IMPLIKASI HAKRECALLPARTAI POLITIK TERHADAP SISTEM KEDAULATAN RAKYAT
(Skripsi)
Oleh
MALICIA EVENDIA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
IMPLIKASI HAKRECALLPARTAI POLITIK TERHADAP SISTEM KEDAULATAN RAKYAT
Oleh
MALICIA EVENDIA
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaturan hak recall
partai politik sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat. Jenis penelitian ini adalah normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan historis (historical approach). Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hak recall partai politik sebagaimana diatur dalam Pasal 213 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD serta Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, bahkan menggeser kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai. Dengan berbagai peraturan perundang-undangan tersebut, memberikan kewenangan yang besar kepada partai politik untuk mengingkari atau menegasikan hasil pilihan rakyat selaku pemegang kedaulatan demi kepentingan partai politik. Adanya hak recall
partai politik akan menjadikan anggota dewan lebih loyal kepada partai politik dibandingkan dengan rakyat.
ABSTRACT
THE IMPLICATIONS RECALL RIGHT OF POLITICAL PARTIES AGAINST THE SYSTEM OF POPULAR SOVEREIGNTY
By
MALICIA EVENDIA
This research aims to find out if the recall rights arrangements of political parties in line with the principle of popular sovereignty. This type of research is normative, using statute approach, case approach and historical approach. The data was collected by means of literature study. The results showed that setting recall right political parties as provided for in Article 213 paragraph (2) letter e Law Number 27 Year 2009 about the MPR, DPR, DPD and DPRD, and Article 16 paragraph (1) of Law Number 2 year 2008 about Political Parties, as changed with Act number 2 year 2011 about the Amendment Act Number 2 year 2008 about Political Parties, the arrangements of the recall right a political party in legislation, not in line with the principle of popular sovereignty, even shift the sovereignty of the people become sovereign party. With a variety of laws and regulations, gives great authority to a political party for deny or negate the results of the people’s choice as the holder of sovereignty in the interests of political parties. The presence of rights recall potical parties will make a council member more loyal to political party compared with the people.
IMPLIKASI HAKRECALLPARTAI POLITIK TERHADAP SISTEM KEDAULATAN RAKYAT
Oleh
MALICIA EVENDIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata Satu
Pada
Bagian Hukum Tata Negara
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : IMPLIKASI HAKRECALLPARTAI POLITIK TERHADAP SISTEM KEDAULATAN RAKYAT
Nama Mahasiswa : MALICIA EVENDIA
No. Pokok Mahasiswa : 0912011190
Bagian : Hukum Tata Negara
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Armen Yasir, S.H., M.Hum. Muhtadi, S.H., M.H.
NIP. 196206221987031005 NIP. 197701242008121002
2. Ketua Bagian Hukum Tata Negara
Yulia Neta, S.H., M.H.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Armen Yasir, S.H., M.Hum. ...
Sekretaris/anggota :Muhtadi, S.H., M.H. ...
Penguji Utama :Yulia Neta, S.H., M.H. ...
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, S.H., M.S.
NIP. 196211091987031003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada Tanggal 30
September 1991. Anak Ke-empat buah cinta dari pasangan
Ayahanda Firman Effendi dan Ibunda Herna Wati. Jenjang
Pendidikan penulis dimulai pada TK Aisyiah II Pringombo pada
tahun 1995, dan selesai tahun 1997. Setelah itu dilanjutkan pada Sekolah Dasar
Negeri 10 Pringombo diselesaikan tahun 2003. Kemudian, penulis melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Pringsewu
selesai tahun 2006. Setelah itu melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)
diselesaikan di SMA Negeri 1 Pringsewu pada tahun 2009.
Penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung Tahun 2009 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2012, Penulis mengikuti program pengabdian
kepada masyarakat yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Gistang Kecamatan
Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan selama 40 hari. Selama menjadi
mahasiswa penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, diantaranya sebagai
sekretaris Biro Usaha Mandiri (2010-2011) dan sekretaris Departemen Media
Seni Informasi dan Olahraga (2011-2012) Forum Silahturahim & Studi Islam
Mahasiswa (2010-2011), Staf ahli Kementerian Urusan Pemberdayaan Wanita
(2011-2012) dan Staf ahli Kementerian Hukum Advokasi & Perundang-undangan
(2012-2013) BEM U KBM Unila. Sebagai Bendahara Himpunan Mahasiswa
Hukum Tata Negara (HIMA HTN) Masa Bakti 2011-2013, serta sebagai Anggota
muda Pusat Studi Bantuan Hukum Fakultas Hukum (PSBH FH).
Dalam masa studinya, penulis juga pernah mengikuti berbagai pelatihan baik yang
diselenggarakan didalam kampus maupun yang diselengarakan diluar kampus
antara lain, Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Dasar (LKMI-TD)
pada tahun 2010, Self Development Program (SDP) pada tahun 2010, Pendidikan
dan Pelatihan Anti Korupsi pada tahun 2011, Kongres Kebudayaan Pemuda
Indonesia tahun 2012, Pelatihan Simulasi Rapat DPR RI pada tahun 2011,
Pelatihan Advokasi mahasiswa hukum peduli keadilan tahun 2011, Pelatihan
Indonesia Leadership Camp pada tahun 2011 dan tahun 2012 dan berbagai pelatihan lainnya yang tidak dapat diuraikan satu-persatu.
Penulis juga pernah menorehkan beberapa prestasi, diantaranya sebagai Juara 1
Olimpiade Ekonomi se-Kabupaten Tanggamus tahun 2008, Juara I Try Out
bidang IPS se-Kabupaten Tanggamus tahun 2009, Juara III Lomba Karya Tulis
Ilmiah HMJ Manajemen FE Unila tahun 2011, Juara III Lomba Karya Tulis
Ilmiah Mahasiwa Trophy Bergilir Gubernur Lampung pada tahun 2012, Juara III
Lomba Karya Tulis Mahasiswa Tingkat Universitas Lampung Tahun 2012,
U KBM Unila, penerima dana hibah wirausaha Dikti pada Program Mahasiswa
Wirausaha (PMW) pada tahun 2011, serta menjadi Tim research Lomba Debat Konstitusi perwakilan Universitas Lampung oleh Mahkamah Konstitusi RI.
Penulis pernah mendapatkan kesempatan beasiswa diantaranya Beasiswa Prestasi
Juara III Umum di SMP pada tahun 2005, Beasiswa Prestasi Juara I Umum
Bidang IPS (2008) dan Juara III Umum Bidang IPS (2009) di SMA, Beasiswa
Bantuan Masuk Universitas (BMU) tahun 2009, Beasiswa Bantuan Mahasiswa
(BBM) tahun 2010, Beasiswa Bank Tabungan Negara (BTN) tahun 2011,
MOTTO
... Dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta
pertanggungjawabannya.
(QS. Al-Isra: 34)
Hai Daud, sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah
(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan
engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
karena mereka melupakan hari perhitungan.
(QS. Shaad: 26)
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan)
pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi
mereka.
(QS. An-Nisaa: 145)
Munafik itu, bila berkata-kata, dia berdusta. Bila diberi
amanah, dia khianat. Dan bila berjanji, dia mungkiri.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila suatu urusan dipercayakan kepada seseorang
yang bukan ahlinya, maka tunggulah waktu kehancurannya
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya
kecilku ini kepada inspirasi terbesarku :
Ibunda Herna Wati dan ayahnda Firman Effendi
Terimakasih untuk semua kasih sayang dan
pengorbanannya serta setiap doa nya yang selalu
mengiringi setiap langkahku menuju keberhasilan
Kakak dan adik kandungku Marina Evendi, Febrima
Herlando, Indah Satria, Rajo Husen dan Ratu Indah (alm),
serta kakak iparku David, dan keponakanku Aprodavin
Fersalion yang kusayangi dan kubanggakan
Almamater Universitas Lampung
Tempat aku menimba Ilmu dan mendapatkan pengalaman
berharga yang menjadi sebagian jejak langkahku meraih
SANWACANA
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatu
Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan
seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di hari akhir nanti, sebab hanya dengan
kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam
tak lupa semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pembawa Rahmatan Lil’Aalaamiin, serta kepada dua malaikat yang setiap saat mencatat segala tingkah laku penulis, dengan sangat jujur dan tanpa lelah, Raqib
danAtid.
Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui Pemilu secara
langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakilnya. Anggota DPR dan
DPRD selain dipilih, dapat juga diberhentikan dari jabatannya. Namun, ada yang
menarik dari pengaturan mengenai pemberhentian wakil rakyat tersebut, yaitu
adanya kewenangan yang besar kepada partai politik untuk dapat memberhentikan
wakil rakyat melalui mekanisme recall, sehingga menurut penulis hal ini telah menimbulkan pergeseran kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai politik.
Ruang inilah yang berusaha dicari dan ditemukan solusinya. Akan tetapi, penulis
penulisannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan skripsi ini.
Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil
sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus
kepada :
Bapak Armen Yasir, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing I (satu) yang telah
banyak mengarahkan dalam perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Bukan
hanya di bidang akademik, melalui kebiasaan dan pemikirannya juga telah
mengajarkan nilai-nilai moral kehidupan. Terima kasih atas segala bimbingan,
waktu yang diluangkan dan pelajaran hidupnya sehingga menjadi inspirasi dan
pedoman bagi penulis;
Bapak Muhtadi, S.H., M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Pembimbing II (dua) yang telah
meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan coretan-coretan
yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis, dan petuahnya yang tidak
terlupakan yaitu agar selalu memperbanyak membaca buku. Terima kasih atas
ilmu dan nasehat yang diberikan selama masa kuliah, sehingga membuat penulis
Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung, serta Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. yang sudah menjadi
Pembimbing Akademik penulis;
Ibu Yulia Neta, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan II (dua) dan Ketua
Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus
Pembahas I (satu) atas kesediaannya dan kesabarannya untuk membantu,
mengarahkan, dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini. Bapak
Yusdiyanto, S.H., M.H. selaku pembahas II (dua) yang telah memberikan
masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini, serta nasehatnya kepada penulis
agar selalu bisa mengatur waktu dengan baik;
Bapak Rudy, S.H., LL.M., LL.D. yang telah meminjamkan banyak buku
kepada penulis untuk penulisan skripsi ini, serta atas kesempatan yang diberikan
sehingga penulis bisa mengimplementasikan ilmu penulis, “makasih banyak ya
Pak Rudy, nasehat-nasehatnya selama ini sangat berguna.”
Bapak Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. selaku Pembantu Rektor III (tiga)
Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani
proses mencapai kesuksesan, serta atas kesempatannya menambah pengalaman
penulis sehingga bisa membantu kegiatan kemahasiswaan di rektorat selama
kurang lebih 5 (lima) semester;
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum, khususnya bagian Hukum Tata
Negara Ibu Martha Riananda, S.H., M.H., Bapak M. Iwan Satriawan, S.H.,M.H.,
Dr. Budiyono, S.H., M.H. terima kasih telah membantu mengajarkan begitu
banyak ilmu dan wawasan baru kepada Penulis; Bapak Prof. Dr. I Gede Arya
Bagus Wiranata, S.H., M.H. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
mempublikasikan jurnal penulis ke dalam sebuah buku, sekaligus nasehatnya
yang menjadi inspirasi penulis agar selalu terus menulis;
Pak Marji, Pak Pendi dan Pak Jarwo yang telah menjadi teman ngobrol ketika
menunggu dosen dan membantu penulis menyelesaikan urusan administrasi;
Pak Muhidin, Pak Bambang, Pak Rino Arnold, Pak Destian, Pak Hartono,
Pak Madi, Pak Qadar, Pak Doni, Pak Waldi, Pak Acong, Bu Taryati, Bu Eni, Bu
Retno, Bu Ane, atas pengalaman hidup, canda dan motivasinya selama ini;
Teman-teman, adik-adik serta kakak-kakak Forum Silaturahim dan Studi
Islam (FOSSI) FH Unila, yang telah menjadi keluarga kecil penulis selama kuliah,
bisa menjadi bagian dari kalian sungguh pengalaman yang benar-benar berharga;
Cecunguk yang tersayang sekaligus sahabat tarbiyah, Winda Yunika, Cicha Deswari, Adenty Novalia, Uci Nawa Insani, Yenni Kustanti, terimakasih untuk
kebersamaannya melewati sukaduka selama hampir 4 tahun ini, menjadi
pundak-pundak yang begitu nyaman untuk disandarkan ketika beban dirasa tak
tertahankan. Syukur kepada Allah SWT telah dipertemukan dengan kalian sejak
beberapa tahun terakhir. Semoga kita semua bisa dipertemukan ditempat terbaik
nantinya, entah itu di dunia ataupun diakhirat, you are my best friends;
Keluarga “Kesma Rangers” Kak Juandi, Kak Umam, Kak Yogi, Kak Kis,
Chusna, Hanif, Desty, Nurul, Davina, Bella, terima kasih atas kebersamannya
yang indah;
Keluarga HTN angkatan 2009, Sofyan Jailani, Muhammad Amin Putra, Riki
Indra, Muhammad Yudho S, Zulqadri Anand, Mushab Rabbani, Nico
Noviansyah, Reisa Malida, dan Dinarti Andarini, terima kasih telah menghabiskan
sebagian waktu bersama, besar harapan silahturahim ini tak berujung, I am proud of you guys;
Kakak-kakak HTN, Muchtar Hadi Kusuma, S.H, Eko Primananda, S.H.,
Ahadi Fajrin Prasetya, S.H., Berry Pratama S, S.H., Ahmad Fauzi Furqon, S.H.,
Anggraini, S.H., Melvin Indriani, S.H., Yessi Siregar, S.H., serta adik-adik HTN,
Retiana, Andi, Indah, Shinta, Echo, Yessi, terima kasih untuk semangat dan
dukungan yang datang dengan cara kalian masing-masing. Semoga Allah
menghadirkan banyak orang yang berarti dan bersedia membantu kalian seperti
arti kalian bagi Penulis.
Untuk Ratih Mustika Rini, yang telah bersedia memberikan semangat,
motivasi dan menjadi tempat curhat selama hampir 4 tahun, dimulai SMA ketika
kita dipertemukan saat test IPDN, hingga sekarang saat kita sama-sama mengukir
mimpi masing-masing,thanks dear;
Sahabat-sahabat terbaik Nurul Aliyah dan Isma Wati, untuk dukungan
langsung dan tidak langsung yang kalian berikan. Ismail Saleh Marsuki, untuk
pengalaman warna-warni sejak bersama-sama ikut Indonesia Leadership Camp
Resky Pradhana Romli, yang memiliki standar tinggi dalam meraih cita-cita.
Good luckuntuk setiap dari kita!
Dimas Prapanca, sebagai perantara Allah SWT yang telah banyak
memberikan inspirasi kepada penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik,
senang bisa mengenal kamu; Mba Tri Agus Fajar Dini, dan mba Alifah Zahroh,
yang telah mengingatkan untuk selalu istiqomah, “Aku mencintai kalian karena Allah SWT”;
Rekan-Rekan KKN Desa Gistang Kab. Way Kanan, Roni, Danny, Selda,
Ridho, Giri, mba Sari, Christine, Rizki, Panji, terima kasih atas doanya,
pengalaman tak terlupakan selama 40 hari bersama kalian akan selalu ada, I am gonna miss you guys; Teman-teman Violet Class di Lembaga Bahasa Inggris Bandar Lampung, terima kasih atas tawa dan keceriaannya;
Kedua orang tua yang telah menjadi inspirasi terbesar penulis, Herna Wati
(amak) dan Firman Effendi (abak), yang telah menjadi orangtua terhebat di dunia,
meski tidak paham apa itu skripsi dan bagaimana proses pengerjaannya. “Terima
kasih banyak ya amak dan abak, atas segala dukungannya selama ini. Maaf masih
menjadi beban kalian, tapi percayalah selalu ada bagian diri ini yang tidak pernah
berhenti berjuang untuk membahagiakan kalian. Abak sama amak memang
lulusan SMA, tapi ajaran dan semangat yang kalian berikan telah mengantar Icha
hingga sejauh ini, hingga membuat tulisan ini, hingga mencapai gelar Sarjana
Hukum lulusan FH Unila. Gelar ini untuk kalian. Semoga abak dan amak selalu
sehat sehingga kebanggaan untuk menjadi alasan di balik senyuman kalian akan
Uni Vina dan Kak David, atas segala support dan tempat tinggal yang
begitu nyaman selama hampir 2 tahun terakhir, semoga Allah menggantikan
segala kebaikan dengan syurga-Nya yang maha luas. Untuk Uda Ima, yang selalu
mengirim uang setiap bulan sehingga bisa memenuhi kebutuhan penulis selama
kuliah, dan yang selalu mengingatkan penulis bahwa ada beberapa orang yang
selalu menunggu untuk dibuat bangga, terima kasih kakak terhebat. Indah Satria,
kakak sekaligus sahabat yang bersedia mendengarkan curhat. Terimakasih untuk
doa dan semangatnya. Adik tersayang, Rajo Husen dan Ratu Indah (alm), terima
kasih telah menjadi inspirasi penulis untuk selalu berusaha menjadi kakak yang
baik. Serta keponakan terkasih, Aprodavin Fersalion, atas candanya sehingga
menjadi teman penghibur dikala penulis merasa penat. Besar harapan, bisa
menjadi salah satu alasan kebahagiaan kalian.
Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti semuanya
sebagai amal sholeh. Sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini
adalah awal dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang
sesungguhnya. Sedikit harapan semoga karya kecil ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.Amin
Bandar Lampung, Januari 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
D. Tujuan Penelitian... 9
E. Kegunaan Penelitian ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA A.HakRecall... 11
B. Kedaulatan Rakyat... 15
C. Sistem Pemilu Indonesia ... 21
D. Partai Politik... 27
III. METODE PENELITIAN A.Jenis dan Tipe Penelitian... 39
B.Metode Pendekatan ... 39
C.Data dan Sumber Data... 40
D. Metode Pengumpulan Data ... 43
F. Analisis Data ... 44
E. Sistematika Penulisan ... 44
IV. PEMBAHASAN
A. Pengaturan dan Implementasi HakRecallPartai Politik ... 46 B. Pemilu sebagai Instrumen Kedaulatan rakyat ... 59
C. Pergeseran Kedaulatan Rakyat... 74
V. PENUTUP
A. Simpulan... 86
B. Saran... 87
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Sistem Pemilu Sejak Tahun 1955–2004... 26
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku :
Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945,(Yogyakarta: FH UII Press, 2005).
---, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah konstitusi, 2006).
---,Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2008).
---,Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010). ---, Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Jakarta: Konstitusi Press,
2005).
---, Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006).
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka, 2007).
Collin, P.H.,Dictionary Of Law: Third Edition, (London: Peter Collin Publishing, 2000)
Crowther, Jonathan (editor), Advanced Learner’s Dictionary (Oxford University Press, 1995).
Curzon, L.B., Dictionary Of Law: Fifth Edition, (Great Britain: Pitman Publishing, 1998)
Fahmi, Khairul, Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2011)
Hadiatmodjo, Soewarno, Teori-Teori Politik Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: Bina cipta, 1981).
Hakim, Abdul Aziz, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).
Hamid, Zulkifly, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000).
Harmaily Ibrahim, dan Kusnardi, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PSHTN FHUI, 1983).
HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002).
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).
Kansil, C.S.T., Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985).
Lailam, Tanto,Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Media Prudent, 2012).
Lipset, Seymour Martin, Pengantar untuk edisi bahasa Inggris, dalam Robert Michels, Partai Politik Kecenderungan Oligharki dalam Birokrasi, (Jakarata: Rajawali, 1984).
Mahendra, Yusril Ihza, Dinamika Tatanegara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi, DPR dan Sistem Kepartaian, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996).
Martin, Elizabeth A., Oxford Dictionary of Law: Third Edition, (New York: Oxford University Press, 2000)
Marzuki, Peter Mahmud,Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010).
MD, Moh. Mahfud, Perdebatan Hukum Tata Negara (pasca amandemen konstitusi),(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010).
Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004).
Neta, Yulia, Ilmu Negara, (Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 2009).
Salang, Sebastian, et all, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan, (Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2009).
Sanit, Arbi,Perwakilan Politik di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985). Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2007).
Sugeng, Bob dan Christoph Schuck, Demokrasi di Indonesia Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010).
Surbakti, Ramlan,Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo, 2000).
Thaib, Dahlan, Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, (Jogjakarta: Liberty, 2000).
Tim Penyusun Kamus Pusat, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).
Tricahyo, Ibnu, Reformasi Pemilu Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, (Malang: In-Trans Publishing, 2009).
Wahjono, Padmo,Ilmu Negara, (Jakarta: Indo Hill Co, 1961).
B.PeraturanPerundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1966 tentang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Menjelang Pemilihan Umum (LNRI Tahun 1966 Nomor 38, TLNRI 2813).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya (LNRI Tahun 1975 Nomor 32, TLNRI Nomor 3062).
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (LNRI Tahun 1999 Nomor 22, TLNRI Nomor 3809).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum (LNRI Tahun 1999 Nomor 23, TLNRI Nomor 3810).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (LNRI Tahun 1999 Nomor 24, TLNRI 3811).
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (LNRI Tahun 2002 Nomor 138, TLNRI Nomor 4251).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (LNRI Tahun 2003 Nomor 37, TLNRI Nomor 4277).
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (LNRI Tahun 2003 Nomor 92, TLNRI Nomor 4310)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (LNRI Tahun 2008 Nomor 51, TLNRI Nomor 4936).
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (LNRI Tahun 2008 Nomor 2, TLNRI Nomor 4801), sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (LNRI Tahun 2011 Nomor 8, TLNRI Nomor 5189).
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (LNRI Tahun 2009 Nomor 123, TLNRI Nomor 5043).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (LNRI Tahun 2012 Nomor 117, TLNRI Nomor 5316).
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.22-24/PUU-VI/2008 Perihal Pengujian UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Terhadap UUD 1945.
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.38/PUU-VIII/2010 Perihal Pengujian UU No.27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
C. Jurnal
Neta, Yulia, Fungsi Partai Politik dalam Pemilihan Umum yang Demokratis,
(Jakarta: Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang–undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2011).
Assiddiqie, Jimly, Partai Politik dan Pemilihan Umum sebagai Instrumen Demokrasi, dalam jurnal konstitusi Volume 3 Nomor 4 Desember 2006, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi RI, 2006).
Shubhan, M. Hadi,Recall: Antara Hak Partai Politik dan Hak Berpolitik Anggota Parpol, dalam jurnal konstitusi Volume 3 Nomor 4 Desember 2006, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi RI, 2006).
Salang, Sebastian, Parlemen: Antara Kepentingan Politik vs Aspirasi Rakyat, dalam jurnal konstitusi Volume 3 Nomor 4 Desember 2006, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi RI, 2006).
D. Internet
http://appehutauruk.blogspot.com/2010/05/politik-dalam-teori.html diakses tanggal 6 mei 2012 pada pukul 0.20.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php diakses pada tanggal 2 juni pukul 17.30.
http://kamusbahasaindonesia.org/politik/mirip diakses pada tanggal 2 Juni 2012 pukul 10.31.
http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia diakses pada tanggal 3 Januari 2013 pukul 20.50.
http://www.ipu.org/hr-e/162/ids10.htm diakses pada tanggal 2 Januari 2013 pukul 15.30.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bacharuddin_Jusuf_Habibie diakses pada tanggal 1 Januari 2013 pukul 13.30.
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2006/11/28/23278/Djoko-Edhi-Beberkan-diakses pada tanggal 15 Desember 2012 pukul 13.08.
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki
kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan
bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengemukakan, rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan
pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.1 Sebagai pemilik dan pemegang kekuasaan,
rakyat menentukan corak dan cara pemerintahan diselenggarakan, serta menentukan tujuan yang
hendak dicapai negara.2 Dalam UUD Tahun 1945, kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui
sistem perwakilan (representation).3 Jimly Asshidiqie menyatakan bahwa kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan atau demokrasi biasa juga disebut sistem demokrasi perwakilan
(representative democracy) atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy).4
Dalam praktek ketatanegaraan pengisian lembaga perwakilan dilaksanakan melalui Pemilihan
umum (Pemilu). Dengan demikian, Pemilu adalah salah satu instrumen mewujudkan kedaulatan
1
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim,Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PSHTN FHUI, 1983), hlm. 328.
2
Jimly Asshidiqie,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah konstitusi, 2006), hlm. 168.
3
Lihat Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945
4
rakyat yang bermaksud membentuk pemerintahan yang sah serta sarana mengartikulasi aspirasi
dan kepentingan rakyat.5 Oleh karena itu dalam perkembangan negara modern, Pemilu menjadi
tonggak demokrasi. Sedangkan esensi demokrasi secara universal adalah pemerintahan yang
dipilih langsung atau tidak langsung melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam lembaga
perwakilan, yang lebih lazim disebut parlemen. Alfred de Grazia dalam tulisannya mengenai
Teori Perwakilan Politik mengemukakan bahwa perwakilan diartikan sebagai hubungan diantara
dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan
berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakil.6
Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui Pemilu secara langsung sebagai sarana bagi
rakyat untuk memilih wakilnya. Dalam Pasal 22E UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain
itu dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah7
(UU Pemilu), menyatakan bahwa Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota
DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Pemilu untuk memilih anggota DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.8
Melalui sistem proporsional terbuka rakyat tidak lagi hanya memilih tanda gambar partai namun
langsung tertuju terhadap calon yang akan dipilih untuk duduk di parlemen. Dalam sistem
5
Ibnu Tricahyo, Reformasi Pemilu Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, (Malang: In-Trans Publishing, 2009), hlm. 6.
6
Alfred de Grazia dalam Arbi Sanit,Perwakilan Politik di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hlm. 1.
7
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 5316.
8
proporsional terbuka, siapa yang meraih suara paling banyak dialah yang terpilih tanpa
mempersoalkan nomor urut.
Proses rekrutmen keanggotaan lembaga perwakilan rakyat (DPR/DPRD) berbasis partai politik,
sehingga tidak ada satupun anggota dewan yang tidak terikat pada suatu partai politik.
Sebagaimana tercermin Pasal 67 dan Pasal 341 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah9 (UU MD3), menyatakan bahwa “DPR terdiri atas anggota
partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum” dan “DPRD
kabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui
pemilihan umum.” Selain itu dalam Pasal 22E ayat (3) UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa
“peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.” Serta pada Pasal 7 UU Pemilu bahwa “Peserta
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah partai
politik.”
Menurut UUD Tahun 1945, badan-badan perwakilan rakyat yang ada di Indonesia adalah :
1.) MPR, yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu. 2.) DPR, terdiri atas anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil
pemilihan umum, yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
3.) DPRD, terdiri atas anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih melalui pemilihan umum, yang berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah daerah.10
9
LNRI Tahun 2009 Nomor 123, TLNRI Nomor 5043.
10
Anggota DPR dan DPRD selain dipilih, dapat juga diberhentikan dari jabatannya. Ketentuan
mengenai alasan pemberhentian antar waktu anggota lembaga perwakilan rakyat tersebut telah
diatur dalam Pasal 213 ayat (1) dan (2) serta Pasal 383 ayat (1) dan (2) UU MD3. Pasal 213 ayat
(1) menyatakan bahwa anggota DPR berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
Pasal 213 ayat (2) UU MD3 menjelaskan lebih lanjut bahwa anggota DPR diberhentikan
antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara atau lebih;
d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;
g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
i. menjadi anggota partai politik lain.
Ketentuan mengenai pemberhentian antar waktu anggota DPR sebagaimana dimaksud dalam
Terdapat hal yang menarik dalam ketentuan pemberhentian antar waktu anggota DPR dan DPRD
tersebut, yaitu terkait alasan diberhentikannya anggota DPR dan/atau DPRD dari jabatannya
apabila diusulkan oleh partai politiknya dan diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.11 Lebih jelas pada Pasal 16 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik12 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Poltik13 (UU Partai Politik), disebutkan bahwa Anggota Partai Politik
diberhentikan keanggotaannya dari Partai Politik apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau
d. melanggar AD dan ART.
Pengaturan pemberhentian anggota partai politik yang telah diatur dalam undang-undang
tersebut, secara tidak langsung memiliki pengaruh terhadap keberadaan anggotanya yang ada di
parlemen. Pasal 16 ayat (3) UU Partai Politik, lebih lanjut menerangkan bahwa “Dalam hal
anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota lembaga perwakilan rakyat,
pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di
lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Harun Al Rasyid mengemukakan bahwa Pemberhentian Antar Waktu atau yang biasa disebut
Recall adalah hak suatu partai politik untuk menarik kembali anggota parlemen yang terpilih
11
Lihat Pasal 383 ayat (2) huruf e UU MD3.
12
LNRI Tahun 2008 Nomor 2, TLNRI Nomor 4801.
13
melalui daftar calon yang diajukannya.14 Dalam hal ini makna dari kedaulatan rakyat menjadi
semu karena seolah-olah ada Coup dari pimpinan partai yang merebut hak rakyat untuk melakukan recall menjadi hak partai. Senada dengan pendapat Harun Al Rasyid, jauh hari sebelum Indonesia memasuki era reformasi, Muhammad Hatta menyatakan bahwa hak recall
partai politik yang tidak dapat diganggu gugat itu hanya dikenal di negara-negara komunis,
dengan pandangan bahwa partai adalah segala-galanya dan seolah-olah sebagai pihak yang
berdaulat.15 Fungsi partai politik dalam pemilu adalah wahana rekruitmen politik yang
menyeleksi calon-calon politikus untuk kemudian ”ditawarkan” kepada rakyat untuk dipilih.
Setelah rakyat memilih orang tersebut sebagai wakil mereka di parlemen, maka partai politik
tidak sepatutnya bertindak sewenang-wenang me-recallwakil rakyat tersebut.
Sejarah mencatat bahwa pada masa Orde Baru Pergantian Antar Waktu atau yang biasa disebut
recall menjadi alat efektif untuk menyingkirkan anggota dewan yang berseberangan dengan kepentingan penguasa. Dewasa ini recall menjadi alat efektif untuk menyingkirkan anggota dewan yang berseberangan dengan kepentingan pengurus partai politik, akibatnya eksistensi
anggota dewan sangat tergantung oleh selera pengurus partai politik, sehingga menggeser
orientasi anggota dewan menjadi penyalur kepentingan pengurus partai politik, padahal
keberadaan anggota dewan karena dipilih oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum yang bersifat
langsung, bebas, jujur dan adil.
14
Risalah Sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Perkara No. 008/PUUIV/2006 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD Serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik Terhadap UUD 1945.
15
Harun Al Rasyid mengutip pendapat Manual Luis Quezon, mantan Presiden Filipina yang
mangatakan, tatkala seseorang dipilih menjadi anggota parlemen, maka dia mengatakan “my loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins” yang artinya kesetiaan saya kepada partai berakhir ketika kesetiaan saya kepada tanah air dan bangsa berawal.16 Sehingga
dalam pengaturan recall ini timbul pertanyaan bahwa rakyat yang memilih wakilnya secara langsung, namun mengapa partai politik yang kemudian berhak memberhentikannya di
parlemen.
Anggota DPR dan DPRD sebagai wakil rakyat mempunyai 3 (tiga) fungsi dalam pelaksanaan
tugasnya, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.17 Fungsi tersebut
merupakan fungsi yang dimiliki lembaga legislatif sebagai lembaga perwakilan. Namun, fungsi
tersebut saat ini seperti menjadi artifisial belaka. Dimana seyogyanya fungsi tersebut dijalankan
dalam kerangka representasi rakyat, namun kini telah bercampur dengan
kepentingan-kepentingan politik semata. Padahal ketentuan mengenai fungsi yang dimiliki anggota DPR dan
DPRD ini tidak dapat diartikan lain selain penegasan atas alasan dasar (sui generis), yaitu perwakilan rakyat.18Artinya DPR dan DPRD tidak dibenarkan menjalankan fungsi-fungsinya itu
untuk tujuan lain dari perwakilan rakyat.
Dari hal di atas, muncul sebuah permasalahan bahwasannya Partai Politik mampu menggeser
kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan Partai Politik melalui pemberhentian anggota partai
politiknya yang berada di DPR dan/atau DPRD. Berdasarkan permasalahan tersebut, muncul
16
Risalah Sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam Perkara No.008/PUU-IV/2006...,Op. Cit.
17
Lihat Pasal 350 UU MD3
18
sebuah pertanyaan mendasar yang memerlukan penelitian mendalam yaitu apakah pengaturan
hakrecallpartai politik sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat ?
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti dapat merumuskan
permasalahan, yaitu apakah pengaturan hak recall partai politik sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat ?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian dibatasi pada kajian Hukum Tata Negara (HTN) dengan
spesifikasi pada pengaturan hakrecallpartai politik terhadap prinsip kedaulatan rakyat.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaturan hakrecallpartai politik sejalan atau tidak dengan prinsip kedaulatan rakyat.
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian adalah :
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan
pengetahuan ilmu hukum yaitu HTN khususnya dalam memahami hakrecallpartai politik.
2. Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk menjadi panduan bagi pengambil kebijakan agar mengatur hak recall dalam pengaturan perundang-undangan yang sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
b. Sebagai salah satu syarat akademik bagi peneliti untuk menyelesaikan Strata Satu pada
II.TINJAUAN PUSTAKA
A. HakRecall
Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu.1 Maka dapat diartikan bahwa hak adalah
kekuasaan yang benar untuk menuntut sesuatu. Recall secara etimologi adalah penarikan kembali. Sedangkan,recallmenurutDictionary of Lawterbagi menjadi 2 (dua) , yaitu:
1. SebagaiNoun,memiliki arti:
a. Asking someone to come back; MPs are asking for the recall of parliament to debate the crisis; after his recall, the ambassador was interviewed at the airport.
b. US system of ending the term of office af an elected offcial early, following a popular vote.2
2. SebagaiVerb,pengertianrecallantara lain yaitu:
a. To ask someone to come back; MPs are asking for parliament to be grecalled to debate the financial crisis; the witness was recalled to the witness box; to recall an ambassador = to ask an ambassador to return to his country (usually as a way of breaking off diplomatic relations).
b. To remember; the witness could not recall having seen the papers.3
DalamBlack’s Law Dictionaryjuga terdapat definisi mengenairecallyaitu :
1. Removal of a public official from office by popular vote.
1
Tim Penyusun Kamus Pusat, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002). hlm. 427.
2
P.H.Collin,Dictionary Of Law: Third Edition, (London: Peter Collin Publishing, 2000), hlm. 306.
3
2. A manufacturer’s request to consumers for the return of defective products for repair of replacement.
3. Revocation of a judgment for factual or legal reasons.4
Pemaknaan recall dalam Black’s Law Dictionary tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) makna, yaitu penghapusan seorang pejabat publik dari kantor dengan suara rakyat, sebuah permintaan
produsen untuk konsumen untuk mengembalikan produk yang rusak untuk perbaikan
penggantian, dan pencabutan keputusan untuk alasan faktual atau hukum. Selain definisi recall, terdapat Recall Election yang memiliki definisi adalah an election in which voters have the opportunity to remove a public official from office,5 yang artinya yaitu pemilu di mana pemilih memiliki kesempatan untuk menghapus pejabat publik dari kantor.
Elizabeth A. Martin dalam Oxford Dictionary of Law mendefinisikan Recall yaitu The further examination of a witness after his evidence has been completed. The judge may permit the recall of a witness even after the close of a party’s case to allow (evidence in rebuttal).6 Senada dengan Elizabeth, L.B. Curzon dalam Dictionary of Law mengartikan recall sebagai Recall of Witnessyang memiliki definisi yaituThe judge has a discretionary power to allow the recall of a witness after the close af a party’s case to allow evidence in rebuttal.7
Definisi yang sama terdapat juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia On line, yang menyebutkanrecallyaitu :
4
Bryan A.Garner,Black’s Law Dictionary: Seventh Edition, (United Staties of America: West Group ST. Paul Minn, 2000), hlm. 1019.
5
Ibid., hlm. 423.
6
Elizabeth A. Martin,Oxford Dictionary of Law: Third Edition, (New York: Oxford University Press, 2000), hlm. 329
7
a. To call back; to summon to return; as, to recall troops; to recall an ambassador.
b. To revoke; to annul by a subsequent act; to take back; to withdraw; as, to recall words, or a decree.
c. To call back to mind; to revive in memory; to recollect; to remember; as, to recall bygone days.8
Selain itu, definisirecalldapat ditemukan di Kamus Pertanyaan secaraonline yang mengartikan
recall sebagai kata benda yang berarti penarikan kembali (of on envoy) atau ingatan, kemudian sebagai kata keterangan memiliki arti menarik kembali (an envoy), mengingat, atau menimbulkan.9
Peter Salim dalam The Contemporary English-Indonesia, memberikan arti recall yakni mengingat, memanggil kembali, menarik kembali atau membatalkan. Sementara, dalam kamus
politik karangan BN Marbun, recall diartikan sebagai suatu proses penarikan kembali atau penggantian anggota DPR oleh induk organisasinya, yaitu Partai Politik.10
Denny Indrayana mengungkapkan bahwa recall adalah mekanisme untuk memberhentikan anggota parlemen sebelum habis masa jabatannya.11 Hal yang senada, J.J.A. Thamassen juga
menyatakan bahwa Recall Recht: het recht van een politieke partij om een via haar kandidaten lijst gekozen parlementslid terug te reopen. Dengan demikian,recallmerupakan hak suatu partai
8
http://arti-kata.com/131745/Recall.html diakses pada tanggal 16 Januari 2013 pukul 01.41.
9
http://kamus.pertanyaan.com/recalldiakses pada tanggal 16 Januari 2013 pukul 01.46.
10
www.hukumonline.com.Mempertanyakan Hegemoni Recall Anggota DPRD Di Tangan Partai Politik, 22 Januari 2007, Diakses Tanggal 14 Januari 2013 Pukul 21.18.
11
politik untuk menarik kembali anggota parlemen yang terpilih melalui daftar calon yang
diajukannya.12
Berdasarkan beberapa pengertianrecall tersebut, dapat diartikan hak recall partai politik adalah suatu penarikan kembali atau pemberhentian dalam masa jabatan terhadap anggota parlemen
(DPR/DPRD) oleh partai politiknya. Perlu dikemukakan bahwa yang dimaksud recall dalam penelitian ini yaiturecalloleh partai politik. Karenarecallsebenarnya tidak saja dapat dilakukan oleh partai politik tetapi bisa juga oleh Badan Kehormatan DPR.
Recall dalam UU MD3 disebut sebagai pemberhentian/penggantian antarwaktu (pemberhentian dalam masa jabatannya), sebagaimana diatur dalam Bagian Pemberhentian Antar Waktu,
Pergantian Antar Waktu, dan Pemberhentian Sementara anggota DPR dan DPRD kabupaten/kota
yang diatur dalam Pasal 213 ayat (1) dan (2) serta Pasal 383 ayat (1) dan (2) UU MD3.
B. Kedaulatan Rakyat
Kedaulatan, bahasa Latinnya supremus, bahasa Inggrisnya sovereignty, bahasa Italianya disebut
sovranita yang berarti tertinggi. Kedaulatan dalam bahasa Arab daulah, daulat yang artinya kekuasaan. Kedaulatan dari berbagai bahasa itu dapat diartikan sebagai wewenang satu kesatuan
politik.13 Jadi kedaulatan adalah sebagai kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara atau
12
J.J.A. Thamassen (red),Democratie, Theorie en Praktijk, Alphen aan den Rijn, Brussel, Samson Uitgeverij, 1981, hlm. 156, dikutip dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 008/PUU-IV/2006...ibid.
13
kesatuan yang tidak terletak dibawah kekuasaaan lain. Selain itu kedaulatan dapat juga diartikan
adalah kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara yang bersifat:
1. Permanen (abadi); artinya kedaulatan itu bersifat tetap dan akan ada selama suatu negara masih berdiri.
2. Asli; artinya kedaulatan itu tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
3. Bulat (mutlak); artinya tidak terbagi-bagi, dimana hanya satu kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara.
4. Tidak terbatas; artinya kedaulatan itu tidak dibatasi (tanpa batas) oleh siapa pun.14
Konsepsi kedaulatan menurut Jack H. Nagel terdapat dua hal penting, yaitu lingkup kekuasaan
(scope of power) yang menyangkut soal aktivitas atau kegiatan yang tercakup dalam fungsi kedaulatan, dan jangkauan kekuasaaan (domain power), berkaitan dengan siapa yang menjadi subyek dan pemegang kedaulatan (souvereign).15 Senada dengan Jack H. Nagel, Padmo Wahjono mendefinisikan kedaulatan sebagai hak kekuasaan mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak
terbendung dan tanpa terkecuali.16
Adapun Jimly Asshidiqie berpandangan bahwa unsur-unsursovereigntymeliputi: (i) kekuasaan
(ii) bersifat terkuat dan terbesar (superior) (iii) bersifat tertinggi (supreme)
(iv) pemegangnya berada pada kedudukan pemberi perintah
(v) bersifat merdeka dan tidak tergantung kepada kekuasaan orang atau badan lain
(vi) mengandung kewenangan (otoritas) untuk mengambil keputusan terakhir dan tertinggi.17
Sistem pemerintahan yang menganut teori kedaulatan rakyat, yakni kekuasaan pemerintah
dipegang dan dijalankan oleh lembaga-lembaga negara yang terbentuk dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat (demokrasi). Karena rakyatlah yang pada dasarnya memiliki kekuasaan maka
14
Ibid.
15
Tanto Lailam,Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Media Prudent, 2012), hlm. 5.
16
Padmo Wahjono,Ilmu Negara, (Jakarta: Indo Hill Co, 1961), hlm. 153.
17
pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya pun harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat
melalui mekanisme dan tata cara yang telah diatur di dalam undang-undang. Dalam teori ini,
negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya dan bukan dari Tuhan atau dari Raja.18
Terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi dan peraturan
perundang-undangan, dengan kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui sistem demokrasi.
Dalam sistem demokrasi, penyelenggaraan negara itu harus bertumpu pada partisipasi dan
kepentingan rakyat. J.B.J.M Ten Berge menyebutkan prinsip-prinsip demokrasi, antara lain
yaitu:
1.) Perwakilan Politik, kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara dan dalam masyarakat diputuskan oleh badan perwakilan, yang dipilih melalui pemilihan umum.
2.) Pertanggungjawaban politik, organ-organ pemerintahan dalam menjalankan fungsinya sedikit banyak tergantung secara politik yaitu kepada lembaga perwakilan.
3.) Pemencaran kewenangan, konsentrasi kekuasaan dalam masyarakat pada satu organ pemerintahan adalah kesewenang-wenangan. Oleh karena itu, kewenangan badan-badan publik itu harus dipencarkan pada organ-organ yang berbeda.
4.) Pengawasan dan kontrol, penyelenggaraan pemerintahan harus dapat dikontrol. 5.) Kejujuran dan keterbukaan pemerintahan untuk umum.
6.) Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan.19
Doktrin kedaulatan rakyat pada pokoknya merupakan dasar bagi konsep negara demokrasi di
zaman modern, misalnya terkait dengan pengambilan keputusan, bahwa rakyat mempunyai
otoritas tertinggi untuk menetapkan berlaku tidaknya suatu ketentuan hukum dan mempunyai
otoritas tertinggi untuk menjalankan dan mengawasi pelaksanaan ketentuan hukum itu. Namun
seiring perkembangan konsep demokrasi sebagai jelmaan kedaulatan rakyat, maka lahirlah
18
Yulia Neta,Ilmu Negara, (Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 2009) hlm. 35.
19
konsep perwakilan (representative government), sehingga aparatus lembaga negara merupakan perwakilan rakyat yang berfungsi mengurusi roda negara.20
Teori kedaulatan rakyat lahir pada saat terjadinya revousi di Prancis yang menentang kekuasaan
raja yang mutlak dan berusaha menghancurkannya, mengambil alih pengertian kedaulatan itu
seluruhnya dan memproklamirkan kedaulatan tersebut kepada rakyat, dan dari sinilah mulai
dikembangkan ajaran kedaulatan rakyat tersebut.
Teori kedaulatan rakyat adalah ajaran yang menentukan bahwa sumber kekuasaan tertinggi atau
kedaulatan dalam suatu negara berada ditangan rakyat.21 Dengan demikian segala aturan dan
kekuasaan yang dijalankan oleh negara tidak boleh bertentangan dengan kehendak rakyat.
Menurut teori ini adalah rakyat yang berdaulat, berkuasa untuk menentukan bagaimana ia
diperintah dan dalam rangka mencapai tujuan negara.
John Locke mengemukakan pemikiran tentang kedaulatan rakyat dalam negara sebagai
kekuasaan tertinggi, kekuasaan absolut dalam suatu negara tidak memungkinkan seseorang
merdeka dalam mendapatkan haknya. Segalanya tergantung pada sang penguasa yang absolut
itu. Menurut Locke, dalam negara yang berdaulat hanya kepada rakyat, setiap orang masih dapat
mengemukakan tuntutannya dan meminta perhatian dan tuntutan kepada negara terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh negara, negara hanya bagian dari masyarakat, dan
didirikan oleh kehendak rakyat, dan dalam negara ini kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat.
20
Tanto Lailam,...Op. Cit,hlm. 9.
21
Dengan landasan kedaulatan rakyat inilah John Locke membagi kekuasaan menjadi tiga bagian
yaitu eksekutif, yudikatif dan federatif atau pembuat perjanjian.22
Rousseau, menyatakan kedaulatan rakyat diwujudkan berupa pernyataan kehendak. Kehendak
rakyat tersebut disampaikan dalam 2 (dua) cara; yaitu kehendak rakyat seluruhnya disebut
Volunte De Tous, dan kedua kehendak sebagian rakyat disebut Volunte Generale. Pertama (volunte de tous) hanya digunakan oleh rakyat pada saat negara dibentuk, yaitu melalui suatu perjanjian sosial. Sedangkan kedua (volunte generale) digunakan setelah negara berdiri dengan cara melalui sistem suara terbanyak. Kedaulatan rakyat diartikan Rousseau sebagai pengambilan
keputusan dengan suara terbanyak (meerderheids dictatuur).23
Bagir Manan dengan mengutip pendapat Moh. Hatta tentang kedaulatan rakyat mengemukakan:
“kedaulatan rakyat berarti, bahwa kekuasaan untuk mengatur pemerintahan dan negara ada pada rakyat, rakyat yang berdaulat, berkuasa untuk menentukan cara bagaimana ia harus diperintah. Tetapi putusan rakyat yang menjadi peraturan pemerintah bagi orang semuanya ialah keputusan yang ditetapkan dengan cara mufakat dalam suatu perundingan yang teratur bentuk dan jalannya. Bukan keputusan yang sekonyong-konyong diambil dengan cara sendiri saja, dengan menyerukan bersama-sama “mufakat”. Disini tidak ada permusyawaratan terlebih dahulu, sebab itu bukanlah keputusan menurut kedaulatan rakyat.”24
Sebelum amandemen UUD Tahun 1945, Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945 menyebutkan bahwa
kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Kemudian dengan adanya amandemen UUD Tahun 1945, kini MPR bukan lagi suatu
badan yang paling tinggi yang tidak terbatas kekuasaannya dalam memegang kedaulatan rakyat.
22
Dahlan Thaib,Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, (Yogyakarta: Liberty, 2000), hlm. 7.
23
Abdul Aziz Hakim,...Op. Cit, hlm. 184.
24
MPR yang pada awalnya dipahami sebagai pemegang mandat sepenuhnya dari rakyat, bergeser
kearah pemahaman bahwa MPR tidak lagi sebagai pemegang mandat tunggal yang tertinggi,
melainkan mandat itu dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar. Dengan ada perubahan
itu, pusat perhatian harus diarahkan kepada upaya memahami perwujudan prinsip kedaulatan
rakyat itu dalam tiga cabang kekuasaan utama, yaitu parlemen yang terdiri atas Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah, lembaga kepresidenan yang juga mandat
langsung karena dipilih secara langsung oleh rakyat, dan secara tidak langsung pada lembaga
kekuasaan kehakiman (Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi), ditambah lembaga tinggi
lainnya, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan.25
Indonesia merupakan negara yang berkedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) amandemen
ketiga UUD Tahun 1945. Dengan menyandang prinsip kedaulatan rakyat inilah mengantarkan
Indonesia untuk menganut sistem demokrasi sebagai metode awal penyelenggaraan negara.
Dalam negara demokrasi rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Artinya rakyat
mempunyai kekuatan untuk membangun atau meruntuhkan suatu visi bernegara.26 Selain itu
ditegaskan dalam Pembukaan UUD Tahun 1945 alinea ke 4, bahwa:
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...”
25
Jimly Asshiddiqie,Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945,(Yogyakarta: FH UII Press, 2005), hlm. 15
26
Aliran mandat kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat mengalir langsung dan periodik kepada
lembaga-lembaga perwakilan rakyat melalui proses pemilihan umum yang langsung, umum,
bebas, dan rahasia yang diselenggarakan secara jujur dan berkeadilan.27Namun, meskipun aliran
mandat tersebut berlangsung secara periodik melalui pemilihan umum, tidak berarti bahwa
kedaulatan rakyat itu sepenuhnya diserahkan seperti yang dapat dipahami dari teori perjanjian
masyarakat (contract sociale) yang dikembangkan oleh Thomas Hobbes, dan yang dikembangkan kemudian oleh John Locke ataupun Rousseau.28Kontrak sosial yang melahirkan
negara tidak dengan sendiri menghilangkan hak-hak individu rakyat untuk berperanserta dalam
pengambilan keputusan kenegaraan. Jaminan konstitusional mengenai hak asasi manusia masih
tetap membuktikan bahwa kepemilikan kedaulatan yang sah tetaplah berada di tangan rakyat.
Ide kedaulatan rakyat itu tetap harus dijamin bahwa rakyatlah yang sesungguhnya pemilik negara
dengan segala kewenangannya untuk menjalankan semua fungsi kekuasaan negara, baik di
bidang legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Rakyatlah sesungguhnya segala kegiatan ditujukan
dan diperuntukkannya segala manfaat yang didapat dari adanya dan berfungsinya kegiatan
bernegara itu, hanya saja konsep kedaulatan ini dilakukan melalui prosedur perwakilan rakyat.29
C. Sistem Pemilu Indonesia
Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui Pemilu secara langsung sebagai sarana bagi
rakyat untuk memilih wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan,
27
Lihat Pasal 2 UU Pemilu.
28
Lihat Padmo Wahjono,Op.Cit.,hlm. 84.
29
menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua
pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta
merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi
tersebut.30
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai
variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
a. Single-member constituency(satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut Sistem Distrik)
b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan Sistem perwakilan berimbang atau Sistem Proporsional).31
Selain itu, ada beberapa varian sistem pemilu seperti Block Vote (BV), Alternative Vote (AV), Sistem Dua Putaran atau two-Round System (TRS), Sistem Paralel, Limited Vote (LV), Single Non-Transferable Vote (SNTV), Mixed Member Proportional (MMP), dan Single Transferable Vote (STV).32 Tiga yang pertama lebih dekat ke sistem distrik, sedangkan yang lain lebih dekat ke sistem proporsional atau semi proporsional.
Sistem distrik merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan
geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut “distrik” karena kecilnya daerah
yang tercakup) memperoleh satu kursi dalam parlemen.33 Untuk keperluan itu negara dibagi
30
Penjelasan dalam UU Pemilu
31
Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 461.
32
Ibid.
33
dalam sejumlah besar distrik pemilihannya (kecil) yang kira-kira sama jumlah penduduknya.
Dalam sistem distrik, satu distrik menjadi bagian dari suatu wilayah, satu distrik hanya berhak
atas satu kursi, dan kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang tunggal. Hal
ini dinamakan the first past the post (FPTP). Pemenang tunggal meraih satu kursi tersebut. Hal ini terjadi sekalipun selisih suara dengan partai lain hanya kecil saja. Suara yang tadinya
mendukung kontestan lain dianggap hilang (wasted) dan tidak dapat membantu partainya untuk menambah jumlah suara partainya di distrik lain.
Dalam sistem proporsional, satu wilayah dianggap sebagai satu kesatuan, dan dalam wilayah itu
jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kontestan secara nasional tanpa
menghiraukan distribusi suara itu.34
Keunggulan sistem distrik menurut Miriam Budiarjo adalah:
1. Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama, sekurang-kurangnya menjelang pemilu, antara lain melaluistembus accord.
2. Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung; malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan partai secara alami dan tanpa paksaan. Maurice Duverger berpendapat bahwa dalam negara seperti Inggris dan Amerika, sistem ini telah menunjang bertahannya sistem dwi-partai.
3. Oleh karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh komunitasnya, sehingga hubungan dengan konstituen lebih erat. Dengan demikian si wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan kepentingan distriknya. Lagipula kedudukannya terhadap pimpinan partainya akan lebih independen, karena faktor kepribadian seseorang merupakan faktor penting dalam kemenangannya dan kemenangan partai. Sekalipun demikian, ia tidak lepas sama sekali dari disiplin partai, sebab dukungan serta fasilitas partai diperlukannya baik untuk nominasi maupun kampanye.
4. Bagi partai besar sistem ini menguntungkan karena melaluidistortion effectdapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh kedudukan mayoritas. Dengan demikian partai pemenang sedikit banyak dapat mengendalikan parlemen.
34
5. Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain. Hal ini mendukung stabilitas nasional.
6. Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan.35
Adapun kelemahan sistem distrik adalah :
1. Sistem ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai distrik.
2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, atau terbuang sia-sia. Dan jika banyak partai mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil terhadap partai dan golongan yang dirugikan. 3. Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi
dalam kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan anggapan bahwa suatu kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan prasyarat bagi suksesnya sistem ini.
4. Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan nasional.36
Seperti hal nya sistem distrik, sistem proporsional juga memiliki keunggulan dan kelebihan.
Miriam Budiarjo menguraikan keunggulan sistem proporsional, antara lain:
1. Sistem proporsional dianggap representatif, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperoleh dalam pemilihan umum.
2. Sistem proporsional dianggap lebih demokratis dalam arti lebihegalitariankarena praktis tanpa ada distorsi, yaitu kesenjangan antara suara nasional dan jumlah kursi dalam parlemen, tanpa suara yang hilang atau wasted. Akibatnya, semua golongan dalam masyarakat, termasuk yang kecilpun memperolah peluang untuk menampilkan wakilnya dalam parlemen. Rasa keadilan (sense of justice) masyarakat sedikit banyak terpenuhi.37
Adapun yang menjadi kelemahan sistem proporsional yaitu :