• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA HASIL DAN KUALITAS JAGUNG MANIS (Zea mays

var. saccharata Sturt.) GENOTIPE SD-3 DENGAN EMPAT

VARIETAS PEMBANDING DI KABUPATEN BOGOR

ARKANUDDIN SIREGAR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ARKANUDDIN SIREGAR. Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN.

Penelitian ini merupakan tahap pengujian dalam mempelajari potensi genotipe jagung manis SD-3 untuk dikembangkan menjadi varietas unggul yang dapat bersaing dengan varietas komersial. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), faktor tunggal, dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas satu genotipe jagung manis (SD-3) dan empat varietas pembanding (Super Sweet, Bonanza, Sweet Boy dan Sugar 75). Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi penampilan, daya hasil dan kualitas genotipe SD-3 serta empat varietas pembanding di Kabupaten Bogor dengan mengamati keragaan agronomi di lapangan, pertumbuhan vegetatif dan generatif, potensi produksi serta kuantitas dan kualitas hasil. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dan kemudian dilanjutkan dengan uji Dunnet (α = 5 %) dan koefisien korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada beberapa peubah kuantitatif jagung manis. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Berdasarkan keunggulan komparatif, genotipe SD-3 lebih baik dari pada semua varietas pembanding.

Kata kunci : evaluasi, jagung manis, karakter, keunggulan

ABSTRACT

ARKANUDDIN SIREGAR. Yield and Quality of Sweet Corn (Zea mays var. saccharata Sturt.) SD-3 Genotype with Four Comparison Varieties in Bogor. Supervised by MEMEN SURAHMAN.

(5)

DAYA HASIL DAN KUALITAS JAGUNG MANIS (Zea mays

var. saccharata Sturt.) GENOTIPE SD-3 DENGAN EMPAT

VARIETAS PEMBANDING DI KABUPATEN BOGOR

ARKANUDDIN SIREGAR

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor

Nama : Arkanuddin Siregar NIM : A24070150

Disetujui oleh Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr NIP. 19630628 199002 1 002

Diketahui oleh

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(8)
(9)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta telah memberikan jalan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun karya ilmiah ini. Skripsi dengan judul Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Memen Surahman, MscAgr selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya selama ini, yang dengan sabar dan bijaksana menuntun penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian berikut skripsi ini. Penghargaan berikut ucapan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MscAgr dan Bapak Candra Budiman, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini, serta Bapak Rahmat atas arahan dan bantuan yang diberikan pada saat berlangsungnya penelitian di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Penulis juga sangat berterima kasih kepada semua teman-teman yang telah mendukung, memberikan semangat serta banyak membantu penulis dalam pengumpulan data selama penelitian hingga skripsi ini selesai, khususnya teman-teman dari Imatapsel Bogor dan AGH. Ungkapan terima kasih yang terdalam penulis sampaikan kepada Mama dan Papa tercinta bersama adik-adik tersayang serta seluruh keluarga besar, atas segala limpahan kasih sayang, doa, didikan, nasehat, dukungan, semangat, kesabaran dan perhatiannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya saran dan kritik yang membangun. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pertanian.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viiix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Botani dan Morfologi Tanaman Jagung Manis 4

Pengaruh Genetik terhadap Kandungan Gula pada Jagung Manis 5 Ekologi, Budidaya dan Pertumbuhan Jagung Manis 5

BAHAN DAN METODE 8

Tempat dan Waktu 8

Bahan dan Alat 8

Metode Penelitian 8

Pelaksanaan Penelitian 9

Pengamatan 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Keadaan Umum Percobaan 13

Daya Tumbuh dan Keseragaman Penampilan Jagung Manis 15 Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol Utama dan Diameter Batang 17

Panjang dan Lebar Daun 18

Umur Berbunga 19

Panjang dan Diameter Tongkol 20

Jumlah Baris Biji dan Jumlah Biji per Baris pada Tongkol 22

Bobot Tongkol dan Tajuk pada Setiap Tanaman 23

Produksi per Plot 24

Indeks Panen dan Produktivitas 26

Penurunan Populasi Tanaman Produktif dan Kerusakan Tongkol 27 Korelasi antar Karakter Tanaman dalam Komponen Hasil Jagung Manis 30

Kadar Padatan Terlarut Total 32

Uji Organoleptik Jagung Manis 33

Keunggulan Genotipe SD-3 terhadap Varietas Pembanding 35

SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38

Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 42

(11)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi Uji F pengaruh perlakuan genotipe terhadap peubah kuantitatif dan kualitatif pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat

varietas pembanding 14

2 Nilai tengah daya tumbuh dan warna pangkal batang pada jagung manis

genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 15

3 Hasil pengamatan terhadap berbagai peubah kualitatif jagung manis pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding yang tidak berbeda

nyata menurut Uji F 16

4 Nilai tengah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 17 5 Nilai tengah panjang daun dan lebar daun pada jagung manis genotipe

SD-3 dan empat varietas pembanding 19

6 Nilai tengah umur muncul tassel, umur reseptif, lama produksi pollen dan selang waktu anthesis dengan silking pada jagung manis genotipe

SD-3 dan empat varietas pembanding 20

7 Nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol (pangkal, tengah, ujung) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas

pembanding 21

8 Nilai tengah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 22 9 Nilai tengah bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa

kelobot dan bobot tajuk atas pada jagung manis genotipe SD-3 dan

empat varietas pembanding 23

10 Nilai tengah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen serta bobot seluruh tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 24 11 Nilai tengah indeks panen tongkol berkelobot, indeks panen tongkol

tanpa kelobot, produktivitas dan potensi hasil pada jagung manis

genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 26

12 Nilai tengah tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang terserang bulai, rebah batang, tanaman tidak menghasilkan dan jumlah tongkol yang terserang ulat penggerek pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat

varietas pembanding 28

13 Nilai koefisien korelasi (r) antar karakter tanaman dalam komponen hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 30 14 Nilai tengah kadar PTT penyerbukan sendiri dan kadar PTT bukan

penyerbukan sendiri pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat

varietas pembanding 32

15 Nilai tengah uji skor organoleptik terhadap penampilan tongkol, kekerasan biji, tekstur biji, kemanisan biji, dan tingkat penerimaan (kesukaan) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas

(12)

16 Keunggulan jagung manis genotipe SD-3 terhadap empat varietas pembanding berdasarkan peubah yang berpengaruh nyata menurut analisis ragam (Uji F) dan hasil yang berbeda nyata menurut Uji Dunnet

pada taraf 5 % 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi sementara jagung manis genotipe SD-3 42

2 Karakteristik jagung manis genotipe SD-3 42

3 Deskripsi jagung manis varietas Super Sweet 44

4 Deskripsi jagung manis varietas Bonanza 45

5 Deskripsi jagung manis varietas Sweet Boy 46

6 Deskripsi jagung manis varietas Sugar 75 (SG 75) 47 7 Data klimatologi April – Juli tahun 2012 di Darmaga, Bogor 48 8 Form penilaian untuk uji skoring organoleptik pada jagung manis 48 9 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe

SD-3 dan empat varietas pembanding 49

10 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe

SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) 50

11 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe

SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) 51

12 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe

SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) 52

13 Layout petak percobaan pada lahan pertanaman jagung manis 53

14 Tongkol jagung manis genotipe SD-3 (V1) 54

15 Tongkol jagung manis varietas Super Sweet (V2) 54

16 Tongkol jagung manis varietas Bonanza (V3) 55

17 Tongkol jagung manis varietas Sugar 75 (V4) 55

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung manis merupakan tanaman yang sudah lama dikenal di Indonesia. Selain memiliki rasa yang lebih manis dan umur tanaman lebih singkat daripada jagung biasa, jagung manis juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani (Dewani 2004). Hal yang menarik bagi petani untuk mengembangkan jagung manis adalah harga jual jual jagung manis yang lebih menguntungkan dibandingkan jagung biasa. Walaupun sebenarnya jagung biasa dapat dipanen saat tongkol masih muda seperti pada jagung manis, namun harga jagung manis masih lebih tinggi daripada jagung biasa. Pada umumnya jagung manis lebih digemari masyarakat luas daripada jagung biasa (biji) karena rasanya yang manis, ini merupakan nilai lebih dari jagung manis.

Selain dikonsumsi segar jagung manis juga dikalengkan dan bijinya dibekukan setelah dipipil dari tongkolnya. Jagung manis juga mempunyai aroma yang khas, dan kandungan gizi yang lebih baik. Jagung manis dipanen saat tongkol masih muda sehingga waktu panen lebih singkat. Hal ini menyebabkan frekuensi penanaman jagung manis lebih tinggi (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Limbah jagung manis berupa brangkasan segar masih mempunyai nilai tambah ekonomi yang berguna sebagai pakan ternak berkualitas tinggi, selain karena gizinya, rasa manisnya disukai oleh ternak (Martajaya 2009).

Dewasa ini permintaan jagung manis terus meningkat, bukan hanya untuk konsumsi rumah tangga melainkan juga untuk bahan baku industri (Iriany et al. 2011). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), volume impor jagung manis pada tahun 2012 adalah sebanyak 2 674 ton, sedangkan volume ekspor pada tahun yang sama hanya mencapai 359 ton. Hal ini menandakan bahwa kebutuhan akan tersedianya jagung manis di dalam negeri saat ini sangat besar, tetapi produksi jagung manis nasional belum dapat mencukupi permintaan pasar yang ada. Produksi yang masih kurang menjadi salah satu penyebab masih tingginya harga jagung manis di pasaran, baik yang dipanen untuk konsumsi segar maupun dalam bentuk olahan. Keadaan yang demikian semakin mendorong minat petani dalam usaha produksi jagung manis untuk mengisi kekurangan tersebut.

Penggunaan benih, teknologi pra panen, dan pasca panen yang seadanya merupakan faktor yang menyebabkan produktivitas jagung manis di Indonesia masih relatif rendah (Palungkun dan Budiarti 2000). Menurut Dewani (2004), terbatasnya pengetahuan petani menyebabkan jumlah produksi jagung manis tidak sesuai seperti yang diharapkan. Adanya anggapan bahwa jagung manis hanya merupakan tanaman sampingan sehingga penggunaan varietas unggul, pengairan, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan secara tepat dan cara bercocok tanam yang baik masih kurang mendapat perhatian.

(14)

2

2005). Ketersediaan benih bermutu yang dapat dijangkau oleh petani menjadi permasalahan yang harus diperhatikan, berhubung harga benih jagung manis masih relatif tinggi karena sebagian besar merupakan benih impor.

Menurut Iriany et al. (2011), ketersediaan benih bermutu dari varietas yang telah dirilis oleh pemerintah masih relatif terbatas sehingga harga benihnya mahal. Umumnya varietas yang beredar dirilis oleh perusahaan swasta yang materi genetiknya merupakan hasil introduksi. Direktorat Jenderal Hortikultura mengungkapkan bahwa total impor benih jagung manis pada tahun 2011 adalah sebesar 744 301 kg dengan nilai impor 6 698 709 US $, sedangkan total ekspor benih jagung manis 19 461 kg yang hanya bernilai 233 532 US $. Selanjutnya pada tahun 2012 total impor benih jagung manis dikurangi yaitu menjadi 104 334.5 kg dengan nilai impor sebesar 2 817 032 US $, tetapi masih belum dapat diimbangi dengan peningkatan jumlah ekspor benih jagung manis yang hanya mencapai 40 151 kg senilai dengan1 084 077US $.

Permasalahan dalam mempertahankan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi yang belum sepenuhnya dapat ditangani menyebabkan Indonesia belum dapat bersaing di pasar dunia. Melalui pendekatan pemuliaan tanaman dapat ditemukan beragam solusi, dimana pemuliaan tanaman berperan dalam menghasilkan varietas unggul jagung manis yang memiliki daya hasil dan kualitas hasil yang tinggi serta resisten terhadap hama dan penyakit penting. Selain itu, kemampuan adaptasi dan tingkat toleransi terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan juga dapat ditingkatkan. Sehingga varietas unggul baru jagung manis hasil pemuliaan tanaman diharapkan dapat digunakan secara luas sehingga dapat mengurangi penggunaan benih impor.

Tujuan akhir dari pemuliaan tanaman yaitu dapat mengidentifikasi genotipe unggul sehingga dapat dilepas sebagai varietas yang baru untuk digunakan secara komersial oleh petani. Berbagai percobaan untuk genotipe-genotipe yang memiliki heritabilitas tinggi dievaluasi kinerjanya di berbagai macam kondisi lingkungan, pada beberapa musim dan tahun, dan di lokasi yang berbeda-beda untuk bisa mencapai tujuan ini. Percobaan-percobaan tersebut disebut sebagai uji daya hasil (Acquaah 2007).

Perumusan Masalah

Permintaan pasar terhadap jagung manis setiap tahun semakin meningkat, namun produksi jagung manis nasional masih kurang. Rendahnya produksi jagung manis di Indonesia disebabkan karena berbagai hal, misalnya karena skala pengusahaan yang masih terbatas dan teknik budidaya yang kurang intensif. Dalam teknik budidaya, persoalan benih menjadi faktor pembatas yang dihadapi petani baik ketersediaannya, kualitasnya maupun harganya. Harga benih bermutu cenderung mahal dan pada umumnya benih varietas hibrida harganya lebih tinggi, namun harga benih varietas bersari bebas relatif lebih murah.

(15)

suatu pengujian. Uji daya hasil adalah suatu tahapan pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan gen-gen yang diinginkan pada genotipe yang selanjutnya dipersiapkan sebagai galur atau kultivar unggul baru.

Genotipe SD-3 (Seleksi Darmaga-3) merupakan genotipe jagung manis bersari bebas yang dirakit oleh Dr Fred Rumawas, pemulia dari IPB, dan dipersiapkan untuk menjadi varietas baru. Dalam persiapan pelepasan varietas, genotipe SD-3 perlu dievaluasi dalam hal penampilan, daya hasil dan kualitas hasil sehingga genotipe SD-3 teruji berpotensi dan layak untuk dikembangkan sebagai varietas unggul yang mempunyai nilai tambah dan daya saing yang tinggi. Oleh karena itu, genotipe SD-3 harus dapat diperbandingkan dengan varietas komersial jagung manis yang beredar luas di pasaran dan telah cukup lama dikenal oleh petani jagung manis. Di daerah-daerah yang terdapat tempat-tempat penelitian dan pengembangan tanaman pangan seperti di daerah Jawa Barat mampu menghasilkan jagung manis (sweet corn) yang banyak digemari serta semakin meluas dan berkembang. Kabupaten Bogor adalah salah satu sentra produksi jagung manis, sehingga dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian ini yang juga didukung oleh kondisi iklim dan topografi yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman jagung manis.

Tujuan

Penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu:

1. Mendapatkan informasi tentang keragaan agronomi dan penampilan jagung manis genotipe SD-3.

2. Mengevaluasi daya hasil dan kualitas hasil jagung manis genotipe SD-3 yang diuji dengan empat varietas pembanding di Kabupaten Bogor.

3. Mempelajari peubah kualitatif dan kuantitatif pada jagung manis yang dievaluasi, sehingga dapat diketahui keunggulan karakter yang menjadi potensi pada genotipe SD-3 untuk dikembangkan sebagai varietas yang mampu bersaing dengan varietas komersial.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan keragaan pada jagung manis genotipe SD-3 dan varietas

pembanding.

2. Terdapat perbedaan daya hasil dan kualitas hasil jagung manis genotipe SD-3 yang dievaluasi dengan varietas pembanding.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Tanaman Jagung Manis

Jagung manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Jagung manis atau sweet corn termasuk ke dalam famili Gramineae, subfamili Panicoideae dan ordo Maydeae (Huelsen 1954). Jagung manis merupakan perkembangan dari jagung tipe flint (jagung mutiara) dan jagung tipe dent (jagung gigi kuda) (Leonard and Martin 1963).

Jagung manis memiliki daun-daun yang berukuran panjang, berbentuk rata meruncing, dan memiliki tulang daun yang sejajar seperti daun-daun tanaman monokotil pada umumnya. Perakaran jagung manis biasanya dangkal dan berserabut (MacGillivray 1961). Jagung manis memiliki akar primer sebagai awal memulai pertumbuhan tanaman, akar sekunder atau adventif yang berkembang pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping, serta akar layang yang tumbuh di atas permukaan tanah sebagai topangan untuk tumbuh tegak dan membantu penyerapan hara. Batang tanaman tingginya berkisar antara 1.5 – 2.5 m dan terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap buku (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Jagung manis memiliki tipe pertumbuhan determinate, yaitu pertumbuhan yang batang utamanya diakhiri dengan bunga. Perkembangan batang, daun, dan akar diikuti oleh perkembangan bunga dan buah. Sehingga, semua tanaman yang termasuk tipe pertumbuhan determinate, fase vegetatif dan reproduktifnya terjadi beriringan (Edmond et al. 1957).

Jagung manis merupakan tanaman menyerbuk silang dengan tipe pembungaan monoecious yakni bunga jantan dan bunga betina terpisah pada bunga yang berbeda tetapi masih pada satu individu tanaman. Kemungkinan terjadinya penyerbukan sendiri pada tanaman jagung kurang dari 1 % (MacGillivray 1961). Bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (malai) pada batang utama (poros atau tangkai) dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai perbungaan samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini memiliki buah matang berbiji tunggal yang disebut karyopsis (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

(17)

Pengaruh Genetik terhadap Kandungan Gula pada Jagung Manis

Menurut Leonard dan Martin (1963) jagung manis merupakan salah satu jenis jagung yang digolongkan berdasarkan sifat endospermanya. Endosperma jagung manis mempunyai kadar gula lebih tinggi dibandingkan kadar pati, transparan dan keriput pada saat kering. Keriputnya endosperma jagung manis disebabkan oleh tingginya kadar sukrosa dalam biji saat proses pematangan. Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menjelaskan bahwa endosperma biji adalah tempat menyimpan gula dan pati. Pengisian endosperma pada jagung manis mula-mula adalah penimbunan gula, dan seiring dengan bertambahnya umur tanaman patilah yang tertimbun. Gula endosperma utama adalah sukrosa dengan sedikit glukosa, fruktosa dan maltosa. Komponen terbesar pati endosperma adalah amilosa dan amilopektin.

Komposisi genetik pada jagung manis dan jagung tipe Dent hanya dibedakan oleh satu gen resesif. Gen ini mencegah perubahan gula menjadi pati (Jugenheimer 1958). Jumlah kromosom pada jagung manis sama dengan jumlah kromosom pada jagung biasa yaitu 20 (Kaukis dan Davis 1986).

Jagung manis merupakan jagung biasa yang mengalami mutasi pada lokus su-1 (sugary-1), ini menyebabkan kandungan pati jagung manis mengalami penurunan sehingga biji dari jagung manis menjadi keriput dan daya simpannya menjadi berkurang dibandingkan jagung bijian. Pada jagung bijian, gen Su1 untuk biji berpati dominan homozigous (Su1, Su1) sementara pada jagung manis gen tersebut adalah resesif homozigous (su1, su1). Peningkatan kandungan gula pada endosperma dipengaruhi oleh gen-gen resesif seperti gen peningkatan kandungan gula (se1 – sugary enhancer), penyusut 2 (sh2 – shrunken 2), brittle 1 (bt-1), brittle 2 (bt-2), amilosa extender (ae-1), dull-1 (du-1), dan waxy-1 (wx-1) (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Kadar gula dan pati pada endosperma jagung manis selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh tingkat kemasakan. Kandungan sukrosa pada endosperma jagung manis terus meningkat dari hari ke-5 sampai hari ke-15 setelah munculnya rambut tongkol dan kemudian menurun. Perubahan kadar gula dan pati pada endosperma jagung manis terjadi akibat kandungan sukrosa yang bersifat tidak mantap (Huelsen 1954). Kandungan gula tertinggi terdapat pada biji yang berumur 16 hari setelah penyerbukan, sedangkan kandungan pati meningkat pada 20 hari setelah penyerbukan kemudian konstan (Kaukis dan Davis 1986).

Ekologi, Budidaya dan Pertumbuhan Jagung Manis

Jagung manis dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah dengan syarat drainase baik. Tanaman jagung manis tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5.5 – 7.0 tetapi pertumbuhan yang baik dan keefisienan pemupukan diperoleh pada pH 6.0 – 6.5. Tanaman jagung manis dapat beradaptasi pada kondisi iklim yang luas (Thompson dan Kelly 1957). Menurut MacGillivray (1961), tanaman ini peka terhadap tanah masam dan tidak toleran terhadap embun beku (frost).

(18)

6

dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik bila pengolahan tanah dikerjakan secara optimal, sehingga aerasi dan ketersediaan air tanah berada dalam kondisi yang baik (Sutoro et al. 1988).

Tanaman ini tumbuh baik pada 50 oLU – 40 oLS serta sampai dengan ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Suhu yang baik untuk pertumbuhan jagung manis berkisar antara 21 – 30 oC. Sedangkan suhu optimum untuk perkecambahan biji jagung manis berkisar antara 21 – 27 oC (Palungkun dan Budiarti 2000). Suhu yang hangat merupakan kondisi terbaik untuk perkembangan jagung manis, namun cukup banyak pertanaman jagung manis yang ditumbuhkan pada daerah yang dingin (Thompson dan Kelly 1957).

Menurut Sutoro et al. (1988) suhu optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 24 – 30 oC, dengan curah hujan kurang lebih 200 mm tiap bulan dengan distribusi yang merata. Tanaman jagung manis memerlukan kelembaban sekitar 500 – 700 mm per musim selama pertumbuhannya (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Kelembaban yang kontinyu diperlukan untuk memperoleh hasil tinggi pada pertanaman jagung manis, namun kelebihan air akan menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik (Thompson dan Kelly 1957). Kondisi temperatur, kelembaban udara, intentitas cahaya, dan panjang hari untuk pertumbuhan jagung manis yang optimum tidak jauh berbeda dengan kondisi yang diperlukan jagung biasa (MacGillivray 1961).

Benih ditanam pada kedalaman 3 – 5 cm dengan jarak tanam 20 – 25 cm dalam barisan dan 75 – 90 cm antar barisan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanaman mengawali pertumbuhannya dengan pembentukan daun dan batang. Lima daun pertama terbentuk dalam embrio dan daun-daun selanjutnya dibentuk pada titik tumbuh sampai mencapai 20 – 25 daun. Setelah seluruh daun selesai dibentuk maka inisiasi malai bunga jantan dimulai (Koswara 1985).

Tepung sari yang diproduksi oleh bunga jantan jumlahnya sangat banyak sehingga tersedia ribuan tepung sari untuk setiap biji (kernel) pada tongkol jagung manis. Penyebaran serbuk sari ini dibantu oleh angin dan gaya gravitasi (MacGillivray 1961). Penyebaran tepung sari juga dapat dipengaruhi oleh suhu dan kultivar jagung manis serta dapat berakhir dalam waktu 3 – 10 hari (Rubatzky and Yamaguchi 1998). Putik muncul 1 – 3 hari setelah serbuk sari dihasilkan. Namun pada jagung bertongkol banyak, putik dapat muncul sebelum malai bunga jantan. Putik pertama umumnya muncul di dekat bagian ujung dari tongkol. Putik pertama umumnya muncul pada tongkol yang terletak paling atas, diikuti pada tongkol kedua, dan kadang-kadang ketiga (Hallauer dan Russel 1993).

Pertumbuhan tanaman jagung manis dipengaruhi oleh panjang hari, tetapi pengaruhnya tidak terlalu tampak seperti halnya pada tanaman lain. Periode dari fase perkecambahan sampai dengan pembungaan akan berkurang pada daerah dengan panjang hari pendek dan semakin lama pada daerah yang mempunyai hari panjang (MacGillivray 1961). Jagung manis merupakan tanaman berhari pendek karena membutuhkan cahaya kurang dari 12 – 14 jam per hari untuk pembungaan (Thompson dan Kelly 1957).

(19)

pembungaan pada tanaman jagung manis. Menurut Koswara (1985), umur panen dipengaruhi oleh umur berbunga. Tanaman yang lebih cepat berbunga akan memiliki umur panen lebih genjah.

Menurut MacGillivray (1961), pertumbuhan jagung manis yang baik memerlukan suhu yang hangat, sampai kurang lebih satu minggu sebelum panen. Cuaca dingin diperlukan pada saat menjelang panen, karena hal ini dapat meningkatkan kualitas jagung manis. Suhu yang tinggi dapat mempercepat perubahan gula menjadi pati yang dapat mengurangi kualitas jagung manis.

Fase generatif berlangsung cepat. Pada fase ini sebagian besar energi dipakai dalam penyempurnaan serbuk sari dan tongkol. Tongkol yang baik mengandung 700 – 1000 bakal biji. Pada keadaan optimum semua bakal biji berpotensi untuk menjadi biji. (Koswara 1985). Kualitas tongkol dapat ditentukan dengan membuka kelobot dan memeriksa penampilan dari biji. Tongkol yang baik adalah tongkol yang terisi penuh dan mengkilap, biji yang matang susu namun cukup kuat saat ditekan. (MacGillivray 1961).

Jagung manis mempunyai ciri-ciri yaitu biji yang masih muda bercahaya dan berwarna jernih seperti kaca, sedangkan biji yang telah masak akan menjadi kering dan berkeriput. Umur jagung manis antara 60 – 70 hari, namun pada dataran tinggi yaitu 400 meter di atas permukaan laut atau lebih, biasanya bisa mencapai 80 hari (Aak 2010).

Pemanenan untuk mendapatkan kualitas terbaik dilakukan pada saat fase masak susu (Thompson dan Kelly 1957). Pemanenan dilakukan pada saat tongkol terisi sempurna, yang biasanya ditandai dengan penampakan luar rambut yang mengering, keketatan kelobot, dan kekerasan tongkol ketika digenggam. Waktu pemanenan yang paling baik adalah pada waktu dini hari atau pada waktu malam hari karena dapat membantu menurunkan panas lapangan serta menghemat waktu dan energi untuk pendinginan pasca panen (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Menurut Harjadi (1986), pada umumnya produktivitas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimal di awal pertumbuhan. Namun peningkatan populasi ini ada batasnya, yaitu sampai tidak terjadi kompetisi yang merugikan antara tanaman dalam mendapatkan hara maupun unsur-unsur lingkungan lainnya.

(20)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut, dengan jenis tanah latosol. Waktu pelaksanaan percobaan dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe SD-3 yang merupakan jagung manis bersari bebas. Varietas jagung manis bersari bebas dan hibrida yang digunakan sebagai varietas pembanding yaitu Super Sweet, Bonanza, Sweet Boy, dan Sugar 75 (SG 75). Deskripsi dan karakteristik jagung manis genotipe SD-3 serta keempat varietas pembanding yang dievaluasi dalam penelitian ini disampaikan pada Lampiran 1 – 6.

Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pupuk urea 300 kg/ha, pupuk KCl 200 kg/ha, pupuk SP-36 200 kg/ha, dan pupuk kandang 15 ton/ha. Kapur diberikan dengan dosis 1.5 ton/ha. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan budidaya tanaman standar, timbangan, jangka sorong, meteran, dan refraktometer untuk mengukur kadar Padatan Total Terlarut (PTT) pada biji jagung manis. Untuk melakukan penyerbukan sendiri dibutuhkan kantong kertas, spidol, dan stapler.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal yaitu genotipe. Perlakuan yang diberikan terdiri atas satu genotipe jagung manis dan empat varietas pembanding, yang masing-masing diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan tersusun dalam petakan berukuran 4 x 5 m2 yang memuat  200 tanaman.

Model linier aditif dari rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Yij =  + i + j + ij Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

 = rataan umum

i = pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5)

j = pengaruh ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4)

(21)

Uji F digunakan untuk menganalisis pengaruh perlakuan. Jika terdapat pengaruh yang nyata dalam perlakuan maka dilakukan uji nilai tengah menggunakan uji Dunnett pada taraf 5%. Untuk mengetahui hubungan keeratan di antara peubah-peubah yang diamati maka dilakukan analisis korelasi Pearson.

Pelaksanaan Penelitian

Luas lahan yang digunakan untuk pertanaman adalah  400 m2. Lahan diolah satu minggu sebelum penanaman dengan diberikan kapur dan pupuk kandang kemudian diratakan dan dibagi menjadi empat blok. Masing-masing blok terdiri atas lima plot. Setiap plot berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar plot 0.5 m dan jarak antar blok 1.5 m. Dalam satu plot terdapat lima baris tanaman dengan jarak tanam 70 cm x 25 cm. Layout petak percobaan ditampilkan pada Lampiran 13. Benih yang ditanam yaitu dua benih setiap lubang. Sebelum ditanam, benih diberi perlakuan fungisida berbahan aktif Metalaxyl 35% dengan dosis 2 g/kg benih. Pupuk dasar diberikan satu minggu setelah tanam dengan dosis setengah pupuk urea yaitu sekitar 150 kg/ha, serta seluruh dosis pupuk KCl 200 kg/ha dan SP-36 200 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan sistem tugal berjarak 5 – 7 cm dari lubang tanaman.

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, pengairan, penjarangan, pembumbunan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama serta penyakit. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Pengairan dilakukan untuk mencegah tanaman kekurangan air dikarenakan curah hujan yang rendah. Pengairan diberikan sebanyak dua kali setiap minggu selama musim pertanaman dengan cara menggenangi parit-parit yang terletak di antara petak-petak percobaan. Tanaman jagung manis dibumbun pada saat 3 MST. Pemupukan kedua yaitu pemberian urea sisa dengan dosis 150 kg/ha dilakukan saat tanaman berumur 4 MST. Pengendalian hama yaitu dengan pemberian pestisida berbahan aktif Carbofuran ± 5 butir per lubang tanam saat penanaman. Pengendalian penyakit bulai dilakukan dengan pencabutan atau eradikasi terhadap tanaman terjangkit untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran lebih luas.

Penyerbukan sendiri dilakukan pada dua tanaman selain tanaman contoh di setiap petak satuan percobaan saat tanaman berumur 46 – 53 HST. Persiapan penyerbukan buatan dilakukan dengan cara menutup malai dengan kantong kertas saat anther mulai pecah bagian porosnya dan menutup tongkol dengan kantong plastik transparan sebelum tongkol keluar rambut. Penyerbukan dilakukan pada saat tongkol sudah muncul rambut yang siap diserbuki dengan panjang > 2 cm. Tongkol yang sudah diserbuki ditutup menggunakan kantong kertas. Tongkol yang diserbuki sendiri digunakan sebagai sampel pengukuran kadar PTT.

(22)

10

Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan mengambil 10 tanaman contoh dalam setiap satuan percobaan. Tanaman contoh diambil dari tiga baris tanaman tengah setiap plot dan bukan tanaman pinggir. Pengamatan ditujukan pada peubah-peubah yang mencerminkan keragaan tanaman di lapangan, pertumbuhan vegetatif dan generatif, kuantitas, dan kualitas hasil. Peubah-peubah yang diamati adalah : 1. Daya tumbuh tanaman (%), pengamatan daya tumbuh dilakukan pada saat

tanaman berumur 9 HST.

2. Bentuk ujung daun pertama, diamati pada saat tanaman baru tumbuh dan telah muncul di permukaan tanah, yaitu ketika tanaman berumur 10 HST.

1 = Runcing

2 = Runcing ke bulat 3 = Bulat

4 = Bulat ke lidah 5 = Lidah

3. Warna pangkal batang, diamati pada saat yang bersamaan dengan pengamatan bentuk ujung daun pertama.

4. Tanaman yang terserang penyakit bulai per plot (%)

5. Umur muncul tassel (HST), dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk sari (pollen) 50% jumlah tanaman masing-masing plot.

6. Warna malai (anther)

7. Lama produksi pollen (hari), dihitung sejak hari pertama terlepasnya serbuk sari sampai hari terakhir serbuk sari dihasilkan pada setiap malai.

8. Interval waktu anthesis dengan silking (hari), merupakan perbedaan atau rentang waktu yang dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk sari sampai rambut tongkol telah keluar.

9. Umur reseptif (HST), dihitung ketika rambut telah keluar (silking) sepanjang > 2 cm 50 % jumlah tanaman masing-masing plot.

10.Warna rambut tongkol

11.Warna daun, diamati dengan menggunakan bagan warna daun (BWD) sebelum tanaman berbunga yaitu pada umur antara 40-42 HST.

12.Panjang daun (cm), diukur dari buku tempat melekatnya daun sampai dengan ujung daun. Pengukuran daun pada daun di atas tongkol (yang paling atas) setelah tanaman berbunga.

13.Lebar daun (cm), diukur pada daun yang sama yang digunakan untuk mengukur panjang daun, diambil dari titik tengah panjang daun.

14.Tinggi tanaman (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai dasar malai pada saat pertumbuhan vegetatif berhenti setelah tanaman berbunga.

(23)

16.Warna batang, ditunjukkan sampai tiga warna batang sesuai dengan frekuensi. Diamati di antara 2 tongkol teratas pada saat berbunga.

1 = Hijau

18.Bentuk batang, pengamatan dilakukan untuk melihat apakah bentuk batang tanaman bulat atau pipih. Batang tersebut diamati pada waktu dan posisi lingkar batang yang sama dengan pengukuran diameter batang.

19.Rebah batang (%), dihitung pada tanaman yang mengalami patah pada batang bagian bawah tongkol dan dihitung pada saat 2 minggu sebelum panen. 20.Tanaman sehat yang tumbuh (%)

21.Tanaman yang dipanen (%)

22.Tanaman tidak menghasilkan (%), dihitung pada tanaman yang tidak dapat atau belum menghasilkan tongkol yang layak dipanen.

23.Bobot tajuk atas, diambil dari 10 tanaman contoh. 24.Jumlah tongkol berkelobot per plot.

25.Bobot seluruh tongkol berkelobot yang dipanen per plot. 26.Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot yang dipanen per plot.

27.Bobot per tongkol dengan kelobot (g), tongkol ditimbang beserta seluruh

31.Bentuk tongkol, diamati pada tongkol paling atas. 1 = Mengerucut 34.Jumlah biji per baris pada tongkol

35.Tongkol yang terserang ulat penggerek (%)

(24)

12

prisma refraktometer. Kadar PTT akan terbaca pada alat tersebut dan dinyatakan dalam oBriks.

37.Kadar PTT pada biji jagung manis yang bukan merupakan hasil penyerbukan sendiri (oBriks).

38.Nilai mutu atau intensitas sifat sensoris yang spesifik dan sifat hedonik pada jagung manis berdasarkan uji organoleptik. Tipe pengujian yang dipergunakan adalah tipe uji skoring. Uji skor dilakukan oleh 10 orang panelis (responden) terhadap sampel (bahan uji) jagung manis dengan cara memberikan penilaian menggunakan skala numerik berupa skor 1 – 5 (Lampiran 8). Atribut sifat jagung manis yang dinilai adalah sebagai berikut.

a. Penampilan tongkol jagung manis b. Kekerasan biji jagung manis c. Tekstur biji jagung manis d. Kemanisan biji jagung manis

e. Tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis 39.Indeks Panen Tongkol dengan Kelobot

Rumus = bobot 10 tongkol dengan kelobot

bobot tajuk atas 10 tanaman + bobot 10 tongkol dengan kelobot

40.Indeks Panen Tongkol tanpa Kelobot Rumus = bobot 10 tongkol tanpa kelobot

bobot tajuk atas 10 tanaman + bobot 10 tongkol tanpa kelobot

41.Produktivitas (ton tongkol tanpa kelobot/ha)

Rumus = bobot tongkol tanpa kelobot per plot kg × 80 % × 10 000 m

2

luas per plot (m2)

42.Potensi hasil (ton tongkol berkelobot/ha) Rumus = bobot tongkol dengan kelobot per plot kg

tanaman yang dipanen per plot × populasi per plot × 80 % ×

10 000 m2

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juli 2012 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Bogor. Daya tumbuh benih jagung manis di lapang cukup baik, ditunjukkan dengan jumlah seluruh tanaman yang dapat tumbuh dan muncul ke permukaan tanah yaitu sekitar 91.22 % dari jumlah benih yang ditanam. Tanaman mengawali pertumbuhannya dengan kondisi cukup air karena masih disuplai oleh hujan. Selama stadia vegetatif belum perlu dilakukan pengairan secara manual. Data klimatologi selama penelitian disampaikan dalam Lampiran 7. Data tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Dramaga, Bogor.

Ketika tanaman berumur 3 MST (minggu setelah tanam) timbul gejala serangan penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Selama fase vegetatif tanaman ditemukan adanya serangan bulai pada keseluruhan petak percobaan jagung manis. Pengendalian selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan menyingkirkan tanaman terjangkit agar bulai tidak menyebar lebih luas lagi. Selain bulai ditemukan beberapa penyakit lain dengan serangan yang tidak parah seperti penyakit hawar daun (Helminthosporium sp.), penyakit karat daun (Puccinia sorghi), penyakit gosong pada tongkol (Ustilago maydis), penyakit virus mosaic kerdil jagung yang disebabkan oleh virus Maize Dwarf Mosaic Virus (MDMV) serta gejala penyakit fisiologis.

Jenis hama yang menyerang tanaman jagung manis dalam percobaan ini adalah belalang (Valanga nigricornis), ulat penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dan ulat penggerek tongkol (Heliothis armigera). Serangan dari ulat penggerek tongkol tidak menurunkan kuantitas hasil panen, tetapi menurunkan kualitas penampilan tongkol jagung. Sementara itu, gulma yang tumbuh pada lahan didominasi oleh gulma jenis daun lebar dan rumput, serta sebagian kecil teki-tekian. Beberapa macam gulma yang ditemukan di antaranya Digitaria adscendens, Axonopus compressus, Borreria alata, Ageratum conyzoides, Mimosa pudica, Phyllanthus niruri, dan Cyperus rotundus.

Pada saat tanaman berumur 6 – 8 MST, angin kencang dan terkadang disertai hujan deras menyebabkan banyak tanaman mengalami kerebahan dan patah pada batang. Akibatnya populasi dan produktivitas tanaman menjadi semakin berkurang. Umur panen genotipe SD-3, Super Sweet, Bonanza, Sugar 75, dan Sweet Boy tergolong genjah dan disamakan waktunya yaitu pada saat 73 HST sehingga tidak ada perbedaan umur panen dalam percobaan.

(26)

14

Tabel 1. Rekapitulasi Uji F pengaruh perlakuan genotipe terhadap peubah kuantitatif dan kualitatif pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat

(27)

Daya Tumbuh dan Keseragaman Penampilan Jagung Manis

Daya tumbuh adalah peubah yang pertama kali diamati, yaitu pada saat tanaman berumur 9 HST. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah daya tumbuh tanaman jagung manis. Pada genotipe SD-3 jumlah tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dan muncul ke permukaan tanah adalah sebanyak 96.06 % dari jumlah benih yang ditanam. Angka ini merupakan jumlah yang terbesar jika dibandingkan dengan keempat varietas pembanding. Berdasarkan perbandingan nilai tengah dengan uji Dunnet pada taraf nyata 5 %, daya tumbuh genotipe SD-3 (96.06 %) berbeda nyata lebih besar terhadap varietas pembanding Bonanza (84.39 %) dan Sweet Boy (90.64 %). Pada varietas pembanding Super Sweet (91.74 %) dan Sugar 75 (93.19 %) tidak ditemukan perbedaan yang nyata dengan genotipe SD-3. Menurut Basry (2003) daya tumbuh tanaman di lapang dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan sifat genetik. Umumnya benih yang memiliki daya tumbuh lebih dari 80 % mampu tumbuh baik pada lingkungan yang optimum, karena viabilitas dan ketegaran benih lebih baik.

Selain karena pengaruh genetik dan lingkungan, diduga perbedaan daya tumbuh di antara genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding juga disebabkan oleh adanya perbedaan laju penurunan viabilitas dan vigor benih yang mungkin dipengaruhi oleh umur simpan benih jagung manis. Menurut Justice dan Bass (2002) beberapa faktor yang mempengaruhi laju kemunduran benih dintaranya adalah: jenis benih, berat dan bagian benih yang terluka, kelembaban dan suhu lingkungan di lapangan, penanganan panen, dan kondisi penyimpanan benih. Tabel 2. Nilai tengah daya tumbuh dan warna pangkal batang pada jagung manis

genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga

Genotipe Daya tumbuh (%) Warna pangkal batang (% hijau)

Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.

(28)

16

berbeda nyata, maka genotipe SD-3 dan semua varietas pembanding dapat menunjukkan penampilan (ciri) yang sama dalam hal warna pangkal batang. Peubah tersebut merupakan salah satu karakter kualitatif dalam pengamatan jagung manis.

Beberapa peubah lainnya yang bersifat kualitatif yaitu : bentuk ujung daun pertama, warna daun, warna malai (anther), warna rambut tongkol, warna batang, bentuk batang, bentuk tongkol dan warna biji. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa perlakuan genotipe tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peubah-peubah tersebut. Dengan demikian, percobaan ini tidak dapat menunjukkan beda nyata karakter kualitatif tanaman jagung manis di antara semua perlakuan.

Tabel 3. Hasil pengamatan terhadap berbagai peubah kualitatif jagung manis pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding yang tidak berbeda nyata menurut Uji F

Pada awal pertumbuhan tanaman terlihat daun pertama genotipe SD-3 yang berbentuk bulat pada bagian ujungnya, sama seperti pada keempat varietas pembanding. Pengamatan terhadap peubah warna daun dilakukan pada saat tanaman masih dalam masa pertumbuhan vegetatif, yaitu sebelum tanaman berbunga. Secara umum tanaman jagung manis yang dievaluasi mempunyai daun yang warnanya hijau tua. Pada beberapa tanaman ditemukan daun yang warnanya hijau muda, secara visual penampilan tersebut berbeda dari tanaman yang normal. Hal ini mungkin terjadi bukan karena faktor perlakuan genotipe, tetapi lebih kepada pengaruh faktor lingkungan dan fisiologi tanaman.

Karakter perbungaan seperti malai yang berwarna putih-kekuningan dan rambut tongkol yang berwarna putih-kehijauan merupakan ciri fisik utama yang membedakan jagung manis dengan jagung biasa. Bentuk dan tampilan bunga pada genotipe SD-3 dan varietas pembanding yang diuji adalah sama. Tetapi masih ditemukan penyimpangan penampilan bunga jagung manis pada beberapa tanaman, yaitu adanya malai berwarna merah yang bukan mencirikan tanaman jagung manis tetapi lebih mirip kepada jagung biasa. Hal tersebut mungkin terjadi diduga karena adanya kontaminasi genetik yang disebabkan oleh faktor teknis dalam produksi benih jagung manis.

(29)

pengamatan secara visual cukup sulit membedakan bentuk batang yang bulat atau pipih (elips) jika hanya melihat penampang horizontal batang.

Bentuk tongkol dan warna biji merupakan bagian penting dari penilaian kualitas hasil jagung manis. Jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding mempunyai tongkol yang berbentuk silindris mengerucut dengan biji yang berwarna kuning. Ukuran tongkol mempengaruhi penampilan tongkol jagung manis. Diameter tongkol pada bagian pangkal dan tengah tampak tidak berbeda, kemudian diikuti dengan diameter yang semakin mengecil dari bagian tengah ke ujung tongkol. Ukuran tongkol yang demikian menampilkan bentuk yang berupa tabung (silinder) dengan ukuran yang semakin meruncing (mengerucut) ke bagian ujung tongkol. Lampiran 14 – 18 menggambarkan penampilan tongkol tanpa kelobot dari genotipe dan varietas jagung manis yang mewakili masing-masing petak percobaan.

Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol Utama dan Diameter Batang

Pengamatan tinggi tanaman, tinggi tongkol utama, dan diameter batang dilakukan setelah masa vegetatif berakhir sehingga ukuran tanaman tidak lagi mengalami perubahan yang berarti karena proses fisiologi tanaman telah memasuki fase generatif. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tongkol utama. Pada peubah diameter batang tanaman tidak terdapat pengaruh yang nyata.

Tabel 4. Nilai tengah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga Genotipe Tinggi tanaman

Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.

Tinggi tanaman pada genotipe SD-3 adalah 157.36 cm, tidak berbeda nyata terhadap ukuran tanaman varietas pembanding yang tingginya 174.24 cm (Super Sweet), 142.95 cm (Bonanza), 136.38 cm (Sugar 75) dan 190.42 cm (Sweet Boy). Ukuran tanaman tertinggi dimiliki oleh varietas Sweet Boy (190.42 cm) dan terendah dimiliki oleh varietas Sugar 75 (136.38 cm). Menurut Goldsworthy (1975), tanaman jagung yang pendek dapat ditanam pada tingkat kerapatan tinggi dan tidak mudah rebah sehingga memiliki produktivitas lebih tinggi daripada tanaman jagung yang tinggi.

(30)

18

Peningkatan hasil dan indeks panen berkaitan dengan kemampuan tanaman mengalokasikan sedikit bahan kering ke batang dan lebih banyak bahan kering dalam proses pembungaan dan pengisian biji saat memasuki fase generatif. Peningkatan indeks panen tidak selalu disebabkan karena tinggi tanaman dan tinggi tongkol yang pendek karena ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi indeks panen (Johnson et al. 1986).

Tinggi tongkol utama pada genotipe SD-3 (75.64 cm) mempunyai rataan yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding Sugar 75 (42.65 cm). Akan tetapi genotipe SD-3 tidak berbeda nyata terhadap varietas Super Sweet (90.50 cm), Bonanza (54.47 cm) dan Sweet Boy (97.96 cm). Letak tongkol yang lebih tinggi merupakan salah satu karakter yang tidak menguntungkan dan mungkin dapat merugikan pada tanaman. Kekuatan batang diduga dipengaruhi oleh tinggi tongkol, apabila terlalu tinggi dapat berdampak pada kecenderungan rebahnya batang tanaman seperti yang banyak terjadi pada genotipe SD-3, varietas Super Sweet dan varietas Sweet Boy. Pada varietas Bonanza dan Sugar 75, tinggi tongkol yang cukup rendah ternyata lebih mempermudah dalam hal pemanenan dan tidak memberikan beban terlalu berat terhadap batang sehingga tanaman cukup tegar menopang tongkol tersebut. Sejalan dengan pendapat Yuliandry (2004) bahwa keunggulan dari rendahnya tinggi tongkol adalah mengurangi kemungkinan tanaman rebah akibat tidak kuatnya batang menunjang tanaman akibat posisi tongkol, semakin tinggi tongkol kemungkinan tanaman rebah akan semakin besar.

Diameter batang tanaman pada kelima genotipe dan varietas yang diuji berkisar antara 1.44 – 1.62 cm, di mana genotipe SD-3 (1.47 cm) dinyatakan tidak berbeda dengan empat varietas pembanding. Dilihat dari angka rata-rata, varietas Sweet Boy (1.62 cm) memiliki diameter tanaman terbesar, sama halnya pada peubah tinggi tanaman dan tinggi tongkol utama. Pada ketiga peubah yang mencerminkan ukuran tanaman, yaitu peubah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang terdapat hubungan yang saling berbanding lurus. Apabila salah satu dari peubah tersebut mengalami peningkatan akan selalu diikuti oleh peningkatan dua peubah lainnya, begitu juga sebaliknya. Selain itu, jika diameter batang dan tinggi tanaman lebih besar biasanya bobot tajuk atas juga akan lebih berat.

Sujiprihati et al. (2005) melaporkan bahwa karakter-karakter vegetatif yaitu tinggi tanaman, tinggi tongkol, diameter tanaman, umur muncul tassel, umur muncul silk, dan umur panen mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Nilai heritabilitas yang tinggi untuk karakter tersebut menunjukkan bahwa pengaruh faktor genetik lebih besar dibandingkan faktor lingkungan.

Panjang dan Lebar Daun

(31)

Tabel 5. Nilai tengah panjang daun dan lebar daun pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding

Genotipe Panjang daun (cm) Lebar daun (cm)

SD-3 72.45 7.90

Super Sweet 81.28 7.81

Bonanza 73.62 8.32

Sugar 75 79.98 8.07

Sweet Boy 83.73 7.93

Dengan ukuran panjang dan lebar daun yang tidak berbeda nyata diduga daun pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding akan memiliki luasan yang relatif sama, sehingga peluang dan potensi tanaman dalam efisiensi penyerapan cahaya matahari dan efektifitas proses fotosintesis juga hampir sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Martajaya (2009) bahwa dengan luas daun yang tidak berbeda, juga tentunya menghasilkan bobot kering yang relatif sama, karena fotosintat yang dihasilkan juga relatif sama. Menurut Mahfudz dan Isrun (2006), luas daun nyata berkorelasi dengan pembentukan panjang dan diameter tongkol serta bobot biji per tongkol.

Ukuran daun mempunyai hubungan yang berbanding lurus terhadap ukuran tanaman, bobot tanaman, ukuran tongkol, bobot tongkol dan kapasitas pengisian biji pada tongkol. Tanaman dengan daun berukuran lebih luas akan mempunyai kemampuan dan kesempatan lebih besar dalam proses fotosintesis yang berpengaruh terhadap peningkatan ukuran tanaman, karena penimbunan fotosintat pada stadia vegetatif lebih tinggi. Selama stadia generatif berlangsung, potensi fotosintat yang ditimbun ke tongkol juga akan lebih besar dan akan berkontribusi meningkatkan ukuran dan bobot tongkol dengan biji penuh dan lebih banyak. Kapasitas pengisisan biji dapat dilihat dari peubah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol. Dengan demikian, semakin luas ukuran daun tanaman diduga semakin berpengaruh dalam meningkatkan daya hasil tanaman dengan kualitas tongkol yang lebih baik.

Umur Berbunga

Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap waktu perbungaan jagung manis, yang mencakup peubah umur muncul tassel, umur reseptif, lama produksi serbuk sari dan interval waktu anthesis dengan silking. Kisaran nilai tengah umur tanaman ketika tassel mulai anthesis yaitu 53.0 – 54.3 HST, sedangkan umur reseptif rambut tongkol berkisar 55.3 – 61.0 HST.

(32)

20

Rambut tongkol biasanya muncul 1 – 3 hari setelah sari mulai tersebar dan siap diserbuki (reseptif) ketika keluar dari kelobot (Rubatzky and Yamaguchi (1998). Hallauer dan Russel (1993) menjelaskan bahwa pemunculan putik dipengaruhi oleh suhu, kelembaban tanah dan kandungan hara tanah. Pada kondisi optimum, putik tumbuh sempurna selama 2 – 3 hari. Pada suhu rendah, lama pertumbuhan menjadi 5 – 7 hari. Pada kondisi yang ekstrim, pemunculan putik dapat terhambat dan tidak sempurna.

Rata-rata perbedaan waktu terlepasnya serbuk sari (anthesis) dengan waktu keluarnya rambut tongkol (silking) pada jagung manis genotipe SD-3 yaitu sekitar 3.8 hari, dan tidak signifikan terhadap varietas pembanding. Perbedaan yang nyata hanya berlaku di antara keempat varietas pembanding. Selisih waktu yang paling cepat yaitu 0.9 hari pada varietas Bonanza, sedangkan yang terlama terjadi pada varietas Super Sweet yang mencapai hingga 5.1 hari. Walaupun demikian, kemunculan rambut tongkol tersebut masih dalam rentang waktu pollen sedang diproduksi oleh malai pada tanaman yang sama. Sehingga rambut tongkol jagung manis genotipe SD-3 dan keempat varietas pembanding masih siap dan dapat diserbuki pada masa produktif dihasilkannya pollen. Basry (2003) melaporkan bahwa selisih umur berbunga pada tanaman jagung manis dipengaruhi oleh sifat genetiknya. Adanya cekaman lingkungan akan memperpanjang selisih umur berbunga.

Apabila perbedaan (interval) waktu antara anthesis dengan silking semakin lama maka akan memperkecil kemungkinan rambut tongkol dapat diserbuki karena jumlah pollen yang diproduksi akan terus berkurang atau bahkan habis. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan dan kesempatan setiap individu tanaman dalam proses pengisian biji pada tongkol. Semakin singkat rentang waktunya dengan nilai interval yang lebih kecil akan memperbesar peluang terjadinya penyerbukan secara menyeluruh dan sempurna yang akan menghasilkan tongkol berbiji penuh. Agusta dan Santosa (2005) menegaskan bahwa tingkat keberhasilan pembungaan akan sangat menentukan tingkat produksi biji yang dapat dihasilkan tanaman.

Panjang dan Diameter Tongkol

(33)

bahwa jagung manis genotipe SD-3 berpotensi untuk menghasilkan tongkol yang berukuran relatif sama dengan empat varietas pembanding, dengan panjang dan diameter tongkol yang tidak berbeda nyata. Pengamatan terhadap diameter tongkol yang diukur pada tiga bagian yaitu pangkal, tengah, dan ujung bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang bentuk tongkol. Panjang dan diameter tongkol jagung manis yang diamati dalam percobaan ini tergolong kecil.

Tabel 7. Nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol (pangkal, tengah,

Proses pembentukan tongkol pada tanaman jagung masih belum maksimal sehingga ukuran tongkol yang dihasilkan cukup kecil. Pada genotipe SD-3 diketahui ukuran panjang tongkol hanya sekitar 12.33 cm, sedangkan pada keempat varietas pembanding berkisar antara 12.50 – 14.83 cm. Kisaran diameter tongkol pada semua genotipe dan varietas jagung manis yang dievaluasi yaitu 3.38 – 3.70 cm pada bagian pangkal, 3.45 – 3.73 cm pada bagian tengah dan 2.69 – 2.97 cm pada bagian ujung tongkol. Varietas Bonanza memiliki tongkol yang paling panjang dengan diameter tongkol (pangkal, tengah, dan ujung) paling besar, tetapi tidak signifikan terhadap genotipe SD-3.

Menurut Ridwan dan Zubaidah (2003), perbedaan ukuran panjang dan lingkaran tongkol sudah merupakan sifat dari masing-masing varietas jagung. Perbedaan ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan pengelolaan tanaman. Koswara (1985) mengungkapkan bahwa pada keadaan yang tidak menguntungkan, terutama bila ada gangguan metabolisme N dalam pembentukan protein, ukuran tongkol akan terbatas. Kondisi kekeringan dan kekurangan nutrisi 10 – 14 hari sebelum tanaman berambut akan sangat mengurangi jumlah bakal biji yang terbentuk.

(34)

22

Panjang dan diameter tongkol secara visual dapat memberikan gambaran tentang ukuran tongkol yang merupakan karakter yang sangat diperhatikan dalam hal penilaian kualitas tongkol hasil panen. Ukuran tongkol menentukan besar kecilnya volume dan bobot suatu tongkol. Setiap pertambahan ukuran panjang dan diameter tongkol sejalan dengan pertambahan berat tongkol tersebut. Selain itu, ukuran tongkol menjadi indikator kapasitas muat biji pada tongkol.

Jumlah Baris Biji dan Jumlah Biji per Baris pada Tongkol

Jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol merupakan peubah-peubah yang termasuk komponen hasil dalam produksi jagung manis. Perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah baris biji pada tongkol, tetapi pada peubah jumlah biji per baris pengaruhnya tidak nyata.

Tabel 8. Nilai tengah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga

Genotipe Jumlah baris biji pada

a Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3

berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.

Genotipe SD-3 mempunyai jumlah baris paling banyak yaitu 14.23 baris pada suatu tongkol. Angka tersebut berbeda nyata apabila dibandingkan dengan varietas pembanding Super Sweet (12.65 baris), Sugar 75 (12.83 baris), dan Sweet Boy (12.95 baris), tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding Bonanza (13.90 baris). Tidak seperti yang terjadi pada peubah jumlah baris, sebaliknya genotipe SD-3 memiliki jumlah biji per baris paling kecil dengan nilai tengah 22.50 biji per baris. Jumlah biji per baris pada varietas pembanding yaitu 23.73 – 27.13 biji per baris.

Tongkol yang lebih panjang dan diameter lebih besar menandakan tongkol tersebut mempunyai biji yang lebih banyak. Pertambahan ukuran tongkol pengaruhnya sangat nyata terutama pada penghitungan jumlah biji per baris, tetapi tidak terlalu tampak pada peubah jumlah baris biji. Diameter tongkol paling besar tidak selalu dapat menjamin bahwa tongkol tersebut akan mempunyai jumlah baris biji yang paling banyak. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor ukuran biji pada masing-masing genotipe atau varietas yang dievaluasi.

(35)

menggambarkan banyaknya biji yang diproduksi pada setiap tongkol, sehingga panjang tongkol menjadi salah satu penentu kualitas tongkol jagung manis.

Menurut Agusta dan Santosa (2005), kapasitas penyimpanan hasil fotosintat pada tanaman serealia sangat ditentukan oleh respon tanaman terhadap lingkungan untuk proses pengisian biji. Berbagai perbaikan respon dan karakterisitik vegetatif tanaman sangat bervariasi dan tidak selalu berbanding lurus dengan produktivitas biji.

Bobot Tongkol dan Tajuk pada Setiap Tanaman

Tabel berikut memperlihatkan rata-rata bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa kelobot serta bobot tajuk atas tanaman. Bobot per tongkol berkelobot merupakan bobot kotor dari tongkol jagung manis, sedangkan bobot per tongkol tanpa kelobot merupakan bobot bersih dari tongkol jagung manis. Dalam setiap bobot kotor suatu tongkol terdapat proporsi bobot kelobot pada tongkol tersebut.

Tabel 9. Nilai tengah bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa kelobot dan bobot tajuk atas pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding

Genotipe Bobot per tongkol dengan kelobot (g)

Bobot per tongkol

tanpa kelobot (g) Bobot tajuk atas (g)

SD-3 119.58 78.78 243.49

Super Sweet 100.55 70.24 227.45

Bonanza 151.30 108.50 291.53

Sugar 75 163.53 109.88 341.46

Sweet Boy 130.61 91.06 324.03

Bobot tajuk atas jagung manis berkisar antara 227.45 – 341.46 g, dan tanaman jagung manis genotipe SD-3 mempunyai bobot tajuk atas yaitu 243.49 g. Kisaran nilai tengah bobot tajuk atas yang demikian tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman selama fase vegetatif kurang baik dan pada akhir fase generatif hingga panen tanaman jagung manis kekurangan suplai air karena rendahnya curah hujan dan evapotranspirasi yang berlebihan. Sehingga tajuk tanaman mengalami kekeringan yang cukup drastis dan kehilangan bobot basah tajuk yang cukup besar. Menurut Badami dan Amzeri (2011), cekaman kekeringan pada fase reproduktif menyebabkan penurunan jumlah biji, bobot kering biji, bobot kering tongkol, bobot kering akar, bobot kering batang.

(36)

24

Varietas pembanding Sugar 75 memiliki bobot kotor dan bobot bersih lebih tinggi yaitu 163.53 g dan 109.88 g, sedangkan bobot kotor dan bobot bersih yang terendah dimiliki oleh varietas Super Sweet yaitu 100.55 g dan 70.24 g. Pada genotipe SD-3 rata-rata bobot kotor yang ditimbang adalah 119.58 g, sedangkan bobot bersihnya hanya 78.78 g. Berdasarkan analisis statistik, pada kedua peubah tersebut menunjukkan pengaruh atau hasil yang tidak berbeda nyata.

Selisih antara bobot kotor dengan bobot bersih secara tidak langsung menggambarkan bobot kelobot dari setiap tongkol. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa genotipe SD-3 mempunyai tongkol dengan kelobot yang berbobot rata-rata 40.80 gram atau sekitar 34.12 % dari bobot tongkol utuh. Pada varietas pembanding rata-rata bobot kelobot yang dihitung adalah 30.31 – 53.65 gram atau sekitar 28.29 – 32.81 % dari bobot tongkol utuh. Tampaknya tongkol jagung manis genotipe SD-3 dibungkus oleh kelobot yang beratnya mencapai sepertiga dari bobot tongkol utuh, dan proporsi kelobot tersebut tergolong tinggi jika dibandingkan dengan proporsi bobot kelobot pada tongkol jagung manis varietas pembanding. Bobot kelobot yang semakin besar akan berpengaruh terhadap proporsi bobot bersih tongkol yang akan semakin rendah.

Selain itu, karakter-karakter tanaman jagung manis yang dinilai saling terkait dalam mempengaruhi tinggi rendahnya angka bobot tongkol yaitu ukuran daun, ukuran batang tanaman, bobot tajuk atas, ukuran tongkol, dan banyaknya biji pada tongkol. Jika terjadi peningkatan angka pada suatu karakter tersebut akan direspon dengan peningkatan pada karakter lainnya yang akhirnya berujung pada peningkatan angka bobot tongkol. Isrun (2006) menyebutkan bahwa secara mandiri pupuk P dan jenis pupuk kandang nyata meningkatkan bobot tongkol tanpa kelobot jagung manis.

Produksi per Plot

Perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap peubah tanaman yang dipanen per plot dan jumlah tongkol yang dipanen per plot. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bobot seluruh tongkol dengan kelobot per plot dan bobot seluruh tongkol tanpa kelobot per plot.

Tabel 10. Nilai tengah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen serta bobot seluruh tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga

Genotipe TDP (%) JTDP

(37)

Tanaman menghasilkan dan tongkol yang dihasilkan per plot ternyata sangat sedikit pada semua perlakuan. Hal ini dikarenakan banyaknya individu tanaman yang berkurang sebab tingginya serangan penyakit bulai diikuti dengan banyaknya tanaman yang tidak selamat akibat rebahnya batang tanaman. Selain itu, adanya tanaman yang tidak mampu dan terlambat menghasilkan tongkol juga turut berkontribusi menambah jumlah tanaman yang tidak dapat dipanen. Dalam hal produksi per plot, genotipe SD-3 mempunyai rata-rata paling tinggi pada peubah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen, bobot seluruh tongkol berkelobot dan bobot seluruh tongkol tanpa kelobot.

Banyaknya tanaman menghasilkan per plot pada genotipe SD-3 mencapai 30.98 %, sedangkan pada keempat varietas pembanding berkisar antara 19.28 – 27.84 %. Persentase tanaman yang dipanen pada genotipe SD-3 berbeda nyata lebih tinggi dengan varietas pembanding Bonanza (23.96 %) dan Sugar 75 (19.28 %). Jumlah tongkol jagung manis genotipe SD-3 yang dipanen adalah 59.0 tongkol per plot, angka tersebut hanya berbeda nyata lebih tinggi apabila dibandingkan dengan varietas pembanding Bonanza (35.5 tongkol per plot) dan tidak berbeda nyata dengan tiga varietas pembanding lainnya.

Peubah tanaman yang dipanen berkorelasi sangat positif dengan peubah jumlah tongkol yang dipanen per plot. Semakin banyak tanaman menghasilkan yang dipanen maka akan semakin banyak tongkol jagung manis yang diperoleh. Sebagian tanaman ada yang dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol layak panen per batang, sehingga akan meningkatkan potensi pertanaman jagung manis untuk memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi per satuan luas lahan.

Jumlah tongkol per plot yang besar tidak selalu diikuti oleh bobot tongkol per plot yang tinggi. Pada varietas Super Sweet jumlah tongkol yang dihasilkan lebih besar daripada varietas Bonanza, tetapi kedua varietas tersebut mempunyai bobot tongkol per plot yang relatif sama. Varietas Sweet Boy juga menghasilkan tongkol lebih banyak bila dibandingkan dengan varietas Sugar 75, tetapi bobot tongkol per plot pada varietas Sugar 75 ternyata hampir sama dengan varietas Sweet Boy. Hal ini disebabkan karena pada varietas Super Sweet dan Sweet Boy tanaman yang dipanen jumlahnya lebih banyak serta kemampuan sebagian tanamannya yang menghasilkan dua tongkol per tanaman, akan tetapi tongkol yang dihasilkan memiliki ukuran yang kecil dan bobot yang rendah. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok jagung manis genotipe SD-3. Menurut Purnomo (1988), jumlah tongkol yang dipanen dapat berbeda-beda di masing-masing plot. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tanaman steril (tanaman tidak menghasilkan/tanaman barren) dan sifat prolific (menghasilkan > 1 tongkol/ tanaman) pada tanaman.

(38)

26

jagung manis yang diukur berdasarkan peubah bobot kotor per plot dan bobot bersih per plot pada genotipe SD-3 yang dievaluasi dinyatakan tidak berbeda dengan empat varietas pembanding.

Indeks Panen dan Produktivitas

Indeks panen menunjukkan proporsi bobot panen dari bobot tanaman secara keseluruhan (Johnson et al. 1986). Berdasarkan analisis ragam, perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah indeks panen tongkol berkelobot. Indeks panen tongkol berkelobot pada genotipe SD-3 (0.283) berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Super Sweet (0.233). Genotipe SD-3 tidak berbeda nyata dengan varietas Bonanza (0.316), Sugar 75 (0.301) dan Sweet Boy (0.263).

Tabel 11. Nilai tengah indeks panen tongkol berkelobot, indeks panen tongkol tanpa kelobot, produktivitas dan potensi hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga

Genotipe

Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.

Perlakuan genotipe berpengaruh nyata pada peubah indeks panen tongkol tanpa kelobot. Nilai tengah indeks panen tongkol tanpa kelobot pada genotipe SD-3 adalah 0.205, sedangkan pada keempat varietas pembanding bernilai sekitar 0.170 – 0.247. Akan tetapi genotipe SD-3 mempunyai indeks panen tongkol tanpa kelobot yang tidak berbeda nyata dengan semua varietas pembanding.

Hasil perbandingan nilai tengah perlakuan pada peubah indeks panen tongkol berkelobot tidak selalu sejalan dengan hasil perbandingan nilai tengah perlakuan pada peubah indeks panen tongkol tanpa kelobot. Pada peubah indeks panen tongkol berkelobot, genotipe SD-3 berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Super Sweet. Sedangkan pada peubah indeks panen tongkol tanpa kelobot, genotipe SD-3 sama sekali tidak berbeda nyata dengan varietas Super Sweet. Hal ini diduga karena genotipe SD-3 menghasilkan tongkol yang memiliki kelobot yang relatif lebih tebal.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Uji F pengaruh perlakuan genotipe terhadap peubah kuantitatif dan kualitatif pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Tabel 5. Nilai tengah panjang daun dan lebar daun pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Tabel 13. Nilai koefisien korelasi (r) antar karakter tanaman dalam komponen
Tabel 16. Keunggulan jagung manis genotipe SD-3 terhadap empat varietas

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan Karakter dalam Tafsir Al-Huda mentransmisikan nilai-nilai budi pekerti Jawa yang merupakan akumulasi dari cipta-rasa- karsa yang dilandasi kegiatan berpikir atau olah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan dan penerapan media teka-teki silang dan metode talking stick dapat meningkatkan hasil belajar IPS

Based on the research using Clue Game towards students‟ Grammar Mastery at the second semester of the eighth class of MTs Negeri Kalianda, Lampung Selatan in 2013/2014,

(3) Arsip yang tercipta pada lembaga negara, pemerintahan daerah, dan perguruan tinggi negeri yang berkaitan dengan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib

25 Mina Wuwu Demen, Sriharjo, Imogiri, Bantul induk lele 2 paket. 26 Mino Lestari Kediwung, Mangunan, Dlingo induk lele

Sujud Tilawah adalah sujud bacaan, maksudnya dalah sujud yang yang dilakukan baik di dalam sholat ataupun di luar sholat sewaktu membaca atau mendengar bacaan

*Keterangan: Siswa sedang berlatih menyanyikan tembang dolanan.. TurnapeL

Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang