• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI GENDER GAMBAR ILUSTRASI DALAM B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI GENDER GAMBAR ILUSTRASI DALAM B"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

URNA, Jurnal Seni Rupa merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Jurusan Pen-didikan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya. URNA berisikan artikel konsep-tual, resume penelitian, dan tinjauan buku. Bertujuan untuk mengembangkan dan mengomunikasikan secara luas perkembangan seni rupa dan pendidikan seni rupa baik yang sifatnya teoretis maupun pragmatis. Terbit dua kali setahun, tiap bulan Juni dan Desember.

Penanggung Jawab : Eko A.B. Oemar

Ketua Penyunting : I Nyoman Lodra

Wakil Ketua Penyunting : Asy Syams Elya Ahmad

Penyunting Ahli : Djuli Djatiprambudi (Universitas Negeri Surabaya) Martadi (Universitas Negeri Surabaya)

Sofyan Salam (Universitas Negeri Makassar)

Tjetjep Rohendi Rohidi (Universitas Negeri Semarang)

Penyunting Pelaksana : Salamun Kaulam

Asidigisianti Surya Patria Muhajir Nadhiputro Marsudi

Sekretaris : Nova Kristiana

Administrasi : Fera Ratyaningrum

Alamat Redaksi:

Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya Gedung T3 Lt. 2, Kampus Lidah Wetan Surabaya 64732

Telp/Fax. 031-7530865 | E-mail: urna.jurnalsenirupa@yahoo.co.id

urna.jurnalsenirupa@gmail.com | Website: htp://www.urna-jurnalsenirupa.org

ISSN 2301–8135

© 2012 Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya

(3)

ISSN 2301–8135

Vol. 1, No. 1 (Juni 2012): 1–105

d a f t a r i s i

Artikel:

PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS DALAM PEMBELAJARAN SENI BUDAYA Martadi (Universitas Negeri Surabaya)

PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN PRAKTIK HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL I Nyoman Lodra (Universitas Negeri Surabaya)

NILAI ESTETIKA DALAM KOMODIFIKASI WADAH

DI MASYARAKAT HINDU BALI I Ketut Side Arsa (Institut Seni Indonesia Denpasar)

PROSES APRESIASI DAN KREASI DALAM TRITUNGGAL SENI M. Sattar (Universitas Negeri Surabaya)

PENGGUNAAN UNSUR-UNSUR BUDAYA BALI

DALAM BOG-BOG BALI CARTOON MAGAZINE

I Wayan Swandi (Institut Seni Indonesia Denpasar)

CITRA WANITA DALAM KARYA SENI RUPA Muhajir Nadhiputro (Universitas Negeri Surabaya)

MAKNA SIMBOLIS RAGAM HIAS PENDAPA TERAS CANDI PANATARAN Rustarmadi (Universitas Negeri Surabaya)

1

11

21

30

42

50

(4)

ISSN 2301–8135

Vol. 1, No. 1 (Juni 2012): 1–105

Resume Penelitian:

PERSEPSI GENDER GAMBAR ILUSTRASI DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SEKOLAH DASAR KELAS I – III Asidigisianti Surya Patria (Universitas Negeri Surabaya)

PENGEMBANGAN MEDIA DIGITAL KRIYA TOPENG MALANG UNTUK PEMBELAJARAN

SENI BUDAYA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Marsudi (Universitas Negeri Surabaya)

Tinjauan Buku:

BUKU PENTING DI TENGAH DUNIA SENI RUPA YANG GENTING Djuli Djatiprambudi (Universitas Negeri Surabaya)

76

89

(5)

PERSEPSI

GENDER

GAMBAR ILUSTRASI

DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK

PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

SEKOLAH DASAR KELAS I – III

Asidigisianti Surya Patria

Abstrak: Peran gender antara laki-laki dan perempuan gambar ilustrasi dalam Buku Sekolah Elektronik IPS Kelas I–III merupakan persepsi gender illustrator buku berdasar pada pengalamannya. Hal ini mempengaruhi persepsi gender anak karena proses berpikir anak masih bersifat konkret dan nyata. Sehingga dalam memahami gender berdasarkan apa yang ditampilkan sosok laki-laki dan perempuan dalam peran dan aktivitas yang berkaitan dengan persamaan gen-der akan diserap dan dipahami sesuai dengan yang digambarkan dalam buku tersebut.

Abstract: Gender role between man and woman in illustration picture in Grade I-III Social Science Electronic School Book is the gender perception of the book illustrator bassed on his background experience. This efects children gender perception because the children thinking process is real and concrete. In understanding gender the children will be basedon what is presented on man and woman igure in gender role and activities. it will also be understood according to the picture in the books they see.

Kata kunci:gender, ilustrasi, Buku Sekolah Elektronik

Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender dan perbedaan gender melahirkan berbagai ketidakadilan. Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan atau ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya menjadi seolah melekat pada jenis kelamin tertentu (laki-laki dan perempuan). Padahal sesungguhnya sangatlah berbeda antara gender dan jenis kelamin (sex). Seks adalah keadaan biologis yang ditentukan oleh Tuhan sedang-kan gender merupakan bentukan sosial akibat perbedaan jenis kelamin tersebut.

Melalui proses sejarah yang panjang lambat laun gender seolah menjadi keten-tuan Tuhan atau kodrat yang tidak bisa diubah lagi. Konstruksi sosial juga sangat

Asidigisianti Surya Patria adalah Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya. e-mail: asidigisianti@yahoo.co.id

(6)

mempengaruhi perkembangan konstruksi gender tersebut. Akan menjadi persoalan apabila konstruksi gender tersebut menjadi berpengaruh pada keyakinan dan buda-ya masbuda-yarakat tentang laki-laki dan perempuan seharusnbuda-ya. Sehingga masbuda-yarakat- masyarakat-lah yang membentuk pembagian gender untuk menentukan yang mereka anggap, kemudian konstruksi pembagian gender tersebut diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya oleh masyarakat tersebut sehingga keyakinan gender menjadi hal yang alamiah dan kodrati. Oleh sebab itu bagi yang melanggar dianggap tidak normal atau melanggar kodratnya (Handayani, 2002: 10).

Fenomena masyarakat yang demikian tampak male bias tersebut disebabkan adanya konsep perbedaan gender (gender diferences) yang formulasinya terkonstruk di masyarakat melalui rekayasa kultur yang panjang. Fakih (2008) mengungkap-kan bahwa sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang amat panjang, seperti dibentuk, disosialisasikan, dan diperkuat secara sosio budaya, mulai dari tingkat rumah tangga, agama, hingga negara.

Konsep gender yang sudah dikonstruksi kuat dalam masyarakat yang berkaitan dengan visualisasi, aktivitas dan peran yang tertuang dalam ilustrasi buku sekolah elektronik merupakan pemikiran terutama dari illustrator buku sebagai pengek-sekusi materi pelajaran menjadi sebuah gambar ilustrasi yang menarik bagi siswa Sekolah Dasar. Visualisasi laki-laki dan perempuan yang ditampilkan selayaknya merupakan gambaran yang imbang dan sesungguhnya sesuai dengan kenyataan, tidak dilebih-lebihkan. Begitupula dalam peran dan aktivitas yang dilakukan gam-bar laki-laki dan perempuan selayaknya merupakan gamgam-baran kegiatan kedua gender tersebut secara semestisnya, tidak ada bias gender maupun ketidakadilan gender.

Buku Sekolah Elektronik (BSE) sebagai salah satu buku teks di Sekolah Dasar yang merupakan buku yang hak terbitnya dibeli oleh Departemen Pendidikan Na-sional melalui Pusbuk memiliki distribusi yang luas meliputi seluruh Indonesia dengan harga yang murah dan kemudahan memperolehnya baik melalui softcopy maupun yang tercetak di toko buku terdekat. Sebagai buku berstandar Nasional seharusnya menjadi acuan dari buku-buku lainnya. Begitupula dengan pandangan gender dalam gambar ilustrasi Buku Sekolah Elektronik tersebut merupakan wujud dari kontruksi sosial pula yang juga berkaitan erat dengan hubungan laki-laki dan perempuan dengan deskripsinya yang menyangkut keseimbangan kedudukan dan peran. Apabila gambar diilustrasikan yang kurang imbang gender maka akan cen-derung menghasilkan pembelajar dengan sikap yang bias gender (Iriaji, 2006).

Pemahaman ilustrasi antara siswa yang masih anak-anak berbeda dengan pembuat gambar. Anak-anak usia SD (7–11 tahun) masih berpikiran konkret, yaitu apa yang dilihatnya adalah benar adanya (Santrock, 2007). Meskipun anak usia sekolah dasar belum berpikir seperti orang dewasa mereka masih berakar pada dunia ini sebagaimana adanya dan mengalami kesulitan ketika harus berpikir

(7)

cara abstrak. Jadi jenis oprasional dalam pemecahan masalah adalah membumi, kongkret dan berpikir praktis serta berpijak pada realitas yang dapat dipahami dan disimpulkan tepat dihadapannya. Anak-anak pada tahap ini dapat membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah tetapi hanya sejauh melibat-kan objek dan situasi yang sudah dikenal. (Slavin, 2008: 53)

Pada masa anak Usia Sekolah Dasar (usia 6–12 tahun) sudah mempelajari konsep-konsep dasar diri sendiri dan pengenalan diri melalui guru dan teman-temannya. Begitu pula mengenai masalah perbedaan jenis kelamin yang mempu-nyai konsep jelas terhadap peran seks. Mereka menganggap bahwa anak laki-laki lebih berwibawa dibandingkan anak perempuan. Sedangkan dalam peran sosial, pada anak yang lebih tua sadar akan sosial, agama dan status sosial ekonomi dari teman sebaya. Mereka menerima steriotip budaya dan bersikap dewasa terhadap status ini. (Hurlock, 1980: 164)

Santrock (1992) menyatakan bahwa anak perempuan dan laki-laki belajar peran gender melalui meniru dan mengamati lingkungannya, misalnya dengan memperhatikan apa yang dilakukan dan dikatakan orang. Orang tua merupakan sosok yang paling berpengaruh terhadap peran gender, sedangkan sekolah dan te-man sebaya juga berperan dalam pembelajaran tersebut. Sedangkan Berk (2000) menyatakan bahwa peran gender dipengaruhi juga oleh pelajaran sekolah, selain juga keluarga, sekolah dan teman sebaya (Mikarsa, 2003: 421).

Akibat dari adanya penggolongan seks mempengaruhi perilaku dan penilaian diri pada anak. Dalam penampilan, pakaian, serta gerak gerik akan menyesuaikan dengan peran seks tersebut. Dalam perkembangan minat, anak-anak diharapkan hanya mengembangkan minat-minat yang dianggap sesuai dengan peran seksnya. Harapan tersebut diungkapkan dengan mendorong mereka menghadapi bidang-bidang yang sesuai dengan kelompok seksnya, seperti halnya olah raga, misalnya sepak bola dan baseball dimana anak laki-laki diajak untuk mononton berbagai pertandingannya secara langsung sedangkan anak perempuan hanya melihat dari televisi saja karena dianggap kurang pantas. Sebaliknya anak perempuan didorong untuk melihat bagaimana orang berenang, menyelam atau kegiatan olah raga yang pantas bagi anak perempuan (Hurlock, 1980: 167–168). Hal ini berlaku sama deng-an mengonstruksi gender antara laki-laki perempuan, apa yang diajarkan dan dili-hatnya baik di lingkungan sekolah maupun keluarga. Sehingga apabila konstruksi gender dalam buku teks pelajaran dipahaminya seusia dengan apa yang dilihatnya dalam buku tersebut.

Dipilihnya Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai objek pene-litian ini disebabkan mata pelajaran IPS berkaitan langsung dengan pribadi siswa dan lingkungannya sehingga gambar ilustrasi yang ditampilkan seharusnya dise-suaikan dengan kondisi dan situasi lingkungan sekitar anak. Hal ini dapat dilihat dalam tujuan pembelajaran Pelajaran Ilmu Pengetahuan sosial dalam Permen Dik-nas No 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi bahwa Mata pelajaran Ilmu Pengetahun

(8)

ASIDIGISIANTI S. P., Persepsi Gender Gambar Ilustrasi dalam… • 79

Sosial SD menanamkan struktur dan konstruksi sosial baik bagi diri sendiri, kelu-arga maupun lingkungan sekitar. Oleh sebab itu penanaman gender sebagai peran dan aktivitas perempuan dan laki-laki menjadi terlihat nyata terutama di dalam buku-buku pelajaran. Hal ini menjadi sangat rentan apabila anak SD Kelas I hingga III yang merupakan anak usia rawan (6–9 tahun) terhadap menanaman konsep dan nilai-nilai sosial. Selain itu dari segi psikologi anak usia tersebut merupakan usia rawan akan konsep dan nilai yang dipengaruhi oleh gambar bukan tulisan, sehi-ngga lebih banyak menggunakan bahasa gambar dibandingkan tulisan.

Gambar Ilustrasi dalam kajian seni rupa, yang utamanya sebagai penjelasan dari suatu cerita ataupun pengetahuan, misalnya pada terbitan buku, majalah, koran dan sebagainya, yang memuat beberapa kejadian dan di sinilah peranan gambar ilustrasi sebagai penjelasnya. Gambar ilustrasi biasanya ditampilkan ber-dampingan dengan sebuah cerita, baik cerita pendek maupun cerita lainnya. Maka gambar-gambar misalnya berupa kerangka manusia dan binatang, tumbuh-tum-buhan dalam buku biologi dan dapat disebut sebagai gambar ilustrasi (Sulistyo, 2006: 104–105).

Gambar ilustrasi adalah gambar yang disajikan bersama teks, sebagai bagian dari atau pendamping untuk teks, baik untuk menambah daya tarik teks maupun untuk memperjelas maksud teks. Ilustrasi pada dasarnya turut menafsirkan teks, atau sekurang-kurangnya berupaya memperhidup teks melalui citra visual. Dalam hal ini ilustrasi dapat dibedakan dengan iluminasi meskipun pada umumnya dan dalam perkembangan sejarahnya ilustrasi dan iluminasi berjalan beriringan bah-kan berpautan sedemikian eratnya. Namun untuk kepentingan analitis, keduanya bisa dibedakan satu dari yang lainnya. Jika iluminasi merupakan gambar yang cenderung hanya menjadi dekorasi bagi teks, ilustrasi merupakan gambar yang cenderung ikut menjadi interpretasi atas teks (Setiawan dkk, 2006: 350). Sehingga dapat disimpulkan bahwa gambar ilustrasi merupakan gambaran singkat suatu alur cerita guna lebih menjelaskan cerita atau teks tersebut, bisa digunakan dalam majalah, surat kabar, maupun buku bahkan buku pelajaran juga.

(9)

Azwar (1993, dalam Iriaji 2006) mengengemukakan bahwa keberadaan gam-bar illustrasi dalam buku teks akan semakin bermakna dan strategis nilainya, manakala diletakkan dalam bingkai pendidikan di jenjang sekolah dasar kelas awal. Hal tersebut lebih dikarenakan masih terbatasnya kualitas perkembangan psikis individu dalam hal kemampuan berikir abstrak.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi persepsi adalah perhatian. Ken-neth E Anderson mendeinisikan perhatian adalah proses mental ketika stimuli dan rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada stimuli lainnya melemah. Jadi perhatian akan timbul bila mengkonsentrasikan diri pada salah satu indra dan mengesampingkan masukan indra lainnya. Ketika menyeleksi rangsa-ngan dari luar melalui alat indra kita dipengaruhi beberapa faktor, yang dibagi dua kelompok besar, yaitu: faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan diri sendiri (personal) sedangkan faktor-faktor eksternal adalah faktor mempengaruhi persepsi dari luar individu. Faktor Internal yang mempengaruhi seleksi persepsi adalah sebagai berikut: kebutuhan biologis, latar belakang, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan umum, penerimaan diri. Faktor Eksternal yang mempengaruhi seleksi persepsi adalah sebagai berikut: intensitas, ukuran, kontras, gerakan ulangan, keakraban dan sesuatu yang baru (Rakhmat, 2005: 52).

Persepsi menurut David Kerch dan Richard S. (Rakhmat, 2005: 51–56) diten-tukan oleh dua faktor, yaitu: faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fung-sional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang disebut dengan faktor personal. Keduanya juga merumuskan dalil persepsi yang pertama bersifat selektif secara fungsional, artinya objek mendapat tekanan dalam persepsi biasanya objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Kerang-ka rujuKerang-kan (frame of reference) yang disebut juga faktor fungsional misalnya adanya pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosinal dan latar belakang bu-daya terhadap persepsi.

Faktor yang kedua yang menentukan persepsi adalah faktor struktural yaitu faktor yang berasal dari stimuli isik dan efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu tersebut. Prinsip ini dikenal dengan teori Gestalt, yaitu: dalam mempersepsi sesuatu individu mempersepsi bukan melihat bagian per-bagian tetapi melihat secara keseluruhan. Salah satu tokohnya adalah Kohler. Ia berpendapat apabila memahami suatu peristiwa tidak akan diteliti secara terpisah melainkan menghubungkan keseluruhan bagian menjadi satu kesatuan. Jadi bila memahami suatu individu perlu juga melihatnya dalam konteks, lingkungannya dan masyarakatnya. (Rakhmat, 2005: 58).

Istilah gender digunakan untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan perbedaan perempuan dan laki-laki yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Gender adalah, pembedaan

(10)

ASIDIGISIANTI S. P., Persepsi Gender Gambar Ilustrasi dalam… • 81

peran, kedudukan, tanggung jawab dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat (Mosse, 2003: 3). Puspitawati (2009:2) mendeinisikan gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggungjawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya, dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kon-disi setempat.

Gender tidak sama dengan kodrat, kodrat adalah sesuatu yang ditetapkan oleh sang pencipta, sehingga manusia tidak bisa merubah maupun menolaknya. Kodrat adalah sesuatu yang sifatnya universal (tetap sepanjang hayat dikandung badan, pada setiap waktu, pada setiap tempat, misalnya melahirkan, menstruasi, menyu-sui adalah kodratnya perempuan, dan mempunyai sperma adalah kodratnya laki-laki). Gender adalah pembagian peran laki-laki dan perempuan yang diatur oleh manusia (masyarakat). Gender berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain, bahkan di dalam suatu masyarakatpun mengalami perubahan terus, karena gender bukan kodrat (Ariin dkk, 2007: 5).

Edward Wilson dari Harvard University (1975) (dalam Sasongko, 2009: 17) membagi perjuangan kaum perempuan secara sosiologis atas dua kelompok besar, yaitu konsep nurture (konstruksi budaya) dan konsep nature (alamiah). Di samping kedua aliran tersebut, terdapat paham kompromistis yang dikenal dengan keseim-bangan (equilibrium). Teori nurture, nature, dan equilibrium merupakan teori awal tentang gender.

Menurut teori nurture adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah bentukan masyarakat melalui konstruksi sosial budaya, se-hingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menem-patkan perempuan dan laki-laki dalam perbedaan kelas. Laki-laki diidentikkan dengan kelas borjuis, dan perempuan sebagai proletar. Karena itu aliran nurture melahirkan paham sosial konlik yang banyak dianut masyarakat sosialis komunis yang menghilangkan strata penduduk (egalitarian). Paham sosial konlik memper -juangkan kesamaan proporsional (perfect equality).

(11)

dan bermasyarakat. Perbedaan biologis diyakini memiliki pengaruh pada peran yang bersifat naluri (instinct). Perjuangan kelas tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan karena manusia memerlukan kemitraan dan kerjasama secara struk-tural dan fungsional. Manusia baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbe-daan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial ada pembagian tugas (division of labor) begitupula dalam kehidupan keluarga. Harus ada kesepakatan antara suami istri, siapa yang menjadi kepala keluarga dan siapa yang menjadi ibu rumah tangga. Dalam organisasi sosial juga dikenal ada pimpi-nan dan ada bawahan (anggota) yang masing-masing mempunyai tugas, fungsi dan kewajiban yang berbeda dalam mencapai tugas, fungsi dan kewajiban yang berbeda dalam mencapai tujuan.

Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesempatan (komit-men) antara suami istri dalam keluarga atau antara kaum perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat. Peran perempuan dalam lingkungan sosialnya tidak lepas dari teori fungsionalisme. Di sini wanita dalam posisi sosial utama dalam struktur keluarga merupakan produsen utama dalam pokok-pokok keluarga. Da-lam melaksanakan peran tersebut wanita harus berorientasi pada ekspresif dengan menekankan pada perasaan kasih sayang. Hal ini ini mempengaruhi perannya dalam tatanan ekonomi dan sosial. Wanita disalurkan pada jenis pekerja yang me-merlukan perasaan kasih sayang. (Rizer, 2005: 409)

Teori keseimbangan (equilibrium) menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki, karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka da-lam setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran perempuan dan laki-laki secara seimbang. Hubungan di antara kedua elemen tersebut bukan saling bertentangan tetapi hubungan komplementer guna saling melengkapi satu sama lain.

METODE

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, yaitu memberikan gambaran mengenai gender atau peran pria dan wanita dalam BSE IPS SD Kelas I–III. Gambaran peran gender yang ditampilkan ditinjau dari ak-tivitas yang ditampilkan masing-masing jenis kelamin. Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: Teknik observasi atau pengama-tan berupa pengamapengama-tan atas gambar ilustrasi dalam buku. Observasi yang diguna-kan adalah langsung dan berstruktur, yaitu: pengamatan langsung dengan sumber data (buku) dan berstruktur yaitu berpedoman dengan lembar intrumen yang

(12)

ASIDIGISIANTI S. P., Persepsi Gender Gambar Ilustrasi dalam… • 83

telah disusun sebelumnya. Kemunculan gambar laki-laki atau perempuan tersebut dideskripsikan dalam lembar observasi. Teknik dokumenter berupa penelusuran gambar-gambar ilustrasi Buku Sekolah Elektronik IPS Kelas I–III terutama yang berkaitan dengan peran gender. Pendokumentasian gambar yang menarik dan di-anggap mewakili didokumentasikan kedalam media digital (discan) untuk ditam-pilkan dalam analisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar-gambar ilustrasi yang ditampilkan dalam BSE IPS kelas I-III digo-longkan sebagai gambar ilustrasi berjenis kartunal karena menggunakan bentuk-bentuk jenaka atau bentuk-bentuk-bentuk-bentuk realis yang mengalami perubahan atau distorsi. Gambar ilustrasi kartunal tersebut mempunyai tokoh utama manusia. Hal ini dapat dilihat dari karaktersitik gambar manusia yang cenderung kurang detail terutama pada wajah. Mata digambarkan hanya titik sedangkan hidung dan mulut digam-barkan dengan garis.

Jenis kartun yang ditampilkan juga beragam, antara lain: kartun tabloid (5 buku), dengan ciri-ciri: bentuk praktis, garis simpel dan tidak ada bayangan, vi-sualisasi wajah ramah dan mempunyai beragam ekspresi. Eksagerasi mempunyai sifat cenderung bulat, tidak kaku maupun bersiku-siku. Visualisasi gambar ilus-trasi dalam Buku Sekolah Elektronik mata pelajaran IPS kelas I–III yang berkaitan dengan laki-laki dan perempuan menampilkan sosok keluarga inti Indonesia yang terdiri dari Ayah (laki-laki), Ibu (perempuan) dan anak-anak (laki-laki dan perem-puan). Ketiga sosok tersebut dianggap mewakili bentuk keseharian laki-laki dan perempuan Indonesia dengan bermacam aktivitasnya.

Selain gambar kartun tabloid juga ditampilkan gambar kartun faux naïf dan kartun imut. Karakteristik kartun faux naïf adalah seperti kartun amatiran, yang mempunyai kemampuan menggambar yang rendah, gaya gambar yang longgar (leksibel), bentuk gambar yang sangat praktis dan sederhana seperti lingkaran, garis tegak dan kotak, menghindari detail yang berat, terlihat jumlah garis yang sedikit. Sedangkan kartun imut mempunyai ciri-ciri: visualisasi muka sederhana, mengandalkan kepraktisan dalam gambar, bentuk kepala lebih beragam, bentuk tubuh relatif sama, terkesan kekanak-kanakan, imut, gemuk dan pendek.

(13)

Sedangkan gambar ilustrasi laki-laki dan perempuan dewasa memiliki tinggi tubuh bekisar 5–6 kepala. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan Jack Hamm (1983) yang menggunakan proporsi tubuh manusia dewasa, laki-laki 7,5 kepala dan perempuan enam kepala. Hal tersebut berdasarkan tubuh orang Ba-rat yang cenderung tinggi dengan kaki dan tangan panjang semampai. Berbeda dengan orang Indonesia yang tidak setinggi orang Barat. Oleh sebab itu ilustra-tor memvisualisasikan gambar manusia dengan proporsi tubuhnya tidak setinggi yang dituliskan Jack Hamm.

Dalam BSE, perempuan digambarkan beraktivitas di dalam rumah deng-an melakukdeng-an rutinitas ydeng-ang dideng-anggap sebagai pekerjadeng-an perempudeng-an di dalam rumah, utamanya memasak, kemudian mencuci piring dan baju. Pewarisan tra-disi (budaya) berkonsep nurture ini diwariskan ke anak. Ini dapat dilihat dalam gambar ilustrasi yang ditampilkan dalam BSE tersebut. Anak perempuan berada di dapur membantu ibunya mengerjakan tugas-tugas (perempuan) rumah tangga (domestik) seperti: memasak dan membersihkan rumah. Anak perempuan sudah diajarkan beraktivitas berkaitan dengan kerumahtanggan yaitu memasak. Kedua tangan anak perempuan sibuk memasak tidak ada kesempatan untuk lainnya dan dengan konsentrasi penuh pada memasak. Aktivitas tersebut ditunjang pula deng-an sardeng-ana ydeng-ang mendukung seperti: alat-alat memasak ydeng-ang lengkap ddeng-an lemari kabinet.

Gambar 1. Aktivitas perempuan dalam BSE IPS SD kelas I-III

(14)

ASIDIGISIANTI S. P., Persepsi Gender Gambar Ilustrasi dalam… • 85

Kebersaman dan kerjasama yang harmonis dalam tanggung jawab atas ke-bersihan rumah juga ditampilkan dalam gambar ilustrasi Buku Sekolah Elektronik ini. Adanya gambaran pembagian tugas dalam kebersihan rumah yang seimbang antara laki-laki baik ayah maupun anak dan perempuan baik ibu maupun anak. Sehingga pembebanan tugas kebersihan rumah tidak hanya harus dikerjakan oleh perempuan tetapi laki-laki juga seharusnya ikut berkerja bersama.

Aktivitas perempuan untuk memenuhi suplai makanan dilakukan dengan berbelanja baik di pasar tradisional maupun di pasar swalayan. Seperti yang di-ilustrasikan dalam Buku Sekolah Elektronik yang menggambarkan pasar atau toko dengan pembeli adalah perempuan baik ibu maupun anak perempuan. Penjual di pasar tradisional pun didominasi oleh perempuan.

Gambar ilustrasi yang ditampilkan dalam 4 BSE yang berbeda terdapat satu kesamaan tema gambar yang menampilkan satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak duduk bersama di ruang keluarga. Aktivitas ibu (perempuan) dan ayah (laki-laki) sama yaitu: ibu menjahit sedangkan ayah membaca koran. Gambar seperti ini seolah menjadi stereotipe dari gambaran keluarga Indonesia. Perempuan (ibu) meskipun dalam keadaan santai (tidak bekerja) tetap mengerjakan pekerjaan domestik (menjahit). Laki-laki (ayah) selalu meng-update pengetahuan dan berita dengan mambaca koran untuk mengetahui dunia luar sedangkan perempuan akan tetap berkutat di dunia kerumahtanggaan (domestik).

Dalam gambar ilustrasi bermain perbedaan gender sudah diperlihatkan. Hal ini dapat diamati pada permainan yang mereka mainkan. Anak laki-laki sudah dikotakkan bermain alat tranportasi (mobil dan pesawat) sedangkan anak perem-puan bermain boneka. Penggolongan ketertarikan berdasarkan preferensi jenis kelaminnya sesuai dengan teori yang dinyatakan Hurlock (1980) bahwa anak-anak diharapkan hanya mengembangkan minat-minat yang dianggap sesuai dengan peran seksnya. Harapan tersebut diungkapkan dengan mendorong mereka meng-hadapi bidang-bidang yang sesuai dengan kelompok seksnya.

(15)

ilustrasi Buku Sekolah Elektronik yang merupakan gambaran pemikiran dari sang ilustrator buku yang masih menganggap bahwa perempuan berperan utama me-ngasuh anak. Pewarisan budaya (nurture) yang menekankan bahwa mengasuh anak adalah kewajiban atau tugas perempuan ditampilkan dengan gambar ilustrasi yang melibatkan anak perempuan terutama kakak dalam mengasuh anak kecil (bayi). Anak perempuan yang lebih tua diharapkan membantu ibunya mengasuh adiknya apabila ibu sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya. Konsep nurture (budaya) mulai bergeser dengan adanya keterlibatan laki-laki (Ayah dan Kakek) pola pengasuhan anak dalam keluarga. dalam gambar ilutrasi tersebut laki-laki dilibatkan langsung dalam pengasuhan anak bukan hanya sebagai pendamping saja.

Gambar 2. Pola pengasuhan anak oleh laki-laki dan perempuan

Laki-laki terlibat kontak komunikasi dan isik langsung dengan anak. Baik anak laki-laki maupun perempuan dipegang, digendong dan diajak berbicara. Set-ting latar berbagai macam, bisa di rumah ketika akan berangkat sekolah, di taman maupun di ruang keluarga ketika sedang santai. Di sini ibu (perempuan) tidak terlihat secara langsung.

Selain digambarkan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga secara terpisah di gambar juga diilustrasikan peran dan kedudukan laki-laki dan perem-puan sebagai orang tua terhadap anak-anaknya baik laki-laki maupun peremperem-puan. Kedudukan orang tua terhadap anak-anaknya bisa terlihat dari posisi duduk orang tua dan anak-anak apabila sedang berada dalam satu ruangan. Terdapat dalam beberapa gambar yang mengilustrasikan bahwa kedudukan orang tua lebih tinggi dari anak, ini terlihat dengan posisi duduk orang tua di kursi atau sofa sedangkan anak-anak duduk di bawah. Diperlihatkan pula meskipun berdampingan dalam mengasuh anak, perempuan cenderung pasif (duduk diam dan tersenyum) ketika

(16)

ASIDIGISIANTI S. P., Persepsi Gender Gambar Ilustrasi dalam… • 87

berada dalam posisi bersama dengan laki-laki (ayah). Laki-laki (ayah) masih di-posisikan aktif berbicara dihadapan anak-anaknya. Laki-laki mengangkat tangan seolah memberi penekanan atas perkataan (mulut terbuka) yang diketengahkan-nya. Anak-anak juga digambarkan memperhatikan kedua orang tuanya terutama ayah (laki-laki) yang sedang berbicara.

Kemodernan yang ditampilkan dalam seting ruang keluarga modern (kota) tidak menggeser atau mengubah peran laki-laki (ayah) sebagai pemimpin keluarga dan harus didengar atau dipatuhi oleh anggota keluarga lainnya ibu dan anak. Perempuan (ibu) dalam keluarga mengikuti dan memberikan perasaan damai (me-megang/mengelus anak).

Dalam gambar ilustrasi dalam BSE yang ditampilkan terjadi stereotipe dalam hal pekerjaan yang dilakukan laki-laki. Terdapat kesamaan dalam beberapa buku yang berbeda pada profesi teretentu yang sering muncul dan menjadi kesamaan dari buku-buku tersebut. Stereotipe jenis pekerjaan atau profesi ayah (laki-laki) sebagai pencari nakah yang muncul berulang adalah pekerjaan di kantor dengan penggambaran laki-laki memakai dasi menghadap komputer atau meja tulis. Hal tersebut dapat menanamkan pemikiran pada anak-anak terutama anak SD peng-guna Buku Sekolah Elektronik bahwa igur ayah adalah pencari nakah bagi kelu -arganya dan pekerjaan seorang laki-laki atau ayahnya yang benar adalah pekerjaan di kantor. Pekerjaan lainnya dianggap kurang pantas bagi seorang laki-laki atau ayah.

Peran ekspresif emosional perempuan memunculkan profesi atau peker-jaan perempuan yang berkaitan dengan hal-hal kasih sayang, sabar dan pemberi ketenangan. Seperti terlihat dalam gambar di bawah ini, profesi atau pekerjaan yang paling sering muncul adalah perawat. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan lainnya masih memposisikan perempuan sebagai aktor domestik keluarga, yaitu pekerjaan yang berkaitan erat dengan kesehariannya mengurus keluarga seperti: memasak dan menjahit. Adapula pekerjaan yang berkaitan dengan sisi feminimnya, yaitu kecantikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Latar belakang gambar ilustrasi digambarkan terlalu detail sehingga meng-ganggu gambar depan yang ditampilkan. Gambar tokoh juga divisualisasikan dengan terlalu detail dan cenderung mengarah pada dekoratif yang entertaining. Sehingga esensi dari gambar ilustrasi yang seharusnya mendukung teks menjadi mengganggu teks. Gambar ilustrasi seharusnya yang berkaitan dengan teks sudah cukup detail-detail gambar yang mengandung estetika menjadi kurang efektif.

(17)

konk-ret dan apa adanya sehingga apa yang dilihatnya merupakan benar adanya. Ruang lingkup yang bisa ditangkap pun masih sebatas apa yang dia kenal dan berada di lingkungan terdekatnya. Sehingga apa yang ditampilkan dalam memahami sosok laki-laki dan perempuan dalam peran dan aktivitas yang berkaitan dengan persa-maan gender akan diserap dan dipahami sesuai dengan yang digambarkan dalam buku tersebut. Penelitian lebih lanjut yang masih berkaitan dengan gambar ilistrasi terutama buku pelajaran sebaiknya mengenai dianalisa keefektifan gambar ilus-trasi terhadap hasil belajar siswa. Objek penelitiannya adalah buku-buku pelajaran di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ariin, Khairani, Siti Maisarah, Seri Rahayu, Leila Juari, Norma Susanti, dan Erni. 2007. Pengintergrasian Keadilan Gender dalam Program Pertanian, Irigasi dan Perikanan. Banda Aceh: Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan.

Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang:

Univ-eritas Muhammadiyah Malang.

Hurlock, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Iriaji. 2006. “Pengembangan Gambar Ilustrasi Berperspektif Jender pada Buku Teks Seko-lah Dasar Kelas Awal”. Jurnal Penelitian Kependidikan: Tahun 16, Nomor 2, Desember. Malang: UNM Press.

Megawangi, Ratna. 2005. Membiarkan Berbeda?. Bandung: Mizan Pustaka

Mikarsa, Lestari; Tauik, Agus; Prianto, Puji Lestari. 2003. Materi Pokok Pendidikan Anak di SD; 1 – 12. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mosse, Julia Cleves. 2003. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Puspitawati, Herien. 2009. “Teori Gender dan Aplikasinya dalam Kehidupan Keluarga.” Bahan Ajar Mata Kuliah Pengantar Ilmu Keluarga. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Rakmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rizer, George dan Douglas J. Goodman. 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Me-dia.

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Sasongko, Sri Sundari. 2009. Konsep dan Teori Gender. Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan; Teori dan Praktik. Edisi kedelepan, jilid 1. Jakarta: PT Indeks.

Sulistyo, Edi Tri. 2006. Kaji Dini Pendidikan Seni. Surakarta: UNS Press.

Setiawan, H. W., Irma Damajanti, dan Prijanto Sunarto. 2006. “Telaah Atas Ilustrasi Buku Roesdi djeung Misnem sebagai Bacaan Murid-murid Sekolah Rakyat di Jawa Barat sebelum Perang Dunia II”. Jurnal Visual Art: Vol. 1 D, No. 3, 2007, hlm. 346–363. Ban-dung: ITB.

Gambar

Gambar 1. Aktivitas perempuan dalam BSE IPS SD kelas I-III
Gambar 2. Pola pengasuhan anak oleh laki-laki dan perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Agar dapat membangun sistem monitoring dan kontrol nutrisi diperlukan, sistem mekanik yang terdiri dari modul hidroponik NFT beserta reservoir untuk menampung larutan nutrisi,

Buku berhitung jenis ini menampilkan gambar dan diikuti dengan tulisan angka serta huruf angka tersebut. Hubungan antara gambar dan angka adalah satu lawan satu, sederhana, dan

Terdapat beberapa jenis gaya bahasa yang terdapat di dalam novel Tere Liye yang berjudul Pergi yaitu: Gaya bahasa litoles, Gaya Bahasa Satire, Gaya Bahasa

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran dan luasan vegetasi hutan mangrove, dan menentukan tingkat kerapatan atau kesehatan vegetasi mangrove menggunakan indeks

5e%akaian sitostatiska belu% %e%uaskan$ biasan"a &ad+al #e%berian sitostatiska &ad+al #e%berian sitostatiska tidak sa%#ai selesai karena keadaan u%u% %e%buruk$

Terima kasih Tuhan telah menjadikan perempuan sebagai penolong kami yang sepadan.. Kami menyaksikan mereka menjadi pengajar, rekan dan

Merupakan rancangan yang dibuat berdasarkan sistem baru yang diinginkan oleh pihak manajemen terkait [ 6 ]. Melakukan penggalian kebutuhan untuk keperluan sistem dengan cara