• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosiologi Sastra Cerita Asal Pulau Simamora Di Tipang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Sosiologi Sastra Cerita Asal Pulau Simamora Di Tipang"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA CERITA ASAL PULAU

SIMAMORA DI TIPANG

Skripsi Sarjana:

O

L

E

H

NAMA

: FRISKA .TM. SIMAMORA

NIM

: 050703022

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK

MEDAN

(2)

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA CERITA ASAL PULAU

SIMAMORA DI TIPANG

NAMA :FRISKA .TM. SIMAMORA

NIM : 050703022

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dra.Herlina Ginting, M.Hum Dra.Asriaty.R.Purba,M.Hum NIP :131785635 NIP :131674464

Ketua Departemen Sastra Daerah

(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh

Panitia Ujian Sarjara Sastra Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian SARJANA SASTRA dalam ilmu Kesusastraan Daerah pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada :

Tanggal : Hari :

FAKULTAS SASTRA USU

DEKAN

Drs.Syaifuddin, M.A.Ph.D NIP :131098531

Panitia Ujian

No. Penguji Tanda Tangan

1. ……… ( )

2. ………... ( )

3. ……… ( )

4. ……… ( )

(4)

DISETUJUI OLEH,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA DERAH

Ketua,

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Maka pada kesempatan ini, dari lubuk hati yang tulus dan iklas penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Syaifuddin, M.A.Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Pembantu Dekan I, II, III Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

2. Drs. Baharuddin, M.Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Dra. Herlina Ginting, M.Hum selaku dosen pembimbing I, yang telah banyak

mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk memimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Dra. Asriaty .R. Purba, M.Hum selaku pembimbing II yang telah bersusah payah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Drs. Irwan Nasution selaku dosen akademik penulis, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini.

(6)

Sastra Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik penulis semenjak berada di Jurusan Sastra Daerah.

7. Teristimewa Kepada Ayahanda H. Simamora dan Ibunda M. Sitohang yang telah banyak berkorban baik materi, tenaga maupun pikiran dari sejak kanak-kanak sampai menyelesaikan studi di Jurusan Sastra Daerah Fakutas Sastra Universitas Sumatera Utara. Abang penulis Lambok Simamora dan adik-adik penulis, Bangun Simamora, Janto Simamora, Charly Simamora, Daniel Simamora dan adikku yang paling mentel sedunia Widya Nova Elina Simamora yang telah banyak memberi dorongan, semangat dan harapan serta hiburan kepada penulis.

8. Nantulang tersayang penulis D. Sitompul beserta keluarga besar Op. Jhon Sitohang yang selalu memberi perhatian, semangat dan dorongan kepada penulis selama ini. 9. Sudiono Simatupang dan Adi Siallangan yang selalu memberi perhatian dan

semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan sampai penulisan skripsi ini selesai.

10.Kakanda Risdo, Melva, Tiwan, Lizen, Junifer serta abang dan kakak-kakak sambuk ’02, ’03, ’04 yang selalu memberi semangat dan masukan kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelsaian skripsi ini.

(7)

12.Adik-adik stambuk ’06, ’07 dan ’08 Valentina, Winda, Elisabet dan masih banyak lagi yang belum disebutkan penulis. Terima kasih atas dukungannya kepada penulis.

13.Teman-teman satu kost di Jln. Berdikari 38 dan Jln Jamin Ginting no 403 Meliyanti, Erika, Nura’ini terima kasih atas perhatiannya kepada penulis. Penulis bangga dan salut punya teman seperti kalian.

Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih. Kiranya Tuhan Yesus Kristus memberikan kehidupan yang baik kepada kita semua sekarang sampai yang akan datang.

Medan, November 2008 Penulis,

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas waktu dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Cerita Asal Pulau Simamora di Tipang”. Sesuai dengan judul skripsi di atas maka yang dibahas adalah mengenai struktur dari cerita Asal Pulau Simamora di Tipang serta nilai-nilai sosiologi yang terdapat pada cerita tersebut.

(9)

Penulis menyadari, kalau skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, Penulis membuka diri kepada semua pihak untuk memberikan saran serta masukan demi tercapainya skripsi ini ke arah penyempurnaan.

Medan, November 2008 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH……….. i

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI……….... vi

BAB. I PENDAHULUAN………..…. 1

1.1 Latar Belakang ………. ………... 1

1.2 Perumusan Masalah……….. 3

1.3 Tujuan Penelitian……….. 4

1.4 Manfaat Penelitian………..….. 4

1.5 Anggapan Dasar………..….. 5

1.6 Metodologi Penelitian………...… 5

1.6.1 Metode Dasar ………..…… 6

1.6.2 Lokasi, Sumber Data, Instrumen Penelitian………...…. 6

1.6.3 Metode Pengumpulan Data………..…… 7

1.6.4 Metode Analisis Data………..…… 8

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

2.1 Kepustakaan yang Relevan……….…………... 9

2.1.1 Pengertian Sastra………...………. 9

2.1.2 Pengertian Sosiologi……….…………. 11

2.1.3 Pengertian Sosiologi Sastra………..……….. 13

2.1.4 Hubungan Sastra dengan Sosiologi………..…. 14

2.1.5 Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra………..…….. 16

2.2 Teori yang Digunakan………..……….. 18

BAB. III HASIL DAN PEMBAHASAN……….... 24

3.1 Alur/ Plot………... 24

3.2 Perwatakan/ Pertokohan……… 30

3.3 Latar atau Setting………... 38

3.4 Tema ………. 39

3.5 Nilai-nilai Sosiologi Pada Cerita Asal Pulau Simamora di Tipang 40 3.5.1 Iri Hati……….. 40

3.5.2 Kejujuran……….. 41

3.5.3 Kesabaran………... 42

3.5.4 Permusuhan……….…. 43

(11)

BAB. IV KESIMPULAN DAN SARAN………... 46

4.1 Kesimpulan……….………….. 46

4.2 Saran………. 47

DAFTAR PUSTAKA……….……. 48 LAMPIRAN : a Daftar Informan

b Sinopsis Cerita Asal Pulau Simamora di Tipang c Surat Penelitian 4 Lembar

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan masyarakat. Mengingat hal itu, sudah barang tentu akan menghasilkan berbagai macam budaya, adat istiadat dan karya sastra yang berbeda. Namun dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat memberikan rasa persatuan dan kesatuan atas budaya, adat-istiadat,bahasa dan sastra yang berbeda dengan dasar Bhineka Tunggal Ika.

Dengan kehidupan berbangsa yang satu, semua suku bangsa Indonesia pada umumnya memiliki perbedaan yang dimaksud adalah bahasa sastra dan budaya. Masing-masing perbedaan yang terdapat dalam suku bangsa itu tetap dijaga dan dipelihara demi perkembangan ilmu bahasa, sastra dan budaya.

Sastra memiliki nilai budaya yang tercermin dalam pemberian arti aspek pada berbagai jenis perilaku atau tindakan antar individu maupun golongan secara utuh. Perkembangan sastra Indonesia secara keseluruhan tidak terlepas dari masalah kesusastraan daerah, karena sastra daerah adalah salah satu modal untuk memperkaya dan memberikan sumbangan terhadap sastra Indonesia.

(13)

membuka jalan kebenaran, karena sastra merupakan jalan ke empat menuju kebenaran di samping agama, filsafat dan ilmu pengetahuan (Sibarani, 2003:1-2).

Pada prinsipnya nilai budaya suatu etnis yang ada di Indonesia tidak akan pernah hilang dari dirinya hal ini dapat kita lihat dari kebudayaan daerah yang memiliki ciri khas tertentu. Kebudayaan daerah itu dapat diketahui melalui prosa rakyat daerah tersebut yang merupakan bagian Folklor. Danandjaya (1982 : 2) mengatakan :

“ Folklor adalah sebagian dari kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam persi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Mnemonic Device)”.

Cerita rakyat merupakan suatu konvensi tersendiri di kalangan masyarakat pemiliknya, karena dianggap sebagai refleksi kehidupannya baik dari segi moral, edukasi, ritual dan struktur sosialnya. Namun seperti kita ketahui pada umumnya cerita prosa rakyat yang ada pada berbagai etnis di Indonesia tidak diketahui siapa pengarangnya.

(14)

Pustaha ini kita jumpai di daerah batak. Namun di daerah-daerah lain juga terdapat tulisan yang seperti ini, ada yang ditulis di daun, bambu, dan lain-lain.

Sastra lisan sudah banyak yang dibukukan akan tetapi harus kita akui juga masih ada yang belum dibukukan. Hal itu masuk akal, mengingat ketebatasan yang dimiliki oleh peneliti dalam penelitiannya. Di kesempatan ini berupa penulis mencoba mengangkat sastra lisan itu cerita rakyat yaitu Asal Pulau Simamora di Tipang.

Sepanjang pengetahuan penulis, cerita Asal Pulau Simamora di Tipang belum pernah ada orang yang menganalisisnya.

Skripsi ini berjudul “ Analisis Sosiologi Sastra Cerita Asal Pulau Simamora di Tipang” yang terdapat di desa Tipang Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.2

Perumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting bagi pembuatan skripsi, karena dengan adanya perumusan masalah maka deskripsi masalah akan terarah sehingga hasilnya dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Masalah merupakan suatu bentuk pertanyaan yang memerlukan penyelesaian atau pemecahan. Bentuk perumusan adalah biasanya berupa kalimat pertayaan dan kaliamat peryataan yang kiat menarik atau mengubah perhatian. Perumusan pokok permasalahan sebenarnya merupakan batasan-batasan dari ruang lingkup topik yang diteliti (Simanjuntak, 2007 : 3).

(15)

2. Nilai-nilai sosiologis dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui struktur cerita asal Pulau Simamora di Tipang

2. Untuk mengetahui nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang.

1.4

Mamfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan agar dapat menambah salah satu aspek kajian sastra. Hasil penelitian ini juga bisa dimamfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Batak Toba.

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang dikemukakan di atas, maka manfaat penelitian ini adalah :

1. Untuk mendokumentasikan cerita tersebut agar terhindar dari kepunahan sehingga dapat diwariskan kegenerasi penerus

2. Menambah wawasan tentang nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang

3. Memberikan dorongan kepada para peneliti untuk memberikan perhatian dalam penelitian bidang budaya daerah batak khususnya cerita rakyat.

(16)

1.5

Anggapan Dasar

Suatau penelitian senantiasa memerlukan anggapan dasar yang dapat memberi gambaran arah pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti Syah (1943 : 7) mengatakan : “Anggapan dasar adalah titik tolak pemikiran untuk penyelidikan tertentu, titik tolak yang dapat diterima kebenarannya tampa perlu dibuktikan lagi”.

Cerita Asal Pulau Simamora di Tipang adalah cerita rakyat yang terdapat di desa Tipang Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan. Cerita Asal Pulau Simamora di Tipang memiliki nilai-nilai sosiologis dari masyarakat pemilik cerita tersebut. Cerita ini berisikan pesan-pesan budaya yang mungkin dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat.

1.6

Metodologi Penelitian

Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos artinya ; ilmu pengetahuan.

(17)

1.6.1.

Metode Dasar

Metode dasar adalah metode yang digunakan dalam hal proses pengumpulan data, sampai tahap analisa dengan mengaflikasikan pada pokok permasalahan untuk mendapatkan sesuatau hasil yang baik, sesuai dengan apa yng diharapkan (Simanjuntak, 2007 : 10).

Metode dasar yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada. Masalah yang akan dituturkan adalah tentang struktur dan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang. Metode ini mendasari penelitian dalam upaya pengumpulan data dan penganalisaan data yang diperoleh dari informan.

1.6.2.

Lokasi, Sumber Data Penelitian dan Instumen Penelitian

Lokasi penelitian adalah desa Tipang dan desa Bakara Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan. Di desa ini penulis dapat memperoleh keterangan tentang Asal Pulau Simamora di Tipang. Bahkan sampai sekarang cerita ini masih sering diperbincangkan masyarakat yang ada di desa Tipang dan Bakara.

(18)

1.6.3.

Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah a. Metode Oservasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat penelitian untuk mendapatkan imformasi yang mampu memberikan informasi data yang dibutuhkan, teknikyang dipergunakan penulis adalah teknik catat.

b. Metode wawancara

Metode ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lengkap tentang cerita rakyat sebagai objek yang diteliti, shingga didapatkan cerita secara sepenuhnya.

c. Metode Kepustakaan

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang yang digariskan. Dalam metode ini penulis juga mencari buku-buku pendukung yang berkaitan dengan masalah dalam skripsi ini, menggunakan teknik catat.

1.6.4.

Metode Analisa Data

Metode yang digunakan penulis dalam menganalisa data penelitian ini adalah metode intrinsik dan metode ekstransik dan langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menganalisa cerita Asal Pulau Simamora di Tipang adalah :

1. Mengumpulkan data yang diproleh dari lapangan

(19)

3. Mengindentifikasi data-data yang diperoleh dari lapangan

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kepustakaan yang Relevan

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pndukung yang relevan dngan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang sastra dan Sosiologi. Selain itu juga digunakan sumber bacaan lainnya.

2.1.1

Pengertian Sastra

Banyak ahli yang mendefenisikan pengertian sastra dapat kita lihat sebagai berikut : Fananie (2000 : 6) mengatakan :

“ Bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna”.

Sedangkan semi ( 1984 : 8) mengatakan :

“ Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahas sebagai mediumnya “. Teeuw ( 1984 : 23) mengatakan :

“ Kata satra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahas Sansekerta akar kata Sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberikan petunjuk atau instruksi. Akhiran kata tra- biasanya menunjukkan alat, suasana. Maka dari sastra dapat berarti, alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi dan pengajaran; misalnya silpasastra, buku arsitektur, kemasastraan, buku petunjuk mengenai seni cerita. Awalan su- berarti baik, indah sehingga susastra dapat dibandingkan dengan berbagai belles letter”.

(21)

sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni. Damono ( 1984 : 10) mengatakan bahwa lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium : bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah merupakan suatu kenyataan sosial

Fananie ( 2000 : 132 ) mengatakan bahwa sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia .

Dari keseluruhan defenisi sastra di atas, adalah berdasarkan persepsi masing-masing pribadi dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain. Masing-masing ahli merupakan aspek-aspek tertentu, namun yang jelas defenisi tersebut dikemukakan dengan prinsip yang sama yaitu manusia dan lingkungan. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi-segi kehidupan. Ini suatu kreatifitas manusia yang mampu yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman hidup dengan bentuk seni sastra.

(22)

Jadi penelitian sastra di sini, khususnya terhadap cerita Asal Pulau Simamora di Tipang dilakukan guna mendapatkan gambaran kehidupan masyarakat pemilik cerita tersebut baik pada zamannya maupun saat ini.

2.1.2

Pengertian Sosiologi

Kata sosiologi adalah istilah yang mempunyai hubungan dengan masyarakat. Sosiologi pada dasarnya mempelajari kesatuan hidup manusia yang terbentuk hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok lain.

Sorokim ( 1928 : 760-761) mengatakan :“Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial ( misalnya antara gejala ekonomi dan agama, keluarga dengan moral hukum dan dengan ekonomi, gerak masyakat dengan ekonomi, gerak masyarakat dngan politik dan lain sebagainya ). Ciri-ciri umum dari pada semua jenis gejala-gejala sosial”.

Soemarjan dan Soemardi ( 1964 :11) mengatakan :“Sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial, keseluruhan jalinan antara unsur-unsur yang pokok yaitu kaidah atau norma-norma sosial. Proses sosial pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya”.

(23)

a. Sosiologi bersifat empiris, berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi kenyataan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.

b. Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun dari hasil-hasil observasi.

c. Sosiologi bersifat kumulatif, yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti membaik, memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama.

d. Sosiologi bersifat nonetis, yakni yang dipersoalkan bukanlah baik buruknya fakta tertentu, akan tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis”.

Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya yang secara umum disebut masyarakat.

Sosiologi di sisi lain sebagai ilmu berbicara tentang aspek-aspek kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk membicarakan sebuah karya sastra. Nilai-nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Ilmu sosiologi digunakan untuk masyarakat itu sendiri dan diciptakan oleh masyarakat demi terjalinnya hubungan yang harmonis antara satu anggota masyarakat dengan yang lainnya.

(24)

Kewajiban mereka yang sebenarnya adalah bersekolah, tetapi kemungkinan untuk hal itu sangat kecil, sehingga hari-hari mereka dihabiskan dengan bekerja di sawah. Kita tidak bisa menyalahkan siapapun dalam hal ini. Orang tua ataupun anak-anaknya, hanya menjalani kehidupan sesuai dengan situasi yang berlaku.

Misalnya dulu sekolah sudah ada, tentu orang tua mereka akan menyuruhnya pergi ke sekolah bukan pergi ke sawah. Jadi anak-anak itu pergi ke sawah karena keadaan yang berlaku saat itu. Mereka berkewajiban untuk berkerja di sawah untuk membantu orang tua mereka demi kebutuhan mereka sehari-hari.

Bila kita tinjau dari segi unsur pokok yaitu kaidah atau norma-norma sosial sesuai dengan teori di atas, berarti norma-norma sosial juga dapat memberi arti dalam penentuan nilai-nilai sosiologis. Misalnya pada masyarakat Batak Toba, banyak norma-norma yang dijaga keberadaannya. Norma yang sudah turun-temurun itu dijaga karena dianggap suci dan akan mendatangkan akibat ataupun bahaya bila dilanggar.

2.1.3

Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak dengan orientasi kepada pengarang.

Semi (1984 : 52) mengatakan :

(25)

Ratna (2003 : 25) mengatakan : “Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra dan keterlibatan struktur sosialnya”. Wellek dan Warren dalam (Semi, 1989 :178) mengatakan :”Bahwa sosiologi sastra yakni mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok, alat tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan.

Abrams (1981 :178) mengatakan : “Sosiologi sastra dikenakan pada tulisan-tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang utamanya ditujukan pada cara-cara seseorang pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat, keadaan-keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan jenis pembaca yang dituju”.

2.1.4

Hubungan Sastra dengan Sosiologi

Sebagaimana yang telah diuraikan terdahulu bahwa karya sastra berisikan tentang persoalan-persoalan manusia. Dalam pengunggkapan persoalan manusia itu seorang pengarang secara langsung atau secara tidak langsung telah menuangkan persoalan sosial ke dalam karyanya. Hal ini dimungkinkan karena pengarang biasanya cenderung dipengaruhi oleh apa yang dirasakan, dilihat dan dialami dalam kehidupan sehari-hari.

(26)

adat-istiadanya dan lain-lain.selanjutnya sosiologi sebagai ilmu yang akan mencoba mengungkapkan kembali problema sosial tersebut.

Soemarjdo (1975 : 15) mengatakan : “pengarang adalah anggota salah satu masyarakat. Ia hidup dan berelasi orang-orang lain di sekitarnya. Maka tak mengherankan kalau terjadi interaksi dan interrelasi antara pengarang dan masyarakatnya. Selalu dapat ditarik relasi antara karya sastra dengan masyarakat di mana pengarang itu hidup”.

Hal ini membuktikan bahwa kehadiran sastra mempunyai peranan penting dalam membentuk struktur masyarakatnya. Pengarang dan karyanya merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka membicarakan sebuah karya sastra. Di satu sisi, pngarang adalah anggota dari kelompok masyarakat yang hidup di tengah-tengah kelompok masyarakat tersebut. Wellek dan Warren dalam ( Semi, 1989 : 533) mengatakan : “ sosiologi sastra yakni mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok, alas tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan”.

(27)

permasalahan itu merupakan hadiah seorang pengarang yang dapat memperluas wawasan pemikiran anggota masyarakat. Dengan menggambarkan fenomena dari hasil pengamatan pengarang, masyarakat pembacanya memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya. Pengarang sendiri mendapat sumber inspirasi dari corak ragam tingkah laku manusia maupun masyarakatnya.

Kesemuanya itu terangkum dalam aspek yang membangun sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang membangun keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut perwatakan tokoh-tokohnya. Ciri-ciri perwatakan seorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang dan lingkungan di mana ia hidup. Demikian juga menyangkut tipe orang atau tokohnya. Biasanya dalam setiap cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal inilah pengetahuan sosiologi berperan mengungkapkan isi sebuah karya sastra.

2.1.5

Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra

(28)

sastra ialah analisis karya sastra itu sendiri dari sgi isinya, dan sepanjang mungkin melihat kaitannya dengan kenyataan-kenyataan dari luar karya sastra itu sendiri.

Dengan demikian akan jelas nanti, apabila karya sastra tersebut sepenuhnya atau sebagian, sama sekali tidak berdasarkan kenyataan-kenyataan sebenarnya atau sebaliknnya. Untuk hubungan ini, Ali ( 1967 :116) mengatakan :” Analisis dari aspek ekstrinsiknya ini jangan sampai keluar dari batas-batas sesuai kepentingan analisis, sebagaimana misalnya terjadi dalam teoritis sastra”.

Sastra yang baik harus mempunyai objek yang luas mengenai kehidupan manusia yang disampaikan melalui bahasa. Peningkatan sastra itu merupakan tafsiran terhadap kehidupan masyarakat yang melalui bahasa. Peningkatan sastra itu juga merupakan tafsiran terhadap kehidupan masyarakat yang melalui bahasa. Dengan demikian, bahan hakiki dari sastra adalah suatu kehidupan masyarakat, termasuk interaksi sosial.

Soemarjdo (1980 : 34) mengatakan :

“Seorang pengarang menulis karyanya karena ia mengemukakan obsesinya terhadap lingkungan hidupnya, ada uneg-uneg yang mengganggu jiwanya dan itu harus dikatakannya. Karena ketrampilannya menulis, maka cara yang paling baik untuk mengeluarkan cara tandas kegundahan jiwanya adalah karya tulis. Ini biasanya merupakan essei, puisi, drama atau novel. Kalau demikian sudah barang tentu pengarang sangat membutuhkan obsesinya”.

Wellek dan Warren (Semi, 1985 :58-59) mengatakan :

“Pendekatan sosiologis atau pendekatan ekstrinsik biasanya mempermasalahkan sesuatu diseputar sastra dan masyarakat bersifat sempit dan eksternal. Yang dipersoalkan biasanya mengenai hubungan sastra dan situasi sosial tertentu, sistem ekonomi, sosial, adat istiadat, dan politik”.

(29)

kemasyarakatan yang ada pada waktu itu, tetapi setidak-tidaknya jita dapat mengenal tema mana yang kira-kira dominan pada waktu itu.

Suatu hal yang perlu dipahami dalam melakukan pendekatan sosiologi ini adalah bahwa walaupun seorang pengarang melukiskan kondisi sosial yang berada di lingkungannya, namun ia belum tentu menyuarakan keamanan masyarakatnya. Dari arti ia tidaklah mewakili atau menyalurkan keinginan-keinginan kelompok masyarakat tertentu, yang pasti pengarang menyalurkan atau mwakili hati nuraninya sendiri, dan bila ia kebetulan mengucapkan sesuatu yang bergejolak dimasyarakat, hal ini merupakan suatu kebetulan ketajaman batinnya dapat menangkap isyarat-isyarat tersebut.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pendekatan sosiologis mempunyai segi yang bermanfaatdan berdaya guna yang tinggi bila para kritikus tidak melupakan atau memperhatikan segi-segi intrinsik yang membangun karya sastra, disamping memperhatikan faktor-faktor sosiologis serta menyadari bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreatifitas dengan memanfaatkan faktor imajinasi.

2.2

Teori yang Digunakan

Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

(30)

Untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam skripsi ini, penulis menggunakan teoeri sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren dalam (Semi, 1989 :53) mengatakan:

“Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok, atas tetang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang heendak disampaikan”.

Semi (1985:46) mengatakan :

“Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat melalui sastra pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehihidupan masyarakat yang mereka ketahui dengan sejelas-jelasnya. Bertolak dari pandangan itu, telaah atau kritik sastra yang dilakukan berfokus atau lebih banyak memperhatikan segi-segi sosial kemasyarakatan yang terdapat dalam suatu karya sastra serta mempersoalkan segi-segi yang menunjang pembinaan dan perkembangan tata kehidupan”.

Pendekatan tersebut landasannya adalah gagasan bahwa sastra merupakan cermin zamannya, dan juga merupakan cermin langsung dari berbagai struktur sosial. Darmono (1984 : 9) mengatakan :” bahwa sastra merupakan cermin zamannya “. Pandangan ini beranggapan bahwa sastra merupakan cermin langsung dari berbagai struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas dan lain-lain. Swingewoot (1977) dalam Junus (1980 : 2) membagi sosiologi sastra dalam dua bagian yaitu :

1. Sociologi of literature, yaitu karya sastra yang dimulai dengan lingkungan sosial untuk masuk ke dalam karya sastra yang dilihat ialah faktor sosial menghasilkan massa yang bersosial.

2. Literature sociologi, yaitu menghubungkan struktur karya sastra dan struktur masyarakat.

(31)

“Dengan kata lain, pedekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun suatu karya. Sastra yaitu tema, alur, latar, penokohan, dan gaya bahasa perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinankuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu”.

Selanjutnya Daryanto (1997 : 594) mngatakan :”tema adalah isi cerita ;dasar isi cerita; amanat cerita”. Poerdarminta (1986 :1040) mengatakan :”tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang hendak dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengarang sajak dan sebagainya). Kemudian Fananie (2000 : 84) mengatakan :”tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi karya sastra”.

Semi (1984:45) mengatakan :”alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai buah interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Daryanto (1997 :35) mengatakan :”latar atau plot adalah jalan (aturan, adat)- keluk memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam karya fiksi”.

Maka dapat disebut alur atau plot dan struktur deretan kejadian-kejadian yang dialami oleh pelaku cerita yang pada umumnya dibedakan atas tiga bagian utama yaitu : bagian perkenalan, pertikaian dan diakhiri dengan penyelesaian. Hubungan peristiwa yang satu dengan yang lainnya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan hubungan kasual ( sebab akibat). Keberadaan alur dalam sebuah cerita sangatlah penting, sehingga Lubis (1981 : 17) mencoba mengklasifikasikan alur tersebut menjadi,

“1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

2. Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak) 3. Ricing Action (keadaan mulai memuncak)

4. klimaks (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya)

(32)

Latar atau setting adalah tempat-tempat kejadian suatu peristiwa atau kejadian di dalam penceritaan karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat namun waktu, musim peristiwa penting dan bersejarah, masa kepemimpinan seseorang di masa yang lalu dan lain-lain yang menjadi petunjuk bagi pembaca untuk lebih memahami waktu dan tempat kejadian itu berlangsung juga digolongkan latar. Daryanto (1997 :393) mengatakan :” latar adalah halaman rumah (bagian depan), permukaan dasar warna dan sebagainya; keterangan mengenai ruang waktu dan suasananya saat berlangsungnya peristiwa (dalam karya sastra)”.

Tempat di sini bisa kita artikan lokasi atau daerah terjadinya cerita itu seperti desa, kota, gunung, hutan dan sebagainya. Waktu (masa) di sini menggambarkan kapan kejadian itu berlangsung seperti tanggal, bulan, tahun, pada perang, musim tanam, musim panen dan sebagainya.

Selanjutnya kita dapat menyebut bahwa latar atau setting merupakan lukisan mengenai tempat dan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Latar mencakup ruang dan waktu yaitu di mana dan kapan kejadian tersebut.

(33)

dan sosiologis”. Daryanto (1907:632) mengatakan : “waktak adalah sifat batin manusia yang mempngaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat. Sedangkan perwatakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan watak”.

Setiap cerita mempunyai tokoh di mana tokoh ini dianggap sebagai pembentuk peristiwa alur dalam alur cerita. Oleh karena itu, stiap tokoh mempunyai watak tersendiri yang dapat dianalisis dan diramalkan secara analisis yaitu dapat diterangkan secara langsung watak tokohnya, sedangkan secara dramatik yaitu dapat diterangkan secara tidak langsung tetapi mungkin melalui tindakannya dan lain-lain.

Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalisis tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri ssorang tokoh yang ada dalam karyanya.

Nilai-nilai sosial dalam sebuah karya sastra adalah iri hati, kejujuran, kesabaran, permusuhan, keadilan, dan lain-lain. Daryanto (1997 : 288) mengatakan :”iri hati adalah rasa tidak senang jika melihat orang lain mendapatkan kebahagiaan, rasa ingin seperti orang yang mendapatkan kesenangan”. Kejujuran merupakan salah satu sifat terpuji. Setiap manusia mempunyai sifat kejujuran akan tetapi kadang-kadang unuk jujur saja manusia sangat susah dan sifat kejujuran itu sangat sering disalah gunakan oleh manusia itu sendiri. Seseorang yang mampu mengatakan hal yang sebenarnya terjadi itulah yang dinamakan dengan jujur.

(34)

bagi setiap orang berbeda-beda. Sifat sabar merupakan salah satu sifat yang terpuji yang dimiliki manusia. Seseorang yang tahan menghadapi segala persoalan ataupun penderitaan yang menimpa dirinya maka dapat dikatakan bahwa dia mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi.

Daryanto (1997 : 516) mengatakan : “sabar adalah pemaaf ; tidak suka marah/ tidak mudah marah- sikap – tidak akan menimbulkan pertengkaran”.

(35)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1

Alur atau Setting

Alur atau setting adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari keseluruhan cerita.

Alur atau plot dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang diuraikan sebagai berikut :

a. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu kejadian), dapat kita baca pada alinea (1), (10), dan (12) dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut :“Ia Ompunta Siraja Sumba, gelarna Sumba Paduahon, ibana ma na marhuta parjolo na maringanan di Tipang dung mangalap

boru ni Omputta Siraja Lontung sian huta Sabulan. Anak ni Ompunta Sumba na

paduahon tubu ni Omputta Boru Siraja Lontung ima Simamora dohot Sihombing

na torus mangigani tano Tipang dohot mampartahantonsa sian na jolo sahat tu

saonari…..”

(36)

Sihombing. Yang terus bertempat tinggal di tanah Tipang dan mempertahankannya dari dahulu sampai sekarang…….”

b. Generating Cirtumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak), dapat kita baca pada alinea (2), (3), (13), (14), dan (15) dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut :

“Ia Omputta Sorba Ni Banua martunggane dua do ibana ( marimbang), tunggane boru na parjolo ima boru pasaribu jala na paduahon ima boru basopaet. Tubu ni

boru pasaribu ima buha bajuna ima Simagot ni Pohan, paduahon Sipaet Tua,

patoluhon ima Silahi Sabungan, paopathon ima Siraja Oloan, jala na palimahon

ima Sihuta Lima. Tubu ni tunggane boruna boru Basopaet ima : buha bajuna

margoar Sumba, na paduahon Hasibuan, jala na patoluhon margoar Nai Pospos.

Omputta na paduahon on ma na jot-jot didok halak “ualu sada ama tolu sada ina”.

(37)

Pospos. Ompunta yang kedua ini sering dijuluki orang “delapan satu ayah tiga satu ibu”.

c. Rising Action (kejadian mulai memuncak), dapat kita liha pada alinea (4), (5), (6), (16), (17), (18), (19) dan (20) dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut :

“Dibuat ma sahalak tubu ni boru Pasaribu manambai tubu ni imbangna Boru

Basopaaet asa boi opat mangalo opat. Dimulai na denggan do berengon latihan

nasida i. ganti ni hujur tolong do dibahen jala podang na lampak ni alo-alo do

dibahen. Sai di paberng-bereng Boru Pasaribu do nasida molo latihan, alai songon

mangiburu ma boru Pasaribu mamereng tubu ni imbangna i ai asing andul

lumingkat jala ummalo manjaga dirina dohot lao manampulhon hujurna

maradophonmusu berengon. Alai di husiphon tubu na lima i laos ninna ma :

songon on ma bahen hamu, molo latihan hamu sogot hujur dohot podang situtuma

pangke hamu. Lompashon hamu ma hujur muna i tu nasida jala tampulhon hamu

ma podang muna i asa mate halak i na tolu ninna”

(38)

Basopaet karena putra Boru Basopaet berbeda cara berlarinya dan lebih pintar menjaga diri dan menancapkankan pedangnya atau melemparkan galahnya terhadap lawannya. Tetapi dibisikkan putra Boru pasaribulah kepada anaknya yang lima itu dan berkata: “Seperti inilah kalian buat, kalau besok latihan galah dan pedang sungguhanlah kailan gunakan. Tancapkanlah galah tersebut kepada mereka dan tebaskanlah pedang itu kepada mereka bertiga supaya mereka mati, katanya…...”

d. Klimaks (peristiwa-peristiwa mencapai puncak), dapat kita baca pada alinea (7), (8), (19), (20), (21), (22), (23), (24), (25), (26), (27) dan (28) dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang. Seperti yang terlihat pada kutipan berikut :

“Di na latihan parpudi nasida marsongot na i Si Raja Oloan ma sian nasida sian tuu ni boru Pasaribu lao manambai tubu ni boru Basopaet si tolu halak i asa pas

opat mangalo opat. Alai tubu ma dio roha na so pasautonna sangkap ni inana i. di

na latihan i nasida jonjong ma ibana songon panonton nang pe naung ditiop ibana

hujur dohot podangna. Di mulai nasida ma antong na latihan on dilompashon

Simangot Ni Pohan ma antong hujurna tu anggina na tolu i alai pintor sigop do

ditangkup anggina i hujur na dilompashon ni hahana i, laos songon i muse ma nang

hujur ni lompashon ni Si Paettua nang Silahi Sabungan tong do pintor di tangkup

angka anggina hujur na lompashon na i. jadi ro muse ma Sihuta Lima dilompashon

ma hujur na muse dompak anggina na tolu i, alai anggo on disi ditangkup

(39)

“Keesokan harinya mereka akan melaksanakan latihan yang terakhir Si Raja Oloan dari putra Boru Pasaribu untuk menambah putra dari boru Basopaet yang tiga itu supaya mereka bisa empat lawan empat. Tetapi dalam hati mereka, mereka tidak akan mengabulkan niat jahat ibunya. Pada saat latihan berdirilah dia seperti penonton, walaupun dia sudah menggukan galah dan pedangnya, mereka mulailah latihan tersebut ditancapkan Simangot Ni Pohanlah galahnya kepada ketiga adiknya tetapi langsung cepat ditangkap adiknya galah yang ditancapkan abangya itu. Begitu juga galah yang ditancapkan Sipaet Tua dan Silahi Sabungan juga langsung ditangkap adiknya galah yang ditancapkannya itu kemudian datanglah si Huta Lima mnancapkan galanya kearah ke tiga adiknya itu, tetapi yang terakhir ini ditangkap dan langsung dibalikkan dan ditancapkannya kembali ke Sihuta Lima dan diapun terluka….”

e. Denouement (pengarang memberi pemecahan soal semua peristiwa), dapat kita baca pada alinea (9), (29) dan (30). Dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:“…..on pe ndang Simamora naoto be dohonon, Simamora na bisuk nama, ai nungga sun hita dipaoto-oto.

Mulak ma Simamora dohot simatuana i, mansai las ma nang rohana ai nungga

tung dirimpu simatuana paulahonna na hian angka perak na jinalo na sian helana

i, alai ala alus dohot pandohan ni angka raja-raja na di huta i gabe malua helana i.

dung sahat di jabu di paboa na masa i tu kelurgana, marlas ni roha ma nasida

(40)

hepeng na deba nari lao manambai modal na. mansai las muse ma antong roha ni

Simamora manjalo hepeng i jala dipasu-pasu simatuana on ma ibana ibana laos

borhat tu hutana ima tano Tipang”

“Sekarangpun Simamora ini, kami pikir orang yang bodoh padahal orang yang sangat bijaksana sekarang bukan lagi Simamora yang bodoh gelarnya, Simamora yang bijaksanalah sekarang karena kita sudah kita dibodoh-bodohi. Akan tetapi sekarang dan keputusan para raja-raja yang ada dikampung itu membuat menantunya bebas. Setelah sampai di rumah diberitahukanlah apa yang sudah terjadi kepada keluarganya, merekapun bersuka cita karena mereka sangat senang melihat menantunya Simamora. Maka mertuanya memberikan uang sebagian lagi tambah unag yang sudah diberikan sebelumnya kepada Simamora untuk modalnya. Simamorapun sangat senang menerima uang itu dan mertuanyapun memberkati Simamora setelah itu diapun berangkat ke kampung halamannya yaitu tanah Tipang”.

(41)

3.2

Perwatakan atau Penokohan

Terbentuknya sebuah cerita adalah karena ada tokoh-tokoh dalam cerita. Tokoh dalam sebuah cerita sangat memegang peranan penting. Tokoh adalah salah satu unsur penggerak cerita yang memiliki watak yang berkembang sesuai dengan tingkat kedewasaan manusia. Jalan cerita dapat diikuti melalui tindak tanduk tokoh cerita.

Membicarakan tokoh berarti secara tidak langsung kita juga sudah membicarakan perwatakan. Perwatakan merupakan ciri keseluruhan yang dimiliki para tokoh. Berikut ini akan diperlihatkan watak dari pada tokoh-tokoh yang ada dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang.

a. Simamora

Setelah kita membaca cerita Asal Pulau Simamora di Tipang ini. Maka secara pisik tokoh ini adalah seorang laki-laki. Dia mempunyai kepribadian yang patut dicontoh. Kita juga dapat melihat bahwa tokoh ini mempunyai sifat sabar,patuh, tepat janji, jujur, bijaksana, baik, bertanggung jawab dan memiliki hati yang polos. Disamping itu, dia juga orang yang taat kepada peraturan yang berlaku. Hal ini dapat kita lihat dalam cerita yang disajikan, seperti kutipan berikut:

“….Dibahen Simamora ma benteng pertahanan di Pulo Simamora dohot manjaga

pintu masuk sian huta Batu Gajah ima huta Simamora di Tipang molo ro musuh sian

(42)

“Dibangun Simamoralah benteng pertahanannya di Pulau Simamora dan menjaga pintu masuk dari kampung Batu Gajah yaitu kampung Simamora di Tipang apabila musuh datang dari Bakara.….”(alinea 2)

“...Sai marpingkir ma Simamora on ahama tiga-tigangku di masa onan na boi annon

hatop mulak pangkalna bahenon ni panuhor. Dapot ma masa onan mansai las ma

rohana ai nungga di boto be na hatop boi mulak pangkalna….”(alinea 14)

“…..Dibangun Simamoralah benteng pertahanannya di Pulau Simamora dan menjaga pintu masuk dari kampung Batu Gajah yaitu kampung Simamora di Tipang apabila musuh datang dari Bakara…..”(alinea 14)

“…ai hamu do amang mandok pangkal na ma asal mulak, ninna hamu jadi pangkalna

ma huboan, anggo hepngna tinggal dope dihalak i….”(alinea 15)

“…….“kan bapak yang bilang sama saya pangkalnya saja asal pulang jadi pangkalnyalah yang saya bawa”. Kalau uangnya masih tiggal sama mereka…..” (alinea 15)

“….tutu do i raja nami na martiga-tiga do ahu tu huta ni halak on, na parjolo huboan

ma jagung, disungkun nasida sadia arga ni jagung on, hudok mangalusi anggo argana

(43)

“….Betulnya itu Raja kami bahwa aku berjualan ke kampung mereka, yang pertama saya membawa jagung, lalu mereka menyayakan berapa harganya, saya bilang pangkalnya saja asal pulang pak…”(alinea 26)

“…..Anggo mandok mas nahuboan i raja nami tongka raja nami ndang adong hudok i

dion do nasida, ndang adong hudok songon i “ninna Simamora mangalusi….” (alinea

28”

“…..Kalau masalah emas yang kubawa itu raja kami sumpah raja kami saya tidak membilang seperti itu. Ininya mereka, saya tidak mengatakan seperti itu, kata Simamora…….”(alinea 28)

b. Boru Pasaribu

Dari rangkaian cerita Asal Pulau Simamora di Tipang ini, dapat disimpulkan bahwa Boru Pasaribu adalah seorang tokoh yang mempunyai sifat iri hati, cemburu, dan jahat. Karena dia selalu iri melihat putra Boru Basopat dan dia selalu mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri. Hal ini dapat kita lihat dalam cerita yang disajikan,seprti kutipan berikut :

“….Sai manginoni ma roha ni boru Pasaribu mangida boru Basopaet ima mulai sian

hatutubuna sahat rodi na balga nasida ai tung asing do jala dorgis sian gelleng na lima

(44)

“….Merasa irilah Boru Pasaribu melihat putra Si Boru Basopaet yaitu mulai dari sejak lahir sampai mereka dewasa karena sangat berbeda dan lebih sehat dari kelima putranya…..”(alinea 3)

“…..alai songon mangiburu ma boru Pasaribu mamereng tubu ni imbangna i ai asing

andul lumingkat jala ummalo manjaga dirina dohot lao manampulhon hujurna

maradophonmusu berengon…..” (alinea 5)

“….. Boru Pasaribu menjadi cemburu melihat putra Boru Basopaet karena berbeda cara berlarinya dan lebih menjaga diri dan menhntakkan pedangnya atau melmparkan galahnya terhadap lawannya….” (alinea 5)

“…..songon on ma bahen hamu, molo latihan hamu sogot hujur dohot podang situtuma

pangke hamu. Lompashon hamu ma hujur muna i tu nasida jala tampulhon hamu ma

podang muna i asa mate halak i na tolu ninna…..” ( alinea 5)

“…..Seperti inilah kalian buat, kalu besok latihan galah dan pedang sungguhanlah

kailan gunakan. Tancapkanlah galah tersebut kepada mereka dan tebaskanlah pedang

itu kepada mereka bertiga supaya mereka mati, kata Boru Pasaribu….” (alinea 5)

c. Lubis (mertua Simamora)

(45)

Sifat tokoh ini pantas diteladani oleh masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dalam cerita yang disajikan di atas, seperti kutipan berikut:

“….Tung bangkol do simatuana marsuru helana Simamora on mangula gabe dijujui

ma helana on martiga-tiga. Songon on mai hela Simamora, ai hubreng ndang adong

bakatmu mangula ba martiga-tiga ma hamu ninna….” (alinea 13)

“….Mertuanya itu sangat segan menyuruh menantunya Simamora mencangkol ke ladang makanya dia menyuruh menantunya tersebut supaya berjualan. Kalau boleh beginilah hela Simamora sepertinya saya lihat tidak ada bakatmu untuk berladangakan lebih baik kalau kamu berdagang saja, katanya…..” (alinea 13)

“…..alai ala holong ni rohana di helana on laos didok ma songon on : songon on ma hela

tutu do adong mas palangkita, alai holan on na ma artanta molo tung dia I annon ndang

adong be artanta……” (alinea 19)

(46)

d. Si Raja Oloan

Dalam cerita ini, perwatakan Si Raja Oloan adalah orang yang baik, adil dan tidak mau membeda-bedakan orang lain serta pembawa damai bagi abang dan adik-adiknya. Hal ini dapat kita lihat dalam cerita yang disajikan di atas, seperti kutipan berikut:

“…..Laos didok Si Raja Oloan ma :hamu angka dahahang dohot angka anggiku, tolu

hamu dahahang jala tolu hamu anggiku, ahu nama songon anak pangallung di hamu,

ahu nama di tonga-tonga ai nungga mate Sihuta Lima. Alani si dohononku sian on tu

joloan on di hita na pitu tung so jadi be hita marsalisi…….” (alinea 9)

“….lalu Si Raja Oloan berkata, tigalah kalian abangku dan tigalah kalian adikku, akulah sekarang anak paling tengah diantara kalian akulah ditengah-tengah karena Sihuta Lima telah meninggal. Oleh karena itu yang ingin kusampaikan kepada kalian mulai hari ini sampai kedepannya kepada kita bertujuh supaya tidak akan bertengkar lagi….” (alinea 9).

“…..mulai sian i di goari hahana anggina ma Si Raja Oloan anak paiopat gabe si

parhata oloan…..”(alinea 9)

(47)

e. Pembeli

Dalam cerita ini, perwatakan tokoh pembeli adalah orang yang bodoh, pemarah, dan hanya mementingkan kepentingan sendiri, keuntungan sendiri tampa memikirkan orang yang dirugikannya. Hal ini dapat kita lihat dalam cerita yang disajikan di atas, seperti kutipan berikut :

“…..Jala dung sidung dipipil be na ibana ba di paulak ma pangkalnatu ibana jala

huhut ma didok : nion ma lae tuhor ni jagungmu mulak ma pangkal mu ninna. Laos lao

be ma panuhor i martata suping ala las rohana di balga ni angka pangomoanna….”

(alinea 15)

“…..setelah mereka selesai melepas biji jagung masing-masing maka mereka mengembalikan pangkal jagung tersebut dan berkata : inilah lae hasil jual jagungmu, katanya. Dan para pembeli itupun pulang ke rumah masing-masing dengan senang hatikarna mereka merasa bahwa berapa besar keuntungan yang mereka dapatkan….”(alinea 15)

“…..pintor marsisarat di ibana be antong nasida sude jala pintor dilului ma angka

losungasa pintor boi diduda disi. Jadi dung sidung diduda angka eme na nijalo na i

pintor dipaulak ma sobuanna tu Simamora, jala sude mandok mauiliate jala didok

muse : oo… lae Simamora baro ma hamu muse masa onan, asa pintor di tuhori hami

(48)

“….maka mereka menarik secara berebutan untuk mereka sendiri dan mereka langsung mencari lesung supaya mereka bisa menumbuk padi tersebut di situ. Jadi setelah selesai mereka menumbuk padi yang dimintaknya itu, mereka langsung memulangkan dedak dan kulit padinya itu kepada Simamora, dan meereka semua mengucapkan terima kasih dan berkata lagi : o…. lae Simamora datanglah kamu kembali kalau pkan buka minggu depan supaya kami membeli barang dagangan yang kamu jual, katanya….” (alinea 16)

“……tole ma ta papungu angka perak na di luat ta on ganti ni palangki batuna i, ai

didok pe palangki batu i, mas doi sasintongna” ninna nasida be……”(alinea 21)

“…….kita kumpulkan saja semua perak yang ada di kampung kita ini ganti batu yang dicampur dengan serbuk emasnya itu, karena sebenarnya itu semua emas,” kata mereka semua…..” (alinea 21)

“……patudu hamu ma ibana tu hami asa hupamate hami……”(alinea 25)

“……tunjukkan kalianlah dulu dia sama kami supaya kami matikan……” (alinea 25)

“……Disi dibereng nasida naung ro Simamora i pintor naeng di soro do ibana……” (alinea 26)

“……setelah mereka melihat bahwa Simamora sudah datang merekapun ingin menyerang Simamora……” (alinea 26)

(49)

banyak berperan dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang ini. Tokoh-tokoh tersebut adalah: Boru Basopaet, Sihombing, Tuan Sorba Ni Banua, Purba, Manalu, Debata Raja, Nababan, Hutasoit, Lumban Toruan, Sipaet Tua, Silahi Sabungan, Si Huta Lima, Hasibuan, Naipospos, Maha, Sambo, Pardosi, Manullang. Sedangkan tokoh Marbun dan Sinambela yakni sebagai penatua adat, hanya diungkapkan pada saat pertikaian antara Simamora dengan para pembeli. Tokoh ini adalah seorang tokoh penatua adat sekaligus seorang raja yang adil dan bijaksana.

3.3

Latar atau Setting

Latar atau setting adalah tempat-tempat terjadinya suatu peristiwa atau kejadian di dalam suatu penceritaan karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat, namun waktu, musi peristiwa penting dan bersejarah, masa kepemimpinan seseorang di masa yang lalu dan lain-lain yang menjadi petunjuk bagi pembaca untuk lebih memahami waktu dan tempat kejadian itu berlangsung juga digolongkan latar.

Dengan mengetahui atau memahami latar dalam suatu cerita akan memudahkan pembaca untuk memahami apa yang dibacanya.

(50)

Dolok Julu. Sedangkan latar waktu adalah dahulu kala, sampai hari ini, keesokan harinya, hari pekan.

3.4

Tema

Tema adalah pokok pikiran, amanat yang ingin disampaikan oleh para pengarang, isi cerita dan merupakan suatu gagasan pokok yang hendak diperjuangkan dalam suatu karya sastra.

Sebuah karya sastra baik yang tertulis maupun secara lisan pasti mengandung tema karena sebuah karya sastra pasti mempunyai pokok pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak disampaikan kepada pembacanya atau pendengarnya.

(51)

3.5

Nilai-nilai Sosiologi Pada Cerita Asal Pulau Simamora di Tipang

3.5.1 Iri hati

Iri hati merupakan salah satu sifat yang tidak baik, tidak senang melihat kebahagiaan orang lain ataupun kelebihan orang lain. Orang yang mempunyai sifat seperti ini biasanya kurang mengenal belas kasihan, tidak mempunyai perasaan, bahkan tidak mau membantu orang lain. Sifat seperti ini juga ditemukan pada tokoh yang ditampilkan pengarang dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang, ini terlihat dalam kutipan berikut : “…….sai manginoni ma roha ni boru Pasaribu mangida boru Basopaet ima mulai sian

hatutubuna sahat rodi na balga nasida ai tung asing do jala dorgis sian gelleng na lima

i…..”(alinea 3)

“…….merasa irilah Boru Pasaribu melihat putra Si Boru Basopaet yaitu mulai dari sejak lahir sampai mereka dewasa karena sangat berbeda dan lebih sehat dari kelima putranya…….”(alinea 3)

“….…alai songon mangiburu ma boru Pasaribu mamereng tubu ni imbangna i ai asing

andul lumingkat jala ummalo manjaga dirina dohot lao manampulhon hujurna

maradophon musu na…...”(alinea 5)

(52)

Tokoh Boru Pasaribu dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang ini memiliki sifat iri hati dan tidak mempunyai perasaan.dia selalu berniat untuk mencelakai putra Boru Basopet padahal putra Boru Basopat putranya juga karena Boru Pasaribu dan Boru Basopaet mempunyai satu suami yang sama yaitu Tuan Sorba Ni Banua.

3.5.2 Kejujuran

Kejujuran merupakan salah satu sifat terpuji. Setiap manusia mempunyai sifat kejujuran akan tetapi kadang-kadang unuk jujur saja manusia sangat susah dan sifat kejujuran itu sangat sering disalah gunakan oleh manusia itu sendiri. Seseorang yang mampu mengatakan hal yang sebenarnya terjadi itulah yang dinamakan dengan jujur.

Dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang ini, tokoh yang mempunyai sifat kejujuran adalah tokoh Simamora dan mertuanya marga Lubis. Simamora selalu jujur dan tidak mau berbohong kepada siapapun, dia slalu mengatakan peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi.

Dalam cerita ini juga mertua Simamora yaitu marga Lubis juga memiliki sifat yang jujur karena dia selalu jujur kepada menantunya Simamora. Hal ini dapat kita lihat dalam kutipan cerita berikut :

“……songon on ma hela tutu do adong mas palangkita, alai holan on na ma artanta molo

tung dia I annon ndang adong be artanta, ninna ma mangalusi helana……”(alinea 19)

(53)

“…….ro ma Simamora mangalusi.” palangki batu doi amang, molo argana do disungkun

hamu ndang apala huboto mandok……”(alinea 21)

“…….lalu Simamora menjawab “ Batu serbuk campur emas ini? Pak, kalau soal harga kalian tanya saya tidak tahu membilangkannya…….”(alinea 21)

“……tutu do i raja nami na martiga-tiga do ahu tu huta ni halak on, na parjolo huboan ma

jagung, disungkun nasida sadia arga ni jagung on, hudok mangalusi anggo argana amang

ba asalma mulak pangka na…….”(alinea 26)

“…….. lalu Simamora berkata seperti ini : Betulnya itu Raja kami bahwa aku berjualan ke kampung mereka, yang pertama saya membawa jagung, lalu mereka menyayakan berapa harganya, saya bilang pangkalnya saja asal pulang pak……”(alinea 26)

3.5.3 Kesabaran

Kesabaran adalah salah satu sifat manusia. Manusia pada umumnya memiliki rasa sabar, namun ukuran kesabaran tersebut bagi setiap orang berbeda-beda. Sifat sabar merupakan salah satu sifat yang terpuji yang dimiliki manusia. Seseorang yang tahan menghadapi segala persoalan ataupun penderitaan yang menimpa dirinya maka dapat dikatakan bahwa dia mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi.

(54)

“……ba songon ido hape ninna rohangku ba hujalo do i. paduahalihon huboan

eme, disungkun nasida argana hudok tingki i ba dodak dohot sobuanna pe mulak tu

ahu ningku, songon i di bahen nasida ba hujalo do nang i……”(alinea 27)

“……. wah, begitu rupanya ya” dalam benak hatiku, akupun minta pangkal jagung itu. Yang kedua kalinya saya membaawa padi, merekapun menyayakan harganya dan pada waktu itu saya katakan kepada mereka kulit padi sama dedaknya sajalah asal kembali, merekapun membuat seperti itu dan sayapun menerimanya……”(alinea 27)

3.5.4 Permusuhan

Permusuhan sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi permusuhan yang disebabkan oleh masalah yang berbeda-beda, ada permusuhan yang disebabkan karena perebutan kekuasaan, perebutan harta warisan, dan lain sebagainya. Sebenarnya diantara kita tidak ada yang menghendaki terjadinya permusuhan tetapi terkadang hal itu tidak dapat terelakkan. Bila hal itu terjadi kepada kita sebaiknya kita mencari jalan keluarnya bukan makin memperkeruh suasana.

(55)

“……las do roha ni Omputta Doli Tuan Sorba Ni Banua umbege usul ni Omputta

boru ima boru Pasaribu i, alai di tingki nunga adong masa parmusuon luat tu luat

angka panamun nang angka pangarampok pe……..”(alinea 4)

“…….dengan senang hati Ompunta Tuan Sorba Ni Banua mendengar usul dari Ompunta Boru Pasaribu karena pada waktu itu sudah ada permusuhan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain yaitu para pembunuh dan perampok……”(alinea 4)

3.5.5 Keadilan

Di dalam suatu kepemimpinan, apalagi pemimpin sebuah negara, keadilan mutlak ditegakkan oleh pemimpinnya. Tanpa pemimpin yang adil maka tidak akan tercapai ketentraman.

Daryanto (1997 : 18) mengatakan : “adil adalah sikap yang berpihak kepada yang benartidak memihak salah satunya tidak berat sebelah.

(56)

“……Onpe baen ma alusmu songon dia sasintongna jala asa huboto hami songon

natua-tua manimbangi dohot mandabu uhum tu angka parsala, ninna…...”(alinea

26)

(57)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan penulis terhadap cerita Asal Pulau Simamora di Tipang ini, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Cerita Asal Pulau Simamora di Tipang digolongkan ke dalam folklor lisan, yakni penyebarannya dari mulut ke mulut.

2. Tema yang terkandung di dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang ini adalah tema umum yakni kesabaran akan berakhir dengan kebahagiaan.

3. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang ini mencakup prilaku sosial yang dijumpai pada setiap individu seperti, iri hati, jujur, adil, dan sabar.

4. Cerita Asal Pulau Simamora di Tipang ini merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat cerita tersebut pada zamannya. Namun hal itu tidak mustahil lagi terjadi pada zaman modern ini. Untuk itu pengarang menghimbau agar selalu menjaga kejujuran , kesabaran, keadilan dan menjauhkan diri dari permusuhan dan iri hati. 5. Alur atau plot dalam cerita Asal Pulau Simamora di Tipang adalah alur maju

mundur.

(58)

7. Melalui tokoh-tokoh yang ditampilkan, pengarang mengharapkan masyarakat pemilik cerita khususnya agar saling membantu, selalu sabar dalam menghadapi segala tantangan dan mau memaafkan kesalahan orang lain.

4.2

Saran

Banyak orang beranggapan bahwa karya sastra cerita rakyat (mite, legenda dan dongeng) hanyalah hiburan semata. Padahal karya sastra dalam hal ini cerita rakyat bukanlah hanya hiburan semata. Di sana kita bisa melihat nilai-nilai sosiologi yang perlu kita tiru dan kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Untuk itu penulis menyarankan :

1. Kiranya ditingkatkan kembali upaya mengangkat kembali cerita-cerita rakyat yang belum dibukukan.

2. Kiranya dilakukan penganalisaan terhadap cerita yang sudah dibukukan tetapi yang belum pernah dibicarakan.

3. Kiranya para peneliti memberikan perhatiannya terhadap karya sastra khususnya cerita rakyat.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsini.1996. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Bangun, Kabar.dkk.1993. Analisis Sosiologis Terhadap Cerita Si Baun Pejel di Tapanuli Selatan. Medan.

Damono,S.Djoko.1978. Sosiologi Sastra : Sebuah Pengantar Ringkas. Pusat Penelitian Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta

Danandjaya, James. 1986. Folklor Indonesia : Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain. Grafiti Press. Jakarta.

Daryanto,S.S 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Apollo. Surabaya. Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra. Buku Door. Jakarta

Fanani, Z. 2006. Telaah Sastra. Muhammadyah Universitas Press. Surakarta. Faruk, 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Ginting, Herlina.1999. Folklor Batak.USU. Medan

Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra Sebuah Pengantar.PT.Gramedia Pustaka Utama. Pradopo, D.R. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Gama Media. Jakarta.

Ratna, K, Nyoman. 2002. Paradigma Sosiologi Sastra. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

(60)

---2005. Sastra dan Cultural Studies Refrensentasi Fiksi dan Fakta. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Semi, Atar. 1984. Kritik Sastra. Angkasa. Bandung

---1985. Metode Penelitian Sastra. Angkasa Bandung. Siahaan, E.K.dkk. Monografi Kebudayan Tapanuli Utara. Medan. Sibarani, Robert.1994. Metode Penelitian. USU Pers. Medan.

Sibarani, Harapan. 2003. Analisis Struktur dan Tinjauan Sosiologi. Terhadap Cerita Batu Horbo, Parhutaan, dan Batu Ilik yang terdapat di Desa Sitohang Kecamatan

Silaen Kabupaten Toba Samosir. USU.Medan

Sihombing, T.M. 2000. Filsafat Batak. Balai Pustaka. Jakarta. Simamora, F. 1973. Turi-turian Pulo Simamora. Sidikalang.

Simanjuntak, M. 2007. Asal-usul Marga Simanjuntak : Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra. USU. Medan.

Soekanto, Soerjono.1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Parsada. Jakarta. Sorokim, Pitrikim. Ilmu Sosiologi. Balai Ichtiar. Jakarta.

Sukapiring, Peraturen.2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Fakultas Sastra. USU.Medan.

Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. PT. Dunia Pustaka Jaya.

(61)

DAFTAR INFORMAN

(62)

Alamat : Sosor Julu 6. Nama : T. Sihombing Umur : 40 tahun Pekejaan : Kepala Desa Alamat : Tipang 7. Nama : J. Purba Umur : 66 tahun Pekejaan : Petani

Alamat : Tipang Toruan 8. Nama : T. Purba Umur : 67 tahun Pekejaan : Petani

(63)

SINOPSIS CERITA DALAM BAHASA BATAK TOBA

Asal Pulo Simamora di Tipang

Ia Ompunta Siraja Sumba, gelarna Sumba Paduahon, ibana ma na marhuta parjolo na maringanan di Tipang dung mangalap boru ni Omputta Siraja Lontung sian huta Sabulan. Anak ni Ompunta Sumba na paduahon tubu ni Omputta boru Siraja Lontung ima Simamora dohot Sihombing na torus mangigani tano Tipang dohot mampartahantonsa sian na jolo sahat tu saonari. Jala mangihut parbagianan ni parjambaran ima songon angka golat parhaumaan, pargadongan, parhutaan ro di Pulo na dua na adong di Tipang. Ima Pulo Simamora na jonok tu Pulo Batu Gajah huta ni Simamora jala Pulo Sihombing na jonok tu Sirungkungon ima huta ni Sihombing.

Tung sada do roha nasida na marhahamaranggi marsiurup-urupan, marsitumpak-tumpakan di angka ulaon. Alai dung lam tu toropna angka pomparan nasida be gab marsipature hutana ma nasida jala masijaga hutana sian serangan ni angka musuh na ro sian luar.

(64)

angka pargadongan. Di huta Batu Gajah adong do muse partading ni Bntng parhutaan na mangapit dalan tu Tipang na marbondar angka batu na bolonna sahat tolu meter timbo na humaliang huta i. alai anggo saonari ndang be hona inganan be huta i.

Suang songoni ma nang angka parhutaan na adong di tano Tipangrenta jala denggan do I dibagi nasidaasing ni parbagianan ni Si Pitu ompu ima Purba, Manalu, Debata Raja, Silaban, Hutasoit, Nababan, dohot Lumban Turuan.

Adong do huma i marupa jolo, marupa bodil, marupa sihali aek dohot lan angka na asing. Songon i pe dibahen nasida alani poda ni tulang na doi ai nungga hea berena na dua on marsalisi alani horbo, gabe adong berena on parhorbo jolo dohot parhorbo pudi. Umbahen na pulik pe marhuta sian angka hahaanggina anak ni Omputta Tuan Sorba Ni Banua na marhuta ditoru ni dolok Imun songon on ma baritana.

Ia Omputta Sorba Ni Banua martunggane dua do ibana ( marimbang), tunggane boru na parjolo ima boru pasaribu jala na paduahon ima boru basopaet. Tubu ni boru pasaribu ima buha bajuna ima Simagot ni Pohan, paduahon Sipaet Tua, patoluhon ima Silahi Sabungan, paopathon ima Siraja Oloan, jala na palimahon ima Sihuta Lima. Tubu ni tunggane boruna boru Basopaet ima : buha bajuna margoar Sumba, na paduahon Hasibuan, jala na patoluhon margoar Nai Pospos. Omputta na paduahon on ma na jot-jot didok halak “ualu sada ama tolu sada ina”.

(65)

dohot tubu ni imbang na ima boru Basopaet si tolu halak i, didok Omputta boru ma tu Omputta doli Tuan Sorba Ni Banua asa di ajari anakna na ualu i latihan marporang, aik tung tompu ro musu asa diboto manjaga diri dohot manpartahanhon huta manang luat nasida i.

Las do roha ni Omputta Doli Tuan Sorba Ni Banua umbege usul ni Omputta boru ima boru Pasaribu i, alai di tingki nunga adong masa parmusuon luat tu luat angka panamun nang angka pangarampok pe. Diajari Omputta ma antong anakna na ualu i di bahen ma opat mangalo opat.

Dibuat ma sahalak tubu ni boru Pasaribu manambai tubu ni imbangna Boru Basopaaet asa boi opat mangalo opat. Dimulai na denggan do berengon latihan nasida i. ganti ni hujur tolong do dibahen jala podang na lampak ni alo-alo do dibahen. Sai di paberng-bereng boru Pasaribu do nasida molo latihan, alai songon mangiburu ma boru Pasaribu mamereng tubu ni imbangna i ai asing andul lumingkat jala ummalo manjaga dirina dohot lao manampulhon hujurna maradophonmusu berengon. Alai di husiphon tubu na lima i laos ninna ma : songon on ma bahen hamu, molo latihan hamu sogot hujur dohot podang situtuma pangke hamu. Lompashon hamu ma hujur muna i tu nasida jala tampulhon hamu ma podang muna i asa mate halak i na tolu ninna.

(66)

roha nasida sisada mudar do nasidabo pe ina pangintubu di nasida paasing-asing, sada do amana ima Tuan Sorba Ni Banua.

Di na latihan parpudi nasida marsongot na i Si Raja Oloan ma sian nasida sian tuu ni boru Pasaribu lao manambai tubu ni boru Basopaet si tolu halak i asa pas opat mangalo opat. Alai tubu ma dio roha na so pasautonna sangkap ni inana i. di nalatihan i nasida jonjong ma ibana songon panonton nang pe naung ditiop ibana hujur dohot podangna. Di mulai nasida ma antong na latihan on dilompashon Simangot Ni Pohan ma antong hujurna tu anggina na tolu i alai pintor sigop do ditangkup anggina i hujur na dilompashon ni hahana i, laos songon i muse ma nang hujur ni lompashon ni Si Paettua nang Silahi Sabungan tong do pintor di tangkup angka anggina hujur na lompashon na i. jadi ro muse ma Sihuta Lima dilompashon ma hujur na muse dompak anggina na tolu i, alai anggo on disi ditangkup dibalikkon ma laos di lompashon ma muse tu Sihuta Lima laos hona ma ibana.

(67)

Dung dos roha nasida songon i didapothon nasida ma muse hahanai Simogot Ni Pohan, Sipaettua dohot Silahi Sabungan jala didok ma tu nasida na tolu naung mate anggo Sihuta Lima. Laos didok Si Raja Oloan ma :hamu angka dahahang dohot angka anggiku, tolu hamu dahahang jala tolu hamu anggiku, ahu nama songon anak pangallung di hamu, ahu nama di tonga-tonga ai nungga mate Sihuta Lima. Alani si dohononku sian on tu joloan on di hita na pitu tung so jadi be hita marsalisi. Unang pola mabiar hamu angka dahahang naung di lompashon hamu hujurmu tu anggita jala na so lomo do roha ni nasida mambaloshon na binahrn muna i, aut sura dibahen songon na tu Sihuta Lima, da nungga dohot hamu mate?

Ipe salpu ma angka naung salpu na denggan I ma tapareak. Anggo Siraja Oloan ndang pola mabiar ibana maradaphon anggina na tolu on do ibana. Mulak ma nasida sian inganan latihan nai jala dung sahat di huta di paboa nasida namasa i tu natorasna boru Pasaribu.

Alai tagan di tongan dalan dope nasida na pitu nungga martahi nang nasida lao mangaranto mangalului huta nasida be asa jut roha ni boru Pasaribu jala asa unang adong dalan na mambahen tahi na humurang di tonga-tonga nasida. Dung di boto boru Pasaribu naung mat anak hasian na i marangguk bobar ma ibana ala tos ni rohana ai dirimpu hian do anak ni imbang na i na mate hape apala tubuna jala anak hasian nai do na gae mate.

(68)

desa na ualu songon naung ditahi nasida di na mulak sian latihan. Sibagot Ni Pohan lao ma on tu Balige jala marhuta ma ibana disi. Sipaettua marhuta di Laguboti. Silahi Sabungan marhuta ma on di Silalahi Na Bolak. Si Raja Oloan marhuta ma on di Bakara dohot Pangururan. Si Sumban gelar Sumban na paduahon marhuta ma Tipang dohot Bakara. Si Sobu gelar Hasibuan marhuta ma on di Sigaol dohot Silindung. Sipespsa gelar Naipospos marhuta ma on di Bakara dohot Sipoholon. Ia tano Bakara maringanan do dison keturunan ni si tolu ama sahat ro di sadarion.

Tarbagi tolu do tano Bakara : Partopi Tao bagian habinsaran Sian Sigeduk sahat ro di Aek Silang marbalok tano ni Simamora ima tano ni Sinambela Simanullang.

Mulai sian Batu Hotang Sionggang taripar aek Simangira tu pangonjaran sahat tu Aek Silang marbalok tu tano Marbun ima tano ni Simamora. Iatano ni Marbun ima sian Harungguan Lumbanbatu sahat tu topi Tao maralok tu Sim

Referensi

Dokumen terkait