• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Pulau Si Kantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Pulau Si Kantan"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA CERITA RAKYAT PULAU SI KANTAN

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan Oleh

Nama : DEWI KUSUMA NASUTION Nim : 090702001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN

(2)

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA CERITA RAKYAT PULAU SI KANTAN SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan Oleh

Nama : DEWI KUSUMA NASUTION Nim : 090702001

Disetujui Oleh

Pembimbing 1 Pembimbing II

Dra. Rosita Ginting, M. Hum Drs. Ramlan Damanik, M. Hum Nip : 195905201986012002 Nip : 196302021991031004

Diketahui Oleh : Departemen Sastra Daerah

Ketua

(3)

PENGESAHAN Diterima Oleh

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu

syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra di Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari/ Tanggal : ……….

Fakultas Ilmu Budaya USU

Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A

Nip : 195110131976031001

Panitia ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. ………

2. ………

3. ………...

4. ………

(4)

Disetujui Oleh :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

MEDAN

2014

Departemen Sastra Daerah

Ketua

Drs. Warisman Sinaga, M. Hum

(5)

ABSTRAK

Dewi Kusuma. Judul Skripsi : Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Pulau Si Kantan.

Skripsi ini berjudul analisis sosiologi cerita rakyat Pulau Si Kantan. Penelitian ini membahas tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita

Pulau Si Kantan tersebut. Seperti yang diungkapkan Fananie yang mengatakan bahwa : “Strukturalisme tidak hanya hadir melalui kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya, seperti tema, plot, karakter, setting. Untuk mengetahui keseluruhan makna maka unsur-unsur tersebut harus dihubungkan satu sama lain”.

Metode yang digunakan dalam menganalisis adalah metode deskriptif yaitu mendeskripsikan data-data fakta yang terdapat didalam cerita sehingga dapat diketahui unsur-unsur pembentuk ceritanya dan nilai sosiologisnya.

Didalam Cerita Pulau Si Kantan terdapat unsurk-unsur intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Pulau Si Kantan menggambarkan tentang sombong dan Tidak mengenal belas kasih kepada orang tuanya, alur atau plot, latar dan setting, dan perwatakan, perwatakan dalam cerita

Pulau Si Kantan terdiri dari beberapa tokoh yaitu : Kantan, Ibu, Raja dan Putri.

Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa didalam teks cerita lisan Pulau Si Kantan

terdapat nilai-nilai sosiologis yaitu : Nilai moral, didaktis, kemiskinan, adat istiadat, kasih sayang, agama dan kepercayaan, nasehat, bijaksana, sabar dan tabah, dan penulis juga menjelaskan tentang pandangan masyarakat terhadap cerita.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hubungan sastra dengan sosiologi sangat erat, karena sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat. Sosiologi dan sastra mempunyai objek yang sama, yakni sastra dan sosiologi berurusan dengan masyarakat.

Kata Kunci : Analisis Sosiologis Sastra Cerita Rakyat Pulau Si Kantan.

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini berjudul Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Pulau Si Kantan . Dalam

skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu :

Bab I : Pendahuluan, Bab II : Tinjauan Pustaka, Bab III : Metode Penelitian, Bab IV : Pembahasan, Bab V : Kesimpulan dan Saran.

Judul ini dipilih berdasarkan sejarah dan cerita masyarakat Labuhan Bilik yang terdapat di Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara. Terwujud skripsi ini bukanlah semata-mata jerih payah penulis sendiri, tetapi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyadari penulisan skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapka kritik dan saran bersifat membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis.

Medan, 18 Februari 2013 Penulis

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas SumateraUtara

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia dan selalu membimbing sampai selesainya skripsi ini.

3. Ibu Dra. Rosita Ginting, M.Hum, selaku pembimbing I penulis yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga, serta dibawah arahan dan bimbingan dari beliaulah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Ramlan Damanik, M.Hum, selaku pembimbing II yang telah membantu dan membimbing penulis demi menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Dosen / Staf pengajar Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan membimbing penulis demi kelancaran dalam penyelesaian perkuliahan penulis.

6. Yang teristimewa kepada Ayahanda Ismail Nasution dan Ibunda tercinta Maimunah Tanjung, yang telah banyak berkorban baik dalam materi, tenaga dan pikiran. Serta telah banyak melimpahkan kasih sayang dan doa kepada penulis sedari kecil sampai dengan sekarang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

7. Kakanda Hanifah Nasution Am. Keb dan Wirna Hayati Nasution Amd. Kom serta adinda Nur Hafni Nasution, Siti Zubaidah Nasution, Rizki Andreansyah Nasution, dan Rio Anatha Nasution yang telah memberikan motivasi dan dorongan serta bantuan kepada penulis selama menyelesaikan Skripsi ini.

8. Teristimewa buat adinda Zulianti Reza yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi kepada penulis.

(9)

10.Abang-abang, kawan-kawan dan adik-adik, kakanda Dedi Rahmat, Bobi Heryawan Tarigan, Surya Dharma, Mustaqim Tanjung, Rendi novrizal, Ratih, Novi, Ainun, Anggi, Sri Rizqi, Nana, Maya serta kawan-kawan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih kepada kalian semua yang selalu memberikan masukan-masukan serta dorongan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

11.Bapak Kepala Desa dan Masyarakat Desa Labuhan Bilik, Sei Merdeka yang telah memberikan bantuan dalam memberikan izin penelitian dan memberikan informasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, semoga sekripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 18 februari 2014 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..…….……….. i

KATA PENGANTAR ………..……….………... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ………...……….……… iv

DAFTAR ISI ………..…….……….. vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….………….…………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……….………….………… 6

1.3 Tujuan Penelitian ……….……….………. 7

1.4 Manfaat Penelitian ……….……….……... 7

1.5 Lokasi Penelitian ……….……….….……. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra ……….…..…… 13

2.1.1 Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra ………..….….. 16

2.2 Teori yang Digunakan ……….……….…….…….. 18

2.2.1 Teori Struktural ……….….……….……….... 19

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra …………...……….……….…. 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar ………..…..………….. 24

3.2 Lokasi Penelitian ………...……..………. 24

3.3 Sumber Data ……….…….….….…… 25

3.4 Instrumen Penelitian ………...….……… 25

3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data …………...….…….. 25

3.6 Metode Analisis Data ……….……..…,….. 26

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Pulau Si Kantan .……..….………. 27

4.1.1 Tema ………..…..……..…. 27

4.1.2 Alur dan Plot ………..………. 28

(11)

4.1.4 Perwatakan ……….….……….. 39

4.2 Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat Pulau Si Kantan ………….. 45

4.2.1 Nilai Moral ………. 45

4.2.2 Nilai Didaktis…………...……….……... 47

4.2.3 Kemiskinan… ……….………..….…………..…………... 48

4.2.4 Kebudayaan ………... 48

4.2.5 Kasih Sayang ………..………. 50

4.2.6 Agama dan Kepercayaan ………..…... 51

4.2.7 Nasehat ………...…..……… 52

4.2.8 Bijaksana ………..……. 52

4.2.9 Sabar dan Tabah ………...……. 53

4.2.10 Pandangan Masyarakat Terhadap Cerita ………...… 54

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ………..…….. 56

5.2 Saran ………..……… 57

DAFTAR PUSTAKA ………..………….……….... 59

LAMPIRAN Lampiran 1. Cerita Pulau Si Kantan ………..………..….………. 61

Lampiran 2. Daftar Nama Informan ………..……..……….. 69

Lampiran 3. Foto Pulau Si Kantan ………..….……….……… 71

Lampiran 4. Surat Penelitian Dari Fakultas Ilmu Budaya………..……… 72

(12)

ABSTRAK

Dewi Kusuma. Judul Skripsi : Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Pulau Si Kantan.

Skripsi ini berjudul analisis sosiologi cerita rakyat Pulau Si Kantan. Penelitian ini membahas tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita

Pulau Si Kantan tersebut. Seperti yang diungkapkan Fananie yang mengatakan bahwa : “Strukturalisme tidak hanya hadir melalui kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya, seperti tema, plot, karakter, setting. Untuk mengetahui keseluruhan makna maka unsur-unsur tersebut harus dihubungkan satu sama lain”.

Metode yang digunakan dalam menganalisis adalah metode deskriptif yaitu mendeskripsikan data-data fakta yang terdapat didalam cerita sehingga dapat diketahui unsur-unsur pembentuk ceritanya dan nilai sosiologisnya.

Didalam Cerita Pulau Si Kantan terdapat unsurk-unsur intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Pulau Si Kantan menggambarkan tentang sombong dan Tidak mengenal belas kasih kepada orang tuanya, alur atau plot, latar dan setting, dan perwatakan, perwatakan dalam cerita

Pulau Si Kantan terdiri dari beberapa tokoh yaitu : Kantan, Ibu, Raja dan Putri.

Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa didalam teks cerita lisan Pulau Si Kantan

terdapat nilai-nilai sosiologis yaitu : Nilai moral, didaktis, kemiskinan, adat istiadat, kasih sayang, agama dan kepercayaan, nasehat, bijaksana, sabar dan tabah, dan penulis juga menjelaskan tentang pandangan masyarakat terhadap cerita.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hubungan sastra dengan sosiologi sangat erat, karena sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat. Sosiologi dan sastra mempunyai objek yang sama, yakni sastra dan sosiologi berurusan dengan masyarakat.

Kata Kunci : Analisis Sosiologis Sastra Cerita Rakyat Pulau Si Kantan.

(13)
(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan cerminan dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat.

Sebuah karya sastra yang baik memiliki sifat-sifat yang abadi dengan muatan

kebenaran-kebenaran yang hakiki yang selalu ada selama manusia masih ada. Karya sastra dipersiapkan

sebagai ungkapan realitas kehidupan dan konteks penyajian disusun secara tersetruktur, menarik,

serta menggunakan media bahasa berupa teks yang disusun melalui refleksi pengalaman

pengetahuan serta potensi memiliki berbagai macam bentuk representasi kehidupan nyata.

Abrams (dalam Endraswara, 2003: 18-19) mengatakan, karya sastra akan terkait dengan

work (teks), artis (pengarang), dan audiens (penikmat), tentu pemahaman sastra pun akan berkutat di sekitar tiga kutub tersebut.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam etnik, salah satunya ialah etnik

Melayu. Etnik Melayu memiliki karya sastra dan umumnya masih berkisar pada sastra lisan.

Sastra lisan itu sebagian besar tersimpan di dalam ingatan orang tua atau tukang cerita yang saat

ini jumlahnya semakin berkurang, karena perkembangan zaman dan tertutupnya orang tua dan

tukang cerita untuk menceritakan sastra lisan tersebut kepada generasi muda.

Oleh sebab itu, studi tentang sastra lisan merupakan hal yang penting bagi para ahli yang

ingin memahami peristiwa perkembangan sastra, asal mulai timbulnya genre sastra, serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan antara

studi sastra lisan dengan sastra tulisan sebagaimana adanya kelangsungan tidak terputus antara

(15)

Endraswara (2003: 154) mengatakan, Jika sastra lisan masih orisinal di masyarakat,

diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perekaman sastra lisan yang biasanya melekat pada seni pertunjukan atau tradisi

lisan.

2. Pengumpulan data, berupa komentar pemilik sastra lisan dengan wawancara dan

observasi-partisipasi

3. Traskripsi rekaman sastra lisan dan data berupa fragmentasi hasil wawancara dan

observasi-parsisipasi

4. Apresiasi bersama-sama di kelas hasil rekaman.

Sastra lisan merupakan suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah

masyarakat dan diwariskan turun-temurun secara lisan. Ragam sastra yang demikian tidak hanya

berfungsi sebagai alat hiburan, pengisi waktu senggang, serta penyalur perasaan, melainkan juga

sebagai alat cermin sikap pandangan kebudayaan serta alat pemelihara norma-norma masyarakat.

Cerita lisan yang merupakan bahagian dari sastra lisan merupakan warisan budaya

nasional dan masih mempunyai nilai-nilai yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk

kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, antara lain dalam hubungan pembinaan

apresiasi sastra. Sastra lisan juga telah lama berperan sebagai wahana pemahaman gagasan dan

pewarisan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Bahkan sastra lisan telah berabad-abad

berperan sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat, dalam arti ciptaan yang

berdasarkan lisan akan lebih mudah digauli karena ada unsur yang dikenal masyarakat.

Dalam keadaan masyarakat yang sedang membangun, seperti halnya masyarakat

(16)

akan terabaikan ditengah-tengah kesibukan pembangunan dan pembaharuan yang sedang

meningkat. Sehingga dikhawatirkan lama kelamaan akan hilang tanpa bekas atau berbagai

unsurnya yang asli tidak dapat dikenali lagi.

Mengingat kedudukan dan peranan sastra lisan yang cukup penting maka penelitian

sastra lisan perlu dilakukan sesegera mungkin. Lebih lagi bila diingat bahwa terjadinya

perubahan dalam masyarakat, seperti adanya kemajuan-kemajuan teknologi, adanya radio,

televisi yang dapat menyebabkan berangsur-angsur hilangnya sastra lisan diseluruh Nusantara.

Dengan demikian, penelitian sastra lisan berarti melakukan penyelamatan sastra lisan dari

kepunahan, yang dengan sendirinya merupakan usaha pewaris nilai budaya, karena dalam sastra

lisan banyak ditemui nilai-nilai serta cara hidup dan berfikir masyarakat (nilai-nilai sosiologis

masyarakat) yang memiliki sastra lisan. Hampir setiap suku bangsa Indonesia mengenal adanya

sastra lisan, demikian pula halnya dengan sastra lisan Melayu Labuhan Bilik.

Salah satu genre prosa rakyat dari kesusastraan Melayu adalah cerita rakyat yang lahir dari etnik Melayu Labuhan Bilik. Sastra lisan Melayu Labuhan Bilik merupakan salah satu

warisan budaya bangsa yang perlu diselamatkan. Salah satu usaha penyelamatan adalah dengan

mengadakan penelitian dan inventarisasi. Disamping itu, penelitian ini bermanfaat pula bagi

salah satu upaya pembinaan dan pengembangan sastra lisan yang bersangkutan, sekaligus

mempunyai manfaat dalam rangka pembinaan dan pengembangan budaya daerah dan Nasional.

Pulau Si Kantanmenceritakan tentang anak durhaka, Pulau Si Kantan dulunya tidak ada. Namun, ratusan tahun yang lalu telah terjadi sebuah peristiwa yang sangat luar biasa, sehingga

(17)

cerita rakyat yang sangat terkenal dikalangan masyarakat Labuhanbatu. Cerita rakyat ini

mengisahkan tentang seorang pemuda bernama si Kantan menjelma menjadi sebuah Pulau.

Sejak si Kantan resmi menjadi anggota keluarga istana kerajaan Malaka. Ia bersama

istrinya hidup bahagia di istana. Kehidupan yang serba mewah membuat si Kantan lupa kepada

ibunya yang sudah tua dan hidup sendirian di kampung. Sementara itu, sang istri selalu

mendesak ingin bertemu mertuanya dan ingin melihat kampung halaman suaminya. Mula-mula

si Kantan enggan mengabulkan permintaan istrinya dengan alasan sibuk mengurus istana.

Namun, karena didesak terus oleh istrinya dan direstui oleh Baginda Raja, maka si Kantan pun

tidak bisa mengelak lagi. “Baiklah, Dinda! Besok pagi kita berangkat” janji si Kantan kepada

istrinya.

Dengan menggunakan kapal pribadinya yang besar dan mewah, si Kantan dan istrinya

beserta puluhan prajurit istana berlayar menuju Pulau Sumatera. Setelah berhari-hari mengarungi

Selat Malaka, akhirnya kapal si Kantan berlabuh di kota kecil, Labuhan Bilik, yang terletak di

muara Sungai Barumun. Penduduk setempat sangat terkejut dengan kehadiran kapal sebesar itu.

Maka tersiarlah kabar bahwa si Kantan telah menjadi kaya-raya, bagai seorang raja

dengan kapalnya yang besar dan megah. Akhirnya, kabar kadatangan si Kantan pun terdengar

oleh ibunya. Dengan menggunakan sampan, janda tua itu menyusuri Sungai Barumun menuju

Pelabuhan tempat kapal si Kantan berlabuh.

Setelah beberapa pangawal mangusir perempuan tua itu, si Kantan kambali

memerintahkan pengawalnya untuk memutar haluan kapal dan kambali ke Malaka. Sementara

itu, perempuan tua itu bagai disambar petir melihat perilaku anak kesayangannya, yang sungguh

(18)

tanaganya, ia mangayuh sampannya kambali ke gubuknya dengan perasaan hancur-lebur. Ia

sangat sedih karena telah, Diusir oleh anak kandungnya sendiri.

Dengan deraian air mata, ia pun berdoa, “Ya Tuhan, budak en udah dughaka sama

amaknya yang malahighkan mambosaghkannya ka. Boghi ia palajaghan, agagh ia manjadi anak

nan tau babakti pada oghang tua!”

Baru saja ucapan itu lepas dari mulut sang ibu, tiba-tiba petir menyambar, hujan badai

yang sangat dahsyat pun datang. Tak barapa lama, air Sungai Barumun pun bergulung-gulung

lalu menghantam kapal si Kantan dengan bertubi-tubi. Kapal besar yang megah itu pun

tenggelam ke dasar Sungai Barumun. Seluruh awak kapal tak dapat menyelamatkan diri,

termasuk si Kantan dan istinya.

Setelah kapal itu tidah terlihat lagi, suasana kembali tenang seperti semula. Beberapa hari

kamudian, muncullah sebuah Pulau kecil di tempat kajadian itu, yaitu tepatnya ditengah-tengah

Sungai Barumun dan berhadapan dengan kota Labuhan Bilik dan tanjung sarang olang.

Kamudian Pulau itu oleh masyarakat setempat diberi nama Pulau Si Kantan.

Penulis memilih judul ini karena masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang cerita

ini dan banyaknya versi cerita yang tersebar dikalangan masyarakat. Ditinjau dari segi

kemasyarakatan, cerita ini sangat penting untuk dibahas agar terhindar dari kepunahan,

khususnya untuk masyarakat Melayu di Kabupaten Labuhanbatu. Maka penulis berusaha

mengkaji kembali cerita Pulau Si Kantanyang terdapat di Kecamatan Panai Tengah. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi penulis, karena sedikitnya informasi yang dapat dijadikan

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan maka diperlukan perumusan masalah yang tepat

agar pembahasan terhadap cerita rakyat Pulau Si kantan tidak meluas dan mencapai sasaran yang dikehendaki.

Permasalahan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini pada hakikatnya mencakup aspek

nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat Pulau Si Kantan. Untuk mengetahui dan memahami aspek-aspek sosiologis dalam cerita rakyat tersebut maka dianggap perlu untuk menelaah

terlebih dahulu aspek-aspek pembangun dalam cerita rakyat tersebut atau unsur-unsur

pembentuk dalam cerita rakyat Pulau Si Kantan.

Adapun masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :

1. Struktur intrinsik yang membangun cerita rakyat Pulau Si Kantan yang terdiri dari tema, alur, latar, dan perwatakan.

2. Analisis sosiologi yang terkandung dalam cerita rakyat Pulau Si Kantan.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah maka kajian sosiologis dalam cerita rakyat Pulau Si Kantan secara khusus bertujuan untuk :

1. Mengetahui struktur intrinsik cerita rakyat Pulau Si Kantan yang terdiri atas tema, alur, latar, dan perwatakan.

(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Pembaca dapat memahami unsur-unsur yang membangun cerita rakyat Pulau Si Kantan. 2. Pembaca dapat memahami nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat Pulau Si Kantan.

3. Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat diwariskan pada

generasi yang akan datang

4. Menjadi sumber informasi tentang kebudayaan Melayu, khususnya tentang cerita rakyat

Pulau Si Kantan pada masyarakat Labuhan Bilik di Kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara.

1.5 Lokasi Penelitian

Letak GeografisKabupaten Labuhanbatu.Pada mulanya luas Kabupaten ini adalah

9.223,18 km², sedangkan jumlah penduduknya sebanyak 1.431.605 jiwa pada tahun 2007.

Dengan dibentuknya Kabupaten Labuhanbatu Selatan danKabupaten Labuhanbatu Utara, maka

luas Kabupaten ini menjadi 2.562,01 km² dan penduduknya sebanyak 857.692 jiwa pada tahun

2008.

Batas Wilayah

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Selat Malaka.

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Sebelah Barat berbatasan dengan Padang Lawas Utara.

(21)

Kecamatan

Pada mulanya jumlah kecamatan di Kabupaten ini adalah 22 kecamatan. Dengan dibentuknya Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, maka jumlah Kecamatan di Kabupaten ini menjadi 9 Kecamatan. Berikut nama-nama Kecamatan tersebut:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Pemekaran

Sejak 24 Juni 2008, jumlah Kecamatan di Kabupaten Labuhanbatu berkurang dengan

adanya pemekaran dari Kabupaten ini, yaitu melalui pembentuka

Kecamatan yang menjadi wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara

1.

2.

3.

(22)

5.

6.

7.

8.

Kecamatan yang menjadi wilayah Kabupaten Labuhanbatu Selatan

1.

2.

3.

4.

5.

Daerah Kabupaten Labuhanbatu terletak di Provinsi Sumatera Utara yang beribukotakan

Rantauprapat, ini berjarak kurang lebih 300 km dari ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan.

Panai Tengah adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Pemerintahannya di atur oleh Camat. Luas wilayah Kecamatan ini kira-kira 483,74 km²,

jumlah penduduk 25.568 jiwa (2001), kepadatan 53 jiwa/km², terdapat 10 desa/kelurahan

diantaranya adalah: Bagan Bilah, Labuhan Bilik, Pasar Tiga, Sei Merdeka, Sei Nahodaris, Sei

Pelancang, Sei Rakyat, Sei Siarti, Selat Beting Dan Telaga Suka.

Terletak di antara 2°27'42.78"N Lintang Utara dan 100°14'31.49"E Lintang Selatan.

Bertetangga dengan Kecamatan lain, seperti: Kecamatan Panai Hilir sebelah Baratlaut,

(23)

Kecamatan Panai Tengah terletak sebelah Timur Sumatera Utara yang terletak Lebih

kurang 90 Km dari kota Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu. Untuk menuju Labuhan Bilik

dari Medan.

Data Demografi 2012

a. Jumlah Penduduk di Wilayah Kecamatan Panai Tengah : 30,429 Jiwa, dan jumlah KK : 6.680.

b. Desa-desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Panai Tengah

• Labuhan Bilik.

• Sei.Merdeka.

• Pasar Tiga.

• Telaga Suka.

• Sei. Nahodaris.

• Sei. Rakyat.

• Bagan Bilah.

• Sei. Plancang.

• Selat Beting.

• Sei. Siarti

c. Kecamatan Panai tengah berbatasan dengan :

• Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Panai Hilir.

• Sebelah Timur berbatasan dengan R i a u.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bilah Hilir.

(24)

d. Proporsi Mata Pencarian Penduduk Kecamatan Panai Tengah :

• Petani : 75 %.

• Nelayan : 15 %.

• Buruh : 3 %.

• PNS : 3 %.

• Dll : 4 %.

e. Proporsi tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Panai Tengah:

• Tidak Sekolah : 5 %.

• Tamatan SD : 25 %.

• Tamatan SMP : 45 %.

• Tamatan SMU: 25 %.

f. Proporsi tingkat kepercayaan (agama) masyarakat Kecamatan Panai Tengah :

• Islam : 82 %.

• Kristen : 17 %.

• Budha : 1 %.

• hindu : - %

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sosiologi dan Sastra

Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah orang-orang yang

hidup bersama-sama dalam menghasilkan kebudayaan. Perbedaannya, apabila sosiologi

melukiskan kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objek, sastrawan

mengungkapkannya melalui emosi, secara subjektif dan evaluatif, tetapi tetap didominasi oleh

emosionalitas. Karena itu menurut, Damono 1978 (dalam Ratna, 2003: 4), mengatakan bahwa :

“Apabila ada dua orang sosiolog yang melakukan penelitian terhadap masalah suatu masyarakat yang sama, maka kedua penelitiannya cenderung sama. Sebaliknya, apabila dua orang seniman menulis mengenai masalah masyarakat yang sama, maka hasil karyanya pasti berbeda. Hakikat sosiologi adalah objektivitas, sedangkan hakikat karya sastra adalah subjektivitas dan kreativitas, sesuai dengan pandangan masing-masing pengarang”.

Sastra merupakan pengungkapan ekspresi jiwa yang paling individual oleh seorang

pengarang serta tinggi nilainya. Karya sastra bersifat khusus yang menggambarkan individu atau

wakil yang tertentu pula, dengan kata lain sastra merupakan ungkapan pemikiran seseorang

tentang suatu hal yang dituang dalam bentuk karya sastra.

Rene Wellek dan Austin Warren (1986: 3) mengatakan bahwa :

(26)

Sastra begitu dekat dengan manusia, sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan

dimanfaatkan manusia dalam suatu masyarakat, sebagai suatu yang perlu dipahami, karya sastra

memendan kompleksitas yang hanya dapat dimengerti dengan usaha yang sungguh-sungguh dan

diteliti oleh masyarakat pembacanya. Dengan demikian, untuk mengungkapkan kandungan karya

sastra dibutuhkan kepekaan luar biasa. Sebagai suatu yang perlu dimanfaatkan, karya sastra

mengandung nilai berharga yang dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia. Dari aspek

kulturnya, satra sebagai hasil cipta berupa “pikiran” dan “rasa” dalam bentuk artefak tulisan

merupakan perwujudan budaya. Wujud budaya yang merupakan sistem nilai, sistem pikiran, dan

sistem tindakan ada dalam sastra, Sastra sebagai artefak budaya.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Kurniawan (2012: 2-3) bahwa :

“Sastra secara kolektif adalah hasil budaya manusia yang secara umum diwujudkan melalui sistem bahasa, dan bahasa sendiri adalah unsur kebudayaan. Hubungan sastra dengan budaya yang dimediasi dengan bahasa menunjukkan kekhasan sastra dibandingkan dengan seni-seni lainnya, bahasa sebagai produk budaya relatif bersifat dinamis, sehingga ketika sastra dimediakan oleh bahasa menunjukkan perkembangan dinamis, baik dalam diri bahasa atau pemikirannya itu sendiri. Itulah kenapa sastra menjadi disiplin objek kajian budaya karena sastra adalah sistem budaya sebagai representasi pikiran manusia yang mewakili kolektivitasnya dalam kehidupan sosial masyarakat”.

Sastra adalah ungkapan ekspresi jiwa yang dimuat dalam bentuk buku yang didalamnya

mengungkapkan tentang perasaan manusia yang mendalam dan kebenaran moral, keluasan

pandangan yang mempesona, ekspresi atau ungkapan manusia adalah upaya untuk mengeluarkan

suatu bakat yang tertanam didalam dirinya bisa berupa luapan emosi yang tiba-tiba atau spontan.

Bentuk dari diri manusia dapat diekspresikan dalam bentuk karena tanpa bentuk tidak akan

mungkin isi dari ungkapan tersebut disampaikan kepada orang lain, misalnya dalam bentuk

bahasa, bahasa merupakan bahan utama untuk mengungkapkan karya yang indah seperti apa

(27)

Fananie (2000: 6) menyatakan bahwa :

“Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetika baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna”.

Karena sastra memiliki hubungan yang khas dengan sistem sosial, dan budaya sebagai

basis kehidupan penulisnya, maka sastra selalu hidup dan dihidupi oleh masyarakat, dan

masyarakat sebagai objek kajian sosiologi menegaskan adanya hubungan antara sastra sebagai

disiplin ilmu dengan sosiologi sebagai disiplin ilmu lainnya. Oleh karena itu, sebelum

menjelaskan relasi sosiologi dengan sastra, yang kemudian berdisiplin menjadi sosiologi sastra.

Damono (2002: 8) menyatakan bahwa :

“Sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dalam proses sosial”. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah ekonomi, agama, politik dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial, kita mendapat gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing”.

Sosiologi merupakan disiplin ilmu tentang kehidupan masyarakat yang objek kajiannya

mencakup fakta sosial, defenisi sosial, fakta sosial dan perilaku sosial yang menunjukkan

hubungan interaksi sosial dalam suatu masyarakat. Sedangkan masyarakat sendiri adalah

sekumpulan manusia yang saling berinteraksi, memiliki adat-istiadat, norma-norma, hukum,

serta aturan yang mengatur semua pola tingkah laku, terjadinya kontiunitas dalam waktu, dan

diikat dengan rasa identitas yang kuat mengikat warganya dan mempelajari keseluruhan jaringan

hubungan antar manusia, sifatnya umum, rasional, dan empiris.

(28)

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Ratna (2003: 1) bahwa :

“ Sosiologi berasal dari kata sosio yang berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman dan logi berarti, sabda, perkataan, perumpamaan. Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, sosio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris”.

2.1.1 Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra

Hubungan sosiologi dengan sastra dimediasi oleh kenyataan. Secara lebih spesifik relasi

ini yang menganalisis objek karya sastra dengan hukum dan teori sosiologi untuk merelasikan

hubungan sosiologi antara karya sastra dengan masyarakat.

Abram 1960 (dalam kurniawan, 2012: 9) menyatakan bahwa :

“Dalam klasifikasi pendekatan terhadap karya sastra mengungkapkan pendekatan mimetik, yaitu suatu pendekatan yang menganggap bahwa sastra adalah cerminan kenyataan”.

yaitu sosiologi sastra pada sastra sebagai cermin masyarakat, yaitu sejauh mana sastra

mencerminkan keadaan masyarakat. Serta selalu menggambarkan dunia yang menggambarkan

dunia yang sebenarnya. Oleh karena itu, kenyataan sosial imajiner sastra juga merepresentasikan

kenyataan yang sebenarnya. Dari konsep inilah hubungan sosiologi dengan sastra dimediasi oleh

kenyataan sosial yang sebenarnya.

Hubungan sosiologi dan sastra dimediasi oleh fakta sastra. Sastra adalah dunia yang

disusun dalam deskripsi kata-kata, atau ada yang menyebut “sastra sebagai dunia kata”, artinya,

dunia yang mempresentasikan kehidupan dibangun dan disusun dalam kata. Oleh karena itu,

dunia sebagai peristiwa dalam sastra memiliki relasi dengan kondisi sosial masyarakat yang

(29)

Teeuw (1980:7) yang menyatakan bahwa :

“Sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya. Artinya, konteks peristiwa yang dibangun dan disusun dalam sastra jelas berkaitan dengan budaya dan kondisi sosial yang menginternal dalam diri penulis.”

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendekatkan sebuah karya sastra, misalnya melalui

apresiasi. Apresiasi adalah penghargaan dan pemahaman atas hasil seni atau budaya.

Natawijaya (1990: 3) mengatakan :

Membuat tingkat apresiasi dalam sosiologi sebagai pendekatan sastra, tingkat apresiasi

dalam sosiologi sebagai pendekatan sastra. Tingkat apresiasi sastra itu dibagi lima yaitu :

“Tingkat penikmat, tingkat penghargaan, tingkat pemahaman, tingkat penghayatan dan tingkat implikasi. Tingkat penikmat dan penghargaan berdasarkan tingkat operasionalnya masih bersifat monoton atau merasa senang serta bersifat pemilikan atau merasa kagum. Sedangkan tingkat pemahaman, tingkat penghayatan dan implikasi berdasarkan tindakan operasional telah bersifat studi dan meyakini akan karya sastra yang diapresiasikan. Selain itu, pendekatan sastra dapat juga dilakukan melalui kritik, kritik adalah upaya menentukan nilai hakiki pada sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberikan pertimbangan melalui pemahaman dan penafsiran yang tepat”. Disamping tingkat apresiasi, ada pula cara lain yang dilakukan dalam upaya mendekati

sebuah karya sastra, karya sastra terbagi atas dua yakni berdasarkan bentuk dan isi. Maka cara

lain yang penulis maksud adalah berdasarkan isi karya, yang misalnya mengandung nilai agama,

psikologi, filsafat dan lain-lain.

Meskipun bentuk pendekatan melalui salah satu tingkat apresiasi atau melalui satu jenis

kritik, akan tetapi terkandung pendekatan tetap mengutamakan isi karya sastra tersebut. Artinya,

(30)

2.2 Teori yang Digunakan

Penulis membahas penelitian ini berdasarkan dua teori yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini yaitu, teori struktur dari segi intrinsik dan teori sosiologi sastra yang sesuai sehingga

tidak menyimpang dari apa yang diharapkan.

2.2.1 Teori Struktural

Untuk melihat unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra diterapkan teori

struktural. Teori struktural diharapkan mendapatkan suatu hasil yang optimal dari karya sastra

yang akan dianalisis. Dalam pendekatan struktural dibicarakan unsur-unsur pembentuk cerita

yang berkaitan erat dengan pendekatan diluar karya sastra.

Fananie (2000: 116) mengatakan bahwa :

“Strukturalisme tidak hanya hadir melalui kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya, seperti tema, plot, karakter, setting. Untuk mengetahui keseluruhan makna maka unsur-unsur tersebut harus dihubungkan satu sama lain”.

Dari pendapat diatas, analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan

secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang

bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. pendekatan yang bertujuan untuk menganalisis

karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dalam suatu

hubungan antar unsur pembentuknya.

Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas unsur-unsur

(31)

1. Tema

Fananie (2000: 84) mengatakan bahwa :

“Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah Kebudayaan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul”.

Dari pendapat diatas, jelas terungkap bahwa tema adalah suatu hal yang penting dalam

sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang ingin diungkapkan pengarang.

2. Alur atau Plot

Siswanto (2008: 159) mengatakan bahwa :

“Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesai”.

Dari pendapat diatas, menyimpulkan bahwa alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk

oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para

pelaku dalam suatu cerita. Dalam pengertian ini, elemen plot hanyalah didasarkan pada paparan

mulainya peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah pada :

1. Situation (mulai melukiskan suatu keadaan)

2. Generating circumstances (peristiwa mulai bergerak) 3. Rising action (keadaan mulai memuncak)

4. Climax (puncak cerita)

(32)

3. Latar atau Setting

Fananie (2000: 97-98) mengatakan bahwa :

“Setting dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita, keberadaan elemen setting hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan dimana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis”.

Dari kajian setting akan dapat diketahui sejauh mana kesesuaian dan kolerasi antara

perilaku dan watak tokoh dengan kondisi masyarakat, situasi sosial, dan pandangan

masyarakatnya. Disamping itu kondisi wilayah, letak geografi, struktur sosial juga akan

menentukan watak-watak atau karakter tokoh-tokoh tertentu. Karena itu, fungsi setting dalam

sebuah karya tidak bisa dilepaskan dari masalah yang lain seperti tema, tokoh, bahasa, medium

sastra yang dipakai, dan persoalan-persoalan yang muncul yang kesemuanya merupakan satu

bagian yang tidak terpisahkan.

4. Perwatakan atau Penokohan

Aminuddin (2000: 79-80) mengatakan bahwa :

“Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalani suatu cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu”.

Tokoh dalam cerita seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita,

selalu memiliki watak-watak tertentu. Sehubungan dengan watak ini ada yang disebut dengan

(33)

dan pelaku antagonis, yakni pelaku yang tidak disenangi pembaca karena memiliki watak yang

tidak sesuai dengan apa yang diidamkan oleh pembaca.

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan sosiologi sastra sebagai landasan teori

dalam menganalisis cerita rakyat Pulau Si Kantan. Menurut teori ini, karya sastra dilihat hubungannya dan kenyataan, dimana karya sastra itu mencerminkan kenyatan-kenyataan yang

mengandung arti luas, yakni segala sesuatu yang berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh

sosiologi sastra.

Kurniawan (2012: 5) mengatakan bahwa :

“Sosiologi sastra adalah analisis teks sastra untuk mengetahui strukturnya, dan kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada dalam sastra. Dengan demikian, sosiologi sastra objek kajian utamanya adalah sastra, yang berupa karya sastra sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk memahami gejala sosial yang ada dalam sastra, baik penulis, fakta sastra, maupun pembaca dalam relasi dialektikalnya dengan kondisi masyarakat yang menghidupi penulis, masyarakat yang digambarkan, dan pembaca sebagai individu kolektif yang menghidupi masyarakat”. Dengan relasi dialektis ini, yang memahami hubungan sastra dengan masyarakat dengan

analisis sosiologi, maka peran, pengaruh, dan keadaan masyarakat yang digambarkan. Oleh

karena itu, analisis sosiologi sastra berkaitan dengan analisis sosial terhadap karya sastra, baik

ideologi sosial pengarang, pandangan dunia pengarang, pengaruh strukturasi masyarakat

terhadap karya sastra atau sebaliknya, dan fungsi sosial sastra.

Ratna (2003: 2) mengatakan bahwa :

(34)

Endraswara (2003: 79) mengatakan bahwa :

“Sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan dan intuisi. Dari pendapat ini, tampak bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra”.

Dengan demikian, sosiologi sastra disini objek kajian utamanya adalah sastra, yang

berupa karya sastra, sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk memahami gejala sosial

yang ada dalam sastra, baik penulis, fakta sastra, Maupun pembaca dalam relasi dialektikal

dengan kondisi masyarakat yang menghidupi penulis, masyarakat yang digambarkan, dan

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah metode analisis deskriptif.

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek,

suatu set kondisi, suatu sistem pikiran. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk

membuat deskipsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Penelitian deskriptif

mempelajarai masalah-masalah dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat

serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,

pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari

suatu fenomena.

Dengan demikian dalam penelitian ini penulis hanya mendeskripsikan data-data fakta

yang terdapat didalam cerita sehingga dapat diketahui unsur-unsur pembentuk ceritanya dan nilai

sosiologisnya.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Desa Labuhan Bilik dan Sei Merdeka Kecamatan Panai

(36)

3.3 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah lisan, yang diambil langsung ke lapangan

dengan mengambil data dari beberapa informan di Desa Labuhan Bilik dan Sei Merdeka

Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuhanbatu.

3.4 Instrumen Penelitian

Alat instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah alat perekam, alat tulis, buku

catatan, dan kamera.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

1. Metode observasi, yaitu penulis langsung melakukan wawancara pengamatan pada

objek penelitian.

2. Metode wawancara tidak berstruktur, yaitu melakukan wawancara terhadap informan

yang dianggap dapat memberikan informasi atau data-data tentang objek yang diteliti,

dengan menggunakan teknik :

a. Teknik rekam, yaitu merekam informasi atau data yang diberikan informan.

b. Teknik catat, mencatat semua keterangan yang diperoleh dari informan

3. Metode kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku,

dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian.

(37)

Tahapaan untuk menyelesaikan sebuah data yang terkumpul adalah menganalisisnya,

penulis menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang menentukan, dan menganalisis

melalui studi pustaka, seperti berikut :

a. Mengadakan penyeleksian terhadap data yang diperoleh, data yang dianggap kurang

mendekati atau dieliminasi dan data yang mendekati akan menjadi prioritas utama

dalam menyeleksi data.

b. Menetapkan langkah-langkah pendekatan analisis struktur dari segi intrinsik

berdasarkan data yang telah diklasifikasikan.

c. Menganalisis data dan memaparkan data dengan metode deskriptif yang tujuannya

untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai

(38)

BAB 1V PEMBAHASAN

4.1. Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Pulau Si Kantan 4.1.1 Tema

Tema yang dipaparkan dalam cerita Pulau Si Kantan ini adalah tema Anak Durhaka, yaitu ketika sudah tinggal di istana dan menikah dengan putri raja si Kantan menjadi sombong

dan tinggi hati, dan menyebabkan si Kantan lupa pada ibu kandungnya yang ditinggalkannya

sendiri di Hutan. Ini jelas terlihat pada kutipan berikut:

“Hei, perempuan jelek! Enak saja mengaku-ngaku sebagai ibuku. Aku tidak punya ibu seburuk kamu!” hardik si Kantan dengan kesal. “Tenang, Kanda! Siapa tahu wanita itu benar ibu kanda. Sepertinya ia sangat mengenal Kanda, sahut sang istri menenangkan suaminya. “Tidak, Istriku! Ia bukan ibuku. Ibuku masih muda dan cantik,” bantah si Kantan. “Hei, orang tua gila! Jangan dekati kapalku. Dasar perempuan pembawa sial!” si Kantan kembali mencaci-maki ibunya, Pengawal! Usir dia dari sini!” perintah si Kantan”.

Berdasarkan kutipan diatas memperjelas tentang tema anak durhaka yang disebabkan

oleh kekayaan dan kejayaan yang dimiliki oleh si Kantan menyebabkan ia lupa pada ibu

kandungnya. Akan tetapi sesombong dan sekuat apapun Kantan, ia akhirnya tenggelam bersama

kapal besarnya.

Dalam cerita Pulau Si Kantan tampak unsur-unsur kesombongan yang dimiliki oleh Kantan sebagai orang yang kaya dan tinggal di istana. Berdasarkan paparan diatas maka dapat

(39)

4.1.2 Alur atau Plot

1. Situation (mulai melukiskan suatu keadaan)

Setiap pada permulaan cerita, pembaca akan diperkenalkan terlebih dahulu tentang

permulaan terjadinya sebuah kisah atau dapat dilakukan pengantar kepada cerita, pada latar aksi

dipaparkan tentang terjadinya cerita, perkenalan watak-watak dalam cerita itu.

Cerita Pulau Si Kantan pada latar aksi memulakan kisah mengenai seorang ibu yang mendapat petunjuk lewat mimpi, dan kemudian berniat untuk membuktikan pesan dalam

mimpinya. Hal ini didukung oleh kutipan berikut :

“Pada suatu malam, amak si Kantan baghmimpi didatangi oleh saoghang atok tua yang indak dikonalnya. Dalam mimpinya, atok tua ika manyughuhnya pogi manggali tanah di sabuah tompat di dalam hutan. Pada pagi haghinya, ia mancaghitakan mimpinya tasobut kepada si Kantan. “Ai mak, enen mimpi bagus en, Mak! Cocoknya kita laksanakan patunjuknya en. Siapa tau ika bisa mangubah nasib kita,” kata si Kantan. Maka, amak dan anak ika pogi ka hutan dengan mambawa linggis.”

2 . Generating circumstances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak) Peristiwa selanjutnya mulai terjadi setelah melihat sebuah benda yang mereka temukan dibawah pohon

tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita berikut :

“Sasampenya di hutan, amak si Kantan baghusaha mangingat-ingat patunjuk yang ditaghima dari atok tua di dalam mimpinya. “Botul, Kantan! Tompatnya poghsis di sika!” kata amak Kantan dengan yakinnya. “Baiklah, Mak! Samoga ingatan Amak indak salah,” kata si Kantan. Si Kantan pun mulai manggali tanah di bawah sabuah pohon yang bosagh dengan ponuh samangat. Satolah manggali sadalam dua kaki, si Kantan pun manomukan sabuah bonda yang tagh bungkus kain putih yang sudah bughuk. “Mak, Kantan manomukannya!”

“Bonda apa en, Nak?”tanya sang amak panasaran. “Ontahlah, Mak!” jawab si Kantan.”

(40)

3. Rising Action (keadaan mulai memuncak)

Keadaan mulai memuncak ketika Ibu dan Kantan berniat menjual tongkat emas itu ke

pulau lain, karna di daerah tempat tinggal mereka tak ada yang sanggup untuk membeli benda

sebagus itu dengan harga tinggi. Hal ini dapat dari kutipan cerita berikut :

“Tapi, Mak! Siapa na sanggup memboli bonda yang sangat bahaghga ka?” tanya si Kantan. “Botul jua katamu, Nak! Panduduk desa ka ghata-ghata hanya patani biasa ja, pandapatannyapun pas-pasan sijo. Bagaimana kalo ko jual sijo kapulo lain?” usul amak si Kantan. Si Kantan maneghima usulan amaknya dengan sonang hati. Namun, di sisi lain, ia sangat sodih kaghena akan maninggalkan amaknya yang udah tua itu sandighian.”

Rising action meningkat saat Kantan memutuskan untuk pergi ke pulau lain untuk menjual tongkat emas tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Keesokan haghinya, si Kantanpun bapamitan kapada amaknya. “Jaga dighi baik-baik, na Mak! Satolah bondaka tajual, Kantan akan sagogha balek manomui Amak,” ucap si Kantan kapada amaknya. “Baiklah, Anakku! Baghangkatlah dan hati-hati di jalan! Jangan lupa copat pulang kalo udah baghasil,” seru sang amak. “Baiklah, Mak! Kantan baghangkat!” pamit si Kantan sambil mencium tangan amaknya. Tiba-tiba suasana haghu manyalimuti hati amak dan anak ika. Tak taghasa, sang amak maneteskan aigh mata, lalu dipoluknya anak satu-satunya ika dengan eghat-eghat. “Nak, Jangan lupakan Amakmu di sika. Copatlah balek!” pesan sang amak. “Iya, Mak! Kantan bajanji balek sacopatnya”. Jawab si Kantan mambalas polukan amaknya.”

“Dalam perjalanan menuju ke pelabuhan, ia bertemu dengan beberapa hulu balang dari Kerajaan Malaka yang sedang berkeliling ronda di kota itu. “Hai, Anak Muda! Benda apa yang sedang kamu bawa itu?” tanya salah seorang hulu balang. “Tongkat Emas, Tuan!” jawab si Kantan. Lalu ia menceritakan maksud kedatangannya ke kota itu. “Bagaimana jika benda itu kamu tawarkan kepada raja kami. Siapa tahu beliau tertarik.” Hulu balang lainnya menawarkan.”

4. climax (peristiwa baru mencapai puncak)

Peristiwa baru mencapai puncak setelah Kantan sampai di Istana dan bertemu dengan

Raja, dan Raja ingin menukarkan tongkat emas dengan imbalan menikahi putrinya dan tinggal di

(41)

“Sang Raja kemudian mengamati benda itu. “Aduhai, istimewa sekali benda ini,” gumam Baginda Raja. Setelah itu, ia berkata kepada si Kantan, “Hai, Anak Muda! Aku sangat tertarik dengan tongkat emas engkau ini. Tapi, aku tidak ingin membelinya dengan uang. Bagaimana jika engkau tinggal di istana ini dan aku jadikan menantuku?” sang Raja menawarkan. ”Ampun,Baginda! Jika itu kehendak Baginda, hamba menerima tawaran itu,” jawab si Kantan sambil memberi hormat. Seminggu kemudian, si Kantan pun dinikahkan dengan putri raja yang cantik jelita. Pesta pernikahannya dilangsungkan dengan sangat meriah”.

Keadaan mulai mulai memuncak ketika Putri ingin bertemu dengan ibu mertuanya. Hal

ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Sang istri selalu mendesak ingin bertemu mertuanya dan ingin melihat kampung halaman suaminya. “Kanda” ! Kapan Kanda akan mengajak Dinda untuk menemui ibu di kampung?” tanya sang istri. Mula-mula si Kantan enggan mengabulkan permintaan istrinya dengan alasan sibuk mengurus istana. Namun, karena didesak terus oleh istrinya dan direstui oleh Baginda Raja, maka si Kantan pun tidak bisa mengelak lagi. “Baiklah, Dinda! Besok pagi kita berangkat” janji si Kantan kepada istrinya”.

5. Ending (penyelesaian)

Ending adalah penutup pada akhir Cerita Pulau Si Kantan. Penyelesaian pada cerita ini diakhiri dengan sampainya Kantan di Pelabuhan di Labuhan Bilik. Hal ini dapat dilihat dari

kutipan berikut :

“Daghi anjungan kapal, nampaklah oleh magheka saoghang peghempuan tua yang sodang mandayung sampan ka aghah kapalnya. “Kantaaan, Anakku! Aku ka amakmu yang ko tinggalkan dolu,” taghiak amak tua ika.“Hei, perempuan jelek! Enak sijo mangaku-ngaku sebagai amakku. Aku indak punya amak saburuk kau!” caci si Kantan dengan kesal. “Tenang, Kanda! Siapa tahu wanita itu benar ibu Kanda, Sepertinya ia sangat mengenal Kanda,” sahut sang istri menenangkan suaminya. Seburuk apapun dia, bukanlah suatu masalah yang besar kanda, aku tidak merasa keberatan dan malu mengakuinya sebagai mertuaku, aku yakin dia ibumu karena dia sangat mengenalimu. “Tidak, Istriku! Ia bukan ibuku. Ibuku masih muda dan cantik,” bantah si Kantan. “Hei, orang tua gila! Jangan dekati kapalku. Dasar perempuan pembawa sial!” si Kantan kembali mencaci-maki amaknya. “pengawal!, usir dia dari sini !” perintah si kantan.”

(42)

guboknya dengan peghasaan hancugh-lebugh. Ia sangat sodih kaghena telah, Diusigh oleh anak kandungnya sendighi.”

“Dengan deghaian aigh mata, ia pun beghdoa, “Ya Tuhan, budak en udah dughaka sama amaknya yang malahighkan mambosaghkannya ka. Boghi ia palajaghan, agagh ia manjadi anak nan tau babakti pada oghang tua!”

“Baghu sijo ucapan ika lopas daghi mulut sang amak, tiba-tiba potigh manyambagh, hujan badai yang sangat dahsyat pun datang. Tak baghapa lama, aigh Sungai Baghumun pun bagulung-gulung lalu menghantam kapal si Kantan dengan baghtubi-tubi. Kapal bosagh yang mogah ika pun tanggolam ka dasagh Sungai Baghumun. Salughuh awak kapal tak dapat menyelamatkan dighi, taghmasuk si Kantan dan istghinya.”

“Satolah kapal ika udah indak nampak lagi, suasana kembali tenang sepeghti samula. Bebeghapa haghi kamudian, muncullah sabuah pulo kocil di tompat kajadian ika, yaitu topatnya di tongah-tongah Sungai Baghumun dan beghhadapan dengan kota Labuhan Bilik.”

4.1.3 Latar atau Setting

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada pengertian

tempat, hubungan watak dan lingkungan sosial.

Nurgiyantoro (2001 : 227) menyatakan bahwa :

“Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur ini walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya”.

Dalam cerita Pulau Si Kantan ini dapat dibagi menjadi tiga latar yaitu :

1. Latar tempat

2. Latar waktu

(43)

a. Latar tempat, latar ini menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan pada

sebuah karya sastra. Unsur tempat yang digunakan berupa tempat dengan nama tertentu, inisial

tertentu maupun lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah

nama-nama yang dijumpai dalam dunia nyata misalnya, Hutan, Pelabuhan, Labuhan Bilik, Selat

Malaka, Istana, Gubuk.

b. Latar Waktu, latar ini berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan

dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.

Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk

mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita

berdasarkan acuan waktu yang diketahui yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan.

Adanya persamaan perkembangan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk

mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sungguh-sungguh ada terjadi.

c. Latar sosial, latar ini menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan

sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Tata cara kehidupan sosial

masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkungan yang cukup kompleks. Dia dapat

berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, bersikap dan

(44)

Setelah penulis membaca dan memahami cerita rakyat Pulau Si Kantan maka latar yang terdapat dalam cerita tersebut adalah sebagai berikut :

1. Latar tempat, latar tempat yang ada pada cerita Pulau Si Kantan yaitu :

a. Labuhan Bilik, tempat tinggal Kantan dan ibunya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita

berikut :

“Pada zaman dahulu kala, di tepi sebuah sungai di daerah Labuhanbatu, Sumatera Utara (sekitar Desa Sungai Durhaka, Labuhan Bilik), hiduplah seorang janda tua bersama seorang anak laki-lakinya bernama si Kantan”.

b. Di Gubuk tempat tinggal Kantan dan ibunya. Hal ini dapat dillihat pada kutipan berikut:

“Mereka tinggal di sebuah gubuk kecil yang sudah reot. Ayah si Kantan, sudah lama meninggal dunia. Sejak itu, ibu si Kantanlah yang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.Si Kantan seorang anak yang tampan, rajin dan tekun bekerja”.

c. Di Pasar tempat mereka menjual kayu bakar yang mereka kumpulkan sehari-hari. Hal ini dapat

dilihat pada kutipan berikut :

“Satiap haghi ia mambantu amaknya mancari kayu bakar di hutan untuk dijual ke pasar”. d. Di Hutan, ibu Si Kantan berusaha mengingat-ingat petunjuk yang diterima dari atok tua

didalam mimpinya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :

(45)

e. Dibawah sebuah Pohon, Amak si Kantan bermimpi didatangi oleh seorang atok tua yang tidak

dikenalnya. Dalam mimpinya, atok tua itu menyuruhnya poi menggali tanah disebuah tempat di

dalam Hutan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Si Kantan pun mulai manggali tanah di bawah sabuah pohon yang bosagh dengan ponuh samangat. Satolah manggali sadalam dua kaki, si Kantan pun manomukan sabuah bonda yang tagh bungkus kain putih yang sudah bughuk. “Mak, Kantan manomukannya!” “Bonda apa en, Nak?”tanya sang amak panasaran. “Ontahlah, Mak!” jawab si Kantan. f. Di sungai Barumun menuju laut lepas, menuju Malaka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan

cerita berikut :

“Satolah ika, beghangkatlah si Kantan dengan sabuah tungkang manyusughi Sungai Baghumun manuju laut lopas, manuju Malaka. Baghhaghi-haghi udah si Kantan taghombang-ambing oleh galombang di tongah laut. Meskipun paghjalanan ika mangughas tanaga dan mambosankan, namun hal ika indaklah mambuat niat si Kantan sughut. Ia yakin bahwa hasil daghi panjualan tungkat omas ika akan mangubah nasibnya manjadi lobih baik.”

g. Di Malaka, ia pun segera menawarkan kepada para pedagang disana. Hal ini dapat dilihat pada

kutipan cerita berikut :

“Setibanya di Malaka, ia pun segera menawarkan kepada para pedagang disana. Seluruh pedagang di kota itu sudah ia tawari, namun tak seorang pun yang sanggup membelinya. Ia pun berniat kembali ke kampung halamannya tanpa membawa hasil. Dalam perjalanan menuju ke Pelabuhan, ia bertemu dengan beberapa hulu balang dari Kerajaan Malaka yang sedang berkeliling ronda di kota itu”.

h. Di Istana, para hulu balang melaporkan kepada raja, bahwa pemuda miskin itu ingin menjual

sebuah benda yang sangat berharga. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

(46)

i. Di Kapal pribadinya yang besar dan mewah, si Kantan dan istrinya beserta puluhan prajurit

istana berlayar menuju Pulau Sumatera. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Dengan menggunakan kapal pribadinya yang besar dan mewah, si Kantan dan istrinya beserta puluhan prajurit istana berlayar menuju Pulau Sumatera. Setelah berhari-hari mengarungi Selat Malaka, akhirnya kapal si Kantan berlabuh di kota kecil, Labuhan Bilik, yang terletak di muara Sungai Barumun. Penduduk setempat sangat terkejut dengan kehadiran kapal sebesar itu.”

j. Di muara Sungai Barumun. Penduduk setempat sangat terkejut dengan kehadiran kapal sebesar

itu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Labuhan Bilik, yang terletak di muara Sungai Barumun. Penduduk setempat sangat terkejut dengan kehadiran kapal sebesar itu. Mereka pun berdatangan ke pelabuhan ingin melihatnya dari dekat. Woiiii, mogah kali kapal enen! Tapi, siapa ja pamiliknya?”

k. Di anjungan Kapal. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut.

“Oiii, lihat enen!” seru panduduk lainnya sambil menunjuk ka arah saoghang laki-laki gagah baghsama seoghang wanita cantik baghdighi di anjungan kapal. “Indak ja jantan enen si Kantan?” tanya saoghang panduduk mangonali si Kantan. “Osahmu! enen si Kantan, lajang na tinggal di gubok di topi sungai enen”, kata seoghang panduduk yang juga mangonal si Kantan”.

l. Di Pelabuhan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut.

“Akhighnya, ibu tua ika mamutuskan untuk manyusul anaknya di palabuhan. Dengan menggunakan sampan, janda tua ika manyusughi Sungai Baghumun manuju Palabuhan tompat kapal si Kantan baghlabuh. Ia udah indak sabagh lagi ingin mamoluk anak yang sangat disayanginya ika”.

(47)

malam, pada pagi harinya, keesokan harinya, berhari-hari, seminggu kemudian, sejak itu,

sementara itu, bertahun-tahun, baru saja. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

a. Pada zaman dahulu, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Pada zaman dolu kala, ditopi sabuah sungai didaeghah Labuhanbatu, Sumatera Utara (sakitagh Desa Sungai Dughhaka, Labuhan Bilik), hiduplah saoghang janda tua baghsama saoghang anak laki-lakinya baghnama si Kantan.”

b. Setiap hari, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Setiap haghri ia mambantu amaknya mencaghi kayu bakagh di hutan untuk dijual ka pasagh”.

c. Pada suatu malam, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Pada suatu malam, amak si Kantan baghmimpi didatangi oleh saorang atok tua yang indak dikonalnya. Dalam mimpinya, atok tua ika manyughuhnya pogi manggali tanah disabuah tompat didalam hutan.”

d. Pada pagi harinya, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Pada pagi haghinya, ia mancaghitakan mimpinya tasobut kepada si Kantan. “Ai mak, enen mimpi bagus en, Mak! Cocoknya kita laksanakan patunjuknya en. Siapa tau ika bisa mangubah nasib kita,” kata si Kantan.”

e. Keesokan harinya, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Keesokan haghinya, si Kantanpun bapamitan kapada amaknya. “Jaga dighi baik-baik, na Mak! Satolah bondaka tajual, Kantan akan sagogha balek manomui Amak,” ucap si Kantan kapada amaknya.”

f. Berhari-hari, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Baghhaghi-haghi udah si Kantan taghombang-ambing oleh galombang di tongah laut. Meskipun paghjalanan ika mangughas tanaga dan mambosankan, namun hal ika indaklah mambuat niat si Kantan sughut.”.

(48)

“Seminggu kemudian, si Kantan pun dinikahkan dengan putri raja yang cantik jelita. Pesta pernikahannya dilangsungkan dengan sangat meriah.

h. Sejak itu, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Sejak itu, si Kantan resmi menjadi anggota keluarga istana Kerajaan Malaka. Ia bersama istrinya hidup bahagia di istana.Kehidupan yang serba mewah membuat si Kantan lupa kepada ibunya yang sudah tua dan hidup sendirian di kampung”.

i. Sementara itu, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Sementara itu, sang istri selalu mendesak ingin bertemu mertuanya dan ingin melihat kampung halaman suaminya. “Kanda” ! Kapan Kanda akan mengajak Dinda untuk menemui ibu di kampung?” tanya sang istri”.

j. Bertahun-tahun, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Paghampuan tua ika sangat sonang, kaghena anak yang ditunggu-tunggunya salama baghtahun-tahun tolah kambali. Saat managhima baghita ika, ia mamutuskan untok manunggu anaknya dengan sabagh di gubok reotnya.”

k. Baru saja, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Baghu sijo ucapan ika lopas daghi mulut sang amak, tiba-tiba potigh manyambagh, hujan badai yang sangat dahsyat pun datang. Tak baghapa lama, aigh Sungai Baghumun pun bagulung-gulung lalu menghantam kapal si Kantan dengan baghtubi-tubi.”

3. Latar sosial, dalam cerita Pulau Si Kantan adalah sosial secara keseluruhan yang ada didalam cerita . latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial

masyarakat. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam

lingkungan yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, spiritual

dan lain sebagainya. Dalam cerita ini Sejak itu, si Kantan resmi menjadi anggota keluarga istana

kerajaan Malaka. Ia bersama istrinya hidup bahagia di istana. Maka tersiarlah kabar bahwa si

Kantan telah menjadi kaya-raya, bagai seorang Raja dengan kapalnya yang besar dan megah.

Dalam hal ini gelar Raja juga tersemat pada namanya yang bila ditinjau dari segi

kemasyarakatannya akan adanya sikap masyarakat terhadap Raja.

Dalam cerita ini juga dapat dilihat kelas sosial yang dimiliki ibu Kantan, dimana ibunya

(49)

kayu bakar di hutan untuk dijual ke pasar. pada cerita ini sangat jelas terlihat latar sosial yang

berbeda antara Kantan dan Ibunya, yang secara kelas sosial mereka sangat berbeda.

Suasana umum tokoh cerita yang termasuk didalam latar ini dimaksudkan untuk

memudahkan tanggapan terhadap masalah yang akan timbul kemudian. Dalam kesempatan ini,

latar yang membawa sebagian perwatakan atau tokoh akan dibahas pada penokohan.

4.1.4 Perwatakan

Dalam pembicaraan sebuah karya sastra, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh

dan penokohan watak dan perwatakan atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan

menunjuk perhatian yang hampir sama.

Perwatakan dapat disebut juga sebagai penokohan. Pada karya sastra, alur dan

perwatakan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, hal ini dikarenakan alur meyakinkan kita

tentang watak dan tokoh-tokoh yang beraksi dan bereaksi.

Watak, perwatakan dan karakter, menunjukkan pada sikap dan sifat para tokoh seperti

yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan

dan karakterisasi, karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan,

menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita.

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan kedalam beberapa jenis

penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut

pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan

sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal, adapun jenis-jenis

(50)

a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh

inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena

pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan

atau tokoh pembantu. Dalam menentukan siapa tokoh utama dan siapa tokoh tambahan dalam

suatu cerpen, pembaca dapat menentukan dengan jalan melihat keseringan pemunculannya

dalam suatu cerita. Selain lewat memahami peranan dan keseringan pemunculannya, dalam

menentukan tokoh utama serta tokoh tambahan dapat juga ditentukan lewat petunjuk yang

diberikan oleh pengarangnya. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi

komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya, sedangkan tokoh tambahan hanya dibicarakan ala

kadarnya. Selain itu, lewat judul cerita juga dapat ditentukan siapa tokoh utamanya.

b. Tokoh Protagonis dan Antagonis

Protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembaca. Biasanya, watak tokoh

semacam ini adalah watak yang baik dan positif, seperti dermawan, jujur, rendah hati, pembela,

cerdik, pandai, mandiri, dan setia kawan. Dalam kehidupan sehari-hari, jarang ada orang yang

mempunyai watak yang seluruhnya baik. Selain kebaikan, orang mempunyai kelemahan. Oleh

karena itu, ada juga watak protagonis yang menggambarkan dua sisi kepribadian yang berbeda.

Tokoh antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembaca. Tokoh ini biasanya

digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk dan negatif, seperti pendendam, culas,

pembohong, menghalalkan segala cara, sombong, iri dan ambisius. Meskipun demikian, ada juga

(51)

c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Selain terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, pelaku protagonis dan antagonis,

terdapat juga ragam pelaku yang lain, yaitu : tokoh sederhana (simple character) dan tokoh bulat

(complex character). Disebut tokoh sederhana (simple character) ialah bila pelaku itu tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas masalah. Pemunculannya hanya dihadapkan pada

suatu permasalahan tertentu yang tidak banyak menimbulkan adanya obsesi-obsesi batin yang

kompleks. Berkebalikan dengan pelaku yang simpel. Tokoh bulat (Complex character) adalah pelaku yang pemunculannya banyak dibebani permasalahan. Selain itu, tokoh bulat (complex character) juga ditandai dengan munculnya pelaku yang memiliki obsesi batin yang cukup kompleks sehingga kehadirannya banyak memberikan gambaran perwatakan yang kompleks

pula.

Setelah membaca dan memahami cerita rakyat Pulau Si Kantan dapat diketahui watak dan perwatakan sebagai berikut :

1. Watak atau Tokoh Cerita

Tokoh utama dalam cerita rakyat Pulau Si Kantan adalah Kantan karena tokoh ini adalah tokoh yang paling banyak diceritakan dalam cerita rakyat tersebut. Mulai dari awal cerita

sampai akhir cerita, fokus cerita lebih banyak ditujukan pada Kantan.

Sedangkan tokoh sederhana dalam cerita rakyat Pulau Si Kantan adalah :

Tokoh Raja dan Putri. Karena ia tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas

masalah. Pemunculannya hanya dihadapkan pada suatu permasalahan tertentu yang tidak banyak

(52)

Dan tokoh bulat dalam cerita rakyat Pulau Si Kantan adalah ibu. Tokoh ini memiliki kapasitas yang hampir sama dengan tokoh Kantan, namun posisinya lebih sedikit dibandingkan

dengan Kantan, tokoh ini juga merupakan tokoh yang banyak diceritakan dalam cerita rakyat

tersebut, namu

Referensi

Dokumen terkait

Terjemahan :.. “Setelah mereka berjumpa dengan pamannya, bertanyalah pamannya kepadanya, “siapanya kau?”, jadi datanglah Sitakkal Tabu yang asli berkata, “akunya ini paman, beremu

“....Tambun Raja begitu dimanja oleh Raja Silahisabungan dan boru Padang Batanghari, sehingga menimbulkan kebencian ketujuh anak tersebut. Tambun Raja pun selalu dimaki oleh

Hubungan-hubungan ini dilihat dari hasil analisis peristiwa yang terdapat di dalam dua teks yang dikaitkan dengan budaya setempat, bahwa teks cerita rakyat Si Malin

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu: (1) struktur cerita rakyat Si Pahit Lidah yaitu: (a) tema cerita rakyat Si Pahit lidah adalah sifat iri hati; (b) alur yang digunakan dalam

Teknik analisis data cerita Pulau Belumbak ini adalah sebagai berikut: (a) memindahkan cerita Pulau Belumbak dari bentuk lisan ke bentuk tulisan, (b)

Raja Silahi Sabungan pitu ma ianakkon na sian parsonduk bolon na naparjolo sian boru Padang Batanghari ima, Loba Raja (Sihaloho), Tungkir Raja (Situngkir), Sondi Raja (Ruma

Untuk menganalisis tanggapan masyarakat Desa Rassang Bosi terhadap cerita Boru Saroding dapat dilihat hasil yang adanya persepsi (tanggapan) masyarakat terhadap cerita

Nilai budaya selanjutnya, yaitu nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain, ditemukan 6 kutipan, yaitu terdapat pada cerita rakyat yang berjudul: Sembesat dan Sembesit, Si