• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyamakan Khrom Kulit Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) Dikombinasi dengan Ekstrak Biji Pinang terhadap Karakteristik Fisik Kulit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyamakan Khrom Kulit Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) Dikombinasi dengan Ekstrak Biji Pinang terhadap Karakteristik Fisik Kulit"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAMAKAN KHROM KULIT IKAN KAKAP PUTIH

(

Lates calcalifer

) DIKOMBINASI DENGAN EKSTRAK BIJI

PINANG TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KULIT

ADE KOMALASARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penyamakan Khrom

Kulit Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) Dikombinasi dengan Ekstrak Biji

Pinang terhadap Karakteristik Fisik Kulit” adalah benar karya saya dengan arahan

dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Ade Komalasari

(4)

ABSTRAK

ADE KOMALASARI. Penyamakan Khrom Kulit Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) Dikombinasi dengan Ekstrak Biji Pinang terhadap Karakteristik

Fisik Kulit. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan ELLA SALAMAH.

Penyamakan adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit samak yang stabil, tidak mudah membusuk, dan cocok untuk beragam kegunaan. Penggunaan bahan penyamak nabati dalam proses penyamakan kulit belum banyak dilakukan. Bahan nabati yang digunakan dapat berasal dari buah pinang. Tanaman ini mengandung tanin yang merupakan substansi utama pada proses penyamakan kulit. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak biji pinang terhadap mutu fisik kulit kakap tersamak. Biji pinang diekstrak menggunakan etanol untuk mendapatkan tanin sebagai bahan penyamak. Penambahan ekstrak biji pinang mempengaruhi sifat fisik kulit. Sifat fisik yang dipengaruhi antara lain ketebalan, kemuluran, kekuatan sobek, serta kekuatan jahit. Konsentrasi 10% memberikan pengaruh yang paling baik untuk keempat sifat fisik yang dianalisis.

Kata kunci: bahan nabati, biji pinang, penyamakan, tanin

ABSTRACT

ADE KOMALASARI. Chrome Tanning Leather of Giant Sea Perch (Lates calcalifer) Combined with Seed Extract Areca Nut on the Physical

Characteristics. Supervised by BUSTAMI IBRAHIM and ELLA SALAMAH.

Leather tanning is a process of converting of skin or hide protein into leather with adequate strength properties, resistance to various biological and physical agents, and capable of being used for a wide range of purposes. The use of vegetable tanning process leather tanning hasn't been much done. Vegetable materials used are derived from areca nut. This plant contains tannins which are the main substances in the process of leather tanning. The purpose of this research is to know the influence of the use of areca seed extract against physical quality Giant sea perch. Areca seed extracted using ethanol to get tanner tannins as an ingredient. The addition of areca seed extract affects physical properties of the skin. The physical properties are influenced, among others, thickness, elongation, tear strength, and sewing strength. Concentration of 10% gives the best effect for the four physical properties are analyzed.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PENYAMAKAN KHROM KULIT IKAN KAKAP PUTIH

(

Lates calcalifer

) DIKOMBINASI DENGAN EKSTRAK BIJI

PINANG TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KULIT

ADE KOMALASARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Penyamakan Khrom Kulit Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer)

Dikombinasi dengan Ekstrak Biji Pinang terhadap

Karakteristik Fisik Kulit

Nama : Ade Komalasari

NIM : C34100044

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Bustami, MSc Pembimbing I

Dra Ella Salamah, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah

pemanfaatan hasil samping perikanan, dengan judul “Penyamakan Khrom Kulit

Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) Dikombinasi dengan Ekstrak Biji Pinang

terhadap Karakteristik Fisik Kulit”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan selama penelitian ini:

1 Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc dan Dra Ella Salamah, MSi selaku dosen

pembimbing atas segala saran, arahan, perbaikan, motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan.

2 Ir Heru Sumaryanto, MSi selaku dosen penguji atas segala saran, arahan,

perbaikan, motivasi dan semua ilmu yang telah diberikan.

3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

4 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Departemen

Teknologi Hasil Perairan.

5 Nurul Hak, BSc selaku pembimbing lapangan atas segala bantuan, tenaga,

pikiran, dan semua ilmu yang telah diberikan.

6 Ayahanda dan Ibunda tercinta atas segala doa dan apapun yang telah

diberikan kepada penulis yang tak terhitung banyaknya.

7 Kakak serta keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan penulis

sampai saat ini.

8 Teman-teman THP 47 yang selalu memberikan bantuan tenaga, pikiran,

motivasi dan doa untuk membantu penulis dari penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

(11)

DAFTAR ISI

Kekuatan regang (kemuluran) (BSN 1990a) ... 7

Kekuatan sobek (BSN 1990b)... 8

Kekuatan jahit (BSN 1989) ... 8

Analisis statistik ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Kadar Tanin Ekstrak Biji Pinang ... 9

Karakteristik Fisik Kulit Ikan Kakap Putih Tersamak ... 10

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir proses penyamakan kulit ikan kakap putih ... 5

2 Ekstrak biji pinang ... ... 10

3 Karakteristik kulit ikan kakap tersamak ... 11

4 Grafik batang ketebalan kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)... 12

5 Grafik batang ketebalan kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)... 12

6 Grafik batang kekuatan tarik kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)... 13

7 Grafik batang kekuatan tarik kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)... 14

8 Grafik batang kemuluran kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)... 14

9 Grafik batang kemuluran kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)... 15

10 Grafik batang kekuatan sobek kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)...16

11 Grafik batang kekuatan sobek kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)... 17

12 Grafik batang kekuatan jahit kulit kakap tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)... 18

13 Grafik batang kekuatan jahit kulit kakap tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)... 18

DAFTAR LAMPIRAN

6 Analisis ragam ketebalan secara membujur... ... 27

7 Analisis ragam ketebalan secara melintang... ... 28

8 Analisis ragam kekuatan tarik secara membujur... ... 28

9 Analisis ragam kekuatan tarik secara melintang ... 28

10 Analisis ragam kekuatan regang secara membujur... ... 28

11 Analisis ragam kekuatan regang secara melintang ... 29

12 Analisis ragam kekuatan sobek secara membujur... 29

13 Analisis ragam kekuatan sobek secara melintang... ... 29

14 Analisis ragam kekuatan jahit secara membujur... ... 29

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki industri penyamakan kulit yang sudah berkembang pesat, terutama penyamakan yang menggunakan kulit yang berasal dari hewan darat seperti kerbau, sapi, kambing dan domba. Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan ekspor produk kulit hewan darat Indonesia antara tahun 2006 mencapai 1,4 miliar dolar AS, yang kemudian meningkat pada tahun 2008 menjadi 1,7 miliar dolar AS. Namun, pada tahun 2009 nilai ekspor Indonesia menurun menjadi 1,5 miliar dolar AS, yang kemudian meningkat tajam menjadi 2,0 miliar dolar AS pada tahun 2010 (BPS 2012). Industri pengolahan nonmigas menurut Direktorat Basis Industri Manufaktur (Dirjen BIM) telah memberikan kontribusi sebesar 23,84% pada tahun 2012 terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan ditopang oleh industri tekstil, kulit, serta alas kaki sekitar 2,1%. Nilai ekspor industri alas kaki dan penyamakan kulit mencapai 3,5 miliar dolar AS pada tahun 2012 (Kemenperin 2013).

Keterbatasan bahan baku kulit hewan darat di Indonesia, mendorong industri untuk mencari alternatif lain dengan memanfaatkan kulit ikan sebagai bahan baku penyamakan untuk mengurangi impor kulit hewan darat. Kulit ikan sebagai bahan baku penyamakan saat ini sudah banyak dilakukan namun belum berkembang secara optimal. Kulit ikan yang telah digunakan sebagai bahan baku penyamakan adalah kulit ikan pari, hiu, kakap merah, tuna, lemadang, dan kakap

putih (Hak et al. 2000). Ikan kakap putih adalah salah satu komoditas perikanan

yang diproduksi dari penangkapan di alam dan budidaya. Produksi spesies ikan

Penyamakan adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit samak yang stabil, tidak mudah membusuk, dan cocok untuk beragam kegunaan

(Roigl et al. 2012). Penyamakan kulit dapat dilakukan dengan menggunakan

bahan penyamak nabati, mineral maupun sintetis. Selama ini kebanyakan proses penyamakan kulit hanya menggunakan bahan penyamak krom yang merupakan bahan mineral. Penyamakan dengan krom ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya: kulit yang dihasilkan akan lebih lemas, tahan terhadap panas yang tinggi dan kekuatan tariknya lebih tinggi (Yazicioglu and Boler 1983). Akan tetapi, krom merupakan salah satu sumber umum polutan logam di lingkungan oleh pemakaian limbah penyamakan langsung ke sistem pembuangan limbah (Chakir 2001).

(14)

terbatas, hanya cocok untuk yang dikerjakan dengan tangan seperti ikat pinggang dan tas. Sifat kulit samak yang dihasilkan oleh bahan nabati agak kaku tetapi empuk, ketahanan fisiknya terhadap panas kurang baik dibandingkan kulit yang disamak dengan krom (Yazicioglu and Boler 1983). Bahan nabati yang digunakan dapat berasal dari kayu akasia, bakau, mahoni, manggis, teh, pinang, dan pisang.

Bahan penyamak pinang berasal dari tanaman palm yaitu biji pinang.

Pinang sirih (Areca catechu L.) merupakan bahan obat langka di Cina, populer

sebagai tanaman kunyah di beberapa negara Asia termasuk Indonesia (Zhang and Reichart 2007). Tanaman ini mengandung berbagai zat aktif seperti arekolin dan tanin yang merupakan substansi utama pada proses penyamakan kulit. Bagian yang banyak mengandung tanin pada tumbuhan ini adalah pada

bagian biji dan bunga (Zhang et al. 2009).

Penggunaan bahan penyamak nabati dalam penyamakan kulit akan

mempengaruhi karakteristik fisik kulit, baik itu kekuatan tarik, kekuatan sobek maupun karakter fisik lainnya. Penelitian Alfindo (2009) menunjukkan bahwa bahan penyamak akasia dapat membentuk struktur kulit menjadi padat, kompak, dan berisi. Semakin tinggi konsentrasi bahan penyamak yang ditambahkan semakin kaku kulit yang didapatkan.

Perumusan Masalah

Penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang cukup berkembang pesat di Indonesia, namun terbatas hanya pada kulit hewan darat. Penyamakan kulit dengan berbahan dasar kulit ikan saat ini belum berkembang pesat salah satu alasannya ukuran kulit ikan yang tidak terlalu lebar sehingga pemanfaatannya terbatas. Salah satu ikan yang mempunyai ukuran tubuh besar adalah ikan kakap putih. Kulit ikan kakap putih digunakan sebagai bahan baku penyamakan untuk meningkatkan nilai tambah. Penggunaan bahan nabati sebagai bahan penyamak sudah banyak dilakukan, namun mutu yang dihasilkan kurang baik. Salah satu bahan nabati yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak adalah biji pinang. Penambahan biji pinang sebagai bahan nabati akan dikombinasikan dengan bahan mineral yaitu krom untuk menghasilkan mutu yang lebih baik. Selain itu, penambahan biji pinang dalam industri penyamakan belum banyak dilakukan. Hal ini yang membuat perlu dilakukannya penyamakan kulit ikan dengan bahan penyamak nabati, yaitu biji pinang.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik fisik kulit ikan kakap putih tersamak. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1 Mengamati dan menganalisis pengaruh penggunaan bahan penyamak nabati

yang berasal dari ekstrak biji pinang terhadap karakteristik fisik kulit ikan

kakap putih (Lates calcalifer) tersamak.

(15)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penyamakan kulit ikan dengan menggunakan bahan nabati dan pengaruh penambahan ekstrak biji pinang terhadap mutu fisik kulit yang dihasilkan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan sampel, preparasi, ekstraksi, analisis kadar tanin, penyamakan kulit, analisis fisik kulit yang dihasilkan (kekuatan tarik, kekuatan regang, kekuatan jahit, dan kekuatan sobek), pengolahan data, dan penulisan laporan.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai Januari 2014 bertempat di Laboratorium Biofarmaka IPB, Bogor dan Laboratorium Pengolahan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Uji Sepatu, Kulit, dan Karet, Unit Industri Kerajinan, Balai Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta.

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah kulit ikan kakap putih (Lates calcalifer Bloch) yang diperoleh dari limbah fillet ikan kakap di perusahaan

fillet ikan Kota Tangerang dan biji pinang (Areca catechu L) yang diperoleh dari Kecamatan Buahdua, Sumedang, Jawa Barat. Kulit ikan yang digunakan harus sesuai dengan mutu fisik kulit (mutu A, mutu B, dan mutu C). Kulit mutu A merupakan kulit yang mutlak bebas cacat fisik. Kulit mutu B merupakan kulit yang memiliki kurang dari lima buah cacat. Kulit mutu C merupakan kulit yang memiliki cacat lebih dari mutu B. Bahan kimia dalam pembuatan ekstrak biji pinang adalah etanol 96%. Bahan-bahan kimia pembantu yang digunakan pada

proses penyamakan antara lain: air, Na2S, Ca(OH)2, Pancreol (oropon), asam

formiat (HCOOH), (NH4)2SO4, garam dapur NaCl, bahan penyamak krom

(Cr2O3), natrium karbonat (Na2CO3), cat dasar, minyak, dan antijamur.

Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi peralatan untuk proses ekstraksi, penyamakan dan proses analisis antara lain: Soxhlet dan labu takar untuk proses ekstraksi, ember plastik, pisau, sikat, timbangan, corong, selang plastik, papan triplek dan kertas pH yang merupakan alat-alat untuk proses

penyamakan. Alat-alat untuk analisis diantaranya: penggaris, cutter, alat pengukur

(16)

Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan ekstrak, analisis

kadar tanin biji pinang (Meiyanto et al. 2008) dan proses penyamakan kulit kakap

putih (Modifikasi Hak et al. 2000).

Ekstraksi biji pinang

Biji pinang (Areca catechu L) sebanyak 2 kg diambil bijinya dengan

menghilangkan serabut menggunakan golok, lalu dicuci bersih dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama satu minggu. Biji yang telah kering dihancurkan menggunakan martil, kemudian diekstraksi dengan Soxhlet dengan pelarut etanol 96%. Proses ekstraksi biji pinang yang dilakukan sesuai dengan penelitian

Meiyanto et al. (2008) yaitu biji pinang yang telah hancur ditimbang sebanyak 50

gram dan dimasukkan ke dalam selongsong yang dilapisi kertas saring. Pelarut etanol 96% dipanaskan (50 ºC) selama 6 jam dalam labu didih sehingga menghasilkan uap kemudian masuk ke kondesor melalui pipa kecil dan keluar dalam fase cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi serbuk biji pinang. Cairan akan turun kembali ke labu takar melalui pipa ketika cairan pelarut telah sampai pada permukaan sifon hingga terjadi sirkulasi. Hasil ekstraksi didinginkan dan disaring lalu didestilasi di dalam labu destilasi untuk memisahkan pelarut dengan tanin. Kemudian dilakukan uji kadar tanin pada hasil ekstrak. Pengujian kadar tanin dilakukan dengan metode titrimetri.

Proses penyamakan kulit (Modifikasi Hak et al. 2000)

Kulit dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran-kotoran berupa daging maupun darah yang masih melekat. Pembersihan kulit ini dilakukan dengan cara

merendam kulit menggunakan campuran 3% Ca(OH)2, 500% air, dan 3% natrium

sulfida selama tiga hari. Kemudian, dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan endapan kapur selama proses pengapuran. Pembuangan kapur dilakukan dengan menambahkan 500% air, 0,5% ammonium sulfat (30 menit), 0,5% asam formiat (30 menit), dan 2% enzim Oropon (90 menit). Pengasaman sampai pH 3 dilakukan dengan penambahan 200% air, 20% garam dapur (20

menit), dan 4% asam formiat (60 menit). Lalu, ditambahkan 10% chromosal B

(120 menit) sebagai penyamakan krom dan 2% natrium karbonat (180 menit). Penelitian ini tidak dilakukan kontrol positif maupun negatif. Setelah itu, kulit

yang telah disamak dinetralisasi menggunakan 200% air (suhu 45 ºC) dan 2%

natrium karbonat (120 menit). Kulit yang telah netral, kemudian ditambahkan

200% air (suhu 45 ºC) dan ekstrak biji pinang (5%, 10%, dan 15%) selama 60

menit sebagai proses retanning. Kemudian, kulit tersebut ditambahkan 2%

pewarna kulit (60 menit), 8% minyak (60 menit) agar permukaan kulit halus, 1% asam formiat (30 menit) dan setiap perlakuan memiliki warna yang berbeda.

Selanjutnya adalah proses finishing, yaitu pembentangan dan penghalusan. Tahap

(17)

Keterangan: * modifikasi

Gambar 1 Diagram alir proses penyamakan kulit ikan kakap putih

Pengapuran

Proses pengapuran bertujuan untuk membengkakan kulit agar zat-zat kulit yang bukan kolagen larut dalam air, menghilangkan epidermis dan mempermudah pembuangan daging dan sisik karena dengan adanya daging pada kulit dapat menghalangi masuknya zat penyamak ke dermis (Purnomo 1985). Bahan yang

digunakan dalam proses pengapuran adalah asam sulfide dan Ca(OH)2. Sulfida

tidak mempunyai daya membuka tenunan kulit sehingga ditambahkan hidroksida dari Ca yang berfungsi sebagai penghidrolisis. Hidroksida dari Ca mempunyai

daya melepas epidermis yang besar (Hak et al. 2000). Proses pengapuran yang

kurang sempurna akan menghambat masuknya zat penyamak (Mann 1981).

Pembuangan kapur dan pengikisan protein

Pembuangan kapur bertujuan untuk membuang kapur bebas dan kapur terikat dalam kulit, mengurangi pembengkakan kulit akibat proses pengapuran, menetralkan kulit dari suasana basa mendekati pH netral, menghindari pengerutan kulit, dan menghindari timbulnya endapan kapur yang bereaksi dengan bahan penyamak sehingga kulit menjadi kaku. Pembuangan kapur bebas dilakukan

Kulit tersamak

Pembuangan kapur dan bating

(Pengikisan protein)

Pengasaman (pickling)

Penyamakan krom

(18)

dengan mencuci kulit menggunakan air bersih. Kapur terikat dihilangkan dengan menggunakan garam ammonium sulfat. Kapur yang tidak dihilangkan akan

menimbulkan endapan CaCO3 (Purnomo 1991).

Proses pengikisan protein bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa lemak yang tidak tersabun, menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan, serta menghilangkan sisa-sisa kapur yang masih tertinggal dalam kulit. Bahan kimia yang digunakan pada proses pengikisan protein adalah enzim oropon. Oropon

merupakan agensia bating yang mampu menguraikan protein dan melarutkan

protein globular, elastin, dan sebagainya (Purnomo 1992).

Pengasaman

Pengasaman bertujuan untuk menyempurnakan proses pembuangan kapur,

membantu membuang sisa-sisa lendir dan zat mucoid yang masih tertinggal, dan

membersihkan kulit secara mekanis. Bahan kimia yang digunakan pada proses pengasaman adalah garam dan asam formiat. Garam berfungsi sebagai larutan penyangga, sedangkan asam formiat dapat menyebabkan kulit menjadi halus

(Hak et al. 2000).

Penyamakan krom

Prinsip dari penyamakan krom adalah mengusahakan agar Cr2O3 dapat

masuk dan berikatan dengan protein kolagen kulit. Ikatan silang yang terbentuk selama proses penyamakan akan menyebabkan perubahan sifat kulit samak menjadi tahan terhadap pengaruh fisik dan kimia. Penambahan natrium karbonat berfungsi meningkatkan pH larutan, basisitas atau mengembangkan partikel-partikel krom yang telah berikatan sehingga molekul krom tidak keluar dari tenunan kulit (Mann 1981).

Netralisasi

Netralisasi bertujuan agar reaksi pengikatan zat warna tidak terlalu cepat dan melindungi substansi kulit tersamak dari asam-asam yang terikat maupun bebas karena dengan adanya asam-asam tersebut makaproses pewarnaan tidak sempurna. Asam yang tidak dinetralisir pada waktu proses peminyakan akan mengakibatkan emulsi minyak sehingga minyak tidak dapat meresap ke

penampang kulit (Hak et al. 2000).

Penyamakan ulang dengan ektrak biji pinang

Penyamakan ulang dengan penambahan ekstrak biji pinang dapat memperbaiki sifat-sifat kulit menjadi lebih baik, yaitu lebih padat, lebih berisi,

dan lebih halus. Biji pinang memiliki kandungan tannin yang bersifat astringent

dan amorf sehingga menghasilkan kulit yang lebih padat dan berisi serta lebih lemas (Purnomo 1992).

Pewarnaan dan peminyakan

Pewarnaan bertujuan untuk memberikan penampilan kulit yang lebih menarik, mempertinggi nilai guna dan nilai ekonomis kulit jadi, menyamarkan cacat kulit pada bagian rajah (Purnomo 1992).

(19)

lain. Minyak yang digunakan adalah minyak sulfonasi yang bisa larut dalam air (Sharpouse 1989).

Finishing

Proses finishing bertujuan untuk meningkatkan keindahan kulit dengan

member efek warna, membentang kulit agar dicapai luasan maksimal, dan

mengkilapkan warna (Hak et al. 2000).

Prosedur Pengujian

Analisis yang dilakukan terhadap kulit kakap putih tersamak meliputi

analisis kekuatan tarik (BSN 1990a), kekuatan regang (kemuluran) (BSN 1990a),

kekuatan sobek (BSN 1990b) dan kekuatan jahit (BSN 1989), serta analisis data

menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).

Kekuatan tarik (BSN 1990a)

Uji kekuatan tarik dilakukan sesuai dengan SNI 06-1795-1990, yaitu

membuat cuplikan pada RH 63-67%, suhu 25±5 ºC selama 24±2 jam. Tebal

cuplikan diukur pada tiga tempat dengan alat ukur tebal kulit. Ambil yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil tersebut dinyatakan sebagai tebal cuplikan. Kemudian, lebar cuplikan diukur pada tiga tempat dengan jangka sorong. Ambil yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil tersebut dinyatakan sebagai lebar cuplikan. Setelah itu, pasang cuplikan pada penjepit dengan jarak yang sesuai dan kuatkan dengan kunci pengeras yang tersedia. Atur jarum skala penunjuk beban pada angka nol. Kemudian mesin dijalankan dan penarikan dilakukan sampai kulit putus. Gambar cuplikan uji kekuatan tarik dapat dilihat pada Lampiran 2. Cara perhitungan kekuatan tarik adalah sebagai berikut:

Keterangan:

G = beban maksimal tarikan (kgf); 1 kgf = 9,8066 N

A = luas penampang cuplikan (panjang x lebar)

Kekuatan regang (kemuluran) (BSN 1990a)

Uji kekuatan regang dilakukan sesuai dengan SNI 06-1795-1990, yaitu

membuat cuplikan pada RH 63-67%, suhu 25±5 ºC selama 24±2 jam. Tebal

cuplikan diukur pada tiga tempat dengan alat ukur tebal kulit. Ambil yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil tersebut dinyatakan sebagai tebal cuplikan. Kemudian, lebar cuplikan diukur pada tiga tempat dengan jangka sorong. Ambil yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil tersebut dinyatakan sebagai lebar cuplikan. Setelah itu, pasang cuplikan pada penjepit dengan jarak yang sesuai dan kuatkan dengan kunci pengeras yang tersedia. Atur jarum skala penunjuk beban dan skala kemuluran pada angka nol. Kemudian mesin dijalankan dan penarikan dilakukan sampai kulit putus. Gambar

Kekuatan tarik = G

(20)

cuplikan uji kekuatan regang dapat dilihat pada Lampiran 3. Cara perhitungan kekuatan regang adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Li = panjang pada waktu putus

Lo = panjang semula

Kekuatan sobek (BSN 1990b)

Uji kekuatan sobek dilakukan sesuai dengan SNI 06-1794-1990, yaitu membuat cuplikan dengan arah pemotongan sejajar dan tegak lurus dengan garis punggung, masing-masing 3 buah cuplikan. Potongan cuplikan dengan ukuran 10 x 2 cm, kemudian membuat lobang X dengan diameter 0,2 cm yang berjarak 2,5 cm dari E ke X, kemudian membuat irisan dari lobang X memanjang ke F sehingga cuplikan memanjang dan berbetuk lidah (Lampiran 4). Cuplikan

dikondisikan pada RH 65±2%, suhu 25±5 ºC selama 24±2 jam. Tebal cuplikan

diukur pada tiga tempat dengan alat ukur tebal kulit. Ambil yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil tersebut dinyatakan sebagai tebal cuplikan. Kemudian mesin dijalankan dan penarikan dilakukan sampai cuplikan tersobek sempurna. Cara perhitungan kekuatan sobek adalah sebagai berikut:

Keterangan:

G = beban tarikan (kgf); 1 kgf = 9,8066 N

t = tebal cuplikan (cm)

Kekuatan jahit (BSN 1989)

Uji kekuatan jahit dilakukan sesuai dengan SNI 06-1117-1989, yaitu membuat cuplikan dengan arah pemotongan sejajar dan tegak lurus dengan garis punggung, masing-masing 3 buah cuplikan. Potongan cuplikan dengan ukuran 5 x 2,5 cm, kemudian membuat lobang X dan Y dengan diameter 0.2 cm yang masing-masing berjarak 0,95 cm dari garis AB dan DC, serta masing-masing lobang berjarak 0,6 cm dari garis AD (Lampiran 5). Cuplikan dikondisikan pada

RH 63-67%, suhu 25±5 ºC selama 24±2 jam. Kawat dibengkokkan sampai

berbentuk huruf U, dimasukkan pada lobang X dan Y. Kemudian mesin dijalankan dan penarikan dilakukan sampai cuplikan tersobek sempurna. Cara perhitungan kekuatan jahit adalah sebagai berikut:

Kekuatan regang kulit = Li-Lo

Lo

x 100%

Kekuatan sobek = G

t kgf/cm

Kekuatan jahit kulit = G

(21)

Keterangan:

G = beban tarikan (kgf); 1 kgf = 9,8066 N

t = tebal cuplikan (cm)

Analisis statistik

Analisis statistik dilakukan terhadap data-data yang diperoleh pada pengujian fisik dengan menggunakan perhitungan berdasarkan tingkat kepercayaan 95%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari satu faktor dan tiga taraf dengan tiga kali ulangan. Kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam. Hasil yang diperoleh apabila menunjukan adanya pengaruh yang berbeda nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho : Perbedaan konsentrasi ekstrak biji pinang pada penyamakan kulit ikan

kakap tidak berpengaruh terhadap kualitas fisik kulit.

H1 : Perbedaan konsentrasi ekstrak biji pinang pada penyamakan kulit ikan

kakap berpengaruh terhadap kualitas fisik kulit. Rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij= μ + τi+εij

Keterangan:

Yij = Hasil mutu ke-j dengan konsentrasi ekstrak biji pinangke-i

μ = Pengaruh rata-rata dari konsentrasi ekstrak biji pinang

τi = Pengaruh konsentrasi ekstrak biji pinangke-i

εij = Galat percobaan

i = Variasi konsentrasi ekstrak biji pinang(5%, 10% dan 15%)

j = Ulangan (1, 2, dan 3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Tanin Ekstrak Biji Pinang

Pinang sirih (Areca catechu L.) merupakan bahan obat langka di Cina,

populer sebagai tanaman kunyah di beberapa negara Asia termasuk Indonesia (Zhang and Reichart 2007). Tanaman ini dikatakan sebagai tanaman serbaguna karena mulai dari daun, batang, serabut, dan biji dapat dimanfaatkan. Daun tanaman tersebut, banyak mengandung minyak atsiri, biji buahnya banyak mengandung tanin dan alkaloid sebagai obat dan penyamak pada industri kulit.

Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidine,

arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine (Zhang et al. 2009). Hasil ekstrak

(22)

Gambar 2 Ekstrak biji pinang

Biji pinang yang diekstrak menggunakan Soxhlet memiliki kandungan tanin sebesar 8,29%. Kadar tanin yang dianalisis lebih rendah apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Sulastri (2009) yaitu sebesar 8,53%. Perbedaan kadar tanin diduga karena wilayah pengambilan sampel yang tidak sama. Kandungan yang berbeda-beda pada suatu wilayah disebabkan oleh faktor keadaan iklim dan faktor lingkungan tempat tumbuhnya (Sulastri 2009). Faktor iklim seperti keadaan suhu, cuaca dan curah hujan. Faktor lingkungan seperti jenis tanah, kesuburan tanah, ketinggian tempat tumbuh dan pemeliharaan tanaman. Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi tanin dari buah pinang antara lain suhu proses, waktu proses, dan jenis pinang. Jika suhu proses tinggi maka tanin yang diperoleh akan maksimal tetapi tidak boleh melebihi titik didih dari pelarut yang digunakan. Waktu proses yang semakin lama akan meningkatkan massa tanin, sedangkan jenis pinang yang lebih baik adalah pinang putih dibanding pinang lain (Dur 2013).

Biji pinang yang digunakan adalah pinang tua karena memiliki kulit kuning kecoklatan dan sulit untuk dihancurkan. George dan Robert (2006) mengatakan bahwa perbedaan antara buah pinang muda dan pinang tua yakni buah pinang tua berkulit kuning kecoklatan serta memiliki konsistensi buah yang keras, sedangkan pinang muda berkulit hijau muda hingga hijau tua serta memiliki konsistensi buah yang lunak. Kadar tanin juga dapat dipengaruhi oleh umur pinang. Semakin tua umur pinang maka kadar taninnya akan semakin tinggi (Dur 2013).

Karakteristik Fisik Kulit Ikan Kakap Putih Tersamak

Karakteristik fisik kulit samak merupakan sifat yang sangat mempengaruhi penggunaan kulit pada suatu produk. Karakteristik fisik kulit samak yang baik akan meningkatkan kualitas produk (Pahlawan dan Kasmudjiastuti 2012). Sifat fisik adalah kemampuan suatu bahan untuk melakukan perubahan fisik, dimana identitas dasarnya masih tetap (Adijuwana 1997). Sunarto (2001) mengatakan bahwa tujuan pengujian fisik yaitu untuk mengetahui sifat-sifat fisik dari kulit yang diuji dengan menggunakan alat-alat mekanis dan hasilnya bersifat objektif.

Kekuatan fisik kulit adalah kekuatan terhadap pengaruh lingkungan (Balai Penelitian Kulit 1971). Sifat fisik yang sangat dominan dalam menentukan

(23)

yang mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan sobek yang tinggi, dan kemuluran yang rendah (Pahlawan dan Kasmudjiastuti 2012). Kulit ikan kakap putih (Lates calcalifer) tersamak dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

(c)

Keterangan: (a) Perlakuan 5% ekstrak biji pinang (b) Perlakuan 10% ekstrak pinang (c) Perlakuan 15% ekstrak biji pinang

Gambar 3 Kulit ikan kakap putih (Lates calcalifer) tersamak

Ketebalan

Analisis ketebalan kulit kakap tersamak dilakukan dengan dua arah, yaitu arah membujur dan melintang. Kedua analisis tersebut menunjukkan hasil yang sama. Analisis ketebalan kulit kakap tersamak secara membujur dapat dilihat pada Gambar 4 dan analisis ketebalan kulit kakap tersamak secara melintang dapat dilihat pada Gambar 5.

(24)

Gambar 4 Grafik batang ketebalan kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)

Ketebalan kulit samak dipengaruhi oleh jenis bahan penyamak yang digunakan. Kulit yang disamak nabati lebih padat dan berisi dibandingkan dengan kulit yang disamak dengan bahan penyamak krom. Bahan penyamak nabati mengandung molekul tanin yang akan mengisi ruang kosong diantara rantai kolagen hingga maksimal, sehingga dihasilkah kulit samak yang padat dan berisi (Mustakim 2009). Mann (1981) mengatakan bahwa mutu fisik kulit samak yang dihasilkan akan baik jika mutu fisik kulit mentah juga baik. Kulit mentah dapat menurun mutunya disebabkan oleh kerusakan ante-mortem (kerusakan yang terjadi pada hewan hidup) dan kerusakan post-mortem (kerusakan yang terjadi pada waktu pengulitan, pengawetan, penyimpan dan transportasi).

Hasil pengukuran secara membujur, kulit ikan kakap tersamak dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan alas kaki bagian atas karena memiliki nilai rata-rata ketebalan di atas standar minimal SNI 0253:2009, minimal tebal kulit 0,6 mm (0,06 cm) (BSN 2009). Kulit ikan kakap tersamak dengan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda dapat direkomendasikan sebagai bahan pembuatan alas kaki bagian atas karena telah memenuhi standar yang ditetapkan.

Gambar 5 Grafik batang ketebalan kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)

(25)

Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap rata-rata ketebalan kulit kakap samak secara melintang. Hasil rata-rata pengukuran ketebalan kulit ikan secara melintang dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,1217 cm telah mendekati standar yang ditetapkan oleh BSN (1998) yang menyatakan ketebalan rata-rata kulit tersamak minimal 0,2 mm (0,02 cm).

Kekuatan tarik

Kekuatan tarik adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk

menarik kulit sampai putus yang dinyatakan dalam kg/cm2 atau N/cm2

(BSN 1990a). Sifat kuat tarik kulit menggambarkan kuatnya ikatan antara serat

kolagen penyusun kulit dengan zat penyamak. Proses penyamakan yang baik akan

menghasilkan kulit dengan kekuatan tarik yang tinggi

(Pahlawan dan Kasmudjiastuti 2012). Kekuatan tarik yang diukur secara membujur dapat dilihat pada Gambar 6 dan secara melintang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6 Grafik batang kekuatan tarik kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)

Hasil analisis ragam (Lampiran 8) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap kekuatan tarik kulit kakap samak secara membujur. Hasil rata-rata pengukuran kekuatan tarik kulit ikan secara membujur dengan

konsentrasi yang berbeda yaitu 231,82 kg/cm2 telah mendekati standar yang

ditetapkan oleh BSN (1998) yang menyatakan kekuatan tarik rata-rata kulit

tersamak minimal 1000 N (101,9721 kg/cm2).

Hasil analisis ragam (Lampiran 9) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap kekuatan tarik kulit kakap samak secara melintang. Hasil rata-rata pengukuran kekuatan tarik kulit ikan secara melintang dengan

konsentrasi yang berbeda yaitu 164,60 kg/cm2 telah mendekati standar yang

ditetapkan oleh BSN (1998) yang menyatakan kekuatan tarik rata-rata kulit

(26)

Gambar 7 Grafik batang kekuatan tarik kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)

Kekuatan tarik yang dihasilkan dengan pengukuran yang dua arah menunjukkan hasil yang sama, yaitu penambahan ekstrak biji pinang tidak memberikan pengaruh yang nyata. Apabila dilihat dari rata-rata kedua pengukuran

yang berbeda, yaitu rata-rata pada arah membujur 231,82 kg/cm2 dan rata-rata

pada arah melintang 164,60 kg/cm2, kulit tersebut dapat dijadikan sebagai bahan

dasar pembuatan alas kaki bagian atas karena memiliki nilai rata-rata yang mendekati standar yang telah ditetapkan oleh BSN (2009), minimal 163,1554

kg/cm2.

Kekuatan regang (kemuluran)

Kemuluran menurut Pahlawan dan Kasmudjiastuti (2012) adalah pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai putus, dibagi panjang semula dan dinyatakan dalam persen (%). Kekuatan regang menunjukan kemampuan mulur kulit, semakin panjang ukuran kulit pada saat putus, maka nilai kekuatan regang yang dihasilkan semakin besar, yang menandakan bahwa kualitas kekuatan regangnya baik. Kekuatan regang yang diukur secara membujur dapat dilihat pada Gambar 8 dan secara melintang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 8 Grafik batang kemuluran kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)

Hasil analisis ragam (Lampiran 10) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kemuluran kulit kakap samak secara membujur. Gambar

(27)

8 menunjukkan bahwa kemuluran pada konsentrasi 5% berbeda secara signifikan dengan konsentrasi 10% dan 15%, sedangkan konsentrasi 10% dan 15% tidak berbeda secara signifikan. Hasil pengukuran rata-rata kemuluran dengan konsentrasi berbeda tidak memenuhi standar BSN (1998), yaitu kemuluran rata-rata kulit tersamak maksimal 30%.

Gambar 9 Grafik batang kemuluran kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)

Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kemuluran kulit kakap tersamak secara melintang. Gambar 9 menunjukkan bahwa kemuluran pada konsentrasi 5% tidak berbeda secara signifikan dengan konsentrasi 15%, konsentrasi 10% dan 15% tidak berbeda secara signifikan, sedangkan konsentrasi 5% dan 10% berbeda secara signifikan. Hasil pengukuran kemuluran dengan konsentrasi berbeda yang tidak memenuhi standar BSN (1998), yaitu kemuluran rata-rata kulit tersamak maksimal 30%.

Kemuluran kulit samak dipengaruhi oleh penambahan bahan nabati, jenis kelamin, dan umur hewan. Kulit ikan kakap yang disamak memiliki nilai kemuluran yang tinggi. Kemuluran yang tinggi disebabkan oleh kandungan tanin pada ekstrak biji pinang rendah sehingga meningkatkan kemuluran kulit. Purnomo (1985) menyatakan bahwa pada kulit yang disamak dengan bahan nabati didapatkan kulit yang berisi, padat, tetapi kaku sehingga kemulurannya rendah. Kemuluran kulit dapat dipengaruhi oleh kadar tannin yang terdapat pada bahan penyamak yang digunakan. Rendahnya kemuluran adalah akibat dari meningkatnya ikatan serat-serat kulit oleh bahan penyamak dan berubahnya serat menjadi struktur kulit yang kompak. Struktur kulit yang kompak ini menghambat masuknya minyak sebagai bahan pelemas sehingga kulit menjadi kaku.

Jenis kelamin dan umur hewan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi daya tahan regang pada struktur jaringan kulit. Hewan yang berkelamin jantan kulit tersamaknya memiliki kekuatan regang yang lebih kecil dibanding hewan berkelamin betina. Begitu pula dengan hewan yang berumur lebih tua, kekuatan regang kulitnya lebih kecil dibanding yang berumur lebih

muda (Tancous et al. 1981).

Hasil pengukuran dengan dua arah yang berbeda menunjukkan hasil yang sama, yaitu konsentrasi 10% merupakan konsentrasi yang paling optimal untuk

(28)

kemuluran kulit samak. Kemuluran kulit samak dengan penambahan ekstrak biji pinang 5%, 10%, dan 15% kurang baik digunakan sebagai bahan pembuatan alas kaki bagian atas karena kemuluran maksimal untuk bahan alas kaki bagian atas adalah 55% (BSN 2009).

Kekuatan sobek

Kekuatan sobek menunjukkan batas maksimum kulit tersebut untuk dapat sobek. Fahidin (1977) menyatakan bahwa kulit yang disamak dengan menggunakan bahan penyamak dengan kadar tinggi akan memiliki ketahanan sobek yang tinggi. Kekuatan sobek yang diukur secara membujur dapat dilihat pada Gambar 10 dan secara melintang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 10 Grafik batang kekuatan sobek kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)

Hasil analisis ragam (Lampiran 12) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap rata-rata kekuatan sobek kulit kakap samak secara membujur. Gambar 10 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan sobek pada konsentrasi 5% tidak berbeda secara signifikan dengan konsentrasi 15%, konsentrasi 10% dan 15% tidak berbeda secara signifikan, sedangkan konsentrasi 5% dan 10% berbeda secara signifikan. Hasil pengukuran rata-rata kekuatan sobek dengan konsentrasi penambahan biji pinang yang berbeda telah memenuhi standar BSN (1998), yaitu minimal kekuatan sobek 150 N/cm (16,5078 kg/cm). Konsentrasi yang paling baik adalah konsentrasi 10% dan 15%, akan tetapi apabila dilihat dari faktor ekonomi dan nilai yang dihasilkan, konsentrasi yang paling optimal adalah 10%. Semakin tinggi daya tahan sobek maka mutu yang dihasilkan semakin bagus. Kekuatan sobek kulit samak dipengaruhi oleh

ketebalan, arah serat kolagen, dan sudut serat kolagen terhadap lapisan grain

(Suparno dan Wahyudi 2012).

Struktur jaringan kulit yang berpengaruh terhadap kekuatan kulit adalah kolagen. Serabut kolagen tersusun dalam berkas-berkas kolagen yang saling beranyaman. Sudut yang dibentuk oleh anyaman dan kepadatan berkas serabut kolagen inilah yang menentukan tinggi rendahnya kekuatan sobek (Mann 1981).

Sudut anyaman yang kecil (22º-45º) maka kulit akan mempunyai kekuatan sobek

(29)

besar (>45º) maka kekuatan sobek yang dihasilkan akan lebih rendah dengan nilai kemuluran yang tinggi (Kanagy 1977).

Berdasarkan hasil pengukuran secara membujur, kulit ikan kakap tersamak dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan alas kaki bagian atas karena memiliki nilai rata-rata kekuatan sobek di atas standar minimal SNI 0253:2009, minimal kekuatan sobek kulit 15,2958 kg/cm (BSN 2009). Kulit ikan kakap tersamak dengan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda dapat direkomendasikan sebagai bahan pembuatan alas kaki bagian atas karena telah memenuhi standar yang ditetapkan

Gambar 11 Grafik batang kekuatan sobek kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)

Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap rata-rata kekuatan sobek kulit kakap samak secara melintang. Hasil rata-rata pengukuran kekuatan tarik kulit ikan secara melintang dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 72,63 kg/cm telah memenuhi standar (BSN 1998) persyaratan nilai kekuatan sobek minimal adalah 16,5078 kg/cm.

Hasil pengukuran kekuatan sobek dengan dua arah yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor ketebalan. Ketebalan akan berpengaruh pada kekuatan sobek maupun kekuatan jahit.

Kekuatan jahit

Besarnya kekuatan jahit pada kulit akan menentukan ketahanan produk terhadap besarnya gaya mekanik yang diberikan sejalan dengan tarikan benang

jahit (BSN 1989a). Kekuatan jahit yang diukur secara membujur dapat dilihat

pada Gambar 12 dan secara melintang dapat dilihat pada Gambar 13.

Hasil analisis ragam (Lampiran 14) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kekuatan jahit kulit kakap samak secara membujur. Gambar 12 menunjukkan bahwa kekuatan jahit pada konsentrasi 5% berbeda secara signifikan dengan konsentrasi 10% dan 15%, sedangkan konsentrasi 10% dan 15% tidak berbeda secara signifikan. Hasil pengukuran kekuatan jahit dengan konsentrasi berbeda yang paling baik adalah konsentrasi 10% dan 15%. Apabila dilihat dari faktor ekonomis dan nilai yang dihasilkan, konsentrasi 10%

(30)

Gambar 12 Grafik batang kekuatan jahit kulit kakap tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara membujur)

merupakan konsentrasi yang paling optimal karena semakin tinggi kekuatan jahitnya maka mutu yang dihasilkan semakin bagus.

Hasil analisis ragam (Lampiran 15) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kekuatan jahit kulit kakap samak secara melintang. Gambar 13 menunjukkan bahwa kekuatan jahit pada konsentrasi 5% tidak berbeda secara signifikan dengan konsentrasi 10%, konsentrasi 10% dan 15% tidak berbeda secara signifikan, dan konsentrasi 10% dan 15% tidak berbeda secara signifikan. Hasil pengukuran kekuatan jahit dengan konsentrasi berbeda yang paling baik adalah konsentrasi 10% dan 15%, akan tetapi apabila dilihat dari faktor ekonomi konsentrasi 10% merupakan konsentrasi yang paling optimal.

Gambar 13 Grafik batang kekuatan jahit kulit kakap tersamak dengan konsentrasi biji pinang (secara melintang)

Hasil pengukuran kekuatan jahit dengan dua arah yang berbeda menunjukkan hasil yang hampir sama. Konsentrasi penambahan ekstrak biji pinang yang paling baik pada kedua arah adalah 10%. Besarnya kekuatan jahit dipengaruhi oleh bahan penyamak yang digunakan. Kulit samak nabati memiliki

(31)

sifat-sifat kulit yang keras, padat dan kaku, sehingga bila diuji kekuatan jahitnya akan memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan kulit samak krom yang mempunyai fleksibilitas yang lebih besar dan lebih kuat, dan apabila kedua bahan penyamak tersebut dikombinasikan akan menghasilkan kekuatan jahit yang lebih tinggi (Mustakim 2009). Semakin tinggi konsentrasi bahan penyamak yang digunakan, semakin tinggi pula kekuatan jahitnya dimana adanya bahan penyamak yang masuk atau terikat ke dalam molekul-molekul protein penyusun kulit yang mengakibatkan terbentuknya ikatan silang antara bahan penyamak dengan rantai polipeptida sehingga protein menjadi lebih stabil, oleh karena itu

mampu menentukan tinggi rendahnya kekuatan fisik kulit samak (O Flaherty et al.

1978). Kekuatan jahit berbanding lurus dengan kekuatan tarik dan kekuatan sobek, bila kekuatan tarik dan kekuatan sobek tinggi maka kekuatan jahit juga tinggi. Kekuatan jahit dipengaruhi juga oleh ketebalan kulit, kandungan dan kepadatan protein kolagen, besarnya sudut jalinan berkas serabut kolagen, dan

tebalnya corium (Kanagy 1977).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan ekstrak biji pinang dengan konsentrasi yang berbeda (5%, 10%, dan 15%) mempengaruhi karakteristik fisik kulit ikan kakap tersamak. Sifat fisik yang dipengaruhi antara lain ketebalan, kemuluran, kekuatan sobek, serta kekuatan jahit. Konsentrasi terbaik dari penggunaan ekstrak biji pinang terhadap karakteristik fisik kulit ikan kakap putih tersamak adalah penambahan ekstrak biji pinang 10%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik kimia pada kulit samak. Perlu adanya standar nasional mengenai mutu kulit ikan kakap tersamak. Perlu digunakan metode ekstraksi dengan panas tinggi akan tetapi tidak melebihi titik didih pelarut untuk menghasilkan kadar tanin yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Adijuwana H. 1997. Kimia Dasar I. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

Alfindo T. 2009. Penyamakan kulit ikan tuna (Thunnus sp.) menggunakan kulit

kayu akasia (Acacia mangium) terhadap mutu fisik kulit [skripsi]. Bogor:

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

[BPK] Balai Penelitian Kulit. 1971. Klasifikasi dan Grading Kulit dari Hewan

(32)

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2012. Kulit dan Produk Kulit. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1989. SNI 06-1117-1989. Cara uji kekuatan

jahit. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1990a. SNI 06-1795-1990. Cara uji

kekuatan tarik dan kemuluran kulit. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.1990b. SNI 06-1794-1990. Cara uji

kekuatan sobek dan kekuatan sobek lapisan kulit. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 06-4586-1998. Kulit jadi dari

kulit ular air tawar. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 0253:2009. Kulit bagian atas

alas kaki-kulit kambing. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Chakir A. 2001. Adsorption of trivalent chromium from aqueous solutions onto

expanded perlite. International Journal of Environmental Studies, Vol. 4.

ISSN 1097-7104.

Dur S. 2013. Pembuatan tanin dari buah pinang. Jurnal Al-Irsyad 3:106-112.

Fahidin. 1977. Pengolahan Hasil Ternak Unit Pengolahan Kulit. Bogor:

Departemen Pertanian, Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian, Sekolah Pertanian Pembangunan (SNAKMA).

[FAO] Food and Agriculture Organizations of the United Nations. 2012. The State

of World Fisheries an Aquaculture. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Hak N, Yunizal dan Memen S. 2000. Teknologi Pengawetan dan Penyamakan

Kulit Ikan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut.

Kanagy JR. 1977. Physical and Performance Properties Of Leather. In: The

Chemistry And Technology Of Leather. Vol. 4 Ed. New York: Fred O Flaherty.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan

dalam Angka. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.

[Kemenperin] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2013. Gelar Sepatu, Kulit, dan Fashion Tahun 2013: Produk Nasional Siap Bersaing di Pasar Global. [25 Maret 2014].

Mann I. Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan. Judoamidjojo RM, penerjemah; Soekarbowo P, editor. Bandung: Angkasa. Terjemahan dari:

Rural Tanning Technique.

Meiyanto E, Susidarti RA, Handayani, Rahmi. 2008. Ekstrak etanolik biji buah

pinang (Areca catechu L.) mampu menghambat poliferasi dan memacu

(33)

Mustakim I. 2009. Pengaruh penggunaan kuning telur ayam ras dalam proses peminyakan terhadap kekuatan tarik, kemuluran, penyerapan air dan kekuatan jahit kulit cakar ayam pedaging samak kombinasi (krom-nabati).

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 4(1): 18-26.

O’Flaherty F, Roddy WT and Lollar RH. 1978. The Chemistry and Technology of Leather, Vol 1. New York: Reinhold Publishing Co.

Pahlawan IF dan Kasmudjiastuti E. 2012. Pengaruh jumlah minyak terhadap sifat

fisis kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) untuk bagian atas sepatu.

Yogyakarta: Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik.

Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit.

Yogyakarta: Akademi Teknologi Kulit.

Purnomo E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Yogyakarta: Kanisius.

Roigl M, Segarral V, Bertazzol M, Martinezl MA, Ferrerl J, Raspi2 C. 2012.

Chrome-free leather, tanned with oxazolidine. Journal of Aqeic 63: 101-110.

Satriadi T. 2011. Kadar tanin biji pinang (Areca catechu L) dari pleihari. Jurnal

Hutan Tropis 11(2).

Sharpouse JH. 1971. Leather Technician’s Handbook. London: Leather

Producer’s Association.

Sulastri T. 2009. Analisis kadar tanin ekstrak air dan ekstrak etanol pada biji

pinang sirih (Areca catechu. L). Jurnal Chemica 10 (1): 59-63.

Sunarto. 2001.Bahan Kulit untuk Seni dan Industri. Yogyakarta: Kanisius

Suparno O. dan Wahyudi E. 2012. Pengaruh konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air pada penyamakan kulit samoa terhadap mutu kulit samoa.

Jurnal Teknologi Industri Pertanian.22 (1):1-9.

Tancous JJ, Roddy WT and O’Flaherty. 1981. Defek-Defek Pada Kulit Mentah dan Kulit Samak. Diterjemahkan oleh Judoamidjojo R M. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Yazicioglu T. and Boler S. 1983. Sheep and goat skin (Technology, Quality,

Usage). Turkey: International Symposium on Production of Sheep and

Goat in Mediterranean Area.

Zhang XL and Reichart PA. 2007. A review of betel quid chewing, oral cancer

and precancer in Mainland China. Oral Oncol. 43(5): 424-430.

Zhang WM, Li B, Han L, Zhang HD. 2009. Antioxidant activities of extracts from

Areca (Areca catechu L.) flower, husk and seed. Afri. J. Biotechnol. 8(16):

(34)
(35)
(36)
(37)

Lampiran 1 Dokumentasi kegiatan

Kulit ikan kakap putih Proses pengapuran

Proses pengasaman Proses pembuangan kapur

(38)

Bahan untuk peminyakan dan pewarnaan Proses pembentangan

Lampiran 2 Cuplikan uji kekuatan tarik

(39)

Lampiran 4 Cuplikan uji kekuatan sobek

Lampiran 5 Cuplikan uji kekuatan jahit

Lampiran 6 Analisis ragam ketebalan secara membujur

Variabel: Tebal Kulit

Sumber Jumlah

kuadrat df

Kuadrat

rata-rata F Sig. Contoh terkoreksi .001(a) 2 0.001 4.834 0.029

Intercept 0.168 1 0.168 1,425.336 0.000

Konsentrasi 0.001 2 0.001 4.834 0.029

Galat 0.001 12 0.000

Total 0.170 15

(40)

Lampiran 7 Analisis ragam ketebalan secara melintang

Lampiran 8 Analisis ragam kekuatan tarik secara membujur

Sumber Intercept 483659.975 1 483659.975 97.703 .000

Konsentrasi 455.478 2 227.739 .046 .955

Galat 29701.787 6 4950.298

Total 513817.241 9

Total terkoreksi 30157.265 8

Lampiran 9 Analisis ragam kekuatan tarik secara melintang

Sumber

Lapiran 10 Analisis ragam kekuatan regang secara membujur

Sumber

Jumlah

kuadrat df

Kuadrat

rata-rata F Sig.

Contoh terkoreksi 7465.609(a) 2 3732.804 17.954 .003 Intercept 57632.004 1 57632.004 277.195 .000 Konsentrasi 7465.609 2 3732.804 17.954 .003

Galat 1247.467 6 207.911

Total 66345.080 9

(41)

Lampiran 11 Analisis ragam kekuatan regang secara melintang

Contoh terkoreksi 4160.427(a) 2 2080.213 4.390 .067 Intercept 101505.960 1 101505.960 214.198 .000

Konsentras 4160.427 2 2080.213 4.390 .067

Galat 2843.333 6 473.889

Total 108509.720 9

Total terkoreksi 7003.760 8

Lampiran 12 Analisis ragam kekuatan sobek secara membujur

Sumber

Jumlah

kuadrat df

Kuadrat

rata-rata F Sig.

Contoh terkoreksi 8573.563(a) 2 4286.781 10.433 .011 Intercept 46919.892 1 46919.892 114.197 .000 Konsentrasi 8573.563 2 4286.781 10.433 .011

Galat 2465.206 6 410.868

Total 57958.661 9

Total terkoreksi 11038.769 8

Lampiran 13 Analisis ragam kekuatan sobek secara melintang

Sumber

Lampiran 14 Analisis ragam kekuatan jahit secara membujur

Sumber

Jumlah

kuadrat df

Kuadrat

rata-rata F Sig.

Contoh terkoreksi 17886.825(a) 2 8943.413 6.460 .032 Intercept 345246.339 1 345246.339 249.362 .000

Konstreasi 17886.825 2 8943.413 6.460 .032

Galat 8307.109 6 1384.518

Total 371440.273 9

(42)

Lampiran 15 Analisis ragam kekuatan jahit secara melintang

Sumber

Jumlah

kuadrat df

Kuadrat

rata-rata F Sig.

Contoh terkoreksi 27757.529(a) 2 13878.764 5.194 .049 Intercept 287363.897 1 287363.897 107.542 .000 Konsentrasi 27757.529 2 13878.764 5.194 .049

Galat 16032.629 6 2672.105

Total 331154.054 9

(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 3 Oktober 1991. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Endang Suhendar dan Ibu Yeti. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD Negeri Sanepa dan lulus pada tahun 2004. Tahun yang sama melanjutkan pendidikan SMP Negeri 1 Buahdua yang lulus pada tahun 2007, dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Cimalaka dan lulus pada tahun 2010.

(44)

Gambar

Gambar 1 Diagram alir proses penyamakan kulit ikan kakap putih
Gambar 3 Kulit ikan kakap putih (Lates calcalifer) tersamak
Gambar 5 Grafik batang ketebalan kulit ikan kakap putih tersamak dengan
Gambar 7 Grafik batang kekuatan tarik kulit ikan kakap putih tersamak dengan
+3

Referensi

Dokumen terkait

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta.. 5 pengasuhan yang tepat bagi bayi juga dituangkan dalam karya ini agar dapat saling memberi informasi kepada sesama orang tua, terutama pasangan

Tulisan ini ingin mengetengahkan jenis-jenis silabus (tema-tema pokok) dalam buku pembelajaran bahasa Arab, sehingga diharapkan mampu menjadi pedoman bagi pelajar

Lingkungan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Terjaganya lingkungan menjadikan kualitas hidup manusia lebih baik. Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah

Hasil dari penelitian ini adalah aplikasi game edukasi “Mari Belajar Tanda Waqaf dan Washal ” yang dapat membantu siswa kelas 5 SD IT Muhammadiyah Al Kautsar

〔最高裁民訴事例研究四三九〕平二五3民集六七巻八号一四八三頁

7.2.5 Membuat laporan berkala dan laporan khusus Instalasi Rawat Jalan dengan menganalisa data pelaksanaan, informasi, dokumen dan laporan yang di buat oleh bawahan untuk

SMA PERUNGGU INFORMATIKA/ KOMPUTER 1 Ariell Zaki Prabaswara Ariza SMAN 2 Bandar Lampung Kota Bandar Lampung Lampung SMA PERUNGGU INFORMATIKA/ KOMPUTER 2 Rico Filberto SMAK 7 BPK

4821.10.10.00 --Label yang membentuk bagian kemasan untuk --Labels that form part of packing for 4821.10.10.00 --Label dari jenis yang digunakan untuk perhiasan, --Labels of