• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Intervensi Pendidikan Gizi Dengan Penambahan Pemberian Buah-Buahan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Berat Badan Dan Imt/U Siswa Obes Sdit Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Intervensi Pendidikan Gizi Dengan Penambahan Pemberian Buah-Buahan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Berat Badan Dan Imt/U Siswa Obes Sdit Bogor."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

AI KUSTIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Intervensi Pendidikan Gizi dengan Penambahan Pemberian Buah-Buahan dan Aktivitas Fisik terhadap Berat Badan dan IMT/U Siswa Obes SDIT Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

RINGKASAN

AI KUSTIANI. Pengaruh Intervensi Pendidikan Gizi dengan Penambahan Pemberian Buah-Buahan dan Aktivitas Fisik terhadap Berat Badan dan IMT/U Siswa Obes SDIT Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH dan YAYUK FARIDA BALIWATI.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik pada intervensi pendidikan gizi terhadap berat badan dan IMT/U siswa obes. Tujuan khusus penelitian yaitu: 1) menganalisis perbedaan karakteristik subjek dan orang tua, tingkat pengetahuan gizi, kebiasaan konsumsi buah, sumber asupan serat, dan kebiasaan aktivitas fisik antar kelompok perlakuan; 2) menganalisis perubahan pengetahuan gizi, asupan serat, aktivitas fisik, berat badan, dan IMT/U subjek setiap kelompok perlakuan; 3) menganalisis pengaruh pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik pada intervensi pendidikan gizi terhadap berat badan dan IMT/U subjek. Desain penelitian yaitu kuasi eksperimental selama 5 minggu. Lokasi penelitian yaitu SDIT Ummul Quro, SDIT Insan Kamil, dan SDIT Aliya Bogor. Subjek dibagi tiga kelompok perlakuan berdasarkan sekolahnya. Perlakuan A berupa intervensi pendidikan gizi dan aktivitas fisik (PG+AF), perlakuan B berupa pendidikan gizi dan buah-buahan (PG+B) serta perlakuan C berupa pendidikan gizi, aktivitas fisik, dan buah-buahan (PG+AF+B). Intervensi buah-buah-buahan 5 kali/minggu sebanyak 1-2 porsi. Intervensi aktivitas fisik selama 30 menit setiap 3 kali/minggu. Intervensi pendidikan gizi selama 30 menit setiap seminggu sekali.

Subjek merupakan siswa kelas 5 dan 6 yang dipilih secara purposif dengan kriteria inklusi yaitu status gizi obesitas, tidak menderita penyakit yang mengganggu penelitian, tidak sedang ikut kegiatan serupa, tidak mengonsumsi suplemen/obat untuk menurunkan berat badan, dan tidak sedang menjalani diet penurunan berat badan. Jumlah subjek dengan α 5%, β 80%, standar deviasi (sd) IMT/U 0.34 dan selisih rata-rata (∆) IMT/U yang diinginkan yaitu 0.27 sehingga jumlah subjek 25 setiap kelompok perlakuan. Penambahan antisipasi drop out sebesar 15% sehingga jumlah subjek menjadi 30 siswa setiap kelompok perlakuan.

Data primer terdiri dari karakteristik orang tua dan subjek, kebiasaan konsumsi buah, konsumsi pangan 2x24 jam, aktivitas fisik 2x24 jam, pengetahuan gizi, dan status gizi. Semua data primer dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner, termasuk kuesioner recall konsumsi pangan dan Food Frequency Questionnaire, kecuali data berat badan dan tinggi badan melalui pengukuran langsung. Data diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2010. Analisis yang dilakukan yaitu analisis deskriptif dan inferensia menggunakan program Statistical Product and Service Solution for Windows versi 17. Analisis data inferensia terdiri dari uji Paired sample t-test, uji One-way Anova, uji Kruskal Wallis, dan uji Ancova.

(5)

persentase ayah ≥90% dan ibu >70%. Sebagian besar (≥50%) status gizi orang tua subjek baik ayah maupun ibu pada semua kelompok termasuk kategori BB lebih.

Lima besar jenis buah-buahan yang dikonsumsi subjek adalah jeruk, pepaya, apel, pisang, dan mangga dan yang paling sering dikonsumsi yaitu jeruk. Sebagian besar subjek (>50%) pada masing-masing kelompok lebih menyukai buah yang disajikan dalam bentuk utuh. Kecenderungan subjek dalam mengonsumsi buah masih rendah karena persentase frekuensi konsumsi buah yang terbesar (≥ 50%) terdapat pada kategori kurang (1-2x porsi/hari) pada semua kelompok.

Sumber serat terbesar (≥48%) yang dikonsumsi subjek berasal dari serealia dan olahannya. Sebagian besar subjek (>50%) berada pada kategori asupan serat 5-10 g di semua kelompok. Semua kelompok perlakuan mengalami peningkatan rata-rata asupan serat setelah diberikan intervensi dengan peningkatan terbesar terdapat pada kelompok C (0.86 g), kemudian kelompok B (0.73 g), dan kelompok A (0.39 g).

Kebiasaan aktivitas fisik subjek dinyatakan melalui jumlah waktu yang digunakan dalam kegiatan berupa screen time, jalan kaki, dan alat transportasi ke sekolah, yang dibedakan antara hari sekolah dan hari libur. Jumlah waktu screen time yang digunakan subjek cenderung lebih banyak pada hari libur daripada hari sekolah. Sebagian besar subjek (>40%) pada semua kelompok melakukan jalan kaki pada hari sekolah dalam jumlah waktu sedikit yaitu <30 menit/hari. Lebih dari 60% subjek menggunakan alat transportasi mobil ke sekolah. Tingkat aktivitas fisik subjek pada semua kelompok adalah ringan. Kelompok A dan C mengalami kenaikan rata-rata aktivitas fisik setelah diberikan intervensi yaitu sebesar 0.02, sedangkan kelompok B mengalami penurunan sebesar 0.05.

Sebagian besar subjek (>50%) dari masing-masing kelompok memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang. Pertanyaan mengenai pengertian makanan sehat, pengertian kegemukan pada anak, dan tujuan olahraga dijawab benar oleh sebagian besar siswa (≥80%) pada semua kelompok perlakuan. Setelah diberikan intervensi, nilai pengetahuan gizi dari semua materi yang diberikan mengalami peningkatan dan sebagian besar telah mencapai kategori baik (>80%).

Penurunan rata-rata berat badan dialami oleh kelompok A dan C yaitu masing-masing sebesar 0.71 kg dan 0.34 kg. Adapun kelompok B mengalami kenaikan sebesar 0.6 kg. Semua kelompok perlakuan mengalami penurunan IMT yang berturut-turut dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu 0.22 pada kelompok C, 0.20 pada kelompok A, dan 0.13 pada kelompok B.

Karakteristik subjek dan karakteristik orangtua tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan, kecuali usia dan berat badan lahir. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kebiasaan konsumsi buah dan tingkat pengetahuan gizi subjek antar kelompok perlakuan. Pemberian intervensi dapat meningkatkan rata-rata asupan serat dengan peningkatan terbesar terdapat pada kelompok C. Kelompok yang mendapatkan intervensi aktivitas fisik mengalami kenaikan rata-rata aktivitas fisik dan penurunan rata-rata berat badan. Penurunan IMT dialami oleh semua kelompok perlakuan dengan penurunan terbesar terdapat pada kelompok C. Perlakuan intervensi buah-buahan, aktivitas fisik, dan pendidikan gizi berpengaruh signifikan terhadap penurunan berat badan, sedangkan terhadap IMT tidak berpengaruh signifikan.

(6)

SUMMARY

AI KUSTIANI. The Effects of Fruits and Physical Activity in Nutritional Education Interventions on Body Weight and BMI of Obese Elementary School Students in Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH and YAYUK FARIDA BALIWATI.

The general aim of this study was to analyze the effect of fruits, physical activity, and nutritional education interventions on body weight and BMI of obese students. The specific objectives of this study were: 1) to analyze differences in the characteristics of subject and parents, fruit consumption habits and nutritional knowledge level of subjects between treatment groups; 2) to analyze changes in fiber intake, physical activity, nutritional knowledge, body weight, and BMI subjects in each treatment group; 3) to analyze the effect of fruits, physical

activity, and nutritional education interventions on subject’s body weight and

BMI. The study used quasi-experimental design for 5 weeks. The location of the study were SDIT Ummul Quro, SDIT Insan Kamil, and SDIT Aliya. Subjects were divided into three treatment groups by school. Group A received nutritional education and physical activity interventions (PG+AF), Group B nutritional education and fruits interventions (PG+B), and Group C nutritional education, physical activity, and fruits interventions (PG+AF+B). Fruits intervention was given 5 times for week in 1-2 servings, physical activity intervention 30 minutes every 3 times for week, and nutritional education interventions 30 minutes once every week.

Subjects were primary school purposively selected using inclusion criteria, i.e. obese nutritional status of obesity, not suffering from diseases that can interfere this study, not being involved in similar activities, not taking any supplements or drugs to lose weight, and not in lose weight diet program. With α

5%, β 80%, BMI standard deviation (sd) 0.34 and BMI average difference (Δ)

desired 0.27, total subjects were determined 25 people per treatment group. Anticipated drop out of 15% made the number of subjects become 30 students per treatment group.

Primary data was consisted of characteristics of parents, characteristics of subjects, fruit consumption habits, food consumption in 2x24 hours, physical activity in 2x24 hours, nutritional knowledge and nutritional status. All of the primary data were collected through interviews using questionnaire, including food consumption recall questionnaires and Food Frequency Questionnaire (FFQ), except for weight ang height data that were collected using direct measurement. Inference data analysis consisted of paired sample t-test, one-way Anova test, Kruskal Wallis test, and Ancova test.

Most of the subjects (>50%) were boys with age of 10-12 years old. More than 50% of the subjects were of normal birth weight, i.e. ranged from 2,500 to 3,999 g. A total of 60% subjects in group A were not exclusively breastfed while more than 70% subjects in group B and C were exclusively breastfed. Parents of

subjects were mostly college graduates, i.e. ≥90% for fathers and >70% for mothers. Most of nutritional status of subjects’ parents (≥50%), both father and

(7)

Five major types of fruits consumed by subjects were orange, papaya, apple, banana, and mango with orange as the most frequently consumed fruit. Most subjects (>50%) in each group preferred fruit served in uncut form. The tendency

of subjects’ fruit consumption was low because the highest percentage of fruits

consumption frequency (≥50%) belonged to low category in all groups.

The largest fiber source (≥48%) consumed by subjects was cereals and its

processed products. Most subjects (>50%) in all groups consumed 5-10 g. Upon receiving interventions, all treatment group experienced increase in their average fiber intake with the highest increase belonged to group C (0.86 g), followed by group B (0.73 g) and group A (0.39 g).

Subjects’ screen time tend to be higher on holiday than school day. Most subjects (>40%) in all groups did walk <30 minutes/day on school day. More than 60% subjects went to school riding cars. Physical activity level of subjects in all groups were light level. Upon receiving intervention, physical activity in Group A and C increased by 0.02, while group B decreased by 0.05.

Most subjects (>50%) of each group have moderate level of nutritional knowledge. Questions regarding the definition of healthy foods, definition of obesity in children, and the purpose of physical activity were answered correctly

by most students (≥80%) in all treatment groups. Upon receiving intervention,

nutritional knowledge on all materials given increased and most of them then belonged to good category (>80%).

The average decrease of body weight in groups A and C were respectively 0.71 kg and 0.34 kg while group B experienced increase, i.e. 0.6 kg in average. All treatment groups experienced decrease in BMI, i.e. group C (0.22) as the highest, followed by group A (0.20), and group B (0.13) as the lowest.

Characteristics of the subjects were not significantly different between treatment groups, except for age and birth weight characteristics. There was no

significant difference in parents’ characteristics between treatment groups. There

was also no significant difference in subjects’ fruit consumption habits and

nutritional knowledge between treatment groups. The provision of interventions can increase the average fiber intake with the highest increase belonged to group C. Group with physical activity intervention experienced increase in average of physical activity and decrease in average weight. BMI decrease was experienced by all treatment groups with the highest decrease belonged to group C. Fruits, physical activity, and nutritional education interventions brought about significant effect on weight loss, but not for BMI.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

AI KUSTIANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

PENGARUH INTERVENSI PENDIDIKAN GIZI DENGAN PENAMBAHAN

PEMBERIAN BUAH-BUAHAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP

(10)
(11)

Judul Tesis : :

Nama : Ai Kustiani

NIM : I151130271

Disetujui oleh,

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS Ketua

Dr Ir Yayuk F Baliwati, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 1 Juli 2015 Tanggal Lulus :

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Pengaruh Intervensi Pendidikan Gizi dengan Penambahan Pemberian Buah-Buahan dan Aktivitas Fisik terhadap Berat Badan dan IMT/U Siswa Obes SDIT Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS dan Dr Ir Yayuk F. Baliwati, MS selaku komisi pembimbing, serta Dr Ir Drajat Martianto MSc selaku penguji, yang telah banyak memberi saran serta arahannya kepada penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami, bapak, ibu, guru dan siswa di sekolah lokasi penelitian, atas segala doa dan bantuannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan 4

Tujuan Umum 4

Tujuan Khusus 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas pada Anak 4

Pendidikan Gizi 6

Aktivitas Fisik 8

Konsumsi Pangan Sumber Serat 10

3 KERANGKA PEMIKIRAN 14

4 METODE

Desain, Waktu, dan Lokasi Penelitian 16

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 16

Pelaksanaan Intervensi 17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18

Pengolahan dan Analisis Data 19

Definisi Operasional 21

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek 22

Karakteristik Orang Tua 25

Tingkat Pengetahuan Gizi 26

Konsumsi Pangan 28

Jenis Buah 28

Preferensi Penyajian Buah 30

Sumber Asupan Serat 32

Aktivitas Fisik 34

Analisis Pengaruh Intervensi 37

Pengetahuan Gizi 37

Asupan Serat 39

Aktivitas Fisik 41

Berat Badan 43

Indeks Massa Tubuh (IMT/U) 44

(14)

Simpulan 46

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 57

(15)

DAFTAR TABEL

1 Hasil penelitian yang terkait dengan intervensi pendidikan gizi,

buah-buahan, dan aktivitas fisik 12

2 Jenis dan cara pengambilan data 19

3 Variabel dan kategori penyajian data 19

4 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik individu 23

5 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik orang tua 25

6 Sebaran subjek berdasarkan tingkat pengetahuan gizi 27

7 Sebaran subjek berdasarkan kemampuan menjawab benar pada

setiap pertanyaan pengetahuan gizi 28

8 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah yang dikonsumsi 29

9 Sebaran subjek berdasarkan preferensi penyajian buah 31

10Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi buah 32

11Jumlah dan persentase kontribusi setiap golongan bahan makanan

terhadap asupan serat subjek 33

12Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan aktivitas fisik 35

13Rata-rata nilai pengetahuan gizi subjek pada pre dan post intervensi

dan perubahannya 38

14Sebaran subjek berdasarkan kategori asupan serat 39

15Rata-rata dan perubahan asupan serat total subjek 40

16Rata-rata dan perubahan asupan serat dari buah-buahan 40

17Sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik 41

18Rata-rata dan perubahan nilai aktivitas fisik subjek 42

19Rata-rata dan perubahan berat badan subjek 43

20Rata-rata dan perubahan nilai IMT/U subjek 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Informed consent 57

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sebuah negara sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan keberhasilan suatu pembangunan salah satunya diukur dengan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia. Upaya pemenuhan kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup manusia sangat terkait langsung dengan pangan dan gizi. Oleh karena itu, investasi di bidang gizi sangat berperan penting untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan.

Masalah gizi anak usia sekolah di Indonesia saat ini tidak hanya masalah gizi kurang, tetapi juga masalah gizi lebih atau kegemukan. Prevalensi kegemukan pada anak-anak secara nasional di Indonesia terus meningkat selama 6 tahun terakhir. Pada tahun 2007, prevalensi kegemukan pada anak laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 9.5% dan 6.4% (Balitbangkes 2007). Pada tiga tahun berikutnya yaitu 2010 meningkat menjadi 10.7% pada laki-laki dan 7.7% pada perempuan (Balitbangkes 2010). Data terakhir tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan sebesar 18.8% (Balitbangkes 2013).

Jika diamati berdasarkan provinsi, prevalensi kegemukan pada anak-anak di Provinsi Jawa Barat masih termasuk tinggi yaitu berturut-turut pada tahun 2007, 2010, dan 2013 sebesar 12%, 8.5%, dan 18.6%. Meskipun dari tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 8.5% pada tahun 2010, akan tetapi mengalami peningkatan yang tinggi pada tahun 2013.

Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi kegemukan anak-anak di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Data tahun 2007 dan 2010, prevalensi di perkotaan dan pedesaan masing-masing sebesar 17.7% dan 14.8% serta 10.4% dan 8.1%. Hal ini juga terlihat pada salah satu kota di Jawa Barat yaitu Kota Bogor, data Kemenkes (2007) menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak usia 6-12 tahun di Bogor sebesar 15.4% pada anak laki-laki dan 8.6% pada anak perempuan. Selain itu, hasil penelitian terbaru Madanijah et al. (2013) menunjukkan bahwa kegemukan di Kota Bogor sebesar 18.79%.

(18)

Pola konsumsi pangan yang sudah banyak berubah ke arah pangan yang lebih praktis dan tinggi lemak serta rendah serat merupakan salah satu penyebab terjadinya obesitas pada anak. Hasil penelitian Jhonson (2008) menunjukkan bahwa rendahnya konsumsi serat berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak. Menurut Jahari dan Sumarno (2001), konsumsi serat penduduk Indonesia masih kurang dari yang dianjurkan (28-29 g/hari) yaitu hanya 10.5 g/hari. Sumber serat yang paling banyak dikaitkan dengan obesitas yaitu buah dan sayur. Menurut Sartika (2011), sayur dan buah merupakan sumber serat yang penting bagi anak dalam masa pertumbuhan, khususnya berhubungan dengan obesitas. Anak overweight dan obesitas membutuhkan makanan tinggi serat seperti sayur dan buah. Orang-orang yang banyak mengonsumsi buah dan sayur memiliki risiko terkena obesitas yang lebih rendah dan sebaliknya (CDC 2011).

Konsumsi buah dan sayur pada anak-anak masih di bawah standar yang dianjurkan (Blanchette dan Brug 2005, Janssen et al. 2005). Data Balitbangkes (2013) menunjukkan bahwa prevalensi penduduk ≥10 tahun yang kurang makan buah dan sayur secara nasional sebesar 93.5%. Data tersebut tidak terjadi perubahan yang berarti antara tahun 2007 sampai 2013. Hasil penelitian Sartika (2011) bahwa sekitar 90% anak Indonesia mengkonsumsi sayur dan buah dengan ukuran <2 porsi/hari. Jumlah ini kurang dari yang dianjurkan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) untuk anak yaitu 2-3 porsi buah/hari dan 3-4 porsi sayur/hari (YIDI 2013). Selain itu, Madanijah et al. (2013) yang melakukan penelitian pada anak sekolah di Kota Bogor menunjukkan bahwa sebanyak 89.2% responden termasuk ke dalam kategori asupan serat yang kurang serta jumlah konsumsi buah dan sayurnya rendah.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan asupan serat pada anak-anak melalui konsumsi buah dan sayur sebagai salah satu upaya mengatasi obesitas. Struempler et al. (2014) dalam penelitiannya berhasil meningkatkan konsumsi buah dan sayur pada anak-anak melalui intervensi pendidikan gizi dengan penekanan pada buah dan sayur serta penyicipan buah dan sayur setiap seminggu sekali. Hal ini sangat penting untuk dilakukan di Indonesia dikarenakan prevalensi obesitas masih cukup tinggi sedangkan konsumsi buah dan sayur masih rendah. Akan tetapi, preferensi anak terhadap buah dan sayur tidak sama. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Sandvik et al. (2005) yaitu sikap anak-anak lebih tertarik terhadap buah daripada sayur. Evans et al. (2012) dalam hasil metaanalisisnya menunjukkan intervensi berbasis sekolah berhasil memperbaiki konsumsi buah tetapi tidak pada konsumsi sayur.

(19)

anak-anak gemuk. Berdasarkan uraian di atas, penanganan obesitas melalui pendidikan gizi akan berdampak lebih baik jika ditambahkan dengan intervensi komponen lainnya sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan intervensi multikomponen yaitu intervensi pendidikan gizi dengan penambahan pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik pada siswa obes untuk mengatasi angka obesitas yang cukup tinggi di Indonesia terutama di Kota Bogor.

Perumusan Masalah

Obesitas merupakan salah satu masalah kelebihan gizi yang dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, jantung koroner, dislipidemia, diabetes, dan lain-lain. Obesitas terjadi pada berbagai usia termasuk anak-anak. Berdasarkan data yang ada, obesitas pada anak termasuk kategori tinggi karena berada di atas 5% baik di Bogor maupun secara nasional (Balitbangkes 2010). Obesitas harus segera diatasi terutama pada anak-anak karena akan berdampak negatif untuk masa depannya. Menurut Ross (2010), obesitas harus segera diperbaiki pada masa anak-anak.

Penyebab obesitas pada anak-anak terdiri dari berbagai faktor sehingga penanganannya perlu dilakukan secara multifaktor, termasuk penanganan dari aspek pengetahuan yang harus disertai dengan contoh secara langsung sebagai bentuk dari aplikasi pendidikan gizi yang diberikan seperti konsumsi pangan dan aktivitas fisik. Pemberian pendidikan gizi harus disertai dengan perbaikan pola konsumsi pangan melalui peningkatan asupan serat dari sumber serat berupa buah karena konsumsi buah pada anak-anak masih rendah (Blanchette dan Brug 2005; Janssen et al. 2005; Madanijah et al. 2013). Serat mampu mengikat air membentuk volume gel yang besar dengan densitas energi rendah sehingga akan menurunkan konsumsi energi dan menurunkan nafsu makan. Pemberian pendidikan gizi juga perlu disertai dengan aktivitas fisik karena berkaitan dengan penggunaan energi dalam tubuh. Anak yang memiliki tingkat aktivitas rendah akan memiliki pengeluaran energi yang rendah sehingga terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan yang keluar dan hal ini menyebabkan terjadinya obesitas. Berdasarkan gambaran tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik subjek, karakteristik orang tua, tingkat pengetahuan gizi, kebiasaan konsumsi buah, sumber asupan serat, dan kebiasaan aktivitas fisik pada siswa obes?

2. Bagaimana perubahan pada pengetahuan gizi, asupan serat, aktivitas fisik, berat badan, dan IMT/U pada siswa obes setelah diberikan intervensi?

(20)

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik pada intervensi pendidikan gizi terhadap berat badan dan IMT/U siswa obes.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perbedaan karakteristik subjek dan orang tua, tingkat pengetahuan gizi, kebiasaan konsumsi buah, sumber asupan serat, dan kebiasaan aktivitas fisik antar kelompok perlakuan

2. Menganalisis perubahan pengetahuan gizi, asupan serat, aktivitas fisik, berat badan, dan IMT subjek setiap kelompok perlakuan

3. Menganalisis pengaruh pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik pada intervensi pendidikan gizi terhadap berat badan dan IMT subjek

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menambah informasi mengenai cara menangani anak-anak obes di Indonesia khususnya di Bogor. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu menurunkan berat badan dan IMT/U serta dapat meningkatkan asupan serat siswa obes.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas pada Anak

Obesitas diartikan sebagai sebuah kondisi lemak tubuh berada dalam jumlah yang berlebih. Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh, obesitas dibedakan menjadi dua yaitu peripheral obesity dan central (abdominal) obesity. Peripheral obesity merupakan obesitas yang ditandai dengan kelebihan lemak disimpan di bawah kulit bagian daerah pinggul dan paha sehingga tubuh berbentuk seperti buah pir. Adapun central obesity yaitu obesitas dengan kelebihan lemak disimpan di daerah perut (abdomen) sehingga tubuh berbentuk seperti buah apel dan memiliki rasio lingkar pinggang yang tinggi (>0.95) (Watson 2009). Obesitas merupakan kasus kesehatan multifaktor yang dipengaruhi oleh genetik, efisiensi metabolisme, tingkat aktivitas fisik, asupan makanan, dan faktor lingkungan, serta psikososial (Mahan dan Stumps 2004). Menurut Berdanier et al. (2008), obesitas disebabkan karena genetik, lingkungan, dan faktor perilaku yang mempengaruhi diet dan aktivitas.

(21)

lemak viseral cukup mahal dan memakan waktu yang lama, direkomendasikan pengukuran tersebut dilakukan melalui lingkar pinggang. Pengukuran lingkar pinggang direkomendasikan untuk dilakukan saat mengukur obesitas anak secara menyeluruh (Berdanier et al. 2008). Adapun Fu et al. (2003) menyarankan penggunaan indikator untuk obesitas menggunakan indikator khusus populasi daripada indikator standar internasional. Salah satu contohnya mendefinisikan bahwa anak Singapura dikatakan obes jika persentase lemak tubuh diatas persentil 95 pada tiap usia dan jenis kelamin kelompok khusus sampel.

Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2, dan beberapa tipe kanker yang termasuk penyakit kronis. Hampir setengahnya dari peluang terkena berbagai penyakit tersebut dapat dicegah melalui pencegahan obesitas saat usia sebelum dewasa atau anak-anak. Hal ini penting dilakukan karena risiko obesitas meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat obesitas, lamanya menjadi obes, serta distribusi lemak dalam tubuh (Ross 2010). Hal ini juga dikarenakan obesitas dapat terjadi pada semua usia termasuk anak-anak. Menurut Thompson et al. (2007) bahwa anak-anak yang mengalami obesitas berisiko mengalami obesitas juga saat dewasa. Obesitas pada anak usia di atas 6 tahun memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami obesitas saat dewasa jika salah satu orangtuanya obesitas. Zaldivar et al. (2006) menemukan bahwa anak yang memiliki kelebihan berat badan menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel imun dan inflamasi sistemik ringan, sebuah mekanisme patogenetik yang mendasari komplikasi jangka panjang obesitas. Oleh karena itu penting untuk menghindar atau memperbaiki obesitas pada anak.

Obesitas pada anak dapat terjadi karena berbagai faktor baik secara biologis maupun faktor lingkungan. Stein et al. (2005) menyatakan bahwa kelebihan berat badan dapat terjadi pada anak yang mengalami gangguan pertumbuhan dan kurang gizi dalam kandungan dan awal-awal kehidupan. Brown et al. (2011) juga menjelaskan mengenai waktu kritis anak-anak dalam perkembangan obesitas yaitu pada saat kehamilan dan awal kehidupan, saat pengembalian IMT menjadi normal (usia 4-6 tahun) dan remaja.

Prediktor obesitas pada anak juga termasuk lingkungan rumah dan faktor sosial ekonomi. Parental obesity merupakan faktor yang turut mempengaruhi obesitas pada anak. Menurut Whitney et al. (2011) bahwa anak-anak dengan orangtua tidak obes memiliki peluang 10% lebih rendah tidak obesitas saat dewasa. Selain itu, remaja dengan kelebihan berat badan dan setidaknya satu orangtua obes memiliki peluang obes 80% pada saat dewasa. Penelitian yang dilakukan Heude et al. (2005) pada populasi sebanyak 124 keluarga secara kohort menunjukkan bahwa hubungan antara IMT dan berat ibu dengan berat anak saat lahir lebih tinggi dengan ibu daripada ayah. Adipositas ibu akan muncul pada adipositas anak di awal kehidupannya.

(22)

menyatakan bahwa berat lahir ≥4 kg, asupan makanan tinggi, IMT ibu >25, dan IMT ayah >25 merupakan faktor risiko signifikan obes pada anak prasekolah di Cina.

Weyermann et al. (2006) menyatakan bahwa pemberian ASI berhubungan negatif dengan kejadian kelebihan berat badan pada anak. Hasil penelitiannya menunjukkan pemberian ASI dalam waktu yang lama dapat mencegah overweight pada anak. Anak yang diberikan ASI minimal 6 bulan memiliki OR terkena overweight 0.4 dibandingkan anak yang diberikan ASI paling sedikit 3 bulan. Adapun berdasarkan waktu ASI eksklusif, anak yang diberi ASI eksklusif minimal 3 bulan memiliki OR overweight sebesar 0.8 daripada 6 bulan (0.4).

Chaput et al. (2006) menyatakan bahwa persentase overweight/obes pada laki-laki sebesar 20% dan perempuan 24%. Yoshinaga et al. (2004) menemukan prevalensi obesitas pada anak usia sekolah meningkat lebih tinggi secara signifikan pada laki-laki daripada perempuan. Tyrrell et al. (2001) yang melakukan penelitian pada anak sekolah di Auckland menunjukkan bahwa sebanyak 14.3% anak termasuk obes menurut IMT (lebih besar dari persentil 95). Tidak ada perbedaan klinis yang signifikan pada hubungan antara IMT dengan komposisi tubuh pada kelompok etnis yang berbeda. Hasilnya menunjukkan adanya variasi tingkat obesitas secara signifikan diantara etnis. Obesitas juga bervariasi signifikan menurut usia dengan tingkat tertinggi pada anak yang lebih tua. Selain itu, terdapat perbedaan persentase lemak tubuh yaitu persentase lemak tubuh lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki secara signifikan. Obesitas menurut persentase lemak tubuh disini diartikan jika persentase lemak tubuh >30%.

Pendidikan Gizi

Pendidikan gizi adalah pendidikan mengenai gizi yang meliputi makanan dan kandungannya yang dibutuhkan manusia (Brown et al. 2011). Menurut Contento (2011), pendidikan gizi diartikan sebagai kombinasi dari berbagai bentuk strategi pendidikan, yang didukung lingkungan, didesain untuk memfasilitasi pemilihan makanan dan perilaku gizi untuk kesehatan dan kesejahteraan yang disampaikan melalui beberapa cara dan melibatkan kegiatan pada tingkat individu, institusi, masyarakat, dan tingkat kebijakan. Masyarakat dan lingkungan yang berkaitan erat diantara keduanya harus saling mendukung.

Pendidikan gizi untuk anak-anak dapat dilakukan terutama pada usia sekolah karena pada usia ini anak-anak mempelajari gaya hidup sehat yang diterapkan dalam hidupnya. Sekolah dapat menyajikan lingkungan untuk pendidikan gizi dan perilaku gaya hidup sehat. Pendidikan gizi telah banyak diterapkan di sekolah-sekolah dengan fokus pada peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan perilaku anak dalam memilih dan menanggapi isu gizi dan makanan. Hal ini juga untuk mencegah dan menurunkan penyakit dalam rangka menjaga kesehatan (Brown et al. 2011).

(23)

untuk mengurangi risiko penyakit kronik dan obesitas serta untuk meningkatkan kesehatan.

Menurut Contento (2011), pendidikan gizi berperan penting saat ini dikarenakan faktor lingkungan yang menyediakan makanan tersedia luas, mudah dan lebih banyak yang densitas energinya tinggi serta aktivitas fisik rendah sehingga perlu upaya kognitif karena orang-orang sudah terbawa oleh gaya hidup modern. Perilaku anak-anak dalam belajar mengenai makanan tidak hanya dari pengalamannya langsung tetapi juga hasil pengamatan dari perilaku teman sebaya dan orang dewasa termasuk orangtuanya. Parenting practices atau praktik orangtua dalam mengenalkan makanan terhadap anak-anak dapat mendorong anak untuk mengonsumsi makanan sehat ataupun sebaliknya. Anak-anak yang diarahkan pada faktor internal seperti (rasa lapar dan kenyang) akan lebih memakan makanan dalam jumlah yang tepat daripada anak-anak yang diarahkan pada faktor eksternal seperti waktu makan atau jumlah makanan sisa di piring.

Kecenderungan perilaku anak-anak dalam mengonsumsi makanan tinggi lemak yang biasa dipasangkan dengan tinggi gula merupakan faktor biologis karena rasanya enak. Preferensi terhadap lemak muncul pada masa bayi atau usia anak-anak. Lemak menjadikan makanan yang berbeda memiliki terkstur yang berbeda seperti berbagai produk dari susu seperti es krim, kue, yang rasanya enak dapat meningkatkan palabilitas anak-anak. Makanan yang mengandung lemak lebih bervariasi, kaya rasa dan densitas energi yang tinggi serta lebih menarik (Brown et al. 2011).

Preferensi makanan berdampak langsung terhadap asupan anak-anak karena anak-anak cenderung mengonsumsi makanan yang mereka sukai dan menolak makanan jika rasa, bau, atau teksturnya tidak suka. Hubungan antara preferensi rasa dan pemilihan makanan terlihat pada perilaku anak-anak dan saat dewasa karena adanya pengalaman dan keyakinan dampak makanan terhadap kesehatan, penampilan, dan yang lainnya. Perilaku pemilihan makanan dapat dimodifikasi melalui pendidikan gizi yang dihubungkan dengan pengetahuan-pengetahuan terkait makanan. Perilaku seseorang dalam mengonsumsi makanan juga karena dipengaruhi oleh pengetahuannnya (Contento 2011).

Asupan makanan dipengaruhi oleh pendapatan melalui kemampuannya dalam membeli makanan. Pendapatan memiliki dampak marginal yang paling kuat terhadap perilaku diet yaitu pendapatan tinggi berdampak pada kualitas diet yang tinggi pula tetapi berpengaruh negatif pada gizi dan kesehatan tubuh. Hal ini dapat diatasi melalui pendidikan gizi yang efektif jika programnya fokus pada perilaku pemilihan makanan tertentu, perilaku terkait gizi, atau praktik diet komunitas yang mempengaruhi kesehatan daripada informasi gizi secara umum. Lingkungan makanan sekolah berdampak besar pada kualitas pemilihan makanan dan asupan anak-anak karena anak-anak makan dalam proporsi yang besar di sekolah. Ketersediaan uang mempengaruhi ketersediaan makanan. Kemakmuran yang meningkat beriringan dengan meningkatnya penyakit kronis karena berubahnya pola perilaku makanan ke arah modern (Webb 2008).

(24)

sedentary, dan meningkatkan aktivitas fisik (Singh et al. 2007). Burrows et al. (2008) menyatakan bahwa intervensi selama 6 bulan berhasil memperbaiki asupan makanan tetapi tidak signifikan diantara berbagai grup (intervensi dan kontrol). Wall et al. (2012) melakukan intervensi pendidikan gizi yang berhasil memperbaiki sikap, self efficacy, preferensi, dan pengetahuan mengenai sayur pada siswa kelas 4. Hasil yang sama juga ditunjukkan dalam penelitian Keihner et al. (2011) yaitu adanya perbaikan pengetahuan mengenai buah sayur dan aktivitas fisik setelah diberikan pendidikan gizi berupa kampanye di sekolah.

Menurut Webb (2008), prevalensi obesitas dapat dikurangi melalui peningkatan aktivitas fisik dan pengurangan asupan lemak. Perubahan perilaku untuk melakukan hal tersebut harus dilakukan melalui promosi gizi yang juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan gizi (mengedukasi). Gizi, penyiapan makanan dan semua bentuk pendidikan fisik harus diberikan pada kurikulum sekolah.

Semua bentuk penanganan obesitas pada anak harus difasilitasi serta didukung. Intervensi yang dilakukan harus melibatkan keluarga. Anak-anak obesitas yang akan menurunkan berat badannya memerlukan perhatian dari orangtua dan ahli kesehatan serta dorongan dari dalam dirinya. Semua lingkungan yang berada di sekelilingnya harus mendukung terutama peranan keluarga dalam memodifikasi kebiasaan makan dan meningkatkan aktivitas fisik (Stein et al. 2005). Program yang dilaksanakan juga harus berkelanjutan selama periode pertumbuhan (Mahan dan Stumps 2004).

Aktivitas Fisik

Menurut definisi WHO (2010), aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Secara sederhana, National Heart Foundation of Australia (2013) mengartikan aktivitas fisik sebagai kegiatan-kegiatan seperti berjalan, berkebun, olahraga, berdansa dan lain-lain. Aktivitas fisik dibedakan menjadi dua yaitu suatu kegiatan yang melibatkan otot rangka besar dan kegiatan yang melibatkan otot rangka kecil. Aktivitas fisik yang melibatkan otot rangka besar membutuhan energi lebih banyak dan memberikan manfaat yang lebih signifikan untuk kesehatan daripada aktivitas fisik dengan otot kecil seperti menggambar dan menulis. Aktivitas fisik juga dibedakan berdasarkan lama waktu, intensitas, dan frekuensinya menjadi 6 macam yaitu aerobik, anaerobik, gaya hidup, permainan aktivitas fisik, olahraga, dan weight-bearing.

Aktivitas fisik dapat diukur menggunakan kuesioner karena alatnya mudah dan tidak mahal. Pengukuran ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat aktivitas seseorang. Akan tetapi cara pengukuran menggunakan kuesioner memiliki kelemahan yaitu kondisi subjek pada saat diwawancara dapat menjawab overestimate atau cenderung meningkatkan tingkat aktivitas mereka sehingga tampak lebih aktif. Metode ini juga memiliki bias jika subjek lebih mengingat beberapa kegiatan dari yang lain sehingga terdapat kegiatan yang terlewat atau lamanya kegiatan yang tidak tepat (Miles 2007).

(25)

dikeluarkan dengan BMR (Basal Metabolic Rate) dan ditunjukkan melalui gaya hidupnya. Contohnya adalah seseorang yang melakukan aktivitas fisik ringan di tempat kerjanya dan tidak aktif dalam waktu luangnya maka memiliki PAL 1.4 (Miles 2007). WHO (2004) membagi tingkat aktivitas fisik (PAL) menjadi tiga yaitu ringan untuk nilai PAL 1.4-1.69, sedang untuk nilai PAL 1.7-1.99, dan berat untuk nilai PAL 2-2.4.

Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh. Aktivitas fisik minimal 30 menit dengan intensitas sedang setiap hari dapat memperbaiki kesehatan di segala usia. Aktivitas fisik sedang yang dilakukan secara teratur seperti berjalan kaki, bersepeda, atau berolahraga bermanfaat signifikan untuk kesehatan seperti mengurangi resiko penyakit jantung, diabetes, kanker usus besar, depresi, dan lain-lain. Aktivitas fisik juga bermanfaat untuk membantu mengontrol berat badan. Anak usia 5-17 tahun disarankan minimal beraktivitas fisik sedang selama 60 menit tiap hari serta aerobik dengan frekuensi minimal 3 kali/minggu untuk meningkatkan kekuatan otot dan tulang (WHO 2010).

Peningkatan aktivitas fisik sangat penting dalam program pengaturan berat badan anak. Aktivitas fisik berupa berlebihan dalam menonton TV atau duduk di depan komputer atau game screen (bermain game) harus dirubah menjadi aktivitas yang lebih banyak mengunakan energi untuk mencapai penurunan berat badan. Salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas fisik di tingkat komunitas seperti berbasis sekolah yaitu melalui peningkatan aktivitas di luar kelas seperti modifikasi permainan sehingga siswa menjadi lebih aktif bergerak. Peningkatan aktivitas fisik berbasis sekolah terbukti efektif dalam meningkatkan tingkat aktivitas fisik (Kahn et al. 2013).

Hasil penelitian Friedrich et al. (2012) yang melakukan intervensi aktivitas fisik dan digabungkan dengan pendidikan gizi lebih memiliki dampak positif terhadap penurunan IMT pada anak usia sekolah daripada intervensi masing-masing. Haerens (2006) juga menunjukkan adanya penurunan IMT dan z-skor IMT pada perempuan, tetapi tidak pada laki-laki, dalam intervensi aktivitas fisik dan makanan sehat yang didorong lingkungan terutama orangtua selama 2 tahun.

Fariasa et al. (2014) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa intervensi aktivitas fisik selama setahun pada anak usia 15-17 tahun berdampak positif pada penurunan persentase lemak tubuh (-5.58%) dan lingkar pinggang (-2.33 cm). Singhal et al. (2010) menyatakan bahwa intervensi gizi multikomponen dan pendidikan gaya hidup berhasil memperbaiki pengetahuan gizi, praktik gaya hidup dan kebiasaan makan, dan penurunan lingkar pinggang, diameter abdominal, waist hip ratio, dan glukosa darah puasa pada remaja India. Keberhasilan intervensi multikomponen (multi program) juga dibuktikan oleh Morano et al. (2013) yang berhasil memperbaiki IMT dan tingkat aktivitas fisik anak-anak obes setelah diberikan perlakuan berupa gaya hidup aktif dengan meningkatkan kompetensi gerak aktual.

(26)

Aktivitas fisik anak dengan jam tidur sebanyak 10.5-11.5 jam memiliki OR overweight dan obes sebesar 1.42 dan 3.45 untuk anak dengan jam tidur 8-10 jam setelah mempertimbangan faktor risiko usia, jenis kelamin, dan faktor risiko lainnya. Parental obesity, tingkat pendidikan orangtua yang rendah, total pendapatan keluarga yang rendah, waktu menonton TV yang lama, penggunaan video games atau komputer, tidak diberikan ASI dan aktivitas fisik rendah berhubungan signifikan dengan overweight dan obesitas pada anak. Hubungan negatif ditemukan antara durasi tidur dengan berat badan, IMT, dan lingkar pinggang pada laki-laki. Hubungan terbalik (inverse) juga ditemukan antara durasi tidur dengan risiko overweight dan obesitas pada anak (Chaput et al. 2006).

Konsumsi Pangan Sumber Serat

Konsumsi pangan diartikan sebagai pola pangan baik dalam bentuk jenis, jumlah, frekuensi, proporsi pangan yang dikonsumsi atau susunan/komposisi pangan. Konsumsi pangan merupakan salah satu komponen kebiasaan makan. Selain konsumsi pangan, tiga komponen kebiasaan makan lainnya yaitu preferensi terhadap pangan, ideologi atau pengetahuan terhadap pangan, dan sosiobudaya pangan.

Pangan sumber serat merupakan bahan pangan yang mengandung serat minimal 3g/100 g (BPOM 2011). Pangan sumber serat dapat berasal dari berbagai golongan bahan makanan terutama serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Pangan sumber serat dari jenis buah-buahan diantaranya yaitu kedondong, sawo, sirsak, jambu biji, mangga indramayu, pisang, jambu air , mangga gedong, kelengkeng, dan mangga harum manis.

Serat merupakan rantai molekul gula yang bercabang yang menjadi stuktur tanaman. Serat tidak dapat dicerna manusia karena tidak memiliki enzim pemecahnya. Serat secara umum seperti spons yang berfungsi menyerap air ketika bergerak melalui saluran pencernaan sehingga menjadikan tinja lunak dan mudah bagi usus untuk mengeluarkannya dari tubuh. Serat pangan terdiri dari dua macam yaitu larut dan tidak larut. Serat larut terdapat pada gandum, jeruk, apel, kacang-kacangan. Serat larut menyerap air lebih banyak dan membantu melembutan tinja. Serat larut juga dapat mengurangi kolesterol dan gula darah, yang merupakan faktor penting dalam mencegah dan mengobat penyakit jantung dan diabetes. Adapun serat tidak larut ditemukan pada biji-bijian dan tepung biji-bijian, dedak gandum, dan sayuran. Serat ini tidak banyak menyerap air tetapi memudahkan tinja untuk keluar. Serat ini dapat mengurangi konstipasi, wasir, dan penyakit diverticular (Colorado WIC Program 2011).

Serat banyak dikaitkan dengan masalah usus seperti konstipasi, penyakit diverticular, appendicitis, hemoroid, dan kanker kolon serta rektum. Diet tinggi serat dapat menjaga dari kanker usus dan penyakit usus lainnya. Kelompok vegetarian dan populasi diet rendah daging dan lemak serta tinggi sayur memiliki angka kanker usus yang rendah (Webb 2008).

(27)

jantung dan stroke melalui penurunan tekanan darah, memperbaiki lemak darah dan mengurangi inflamasi. Makanan tinggi serat larut (oat bran, barley, dan kacang-kacangan) dapat menurunkan kolesterol darah melalui pengikatan kolesterol dan dibawa bersama feses. Selain itu, serat juga mengurangi risiko penyakit diabetes tipe 2. Serat larut membantu mengatur glukosa darah.

Makanan tinggi serat dan rendah lemak banyak dianjurkan untuk mengatur berat badan. Serat menyerap air dari saluran pencernaan dan membuat rasa kenyang sehingga menurunkan asupan makanan dan menunda lapar. Serat pangan sangat penting untuk anak dan berperan signifikan untuk kesehatan sekarang dan masa mendatang. Beberapa manfaat tersebut yaitu memperlancar fungsi pencernaan, pencegahan dan penanganan obesitas, menyeimbangkan nilai gluksoa darah dan lemak normal dan tekanan darah, mengurangi risiko penyakit kronis di masa mendatang seperti kanker dan diabetes tipe (Anderson et al. 2009). Sebuah penelitian pada remaja overweight menunjukkan bahwa pengurangan konsumsi serat 3 g/kkal/hari selama setahun berhubungan dengan peningkatan sebesar 21% abdominal obesity dibandingan dengan yang asupan seratnya tidak dikurangi.

Hasil penelitian Du et al. (2010) bahwa konsumsi 10 g total serat/hari dapat mengurangi berat badan sebesar 39 g/tahun dan lingkar pinggang sebesar 0.08 cm/tahun. Asupan serat 10 g/hari dari sereal berhubungan dengan pengurangan berat badan sebanyak 77 g/tahun dan lingkar pinggang sebanyak 0.10 cm/tahun. Asupan serat buah dan sayur tidak berhubungan signifikan dengan perubahan berat badan tetapi memiliki hubungan yang sama dengan perubahan lingkar pinggang ketika dibandingkan dengan asupan dari total serat dan serat sereal. Adapun Brauchla et al. (2012) menyatakan bahwa risiko obes menurun 17% pada anak dengan densitas asupan serat pada tertile medium (tengah) dibandingkan dengan tertile terbawah (OR=0.83, P= 0.043) dan 21% antara tertile tertinggi dengan terendah (OR=0.79, P = 0.031). Terdapat dampak protektif dari densitas asupan serat tertile tengah (medium) pada metabolisme glukosa. Hasilnya juga menunjukan bahwa diet anak dengan serat tinggi berdampak positif.

Rendahnya konsumsi serat pada anak-anak telah banyak diteliti dan hasil pada anak-anak di Indonesia menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah masih rendah dan jenis buah yang paling banyak dikonsumsi anak adalah pisang, jeruk, papaya, apel, dan semangka, serta sayurannya adalah sayur bayam, sayur sop, sayur kangkung, sayur daun singkong, dan sayur asam (Nurhayati 2013). Hasil analisis Storey dan Anderson (2014) bahwa rata-rata asupan serat pangan (dietary fiber) anak-anak masih jauh dari yang dianjurkan yaitu kurang dari 14 g/hari. Reicks et al. (2014) menyatakan bahwa hanya sebagian kecil anak (2.9%) yang mengonsumsi whole grain dalam jumlah tinggi (minimal 3 oz eq/hari). Sebagian besar makanan whole grain yang dikonsumsi anak-anak adalah roti, sereal, dan oatmeal. Kontribusi terbesar asupan serat berasal dari grain (biji-bijian) yaitu sebesar 17.8%. Selanjutnya buah-buahan dan sayuran masing-masing sebesar 14.9% dan 13.7% dengan rata-rata 2 g dan 1.9 g.

(28)

Hal ini juga dinyatakan oleh Storey dan Anderson (2014) bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan asupan serat, keluarga dengan pendapatan rendah dan sosial ekonomi rendah mengonsumsi lebih rendah serat.

Berbagai cara untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur telah banyak dilakukan dan berdasarkan analisis Rekhy dan McConchie (2014) bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kegiatan promosi buah dan sayur yaitu perubahan perilaku, penentuan tujuan, pesan yang jelas, kerangka pelaksanaan, sikap proaktif keluarga sasaran, dan kondisi sosial ekonomi. Ohly et al. (2013) menyatakan bahwa keterlibatan orangtua juga berhubungan kuat dengan konsumsi buah dan sayur (baik jumlah maupun keberagaman) pada anak-anak, tetapi tidak berhubungan dengan konsumsi minuman manis dan snacks.

Clemens et al. (2012) menganjurkan peningkatan asupan serat dengan fokus pada peningkatan konsumsi buah, sayur, dan whole grains. Cara-cara untuk meningkatkan asupan serat seperti dari konsumsi buah dan sayur telah banyak dilakukan salah satunya melalui promosi atau pendidikan gizi. Sandvik et al. (2005) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa secara keseluruhan anak memiliki sikap positif terhadap asupan buah dan sayur setelah diberikan intervensi pendidikan gizi. Anak-anak lebih bersikap positif terhadap buah daripada sayur, dan perempuan rata-rata lebih positif daripada laki-laki. Lingkungan sosial merupakan dukungan pada asupan buah dan sayur. Selain itu, ketersediaan sayur dan buah di sekolah selama waktu luang yanglebih rendah dibandingkan di rumah memerlukan perhatian untuk meningkatkan penyediaannya. Peningkatan konsumsi buah pada anak lebih efektif dilakukan melalui pendidikan gizi oleh guru mereka yang ditunjukkan oleh kelompok intervensi secara signifikan memiliki asupan buah lebih tinggi daripada kelompok kontrol (Perikkou et al. 2013). Berikut terlampir pada Tabel 1 beberapa literatur terkait intervensi pendidikan gizi, konsumsi pangan sumber serat terutama buah-buahan, dan aktivitas fisik, yang dihubungkan dengan status gizi pada anak-anak.

Tabel 1 Hasil penelitian yang terkait dengan intervensi pendidikan gizi, buah-buahan, dan aktivitas fisik

Peneliti Bentuk intervensi dan hasil studi Anam et al.

(2010)

Intervensi konseling pada anak (1x/2 minggu) dan orangtua (1x) serta aktivitas fisik (3x45 menit) selama 8 minggu berhasil menurunkan IMT signifikan sebesar 0.6 kg/m2 dan lemak tubuh sebesar 1.2%.

Brauchla et al. (2013)

Intervensi pemberian snack tinggi serat 2 buah/hari (kandungan serat 10-12g) selama 8 minggu berhasil meningkatkan asupan serat 2.5g/hari atau mengalami peningkatan sebanyak 21%.

Jansen et al. (2010)

Intervensi pendidikan gizi buah-buahan pada anak-anak yang disertai dengan penyicipan buah secara langsung berdampak lebih baik daripada hanya pendidikan gizi saja.

Kerstin dan Schroder (2010)

Intervensi buah-buahan selama 3 bulan tidak berhasil meningkatkan konsumsi buah secara signifikan serta konsumsi buah subjek berhubungan negatif secara signifikan dengan IMT.

Bayer et al. (2009)

(29)

Tabel 1 Hasil penelitian yang terkait dengan intervensi pendidikan gizi, buah-buahan, dan aktivitas fisik (lanjutan)

Peneliti Bentuk intervensi dan hasil studi Bogart et al.

(2014)

Intervensi pendidikan gizi dan olahraga (Students for Nutrition and eXercise) yang digabungkan dengan perubahan lingkungan dan ajakan untuk mengonsumsi makanan sehat di kafe selama 5 minggu berhasil meningkatkan jumlah buah yang dikonsumsi sebanyak 15.3%, penjualan

snack menurun sebesar 11.9%, konsumsi air minum meningkat, dan pengetahuan gizi meningkat signifikan.

Burrows et al. (2008)

Hunter Illawarra Kids Challenge Using Parent Support (HIKCUPS) berhasil meningkatkan asupan energi dari kelompok makanan utama kecuali buah dan menurunkan asupan energi dari minuman manis.

Fariasa et al.

Intervensi pendidikan gizi yang terdiri dari pembelajaran interaktif, fokus pada pemilihan makanan sehat, modifikasi gaya hidup, dan perhitungan kalori selama 4 bulan dapat menurunkan IMT sebesar 0.53 kg/m2 dan memperbaiki sikap terhadap kebiasaan konsumsi makanan sehat.

Klipping et al. (2010)

Intervensi pendidikan gizi berisi mengenai bagaimana cara makan yang sehat, meningkatkan aktivitas fisik, dan mengurangi menonton TV yang diseting di sekolah dengan bantuan guru, selama 5 bulan, berhasil meningkatkan jumah siswa yang mengonsumsi buah dan sayur sebesar 8.5%, serta menurunkan jumlah siswa yang mengonsumsi snack.

Klein et al. (2010)

Intervensi pendidikan gizi mengenai gaya hidup sehat, aktivitas fisik, dan manajemen stres selama 5 bulan berhasil menurunkan IMT sebesar 0.1 kg/m2.

Panunzioa et al. (2007)

Intervensi pendidikan gizi oleh guru mengenai konsumsi buah dan sayur selama 36 minggu berhasil meningkatkan jumlah subjek yang mengonsumsi buah, sayur, dan kacang-kacangan masing-masing sebanyak 107, 132, dan 73 anak.

Reihner et al. (2010)

Intervensi ―Obeldicks light‖ berisi intervensi aktivitas fisik, pendidikan

gizi, dan konseling perilaku selama 6 bulan berhasil menurunkan IMT sebesar 0.9 kg/m2, menurunkan lingkar pinggang sebesar 0.26 cm, persentase lemak tubuh sebesar 6, asupan energi menurun 279 kkal/hari, asupan lemak menurun sebesar 3%, dan asupan gula menurun sebesar 4%.

Singhal et al. (2010)

(30)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Intervensi pendidikan gizi yang dilakukan melalui teknik ceramah, diskusi, ataupun permainan dapat berdampak pada peningkatan pengetahuan gizi subjek. Pengetahuan gizi akan mempengaruhi pemilihan makanan dan perilaku terkait gizi sehingga berperan dalam aspek konsumsi yang mempengaruhi kejadian obesitas. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Akan tetapi, intervensi pendidikan gizi tersebut perlu ditambahkan dengan pemberian komponen lainnya agar berdampak lebih baik terutama dalam penanganan obesitas. Hal ini dikarenakan obesitas merupakan masalah kesehatan multifaktor yang tidak hanya disebabkan oleh pengetahuan gizi, tetapi juga aspek konsumsi dan aktivitas fisik.

Pola konsumsi yang berpengaruh terhadap obesitas yaitu konsumsi makanan yang mengandung serat. Menurut Jhonson (2008), asupan serat berhubungan signifikan dengan obesitas pada anak. Berbagai penelitian dilakukan mengenai sumber serat berupa buah dan sayur dengan obesitas pada anak. Orang-orang yang banyak mengonsumsi buah dan sayur memiliki risiko terkena obesitas yang lebih rendah dan sebaliknya (CDC 2011). WHO (2012) menganjurkan peningkatan buah dan sayur pada anak dalam rangka perbaikan angka obesitas. Serat yang terkandung pada bahan pangan seperti buah dan sayur mampu mengikat air membentuk volume gel yang besar dengan densitas energi yang rendah sehingga akan menurunkan konsumsi energi dan menurunkan nafsu makan dan membantu dalam penurunan berat badan (Wanders et al. 2011).

Obesitas pada anak juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik (Mahan dan dan Escott-Stump 2004, Danielzik et al. 2004, Chaput et al. 2006, Berdanier 2008). Anak yang menghabiskan waktu dengan aktivitas rendah seperti menonton TV dan bermain games berlebihan berhubungan dengan kelebihan berat badan daripada anak yang aktif (Gable et al. 2007, Barr-Anderson et al. 2008). Anak yang memiliki tingkat aktivitas rendah akan memiliki pengeluaran energi yang rendah sehingga terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan yang keluar dan hal ini menyebabkan terjadinya obesitas.

Faktor lain yang mempengaruhi obesitas yaitu berat badan lahir, riwayat pemberian ASI eksklusif, status gizi orang tua (IMT ayah dan ibu), serta efisiensi metabolisme individu. Menurut Stein et al. (2005), anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berpeluang lebih besar mengalami obesitas pada kehidupan selanjutnya. Weyermann et al. (2006) menyatakan bahwa anak yang diberikan ASI eksklusif 6 bulan memiliki OR kelebihan berat badan lebih kecil (0.4) daripada 3 bulan (0.8). Obesitas juga dipengaruhi oleh efisiensi metabolisme individu (Mahan dan Escott-Stump 2004). Penelitian yang dilakukan Heude et al. (2005) menunjukkan bahwa IMT ibu berhubungan dengan berat badan lahir anak daripada IMT ayah. Menurut Whitney et al. (2011), anak-anak dengan ayah dan ibu tidak obes memiliki peluang lebih rendah 10% terkena obes saat dewasa.

(31)

adanya peningkatan prevalensi kegemukan seiring dengan meningkatnya pendidikan kepala keluarga dan keadaan ekonomi rumahtangga. Selain itu, konsumsi pangan anak juga dipengaruhi oleh strategi pengasuhan, alergi makanan, dan budaya lingkungan (ketersediaan, sosial budaya dan kebijakan, situasi ekonomi, dan informasi) (Contento 2011).

Penelitian ini akan menganalisis pengaruh pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik pada intervensi pendidikan gizi terhadap berat badan dan IMT siswa obes. Kerangka penelitiannya disajikan pada Gambar 1.

Keterangan:

: Variabel utama yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran mengenai pengaruh intervensi pendidikan gizi dengan penambahan pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik Pendidikan orangtua

Pola konsumsi pangan sumber serat (buah)

Asupan serat IMT ayah dan ibu

Penyebab obesitas

Riwayat pemberian ASI eksklusif

Berat badan lahir

Karakteristik subjek

Efisiensi metabolisme

Aktivitas fisik

Pengetahuan gizi

Intervensi pendidikan gizi dengan penambahan pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik

Status gizi

Pola konsumsi (serat), aktivitas fisik

IMT/U

(32)

4

METODE

Desain, Waktu, dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan desain kuasi eksperimental pada bulan Agustus sampai November 2014. Menurut Ary et al. (2009), desain kuasi eksperimental adalah desain penelitian yang tidak melakukan pengacakan pada responden secara individu. Pemberian intervensi dilaksanakan selama 5 minggu (Bogart et al. 2014). Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Lintas Fakultas Madanijah et al. (2014) dengan judul ―Intervensi Pangan Sumber Serat dan Pendidikan Gizi pada Anak Gizi Lebih di Kota Bogor‖. Pelaksanaan penelitian ini telah mendapatkan perizinan secara ethical clereance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan RSUP dr Kariadi Semarang dengan No.645/EC/FK-RSDK/2014 seperti terlihat pada Lampiran 1

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) di Kota Bogor. Pemilihan Kota Bogor dikarenakan proporsi gizi lebih di Kota Bogor cukup besar yaitu 18.79% (Smadanijah et al. 2013). Data Kemenkes (2007) juga menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak usia 6-12 tahun di Bogor pada anak laki-laki dan perempuan berturut-turut sebesar 15.4% dan 8.6%. Penentuan SDIT dilakukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa kondisi sosial ekonomi di sekolah tersebut menengah ke atas sehingga jumlah siswa yang mengalami obesitas cukup tinggi serta berdasarkan kemudahan akses ke sekolah tersebut. Sekolah yang dipilih menjadi lokasi penelitian yaitu SDIT Bina Insani, SDIT At Taufiq, SDIT Ummul Quro, SDIT Birrulwalidain, SDIT Insan Kamil, dan SDIT Aliya. Survei dilakukan pada keenam sekolah tersebut dan terpilih 3 sekolah yangmemiliki jumlah minimal sampel yang diperlukan dan memenuhi kriteria inklusi yaitu SDIT Aliya, SDIT Ummul Quro, dan SDIT Insan Kamil.

Subjek dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan sekolahnya. Semua kelompok diberikan pre-test dan post-test. Penentuan perlakuan pada tiap kelompok dilakukan secara acak dengan rincian perlakuan A berupa intervensi pendidikan gizi dan aktivitas fisik (PG+AF), perlakuan B berupa pendidikan gizi dan buah-buahan (PG+B) serta perlakuan C berupa pendidikan gizi, aktivitas fisik, dan buah-buahan (PG+AF+B).

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Subjek pada penelitian ini adalah siswa SDIT kelas 5 dan 6 berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kelas 5 dan 6 dipilih sebagai subjek penelitian karena menurut Santrock (2007) bahwa anak pada rentang usia 7-12 tahun atau usia sekolah dasar berada pada tahap concrete operational yaitu anak mampu berpikir secara logika, mengklasifikasikan objek sesuai jenisnya, menyusun sesuatu, memahami maksud orang lain, dan mampu menyimpulkan. Pemilihan subjek pada tahap anak-anak dikarenakan prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar masih cukup tinggi yaitu 10.8% (Balitbangkes 2013).

(33)

serta memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi subjek adalah status gizi obesitas (Z-score>+2), tidak menderita penyakit yang dapat mengganggu berjalannya penelitian, tidak sedang ikut kegiatan yang serupa, tidak mengonsumsi suplemen atau obat untuk menurunkan berat badan, dan tidak sedang menjalani diet pengurusan berat badan.

Perhitungan subjek menggunakan rumus Sastroasmoro dan Ismael (2008) dengan α 5% (Zα=1.960), β 80% (Zβ=0.842), standar deviasi (Sd) IMT berdasarkan penelitian Schaefer et al. (2011) sebesar 0.34 dan selisih rata-rata (∆) IMT yang diinginkan yaitu 0.27 sehingga perhitungan subjek adalah sebagai berikut.

n>2 Sd2 (Z+Z)2 ∆2

n>2 (0.34)2 (1.960+0.842)2 0.272

n>2 Sd2 (Z+Z)2 ∆2 n> 25

Berdasarkan perhitungan tersebut, jumlah minimum subjek adalah 25, kemudian untuk mengantisipasi kemungkinan adanya drop out, maka subjek ditambahkan agar besar subjek minimal tetap terpenuhi. Pehitungan pertambahan antisipasi drop out menggunakan rumus Sastroasmoro dan Ismael (2008) dengan besar subjek (n) 25, perkiraan proporsi drop out (f) sebesar 15% (Yuliana 2007), maka perhitungan subjek adalah sebagai berikut.

n’ =n (1-f) n’ =25 (1-0.15) n’ = 30

Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah subjek yang direkrut dalam penelitian ini adalah 30 siswa setiap kelompok perlakuan. Jumlah ini telah memenuhi syarat untuk dapat mewakili populasi menurut Dick dan Carey (2001).

Pelaksanaan Intervensi

(34)

Pada penelitian ini dilakukan intervensi pendidikan gizi yang disertai dengan penambahan pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik. Intervensi pendidikan gizi dilakukan selama 30 menit setiap seminggu sekali. Materi yang diberikan meliputi 1) pentingnya gizi untuk kesehatan dan prestasi; 2) pentingnya konsumsi buah dan sayur; 3) pentingnya sarapan; 4) pedoman gizi seimbang; dan 5) cemilan, serta setiap minggunya menekankan pada konsumsi buah dan sayur. Pendidikan gizi disampaikan oleh tim peneliti dalam bentuk ceramah dan diskusi dengan menggunakan alat bantu berupa poster, video, dan power point. Keberhasilan pendidikan gizi diukur menggunakan kuesioner dengan memberikan soal yang sama sebanyak 10 pada saat pre dan post intervensi.

Pemberian buah-buahan didasarkan pada penelitian Schroder (2010) bahwa asupan buah-buahan berhubungan signifikan dengan penurunan berat badan dan IMT (r=-0.27 sampai dengan -0.44) dibandingkan dengan sayuran setelah dikontrol dengan usia, jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, dan konsumsi zat gizi makro. Pemberian buah-buahan pada penelitian ini dilaksanakan setiap hari sekolah yaitu 5 kali/minggu dengan banyaknya setiap kali pemberian yaitu 1-2 porsi buah. Banyaknya porsi pemberian didasarkan pada kebiasaan konsumsi buah subjek yaitu 1-2 porsi/hari sehingga perlu penambahan untuk memenuhi anjuran sesuai PGS. Adapun jenis buah-buahan yang diberikan didasarkan pada jenis buah-buahan yang sering dikonsumsi subjek yang diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner FFQ (Food Frequency Questionnare) selama 2 minggu yang lalu yaitu semangka, jeruk, apel, mangga, melon, pisang, jambu, dan pir. Berdasarkan jenis buah-buahan tersebut, kandungan serat yang diberikan berkisar antara 1.5-6.62 g dan dapat memenuhi 5.17-23.64% AKS (Angka Kecukupan Serat).

Pemberian kegiatan aktivitas fisik dilaksanakan selama 30 menit setiap 3 kali/minggu. Kegiatan aktivitas fisik dilakukan di sekolah dalam bentuk permainan seperti permainan sepak bola, handball, aerobik, skipping, permainan tradisional ―galah‖, dan lain-lain. Kegiatan ini diberikan oleh guru olahraga dan tim peneliti yang terlatih. Media yang digunakan berupa alat-alat olahraga, video, dan instruktur. Pengambilan data endline dilakukan menggunakan kuesioner dan pengukuran langsung pada minggu pertama setelah selesai dilakukan intervensi.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(35)

Tabel 2 Jenis dan cara pengambilan data

5 Aktivitas fisik 1. Kebiasaan aktivitas fisik 2. Tingkat aktivitas fisik

Data yang didapatkan dari lapangan diolah melalui beberapa tahapan yaitu pembuatan kode untuk entri data, entri data, dan cleaning data menggunakan Microsoft Office Excel 2010. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis deskriptif dan analisis inferensia menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for windows versi 17. Semua variabel data yang didapatkan dikategorikan untuk memudahkan penyajian data dan membaca data. Pengkategorian berbagai variabel dalam penelitian diuraikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Variabel dan kategori penyajian data

No Variabel Kategori

1 Pendidikan orang tua 1. Tidak sekolah

2. Tamat SD atau sederajat 3. Tamat SMP atau sederajat 4. Tamat SMA atau sederajat 5. Tamat PT

(36)

Tabel 3 Variabel dan kategori penyajian data (lanjutan)

No Variabel Kategori

2 Status gizi orang tua (IMT) 1. Kurus (IMT<18.5)

2. Normal (IMT≥18.5-<24.9) 3. BB lebih (IMT≥25.0-<27.0) 4. Obesitas (IMT≥27.0) (Balitbangkes 2013)

3 Usia 1. 5-12 tahun

2. 13-15 tahun (Balitbangkes 2013)

4 Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

5 Berat badan lahir 1. < 2500 g

2. 2500-3999 g 3. ≥4000 g

(Balitbangkes 2013) 6 Riwayat pemberian ASI Ekslusif 1. 0-6 bulan hanya ASI

2. 0-6 bulan ASI+MPASI (Balitbangkes 2013)

7 Jenis konsumsi buah 1. Jarang (tidak pernah-3x/minggu) 2. Sering (≥4x/minggu)

(Willers et al. 2008) 8 Preferensi penyajian buah 1. Utuh

2. Jus 3. Salad 4. Sop buah

(Bourdeaudhuij et al. 2008) 9 Frekuensi konsumsi buah 1. Cukup (2-3 porsi/hari)

2. Kurang (1-2 porsi/hari 3. Sangat kurang (≤1 porsi/hari) (PGS, YIDI)

10 Tingkat aktivitas fisik 1. Ringan (1.40-1.69) 2. Sedang (1.70-1.99) 3. Berat (2.00-2.40) (FAO 2010)

11 Pengetahuan gizi 1. Kurang (<60%)

2. Sedang (60-80%) 3. Baik (>80%)

(Khomsan 2000)

12 IMT/U 1. Sangat kurus (Z-score<-3)

2. Kurus (Z-score≥-3 s/d<-2) 3. Normal (Z-score≥-2 s/d≤1) 4. Gemuk (Z-score >+1 s/d ≤+2) 5. Obesitas(Z-score >+2) (Balitbangkes 2013)

Gambar

Tabel 1  Hasil penelitian yang terkait dengan intervensi pendidikan gizi, buah-buahan, dan aktivitas fisik (lanjutan)
Gambar 1 Kerangka pemikiran mengenai pengaruh intervensi pendidikan gizi
Tabel 2 Jenis dan cara pengambilan data
Tabel 3 Variabel dan kategori penyajian data (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini digunakan Semen PPC ( Portland Pozzolan Cement ) dimana Semen PPC adalah semen hidrolisis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen

Setelah diperoleh estimator EBLUP pengeluaran rumah tangga per kapita, kemudian dicari Mean Squared Error (MSE) nya dan dibandingkan dengan MSE dari hasil estimasi

Penulis melakukan observasi untuk mendapatkan informasi terkait dengan proses penyampaian laporan keuangan beserta data perpajakan khususnya Pajak Pertambahan Nilai dari Kantor

Termasuk dalam golongan ini adalah instalasi mesin bor yang menggunakan sistem putar \rotary) yang mampu mengebor sumur berdiameter 8 (delapan) inii atau lebih dengan

 Guru membagi kelompok peserta didik ke dalam kelompok belajar yang heterogen dengan masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang dan membagikan LKS (Lampiran 2)

Aplikasi Pupuk Bokashi dan NPK Organik pada Tanah Ultisol untuk Tanaman Padi Sawah Dengan Sistem

Sampel pembuatan batako ringan dibuat dengan perbandingan volume semen: LPE=2:2 selanjutnya campuran tersebut di variasikan dengan eceng gondok pada komposisi seperti pada

Di dalam metode path finding yang lain, pergerakan agen hanya memperhitungkan jarak, arah dan adanya halangan saja serta koordinat target yang sudah diketahui, disaat agen