UNIVERSITAS INDONESIA
BUSINESS ETHICS
Case 1.3 Life and Death
Case 2.3 Teaching or Selling?
Kelas 142 B
Mochammad Lanrega Hafiz 1406658843
Nadya Meprista Nahib
1406658894
Prisnawati Hidayat
1406658963
Tina Fauzi Putri Tewali
1406659051
FAKULTAS EKONOMI
Case 1.3
Life and Death. Elder Suicide or Dignified Exit?
1. Should people have the moral right to end their lives if they so please?
Menurut kami, setiap orang tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya walaupun dia ingin mengakhiri hidupnya. Tindakan tersebut tidak dibenarkan meskipun dilihat dari sudut pandang manapun.
2. Does being near the end of one’s life make the decision to end it justified?
Kami memandang bahwa jika seseorang telah berada pada kondisi sekarat, orang tersebut tetap saja tidak berhak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena bunuh diri adalah tindakan yang melanggar norma-norma di dalam masyarakat.
3. What might the phrase “right to die” mean?
Kata “hak untuk mati” maksudnya adalah hak seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Orang tua ini berpikir lebih baik biaya berobat digunakan untuk hal yang lebih berguna, misalnya membiaya sekolah cucunya. Dia menganggap hidupnya tidak bermanfaat lagi dan menyusahkan anak-anaknya sehingga lebih baik dia mati. Akan tetapi, hal ini tidak dapat menjadi alasan untuk membenarkan “hak untuk mati”.
4. Do people have the right to seek assistance in dying?
Menurut kami, seseorang memiliki hak untuk meminta bantuan untuk mengakhiri hidupnya, namun seseorang tidak memiliki hak untuk memberi bantuan kepada orang lain untuk mengakhiri mengakhiri hidupnya.
5. Do people have the right to give assistance in dying?
Kami memandang bahwa seseorang tidak memiliki hak untuk memberikan pertolongan untuk membuat orang mengakhiri hidupnya. Secara hukum, di Indonesia juga tidak melegalkan tindakan euthanasia. Hal ini diatur dalam Pasal 344 KUHP yang bunyinya, “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang disebutkannya dengan nyata-nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun.” Hukum ini didukung dengan Pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP. Selain itu, kode etik kedokteran Indonesia juga melarang tindakan euthanasia.
6. What kind of restrictions, if any, should there be on assisted suicide?
Menurut kami tidak ada alasan seseorang untuk melakukan euthanasia dengan alasan apapun.
Case 2.3
CME
1. Where is the conflict of interest in this CME relationship?
Pfizer membuka Continuing Medical Education (CME), sebuah sekolah lanjutan untuk para physician yang tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan, skills, dan
attitude untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang akan diberikan physician
kepada pasien (Definition approved by the Conceil de I’education medicale continue du Quebec in 1997). Karena Pfizer merupakan perusahaan farmasi, maka CME yang didirikan bertujuan untuk menciptakan ahli farmasi. Akan tetapi, dalam perjalanannya Pfizer ternyata lebih banyak menghasilkan marketer obat daripada ahli farmasi yang murni berkontribusi di dunia medis. Sehingga masyarakat menduga bahwa tujuan Pfizer di balik pendirian CME adalah untuk mempromosikan produknya secara terselubung.
2. Do you think doctors are likely to be influenced by such promotional tactics? Why or why not?
Menurut kami, bisa jadi para dokter secara tidak langsung juga terpengaruh oleh taktik promosi Pfizer melalui program CME karena para lulusan CME yang bekerja di rumah sakit memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai produk-produk Pfizer sehingga mereka bisa merekomendasikan pada para dokter untuk menggunakan produk-produk Pfizer. Namun kembali lagi, dokter memiliki kode etik untuk bersikap objektif dan netral, serta mengutamakan kepentingan pasien di atas segalanya sehingga sebelum memutuskan produk mana yang akan digunakan, hendaknya para dokter kembali pada prinsip untuk mengutamakan kesembuhan dan kepentingan pasiennya.
3. If the pharmaceutical company is paying for the event, shouldn’t it have the right to promote its products at the event? Why or why not?
Kami mengasumsikan event di sini adalah program CME yang digagas dan dibiayai oleh Pfizer. Dalam praktiknya, kegiatan partnership antara Pfizer dengan Stanford University untuk pengembangan sekolah lanjutan dibatasi oleh Code of Ethics for parties involved in Continuing Medical Education yang mengatur batasan-batasan etis yang tidak boleh dilanggar oleh pihak-pihak yang terkait dengan CME. Isi dari kode etik tersebut diantaranya adalah:
a. Staf pengajar dan para expert tidak diperkenankan memberikan layanan yang menguntungkan perusahaan sebagai syarat diberikannya kontribusi dana.
b. Aktifitas pendidikan tidak boleh disisipi materi promosi produk atau iklan dan nama dagang dari suatu kategori produk.
c. Materi pengajaran menjadi hak dan tanggung jawab institusi pendidikan, tanpa intervensi perusahaan.
d. Semua presentasi harus menyajikan gambaran seimbang dan objektif dari berbagai opsi pengobatan dengan jenis dan merek lain, tidak didominasi oleh produk-produk dari suatu perusahaan tertentu.
e. Para partisipan harus menolak pemberian apapun dari perusahaan, yang tidak terkait dengan pembelajaran.
f. Partisipan harus berpegang teguh pada “The Physician Code of Ethics” – Dealing with integrity, independency, and impartiality.
Berdasarkan kode etik di atas, kami menyimpulkan bahwa perusahaan tidak bisa melakukan kegiatan yang bersifat promosi meskipun mendanai CME. Yang perlu diingat bahwa ini adalah institusi pendidikan yang tidak boleh dicampur adukkan dengan kegiatan komersil perusahaan, apalagi melakukan usaha untuk mendoktrin para physician
untuk menggunakan dan mempromosikan produk-produk Pfizer ketika nantinya mereka terjun di dunia medis secara nyata.
4. Pfizer stated in 2008 that it would only support medical education put on by hospitals and professional medical associations. How can it then justify the Stanford grant?
Menurut kami, penutupan CME milik Pfizer dan digantikan dengan pemberian beasiswa ke Stanford University merupakan suatu tindakan pembuktian yang coba dilakukan oleh
Pfizer bahwa tujuan pendirian CME adalah murni untuk pengembangan dunia medis, bukan usaha terselubung untuk mengambil manfaat komersil dari CME.
Ketika Pfizer mengubah pembiayaan CME menjadi pemberian beasiswa ke Stanford University, maka hal ini dapat menghapus isu etika yang dituduhkan masyarakat kepadanya. Dengan catatan, bahwa program partnership antara Pfizer dan Stanford University tetap berpegang teguh pada Code of Ethics for parties involved in Continuing Medical Education seperti yang telah dijelaskan pada soal nomor 3.
5. Has Pfizer simply replaced one conflict of interest with another? Why or why not?
Secara tidak langsung Pfizer telah menimbulkan konflik baru dengan mengganti program CME dengan pemberian beasiswa Stanford karena ternyata kurikulum di Stanford University berfokus kepada therapeutics dimana Pfizer memiliki key productnya.
6. Propose an alternative approach to ensure that CME is provided without a conflict of interest.
Menurut kami, alternatif program yang dapat dilakukan oleh Pfizer agar tidak menimbulkan conflict of interest adalah dengan cara memberikan beasiswa pendidikan medis bagi karyawan Pfizer sehingga tujuannya lebih jelas untuk investasi jangka panjang perusahaan tanpa menimbulkan conflict of interest mengenai etika.
Sources:
www.mmm-online.com/pfizer-3m-stanford-cme-grant-comes-with-few-strings-attached/article/161022/
Code of Ethics for parties involved in Continuing Medical Education. 2003. Consel De L Education Medicale Continue Du Quebec
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana