• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing Produk Mak:anan Olahan Indonesia di Negara Nama NIM Tujuan Ekspor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Saing Produk Mak:anan Olahan Indonesia di Negara Nama NIM Tujuan Ekspor"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING PRODUK MAKANAN OLAHAN

INDONESIA DI NEGARA TUJUAN EKSPOR

AYU WIDIA EKA PUTRI

ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Negara Tujuan Ekspor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AYU WIDIA EKA PUTRI. Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Negara Tujuan Ekspor. Dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI.

Daya saing suatu negara dapat ditunjukkan melalui besarnya keterkaitan nilai ekspor dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor di negara tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing produk makanan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor. Periode analisis yang digunakan dalam penelitian yaitu tahun 2007 hingga 2012 dengan menggunakan metode deskriptif, Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra Industry Trade (IIT), dan Gravity Model dengan analisis data panel statis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk makanan olahan berdaya saing di negara tujuan ekspornya dan cenderung memiliki integrasi perdagangan yang lemah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai total ekspor adalah GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan, nilai tukar riil, jarak ekonomi negara tujuan ekspor dan nilai ekspor pada tahun sebelumnya dengan arah yang berbeda pada masing-masing produk.

Kata Kunci: Daya saing, Gravity Model, Intra Industry Trade (IIT), makanan olahan, Revealed Comparative Advantage (RCA)

ABSTRACT

AYU WIDIA EKA PUTRI. The Analysis of Competitiveness of Indonesian processed food products in export destination countries. Supervised by LUKYTAWATI ANGGRAENI.

The competitiveness of a country can be represented by the magnitude of dependency between the value of export and the factors affecting export in destination countries. This study aims to analyze the competitiveness of Indonesian processed food products in export destination countries. The period of analysis used in this study is from 2007 to 2012 by using descriptive method, Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), and Gravity Model with static panel data analysis. The results of this study show that the processed food products have a competitiveness to the destination countries with low trade integration. The factors that affect the value of total export are the real GDP of Indonesia, the real GDP of destination countries, real exchange rate, economic distance of export destination countries, and the value of export in the previous year with different directions on each product.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAYA SAING PRODUK MAKANAN OLAHAN

INDONESIA DI NEGARA TUJUAN EKSPOR

AYU WIDIA EKA PUTRI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Analisis Daya Saing Produk Ma:anan Olahan Indonesia di Negara

Nama NM

Tujuan Ekspor

: Ayu Widia Eka Putri : H14100040

Disetujui oleh

Dr. M.Si

Pembimbing

(8)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata'ala atas karunia dan anugerah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staff Pusat Data dan Informasi Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, Kak Ani selaku wali saya, serta seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya selama ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji dan Ranti Wiliasih, S.P, M.Si selaku perwakilan komisi pendidikan yang telah memberikan saran 2. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi

FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis

3. Keluarga besar Bidikmisi IPB, terutama pengurus Bidikmisi yang telah memperjuangkan nasib keuangan kami sehingga mampu memenuhi kebutuhan penulis selama di IPB

4. Teman-teman dari Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberi bantuan dan dukungan kepada penulis khususnya kepada Pradila, Uke dan Irga

5. Teman-teman satu bimbingan, Astika, Haris, Dara, Iin, Angga, Desta

Penulis berharap semoga segala kebaikan semua pihak yang telah membantu mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu Wata'ala. Akhir kata semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu kedepannya.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Konsep Perdagangan Internasional 5

Konsep Daya Saing 7

Konsep Gravity Model 8

Pengertian Makanan Olahan 10

Penelitian Terdahulu 11

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 13

METODE PENELITIAN 14

Jenis dan Sumber Data 14

Analisis Data 14

Metode Deskriptif 14

Metode Revealed Comparative Adventage (RCA) 15

Metode Intra Industry Trade (IIT) 15

Metode Gravity Model 16

Definisi Operasional 16

Analisis Data Panel 17

Pengujian Asumsi Model 18

Uji Statistik 19

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

(10)

Daya Saing dan Derajat Integrasi Produk Makanan Olahan Indonesia di Negara

Tujuan Ekspor 22

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produk Ekspor Makanan Olahan Indonesia 25

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 33

(11)

DAFTAR TABEL

1. Kontribusi dan laju pertumbuhan komoditi migas dan non migas

Indonesia tahun 2007-2012 2

2. Sepuluh negara tujuan ekspor berbagai makanan olahan Indonesia

tahun 2007-2012 3

3. Klasifikasi Intra Industry Trade (IIT) 8

4. Klasifikasi produk makanan olahan 11

5. Jenis dan sumber data 14

6. Selang nilai statistik Durbin Watson (DW) serta keputusannya 18 7. Rata-rata pertumbuhan ekspor makanan olahan Indonesi ke dunia 20 8. Kinerja produk makanan olahan Indonesia terpilih dan negara tujuan

utamanya 21

9. Nilai RCA Indonesia ke negara tujuan ekspor 23

10.Hasil pengukuran Intra Industry Trade (IIT) komoditi makanan

olahan Indonesia di negara tujuan 25

11.Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor makanan olahan Indonesia 26 12.Ekspor pineapples, otherwise prepared or preserved (200820)

Indonesia di Negara Tujuan 28

DAFTAR GAMBAR

1. Perkembangan ekspor makanan olahan (HS 16-24) periode

2007-2012 3

2. Kurva perdagangan internasional 6

3. Ekspor neto dan kurs riil 10

4. Kerangka pemikiran penelitian 13

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Kelompok produk tembakau olahan 33

2.

Kelompok produk ikan olahan 34

3.

Kelompok produk cokelat olahan 35

4.

Kelompok produk buah dan sayuran olahan 36

5.

Kelompok produk serealia olahan 38

6.

Variabel-variabel analisis pada tembakau olahan 39

7.

Variabel-variabel analisis pada ikan olahan 40

8.

Variabel-variabel analisis pada cokelat olahan 41

9.

Variabel-variabel analisis pada buah dan sayuran olahan 42

10.

Variabel-variabel analisis pada serealia olahan 43

11.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor cigarettes containing

tobacco (kode HS 240220) 44

12.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor shrimps and prawns (kode

(12)

13.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor cocoa butter, fat, oil

(180400) 49

14.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor pineapples, otherwise

prepared or preserved (200820) 51

15.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor sweet biscuits, waffles and

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daya saing negara adalah derajat dimana suatu negara (alam kondisi pasar terbuka dan adil) dapat menghasilkan barang dan jasa yang diminati pasar internasional, sementara pada sisi lain dapat mempertahankan dan meningkatkan pendapatan rakyat dalam jangka panjang (OECD 1992). Hal ini membuat setiap negara melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan daya saingnya di pasar domestik maupun Internasional.

Indonesia sebagai salah satu negara produsen sekaligus konsumen dalam penyediaan barang dan jasa yang cukup diminati pasar Internasional, turut berupaya dalam peningkatan daya saingnya. Economic Research Institute for ASEAN and East Area (ERIA) memberikan penilaian dalam proses menuju MEA 2015 adalah telah diterapkannya tarif masuk nol persen, khususnya untuk negara-negara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malayasia, Filipina, Singapura, dan Thailand (Setkab RI 2012). Keikutsertaan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dan pemberlakuan tarif nol persen menjadikan persaingan antar negara ASEAN semakin kompetitif sehingga timbul dorongan untuk terus meningkatkan daya saing dalam kualitas produknya. Menteri Perdagangan Indonesia (2014) melakukan upaya peningkatan daya saing produk dalam negeri dengan cara menurunkan ekonomi biaya tinggi, memperlancar arus barang dan jasa, serta meningkatkan daya saing komoditi ekspor.

Komoditi ekspor Indonesia terdiri atas produk migas dan non migas. Selama periode 2007-2012 sektor non migas ini memiliki rata-rata nilai US$ 123.70 milyar per tahun. Komoditi non migas ini juga berkontribusi besar dalam meningkatkan nilai ekspor. Kontribusi yang diberikan rata-rata mencapai 80.91 persen dari total ekspor Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan 2012 (Tabel 1).

(14)

2

Tabel 1 Kontribusi dan laju pertumbuhan komoditi migas dan non migas Indonesia tahun 2007-2012

Sumber: BPS RI 2014 (diolah)

Berdasarkan rata-rata kontribusi ekspor dan laju pertumbuhan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi sektor non migas menunjukkan nilai yang tinggi sebesar 80.91% dari total ekspor, tetapi rata-rata pertumbuhan ekspornya hanya sebesar 9.67%. nilai tersebut masih lebih kecil dari sektor migas yang mencapai 11.65%. Namun, jika dilihat secara agregat untuk periode 2007 hingga 2012 masih menunjukkan pertumbuhan positif dengan rata–rata total ekspor sebesar 9.83 persen. Meskipun laju pertumbuhan sektor non migas mengalami perlambatan dari tahun 2009 hingga tahun 2012, namun kondisi sektor non migas ini masih cukup baik jika dibandingkan dengan sektor migas. Nilai kontribusi ekspor dari komoditi non migas masih mendominasi dan meskipun cukup fluktuatif, namun masih menunjukkan perkembangan yang baik jika dilihat dari peningkatan kontribusi sektor ini yang terjadi di tahun 2011 sampai dengan 2012. Perlambatan pertumbuhan terbesar terjadi pada periode 2010 hingga 2011 yang diakibatkan oleh dampak dari krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Eropa (BPS RI 2011).

(15)

3

Sumber: UN COMTRADE 2014 (diolah)

Gambar 1 Perkembangan ekspor makanan olahan (HS 16-24) periode 2007-2012 Gambar 1 menunjukkan bahwa ekspor makanan olahan memiliki tren yang positif. Tahun 2008 saat terjadinya krisis, nilai ekspor makanan olahan cenderung mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan perkembangan ekspor produk ini semakin membaik. Nilai ekspor makanan olahan pada tahun 2007 sebesar US$ 2 070.5 juta meningkat menjadi US$ 4 678.6 juta pada tahun 2012. Nilai ekspor makanan olahan masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai impor dari makanan olahan tersebut. Pemantauan impor dari Kementrian Perindustrian (2014) untuk hasil industri makanan olahan yang termasuk dalam lima produk dengan nilai impor terbesar adalah gula lainnya, beras, susu dan produk dari susu, prepared baking powder dan olahan makanan serta daging hewan segar dan ikutannya. Meskipun perkembangan nilai ekspor yang ditunjukkan masih berada di bawah nilai impor terhadap produk makanan olahan, namun perkembangan ini masih cukup baik karena cenderung meningkat pada setiap tahun.

Tabel 2 Sepuluh negara tujuan ekspor berbagai makanan olahan Indonesia tahun 2007-2012

Sumber : UN COMTRADE 2014 (diolah)

Tabel 2 menunjukkan Filipina menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$ 33.47 juta pada tahun 2007 dan meningkat sebesar US$ 238.46 juta

2007 2008 2009 2010 2011 2012

(16)

4

besar berada di kawasan Asia Tenggara, yaitu Filipina, Malaysia, Singapura, Vietnam dan Thailand. Beberapa negara tujuan ekspor terbesar diantaranya adalah Saudi Arabia, Nigeria, Asia lainnya, Jepang dan China. Peluang ekspor di subsektor potensial industri makanan olahan Indonesia semakin besar dan diminati jika dilihat perkembangan total ekspor ke negara-negara tujuan tersebut. Peningkatan ekspor barbagai makanan olahan di setiap negara tujuan mengindikasikan Indonesia memiliki peluang untuk terus meningkatkan nilai ekspor produk tersebut ke pasar dunia. Besarnya peluang dan minat tersebut juga akan berdampak pada peningkatan daya saing produk potensial makanan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor lainnya sehingga dapat tetap berkontribusi di sektor non migas.

Perumusan Masalah

Realisasi dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu dengan menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi. Komponen dari pasar tunggal dan berbasis produksi tersebut dibangun oleh dua belas sektor-sektor prioritas integrasi, yaitu produk berbasis agro, transportasi udara, otomotif, e-ASEAN, elektronika, perikanan, pelayanan kesehatan, produk berbasis karet, tekstil dan pakaian, pariwisata, produk berbasis kayu dan logistik juga makanan, pertanian dan kehutanan (Kementerian perdagangan 2011). Makanan menjadi salah satu indikator yang perlu perhatian khusus agar mampu bersaing dalam MEA 2015. Produk makanan olahan Indonesia memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Hal ini dilihat dari perkembangan ekspor dari berbagai makanan olahan yang rata-rata meningkat setiap tahunnya. Namun, nilai impor produk makanan olahan ini masih lebih tinggi. Keikutsertaan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nantinya akan membuat kondisi daya saing ini semakin kompetitif.

Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:

1. Bagaimana kinerja ekspor makanan olahan Indonesia?

2. Bagaimana daya saing dan derajat integrasi produk makanan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor?

3. Faktor–faktor apakah yang dapat mempengaruhi ekspor produk makanan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan antara lain:

1. Menggambarkan perkembangan kinerja ekspor makanan olahan Indonesia 2. Menganalisis daya saing dan derajat integrasi untuk produk makanan

olahan Indonesia di negara tujuan ekspor

(17)

5

Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat bagi:

1. Pemerintah dan pengambil kebijakan ekonomi, sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan kemajuan daya saing produk makanan olahan Indonesia

2. Akademis, sebagai aplikasi dari penerapan ilmu yang diperoleh di Perguruan Tinggi

3. Pihak-pihak lain yang berkepentingan, sebagai referensi dan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai daya saing produk makanan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian adalah dari tahun 2007 sampai dengan 2012. Pemilihan negara mitra dagang berdasarkan enam negara tujuan ekspor terbesar dari masing-masing produk makanan olahan. Komoditi yang diteliti berdasarkan jenis makanan olahan dengan rata-rata ekspor terbesar dengan kode Harmony System (HS) sebagai berikut: 160520 (shrimps and prawns), 180400 (cocoa butter, fat and oil), 190530 (sweet biscuits, waffles and wafers), 200820 (pineapples, otherwise prepared or preserved) dan 240220 (cigarettes containing tobacco).

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Perdagangan Internasional

(18)

6

Sumber: Salvatore 1997

Gambar 2 Kurva perdagangan internasional Keterangan:

Px/Py = Harga-harga relatif untuk komoditi X

x = Kuantitas komoditi X

PA = Harga domestik di negara A

OQA = Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A

A = Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) X = Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A

PB = Harga domestik di negara B

OQB = Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B

B = Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) M = Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B

P* = Harga keseimangan antara kedua negara (setelah perdagangan internasional)

OQ* = Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua Negara (jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M)) Gambar 3 menunjukkan sebelum terjadinya perdangangan internasional harga relatif (Px/Py) di negara A sebesar PA dengan jumlah produk domestik yang

diperdagangan sebesar OQA, sedangkan di negara B harga relatif (Px/Py) yang

sebesar B. Jika harga relatif (Px/Py) internasional sama dengan PB maka di negara

A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi (makanan olahan) sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi (makanan olahan) sebesar M, dimana di pasar internasional jumlah yang diekspor sebesar X sama dengan jumlah yang diimpor sebesar M yaitu OQ* (keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara).

D

Negara A Perdagangan Internasional Negara B

O QA x

O Q* x O QB x

(19)

7 Konsep Daya Saing

Konsep daya saing dalam ilmu ekonomi, pengertiannya identik dengan konsep efisiensi. Konsep daya saing sering digunakan untuk mengukur keunggulan produk suatu negara terhadap negara pesaing. Hal tersebut antara lain dikemukakan oleh Porter et al., (2008) yang mendefinisikan daya saing sebagai

country’s share of world markets of its product. Daya saing berhubungan dengan biaya produksi. Negara yang mampu memasarkan produk dengan harga yang lebih rendah dan dengan kualitas produk yang baik adalah negara yang memenangkan kompetisi.

Tingkat daya saing suatu negara dalam perdagangan internasional ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan kompetitif dan faktor keunggulan komparatif. Faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired advantage atau dapat dikembangkan/diciptakan dan faktor keunggulan komparatif dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah (natural advantage). Keunggulan yang dikembangkan (keunggulan kompetitif) adalah keberadaan keunggulan tersebut bukan yang sifatnya anugerah (sudah ada sejak dulu), tetapi harus diciptakan atau dikembangkan oleh manusia (Tambunan 2004).

David Ricardo dalam Salvatore (1997) mengatakan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Teori Heckscher-Ohlin dalam Salvatore (1997) menyatakan bahwa keunggulan komparatif dipengaruhi secara timbal balik oleh perbedaan-perbedaan karunia sumber daya diantara negara-negara atau variasi kelimpahan (abundance) relatif atas faktor-faktor produksi dan teknologi produksi yang mempengaruhi intensitas relatif penggunaan faktor-faktor produksi yang berbeda tersebut dalam menghasilkan berbagai macam barang. Model Heckscher-Ohlin juga menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah dan harga relatif murah, serta mengimpor komoditi banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal. Keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah (Firdaus 2011).

Konsep Revealed Comparative Adventage (RCA)

Ekonomi perdagangan terkait industri seringkali dihadapkan pada tuntutan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif. RCA merupakan metode analisis yang digunakan dalam menentukan keunggulan komparatif suatu produk. Konsep ini pertamakali diperkenalkan oleh Balassa 1965 dengan mengevaluasi ekspor masing-masing komoditi di negara-negara tertentu dengan membandingkan ekspor relatif suatu negara dalam ekspor dunia. dengan ekspor komoditi suatu negara terhadap perdagangan ekspor dunia.

(20)

8

Dimana Xik merupakan ekspor negara i terhadap produk k, Xi = Ʃk Xik

merupakan total ekspor. Xk= Ʃi Xik ekspor dunia terhadap produk k dan X= ƩiƩk

Xik total ekspor dunia. Nilai RCA lebih dari satu menunjukkan produk k tersebut

memiliki keunggulan komparatif. Nilai RCA kurang dari satu menunjukkan produk k tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif (WTO 2012).

Konsep Intra Industry Trade (IIT)

Teori intra industry trade (IIT) menyatakan bahwa perdagangan tetap terjadi antarnegara yang memiliki keunggulan komparatif yang relatif sama. Teori ini lebih didasarkan pada diferensiasi produk dan economies of scale serta mencakup perdagangan dua arah di dalam industri yang sama. Diferensiasi produk adalah produk yang jenisnya sama atau dihasilkan dalam industri yang sama tetapi berbeda secara kualitas dan atau preferensi. Salah satu tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Paul Krugman (Koo 2005).

Tabel 3 Klasifikasi Intra Industry Trade (IIT)

Nilai index Intra Industry Trade Klasifikasi

* Perdagangan intra-ASEAN-5 tidak dilaporkan

0.00 Tidak terjadi integrasi (one-way trade)

>0.00-24.99 Integrasi lemah (Weak integration) 25.00-49.99 Integrasi sedang (Mild integration)

50.00-74.99 Integrasi agak kuat (Moderately strong integration) 75.00-99.99 Integrasi Kuat (Strong integration)

Sumber: Austria 2004

Konsep Gravity Model

Gravity Model digunakan untuk mengukur potensi perdagangan dan dampak dari suatu penerapan kebijakan perdagangan. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Tinbergen (1962) untuk mengestimasi hubungan antara perdagangan bilateral antar negara dengan GNP dan jarak antar negara-negara tersebut. Menurut Bergstand (1985) dalam Oktaviani 2000 pada umumnya Gravity Model dirumuskan sebagai berikut:

Tij = f(Yi, Yj, Fij)

Tij = Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j Yi = GDP negara i

Yj = GDP negara j

Fij = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara negara i

dengan negara j

(21)

9 Jarak

Jarak menjadi variabel utama gravity model dalam aliran perdagangan. Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta aneka pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu disimpan di suatu tempat sementara (Salvatore 1997). Menurut Li, Song, dan Zhao (2008) untuk variabel jarak digantikan dengan menggunakan jarak ekonomi rata-rata yang telah dibobotkan untuk menunjukkan biaya perdagangan yang mana Distf merupakan jarak geografis antar negara. Jarak ekonomi memiliki rumus sebagai berikut :

Selain itu, penggunaan jarak ekonomi rata-rata yang telah dibobotkan diharapkan dapat mengukur dampak biaya transportasi dan biaya lainnya terhadap arus perdagangan bilateral. Jarak ekonomi juga memiliki hubungan yang negatif dengan arus perdagangan bilateral.

Produk Domestik Bruto

Menurut Mankiw (2006) Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal mengukur nilai uang yang berlaku dari output perekonomian. GDP riil mengukur output yang dinilai pada harga konstan. Gross Domestic Product (GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara. Semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Diperkirakan GDP riil memiliki hubungan positif terhadap nilai ekspor.

2.3

Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2006) kurs atau exchange rate antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang lokal pada tingkat kurs yang terjadi.

Kurs Riil = Kurs nominal x Rasio tingkat harga

(22)

10

Kurs riil, Є

NX

Ekspor neto, NX 0

Jika kurs tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Nilai kurs rendah berlaku sebaliknya. Hubungan antara kurs riil dengan ekspor neto adalah sebagai berikut:

NX = NX(Є)

Sumber: Mankiw (2006)

Gambar 3 Ekspor neto dan kurs riil

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara kurs riil dan ekspor neto. Semakin rendah kurs, semakin murah harga barang domestik relatif terhadap barang-barang luar negeri dan semakin besar ekspor neto kita.

Pengertian Makanan Olahan

(23)

11 Tabel 4 Klasifikasi produk makanan olahan

Klasifikasi Kode produk 2 digit

Ikan 16, 21

Makanan mengandung gula 12, 17

Minuman 22

Makanan berbahan baku susu 04, 21

Makanan olahan lainnya 04, 08, 12, 20, 21

Sumber: BPS RI 2014

Penelitian Terdahulu

Akhtar et al.(2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Export Competitiveness of Pakistani Horticultural Products” menggunakan metode analisis RCA, RXA, RSCA, RMP dan RTA untuk meghitung keunggulan komparatif dan kompetitif dari ekspor produk holtikultura dengan periode analisis 1990 hingga 2009. Hasil analisis menunjukkan Pakistan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif terbesar pada produk holtikuktura berupa jeruk keprok, jeruk dan clem. Keunggulan komparatif dan kompetitif terlemah berada pada periode 1990 hingga 1998 dan terus mengalami penguatan pada periode selanjutnya. Berdasarkan RSCA keunggulan komparatif dan kompetitif akan terus berlanjut apabila Pakistan melakukan spesialisasi terhadap produk holtikultura yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif terbesar tersebut.

Li, Song dan Zhao (2008) dalam penelitianya tentang komponen perdagangan dan integrasi ekonomi global China. Metode yang digunakan adalah gravity model dengan variabel-variabel yang digunakan adalah bagian dan komponen yang diekspor, GDP rata-rata negara China dan mitranya, jarak ekonomi antar negara, upah relatif negara China dan mitranya, share FDI terhadap GDPnya dan jumlah orang yang menggunakan saluran telepon. Hasil penelitian ini menunjukkan jika GDP rata-rata negara China dan mitranya memiliki pengaruh positif terhadap bagian dan komponen yang diekspor, jarak ekonomi memiliki pengaruh negatif terhadap bagian dan komponen yang diekspor, share FDI terhadap GDP yang memiliki pengaruh positif terhadap bagian dan komponen yang diekspor, upah relatif negara China dan mitranya yang memiliki pengaruh positif terhadap bagian dan komponen yang diekspor, sedangkan jumlah orang yang menggunakan saluran telepon tidak mempengaruhi bagian dan komponen yang diekspor.

Mufti (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Ekspor

Komoditas Unggulan Makanan Olahan Indonesia dan Faktor-faktor yang

(24)

12

Ulfah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Potensi Ekspor

Produk Makanan olahan Indonesia di Pasar Non Tradisional Asia” menggunakan

data time series selama periode 2003–2010. Metode analisis yang digunakan berupa EPD, RCA dan Gravity Model. Hasil analisis EDP dan RCA menunjukkan produk roti, kue, biskuit memiliki potensi ekspor ke negara Bahrain, India, Camboja, Macau dan Thailand namun memiliki daya saing rendah di Camboja. Produk kembang gula berpotensi ekspor ke Bahrain, India, dan Camboja, namun memiliki daya saing yang lemah di Camboja. Produk jus buah dan jus sayuran berpotensi ekspor ke Bahrain, India, Malaysia, Thailand, dan Turki dan daya saing terkuat di Turki. Produk teh berpotensi ekspor dan berdaya saing kuat ke Camboja, Thailand, India, Malaysia, dan Turki. Hasil analisis dengan gravity model diperoleh bahwa GDP per kapita riil, harga ekspor relatif, dan nilai ekspor tahun sebelumnya mempengaruhi permintaan ekspor ke semua produk yang diteliti. Jarak ekonomi hanya berpengaruh terhadap produk teh, sedangkan nilai tukar riil tidak berpengaruh terhadap produk kembang gula dan populasi negara non tradisional Asia tidak berpengaruh terhadap produk teh.

Harum (2013) dalam penelitiannya yang mengenai analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor mangga Indonesia ke negara tujuan tahun 2001 hingga 2011. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode analisis RCA, EPD, IIT dan Gravity model menunjukkan komoditi mangga tersebut memiliki daya saing ke negara tujuan, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan negara pesaing. Posisi ekspor mangga Indonesia berada pada posisi rising star di negara Malaysia dan Singapura, falling star di negara Kuwait, Hongkong dan Uni Emirat Arab dan Retreat di negara Arab Saudi. Indonesia melakukan kegiatan perdagangan dua arah dengan Malaysia dan Singapura yang ditunjukkan dari nilai IIT Indonesia lebih besar dari nol, namun memiliki derajat integrasi yang sedang. Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor mangga adalah PDB per kapita riil, harga mangga di pasar dunia dan jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan.

Perbedaan yang sangat mendasar dalam penelitian ini dengan penelitian sejenis terdapat dalam produk makanan olahan yang dianalisis, tahun analisis dan negara tujuan ekspornya. Kode HS yang digunakan adalah kode HS 6 digit sama dengan penelitian Mufti (2012), tetapi berbeda dengan penelitian Ulfah (2012) dan Ernawati (2013) dengan kode HS 4 digit. Metode analisis yang digunakan antara lain, metode deskriptif, RCA, IIT, Gravity model dengan analisis data panel sedangan pada penelitian lain dilakukan analisis Trade Perfomance Index oleh Mufti (2012) dan Ernawati (2013), analisis deskriptif (Mufti 2012), model gravitasi dengan data panel statis( Mufti 2012 & Ulfah 2012), RCA (Ulfah 2012 & Ernawati 2013) dan EPD (Ulfah 2012) serta tehnik wawancara pada pelaku pasar oleh Ernawati 2013.

Kerangka Pemikiran

(25)

13 olahan merupakan subsektor dari sektor industri. Nilai ekspor dari subsektor ini yang cenderung meningkat tiap tahunnya menjadikan sektor ini berpotensi untuk dikembangkan dengan meningkatkan daya saing terhadap produk nya sehingga mampu menyerap tenaga kerja dan mampu terus berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori, penelitian terdahulu dan kerangka penelitian yang terbentuk, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. GDP riil Indonesia berpengaruh positif terhadap nilai ekspor. Peningkatan GDP Indonesia akan berdampak pada peningkatan nilai ekspor produk makanan olahan Indonesia ke negera tujuan ekspor

2. GDP riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor. Peningkatan GDP negara tujuan ekspor akan berdampak pada peningkatan nilai ekspor produk makanan olahan Indonesia

3. Nilai tukar riil rupiah terhadap negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap negara tujuan ekspor berdampak pada peningkatan nilai ekspor produk makanan olahan Indonesia

4. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor produk makanan olahan Indonesia

Produk unggulan makanan olahan

Daya saing ke negara tujuan ekspor terbesar

Kinerja Perdagangan

Daya Saing Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor

Metode RCA, IIT Gravity Model

Implikasi kebijakan dalam meningkatkan ekspor makanan olahan

(26)

14

5. Ekspor makanan olahan tahun sebelumnya memiliki hubungan positif terhadap nilai ekspor makanan olahan Indonesia ke negara tujuan

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 2007-2012. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan, United Nations Commodity Trade Statistics Database (UN COMTRADE), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), World Integrated Trade Solutions (WITS), World bank dan Centre d’Etude Prospective et

d’Informations Internationales (CEPII). Komoditi yang dianalisis adalah komoditi dengan kode HS 240220 (Cigarettes containing tobacco), 160520 (Shrimps and prawns, prepared or preserved), 180400 (Cocoa butter, fat, oil), 190530 (Sweet biscuits, waffles and wafers), 200820 (Pineapples, otherwise prepared or preserved). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan untuk mengolah data time series dan cross section menggunakan program Eviews 6.

Tabel 5 Jenis dan sumber data

Jenis data Sumber

Nilai ekspor dan impor makanan olahan WITS dan UN COMTRADE

GDP Indonesia World Bank

GDP negara tujuan ekspor makanan olahan Indonesia

World Bank

Nilai tukar negara tujuan ekspor UNCTAD

Jarak negara tujuan ekspor makanan olahan terhadap Indonesia

CEPII

Ekspor tahun sebelumnya WITS dan UN COMTRADE

Sumber: Data peneliti

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan empat metode, yakni metode deskriptif, metode RCA, metode IIT dan Gravity Model.

Metode Deskriptif

(27)

15 ekspor ditentukan berdasarkan rata-rata dan pangsa terbesar dari nilai ekspor pada masing-masing produk makanan olahan

Metode Revealed Comparative Adventage (RCA)

Daya saing produk makanan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor dapat dilihat dari tingkat keunggulan komparatifnya. Metode RCA merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan keunggulan komparatif. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor Indonesia ke negara tujuan dengan menghitung pangsa nilai ekspor terhadap total ekspor ke negara tujuan yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor dunia ke negara tujuan. Balassa (1965) dalam Akhtar et al. (2013) merumuskan metode Revealed Comparative Adventage adalah sebagai berikut:

RCAijt =

3.1

Keterangan :

Xijt = Nilai ekspor Indonesia untuk komoditi i ke negara j pada tahun ke t

Xjt = Nilai total ekspor Indonesia ke negara j pada tahun ke t

Wijt = Nilai ekspor dunia untuk komoditi i ke negara j pada tahun ke t

Wjt = Nilai total ekspor dunia ke negara negara j pada tahun ke t

Jika nilai RCA lebih besar dari satu menunjukkan bahwa pangsa produk makanan olahan di dalam ekspor total negara j lebih besar dari pangsa rata-rata dari komoditi yang bersangkutan dalam ekspor dunia. Artinya, negara j lebih berspesialisasi pada kelompok komoditi yang bersangkutan sehingga negara j memiliki keunggulan komparatif pada komoditi makanan olahan dan berdaya saing kuat. Jika nilai RCA lebih kecil dari satu berlaku sebaliknya.

Metode Intra Industry Trade (IIT)

Grubel-Lloyd indikator yang digunakan dalam menganalisis perdagangan antar negara industri adalah IIT.

∑ ∑ ∑ ∑

∑ ∑

3.2 Dimana

IITij = indeks intra industri

Xij = nilai ekspor produk i dari Indonesia ke negara j

Mij = nilai impor produk i oleh Indonesia dari negara j

(28)

16

Metode Gravity Model

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ekspor produk makanan olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor terbesar dianalisis menggunakan metode Gravity Model dengan analisis data panel statis. Variabel independen yang digunakan berupa, variabel jarak ekonomi antara Indonesia dan negara tujuan ekspor, GDP riil negara Indonesia dan negara tujuan ekspor, nilai tukar Indonesia terhadap mata uang negara tujuan dan lag nilai ekspor pada tahun sebelumnya. Variabel dependennya adalah nilai ekspor. Negara yang digunakan pada model dalam menganalisis laju ekspor produk makanan olahan adalah Indonesia sebagai negara eksportir dan Camboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Amerika Serikat, Netherlands, United Kingdom, Australia, Jerman, Spanyol dan Perancis sebagai negara tujuan ekspornya. Berdasarkan Bergstand (1985), Oktaviani (2000), dan Shephred (2012) rumus dalam model ini adalah sebagai

LnXijt = Nilai ekspor produk makanan olahan Indonesia ke negara tujuan

ekspor pada tahun t

LnGDPIit = GDP riil Indonesia pada tahun t

LnGDPJjt = GDP riil negara tujuan ekspor pada tahun t

LnERRijt = Nilai tukar riil Indonesia terhadap mata uang negara tujuan ekspor pada tahun t

LnDISTijt = Jarak ekonomi dari Indonesia ke negara tujuan pada tahun t LnlagXij = Ekspor produk makanan olahan Indonesia ke negara tujuan pada

tahun sebelumnya

Ɛ = Galat (pengaruh variabel lain yang tidak termasuk di dalam model)

Definisi Operasional

Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Nilai ekspor merupakan nilai ekspor dari produk makanan olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor selama jangka waktu 2007-2012 dengan satuan US$/Kg. Data nilai ekspor diubah dalam bentuk logaritma natural (ln)

2. Nilai GDP Indonesia sebagai negara eksportir selama periode 2007-2012, dinyatakan dalam US$. Data GDP Indonesia diubah dalam bentuk logaritma natural (ln)

(29)

17 selama satu tahun selama periode 2007-2012, dinyatakan dalam US$. Data GDP negara tujuan diubah dalam bentuk logaritma natural (ln)

4. Nilai tukar, misalnya mata uang negara Indonesia terhadap mata uang negara tujuan, dinyatakan dalam Rp/mata uang negara tujuan. Data nilai tukar diubah dalam bentuk logaritma natural (ln)

5. Jarak ekonomi (economic distance) menjadi variabel utama gravity model dalam aliran perdagangan. Jarak ekonomi merupakan pendekatan yang mewakili biaya transportasi, dinyatakan dalam satuan kilometer. Data jarak ekonomi diubah dalam bentuk logaritma natural (ln)

6. Lag nilai ekspor tahun sebelumnya merupakan nilai ekspor dari produk makanan olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor selama jangka waktu 2006-2011 dengan satuan US$/Kg. Data nilai ekspor diubah dalam bentuk logaritma natural (ln)

Analisis Data Panel

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing produk makanan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor dapat diestimasi dengan menggunakan data panel statis. Analisis plot data variabel dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan untuk mengolah data cross section menggunakan program Eviews 6. Variabel-variabel yang digunakan meliputi GDP riil negara tujuan, nilai tukar riil, populasi dan Jarak ekonomi negara tujuan ekspor tersebut. Terdapat tiga jenis metode data panel statis, yakni POLS (Pooled Ordinary Least Square), FEM (Fixed Effect Model), dan REM (Random Effect Model). Metode yang akan digunakan berdasarkan pemilihan model yang paling baik. Pengujian pemilihan model dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Chow Test

Hipotesis yang dibangun dalam pengujian ini adalah: H0 = POLS

H1 = FEM

Dasar untuk menentukan H0 adalah dengan melihat nilai Chow Statistik

dengan nilai F tabel. Jika Chow Statistik (F-statistik) lebih besar dair F-tabel maka tolak H0 sehingga yang terpilih adalah FEM dan sebaliknya.

2. Haustmann Test

Hipotesis Haustmann Test sebagai berikut: H0 = REM

H1 = FEM

Dasar dalam menentukan H0 dengan melihat nilai chi square statistik dan

chi square tabel. Jika chi square statistik lebih kecil dari chi square tabel maka tolak H0 sehingga model yang dipilih adalah FEM dan sebaliknya.

3. LM Test

Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah: H0 = POLS

H1 = REM

(30)

18

Kerangka pengambilan keputusan dalam memilih sebuah model yang digunakan: a. Jika Chow Test tidak signifikan maka menggunakan POLS

b. Jika Chow Test signifikan namun Haustmann Test tidak signifikan maka menggunakan REM

c. Jika Chow Test signifikan dan Haustmann Test signifikan, maka menggunakan FEM.

Pengujian Asumsi Model 1. Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi error term apakah sudah terdistribusi secara normal atau tidak. Cara melakukan uji ini dengan melihat nilai probabilitas Jaque Bera yang dihasilkan. Jika nilai probabilitas lebih dari taraf nyata (5% atau 10%) maka data dapat dikatakan menyebar normal.

2. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas menyebabkan R-Squared tinggi, tetapi sedikit koefisiennya yang nyata bahkan tanda hubungan dapat terbalik. Cara mendeteksi dengan

Spearman’s Rho Correlation, apabila angka korelasi lebih kecil dari 0.8 maka dapat dikatakan terbebas dari masalah multikolinearitas.

3. Uji Heterokedastisitas

Cara mendeteksi adanya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan membandingkan sum square resid pada hasil estimasi weighted dan unweighted. Masalah heterokedastisitas dapat diatasi dengan menggunakan metode white-heterokedastisity.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan membandingkan Durbin Watson (DW) hasil estimasi dengan nilai DW tabel. Jika nilai Durbin Watson (DW) berada pada area non autokorelasi mendekati dua maka dapat disimpulkan bahwa model bebas autokorelasi.

Hipotesis dalam pengujian autokorekasi adalah: H0 = tidak ada Autokorelasi positif atau negatif

H1 = terdapat masalah Autokorelasi positif atau negatif

Tabel 6 Selang nilai statistik Durbin Watson (DW) serta keputusannya

Nilai DW Keputusan

4- dL < DW < 4 Tolak H0; ada autokorelasi negatif

4- dU < DW < 4- dL Tidak tentu, coba uji yang lain

dU < DW < 4- dU Terima H0

dL < DW < dU Tidak tentu, coba uji yang lain

0 < DW < dL Tolak H0; ada autokorelasi positif

(31)

19 Uji Statistik

1. Uji F-Statistik

Uji-F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variable bebas secara serentak terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis Statistik:

a. H0 : bi= 0 (i = 0,1,..., n) artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

b. H0 : bi≠ 0 (i = 0,1,..., n) atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel bebas tidak sama dengan nol artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

2. Uji t-Statistik

Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis Statistik:

a. H0 : bi = 0 (i = 0,1,...,n)

artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

b. H0 : bi ≠ 0 (i = 0,1,...,n), atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel

bebas tidak sama dengan nol

artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

3. Uji Koefisien Determinasi (R²)

Nilai Uji R² mengukur kecocokan (goodnes of fit) dari persamaan regresi yaitu memberikan proporsi atau presentasi variasi total dalam variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel bebas atau merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa baik garis regresi sampel menggambarkan populasi. Nilainya berkisar antara 0-1. Jika nilai R² sama dengan 1, maka variasi variabel bebas mampu menjelaskan 100 persen variasi variabel tidak bebas. Sebaliknya jika nilai R² sama dengan 0, maka variasi variabel bebas tidak mampu menjelaskan sedikitpun variasi variabel tidak bebas. Kecocokan model dikatakan

(32)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia

Kinerja perdagangan dapat diidentifikasi melalui beberapa cara. Salah satunya dengan melihat dari sisi pertumbuhan ekspor suatu produk. Terlihat pada Tabel 7 rata-rata pertumbuhan ekspor per tahun untuk komoditi yang termasuk dalam golongan makanan olahan memiliki nilai yang cukup besar. Rata-rata pertumbuhan tertinggi dicapai oleh kopi olahan dan terendah adalah teh olahan. Namun, meski memiliki pertumbuhan ekspor yang tinggi, produk ini hanya memberikan sumbangan terhadap nilai ekspor yang tergolong rendah.

Sisi lain yang menjadi perhatian untuk menentukan kinerja perdagangan, dengan melihat besaran nilai ekspor dan rata-rata pertumbuhan per tahunnya. Berdasarkan total nilai ekspor terbesar dan rata-rata pertumbuhan, produk makanan olahan Indonesia yang dianalisis tersebut berasal dari golongan tembakau olahan, ikan olahan, cokelat olahan, buah dan sayuran olahan, serta serealia olahan.

Tabel 7 Rata-rata pertumbuhan ekspor makanan olahan Indonesi ke dunia

Komoditi Kode HS

Nilai (Juta US$) Rata-rata Pertumbuhan Per Tahun (%)

2007 2012

Buah dan sayuran

olahan 07,08,12,13,20,21 279.75 539.43 15.47

Cokelat olahan 18 300.87 665.11 20.18

Gula olahan 12,17 94.19 200.27 18.77

Ikan olahan 16,21 380.56 843.11 20.26

Kopi olahan 21 51.98 320.67 86.15

Minuman olahan 22 40.5 130.86 37.19

Olahan lainnya 04,08,12,20,21 224.71 497.89 20.26

Serealia olahan 10,19,21 226.13 575.32 25.74

Susu olahan 04,21 11.34 33.49 32.55

Teh olahan 9 126.61 156.74 3.97

Tembakau olahan 24 424.72 794.18 14.50

Total 2161.36 4757.07 20.02

Sumber: UNCOMTRADE 2014 (diolah)

Jenis produk yang digunakan untuk masing-masing golongan yang terpilih adalah berdasarkan rata-rata ekspor dari tahun 2007 hingga 2012 dengan nilai tertinggi. Jenis tembakau olahan yang digunakan adalah tembakau olahan dengan kode HS 240220 (cigarettes containing tobacco) (Lampiran 1). Produk ini berkontribusi terhadap total ekspor produk tembakau olahan Indonesia ke dunia sebesar 67.42 %. Negara tujuan ekspor terbesar untuk produk tembakau olahan yang dianalisis antara lain, Camboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Filipina. Pangsa terbesar terdapat pada negara tujuan Vietnam (Tabel 8).

(33)

21 sebagai negara pengekspor terbesar di dunia pada tahun 2012 untuk produk shrimps and prawns, prepared or preserved ini (UN COMTRADE 2014). Cokelat olahan dari jenis cocoa butter, fat, oil (kode HS 180400) (Lampiran 3) merupakan cokelat olahan yang terpilih dengan kontribusi ekspor 54.22% terhadap ekspor cokelat olahan Indonesia ke dunia. Amerika Serikat, Perancis, Australia, Jepang, Netherlands dan Jerman menjadi negara tujuan ekspor dengan kontribusi tertingi untuk produk cokelat olahan. Pangsa terbesar terdapat pada perdagangan Indonesia dengan Australia (Tabel 8). Produk cocoa butter, fat, oil Indonesia merupakan produk cokelat olahan dengan nilai ekspor terbesar ke-4 dunia setelah produk dari Netherlands, Malaysia dan perancis (UN COMTRADE 2014).

Tabel 8 Kinerja produk makanan olahan Indonesia terpilih dan negara tujuan analis dunia ke negara tujuan

(34)

22

Indonesia ke dunia pada periode 2007 hingga 2012. Negara analisis dengan nilai ekspor terbesar adalah Amerika Serikat, Netherlands, Spanyol, United Kingdom Jerman dan Jepang (Tabel 8). Ekspor produk buah dan sayuran olahan dengan kode HS 200820 Indonesia menempati urutan ke-3 di dunia (UN COMTRADE 2014). Berdasarkan rata-rata tertinggi, jenis serealia olahan yang menjadi objek analisis adalah sweet biscuits, waffles and wafers dari kode HS 190530 (Lampiran 5). Kontribusi yang diberikan produk ini 35.15% dari total ekspor serealia olahan Indonesia ke dunia. Negara analisis yang terpilih adalah Amerika Serikat, Thailand, Vietnam, China, Filipina dan Australia (Tabel 8).

Daya Saing dan Derajat Integrasi Produk Makanan Olahan Indonesia di Negara Tujuan Ekspor

Pangsa pasar produk makanan olahan Indonesia di negara tujuan dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan daya saing produk-produk tersebut. Analisis daya saing komoditi makanan olahan Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode analisis RCA. Jika ekspor suatu negara dari suatu jenis barang lebih tinggi daripada pangsa dari barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia, berarti negara tersebut memiliki keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut (Tambunan 2004). Derajat integrasi dapat diukur melalui pendekatan analisis Intra Industry Trade (IIT). Bora dalam Austria (2004) menjelaskan bahwa nilai perdagangan intra-industri juga dapat digunakan untuk mengukur seberapa dalam integrasi yang terjadi antar negara atau sektor tertentu karena nilai tersebut merefleksikan adanya peningkatan dalam division of labor yang dikombinasikan dengan penurunan dalam biaya transaksi.

Analisis Revealed Comparative Adventage (RCA)

Nilai RCA yang diperoleh menggambarkan kinerja komoditi makanan olahan Indonesia dengan negara tujuannya dengan kisaran nilai antara nol sampai tak hingga. Produk makanan olahan dengan nilai lebih dari satu dapat dikatakan produk tersebut memiliki keunggulan komparatif. Hasil analisis nilai RCA dari beberapa komoditi makanan olahan yang dianalisis menunjukkan hampir keseluruhannya memberikan hasil lebih dari satu. Hal ini menunjukkan produk tersebut memiliki daya saing yang baik di dalam pasar dunia.

Komoditi makanan olahan dari jenis cigarettes containing tobacco (kode HS 240220) menunjukkan keseluruhan nilai RCA yang tinggi dan cenderung meningkat pada keenam negara analisis. Produk cigarettes containing tobacco Indonesia diminati oleh negara-negara Asia Tenggara yang ditunjukkan dengan melihat keenam negara tujuan eksor dengan nilai RCA yang tinggi untuk masing-masing negara tersebut. Terlihat pada Tabel 9 nilai RCA cigarettes containing tobacco Indonesia yang tinggi menunjukkan produk ini tidak terpengaruh dengan isu dunia yang sedang mengurangi tembakau atau rokok yang dapat menyebabkan penyakit kangker atau dapat merusak kesehatan (Ernawati 2012).

(35)

23 Eropa dari tahun 2008 membuat ekspor shrimps and prawns menurun karena produk ini masih dianggap sebagai produk makanan laut mewah1. Selain itu, ekspor ikan Indonesia menghadapi tantangan yang berkaitan dengan berbagai tuntutan untuk menjamin mutu, keamanan pangan, dan ketertelusuran setiap produk bahan makanan, serta isu lingkungan dan keharusan equivalensi sistem mutu yang didasarkan pada konsepsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) khususnya dari Eropa (UE) (Tjitroresmi 2007). Hal ini juga disebabkan adanya negara pesaing untuk produk shrimps and prawns dari Thailand, Bangladesh dan Vietnam (UN COMTRADE 2014).

Tabel 9 Nilai RCA Indonesia ke negara tujuan ekspor

Komoditi Negara Tujuan (RCA)

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Sumber: UN COMTRADE 2014 (diolah)

Nilai RCA cocoa butter, fat, oil (kode HS 180400) cukup fluktuatif untuk setiap negara analisis. Daya saing tertinggi terdapat pada perdagangan Indonesia dengan negara Perancis, kemudian disusul oleh Amerika Serikat dan Australia. Nilai RCA yang cenderung menurun terjadi pada perdangangan cocoa butter, fat, oil (kode HS 180400) Indonesia ke Netherlands. Penurunan tersebut akibat terjadinya persaingan produk cokelat olahan Indonesia dengan Ghana, Cote

1

(36)

24

d’Ivoire, Perancis dan Jerman (UN COMTRADE 2014). Netherlands mendapat

keuntungan dari kedekatan geografis negaranya dengan Perancis dan Jerman untuk mendapatkan produk cocoa butter, fat, oil yang sebelumnya di impor oleh kedua negara pesaing tersebut dari Indonesia.

Makanan olahan dari jenis pineapples, otherwise prepared or preserved memiliki daya saing yang kuat untuk setiap negara analisis. Hal ini dibuktikan dari nilai RCA untuk masing-masing negara analisis memiliki nilai RCA lebih dari satu. Perkembangan nilai RCA cukup fluktuatif dan cenderung meningkat untuk setiap negara analisis. Fluktuasi terbesar terlihat pada RCA Indonesia ke United Kingdom dan pada akhir tahun analisis mengalami penurunan nilai RCA. Penurunan ini terjadi karena United Kingdom lebih banyak melakukan impor produk ini dari negara pesaing Indonesia yaitu Thailand, Filipina, Kenya, China, Jerman dan Perancis (UN COMTRADE 2014). Jerman menjadi salah satu negara pesaing ekspor produk pineapples, otherwise prepared or preserved ke negara United Kingdom karena produk yang di impor dari Indonesia di jual kembali ke negara Uni Eropa lain, salah satunya adalah United Kingdom.

Makanan olahan dari jenis sweet biscuits, waffles and wafers (kode HS 190530) memiliki daya saing yang tinggi ke negara tujuan. Nilai RCA tersebut cenderung fluktuatif disetiap negara analisis. USA adalah negara tujuan produk serealia olahan Indonesia dengan nila RCA yang cenderung menurun. Hal ini disebabkan adanya negara pesaing produk ini yang berasal dari Canada, Mexico, Jerman, Denmark, United Kingdom dan Italia (UN COMTRADE 2014).

Analisis Intra Industri Trade (IIT)

Intra Industry Trade (IIT) merupakan indikator dari integrasi yang terjadi dalam suatu sektor yang dianalisis. IIT digunakan untuk mengukur tingkat integrasi suatu negara. Suatu negara dapat melakukan ekspor dan impor pada saat yang sama. Nilai IIT yang tinggi menunjukkan adanya perdagangan dua arah antar negara terhadap suatu komoditi. Nilai yang rendah menunjukkan rendahnya keterkaitan perdagangan antar kedua negara tersebut dan hanya bersifat searah. Tingkat integrasi yang ditentukan, berdasarkan pada klasifikasi rentang nilai-nilai IIT yang digunakan pada penelitian Austria (2004). Intra Industry Trade (IIT) Indonesia dengan negara tujuan ekspor tahun 2007 hingga 2012 ditunjukkan pada Tabel 10.

Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 10, komoditi dari makanan olahan memiliki integrasi yang sangat lemah bahkan cenderung tidak ada integrasi. Sebagian besar produk analisis menunjukkan nilai IIT yang berada pada kisaran angka nol, artinya hanya terjadi perdagangan satu arah (one-way trade). Hal ini menandakan bahwa perdagangan yang terjadi antara Indonesia dengan negara tujuannya hanya melibatkan satu pihak saja berupa ekspor.

(37)

25 kecenderungan produk serealia olahan untuk menuju pada perdagangan satu arah saja, yaitu ekspor. Hal ini menunjukkan besarnya peluang ekspor produk makanan olahan Indonesia ke negara tujuannya.

Tabel 10 Hasil pengukuran Intra Industry Trade (IIT) komoditi makanan olahan Indonesia di negara tujuan

Komoditi Negara Tujuan Intra Industry Trade (IIT)

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produk Ekspor Makanan Olahan Indonesia

Gravity model digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor makanan olahan Indonesia di negara tujuannya. Variabel independen yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor produk makanan olahan Indonesia adalah GDP riil Indonesia (GDPIit), GDP riil negara tujuan ekspor (GDPJjt), nilai tukar riil

(38)

26

negara tujuan ekspor (DISTij), dan ekspor produk makanan olahan Indonesia ke

negara tujuan pada tahun sebelumnya (LagXij).

Berdasarkan pengujian pemilihan model yang dilakukan, model yang terpilih adalah Fixed Effect Model (FEM) pada produk shrimps and prawns, cocoa butter, fat oil, dan pineapples, otherwise prepared or preserved serta Random Effect Model (REM) pada produk cigarettes containing tobacco dan sweet biscuits, waffles and wafer. Model yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan model terbaik yang dijelaskan dalam Bab Metode Penelitian. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Uji asumsi model yang telah dilakukan menggunakan uji normalitas, multikolinearitas, homokedastisitas dan autokorelasi memperoleh hasil uji yang sudah memenuhi asumsi klasik Best Linier Unbias Estimator (BLUE). Berdasarkan uji F statistik, pada taraf nyata 5% untuk kelima produk analisis memiliki nilai probabilitas 0.000 kurang dari taraf nyata 5%. Artinya, minimal ada satu faktor yang mempengaruhi nilai ekspor produk makanan olahan Indonesia. Nilai R2 yang diperoleh lebih dari 87% (Tabel 11) untuk semua produk makanan olahan Indonesia ke negara tujuan menunjukkan bahwa lebih dari 87% perubahan nilai ekspor dapat diterangkan oleh variasi peubah-peubah bebas dalam model, sisanya diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model.

Tabel 11 Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor makanan olahan Indonesia

Variabel Tembakau

LNGDPI 0.583740 -0.929748 -0.933560 1.289726 1.775435 (0.1591) (0.1852) (0.1989) (0.0244)** (0.0166)**

LNGDPJ -0.024410 -2.511694 9.093141 1.059040 -0.010670 (0.7722) (0.2864) (0.0016)*** (0.5153) (0.9222)

LNERR -0.037581 1.096344 0.678092 2.308449 -0.002129 (0.2382) (0.1031) (0.4721) (0.0002)*** (0.9120)

LNDIST -0.482266 2.691847 -7.139869 -3.108275 0.016797 (0.0011)*** (0.3739) (0.0044)*** (0.0068)*** (0.9612)

LNlagX 0.881597 0.710363 0.357177 -0.634921 0.622820 (0.0000)*** (0.0000)*** (0.0551)* (0.0058)*** (0.0000)***

C -9.797761 61.07503 -145.3421 -19.2362 -40.78171 (0.2642) (0.2136) (0.0149)* (0.6694) (0.0323)**

R2 0.985778 0.967505 0.871670 0.890573 0.891910

Prob(F-stat) 0 0 0 0 0

keterangan: ***α= 1% ; **α=5%;*=10%

Sumber: UN COMTRADE 2014 (diolah)

GDP riil Indonesia

(39)

27 pernyataan Kalbasi dalam Mufti (2012) bahwa GDP dari negara eksportir mengukur kapasitas produksi negara tersebut. Artinya, semakin besar GDP negara eksportir maka semakin besar kapasitas produksi yang dimiliki, sehingga ekspor akan meningkat.

GDP riil negara tujuan ekspor

Variabel GDP riil secara teoritis memiliki hubungan positif dengan aliran perdagangan. Tingkat pendapatan suatu negara mempengaruhi pertumbuhan aliran perdagangan. Semakin tinggi pendapatan suatu negara maka kemampuan negara tersebut untuk melakukan impor suatu barang akan semakin besar (Mankiw 2006). Hasil estimasi menunjukkan produk makanan olahan yang berpengaruh signifikan terhadap GDP riil negara tujuan adalah cocoa butter, fat oil. Peningkatan GDP riil negara tujuan ekspor sebesar 1% akan meningkatkan nilai ekspor cocoa butter, fat oil sebesar 9.093%. Hasil estimasi ini sejalan dengan penelitian Harum (2013), Mufti (2012), Ulfa (2012), Jalil (2012).

Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor

Estimasi untuk nilai tukar rill rupiah terhadap mata uang negara tujuan menunjukkan hasil yang positif dan singnifikan hanya terdapat pada produk pineapples, otherwise prepared or preserved. Depresiasi nilai rupiah sebesar 1% akan mampu meningkatkan nilai ekspor pineapples, otherwise prepared or preserved sebesar 2.308%. Hasil estimasi ini sesuai dengan teori yang terdapat pada Mankiw (2006) terkait faktor-faktor penentu kurs riil. Teori tersebut menyatakan bahwa kurs riil terkait dengan ekspor neto. Bila kurs riil lebih rendah, barang-barang domestik relatif lebih murah dibanding barang-barang luar negeri, dan ekspor neto lebih besar. Artinya, ketika barang domestik lebih murah, penduduk domestik akan mengurangi impor dan negara lain akan membeli produk Indonesia karena barang-barang domestik indonesia relatif lebih murah.

Jarak ekonomi negara tujuan ekspor

(40)

28

Ekspor pada tahun sebelumnya

Peningkatan nilai ekspor pada tahun sebelumnya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai ekspor produk makanan olahan Indonesia di negara tujuan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang dibentuk. Produk-produk tersebut adalah cigarettes containing tobacco, shrimps and prawns, cocoa butter, fat oil, dan pineapples, otherwise prepared or preserved serta sweet biscuits, waffles and wafer. Peningkatan nilai ekspor tahun sebelumnya sebesar 1% maka akan meningkatkan nilai ekspor produk cigarettes containing tobacco sebesar 0.881%, 0.710% pada produk shrimps and prawns dan sebesar 0.357% pada produk cocoa butter, fat oil, serta untuk produk sweet biscuits, waffles and wafer adalah sebesar 0.623%. Namun, menurunkan nilai ekspor pineapples, otherwise prepared or preserved sebesar 0.634%. Hasil untuk pineapples, otherwise prepared or preserved tidak sesuai dengan teori dan hipotesis karena ternyata peningkatan nilai ekspor tahun sebelumnya justru menurunkan nilai ekspor untuk produk pineapples, otherwise prepared or preserved.

Ketidaksesuaian secara teoritis untuk produk ini dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel tersebut menunjukkan nilai ekspor yang cenderung fluktuatif. Peningkatan nilai ekspor tahun sebelumnya ke negara tujuan tersebut tidak serta meningkatkan nilai ekspor pada tahun berikutnya. Meskipun mengalami peningkatan, standar yang tinggi dari negara-negara tujuan tersebut terhadap produk yang masuk ke negaranya juga berpengaruh terhadap nilai ekspor.

Tabel 12 Ekspor pineapples, otherwise prepared or preserved (200820) Indonesia di Negara Tujuan

Sumber: UN COMTRADE 2014 (diolah)

Keterangan:* share ekspor Indonesia ke negara tujuan

Meskipun nilai ekspor pada tahun sebelumnya tinggi, jika suatu produk yang diekspor tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka tidak dapat

dunia Indonesia dunia Indonesia

(41)

29 masuk kedalam negara tersebut. Ancaman lain terhadap produk Pineapples, otherwise prepared or preserved Indonesia adalah adanya negara pesaing dari Thailand, Filipina, Kenya, China, Jerman dan Perancis (UN COMTRADE 2014).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Hasil analisis dengan metode deskriptif kelima makanan olahan yang memiliki nilai ekspor tertinggi yaitu, tembakau, ikan, cokelat, buah & sayuran, serta serealia olahan dari jenis cigarettes containing tobacco, shrimps and prawns, prepared or preserved, cocoa butter, fat, oil, pineapples, otherwise prepared or preserve, sweet biscuits, waffles and wafers

2. Hasil analisis keunggulan komparatif (Revealed Comparative Advantage) menunjukkan bahwa produk makanan olahan sebagian besar berdaya saing namun memiliki keterkaitan atau integrasi yang lemah

3. Hasil Gravity model menunjukkan GDP riil Indonesia berpengaruh signifikan terhadap produk buah & sayuran olahan (200820) dan serealia olahan (190530), GDP riil negara tujuan ekspor berpengaruh signifikan terhadap produk cokelat (180400). Nilai tukar rill berpengaruh positif terhadap produk buah & sayuran olahan (200820). Jarak ekonomi berpengaruh signifikan terhadap produk tembakau (240220), cokelat olahan (180400), serta buah dan sayuran olahan (200820). Nilai ekspor tahun sebelumnya berpengaruh signifikan dan positif terhadap produk tembakau (240220), ikan olahan (160520), cokelat olahan (180400) dan serealia olahan (190530), serta berpengaruh negatif pada produk buah dan sayuran olahan (200820).

Saran

1. Perlunya meningkatkan pertumbuhan ekspor untuk produk-produk makanan olahan yang berdaya saing dan pertumbuhan tinggi

2. Pemberian perhatian khusus terhadap produk-produk yang mengalami penurunan daya saing (produk cigarettes containing tobacco ke negara tujuan Thailand, shrimps and prawns dan cocoa butter, fat, oil ke negara tujuan Netherlands, pineapples, otherwise prepared or preserved ke negara tujuan United Kingdom, sweet biscuits, waffles and wafers ke Amerika Serikat) agar tetap unggul dan tidak kalah dengan produk dari negara pesaing, seperti pengadaan promosi ekspor dan melakukan survei pasar untuk lebih memahami karakteristik pasar di negara tujuan ekspor

Gambar

Tabel 2  Sepuluh negara tujuan ekspor berbagai makanan olahan Indonesia tahun 2007-2012
Gambar 2  Kurva perdagangan internasional
Gambar 4  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 7  Rata-rata pertumbuhan ekspor makanan olahan Indonesi ke dunia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah terdapat empat faktor yang secara signifikan mempengaruhi keputusan konsumen membeli kosmetika perawatan wajah, yaitu faktor

Eksperimen dilakukan mulai jam 08.00 -14.00 WIB. Pada awal pengukuran besarnya nilai suhu masih cukup tinggi yaitu 36ºC dengan RH 69%. Hal ini terjadi karena sistem kontrol

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa konsumsi minyak kelapa murni (VCO) secara signifikan dapat berpengaruh penurunan kadar gula darah, dimana kandungan asam

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari menyebarkan kuisioner kepada konsumen yang telah melihat tayangan iklan Yamaha Jupiter MX

Manakah yang lebih besar pengaruhnya antara kegiatan outing class dengan kegiatan pembelajaran di dalam kelas dalam pendekatan sainstifik terhadap sikap ilmiah

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam film &#34;Alangkah Lucunya (Negeri Ini)&#34; , maka dapat penulis simpulkan

[r]

Hubungan Antara Self Efficacy dengan Quality Of Life Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kebonsari Surabaya.. Yogyakarta: