi, ruang lingkup dan dampak yang
commit to user
seringkali diungkapkan dalam berbagai istilah, antara lain economic crime, crime as business, business crime dan abuse economic power, juga socio economic crime (Winarno Budyatmojo, 2008: 94). Terdapat berbagai modus yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan tersebut untuk menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul harta kekayaan, salah satunya adalah dengan memasukkan hasil tindak
kejahatannya tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), terutama ke
dalam sistem perbankan. Dengan demikian asal-usul harta kekayaan tersebut tidak
dapat dilacak oleh penegak hukum. Modus inilah yang disebut dengan pencucian
uang (Money Laundering).
Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Money Laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan asset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat digunakan tanpa terdeteksi bahwa asset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi asset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal (Adrian Sutedi, 2006: 78).
Indonesia perlu melakukan upaya-upaya di tingkat nasional untuk
memerangi praktek pencucian uang. Mengingat harta kekayaan yang akan
dicucikan begitu besar. Upaya-upaya kegiatan pencucian uang ini harus dicegah
dan diberantas sehingga stabilitas perekonomian nasional dan keamanan negara
tetap terjaga. Oleh karena itu, perlu dibentuk suatu undang-undang yang mengatur
tentang tindak pidana pencucian uang.
Di Indonesia masalah money laundering kini menjadi perhatian utama di dalam hubungannya dengan lembaga perbankan, mengingat kejahatan pencucian uang lebih dari 2% dari Gross Domestic Product dunia, oleh karena itu pemerintah telah berupaya membentuk undang-undang pencucian uang yang merupakan langkah antisipasi terhadap tekanan masyarakat yang melihat Indonesia sebagai lahan luas yang subur untuk kejahatan pencucian uang (Adrian Sutedi, 2006: 60).
Indonesia telah mengkriminalisasikan kejahatan pencucian uang sebagai
suatu tindak pidana seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun
commit to user
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia kriminalisasi dapat diartikan sebagai ” berkaitan dengan kejahatan
(pelanggaran hukum) yang dapat dihukum menurut undang-undang pidana”.
Sementara masih menurut Kamus yang sama, kata kriminalisasi diartikan sebagai
”proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai
peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh
masyarakat”. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa “tidak akan ada kejahatan
apabila tidak ada hukum (undang-undang) pidana dan kita akan dapat
menghilangkan seluruh kejahatan hanya dengan menghapuskan semua hukum
(undang-undang) pidana” (Ninik Widiyanti dan Panji Anoraga, 1987: 11).
Kriminalisasi pencucian uang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang
No. 25 Tahun 2003 tentang TPPU. Rumusan Pasal 3 berkaitan dengan rumusan
Pasal 1 angka 1. Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan
maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan
sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Pemerintah Indonesia mempunyai tujuan mengkriminalisasikan tindak
pidana pencucian uang dengan dibentuknya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang
TPPU ini yaitu untuk melakukan tindakan pencegahan (preventif) agar masyarakat takut untuk melakukan kejahatan pencucian uang ini, dikarenakan akan mendapat
sanksi atau hukuman yang tegas dari aparat penegak hukum yaitu berupa
hukuman penjara.
Seperti yang telah disebutkan diatas, kegiatan pencucian uang ini salah
satunya dapat dilakukan melalui lembaga keuangan bank, dikarenakan sektor
inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa dalam lalu-lintas keuangan yang dapat
digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal-usul dana/uang. Melalui
bank dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak dengan memanfaatkan kode etik
commit to user
satu bank ke bank lain dalam suatu negara yang belum mempunyai sistem hukum
yang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang. Dengan kata
lain, disini bank digunakan sebagai sarana untuk mencucikan uangnya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk menyusun penulisan
hukum dengan judul “PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN)
KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA
MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI
BANK”.
B. Perumusan Masalah
Penyusunan rencana penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan sasaran
dan tujuan, maka perlu adanya perumusan masalah. Adapun perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran BTN kantor cabang Surakarta dalam menanggulangi tindak
pidana pencucian uang melalui bank?
2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi BTN kantor cabang Surakarta dalam
ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank?
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang hendak dilakukan harus memiliki tujuan yang jelas.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan arah bagi pelaksanaan kegiatan agar
sesuai dengan dilaksanakannya kegiatan tersebut. Adapun tujuan penelitian ini
meliputi dua hal, yaitu:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui peran BTN kantor cabang Surakarta dalam
menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank.
b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dialami oleh BTN kantor
cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana
commit to user
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang peran BTN kantor
cabang Surakarta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui
bank pada umumnya untuk menambah literature bagian hukum pidana
dan pada khususnya bagi penulis.
b. Untuk mengembangkan dan memperluas aspek hukum antara teori
dengan prakteknya.
c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam
bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis
maupun bagi masayarakat. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya
dan Hukum Pidana pada khususnya.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
dan referensi bagi penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan sumbangan pemikiran kepada para pihak yang
berkepentingan dan memberikan jawaban terhadap permasalahan yang
diteliti.
b. Hasil Penelitian ini dapat membantu memberikan gambaran pada
masyarakat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peran BTN kantor
cabang Surakarta dalam dalam menanggulangi tindak pidana pencucian
uang melalui bank.
c. Untuk mempraktekkan teori penelitian (hukum) yang telah Penulis
commit to user
E. Metodologi Penelitian
Suatu penelitian ilmiah dapat dipercaya kebenarannya apabila disusun
dengan menggunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau
tata kerja untuk dapat memahami suatu objek yang menjadi sasaran dari ilmu
pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman-pedoman, cara
seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang
dihadapi (Soerjono Soekanto, 2007: 6). Maka metode penelitian merupakan suatu
cara untuk memperoleh data yang akurat, lengkap dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga tujuan suatu penelitian dapat
tercapai. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum
ini adalah penelitian hukum sosiologis atau penelitian hukum empiris. Pada
penelitian hukum empiris yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder,
untuk kemudian dilanjutkan penelitian terhadap data primer di lapangan atau
terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007: 52). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan data primer yang berupa hasil wawancara dengan
pihak-pihak dari Bank Tabungan Negara (BTN) kantor cabang Surakarta
mengenai kenyataan yang terjadi di masyarakat, yaitu mengenai
penanggulangan tindak pidana pencucian uang melalui bank. Penelitian ini
dilakukan dengan cara meneliti data primer atau data dasar yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Bahan-bahan tersebut disusun seara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu
kesimpulan dalam hubungannya tentang masalah yang diteliti
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau
commit to user
mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat
teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono
Soekanto, 2007: 10).
Berdasarkan pengertian tersebut maka penelitian ini termasuk dalam
penelitian deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena
penelitian ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan tentang peran BTN kantor
cabang Surakarta dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang
melalui bank.
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Peter Mahmud, dalam penelitian hukum terdapat beberapa
pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap undang-undang dan peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dan perbankan.
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil oleh penulis bertujuan untuk
memperjelas ruang lingkup, sehingga penelitiannya menjadi terarah dan dapat
dibatasi. Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di Bank
Tabungan Negara (BTN) kantor cabang Surakarta. Hal ini berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti, yaitu penanggulangan tindak pidana pencucian
uang melalui bank.
5. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lokasi
penelitian, yaitu wawancara dengan pihak-pihak dari BTN kantor cabang
commit to user
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data
primer, data ini diperoleh melalui studi kepustakaan, buku-buku,
literatur, tulisan ilmiah, koran, majalah, peraturan perundang-undangan,
dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah pihak yang terkait langsung dengan
permasalahan yang diteliti yaitu wawancara dengan petugas pengawas
program anti pencucian uang di BTN kantor cabang Surakarta dilakukan
oleh Ibu Dyah Respati Woro H. dan pelaksana program anti pencucian
uang dilakukan oleh Ibu Sri Mulyani.
b. Sumber data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat
dan mencakup peraturan-peraturan yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti yaitu:
a) Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
b) Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan
c) Undang-Undang No. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
2) Bahan hukum Sekunder
Bahan hukum Sekunder merupakan keterangan atau fakta yang
diperoleh melalui buku-buku, undang-undang, hasil-hasil penelitian,
dan karya-karya ahli hukum berupa tulisan dan seterusnya yang
relevan dengan penelitian ini.
3) Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
commit to user
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan yang diambil oleh penulis dalam
penulisan hukum ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya
atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan menggunakan
alat yang dinamakan panduan wawancara (Interview Guide).
Dalam hal wawancara ini, penulis menggunakan metode
wawancara bebas terpimpin, dimana wawancara dilakukan dengan
mempersiapkan pokok-pokok permasalahan terlebih dahulu yang
kemudian dikembangkan dalam wawancara dan responden akan menjawab
sesuai dengan permasalahan yang diajukan.
b. Studi kepustakan
Studi kepustakaan diperoleh data dengan cara membaca dan
mempelajari bahan pustaka seperti peraturan perundang-undangan,
buku-buku, dokumen, surat kabar, majalah dan sebagainya. Berbagai dokumen
yang menjadi sumber data sekunder dikaji substansinya sesuai dengan
tujuan dan permasalahan penelitian.
7. Teknik Analisis Data
Dalam tahap analisis data ada tiga komponen pokok yang harus
disadari oleh setiap peneliti. Menurut Miles dan Huberman sebagaimana
dikutip H.B. Sutopo tiga komponen pokok tersebut adalah “reduksi data ,
sajian data, dan penarikan kesimpulan ” (H.B. Sutopo, 2006 : 113) .
Ketiganya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Reduksi data
Suatu bentuk analisis yang mempertegas, membuang hal yang
tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan
akhir dapat dilakukan.
commit to user
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat suatu
penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan
memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis berdasarkan
penelitian tersebut.
c. Penarikan kesimpulan
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan
data berakhir. Penarikan kesimpulan ini dilakukan sendiri oleh si penulis
guna mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Model analisis interaktif
(interactive model) dapat digambarkan sebagai berikut:
[image:25.595.159.516.237.619.2](HB.Sutopo. 2006 : 120)
Gambar 1 : Model Analisis Interaktif
Pengumpulan
Data
Sajian Data Reduksi Data
Penarikan
commit to user
F. Sistematika Penulisan Hukum
Dalam sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang
tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk mempermudah
pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan
hukum tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menerangkan kerangka teori yang meliputi tinjauan tentang tindak
pidana pencucian uang, tinjauan tentang Undang-Undang No. 25 Tahun 2003,
tinjauan tentang bank dan tinjauan tentang Bank Tabungan Negara (BTN).
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis memaparkan hasil penelitian, selanjutnya menjawab
perrmasalahan mengenai peran BTN cabang Surakarta dalam menanggulangi
tindak pidana pencucian uang melalui bank dan Kendala-kendala apa saja yang
dihadapi BTN cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana
pencucian uang melalui bank.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian dan pembahasan yang
dilakukan oleh penulis.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang
a. Pengertian Tindak Pidana
Para ahli hukum mempunyai pandangan sendiri dalam memberikan
pengertian mengenai tindak pidana. Beberapa ahli hukum yang memberikan
definisi diantaranya yaitu:
1) Moeljatno mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan pidana sebagai perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
2) Menurur Pompe strafbaar feit sebenarnya tidak lain dari suatu tindakan yang menurut rumusan undang-undang dinyatakan sebgai tindakan yang dapat dihukum.
3) Vos memberikan definisi strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
4) R. Tresna memberi definisi peristiwa pidana sebagai suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undang-undang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman (Adami Chazawi, 2002: 72).
b. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang didefinisikan menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 25
Tahun 2003 tentang TPPU bahwa:
Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lain
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil
commit to user
menyamarkan asal-usul harta kekayaan, sehingga seolah-olah menjadi
harta kekayaan yang sah.
Pengertian pencucian uang menurut beberapa ahli hukum yaitu:
1) M. Giovanoli
Pencucian Uang merupakan suatu proses dan dengan cara seperti itu, maka aset yang diperoleh dari tindak pidana (kejahatan, pen.) dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolah bersal dari sumber yang sah (legal).
2) Mr. J. Koers
Pencucian Uang merupakan suatu cara untuk mengedarkan hasil kejahatan ke dalam suatu peredaran uang yang sah dan menutupi asal-usul uang tersebut (M. Arief Amrullah, 2004; 10).
Sedangkan Fraser, Pencucian Uang secara sederhana adalah suatu proses
dimana “uang kotor” (yang diperoleh melalui kejahatan) dicuci melalui
sumber-sumber atau perusahaan-perusahaan yang “bersih” dan sah agar
si penjahat dapat lebih menikmati hasil kejahatannya (Adrian Sutedi,
2006: 76).
One of the biggest obstacles to maintaining an effective operating international financial system is money laundering. A global phenomenon and international challenge, money laundering is a financial crime that often involves a complex series of transactions and numerous financial institutions across many foreign jurisdictions (Salah satu kendala terbesar untuk mempertahankan sebuah sistem operasi
keuangan internasional yang efektif adalah pencucian uang. Sebuah
fenomena global dan tantangan internasional, pencucian uang adalah
kejahatan keuangan yang sering melibatkan serangkaian transaksi yang
kompleks dan banyak lembaga keuangan di seluruh wilayah hukum asing
(Bonnie Buchanan, 2004, Vol 18, Issues 1: 115).
Dari beberapa definisi dan penjelasan mengenai apa yang
dimaksud dengan pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian
uang adalah suatu proses kegiatan dimana uang yang berasal dari tindak
commit to user
dengan maksud menyembunyikan asal-usul uang tersebut dari
pemerintah atau otoritas yang berwenang, dengan cara memasukkan uang
tersebut ke dalam sistem keuangan, sehingga uang haram tersebut apabila
dikeluarkan dari sistem keuangan akhirnya telah berubah menjadi uang
yang sah.
c. Sejarah Pencucian Uang
Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau Laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju, dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti ini dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian dan hasil pelacuran.
Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang, dengan berkembangnya bisnis haram seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah. Sehingga kemudian muncul istilah narco dollar, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotika (Adrian Sutedi, 2006: 73).
Perkembangan selanjutnya metode pencucian uang ini dilakukan
dengan menggunakan institusi perbankan atau pihak perantara finansial
lainnya. Hingga pada saat ini institusi perbankan menjadi tempat yang
paling jitu bagi para pelaku kejahatan pencucian uang untuk mencuci
uangnya.
d. Tahap-tahap dan Proses Pencucian Uang
Proses terjadinya pencucian uang dapat dijelaskan bahwa terdapat
berbagai macam modus operandi pencucian uang, namun pada dasarnya
proses pencucian uang dapat dikelompokkan kedalam tiga tahap kegiatan
yaitu:
1) Placement
commit to user
sistem keuangan negara yang bersangkutan. Oleh karena uang yang telah ditempatkan di suatu bank itu selanjutnya dapat dipindahkan ke bank lain, baik di negara yang bersangkutan tetapi juga telah masuk sistem keuangan global atau intenasional.
2) Layering
Pekerjaan dari pihak pencuci uang (laundereer) belum berakhir dengan ditempatkannya uang tersebut ke dalam sistem keuangan dengan melakukan placement sepeti diterangkan diatas. Jumlah uang haram yang besar, yang ditempatkan di suatu bank, tetapi tidak dapat dijelaskan asal-usulnya itu. Hal ini akan sangat menarik perhatian otoritas moneter Negara yang bersangkutan, yang pada gilirannya akan perhatian para penegak hukum. Oleh karena itu setelah dilakukan placement, maka uang tersebut perlu dipindahkan lagi dari suatu bank ke bank yang lain dan dari negara satu ke negara yang lain sampai beberapa kali yang pelaksanaanya dilakukan dengan cara memecah jumlahnya, sehingga dengan pemecahan dan pemindahan beberapa kali asal-usul uang tersebut tidak dapat lagi dilacak oleh otoritas moneter aatu para penegak hukum.
3) Integration
adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah atau uang halal (clean money), baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipercayakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana (Adrian Sutedi, 2006: 81-82).
Menurut Anwar Nasution, ada empat faktor yang dilakukan
dalam proses pencucian uang yaitu:
1) Merahasiakan siapa pemilik yang sebenarnya maupun sumber uang hasil kejahatan itu.
2) Mengubah bentuknya sehingga mudah dibawa kemana-mana.
3) Merahasiakan proses pencucian uang itu sehingga menyulitkan pelacakannya oleh petugas hukum.
4) Mudah diawasi oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya (Adrian Sutedi, 2006: 82).
Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu
mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang
harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan
atau menghilangkan asal-usul uang. Sehingga hasil akhirnya dapat
dinikmati atau digunakan secara aman. Kegiatan tersebut dapat terjadi
commit to user
e. Modus operandi Tindak Pidana Pencucian Uang
Adapun modus operandi pencucian uang dari waktu ke waktu
semakin komplek dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan
yang cukup rumit seperti halnya modus operandi pencucian uang melalui
jasa transfer dana elektronik pada bank. Hal itu terjadi baik pada tahap
placement, layering, maupun integration, sehingga penggunaannyapun
menjadi secara sistematis dan berkesinambungan. Pemilihan modus
operandipencucian uang tergantung dari kebutuhan pelaku tindak pidana.
Ada beberapa modus operandi yang sering digunakan dalam
melakukan kejahatan pencucian uang, yaitu:
1) Kerja sama Penanaman Modal
Dalam modus operandi seperti ini, maka uang hasil kejahatan tersebut dibawa keluar negeri. Kemudian, uang tersebut dimasukkan kembali kedalam negeri lewat proyek-proyek penanaman modal asing (joint venture). Selanjutnya, keuntungan dari perusahaan joint venture tersebut diinvestasikan lagi kedalam proyek-proyek yang lain, sehingga keuntungan dari proyek tersebut sudah merupakan uang yang bersih bahkan sudah terkena potongan pajak.
2) Agunan Kredit Bank Swiss
Dalam hal ini uang hasil kejahatan diselundupkan lebih dahulu ke luar negeri, dimana diluar negeri tersebut ditransfer ke bank Swiss dalam bentuk deposito. Kemudian, deposito tersebut dijadikan jaminan hutang atas pinjaman di bank lain di negara lain (misalnya salah satu bank di Eropa). Uang dari pinjaman tersebut kemudian ditanamkan kembali ke negara asal dimana kejahatan yang menghasilkan uang tersebut dilakukan dan uang yang demikian sudah menjadi uang yang bersih. 3) Transfer ke Luar Negeri.
Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut ditransfer ke luar negeri lewat cabang bank luar negeri di negara asal kejahatan. Selanjutnya, dari luar negeri uang tersebut dibawa kembali kedalam negeri oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.
4) Usaha Tersamar di Dalam Negeri.
Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil kejahatan tersebut. Perusahaan tersebut kemudian berbisnis dan tidak menjadi soal apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Akan tetapi, seolah-olah yang terjadi adalah perusahaan yang bersangkutan telah menghasilkan uang bersih.
5) Tersamar dalam Perjudian.
commit to user
menang yang dipesan dengan harga yang tinggi, sehingga seolah-olah uang tersebut adalah hasil dari menangnya undian tersebut.
6) Penyamaran Dokumen.
Dalam metode ini uang tersebut tidak kemana-mana, tetapi tetap didalam negeri. Namun demikian, keberadaan uang tersebut didukung oleh berbagai dokumen bisnis yang dipalsukan atau direkayasa sehingga ada kesan uang tersebut berasal dari bisnis yang berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa tersebut misalnya dengan melakukan double invoice dalam hal ekspor-impor,sehingga uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari bisnis ekspor-impor tersebut.
7) Pinjaman Luar Negeri.
Uang hasil kejahatan dalam hal ini dibawa ke luar negeri. Kemudian, uang tersebut dimasukkan kembali ke negara asalnya dalam bentuk pinjaman luar negeri. Jadi seolah-olah uang tersebut diperoleh karena pinjaman (bantuan kredit) dari luar negeri.
8) Rekayasa Pinjaman Luar Negeri.
Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut tidak dibawa kemana-mana, tetapi tetap di negeri asal kejahatan. Namun demikian, dibuat suatu rekayasa dokumen seakan-akan ada bantuan pinjaman dari luar negeri, padahal sama sekali tidak ada pihak yang memberikan pinjaman tersebut (Adrian Sutedi, 2006: 85-87).
Diluar modus operandi tersebut masih banyak modus lain dari yang
paling sederhana sampai yang paling rumit dan kompleks, dan akan terus
berkembang serta semakin canggih, apalagi ditunjang dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang melahirkan cabang-cabang baru dari modus
dasar pencucian uang. Untuk menunjang modus operandi tersebut
diperlukan instrumen pendukung yang beragam yang sering disesuaikan
dengan bidang yang dikuasai oleh pelaku kejahatan atau bidang yang
dianggap potensial untuk pencucian uang yang sistem pengaturan dan
pengawasannya tidak ketat sehingga dinilai aman bagi pelaku.
2. Tinjauan Tentang Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang
Diundangkannya Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang No. 15 Tahun 2002 merupakan suatu langkah besar dalam upaya
commit to user
laundering) di Indonesia, karena dalam Undang-undang tersebut mengatur hal-hal penting seperti :
a. Kegiatan money laundering dinyatakan sebagai tindak pidana (diatur
dalam pasal 12);
b. Pelaporan, penyidikan, penuntutan dan peradilan atas tindak pidana money
laundering dikecualikan dari ketentuan rahasia bank (diatur dalam pasal
14);
c. Pendirian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
yang dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan lembaga independen dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang (diatur dalam pasal 1 angka 8);
d. Landasan hukum yang lebih jelas bagi pembekuan dan penyitaan aset yang
merupakan hasil tindak pidana (proceeds of crime) (diatur dalam pasal 32 dan 34).
UU No.15 Tahun 2002 telah diperbaiki dengan UU No.25 Tahun 2003
tentang perubahan UU No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang, dengan materi pengaturan tambahan antara lain sebagai berikut :
a. Pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas cakupannya, tidak hanya
meliputi setiap orang yang menyediakan jasa keuangan tetapi juga
meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan (diatur dalam pasal 1
angka 5).
b. Pengertian Transaksi Keuangan Mencurigakan diperluas dengan
mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan
dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak
pidana (diatur dalam pasal 1 angka 7).
c. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp.500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) atau lebih atau nilai yang setara yang diperoleh dari
commit to user
umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak
tergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh
(diatur dalam pasal 2).
d. Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan
laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan penyampaiannya oleh
Penyedia Jasa Keuangan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off).
Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil
tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga
mengurangi efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang (diatur dalam pasal 10 A).
e. Jangka waktu kewajiban penyampaian pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 (empat belas) hari kerja
menjadi tidak lebih 3 (tiga) hari kerja setelah Penyedia Jasa Keuangan
mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. Hal ini
dimaksudkan agar harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak
pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak
(diatur dalam pasal 13 ayat 2).
Dilihat dari sistematika, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003
tentang TPPU, maka ruang lingkup yang akan diberantas terdiri dari 2 (dua)
kelompok tindak pidana yaitu:
Pertama : Kelompok Tindak Pidana dalam Bab II yang berjudul
“Tindak Pidana Pencuciang Uang”, yaitu delik-delik yang
langsung berhubungan dengan perbuatan tindak pidana pencucian
uang (diatur dalam Pasal 2, 3, 6, UU No. 25 tahun 2003);
Kedua : Kelompok Tindak Pidana dalam Bab III yang berjudul “Tindak
Pidana Lain yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian
Uang”, yaitu delik-delik yang berhubungan dengan proses
pelaporan, penyidikan, penuntutan Tindak Pidana Pencucian
commit to user
3. Tinjauan Umum tentang Bank
a. Pengertian Bank
Menurut Abdurrachman, secara terminology, istilah “bank” berasal dari bahasa Italia “banca” yang bearti “bence” yaitu suatu bangku atau tempat duduk. Sebab pada zaman pertengahan, pihak bankir Italia yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku halaman pasar (Munir Fuady, 2001: 13).
Pengertian bank dalam kamus perbankan diartikan sebagai badan
usaha dibidang keuangan, yang menarik uang dari dan menyalurkannya ke
dalam masyarakat, terutama dengan memberikan kredit dan jasa dalam
lalu-lintas pembayaran dan peredaran uang.
Menurut Hermansyah, Bank adalah badan usaha yang menjalankan
kegiatan menghimpunkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Hermansyah, 2005 : 8).
Di Indonesia, pengertian bank diatur dalam Undang-undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan Pasal 1 angka 2 yang menyebutkan:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Pada hakekatnya pengertian bank dari berbagai pendapat para ahli
hampir sama. Pada dasarnya bank merupakan tempat penitipan atau
penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara di
dalam lalu-lintas pembayaran.
b. Macam-macam Bank
1) Dilihat dari segi fungsinya
a) Bank Sentral (Central Bank)
commit to user
c) Bank Tabungan (Saving Bank)
d) Bank Pembangunan (Development Bank)
e) Bank Desa (Rural Bank)
2) Dilihat dari segi kepemilikannya, bank terbagi dalam:
a) Bank Milik Pemerintah
Dalam akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki pula oleh pemerintah. Contohnya adalah Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI).
b) Bank Milik Swasta Nasional
Seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya didirikan oleh swasta pula. Contohnya ialah Bank Central Asia (BCA), Bank Danamon, Bank Lippo, Bank Niaga, Bank Bali dan sebagainya.
c) Bank Milik Koperasi
Kepemilikan saham-saham bank untuk kategori ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh Bank Umum Kopersi Indonesia.
d) Bank Milik Asing
Merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Dengan demikian, jelas kepemilikan sahamnya dimiliki pihak asing. Contohnya antara lain: ABN AMRO Bank, Deutsche Bank, American Express Bank, Bank of America dan sebagainya.
e) Bank Milik Campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan swasta nasional. Kepemilikan sahamnya tergantung dari posisi tawar dari para pihak yang mendirikan bank tersebut, bias pihak asing atau pihak swasta nasional. Contonya adalah Sumitomo Niaga Bank, Bank Merincorp, Sanwa Indonesia Bank, Mitsubishi Buana Bank (Johannes Ibrahim, 2004: 39-40).
Bank menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Pasal 5:
a) Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensonal dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lau-lintas pembayaran;
b) Bank Perkreditan Rakyat yaitu bank yang melaksanakan kegiatan
commit to user
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas
pembayaran.
3) Bank dilihat dari segi atau cara menentukan harga baik harga jual
maupun harga beli:
a) Bank berdasarkan prinsip konvensional, yaitu bank yang dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan metode yaitu menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu.
b) Bank berdasarkan prinsip syariah, yaitu bank yang menerapkan aturan syariah atau perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Bank berdasarkan prinsip ini dikenal dengan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, prinsip penyertaan modal, jual beli barang dengan memperoleh keuntungan dan lain sebagainya (Johannes Ibrahim, 2004: 41-42).
4) Bank dilihat dari kedudukan atau status:
a) Bank devisa
b) Bank non devisa
c. Fungsi dan tujuan Bank
Mengenai fungsi perbankan Indonesia, secara umum diatur dalam
Pasal 3 UU No. 7 Tahun 1992, yaitu: sebagai penghimpun dan penyalur
dana masyarakat.
Adapun fungsi perbankan Indonesia secara luas adalah:
1) Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat atau
penerima kredit.
2) Bank sebagai penyalur dana kepada masyarakat atau sebagai lembaga
pemberi kredit.
3) Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan
pembayaran.
Tujuan Perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 4 UU No. 7
commit to user
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak".
4. Tinjauan Umum Bank Tabungan Negara (BTN)
a. Sejarah Singkat Mengenai BTN
Dengan maksud mendidik masyarakat agar gemar menabung,
pemerintah Hindia Belanda melalui Koninklijk Besluit No.27 tanggal 16
Oktober 1897 mendirikan POSTSPAARBANK yang kemudian terus
hidup dan berkembang serta tercatat hingga tahun 1939 telah memilki 4
(empat) cabang yaitu Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar. Pada tahun
1940 kegiatannya terganggu, sebagai akibat penyerbuan Jerman atas
Netherland yang mengakibatkan penarikan tabungan besar-besaran dalam
waktu yang relative singkat (rush). Namun demikian keadaan keuangan
POSTSPAARBANK pulih kembali pada tahun 1941.
Tahun 1942 Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada
Pemerintah Jepang. Jepang membekukan kegiatan POSTSPAARBANK
dan mendirikan TYOKIN KYOKU sebuah bank yang bertujuan untuk
menarik dana masyarakat melalui tabungan. Usaha Pemerintah Jepang ini
tidak sukses karena dilakukan dengan paksaan. TYOKIN KYOKU hanya
mendirikan satu cabang yaitu cabang Yogyakarta.
Proklamasi kemerdekaan R.I 17 Agustus 1945 telah memberikan
inspirasi kepada Bp. Darmosoetanto untuk memprakarsai pengambilalihan
TYOKIN KYOKU dari Pemerintah Jepang ke Pemerintahan R.I dan
terjadilah penggantian nama menjadi KANTOR TABUNGAN POS. Bp.
Darmosoesanto ditetapkan oleh Pemerintah R.I menjadi Direktur yang
pertama. Tugas pertama KANTOR TABUNGAN POS adalah melakukan
penukaran uang Jepang dengan Oeang Republik Indonesia (ORI). Tetapi
kegiatan KANTOR TABUNGAN POS adalah tidak berumur panjang,
commit to user
semua kantor, termasuk kantor cabang dari KANTOR TABUNGAN POS
hingga tahun 1949. Saat KANTOR TABUNGAN POS dibuka kembali
(1949), nama KANTOR TABUNGAN POS diganti menjadi BANK
TABUNGAN RI. Sejak kelahirannya dan sampai berubah nama BANK
TABUNGAN POS RI, lembaga ini bernaung di bawah Kementrian
Perhubungan.
Banyak kejadian bernilai sejarah sejak tahun 1950 tetapi yang
substansif bagi sejarah BTN adalah dikeluarkannya UU Darurat No.9
tahun 1950 tanggal 9 Februari 1950 yang mengubah nama
POSTSPAARBANK IN INDONESIA berdasarkan staatblant No. 295
tahun 1941 menjadi BANK TABUNGAN POS dan memindahkan induk
kementrian dari Kementrian Perhubungan ke Kementrian Keuangan di
bawah Menteri Urusan Bank Sentral. Walaupun dengan UU Darurat
tersebut masih bernama BANK TABUNGAN POS, tetapi tanggal 09
Februari 1950 ditetapkan sebagai hari dan tanggal lahir BANK
TABUNGAN NEGARA. Nama BANK TABUNGAN NEGARA
didasarkan pada PERPU No. 4 tahun 1963 tanggal 22 Juni 1963 yang
kemudian dikuatkan dengan UU No. 2 tahun 1964 tanggal 25 Mei 1964.
Penegasan status BANK TABUNGAN NEGARA sebagai bank
milik Negara ditetapkan dengan UU No. 20 tahun 1968 tanggal 19
Desember 1968 yang sebelumnya BANK TABUNGAN NEGARA
menjadi BNI unit V. Jika tugas utama saat pendirian POSTSPAARBANK
(1897) sampai dengan BANK TABUNGAN NEGARA (1968) adalah
bergerak dalam lingkup penghimpunan dana masyarakat melalui
tabungan, maka sejak tahun 1974 BANK TABUNGAN NEGARA
ditambah tugasnya yaitu memberikan pelayanan KPR dan untuk pertama
kalinya penyaluran KPR terjadi pada tanggal 10 Desember 1976. karena
itulah tanggal 10 Desember diperingati sebgai hari KPR bagi BTN.
Bentuk hukum BTN mengalami perubahan lagi pada tahun 1992,
yaitu dengan dikeluarkannya PP No. 24 tahun 1992 tanggal 29 April 1992
commit to user
BTN berubah menjadi Perusahaan Perseroan. Sejak itu nama BTN menjadi
PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) dengan call name Bank
BTN. Berdasarkan kajian konsultan independent. Price Waterhouse
Coopers, Pemerintah melalui Menteri BUMN dalam surat nomor
S-544/M-MBU/2002 tanggal 21 Agustus 2002 memutuskan Bank BTN
sebagai Bank Umum dengan fokus bisnis pembiayaan perumahan tanpa
subsidi (http://www.btn.co.id/Tentang-Kami/Sejarah-Bank-BTN.aspx Surakarta, 11 Desember 2010)
b. Visi Misi Bank BTN
Visi dari bank BTN adalah menjadi Bank yang terkemuka dalam
pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan nasabah.
Sedangkan Misi dari Bank BTN adalah :
1) Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan
industri yang terkait, serta menyediakan produk dan jasa perbankan
lainnya.
2) Menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan professional dan memiliki integritas yang tinggi.
3) Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui inovasi berkelanjutan
sesuai dengan kebutuhan nasabah.
4) Melaksanakan manajemen perbankan yang sehat sesuai dengan
prinsip kehati-hatian dan Good Corporate Government untuk meningkatkan Shareholder Value.
5) Memperdulikan kepentingan masyarakat dan lingkungan.
c. Struktur Organisasi BTN
Dalam struktur organisasi Bank BTN terdapat pemisahan fungsi
commit to user
1) Setiap unit kerja akan mempunyai tanggung jawab, wewenang dan alur
laporan yang jelas.
2) Fungsi-fungsi umum hanya dikerjakan oleh satu unit.
Bank BTN Kantor Cabang Solo mempunyai sruktur organisasi inti
yaitu Branch Manager (Manajer Cabang) yang membawahi para kepala seksi yaitu Retail Service Head, Operation Head, serta Collection Work Out Head. Selain itu, Branch Manager mempunyai peran sebagai induk
dari kepala-kepala kantor cabang pembantu sehingga memilki kewenangan
untuk memberikan instruksi dalam pelaksanaan organisasi di Bank BTN.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan struktur organisasi sebagai
berikut:
Struktur Organisasi Bank BTN Kantor Cabang Solo
Gambar 2. Branch Manager Kanit Ritel Trans Processing Kliring : Back Office FAO DEO Loan Admin Dokumen Pokok LPA GBA Logistik/Prot okol Personalia Operation SH Customer Service Teller Service. Head Teller Cash Room Teller Loan Service Wawancara Ritel Service Selling Officer Kanit OPS KA-KCP :
Ø Palur
Ø UNS
Ø Mojosongo
Ø Sukoharjo
Ø Klaten
commit to user
B.Kerangka Pemikiran
Bank Indonesia UU No. 23 th. 1999
Bank UU No. 10 th 1998
Fungsi, Kedudukan Bank
Transfer dana melalui media Elektronik pada bank
Tindak Pidana Pencucian Uang UU No. 25 tahun 2003
[image:42.595.133.446.157.562.2]Bagaimana peran BTN cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank
Gambar 3.
Keterangan:
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan
maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang
dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan
tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan,
commit to user
imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotropika,
perdagangan budak, wanita dan anak, perdagangan senjata gelap,
penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, dan berbagai
kejahatan kerah putih. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau
menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya.
Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana
tersebut, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh
para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan akan mudah
dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta
kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu
mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut
masuk ke dalam sistem keuangan terutama ke dalam sistem perbankan.
Dengan cara demikian, asal-usul harta kekayaan tersebut diharapkan tidak
dapat dilacak oleh para penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, dikenal sebagai
Pencucian Uang (Money Laundering).
Perbuatan pencucian uang disamping sangat merugikan masyarakat,
juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak
stabilitas perekonomian nasional atau keuangan negara dengan
meningkatnya berbagai kejahatan. Upaya untuk mencegah dan
memberantas praktek pencucian uang telah menjadi perhatian
internasional. It has been estimated that some £500 billion of hot money is laundered through the world's financial markets each year. Such huge amounts of money cannot be successfully laundered without the involvement of accountants (and other professionals) who use their expertise to create the complex webs of transactions whose purpose it is to conceal and obscure illegal activity (Diperkirakan bahwa kira-kira lima
ratus juta uang panas dicuci melalui pasar keuangan dunia setiap tahun.
Jumlah uang yang besar itu tidak berhasil dicuci tanpa keterlibatan akuntan
commit to user
menciptakan sistem transaksi yang rumit tujuannya adalah untuk
menyembunyikan dan mengaburkan aktivitas illegal (A. MitchellP.
SikkaH. Willmott, 1998, Vol 23, Issues 5-6 : 58).
Berbagai upaya telah ditempuh oleh masing-masing negara untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang termasuk
dengan cara melakukan kerja sama internasional, baik melalui forum
secara bilateral maupun multilateral.
Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan
penegasan bahwa pemerintah dan sektor swasta bukan merupakan bagian
dari masalah, akan tetapi bagian dari penyelesaian masalah, baik di sektor
ekonomi, keuangan, maupun perbankan. Indonesia juga memberi perhatian
besar terhadap tindak pidana lintas negara yang terorganisir seperti
pencucian uang.
Kepedulian Indonesia terhadap tindak pidana pencucian uang ini adalah
dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 25
Tahun 2003. Dengan undang-undang ini pencucian uang secara resmi
dinyatakan sebagai tindak pidana dan harus dicegah serta diberantas. Oleh
karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan (preventif) dengan cara membentuk suatu peraturan untuk mencegah tindak pidana pencucian uang
commit to user
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Peran BTN Cabang Surakarta Dalam Menanggulangi Tindak Pidana