Martinus Edwin
ABSTRACT
RELEASE OF RIGHTS TO THE LAND IN ORDER TO FLOOD CHANNEL DEVELOPMENT IN EAST JAKARTA SPECIAL CAPITAL
REGION By:
MARTINUS EDWIN
Land is the glue of the Republic of Indonesia, and therefore should be regulated and managed national system for maintaining the sustainability of national and state life. Settings and land management is not only intended to create order law, but also to resolve problems, disputes and conflicts arising from land. One of the duties of National Land Agency of the Republic of Indonesia is organizing the release of land rights for the development in the public interest. Article 18 of Law No. 5 years old in 1960 mentions the purchase of land in the public interest can be done by way of deprivation of land rights. Revocation of land rights is not merely take over the land rights of the rights possessed by the individual State rights, but there was no requirement to give the State the consequences in the form of compensation.
The problem faced in the release of land rights in the construction of the East Flood Canal is a) how the implementation of the disposal of land rights for construction of the East Flood Canal; 2) Does the supporting factors and obstacles in the implementation of the disposal of land rights for construction of the East Flood Canal; 3) How is the process of settlement of the blocks that arise in development projects of East Flood Canal. Construction of the East Flood Canal has a purpose, namely 1) Serving an area of 207 km 2 and protects an area of 270 km 2 in eastern part of North Jakarta which is the industrial estate, trade, warehousing, and settlements; 2) Being a charging infrastructure for water conservation of ground water and sources of raw water, the water traffic.
Then the required data in this study is consisted of primary and secondary data. Primary data are data obtained directly from the source through an interview with the head of the Procurement Committee and the head of the Land Subdivision and the Spatial Environment. While secondary data are data obtained from the library materials in the form of legislation, literature, documents and other library materials
Martinus Edwin
amended by Presidential Regulation Number 65 Year 2006 concerning Land Acquisition for Implementation of Development For Public interest is a first step by forming the Committee for Land Acquisition (P2T) is register and records of land ownership so that citizens can be assured residents affected by the disposal of land rights to indemnification, through the socialization of providing information to the owners of the land rights of the government's plan to implement development activities that require land from public land. Deliberations to determine the form and amount of indemnification against the land and buildings which are adjusted based on the NJOP. P2T works with the Office of Public Construction to make payment of compensation and Rights Waiver Letter made in every village, witnessed by the village chief and sub-district and the Land Office officials.
In the construction of the East Flood Canal there are supporting factors and inhibiting factors in the field, but rather dominated by inhibiting factors that can make such BKT development was slow, but the inhibiting factors that arise in the field can be solved by the government.
Martinus Edwin
ABSTRAK
PELEPASAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BANJIR KANAL TIMUR DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Oleh :
MARTINUS EDWIN
Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia, karenanya perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengaturan dan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan ketertiban hukum, tetapi juga untuk menyelesaikan masalah, sengketa, dan konflik pertanahan yang timbul. Salah satu tugas yang diemban Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia adalah menyelenggarakan pelepasan hak atas tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 menyebutkan pengadaan tanah demi kepentingan umum dapat dilakukan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Pencabutan hak atas tanah ini bukan semata-mata mengambil alih hak atas tanah dari hak yang dimiliki oleh individu menjadi hak Negara, akan tetapi Negara ada keharusan memberikan konsekuensi berupa ganti rugi.
Permasalahan yang dihadapi dalam pelepasan hak tanah dalam pembangunan Banjir Kanal Timur adalah 1) Bagaimanakah pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan Banjir Kanal Timur; 2) Apakah faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan Banjir Kanal Timur; 3) Bagaimanakah proses penyelesaian terhadap penghambat-penghambat yang timbul dalam proyek pembangunan Banjir Kanal Timur. Pembangunan Banjir Kanal Timur memiliki tujuan yaitu 1) Melayani wilayah seluas 207 km2 dan melindungi wilayah seluas 270 km2 di Timur bagian Utara DKI Jakarta yang merupakan kawasan industri, perdagangan, pergudangan, dan permukiman; 2) Menjadi prasarana konservasi air untuk pengisian air tanah dan sumber air baku, lalu lintas air.
Martinus Edwin
yang bersumber dari bahan-bahan pustaka berupa peraturan perundang-undangan, literatur, dokumen dan bahan pustaka lainnya
Pelaksanaan Pelepasan Hak Atas Tanah Dalam Pembangunan Banjir Kanal Timur melalui beberapa tahapan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan umum yaitu langkah awal dengan dibentuknya Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang mendaftarkan dan mendata kepemilikan tanah warga agar dapat dipastikan warga yang terkena pelepasan hak atas tanah mendapatkan ganti rugi, melalui sosialisasi memberikan informasi kepada para pemilik hak atas tanah tentang rencana pemerintah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan yang membutuhkan lahan dari tanah masyarakat. Musyawarah untuk menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi terhadap tanah dan bangunan yang disesuaikan berdasarkan NJOP. P2T bekerja sama dengan Dinas Pekerjaaan Umum untuk melakukan pembayaran ganti rugi dan dibuatkan Surat Pelepasan Hak di setiap kelurahan dengan disaksikan oleh Lurah dan Camat serta pejabat kantor Pertanahan.
Pembangunan Banjir Kanal Timur terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat yang terjadi di lapangan, akan tetapi lebih didominasi oleh faktor penghambat yang dapat membuat pembangunan BKT tersebut berjalan lamban, akan tetapi faktor penghambat yang timbul dilapangan dapat diselesaikan oleh pemerintah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa yang peneliti lakukan mengenai Pelepasan Hak Atas
Tanah Dalam Rangka Pembangunan Banjir Kanal Timur di DKI Jakarta maka
peneliti berkesimpulan bahwa :
1. Pelaksanaan Pelepasan Hak Atas Tanah Dalam Pembangunan Banjir Kanal
Timur melalui beberapa tahapan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan umum yaitu
langkah awal dibentuknya Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang bertugas
mendaftarkan dan mendata kepemilikan tanah warga agar dapat dipastikan
warga yang terkena pelepasan hak atas tanah mendapatkan ganti rugi, melalui
sosialisasi memberikan informasi kepada para pemilik hak atas tanah tentang
rencana pemerintah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan yang
membutuhkan lahan dari tanah masyarakat. Musyawarah untuk menentukan
bentuk dan besarnya ganti rugi terhadap tanah dan bangunan yang disesuaikan
berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Tata Bangunan dan Gedung Provinsi
DKI Jakarta Nomor 91 Tahun 2004. P2T bekerja sama dengan Dinas
64
Surat Pelepasan Hak di setiap kelurahan dengan disaksikan oleh Lurah dan
Camat serta pejabat kantor Pertanahan.
2. Dalam pembangunan Banjir Kanal Timur terdapat faktor pendukung dan
faktor penghambat yang terjadi di lapangan, akan tetapi lebih didominasi oleh
faktor penghambat yang dapat membuat pembangunan BKT tersebut berjalan
lamban yang diantara lain yaitu ditemukan sertifikat palsu, P2T dilaporkan
kepada pihak yang berwenang, sengketa lahan di Perum Perumnas Kelurahan
Malaka Sari dan Malaka Jaya, penolakan ganti rugi warga terhadap NJOP,
kasus jalan warga, terganjal penggusuran 650 makam yang tidak diketahui
keberadaan dari ahli waris, serta kondisi perekonomian yang tidak menentu.
3. Pemerintah dalam pembangunan BKT dapat menyelesaikan faktor-faktor yang
menghambat yang timbul di lapangan seperti mendata ulang sertifikat yang
dianggap palsu di kantor pertanahan, menyelesaikan sengketa lahan di
pengadilan dengan menitipkan biaya ganti rugi dan sengketa di pengadilan,
membuat tim Appraisal yang mendapat lisensi dari pemerintah untuk
menetapkan musyawarah ganti rugi.
B. Saran
1. Pemerintah perlu untuk lebih berperan aktif dalam mensosialisasikan dan
memberikan penyuluhan berkaitan mengenai pendaftaran tanah, serta
memberikan pemahaman tentang hak dan kewajiban yang dimiliki pemilik
tanah atas tanah yang didaftarkannya tersebut serta sosialisasi Rencana Umum
Tata Ruang guna menjamin kepastian hukum guna memudahkan pelaksanaan
65
2. Dalam menentukan nilai ganti rugi pada pelaksanaan pembangunan Banjir
Kanal Timur dan pelaksanaan pelepasan hak atas tanah dimasa yang akan
datang, pemerintah memperhatikan faktor-faktor : penentuan lokasi letak
tanah; status penguasaan tanah; kelengkapan sarana prasarana; keadaan
penggunaan tanahnya; biaya pindah tempat; dampak pekerjaan; sekolah;
perniagaan; fasilitas dan instalasi telepon; listrik; jaringan tv kabel dan lain
sebagainya. Sehingga warga mendapatkan nilai ganti kerugian yang layak atas
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia, karenanya perlu diatur dan
dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pengaturan dan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan
ketertiban hukum, tetapi juga untuk menyelesaikan masalah, sengketa, dan konflik
pertanahan yang timbul. Salah satu tugas yang diemban Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia adalah menyelenggarakan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum. Pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 menyebutkan pengadaan tanah demi
kepentingan umum dapat dilakukan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Pencabutan hak
atas tanah ini bukan semata-mata mengambil alih hak atas tanah dari hak yang dimiliki oleh
individu menjadi hak Negara, akan tetapi Negara ada keharusan memberikan konsekuensi
berupa ganti rugi.
Mengingat negara Indonesia adalah negara hukum, maka segala sesuatu yang berkaitan
dengan kehidupan bermasyarakat sebagai warga negara harus berdasarkan hukum yang
berlaku, apabila hukumnya belum ada atau tidak jelas maka perlu diciptakan, begitu juga
berkaitan dengan bidang tanah yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan dan
penghidupan masyarakat, maka hingga saat ini masih dirasakan adanya kebutuhan terhadap
tanah. Jumlah manusia yang memerlukan tanah untuk kehidupannya semakin banyak,
karena itu diperlukan adanya kaidah yang mengatur tentang penggunaan tanah untuk
pengadaan tanah demi kepentingan umum.
Indonesia sangat luas dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya masih
itu sebenarnya relatif terbatas, terbatas dalam macamnya dan jumlah pontesinya lagi pula
tidak merata penyebarannya. Kebinekaan negara, masyarakat dan rakyat Indonesia
mengakibatkan adanya kebutuhan yang beraneka macam dengan intensitas yang berlainan.
Pertambahan penduduk yang pesat sekali dan kemajemukan pengetahuan rakyat serta
teknologi mengakibatkan bertambah dan meningkatnya berbagai macam kebutuhan, berbagai
macam permintaan baik dalam kuantitas maupun kualitas.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang juga menghadapi kenyataan, bahwa
kemampuannya untuk berproduksi tidak dapat mengimbangi bertambah meningkatnya
permintaan kebutuhan Negara, masyarakat dan rakyat, untuk mengatasi keadaan yang
demikian itu maka segenap sumber-sumber alam Indonesia ( bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam atau selanjutnya ditulis BARA+K ), yang merupakan modal pokok bagi
pembangunan masyarakat adil dan makmur yang dicita-citanya perlu segera digali,
dimanfaatkan dan diperkembangkan secara teratur dan berencana. Penggalian, pemanfaatan
dan pengembangan secara teratur dan berencana tersebut harus didasarkan pada suatu
rencana umum dan khusus yang rasional dan realistis, yaitu suatu rencana tentang
persediaan, peruntukan, dan penggunaan BARA+K.
Pada kenyataan akhir-akhir ini tanah tidak dapat digunakan secara maksimal untuk
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penggunaan tanah di kota-kota besar seperti di Jakarta
sudah dijadikan bangunan-bangunan pencakar langit sehingga daerah penghijauan yang
penuh dengan tanaman dan pepohonan sudah jarang bahkan tidak ada lagi, hal tersebut dapat
menyebabkan timbulnya banjir di hampir seluruh daerah-daerah perkotaan.
Banjir di daerah perkotaan pada saat ini sudah menjadi hal biasa, bahkan sejak masa kolonial
Belanda waktu Jakarta masih bernama Batavia, sudah menjadi langganan banjir.
Jakarta dari banjir, salah satunya adalah pembangunan Banjir Kanal, di Jakarta mempunyai
dua nama Banjir Kanal, antara lain Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur yang akan
dibangun.
Banjir Kanal merupakan gagasan Prof H Van Breen dari Bergelijke Openbare Werken atau disingkat BOW, cikal bakal Departemen Pekerjaan Umum yang dirilis tahun 1920. Studi ini
dilakukan setelah banjir besar melanda Jakarta tahun sebelumnya. Antara tahun 1919 dan
1920, gagasan pembuatan Banjir Kanal dari manggarai di kawasan selatan Batavia sampai ke
Muara Angke di pantai utara sudah dilaksanakan. Sebagai pengatur aliran air, di bangun juga
Pintu Air Manggarai dan Pintu Air Karet untuk mengatasi banjir akibat hujan lokal dan aliran
dari hulu di Jakarta bagian timur dibangun Banjir Kanal Timur ( BKT ).
BKT mengacu kepada rencana induk yang kemudian di lengkapi, “ The Study on urban Drainage and Wastewater Pisposal Project in the city of Jakarta “, tahun 1991, serta “ The
Study on Comprehensive River water Management Plan in Jabotabek “, pada Maret 1991. keduanya dibuat oleh Jepang International Coorperation Agency.
BKT berfungsi mengurangi banjir di 13 kawasan, melindungi pemukiman, kawasan industri
dan pergudangan di Jakarta bagian timur, BKT juga dimaksudkan sebagai prasarana
konservasi air untuk pengisian kembali air tanah dan sumber air baku serta prasarana
transportasi air. BKT direncanakan untuk menampung aliran sungai Cipinang, sungai Sunter,
Sungai Buaran, Sungai Jati kramat, dan Sungai Cakung. Daerah tangkapan air mencakup luas
lebih kurang 207 kilometer persegi atau sekitar 20.700 hektar.
Rencana pembangunan BKT tercantum dalam Pasal 9 point f Peraturan Daerah Provinsi DKI
Nomor 6 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2010 Provinsi DKI Jakarta yang
ruang daerah aliran 13 sungai, situ, waduk, banjir kanal dan lokasi tangkapan air,
sebagai orientasi pengembangan kawasan sesuai dengan fungsi Wilayah Pengembangan
(WP) tempat badan air tersebut berlokasi.
BKT akan melintasi 13 kelurahan ( 2 kelurahan di Jakarta Utara dan 11 kelurahan di Jakarta
Timur, dengan panjang 23, 5 kilometer. Total biaya pembangunan diperkirakan Rp 5
triliun, terdiri dari biaya pelepasan hak atas tanah Rp 2,5 triliun (diambil dari APBD DKI
Jakarta) dan biaya konstruksi Rp 2,5 triliun dari dana APBD Departemen Pekerjaan Umum.
Pembangunan BKT, perlu pembebasan lahan seluas 405,28 hektar yang terdiri dari 147,9
hektar di Jakarta Utara dan 257,3 hektar di Jakarta Timur, sampai dengan September 2008,
lahan yang telah dibebaskan 111,9 hektar dengan biaya sekitar Rp 700 miliar, untuk tahun
2009, direncanakan pembebasan 267,36 hektar dengan biaya Rp 1,2 triliun (Sumber : Koran
Harian Kompas 18 Januari 2010), dengan adanya hal tersebut perlu dilakukannya Pengadaan
tanah menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 dan Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum.
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 menyatakan, “pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembnagunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah”, namun
sepertinya pemerintah DKI sulit sekali melaksanakan pasal tersebut untuk membangun BKT
dikarenakan warga setempat
tidak mudah melepaskan tanahnya begitu saja kepada pemerintah, padahal pemerintah sudah
bersedia memberikan sejumlah ganti kerugian kepada warga Jakarta Timur atas pelepasan
hak atas tanah mereka, tetapi besaran ganti rugi tersebut tidak sesuai dengan yang warga
sekarang berjalan lambat. Pembangunan BKT tidak kunjung selesai direalisasikan dan
banjir di Jakarta menjadi kenyataan setiap tahunnya.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, untuk mengetahui pelaksanaan pelepasan
hak atas tanah, maka peneliti mengadakan kajian dengan judul :
“PELEPASAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BANJIR
KANAL TIMUR DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA” B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian sebagaimana yang telah disebutkan dalam latar belakang, maka yang
menjadi permasalahan dalam penilitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan Banjir Kanal
Timur ?
b. Apakah faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pelepasan hak atas
tanah untuk pembangunan Banjir Kanal Timur?
c. Bagaimanakah proses penyelesaian terhadap hambatan yang timbul dalam proyek
pembangunan Banjir Kanal Timur ?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pelepasan hak atas tanah dari
masyarakat Jakarta Timur dan Jakarta Utara kepada pemerintah daerah Jakarta Timur yang
dilakukan secara massal melalui panitia pengadaan tanah.
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
a. Untuk dapat menguraikan tata cara pelepasan hak atas tanah dalam pembangunan Banjir
Kanal Timur.
b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pelepasan hak
atas tanah masyarakat di daerah Jakarta Timur.
c. Untuk mengetahui usaha mengatasi hambatan-hambatan dalam tata cara pelepasan hak
atas tanah dari kepemilikan masyarakat Jakarta Timur kepada pemerintah daerah Jakarta
Timur.
2. Kegunaan Penilitian
a. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran dan
pengembangan cakrawala ilmu Hukum Administrasi Negara dalam bidang Hukum
Agraria khususnya tentang pelepasan hak atas tanah dari tanah
kepemilikan masyarakat Jakarta Timur kepada pemerintah daerah Jakarta Timur.
b. Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. sebagai informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam melakukan
pelepasan hak atas tanah dari kepemilikan masyarakat Jakarta Timur kepada
pemerintah Jakarta Timur