• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Minyak Sawit dan Vitamin D dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Ayam ISA-Brown Umur 60-67 Minggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Minyak Sawit dan Vitamin D dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Ayam ISA-Brown Umur 60-67 Minggu"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK SAWIT DAN

VITAMIN D DALAM RANSUM TERHADAP

KUALITAS TELUR AYAM ISA

-BROWN

UMUR 60-67 MINGGU

MUSFIROH AHADI NURFITRI

ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Minyak Sawit dan Vitamin D dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Ayam ISA-Brown Umur 60-67 Minggu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)

ABSTRAK

MUSFIROH AHADI NURFITRI. Pengaruh Pemberian Minyak Sawit dan Vitamin D dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Ayam ISA-Brown Umur 60-67 Minggu. Dibimbing oleh SUMIATI dan WIDYA HERMANA.

Masalah utama yang terjadi di akhir periode produksi telur adalah menurunnya kualitas kerabang seiring dengan bertambahnya umur ayam dan penurunan kemampuan menyerap kalsium. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh ransum yang menggunakan minyak sawit dan suplementasi vitamin D terhadap kualitas telur dari ayam tua. Penelititian ini menggunakan 96 ekor ayam ISA-Brown umur 60-67 minggu dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x2 dan 4 ulangan. Faktor I adalah minyak sawit (MS) dan faktor II adalah suplementasi vitamin D(SVD). Ransum yang digunakan adalah ransum 3% MS+0 IU kg-1 SVD (R1), 3% MS+3500 IU kg-1 SVD (R2), 6% MS+0 IU kg-1 SVD (R3), dan 6% MS+3500 IU kg-1 SVD (R4). Suplementasi vitamin D (p<0.05) meningkatkan bobot dan tebal kerabang, serta skor warna yolk. Interaksi antara kedua faktor berpengaruh sangat nyata (p<0.01) pada bobot yolk dan nyata (p<0.05) pada persentase bobot yolk. Suplementasi Vitamin D mampu meningkatkan kualitas kerabang dan komponen telur lainnya. Jumlah lipid yang sesuai membantu absorbsi vitamin D dan interaksinya berpengaruh dalam metabolisme produksi telur.

Kata kunci: kualitas telur, minyak sawit, vitamin D

ABSTRACT

MUSFIROH AHADI NURFITRI. The Effect of Using Palm Oil and Vitamin D Supplementation on Egg Quality of ISA-Brown Laying Hens Aged 60-67 Weeks. Supervised by SUMIATI and WIDYA HERMANA

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK SAWIT DAN

VITAMIN D DALAM RANSUM TERHADAP

KUALITAS TELUR AYAM ISA

-BROWN

UMUR 60-67 MINGGU

MUSFIROH AHADI NURFITRI

ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Pengaruh Pemberian Minyak Sawit dan Vitamin D dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Ayam ISA-Brown Umur 60-67 Minggu Nama : Musfiroh Ahadi Nurfitri

NIM : D24100042

Disetujui oleh

Dr Ir Sumiati, MSc Pembimbing I

Dr Ir Widya Hermana, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Minyak Sawit dan

Vitamin D dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Ayam ISA-Brown Umur 60-67 Minggu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suplementasi vitamin D dan taraf minyak sawit dalam ransum pada ayam petelur tua terhadap kualitas telur yang dihasilkan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pada akhir periode produksi, kualitas kerabang telur yang dihasilkan menurun dilihat dari ketebalan, kekuatan, dan berat jenis serta persentase keretakan yang meningkat. Vitamin D berfungsi mengatur penyerapan kalsium sebagai komponen utama penyusun kerabang telur. Vitamin D merupakan vitamin larut lemak sehingga pemberian jumlah minyak sawit yang sesuai diharapkan mampu memberikan jumlah minyak yang sesuai untuk pelarutan vitamin D.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Alat 3

Lokasi dan Waktu 3

Prosedur Penelitian 3

Persiapan kandang dan peralatan 3

Pemeliharaan 3

Pengambilan telur 3

Rancangan Percobaan dan Analisis data 4

Rancangan Percobaan 4

Peubah yang Diamati 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Bobot Utuh Telur 7

Kuning Telur (Yolk) 7

Kerabang 8

Putih Telur 9

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 11

RIWAYAT HIDUP 13

(11)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian 2 2. Rataan kualitas telur ayam petelur selama 6 minggu 6

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil analisis ragam bobot utuh telur 11

2. Hasil analisis ragam bobot putih telur 11

3. Hasil analisis ragam persentase bobot putih telur 11

4. Hasil analisis ragam bobot kuning telur 11

5. Hasil analisis ragam persentase bobot kuning telur 11 6. Hasil analisis ragam persentase bobot kuning telur 12 7. Hasil analisis ragam persentase bobot kerabang telur 12

8. Hasil analisis ragam tebal kerabang telur 12

9. Hasil analisis ragam skor warna kuning telur 12

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Konsumsi telur semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran penduduk Indonesia akan pentingnya protein hewani. Telur banyak dipilih untuk memenuhi kebutuhan protein hewani disamping karena harganya yang relatif terjangkau juga memiliki asam amino yang lengkap. Konsumsi telur ras perkapita di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 6.15 kg tahun-1 dengan produksi telur 201 000 ton. Sementara pada tahun 2012 produksi telur ras 197 000 ton dan konsumsi perkapita 6.52 kg tahun-1 (Kementan 2013).

Peningkatan produksi telur sejalan dengan meningkatkan populasi ayam petelur. Selain dengan peningkatan jumlah pullet, populasi ayam produktif juga bisa ditingkatkan dengan cara memperpanjang umur produktif ayam petelur. Dilain sisi pullet merupakan biaya terbesar selain ransum dalam usaha peternakan ayam petelur.

Leeson dan Summer (2005) membagi periode pemeliharaan ayam petelur berdasarkan siklus produksi telur menjadi 4, fase 1(18-32 minggu), fase 2(32-45 minggu), fase 3(45-60 minggu), dan fase 4(60-70 minggu). Setelah mencapai puncak produksi maka produksi telur akan terus menurun hingga diafkir karena tidak ekonomis lagi untuk dilakukan pemeliharaan.

Lambrou (1986) menyatakan bahwa breeding, nutrisi, lingkungan dan manajemen penanganan telur berpengaruh terhadap kualitas telur. Nutrisi sangat bergantung kepada pencernaan dan absorsi dari saluran pencernaan. Semakin meningkatnya umur, kemampuan organ-organ makhluk hidup untuk bermetabolisme akan semakin menurun. Pada akhir periode produksi, kualitas kerabang telur yang dihasilkan menurun. Berat telur akan meningkat sejalan dengan umur ternak dan kualitas kerabang telur akan menurun dilihat dari ketebalannya, kekuatan dan berat jenis serta persentase keretakan dan cacat kerabang telur yang meningkat. Selain itu, telur juga tidak sekental biasanya atau bisa dikatakan telur lebih banyak mengandung air.

Vitamin D berfungsi mengatur penyerapan kalsium sebagai komponen utama penyusun kerabang telur (Murray et al. 2009). Vitamin D ini termasuk vitamin larut dalam lemak. Pada dasarnya, absorbsi dan distribusi vitamin larut dalam lemak mengikuti pola dari pencernaan, absorbsi, distribusi, dan dekomposisi dari lemak (Riis 1983).

Minyak sawit merupakan bahan pakan sebagi sumber energi yang mudah ditemui dan memiliki kandungan lemak kasar yang tinggi. Komposisi lemak minyak sawit juga memiliki banyak kelebihan dibandingkan minyak lainnya untuk bahan pakan. Jumlah lemak jenuh dan tidak jenuh minyak sawit cukup seimbang, tidak mengandung lemak trans serta kandungan karetenoid yang cukup tinggi yang baik untuk produksi telur.

(14)

2

METODE

Bahan Ternak

Penelitian ini menggunakan 96 ekor ayam petelur strain ISA-brown umur 60 minggu dengan rata-rata bobot badan awal pemeliharaan sebesar 1.46-1.70 kg dan dialokasikan ke dalam 4 perlakuan yang merupakan kombinasi dari perlakuan taraf minyak sawit dan penambahan vitamin D3 dengan 4 ulangan secara acak, dan setiap ulangan terdiri atas 6 ekor ayam.

Ransum

Ransum diberikan dalam bentuk mash, bahan pakan penyusun ransum yang digunakan adalah jagung kuning, dedak halus, minyaak sawit, bungkil kedelai, CaCO3, tepung ikan, CGM, DCP, NaCl,. premix, dan DL-Methionin. Ransum disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005). Vitamin D3 yang digunakan berbentuk serbuk sehingga langsung dicampurkan dengan ransum menggunakan mixer. Berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summer (2005) kebutuhan vitamin D untuk ayam petelur yakni sebesar 3500 IU kg-1 ransum sehingga dalam pembuatan ransum perlakuan sebanyak 120 kg ditambahkan 17.15 mg Vitamin D3 500. Komposisi dan kandungan nutrien ransum disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian

(15)

3

Alat

Kandang yang digunakan adalah kandang baterai sebanyak 48 petak masing-masing petak berisi 2 ekor ayam yang terbuat dari kawat dan dilengkapi dengan tempat ransum dan tempat air minum. Ukuran setiap petak kandang adalah panjang 92 cm, lebar 47 cm dan tinggi 44 cm.

Peralatan lain yang digunakan adalah lampu sebagai alat penerangan, egg-tray, timbangan digital, jangka sorong digital (digital caliper), yolk colour fan, cawan petri,

pisau, meja kaca, tisu, dan alkohol 70%.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok C, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, analisis kualitas telur dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan pada bulan Oktober hingga Desember 2013.

Prosedur Penelitian Persiapan Kandang dan Peralatan

Persiapan kandang dimulai dengan memasang kandang berupa kandang baterai yang terbuat dari kawat sebanyak 48 buah, setiap kandang berisi 2 ekor ayam. Sebelum kandang dan peralatan lainnya seperti tempat ransum dan air minum akan digunakan maka dibersihkan terlebih dahulu, setelah itu dilakukan pengapuran pada kandang dan diberi disinfektan. Ayam sebanyak 96 ekor dibagi dalam 4 perlakuan dengan 4 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 6 ekor. Ayam-ayam tersebut ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot badan awal sebelum masuk pada perlakuan kemudian dilakukan pengacakan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilaksanakan selama 7 minggu dengan masa adaptasi ransum selama 1 minggu. Selama penelitian, ransum diberikan dalam jumlah yang sama untuk setiap satuan ternak dan air minum diberikan ad libitum. Pemberian ransum dan minum dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu pada saat pagi, dan sore hari. Telur yang diproduksi setiap harinya ditimbang menggunakan timbangan digital, penimbangan dan penghitungan ransum yang dikonsumsi dilakukan setiap minggu penelitian.

Pengambilan Telur

(16)

4

Rancangan dan Analisa Data Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rancanganacak lengkap pola faktorial 2x2 dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah minyak sawit (3% dan 6%) dan faktor kedua yaitu penambahan vitamin D (0 IU kg-1 dan 3500 IU kg-1). Model matematis yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1991) adalah :

Yijk = μ+ αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = Nilai parameter peubah yang diamati pada ulangan ke-k dari faktor I (Minyak sawit) ke-i dan faktor II (Vitamin D) ke-j

μ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh Minyak sawit ke-i terhadap peubah (i1 dan i2)

βj = Pengaruh Vitamin D ke-j terhadap peubah (j1dan j2)

(αβ)ij = Interaksi antara pengaruh Minyak sawit ke-i dan Vitamin D ke-j terhadap peubah

Εijk = Pengaruh galat percobaan Perlakuan yang diberikan adalah :

R1 = Minyak sawit 3% + 0 IU kg-1 vitamin D R2 = Minyak sawit 3% + 3500IU kg-1 vitamin D R3 = Minyak sawit 6% + 0 IU kg-1 vitamin D R4 = Minyak sawit 6% + 3500IU kg-1 vitamin D

Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, maka data yang diperoleh dianalisis sidik ragam (ANOVA). Jika didapatkan hasil berbeda nyata maka dilakukan uji Duncan (Steel and Torrie 1993).

Peubah yang Diamati

Pengambilan data kualitas telur dilakukan pada minggu kedua setelah perlakuan sampai minggu kedelapan (selama 6 minggu). Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kualitas telur yang meliputi bobot telur utuh, bobot putih telur, bobot kuning telur, skor warna kuning telur, bobot kerabang, tebal kerabang, dan nilai Haugh Unit.

Bobot Utuh Telur

Bobot utuh telur ayam diperoleh dengan mengukur bobot dari keseluruhan telur ayam menggunakan timbangan digital dengan satu digit dibelakang koma dalam satuan gram (g).

Bobot dan Persentase Albumin

(17)

5

Tinggi Albumin

Tinggi albumin diperoleh pada saat telur utuh dipecah, kemudian diukur tinggi putihnya dengan menggunkan alat jangka sorong.

Bobot dan Persentase Kuning Telur (Yolk)

Bobot yolk diperoleh setelah yolk dikeluarkan dari kerabang dan dipisahkan dari putih telur, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan satu digit dibelakang koma dalam satuan gram (g). Persentase yolk diperoleh dari hasil persentase bobot yolk dalam satuan gram (g) terhadap bobot utuh dalam satuan gram (g).

Skor Warna Yolk

Pengamatan skor warna yolk dilakukan dengan cara membandingkan warna pada kuning telur dengan standar roche yolk colour fan dengan skala 1-15 (Vuilleumir 1987).

Bobot dan Persentase Tebal Kerabang

Bobot kerabang diperoleh setelah semua isi telur dikeluarkan dari kerabang dan dibersihkan membran kerabangnya, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan satu digit dibelakang koma dalam satuan gram (g). Persentase kerabang diperoleh dari hasil persentase bobot kerabang dalam satuan gram (g) terhadap bobot utuh dalam satuan gram (g).

Tebal Kerabang

Pengukuran tebal kerabang dilakukan pada tiga bagian kerabang telur yakni pada bagian runcing, tengah, dan pada bagian tumpul. Sampel kerabang yang diukur dipisahkan dari selaput membran (membran telur). Tebal kerabang telur diperoleh dengan pengukuran menggunakan micrometer.

Haugh Unit

Haugh unit (HU), merupakan ukuran kualitas protein telur berdasarkan tinggi albumin yang diukur menggunakan jangka sorong dengan satuan milimeter (mm) dan bobot telur dalam satuan gram (g). Menurut Mountney (1976), nilai HU dihitung dengan rumus berikut:

HU = 100 x log (h - 1.7w0.37 + 7.57) Keterangan :

HU = Nilai haugh unit h = Tinggi albumin (mm) w = Bobot telur (g)

(18)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas telur diamati mulai minggu kedua perlakuan hingga akhir pemeliharaan. Hasil pengujian kualitas telur disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan kualitas telur ISA-Brown selama 6 minggu (Umur 62-67 minggu) Minyak

Rataan 58.31±1.02 58.49±0.97

Bobot Kuning Telur (gram) 3% 13.68±0.52ab 14.60±0.41a 14.14±0.65

0.957

6% 14.57±0.62ab 13.74±0.47b 14.16±0.59 Rataan 14.13±0.63 14.17±0.61

Bobot Kuning Telur (%) 3% 23.83±0.87ab 24.69±0.49a 24.26±0.61

0.976

6% 24.69±0.67ab 23.84±0.73b 24.27±0.60 Rataan 24.26±0.61 24.26±0.60

Skor Warna Kuning Telur

Rataan 7.34±0.03b 7.76±0.06a

Bobot Kerabang (gram)

Rataan 6.52±0.12b 6.87±0.06a

Bobot Kerabang (%)

Rataan 11.22±0.01 11.79±0.31

Tebal Kerabang (mm)

Rataan 0.31±0.01b 0.33±0.00a

Bobot Putih Telur (gram)

Rataan 37.66±0.27 37.44±0.42

Bobot Putih Telur (%)

Rataan 64.53±0.62 63.95±0.29

Tinggi Albumin (mm)

Rataan 7.33±0.30 7.55±0.02

Haugh Unit

3% 82.77±3.24 83.10±1.68 82.93±0.23b

- - -

6% 86.46±1.62 86.52±1.97 86.49±0.05a Rataan 84.61±2.61 84.81±2.42

(19)

7

Bobot Utuh Telur

Semakin tua umur ayam maka telur yang diproduksi akan semakin besar. Rataan bobot utuh telur pada penelitian ini antara 57.59-59.03 g. Ukuran telur yang mampu dihasilkan ISA-brown umur 60-67 minggu berkisar 65.5 g-65.7 g (Hendrix Genetic Company 2009). Telur penelitian memiliki bobot sekitar 90% dari bobot telur standar ISA-brown. Bobot telur penelitian yang lebih rendah dipengaruhi karena konsumsi pakan yang lebih rendah dari panduan manajemen pemeliharaan yakni konsumsi rataan penelitian 83 g hari-1 dibandingkan 125 g hari-1.Faktor manajamen secara keseluruhan juga mempengaruhi terhadap bobot telur yang dihasilkan selama penelitian. Faktor lingkungan seperti suhu yang tinggi juga mempengaruhi penurunan bobot utuh telur yang diproduksi. Menurut Gumilar (2014) rataan suhu lingkungan penelitian pada bulan Juni berkisar 24.84 ºC pada pagi hari,31.04 ºC pada siang, dan 28.88 ºC pada sore. Bobot telur yang dihasilkan pada bulan itu juga lebih rendah dibandingkan standar ISA dan diduga karena pengaruh suhu kandang pemeliharaan yang tinggi. Yuwanta (2010) menyebutkan suhu yang optimal untuk ayam petelur berkisar 20 ºC-28 ºC.

Ukuran telur terdiri atas ukuran kecil yaitu dengan berat telur kurang dari 47.2 g, ukuran medium dengan berat telur 47.2 g-54.2 g, ukuran besar dengan berat telur 54.4 g-61.4 g dan ukuran jumbo dengan berat telur lebih dari 61.5 g (North dan Bell 1990).

Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh (p>0.05) terhadap bobot utuh telur. Ukuran telur yang dihasilkan akan meningkat seiring dengan fungsi organ ternak yang semakin meningkat hingga di umur yang relatif tua dan kemampuan organ menurun ukuran telur akan tetap relatif besar.

Kuning Telur (Yolk)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi suplementasi vitamin D dan level minyak sawit memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap bobot kuning telur dan beda nyata (p<0.05) terhadap persentase bobot kuning telur. Pengaruh paling baik berdasarkan uji lanjut Duncan didapatkan dari minyak sawit 3% dan suplementasi vitamin D 3500 IU kg-1 dengan rataan bobot yolk 14.60±0.41 g atau 24.69% dari bobot utuh. Perlakuan minyak sawit 3% tanpa suplementasi vitamin D menghasilkan rataan bobot yolk paling rendah dengan 13.74±0.47 g atau 23.84% dari bobot utuh.

Persentase bobot yolk terhadap bobot utuh telur berkisar antara 23.83%-24.69%. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa persentase yolk berkisar 30%-32%. Yuwanta (2010) menegaskan bahwa peningkatan bobot telur karena meningkatnya jumlah putih telur sementara bobot kuning telur relatif stabil. Persentase yolk terhadap bobot telur utuh akan semakin menurun pada umur ayam yang semakin tua.

Komposisi asam lemak minyak sawit terdiri dari sekitar 40% asam oleat (tidak jenuh tunggal), 10% asam linoleat (tidak jenuh ganda), 44% asam palmitat (jenuh) dan 4,5% asam stearat (jenuh) (Hariyadi 2010). Proporsi asam lemak jenuh dan tidak jenuh minyak sawit dikatakan proporsional dan baik untuk pakan unggas.

(20)

8

jenuh 50% (NRC 1994). Jumlah lemak dari ransum minyak 3% dan suplementasi 3500 IU kg-1 menghasilkan yolk yang lebih besar.

Suplementasi vitamin D berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap skor kuning telur. Suplementasi 3500 IUkg-1 vitamin D memberikan skor yang lebih tinggi atau warna yang semakin cerah dibandingkan tanpa suplementasi (0 IUkg-1) dengan rataan nilai 7.76 dibanding 7.34. Warna kuning telur sangat dipengaruhi oleh xanthofil yang terkandung pada bahan ransum (Thomson 1975).

Xanthofil merupakan karotenoid oksidatif dan umumnya unggas mampu menyerapnya dengan baik (Hudon 1994). Tahapan pencernaan karotenoid dimulai dari pencernaan bahan pakan, pembentukan misel lipid, membawa karotenoid ke sel mukosa usus dan kemudian menuju ke plasma darah melalui sistem limfa (Williams et al. 1963). Baik xanthophil maupun vitamin D yang sama-sama berada di misel lipid telah terjadi interaksi yang memungkinkan absorbsi xanthophil lebih optimal karena adanya vitamin D. Interaksi yang mungkin terjadi sama dengan vitamin E yang mampu meningkatkan pigmentasi yolk (Surai 2001). Suplementasi vitamin D terbukti mampu menghasilkan yolk dengan warna lebih cerah.

Kerabang Telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap bobot dan tebal kerabang. Suplementasi vitamin D 3500 IU kg-1 menghasilkan bobot dan tebal kerabang yang lebih tinggi dibandingkan ransum tanpa suplementasi vitamin D (0 IU kg-1). Suplementasi vitamin D 3500 IUkg-1 menghasilkan rataan bobot kerabang 6.87±0.06 g dengan rataan tebal kerabang 0.33 mm sedangkan tanpa suplementasi 6.52±0.12 g dan 0.31 mm. Menurut Idris dan Thohari (1998) telur ayam yang ideal memiliki tebal kerabang berkisar antara 0.33 mm-0.36 mm sehingga suplementasi vitamin D pada ayam petelur pada fase 4 penting diberikan untuk meningkatkan ketebalan kerabang telur.

Kalsium sebagai komponen utama penyusun kerabang telur diabsorbsi di jejunum dan memerlukan spesifik protein kalbindin agar bisa diabsorbsi. Vitamin D3 atau cholecalciferol berperan sebagai prohormon, di dalam hati diubah menjadi 25-hydroxycholecalciferol kemudian menjadi 1.25-hydroxy-cholecalciferol dengan radiasi sinar UV.1.2(OH)2D3 sebagai metabolit aktif akan menstimulus sintesis protein kalbindin sehingga absorbsi kalsium bisa terjadi (Deluca dan Schnoes 1976).

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kualitas kerabang menurun seiring bertambahnya umur ayam (Roland 1979, Rajkumar et al. 2009). Ukuran telur meningkat sejalan dengan umur ayam namun bobot kerabang cenderung tetap atau bahkan menurun. Ketidakmampuan ayam dalam memproduksi kerabang yang lebih banyak ini berkaitan dengan aktivitasi 1,25-dihydroxycholecalciferol, bentuk aktif dari vitamin D (Joyner et al. 1987). Vitamin D yang digunakan dalam suplementasi ini adalah vitamin D3 yang sudah dalam bentuk aktif atau 1.2(OH)2D3 sehingga tidak memerlukan sinar ultraviolet (UV) untuk aktivasinya agar menjadi metabolit aktif.

(21)

9 ransum dengan suplementasi vitamin D memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan Bell dan Weaver (2002), yaitu berkisar 10%-12% dari bobot telur.

Putih Telur (Albumin)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi (p>0.05) bobot putih telur (albumin), persentase bobot albumin, dan tinggi albumin. Persentase putih telur sekitar 58%-60% dari bobot telur (Bell dan Weaver 2002) dan persentase putih telur hasil penelitian adalah 63.74%-64.96%.

Haugh unit (HU) yaitu hubungan tinggi albumin dengan keseluruhan bobot telur serta suhu internal telur merupakan dasar pengukuran indeks mutu telur. Nilai HU telur hasil penelitian berkisan 82.77-86.52 dan termasuk kedalalam kategori AA. USDA 1983 membagi telur menjadi 3 kategori berdasarkan nilai HU, kategori AA memiliki nilai HU 72 atau lebih, kategori A 60-72, dan kategori B 45-60.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Minyak sawit 3% dan suplementasi vitamin D 3500 IU kg-1 meningkatkan bobot kuning telur. Suplementasi vitamin D pada ayam memasuki periode afkir memperbaiki kualitas kerabang baik tebal kerabang dan bobotnya, serta skor warna kuning telur yang diproduksi. Seluruh nilai Haugh Unit pada semua perlakuan baik vitamin D maupun minyak sawit berada pada kisaran 82-86 dan termasuk kategori AA.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan guna mengetahui jumlah optimal lemak untuk absorbsi vitamin D yang berada pada kisaran 3%-6% tanpa merubah jumlah suplementasi vitamin D serta mengkaji pengaruh suhu lingkungan pemeliharaan.

DAFTAR PUSTAKA

Bell DD, WeaverWD. 2002. Commercial Chicken Production Meat and Egg. 5th Edition. Massachusetts (US): Kluver Academic Publishers

Deluca HF, Schnoes HK. 1976. Metabolism and mechanism of action of vitamin D. Annual Rev Biochem. 45:631-666

Gumilar TC. 2014. Pengaruh suplementasi vitamin E dan selenium dalam ransum terhadap kualitas telur dan profil darah ayam petelur umur 45-50 minggu. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

(22)

10

Hudon J. 1994. Biotechnological applications of research on animal pigmentation. Biotech Advances. 12: 49-69.

Hendrix Genetic Company. 2009. Product Performance ISA [internet]. [diunduh] 2013 Desember 14. Tersedia dari http://www.hendrix-genetics.com.

Idris S, Thohari I. 1998. Telur dan Cara Pengawetannya. Malang (ID). Universitas Brawijaya.

Joyner CJ, MJ Peddie, TG Taylor. 1987.The effect of age on egg production in the domestic hen. Gen Comp Endocrin. 65: 331-336.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Basisdata Konsumsi Pangan [internet]. [diunduh] 8 September 2014. Tersedia dari

http://www.pertanian.go.id/konsumsi

Leeson S, Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Edition. Nottingham (UK). Nottingham University Press.

Lambrou LC. 1986. Conserving and monitorig egg shell quality. ZW Agri J. 83: 35-38.

Moutney GJ. 1976. Poultry Product Technology. Westport (US). The AVI Publising Co.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW. Biokimia Harper Edisi 27. Terjemahan (Brahm U). Jakarta: EGC.

North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4th Ed. New York (US): Chapman and Hall.

[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requitment of Poultry 9th Rev Ed. Wangshinton DC (US). Nat Acad of Sci.

Rajkumar D, Sharma RP, Rajaravindra KS, Niranjan M, Reddy BLN, Bhattacharya TK, Chatterjee RN. 2009. Effect of genotype and age on egg quality traits in naked neck chicken under tropical climate from India. Int J Poult Sci. 8:115-155.

Riis PM. 1983. Dynamic Process Biochemistry of Animal Production. Amsterdam (ND): Elsevier Science Publisher BV

Roland DA.1979. Factors influencing shell quality of aging hens. Poult Sci. 58: 774-777.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan (Bambang S). Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Tama. Surai PF. 2001. Natural Antioxidants in Avian Nutrition and Reproduction.

Nottingham (US): Nottingham University Press.

Thomson SY. 1975. Role of carotene and vitamin A in animal feeding. World Rev. Nutr. Diet., 21: 224-280.

[USDA] United Stated Department of Agriculture. 1983. Egg Grading Manual Agriculture Handbook No. 75. Washington DC (US): Agricultural Marketing Service.

Vuilleumir JP. 1969. The rhoce yolk colour fan an instrument for measuring yolk colour. Poult Sci. 48:767-779.

Williams WP, Davies RE, Couch JR. 1963. The utilization of carotenoids by the hen and chick. Poult Sci. 42: 691-699.

(23)

11 Lampiran 1 Hasil analisis ragam bobot utuh telur

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 .007 .007 .001 .971

Vitamin D (VD) 1 .128 .128 .026 .875

Interaksi (MS*VD) 1 7.910 7.90 1.593 .231

Galat 12 59.55 4.95

Total 16 54633.076

R2= .119%; R2(terkoreksi)= -.101%

Lampiran 2 Hasil analisis ragam bobot putih telur

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 .042 .042 .012 .915

Vitamin D (VD) 1 .181 .181 .051 .824

Interaksi (MS*VD) 1 .951 .951 .271 .612

Galat 12 42.091 3.508

Total 16 22601.803

R2= .027%; R2 (terkoreksi) = -.216%

Lampiran 3 Hasil analisis ragam persentase bobot putih telur

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 .214 .214 .221 .647 Vitamin D (VD) 1 1.328 1.328 1.370 .264 Interaksi (MS*VD) 1 1.671 1.671 1.723 .214

Galat 12 11.632 .969

Total 16 66039.432

R2= .216% ; R2(terkoreksi)= .021%

Lampiran 4 Hasil analisis ragam bobot kuning telur

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 .001 .001 .003 .957

Vitamin D (VD) 1 .008 .008 .028 .871

Interaksi (MS*VD) 1 3.080 3.080 10.496 .007

Galat 12 3.521 .293

Total 16 3210.736

R2= .467%; R2(terkoreksi)= .334%

Lampiran 5 Hasil analisis ragam persentase bobot kuning telur

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 .001 .001 .001 .976 Vitamin D (VD) 1 5.625E-5 5.625E-5 .000 .992 Interaksi (MS*VD) 1 2.933 2.933 5.530 .037

Galat 12 6.364 .530

Total 16 9426.544

(24)

12

Lampiran 6 Hasil analisis ragam persentase bobot kuning telur

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 .062 .062 .947 .350

Vitamin D (VD) 1 .483 .483 7.322 .019

Interaksi (MS*VD) 1 .006 .006 .097 .761

Galat 12 .792 .066

Total 16 719.316

R2= .411%; R2(terkoreksi)= .263%

Lampiran 7 Lampiran 7 Hasil analisis ragam persentase bobot kerabang telur

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 .198 .198 .568 .466 Vitamin D (VD) 1 1.300 1.300 3.728 .077 Interaksi (MS*VD) 1 .181 .181 .518 .485

Galat 12 4.183 .349

Total 16 2121.861

R2= .286% ; R2(terkoreksi)= .108)%

Lampiran 8 Hasil analisis ragam tebal kerabang telur

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 6.250E-6 6.250E-6 .014 .908

Vitamin D (VD) 1 .002 .002 4.991 .045

Interaksi (MS*VD) 1 6.250E-6 6.250E-6 .014 .908

Galat 12 .005 .000

Total 16 1.652

R2= .295%; R2(terkoreksi)= .119)%

Lampiran 9 Hasil analisis ragam skor warna kuning telur

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 .016 .016 .117 .738

Vitamin D (VD) 1 .697 .697 5.213 .041

Interaksi (MS*VD) 1 .001 .001 .009 .925

Galat 12 1.605 .134

Total 16 914.661

R2= .308%; R2(terkoreksi)= .135%

Lampiran 10 Hasil analisis ragam tinggi albumin

SK db JK KT Fhit Sig

Minyak Sawit (MS) 1 .164 .164 .819 .383

Vitamin D (VD) 1 .185 .185 .924 .355

Interaksi (MS*VD) 1 .202 .202 1.012 .334

Galat 12 2.402 .200

Total 16 888.909

R2= .187% ; R2(terkoreksi)= -.017%

Keterangan :

(25)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tuban, Jawa Timur pada tanggal 10 Januari 1992.Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Nyoto dan Ibu Solikhatun, SPd. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Banyuurip 02 pada tahun 1999-2004. Pendidikan dilanjutkan di MTs Assalam Bangilan-Tuban pada tahun 2004 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2010 di SMAN 1 Bojonegoro.

Penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian

Bogor pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Penulis adalah mahasiswa penerima beasiswa BIDIK MISI dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2010-2014. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai anggota Koperasi Mahasiswa IPB. Penulis juga aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) pada Biro Usaha Milik Nutrisi (BUMN) periode 2012/2013.

UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian
Tabel 2 Rataan kualitas telur ISA-Brown selama 6 minggu (Umur 62-67 minggu)

Referensi

Dokumen terkait

Uji hipotesa secara parsial yang mempunyai nilai p &lt;0,05 hanya ada tiga variabel bebas yaitu faktor sosial, konsekuensi jangka panjang dan kondisi- kondisi yang mendukung,

Penambahan nutrien defisien (P, Cu dan metionina) pada taraf pemberian daun rami yang sama dengan perlakuan T2 meningkatkan konsumsi nutrien dan efisiensi penggunaannya

tersendat-sendat, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa berenang dan bergerak dengan merayap karena telah beradaptasi untuk hidup di lumut dan sampah daun-daun yang

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, diperlukan adanya suatu sistem informasi monitoring proyek yang mampu untuk membantu dan mempermudah perusahaan ini dalam

Sehingga konsepsi pendidikan Islam fundamental lebih di elaborasi lagi dalam persepektif Islam sehingga menemukan titik temu antara pendidikan Islam yang selama

Di satu pihak, para filosof tersebut telah secara rasional diyakinkan bahwa ide-ide filsafat Yunani cukup masuk akal; di pihak lain, sebagai muslim, mereka harus menemukan

dilakukan antar pengurus organisasi secara vertikal dan horizontal. Komunikasi ekstern adalah tata hubungan penyampaian informasi resmi IPKI yang dilakukan oleh pengurus

Pas foto berwarna ukuran 4X6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dengan warna latar belakang biru bagi yang memiliki tahun kelahiran genap dan warna latar belakang merah bagi