• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA

ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS

(Cyprinus carpio)

IMAM TAUFIK

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

IMAM TAUFIK.

Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap

Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas

(Cyprinus carpio)

. Dibawah bimbingan

Dr. Ir. Eddy Supriyono, MSc.; Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MSc.; dan Dr. Santosa

Koesoemadinata, MSc.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjut dari bioakumulasi

insektisida endosulfan (C

6

H

6

Cl

6

O

3

S) terhadap laju pertumbuhan dan kondisi hematologis

ikan mas. Penelitian dilakukan dalam enam taha p, yaitu: Uji stabilitas bahan aktif; Uji

penentuan kisaran konsentrasi lehal; Uji definitif; Uji biokonsentrasi; Uji bioeliminasi; dan

Uji subletal. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan

wadah berupa akuarium kaca.

Bahan uji yang digunakan adalah formulasi insektisida dengan bahan aktif

endosulfan yang berbentuk cairan berwarna kuning bening yang dapat larut dalam aseton.

Hewan uji berupa ikan mas

(Cyprinus carpio)

stadia juvenil dengan ukuran bobot 0,81

±

0,098 g/ekor yang diperoleh dari hasil pemijahan secara terkontrol. Sebelum digunakan

hewan uji diadaptasikan selama 12 hari dalam kondisi laboratorium dan diberi pakan pellet

dengan kandungan protein

±

43,96%.

Pada uji stabilitas diaplikasikan endosulfan dengan konsentrasi 2,42 µg/l dalam air,

kemudian diambil sample air pada jam ke 0, 24, 48, 72, dan 96 jam. Sample yang diperoleh

selanjutnya di ekstraksi dan diidentifikasi menggunakan gas kromatografi (GC). Pada uji

penentuan kisaran konsentrasi letal diaplikasikan 4 deret konsentrasi uji, yaitu: 0 (kontrol);

0,1; 1,0; 10,0 µg/l. Ikan uji sebanyak 10 ekor/wadah dengan pengamatan mortalitas pada

jam ke: 0, 24, dan 48 jam setelah aplikasi. Pada uji definitif diaplikasikan 7 deret

konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2; dan 7,2 µg/l. Ikan uji sebanyak 10

ekor per wadah dengan waktu pengamatan pada jam ke: 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96

jam setelah aplikasi.

Pada uji bioakumulasi diaplikasikan 3 konsentrasi endosulfan sebesar 10, 30, dan

50% dari nilai LC

50

-96 jam dengan nilai konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 0,24; 0,72; dan 1,20

µg/l dalam air. Ikan mas dipelihara dengan kepadatan 0,5 ekor/liter air atau 20 ekor dalam

40 liter air. Selama pemaparan ikan uji diberi pakan secara

at satiation

serta dilakukan

pergantian air setiap 24 jam dengan konsentrasi bahan uji yang sama. Parameter yang

diukur adalah: laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan kondisi hematologis. Untuk

kebutuhan analisa residu, sample ikan dan air diambil pada jam ke: 0, 4, 12, 24, 48, 96,

144, 192, 264 pemaparan. Sample selanjutnya diekstraksi dan dipekatkan dalam 10 ml

aceton p.a untuk selanjutnya diidentifikasi menggunakan GC.

(3)

air bersih tanpa bahan uji

(clean water)

. Pengambilan ikan uji dilakukan pada hari ke 0, 5,

10 dan 15 pemeliharaan untuk selanjutnya diekstraksi dan diidentifikasi menggunakan GC

dengan prosedur yang standar. Pada semua tahapan penelitian dilakukan pengukuran sifat

fisika-kimia air yang meliputi: suhu, pH, O

2

terlarut, CO

2

dan amonia, untuk mengetahui

kelayakannya sebagai media uji.

Data uji stabilitas dianalisis secara regresi dan deskriptif, data uji penentuan kisaran

konsentrasi letal dianalisis secara deskriptif, sedangkan data uji definitif dianalisis dengan

bantuan program “probit analysis”. Residu endosulfan dalam ikan dan air dianalisis

menurut petunjuk Komisi Pestisida (1977), laju penyerapan dan eliminasi ditentukan

menurut petunjuk Specie dan Hamelink (1995), biokonsentrasi faktor dihitung menurut

persamaan Montanes dan Hattum (1995). Untuk menghitung pertumbuhan digunakan

persamaan Ricker (1975), sedangkan penentuan efisiensi pakan dihitung berdasarkan

persamaan NRC (1983). Data yang diperoleh dari uji subletal dianalisis ragam dengan

bantuan program statistik RPSS 10.0 for Window.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata laju peluruhan endosulfan dalam air

adalah sebesar 0,81% per jam. Kisaran konsentrasi endosulfan terhadap ikan mas antara 1

µg/l (ambang bawah) dan 10 µg/l (ambang atas) dengan nilai LC

50

-96 jam sebesar 2,42

(2,206 – 2,652)

µg/l pada limit kepercayaan 95%. Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh

ikan mas yang dipaparkan pada konsentrasi 0,24; 0,72; dan 1,20 µg/l secara berurutan

sebesar 2,04; 3,58 dan 4,24 µg/kg dengan laju penyerapan sebesar 0,79; 0,71; dan 0,43 µg/l

per jam, serta nilai biokonsentrasi faktor (BCF) sebesar 8,56; 7,74 dan 4,69. Melalui

analisis statistik terhadap data tersebut diketahui bahwa bioakumulasi endosulfan secara

nyata berpengaruh terhadap laju penyerapan dan nilai BCF dalam tubuh ikan mas.

Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh ikan mas sebesar 2,04 µg/kg secara nyata

menurunkan jumlah eritrosit; bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg mengurangi jumlah leukosit

dan mereduksi pertumbuhan; dan pada konsentrasi bioakumulasi 4,24 µg/kg secara nyata

meningkatkan kadar hematokrit dan hemoglobin dalam darah ikan mas.

(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :

PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGIS

IKAN MAS

(Cyprinus carpio)

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2005

(5)

PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA

ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS

(Cyprinus carpio)

IMAM TAUFIK

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perairan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas

(Cyprinus carpio).

Nama : Imam Taufik

NRP : C 051020101

Program Studi : Ilmu Perairan (AIR)

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc.

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Chairul Muluk, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juli 1967 sebagai putera ke lima dari

pasanga n H. Ali Muchtar (Alm) dan Yuhana (Almh). Jenjang pendidikan sampai

dengan tingkat menengah atas, berturut -turut diselesaikan pada SD Negeri 1 Kotabatu,

SMP Negeri 2, dan SMA Negeri 1 di Bogor. Pendidikan Strata 1 (S1) ditempuh pada

Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin – Ujung Pandang dan

lulus pada tahun 1992.

Tahun 1994 sampai 1997 penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Loka

Penelitian Perikanan Pantai, Pusat Penelitian Perikanan Budidaya, di Gondol – Bali dan

tergabung dalam kelompok peneliti Penyakit Ikan. Tahun 1997 sampai sekarang,

penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar,

Pusat Riset Perikanan Budidaya, di Bogor dan tergabung dalam kelompok peneliti

Lingkungan Budidaya & Toksikologi. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi S2

pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR), Program Pascasarjana Institut Pertanian

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan

berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis masih diberi kekuatan untuk melakukan

segala aktivitas yang Insya Allah senantiasa ditujukan untuk mencari Ridho-Nya.

Tesis dengan judul “Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan

terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio)”

merupakan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat yang dibebankan

kepada penulis untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi

dan sumbangsih bagi kepentingan pengelolaan lingkungan, khususnya yang berkaitan

dengan pencemaran pestisida pada sumberdaya perikanan.

Selama menjalani masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian hingga selesainya

penulisan tesis ini, penulis telah mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,

untuk itu penulis menghaturkan terima kasih. Secara khusus ungkapan terima kasih

yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan

kepada:

1. Istriku tercinta Fetty Fatimah serta kedua putri-permata hatiku Iffi Rizkiya dan

Fitta Fairuz Rahmani, atas segenap cinta dan ketulusan hati nan ikhlas yang

telah dengan setia mendampingi penulis selama melaksanakan kuliah hingga

selesai dan Insya Allah untuk selamanya.

2. Yang mulia: Apih (alm), Bapak dan Ummi yang telah memberikan do’a tulus

sehingga penulis mendapat kekuatan lahir dan keteguhan bathin selama

menjalani proses perkuliahan.

3. Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. sebagai ketua Komisi Pembimbing, Bapak

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. dan Bapak Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc.

sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang telah meluangkan waktu, tenaga,

pemikiran bahkan materi untuk membantu, mengarahkan dan membimbing

(9)

4. Bapak Dr. Chairul Muluk, M.Sc. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perairan

beserta seluruh Staf Dosen PPs-IPB yang telah memberikan arahan, materi

kuliah serta bantuan administrasi selama penulis mengikuti perkuliahan.

5. Bapak Dr. S. Djokosetyanto, M.Sc. selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing

yang telah memberi pengarahan, masukan dan saran guna perbaikan tesis ini.

6. Bapak Drs. Sutrisno yang tak henti-hentinya memberi dukungan moril serta

bantuan materil yang sangat besar sehingga penulis dapat melaksanakan dan

menyelesaikan kuliah.

7. Bapak Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si, Bapak Eman Sulaeman dan Bapak

Aji M. Tohir yang telah membantu menganalisis sample penelitian di

Laboratorium Toksikologi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya

Genetika Pertanian, Bogor.

8. Teman-teman Program Studi Ilmu Perairan PPs-IPB: Ahmad Jauhari, Amrulla,

Wahidah, Desi, Esti, Ricky serta yang lainnya, atas kerjasama, spirit dan

kekompakannya.

9. Berbagai pihak yang belum disebutkan di atas dan telah membantu.

Akhir kata, Wabillahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warohmatullahi

Wabarokaatuh.

Bogor, Desember 2005

(10)

DAFTAR ISI

halaman.

HALAMAN PENGESAHAN ……… i.

RIWAYAT HIDUP ……… ii.

PRAKATA ……… iii.

DAFTAR ISI ……… v.

DAFTAR TABEL ………. vii.

DAFTAR GAMBAR ………. viii.

DAFTAR LAMPIRAN ………. ix.

PENDAHULUAN Latar Belakang ……… 1.

Pendekatan Masalah ……… 4.

Hipotesis ……… 5.

Tujuan Penelitian ……… 5.

Manfaat Penelitian ……… 5.

TINJAUAN PUSTAKA Pestisida ……… 6.

Keberadaan Pestisida di Lingkungan Perairan ……… 7.

Insektisida Organoklorin ……… 12.

Endosulfan ……… 12.

Penyerapan dan Eliminasi ……… 15.

Pertumbuhan ……… 16.

Darah Ikan ……… 17.

Hematokrit ……… 17.

Hemoglobin ……… 18.

Sel darah merah (eritrosit) ……… 19.

Sel darah putih (leukosit) ……… 19.

Kualitas Air ……… 20.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ……… 22.

Bahan dan Alat ……… 22.

Persiapan Penelitian Wadah dan media …….……….. 23.

Ikan uji ……… 23.

Media uji ……… 24.

Pelaksanaan Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam a ir ……… 24.

(11)

halaman.

Uji toksisitas letal ……… 25.

Uji bioakumulasi ……… 26.

Uji bioeliminasi ……… 27.

Bioakumulasi terhadap pertumbuhan ……… 28.

Bioa kumulasi terhadap kondisi hematologis ……… 29.

Kadar hematokrit (Ht) ……… 29.

Kadar hemoglobin (Hb) ……… 30.

Jumlah sel darah merah (eritrosit) ……… 30.

Jumlah sel darah putih (leukosit) ……… 31.

Analisis Data ……… 31.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam air ………. 34.

Toksisitas letal: Nilai LC50 ………. 35.

Uji bioakumulasi endosulfan ………. 37.

Uji bioeliminas i endosulfan ………. 39.

Pertumbuhan ikan ………. 40.

Efisiensi pakan ………. 42.

Kondisi hematologis ………. 43.

Kualitas air ………. 45.

Pembahasan ………. 46.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……..……….. 59.

Saran ……..……….. 59.

DAFTAR PUSTAKA ………...……… 60.

(12)

DAFTAR TABEL

halaman.

Tabel 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan ………. 9.

Tabel 2. Nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas

pada setiap waktu pemaparan ……… 36.

Tabel 3. Model persamaan laju penyerapan insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada masing-masing

konsentrasi perlakuan ……….. 38.

Tabel 4. Nilai laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida

endosulfan terhadap ikan mas pada masing-masing perlakuan ……….. 39.

Tabel 5. Pertumbuhan ikan mas pada berbagai konsentrasi bioakumulasi

endosulfan setelah 12 minggu pemaparan ……… 41.

Tabel 6. Rata-rata nilai efisiensi pakan (%) ikan mas pada masing-masing perlakuan selama 12 minggu pemaparan ……… 43.

Tabel 7. Rata-rata kadar hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit ikan mas dengan bioakumulasi insektisida endosulfan

yang berbeda setelah 12 minggu pemaparan ……….. 43.

Tabel 8. Kisaran sifat fisika-kimia air pada uji toksisitas letal

(13)

DAFTAR GAMBAR

halaman.

Gambar 1. Dinamika pestisida dalam lingkungan ……… 10.

Gambar 2. Konsekwensi penggunaan herbisida terhadap ekologi perairan. …. 11.

Gambar 3. Struktur kimia endosulfan ………. 14.

Gamba r 4. Prosentase peluruhan konsentrasi endosulfan dalam air

pada setiap waktu pemaparan ……….. 34.

Gambar 5. Nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas

untuk setiap waktu pemaparan ……….. 36.

Gambar 6. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 10% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual

rata-rata dalam air sebesar 0,24 (± 0,013) µg/l ……… 37.

Gambar 7. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual

rata-rata dalam air sebesar 0,46 (± 0,088) µg/l ……….. 37.

Gambar 8. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 50% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual

rata-rata dalam air sebesar 0,91 (± 0,020) µg/l ………..……… 38.

Gambar 9. Eliminasi endosulfan dari tubuh ikan mas yang telah dipaparkan dalam larutan insektisida endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi rata-rata

bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg ………. 40.

Gambar 10. Pertambahan bobot rata-rata individu ikan mas

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman.

Lampiran 1. Prosedur analisis residu insektisida endosulfan

pada sample air ………... ……….. 66.

Lampiran 2. Prosedur analisis residu insektisida endosulfan

pada sample daging ikan ………. 67.

Lampiran 3. Mortalitas ikan mas (ekor) pada uji pendahuluan

setelah waktu pemaparan (jam) ……… 68.

Lampiran 4. Motalitas ikan mas (ekor) pada uji lanjutan (definitife test) untuk setiap konsentrasi perlakuan (µg/l)

setelah waktu pemaparan (jam) ……….. 69.

Lampiran 5. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai

LC50-24 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 70.

Lampiran 6. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai

LC50-48 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 70.

Lampiran 7. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai

LC50-72 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 71.

Lampiran 8. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai

LC50-96 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 71.

Lampiran 9. Analisis statistik terhadap laju penyerapan (Ku) dan biokonsentrasi faktor (BCF) insektisida endosulfan

ke dalam tubuh ikan mas ………. 72.

Lampiran 10. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

selama 12 minggu ………. 73.

Lampiran 11. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

selama 12 minggu (transformasi logaritma natural) ……..……….. 74.

Lampiran 12. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

selama 12 minggu ……….………… 75.

Lampiran 13. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

(15)

halaman.

Lampiran 14. Laju pertumbuhan individu harian (%) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan pada setiap

periode pemaparan (bulan) ………… ………... 77.

Lampiran 15. Data efisiensi pakan harian (FE) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida

endosulfan selama 12 minggu pemaparan ……….. 78.

Lampiran 16. Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan individu (SGR) dan efisiensi pakan (FE) ikan mas setelah pemaparan

12 minggu ………. 79.

Lampiran 17. Kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

selama 12 minggu pemaparan ……… 80.

Lampiran 18. Analisis statistik terhadap data hematologis (hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit) ikan mas

setelah pemaparan 12 minggu ……… 81.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pestisida dewasa ini mempunyai peranan yang penting khususnya dalam bidang

pertanian untuk memberantas jasad-jasad yang merusak tanaman dan hasil pertanian

yang disimpan. Usaha meningkatkan produksi pertanian, baik kuantitatif maupun

kualitatif, telah dipermudah dengan penggunaan pestisida (Soekardi et al., 1977).

Walaupun konsep “pest management” atau “integrated pest control” dilakukan,

dimana pestisida hendaknya digunakan sesedikit mungkin dan apabila diperlukan saja,

namun pada umumnya usaha proteksi tanaman dilakukan dengan pertimbangan bahwa

hama dan penyakit tanaman hanya dapat diberantas dengan mudah dan cepat dengan

menggunakan pestisida yang efektif, sekalipun keadaan ini hanya dicapai untuk

sementara. Oleh karena itu pemberantasan hama dan penyakit tanaman hampir

senantiasa diartikan sebagai penggunaan pestisida, sehingga bermacam-macam pestisida

banyak digunakan yang juga menimbulkan berbagai dampak negatif (Mulyani, 1973).

Meningkatnya penggunaan pestisida telah menimbulkan kekhawatiran karena

terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Menurunnya kualitas lingkungan karena

kontaminasi oleh pestisida telah mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru yang

harus segera diatasi. Kematian ikan di sawah, kolam atau sungai, makin jarangnya

dijumpai jenis burung-burung tertentu, terjadinya resistensi hama maupun timbulnya

eksplosi hama sekunder antara lain diduga sebagai akibat penggunaan pestisida yang

(17)

Sifat penting yang dimilki suatu bahan aktif pestisida adalah daya racun atau

toksisitas. Meskipun bahan kimia tersebut hanya dimaksudkan untuk mematikan suatu

jenis hama tertentu tetapi pada hakekatnya bersifat racun untuk semua mahluk hidup.

Hampir semua jenis pestisida tidak bersifat selektif dan mempunyai spektrum yang luas

sebagai racun sehingga merupakan salah satu sumber pencemaran yang potensial

khususnya bagi sumberdaya dan lingkungan perairan perikanan.

Pestisida yang paling ideal adalah yang bersifat khusus dan dapat digunakan

secara selektif terhadap hama sasaran saja, namun di seluruh dunia belum dijumpai

pestisida yang demikian. Kebanyakan pestisida yang ada sebetulnya tidak bersifat

selektif karena pestisida digunakan pada suatu ekosistim yang rumit dan kompleks

sehingga setiap pemakaian pestisida juga dapat membunuh organisme bukan sasaran

atau paling tidak mengganggu kehidupannya (Kadarsan, 1977).

Endosulfan merupakan senyawa kimia dari golongan organoklorin yang banyak

dipergunakan di Indonesia sebagai bahan aktif dalam berbagai formulasi insektisida

yang diperdagangkan dengan beberapa nama dagang, antara lain: Thiodan, Fanodan,

Akodan, dan Termisidan (Komisi Pestisida, 1990). Penggunaan endosulfan di Indonesia

sebenarnya sudah dilarang sejak tahun 1996 melaui Surat Keputusan Menteri Pertanian

No. 473/KPTS/TP207/6/96, namun pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak

digunakan oleh petani karena insektisida endosulfan cukup efektif mengendalikan hama

sasaran, harganya relatif murah dan mudah didapatkan (Sulaksono, 2001).

Seperti pestisida organoklorin pada umumnya, endosulfan bersifat toksik

terhadap organisme perairan termasuk ikan dan sangat persisten sehingga akan

(18)

Ekaputri (2001) membuktika n bahwa perairan sungai Ciliwung-Jawa Barat yang

mengalir melewati daerah Bogor, Depok dan Jakarta mengandung residu insektisida

endosulfan dengan konsentrasi berkisar antara 0,7-4,0 µg/l. Sedangkan Taufik et al.,

(2003) melaporkan bahwa perairan tambak serta saluran irigasi di Kabupaten

Brebes-Jawa Tengah telah tercemar oleh endosulfan yang berasal dari limbah pertanian dan

perkebunan dengan konsentrasi secara berturut-turut sebesar 2,7 mg/l dan 3,2 µg/l.

Ikan yang terpapar dalam air yang tercemar oleh endosulfan dalam konsentrasi

subletal akan menyerap bahan aktif tersebut melalui permukaan tubuh, membran insang

dan difusi kutikular. Penyerapan akan berlangsung secara terus menerus sampai tercapai

keadaan steady state yaitu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi

per satuan waktu seimbang pada suatu konsentrasi bahan dalam air (Nagel dan Loskill,

1991). Residu endosulfan dalam air yang terserap oleh ikan akan terakumulasi di dalam

jaringan tubuh melalui proses bioakumulasi, hal ini dis ebabkan karena endosulfan

termasuk insektisida golongan organoklorin yang memiliki sifat lipofilitas tinggi, yakni

mudah terikat dalam jaringan lemak.

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan komoditas perikanan air tawar yang

paling banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya di daerah Jawa Barat. Ikan ini

berpotensi untuk terkontaminasi oleh insektisida endosulfan karena pada umumnya

dipelihara dalam kolam budidaya atau Karamba Jaring Apung (KJA) di waduk, dimana

sumber airnya berasal dari aliran sungai yang berhubungan langsung dengan berbagai

aktivitas pertanian yang banyak menggunakan pestisida.. Selain itu, ikan mas juga

mempunyai kandungan lemak cukup tinggi sehingga akan lebih mudah mengakumulasi

(19)

Pendekat an Masalah

Peningkatan penggunaan pestisida terutama dalam bidang pertanian telah

menyebabkan pencemaran pada berbagai perairan. Hal ini terjadi karena pada umumnya

aktivitas pertanian seperti tanaman padi di sawah akan menggunakan lingkungan

perairan sebagai tempat pembuangan limbah cair (run off) yang masih mengandung

residu pestisida. Akibat aktivitas tersebut maka lingkungan perairan tawar yang

merupakan sumber air untuk berbagai kegiatan budidaya perikanan dapat tercemar oleh

berbagai bahan aktif yang terkandung dalam formulasi pestisida.

Endosulfan merupakan senyawa organoklorin yang banyak digunakan sebagai

bahan aktif dalam formulasi insektisida pertanian. Penggunaan senyawa ini akan

meninggalkan residu dalam lingkungan biotik maupun abiotik karena degradasi

endosulfan sangat lambat di alam. Lebih lanjut, residu endosulfan mempunyai sifat

yang mudah larut dalam lemak (lipofilik) sehingga dapat terserap dan terakumulasi

dalam tubuh organisme (bioakumulasi) sehingga merupakan masalah dalam budidaya

perikanan air tawar.

Salah satu komoditi perikanan yang potensial tercemar oleh endosulfan adalah

ikan mas karena pada umumnya ikan jenis ini dibudidayakan dalam kolam dan KJA

dengan sumber air berasal dari sungai yang merupakan tempat pembuangan limbah cair

pertanian. Oleh karena itu perlu diketahui bahaya yang dapat timbul pada ikan mas

akibat terpapar dalam air yang tercemar endosulfan, baik pada konsentrasi letal maupun

subletal.

Estimasi toksisitas dan potensi bioakumulasi endosulfan serta pengaruh yang

(20)

hayati (bioassay), uji akumulasi, uji eliminasi dan uji subletal. Dalam kondisi subletal

pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan dapat berdampak pada

perubahan kondisi hematologis sehingga dalam jangka waktu tertentu akan berpengaruh

terhadap pertumbuhan ikan mas.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a). Insektisida endosulfan mempunyai toksisitas yang tinggi dan dapat terakumulasi di

dalam tubuh ikan mas.

b). Pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan pada konsentrasi tertentu

dapat menghambat pertumbuhan ikan mas.

c). Pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan dapat menyebabkan perubahan

pada kondisi hematologis ikan mas.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida

endosulfan terhadap laju pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan konsentrasi

bioakumulasi insektisida endosulfan yang masih dapat ditolerir oleh ikan mas.

Informasi tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi penetapan batas maksimum

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Pestisida

Pestisida merupakan serangkaian senyawa alamiah dan sintetis berbagai unsur

kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh organisme pengganggu, terutama

ditujukan kepada jenis -jenis hama tertentu (Kusno, 1995). Menurut Lodang (1994)

penggunaan pestisida disamping dapat memberikan keuntungan juga dapat

menimbulkan kerugian (efek negatif). Keuntungan yang didapat antara lain: 1) dapat

meningkatkan produksi pertanian dan hasil penen yang cepat; 2) aplikasi di lapangan

relatif mudah; 3) dapat digunakan pada areal yang luas dalam waktu yang relatif

singkat; 4) dapat diaplikasikan setiap waktu, dengan memperhatikan cuaca; 5) dapat

diperoleh dengan mudah; 6) harga relatif murah dan memberikan keuntungan ekonomi.

Efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida adalah: 1) mempertinggi

resistensi hama sehingga memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak dan

lebih kuat; 2) membunuh mahluk lain yang bukan sasaran, termasuk predator ala mi

yang berguna; 3) gangguan toksik pada manusia yang bertambah sehubungan dengan

bertambahnya volume dan intensitas penggunaan insektisida; 4) produk pertanian akan

mengandung residu pestisida yang dapat mengancam kesehatan para konsumen,

terutama petani dan keluarganya; 4) kontaminasi global akibat mobilitas yang tinggi,

terutama oleh pestisida persisten; 6) mengganggu keseimbangan dalam rantai makanan

sehingga akan mengganggu ekosistem secara keseluruhan; 7) bertambahnya resiko efek

sinergik interaksi antara bermacam-macam pestisida; 8) kemungkinan akan terjadi efek

(22)

Chau et al. (1982) menyatakan, pestisida dapat digolongkan menurut organisme

sasarannya, bahan asal pestisida, cara kerja serta formulasi bahan aktifnya. Berdasarkan

formulasi bahan aktifnya pestisida dapat dikelompokkan menjadi 6 golongan, yaitu:

organoklorin, organofosfat, karbamat, turunan asam fenoksi alkoloid, triazin dan

substansi urea. Berdasarkan kegunaannya pestisida da pat dibedakan menjadi:

insektisida, herbisida, fungisida, rodentisida, akarisida, bakterisida, ovisida, algasida,

nematosida dan molusisida (Ekha, 1993). Menurut struktur dan golongan zat kimianya

pestisida dibagi menjadi pestisida alamiah dan pestisida sintetik.

Dampak lingkungan penggunaan pestisida berkaitan erat dengan sifat dasar yang

penting terhadap efektifitasnya sebagai pestisida. Pertama, pestisida cukup beracun

untuk mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk mahluk bukan

sasaran, sampai batas tertentu tergantung pada faktor fisiologis dan ekologis. Kedua,

banyak jenis pestisida yang dapat bertahan terhadap degradasi lingkungan akibatnya

dapat bertahan dalam suatu daerah yang diberi perlakuan, sehingga keefektifannya

dapat diperkuat. Sifat ini juga memberikan pengaruh jangka panjang dalam ekosistim

alamiah (Connel dan Miller, 1995).

Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan

Perairan bertindak sebagai suatu tempat penampungan utama bagi residu

pestisida yang persisten. Masuknya pestisida ke dalam perairan melalui berbagai jalur,

antara lain: pemakaian langsung untuk membasmi hama tanaman, buangan limbah

perkotaan dan industri, limpasan dari areal persawahan, pencucian melalui tanah,

(23)

fase udara-air (Connel dan Miller, 1995). Penyebaran pencemaran pestisida dalam

lingkungan perairan sangat dipengaruhi oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif,

seperti penguapan, presipitasi dari udara, pencucian da n pengaliran.

Aliran pembuangan pestisida beragam menurut laju arus air permukaan dan jenis

tanah, sedangkan pencucian mula -mula tergantung pada adsorpsi/desorpsi antara

konstituen tanah dan pergolakan air yang melaluinya (Robinson, 1973). Kelarutan suatu

bahan aktif pestisida di dalam air merupakan faktor penting yang akan menentukan

persistensinya di lingkungan perairan.

Residu pestisida tidak hanya terdifusi ke dalam tanah tetapi juga ke dalam air,

udara dan akhirnya akan mengkontaminasi rantai makanan kehidupan. Masalah ini

perlu mendapat perhatian serius karena residu pestisida (insektisida) ada yang bersifat

karsinogenik yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (Ardiwinata et al., 1999).

Pestisida yang masuk ke dalam perairan, terutama dari golongan klor-organik

akan diserap oleh sedimen dasar perairan, plankton, algae, invertebrata perairan,

tumbuhan air dan ikan. Insektisida klor-organik tidak larut dalam air dan residunya di

dalam perairan ditemukan dalam bentuk partikulat tersuspensi yang lebih ba nyak

terdapat dalam lumpur dan sedimen dasar perairan. Karena tidak larut dalam air maka

persistensinya di lingkungan perairan dapat berlangsung dalam waktu yang relatif lama.

Residu pestisida klor-organik yang diserap oleh hewan air dapat terakumulasi di dalam

jaringan tubuh karena pestisida tersebut memiliki sifat lipofitas yang tinggi sehingga

mudah terikat dalam jaringan lemak dan akumulasi residu pestisida klor-organik pada

ikan dipengaruhi oleh kandungan lemak (Edward, 1976). Ikan yang memiliki

(24)

Penyerapan residu pestisida yang terdapat dalam perairan oleh hewan air dapat

terjadi melalui berbagai cara, seperti mengkonsumsi makanan yang telah

terkontaminasi, pengambilan dari air melalui membran insang, difusi kutikular serta

penyerapan langsung dari sedimen (Livingstone, 1977). Kusno (1995) mengemukakan

bahwa penyerapan residu pestisida tergantung dari besarnya residu, sifat fisika -kimia,

sifat bioakumulatif dan toksisitasnya, maka keracunan yang ditimbulkannyapun dapat

bersifat akut maupun kronik. Menurut Edward (1976), rata -rata kenaikan residu

pestisida dalam hewan akuatik mempunyai korelasi dengan aktivitas metabolisme,

bobot badan, luas permukaan tubuh dan rantai makanannya.

Berkenaan dengan bahaya yang ditimbulkan oleh pestisida terhadap ikan, para

ahli telah mengklasifikasikan pestisida berdasarkan pada nilai LC5 0-96 jam :

Tabel 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan

Tingkat LC50 -96 jam (ppm) Evaluasi toksisitas

A B C D

< 1 1 – 10 10 – 100

> 100

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah

(25)

Tanah/sedimen: - Fotolisa

- Degradasi

Depsorpsi Leaching Run off

Tanaman:

- Toksik

- Residu

- Terurai

Herbivora

Omnivora

Karnivora

M A N U S I A

penguapan penguapan

Atmosfier: - Fotolisa

- Reaksi

Perairan : - Hidrolisa - Fotolisa

- Oksidasi

- Degradasi

mikroba

deposiosi basah & kering

Mikroplankton

Zooplankton

Ikan kecil

Ikan besar

pengendapan

Hama

Predator

Organisme

Gambar 1. Dinamika pestisida dalam lingkungan.

(Mustamin dan Ma’ruf, 1990 dalam Kusno, 1995).

absorpsi

(26)

Pengaruh penggunaan pestisida (herbisida) terhadap ekologi perairan dapat

digambarkan secara skematik seperti di bawah ini.

Penggunaan herbisida

Kematian tumbuhan

Peningkatan turbulensi

Peningkatan penetrasi cahaya

Penguraian materi tumbuhan

Peningkatan respirasi

Perubahan kesetimbangan O2/CO2

Penurunan penetrasi cahaya

Pelepasan nutrien

Terbentuknya detritus

Sumber makanan

Kesetimbangan restorasi O2/CO2

Perubahan komunitas biota Kehilangan substrat dan

tempat berlindung (shelter) bagi biota

Penurunan fotosintesis Kehilangan

sumber makanan biota Toksisitas

langsung

Perubahan komposisi mikro atau makroflora

(27)

Insektisida Organoklorin

Insektisida organoklorin adalah suatu senyawa insektisida yang mengandung

atom karbon, klor, hidrogen dan kadang-kadang oksigen (Sastroutomo, 1992).

Golongan organoklorin dibagi menjadi tiga sub golongan utama yaitu

diklorodifenitrikloro etana (DDT), benzena heksaklorida (BHC) dan siklodiena.

Insektisida organoklorin merupakan kelompok pestisida paling persisten yang

pada dasarnya tidak mengalami perubahan di lingkungan dalam jangka waktu yang

lama (ADB, 1987). Insektisida organoklorin mempunyai kelarutan yang rendah di

dalam air dibanding dengan pelarut organik dengan ciri-ciri umum adalah:

- Mengandung atom-atom karbon, oksigen dan ikatan C-Cl

- Mempunyai karbon rantai siklik, termasuk cincin benzena

- Secara intermolekuler tidak memiliki tempat-tempat aktif

- Bersifat nonpolar dan lipofilik.

Senyawa organoklorin berdampak negatif di alam karena kemampuannya untuk

dapat bertahan lama di alam (persisten), bersifat racun karsinogen (dapat menyebabkan

kangker), juga mengganggu saluran pernafasan bila terjadi kontak fisik langsung

dengan kulit atau masuk melalui mulut dan berpengaruh terhadap sistim syaraf (Connel

dan Miller, 1995). Organoklorin sangat sulit larut di dalam air (daya larut dibawah 1

mg/l), hanya lindane yang daya larutnya mencapai 7 mg/l (Edwards, 1976).

Endosulfan

Endosulfan merupakan salah satu insektisida organoklorin golongan siklodien.

(28)

kegiatan pertanian dan kehutanan, diantaranya pertanian cabai, jagung, kopi, lada, tebu,

teh dan tembakau. Endosulfan diperdagangkan dengan beberapa nama dagang seperti:

Thiodan, Fanodan, Akodan, Termisidan dan lain-lain (Komisi Pestisida, 1990).

Endosulfan ini berbentuk pekatan berwarna coklat yang dapat diemulsikan dalam air.

Endosulfan mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, tetapi larut dalam pelarut

organik. Endosulfan merupakan campuran dua isomer yaitu isomer alfa dan isomer

beta. Waktu paruh endosulfan dalam air lebih kurang 4 hari, tetapi kondisi pH yang

rendah akan memperpanjang waktu paruhnya. Dalam air endosulfan dapat didegradasi

membentuk endosulfan alkohol yang dapat mematikan ikan. Di dalam tanah isomer alfa

lebih cepat hilang dibanding isomer beta dan membentuk hasil degradasi berupa

senyawa endosulfan sulfat (WHO, 1992 dalam Arianti, 2002).

Pada ikan endosulfan didapatka n dalam bentuk alfa dan beta isomer serta

endosulfan sulfat (Toledo dan Johnson, 1992). Endosulfan sulfat terdeteksi pada otak,

insang, usus, ginjal, hati dan gonad. Kebanyakan biotransformasi dari alfa dan beta

endosulfan terjadi di hati, dimana residu te rtinggi didapatkan (Nowak dan Akhmad,

1989).

Struktur molekul senyawa endosulfan mempunyai bentuk heterosiklik yang

secara sintesis dapat diperoleh melalui reaksi kondensasi Diels-Alder dari

heksaklopentadiena dan cis-2-buten-1.4-diol yang dilanjutkan tahap kedua yaitu

pengubahan dari senyawa sulfit melalui persamaan reaksi dengan tionil klorida.

Tahapan kondensasi Diels -Alder berlangsung pada perbedaan temperatur lebih dari

75oC, yaitu antara 125-250oC. Reaksi berlangsung dengan baik pada temperatur refluks

(29)

Menurut Schoettger (1970) insektisida endosulfan termasuk senyawa kimia yang

relatif persisten dalam lingkungan, seperti halnya insektisida toxaphene, aldrin, dieldrin

dan endrin yang juga merupakan golongan klor-organik. Nama kimia endosulfan adalah

6,7,8,9,10,10-heksaklor-1,5,5a,6,9,9a

-heksahidro-6,9,metano,2,4,3-benzo-dioksthiepin-3-oksida, dan mempunyai rumus empiris C9H6Cl6O3S dengan struktur kimia sebagai

berikut:

Cl

Cl

Cl

S = O Cl

Cl

Cl

Gambar 3. Struktur kimia endosulfan (Schoettger, 1970)

Endosulfan dapat diserap melalui pencernaan, pernafasan dan kontak dengan

kulit. Penambahan melalui oral atau parenteral akan cepat dikeluarkan melalui feces dan

urine. Tanda-tanda hewan keracunan endosulfan dalan konsentrasi akut adalah

neorogikal, hiperaktif dan kejang otot sampai akhirnya mati (UNEP, ILO, WHO, 1992).

Keracunan endosulfan dapat menyebabkan terjadinya penghambatan (Na+ = K+)

ATP -ase terutama pada mitokondria akson sinaptik dan sedikit pada endoplasmik

retikulum. Penghambatan ATP -ase berkaitan dengan Ca++ yang menyebabkan

peningkatan pelepasan neurotransmiter (Tarumingkeng, 1992). Selanjutnya ADB

(1987) menyatakan bahwa endosulfan dapat menimbulkan rangsangan pada sistim

syaraf pusat dan menyebabkan terjadinya kejang. Karena sangat berbahaya bagi ikan,

(30)

penggunaan insektisida endosulfan sudah dilarang sejak tahun 1996 melalui Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 473/KPTS/TP270/6/96, tetapi pada kenyataannya

masih banyak digunakan oleh petani karena insektisida ini efektif mengendalikan hama

sasaran, harganya murah dan mudah didapatkan (Sulaksono, 2001).

Penyerapan dan Eliminasi

Masalah kompleks dari toksisitas pestisida adalah akumulasi dalam berbagai

organisme akuatik karena ketika pestisida masuk ke dalam air maka secara cepat

diabsorpsi oleh sedimen, plankton, alga, avertebra ta, vegetasi dan ikan. Laju penyerapan

oleh invertebrata air dapat dihubungkan dengan aktivitas metabolisme, bobot tubuh,

luas permukaan atau melalui tingkat trofik dalam rantai makanan (Edwards, 1976).

Bioakumulasi adalah proses pengambilan bahan kimia dari lingkungan melalui

beberapa atau semua jalur yang memungkinkan (melalui respirasi, pakan, kulit) dari

beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air, suspensi, koloid atau partikulat organik

karbon, sedimen, organisme lain) dimana bahan kimia tersebut berada. Sedangkan

eliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu

organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan

transformasi metabolik (Specie et al., 1997 dalam Pong-Masak, 2003).

Respon farmakodinamik oleh organisme dapat menyerap suatu zat asing

merupakan suatu fungsi konsentrasi steady-state dari bahan aktif secara biologi pada

jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi secara teratur.

Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju absorpsi relatif dan

(31)

Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut

secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus

biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu mineral dari air ke dalam ikan

(Manahan, 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan

konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor (BCF) yang merupakan

suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan kimia yang dapat terkonsentrasi

dalam suatu jaringan organisme pada suatu lingkungan perairan sebagai hasil

pemaparan bahan kimia tersebut dalam air. Nilai BCF pada kondisi steady state selama

fase penyerapan adalah tingkat konsentrasi dalam satu atau beberapa jaringan organisme

perairan yang terpapar dibagi dengan rata -rata konsentrasi bahan kimia dalam air

selama pengujian (Rand dan Petrocelli, 1985). Sedangkan keadaan staedy state adalah

suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi persatuan waktu

seimbang pada suatu konsentrasi bahan yang diberikan dalam air (Negel dan Loskill,

1991).

Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan

melibatkan banyak faktor yang berbeda (Aziz, 1989). Proses pertumbuhan ikan pada

mulanya berlangsung lambat, kemudian cepat dan akhirnya lambat kembali.

Pertumbuhan yang demikian disebut pertumbuhan autocatalytic. Dengan demikian ikan

muda akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding dengan ikan tua. Ikan

tua tetap mengalami pertumbuhan, walaupun pertumbuhannya berlangsung secara

(32)

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

merupakan faktor yang sukar dikontrol, antara lain meliputi: faktor keturunan (genetik),

seks, umur, serta daya tahan terhadap penyakit dan parasit. Faktor eksternal adalah

faktor luar yang meliputi: kompetisi pada populasi, makanan, tingkatan trofik, energi

matahari, dan keadaan fisika kimia lingkungan (Effendi, 1979). Tekanan lingkungan

yang disebabkan oleh pengaruh pestisida yang bersifat subletal juga merupakan faktor

eksternal yang akan menyebabkan direduksinya pertumbuhan ikan (Schmittou, 1991).

Darah Ikan

Darah ikan terdiri dari cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari sel darah

merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Darah pada

ikan berfungsi untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan O2 ke sel-sel

tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya (Lagler et al.,

1977). Menurut Bond (1979), darah pada ikan berfungsi membawa ion-ion anorganik

(Na+, Mg2+, Cl-) dan senyawa organik seperti hormon, vitamin dan beberapa protein

plasma.

Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan pada darah adalah

kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah putih (leukosit) dan

jumlah sel darah merah (eritrosit) (Lagler et al., 1977)

Hematokrit (Ht)

Parameter yang berpengaruh terhadap pengukuran volume eritrosit adalah

(33)

perbandingan antara volume sel darah merah dengan plasma darah (Bond, 1979). Kadar

hematokrit dalam darah ikan dapat digunakan untuk me ndeteksi terjadinya anemia pada

ikan. Apabila ikan terserang penyakit atau kehilangan nafsu makan karena sebab-sebab

yang tidak jelas, kadar hematokrit akan menurun (Snieszko et al., 1974).

Kadar hematokrit tidak selalu tetap nilainya (Randall, 1970). Pada ikan kadar

hematokrit berkisar antara 5-60% (Snieszko et al., 1960) dan bila berada di bawah 30%

menunjukkan defisiensi eritrosit (Bond, 1979). Sedangkan menurut Peter dan Cech

(1990) dalam Affandi dan Tang (2002) kadar hematokrit dalam darah ikan mas pada

kondisi normal adalah sebanyak 27,1%.

Hemoglobin (Hb)

Sel darah merah mengandung hemoglobin. Molekul hemoglobin merupakan

suatu protein dalam eritrosit yang terdiri atas protoporfirin, globin dan besi (Fe)

bervalensi dua. Menurut Lagler et.al. (1977) , hemoglobin berperan dalam proses

pengangkutan oksigen dalam darah dan kadar hemoglobin dalam darah ikan berkaitan

dengan jumlah eritrosit.

Menurut Lucky (1977) kadar hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar

antara 37% hingga 70% dan 100% Hb setara dengan 14 gram dalam 100 ml darah.

Dalam keadaan sakit akut kadar Hb pada ikan akan turun hingga 27%. Angka (1990)

memperoleh kadar hemoglobin (gram) per 100 cc volume darah pada ikan mas dewasa

adalah 8,61/0,43 sampai 10,86/0,43 (gram per 100 cc volume darah), sedangkan Peter

dan Cech (1990) dalam Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa kadar Hb dalam

(34)

Sel darah merah (Eritrosit)

Sel darah merah ikan mempunyai inti, berfungsi untuk mengikat oksigen.

Eritrosit berwarna merah kekuningan, bentuknya lonjong, kecil dan berukuran sekitar

7-36 mikron (Lagler et al., 1977). Eritrosit yang matang berbentuk oval hingga bundar,

inti yang kecil dengan sitoplasma dalam jumlah yang besar (Chinabut et al., 1991).

Darah ikan sebagian besar terdiri dari sel-sel darah merah yang jumlahnya diperkirakan

mencapai 4 juta sel/mm3. Sel darah merah ikan memiliki inti sel yang ukurannya

bervariasi antar spesies. Sel darah merah tersebut banyak mengandung hemoglobin dan

berfungsi membawa oksigen dari insang ke berbagai jaringan (Moyle dan Cech, 1988).

Eritrosit yang sudah matang adalah sel berbentuk ellips berukuran panjang 13-16

mikron dan lebar 7 – 10 mikron. Pada ulasan pewarnaan Leischman-Giemsa, eritrosit

ini mempunyai sitoplasma yang homogen. Inti terletak di tengah-tengah, juga

membentuk ellips, berwarna merah keunguan dan mempunyai kromatin yang kompak

(Affandi dan Tang, 2002).

Volume sel darah merah dalam 100 cc volume darah pada ikan mas dewasa

berkisar antara 30,92 K 0,43% dan 37,4 K 1,67 % dan jumlah sel darah merah per 1 cc

darah ikan mas (1,61 K 0,06) x 106 sel sampai (2,04 K 0,09) x 106 sel (Angka, 1990).

Menurut Peter dan Cech (1990) dalam Affandi dan Tang (2002), eritrosit yang terdapat

dalam darah ikan mas dalam kondisi normal jumlahnya adalah 1,43 sel x 106/mm3

Sel darah putih (Leukosit)

Sel darah putih pada ikan tidak berwarna dengan jumlah berkisar antara 20.000

(35)

Agranulosit digolongkan menjadi limfosit, monosit dan trombosit, sedangkan granulosit

dibagi menjadi basofil, eoseonofil dan neutrofil (Affandi dan Tang, 2002).

Limfosit banyak terlihat apabila ada reaksi immunitas dengan perantaraan sel,

monosit bersama -sama dengan makrofage jaringan setempat menghancurkan sisa-sisa

jaringan yang mati dan penyebab penyakit sedangkan trombosit dapat menghasilkan

tromboplastin yaitu sejenis enzim yang membuat polimer dan fibrinogen yang berperan

dalam pembekuan darah. Neutrofil dapat meninggalkan pembuluh darah, mengandung

vakuola yang berisi enzim yang digunakan oleh sel tersebut untuk menghancurkan

organisme yang dimakannya (Robert, 1978). Sel-sel neutrofil nampaknya mempunyai

fungsi fagositik atau sebagai sel fagosit, namun beberapa laporan menunjukkan bahwa

fagositosis mungkin bukan merupakan fungsi utama (Affandi dan Tang, 2002).

Kualitas air

Suhu sangat penting karena tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolik dan

tingkah laku organisme dan pemaparan polutan (bahan pencemar) tetapi juga dapat

mengubah keadaan fisik dan kimia dari polutan. Secara umum toksisitas dari polutan

akan meningkat dengan peningkatan suhu (Mason, 1992). Suhu berpengaruh secara

langsung maupun tidak langsung terhadap faktor -faktor seperti aktivitas enzim, tingkat

metabolisme maupun kadar oksigen. Tingkat penyerapan racun dapat lebih tinggi

dengan adanya kenaikan suhu (Macek et al., 1969 dalam Arianti, 2002).

Bahan polutan cenderung lebih beracun pada air dengan tingkat kesadahan

rendah (soft) dengan nilai pH yang stabil, sedangkan kesadahan yang tinggi cenderung

(36)

Toksisitas pestisida dalam air terhadap ikan akan meningkat dengan

berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tingkat respirasi

sehingga racun yang terekspos terhadap tubuh ikan akan semakin besar (Mason, 1992).

Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentrasi CO2 dapat menyebabkan

stress pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap insektisida akan turun, dengan

demikian akan mempengaruhi toksisitas insektisida terhadap ikan (Arianti, 2002).

Keberadaan amonia akan dapat mereduksi masukan oksigen ke dalam tubuh

ikan yang disebabkan oleh rusaknya insang (Boyd, 1990). Selanjutnya menurut Arianti

(2002), rendahnya oksigen terlarut dalam tubuh ikan akan meningkatkan toksisitas

(37)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama enam bulan, dimulai dari bulan April hingga

September 2004, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya &

Toksikologi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar – Bogor; Laboratorium

Kesehatan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB (analisis darah); dan Balai

Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (analisis residu pestisida)

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan selama penelitian adalah sebagai berikut:

a. Benih ikan mas yang berasal dari hasil pemijahan secara terkontrol dengan ukuran

panjang total 3,65 ± 0,247 cm dengan bobot tubuh 0,81 ± 0,098 g/ekor.

b. Insektisida Akodan 35 EC dengan kandungan bahan aktif endosulfan 350 g/liter.

c. Pakan ikan, berupa pellet komersil dengan kandungan protein 43,96%.

d. Aceton p.a sebagai pelarut dan KMnO4 (PK) 20 mg/l sebagai desinfektan pada

wadah pengujian sebelum penelitian dilaksanakan.

e. Bahan kimia untuk analisis residu pestisida, darah dan kualitas air.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:

a. Wadah pengujian berupa akuarium kaca yang terdiri dari: 28 unit berukuran 40 x 20

x 20 cm dan 16 unit berukuran 70 x 50 x 60 cm yang masing-masing dilengkapi

dengan wadah/tandon pergantian air.

(38)

c. Peralatan untuk pembuatan berbagai konsentrasi perlakuan: gelas ukur, pipet, labu

takar dan bulp.

d. Peralatan untuk perhitungan dan pengamatan parameter darah: jarum suntik, tabung

dan sentrifius mikrohematokrit, skala hematokrit, hemometer, hemositometer, pipet,

gelas objek dan penutup, mikroskop.

f. Timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram.

g. Peralatan pengukur parameter kualitas air: termometer, pH meter, DO meter.

Persiapan Penelitian

Wadah dan media

Sebelum penelitian berlangsung, wadah uji didesinfeksi dengan cara direndam

dalam larutan PK pada konsentrasi 20 mg/l selama 24 jam (Angka, 1990). Wadah uji

disusun secara paralel dalam rak-rak dan dilengkapi dengan penampungan air.

Selama penelitian berlangsung media uji diberi airasi sehingga kadar oksigen

terlarut tidak pernah di bawah nilai 60-70 persen saturasi. Karakteristik fisika -kimia

media uji selama penelitian harus berada pada ambang kondisi yang baik bagi ikan uji

dengan beberapa ketentuan sebagai berikut: fluktuasi suhu air tidak lebih dari 2oC,

kadar CO2 bebas ≤ 10 mg/l, ammonia ≤ 1 mg/l, kesadahan total ≥ 15 mg/l (CaCO3) dan

alkalinitas berkisar antara 50-200 mg/l.

Ikan uji.

Ikan uji berasal dari induk yang sama atau satu pendederan, berukuran seragam

(39)

terkecil. Sebelum digunakan dalam penelitian, ikan uji terlebih dahulu diaklimatisasi

selama 12 hari dalam kondisi laboratorium dan mortalitas ikan uji selama aklimatisasi

harus ≤ 10% dari jumlah populasi.

Media uji

Media uji yang digunakan adalah formulasi insektisida endosulfan, yaitu

Akodan 35 EC, dengan konsentrasi tertentu di dalam air. Untuk mencapai konsentrasi

perlakuan dilakukan pengenceran secara bertahap.

Pelaksanaan Penelitian

Uji stabilitas endosulfan dalam air

Pengujian bertujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan konsentrasi insektisida

endosulfan dalam air. Pe nurunan tingkat konsentrasi endosulfan akan dijadikan acuan

untuk menentukan presentase dan interval waktu pergantian air bagi kestabilan

konsentrasi perlakuan pada tahap pengujian selanjutnya. Insektisida endosulfan

dianggap stabil sampai laju penurunan tingkat konsentrasi bahan kimia tersebut

mencapai ≤ 20% dari konsentrasi awal (Koesoemadinata, 2003).

Pengujian dilakukan dengan mengaplikasikan tingkat konsentrasi sebesar nilai

LC50-96 jam dengan dua kali ulangan. Penentuan konsentrasi larutan uji dite ntukan

dengan mengacu pada rumus pengenceran sebagai berikut:

V1. N1 = V2.N2 ……… (1)

keterangan :

N1 = konsentrasi endosulfan dalam larutan stok

(40)

V1 = volume larutan stok yang akan diambil

V2 = volume media air penelitian yang diinginkan

Larutan endosulfan disebar merata pada permukaan air kemudian diaduk merata

menggunakan pengaduk kaca. Selama uji stabilitas tidak dilakukan pergantian air dan

pengambilan sampel (150 ml) dilakukan pada jam ke: 0 (sesaat setelah aplikasi), 24, 48,

72 dan 96 setelah aplikasi. Sampel dibawa ke laboratorium dalam kondisi dingin

menggunakan cool box untuk kemudian diekstraksi sesuai dengan prosedur (Lampiran

1). Hasil akstraksi dipekatkan da lam 10 ml aceton p.a. dilanjutkan dengan identifikasi

menggunakan gas kromatografi (GC) dan perhitungan konsentrasi (persamaan 4).

Bioakumulasi endosulfan

Untuk mengetahui potensi akumulasi insektisida endosulfan dalam tubuh ikan

mas ditentukan melalui be berapa tahap pengujian sebagai berikut:

Uji toksisitas letal

Penelitian toksisitas letal meliputi percobaan untuk mencari nilai LC50 dari

insektisida endosulfan terhadap ikan mas yang ditentukan dengan metode uji hayati

(bioassay) melalui dua tahap (Busvine, 1971): Pertama, uji pendahuluan untuk

menentukan ambang daya racun letal insektisida terhadap ikan mas dengan cara

“Critical Range” yaitu menentukan konsentrasi ambang atas (LC100-24 jam) dan

ambang bawah (LC0-48 jam); Kedua: uji lanjutan yaitu untuk menentukan Median

Lethal Concentration (LC50) yang besarnya berada antara nilai ambang atas dan ambang

(41)

log (N/n) = k log (a/n) ……… (2)

a/n = b/a = c/b = d/c = e/d = f/e = g/f = N/g ………… (3)

keterangan :

N = konsentrasi ambang atas n = konsentrasi ambang bawah K = jumlah konsentrasi yang diuji (7)

a, b, c, d, e, f, dan g adalah konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil

Konsentrasi-konsentrasi bahan uji tidak diverifikasi secara analisis kimia dan

nilai-nilai LC5 0 ditentukan berdasarkan konsentrasi nominal insektisida endosulfan

dalam wadah-wadah penelitian.

Wadah yang digunakan dalam uji toksisitas letal berupa 28 unit akuarium kaca

yang berukura n 40 x 20 x 20 cm. Masing-masing akuarium dilengkapi saluran

pemasukan dan pengeluaran serta penampungan air pengganti. Banyaknya ikan uji pada

setiap wadah penelitian berjumlah 10 ekor dengan waktu pemaparan selama 24, 48, 72

dan 96 jam dengan fariabel ya ng diukur adalah mortalitas ikan. Pada setiap konsentrasi

pengujian dilakukan pengukuran terhadap sifat fisika-kimia media uji, yaitu pada awal

pengujian (0 jam), pertengahan (48 jam) dan akhir pengujian (96 jam). Pengujian

diulang apabila tingkat mortalitas ikan uji dalam kontrol > 10% (Komisi Pestisida,

1983)

Uji bioakumulasi

Pengujian menggunakan wadah berupa 16 unit akuarium kaca berukuran 70 x 50

x 60 cm (p x l x t) yang masing-masing dilengkapi airasi dan diisi media uji sebanyak

(42)

wadah/tandon untuk membuat larutan uji sehingga lebih menjamin homogenitas larutan

dan mempermudah saat pergantian air. Ikan uji ditebar sebanyak 20 ekor untuk setiap

wadah (kepadatan: 1 ekor/2 liter) dan diberi pakan sampai kenyang (at-satiation).

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan cara

mengaplikasikan 4 deret konsentrasi insektisida endosulfan dalam media uji sebagai

perlakuan, yaitu 0% (kontrol), 10, 30, da n 50% dari nilai LC5 0-96 jam yang

masing-masing diulang sebanyak 3 kali.

Pengambilan sample ikan sebanyak 30 g dan air (100 ml) untuk keperluan

analisis residu dilakukan pada jam ke: 0 (awal), 4, 12, 24, 48, 96, 144, 192 dan 264

setelah pemaparan. Sample ikan ditempatkan dalam kantung plastik sedangkan sample

air dimasukkan dalam botol, kemudian diekstraksi dan diidentifikasi di laboratorium

dengan menggunakan GC. Kandungan residu endosulfan dalam sample ikan dan air

yang teridentifikasi kemudian dihitung menggunakan persamaan 4. Setelah konsentrasi

endosulfan dalam tubuh ikan mencapai kondisi stabil (steady state) untuk setiap

perlakuan, maka konsentrasi tersebut digunakan sebagai dasar perlakuan berikutnya,

dan pada saat itu pula dihitung nilai biokonse ntrasi faktor (persamaan 5 sampai 7).

Uji bioeliminasi

Uji bioeliminasi dilakukan setelah penyerapan endosulfan dalam tubuh ikan uji

mencapai konsentrasi stabil yang diketahui dari hasil uji bioakumulasi. Sebanyak 20

ekor ikan uji dipindahkan ke dalam akuarium berisi 40 liter air tanpa bahan uji (clean

(43)

setelah pemeliharaan sebanyak 30 gr dan dianalisis seperti prosedur pada uji

bioakumulasi sampai identifikasi (persamaan 4).

Selama pemaparan ikan uji diberi makan secara at-satiation dan dilakukan

pergantian air sebanyak 100% setiap 24 jam. Pengamatan sifat fisika -kimia air (suhu,

pH, O2 terlarut, CO2 bebas dan amonia) dilakuan setiap kali pengambilan sample.

Bioakumulasi terhadap pertumbuhan

Pengujian dilakukan dengan metode uji hayati penggantian media uji (renewal

test) yaitu melakukan pergantian air pemeliharaan setiap 24 jam dengan konsentrasi

endosulfan yang sama untuk masing-masing perlakuan. Cara seperti ini menurut Yudha

(1999) dan Koesoemadinata (2000) dapat dilakukan agar konsentrasi insektisida

endosulfan dalam wadah pengujian relatif konstan.

Sebagai perlakuan digunakan 4 konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

dalam tubuh ikan mas yang besarnya diketa hui berdasarkan hasil uji bioakumulasi, yaitu

sebesar 0,00 (kontrol); 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/kg. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3

kali dan masing-masing perlakuan mempunyai satu wadah cadangan. Jumlah ikan uji

ditebar dengan kepadatan 20 ekor setiap wadah (40 liter air) dengan waktu pemaparan

selama 84 hari (12 minggu). Parameter pertumbuhan yang diukur adalah bobot biomas

ikan uji yang dilakukan seminggu sekali. Pengaruh lanjut bioakumulasi endosulfan

terhadap pertumbuhan ikan mas diukur melalui pende katan laju pertumbuhan individu

harian selama 84 hari (persamaan 8). Parameter lain yang diukur adalah efisiensi pakan

(44)

Selama penelitian hewan uji diberi makanan secara at satiation menggunakan

pakan berupa pelet dengan kadar protein 43,96%. Pengukuran parameter fisika -kimia

air dilakukan setiap minggu sebelum pengukuran bobot dilakukan yang meliputi: suhu

air, pH, O2 terlarut, CO2 bebas dan amonia.

Bioakumulasi terhadap kondisi hematologis.

Ikan mas yang telah dipaparkan dalam setiap perlakuan pada uji bioakumulasi

terhadap pertumbuhan, masing-masing diambil darahnya untuk dilakukan pengamatan

dan pengukuran terhadap parameter hematologis.

Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan jarum suntik steril pada

bagian vena caudalis. Sebelum digunakan, jarum suntik dibasahi dengan Na -sitrat 3,8%

yang berfungsi sebagai anti koagulan. Terhadap darah ikan yang diperoleh dari

masing-masing perlakuan dilakukan pengukuran parameter hematologis, meliputi kadar

hematokrit, hemoglobin, serta jumlah sel darah merah dan sel darah putih.

Kadar hematokrit (Ht)

Darah ikan dihisap dengan menggunakan tabung mikrohematokrit yang berlapis

heparin yang dapat mencegah pembekuan darah dalam tabung, sampa i volume darah

mencapai ¾ bagian tabung kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan critosea

untuk selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Pengukuran

kadar hematokrit dilakukan dengan membandingkan volume benda darah terhada p

volume seluruh darah dengan menggunakan skala hematokrit dan dinyatakan dalam

(45)

Kadar hemoglobin (Hb)

Pengukuran kadar hemoglobin pada prinsipnya adalah mengkonversikan

hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Mula-mula

darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai skala 20 mm3, kemudian

dipindahkan ke dalam tabung Hb yang berisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (kuning).

Didiamkan selama 3-5 menit agar Hb bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin,

kemudian diaduk dan ditambah akuades (sedikit demi sedikit) hingga warnanya sama

dengan standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan

yang dikocok dengan skala lajur g% yang menunjukkan banyaknya Hb dalam gram

setiap 100 ml darah dan dinyatakan dalam persentase (% Hb) (Hesser, 1960 dalam

Yudha, 1999).

Jumlah sel darah merah (eritrosit)

Sample darah diencerkan dengan larutan Hayem untuk menghancurkan sel darah

putih agar jumlah sel darah merah dapat dihitung. Pengenceran dilakukan dengan

menggunakan pipet pencampur berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk.

Darah dihisap dengan pipet hingga skala 1, kemudian dihisap larutan Hayem

hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pipet digoyang selama 15 menit agar

darah tercampur secara merata, sedangkan larutan pada ujung pipet yang tidak

tercampur segera dibuang. Darah yang teraduk diteteskan ke dalam hemositometer yang

dilengkapi gelas penutup hingga memenuhi seluruh permukaan yang berskala,

(46)

Jumlah sel darah putih (leukosit)

Sample darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel darah

merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Untuk mengencerkan leukosit

digunakan pipet berskala maksimal 11 yang dilengkapi pengaduk. Mula-mula darah

dihisap hingga skala 1, kemudian dilanjutkan dengan menghisap larutan Turks hingga

skala 11. Pencampuran dilakukan dengan mengaduk pipet selama 15 menit hingga

benar-benar homogen.

Setelah pencampuran selesai, setetes campuran dimasukkan ke dalam

permukaan hitung pada hemositometer kemudian ditutup dengan gelas penutup dan

dilakukan penghitungan leukosit secara mikroskopis.

Analisis Data

Data komulatif mortalitas ikan mas pada uji definitif dianalisis menggunakan

analisis probit (Wallace, 1982) dengan bantuan program “probit analysis” untuk

menentukan nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam. Data uji

biokonsentrasi dan bioeliminasi dianalisis dengan mengacu pada petunjuk Spacie dan

Hamelink dalam Ra nd dan Petrocelli (1985), sedangkan data sifat fisika-kimia air

dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kelayakannya sebagai media uji.

Kandungan konsentrasi endosulfan dalam sample (air dan daging ikan) dihitung

berdasarkan petunjuk Komisi Pestisida (1990) sebagai berikut:

C D F

(47)

keterangan:

A = konsentrasi larutan standar (µg/ml)

B = luas puncak standar (mm)

C = lebar puncak sample (mm)

D = volume larutan standar yang diinjeksi (µl) E = volume larutan sample yang diinjeksi (µl)

F = volume pengenceran (ml)

G = bobot awal sample analitik (g)

Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) dihitung berdasarkan laju bioakumulasi dan

bioeliminasi pada kondisi stabil (steady state) dengan rumus persamaan Montanes dan

Hattum (1995) sebagai berikut:

Ku = KdCf/Cw ………. (5)

Kd = ln Cf1 – ln Cf2/t1 – t2 …..……….. (6)

BCF = Ku/Kd ……….. (7)

keterangan:

Ku = laju penyerapan (µg/l/jam)

Kd = laju eliminasi (µg/l/jam)

Cf1 = konsentrasi endosulfan dalam tubuh ikan pada awal

pengamatan (µg/kg)

Cf2 = konsentrasi endosulfan dalam tubuh ikan pada waktu t

pengamatan (µg/kg)

Cw = konsentrasi rataan endosulfan dalam air selama penyerapan

(µg/l)

t = waktu pengamatan (jam)

BCF = Biokonsentrasi Faktor

Pertumbuhan individu ikan mas selama waktu pemaparan dalam uji

bioakumulasi dihitung berdasarkan model laju pertumbuhan harian individu dengan

rumus menurut Ricker (1975):

G = (ln Wt – ln W0)/∆∆t x 100% ………… (8)

keterangan:

G = laju pertumbuhan harian individu (%)

(48)

W0 = bobot rata-rata individu pada awal pengamatan (g)

∆t = waktu pemaparan (hari)

Efisiensi pakan ikan dari masing-masing perlakuan dihitung berdasarkan rumus

NRC (1983) sebagai berikut:

(Wt + D) – W0

FE = x 100% …….……… (9)

F

keterangan:

FE = efisiensi pakan (%)

W0 = rata-rata berat biomas ikan pada awal penelitian (g)

Wt = rata-rata berat biomas ikan pada akhir penelitian (g)

D = jumlah bobot ikan yang mati (g) F = jumlah pakan yang dikonsumsi (g)

Terhadap data laju pertumbuhan harian individu dan pertumbuhan populasi serta

konsums i pakan harian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh

perlakuan terhadap masing-masing parameter. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan

antar perlakuan digunakan analisis varian (anova) rancangan acak lengkap terhadap

koefisiensi pertumbuhan dan konsumsi pakan (Steel dan Torrie, 1989).

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap setiap parameter hematologis

dilakukan analisis ragam terhadap data Ht (%), jumlah Hb (g/100 ml), jumlah eritrosit

(sel/ml) dan jumlah leukosit (sel/ml). Jika hasil Anova menunjukkan beda nyata maka

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Uji stabilitas endosulfan dalam air

Dari hasil pengukuran residu endosulfan dalam air yang diberikan perlakuan

konsentrasi 2,42 µg/l (LC50-96 jam) menunjukkan bahwa laju peluruhan endosulfan

dalam air relatif lambat, dimana dalam waktu pemaparan 96 jam prosentase peluruhan

baru mencapai 62,8% (Gambar 4).

y = 0,6925x + 4,18 R2 = 0.9499

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 24 48 72 96

Waktu pemaparan (jam)

Laju peluruhan (%) Endosulfan

Linear (Endosulfan)

Gambar 4. Prosentase peluruhan konsentrasi endosulfan dalam air pada setiap waktu pemaparan.

Dapat diketahui bahwa rata -rata peluruhan endosulfan dalam air setelah 24 jam

adalah sebesar 19,44% dan setelah 72 jam mencapai 58,32%. Sedangkan nilai rata-rata

laju peluruhan endosulfan dalam air adalah 0,81% per jam, dengan laju peluruhan

[image:49.612.163.485.323.503.2]
(50)

Toksisitas letal: Nilai LC50

Respon ikan mas terhadap deret konsentrasi endosulfan menunjukkan kepekaan

mortalitas yang cukup tinggi. Berdasarkan percobaan pendahuluan diketahui nilai

ambang bawah (LC0-48 jam) adalah 1 µg/l, yaitu konsentrasi tertinggi insektisida

endosulfan yang tidak mematikan ikan mas dalam waktu 48 jam. Sedangkan nilai

ambang atas (LC100-24 jam) adalah 10 µg/l, yaitu konsentrasi terendah insektisida

endosulfan yang dapat mematikan 100% ikan mas dalam waktu 24 jam (Lampiran 3).

Dari nilai kisaran tersebut dan melalui perhitungan dengan menggunakan

persamaan (1), maka uji definitif dilakukan pada konsentrasi insektisida endosulfan

sebesar: 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2; dan 7,2 µg/l serta kontrol yaitu ikan mas yang dipelihara

tanpa insektisida endosulfan sebagai pembanding. Pengamatan gejala klinis yang timbul <

Gambar

Gambar 1.  Dinamika pestisida dalam lingkungan  ……………………………
Tabel 1.  Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan
Gambar 1. Dinamika pestisida dalam lingkungan. (Mustamin dan Ma’ruf, 1990 dalam Kusno, 1995).
Gambar 2. Konsekwensi penggunaan herbisida terhadap ekologi perairan (Hellawell, 1986)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kaltim Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa pada tanggal 31 Juli 2012 pukul 11.59 Wita tahapan pemasukan/upload dokumen penawaran ditutup sesuai waktu pada aplikasi SPSE

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan , Jakarta:

7 Analisis Faktor yang Paling Dominan dari Rasio Keuangan yang Dapat Mempengaruhi Kinerja Laba Bersih (Studi Kasus pada Industri Farmasi yang Go Public Terdaftar di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian seduhan daun katuk selama 14 hari dapat mempengaruhi proses spermatogenesis kelinci jantan Oryctolagus cuniculus bila dibandingkan

Pekanbaru, 18

put, biaya bahan baku, dan biaya bahan penunjang lainnya yang menjadi penentu besarnya nilai tambah yang dihasilkan, dan dari nilai tambah yang diperoleh ke empat produk tersebut

Pada perlakuan II, struktur mikroanatomis hepar mencit juga terlihat memiliki vena sentralis yang juga berada di tengah lobulus seperti pada hepar normal (Gambar