• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DASAR TEORI batuan karbonat (silahkan di copy, mohon sertakan sumber link asli)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 DASAR TEORI batuan karbonat (silahkan di copy, mohon sertakan sumber link asli)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

6

CaCO3, dimana unsur ini hanya bisa terbentuk pada daerah laut dengan syarat-syarat seperti salinitas, suplai cahaya matahari, kekeruhan, keadalaman dan arus air laut yang tenang dan batas zona akhir terbentuknya unsur karbonat, atau yang disebut sebagai zona CCD (Carbonate Compensation Depth), karena hal ini sangat berperan dalam pembentukan batuan sedimen karbonat.

2.1. Batuan Karbonat

Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan material karbonat lebih dari 50 % yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil presipitasi langsung (Reijers & Hsu, 1986). Sementara itu, (Bates & Jackson, 1987) mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang komponen utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih dari 50 %. Sedangkan batugamping menurut definisi (Reijers & Hsu, 1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95 %, sehingga tidak semua batuan karbonat adalah batugamping, namun batugamping merupakan bagian dari kelompok batuan karbonat.

2.2. Genesa Batuan Karbonat

(2)

dan sebagainya. Cangkang-cangkang dari organisme tersebut mengandung mineral aragonit yang kemudian berubah menjadi mineral kalsit. Proses pembentukan batuan karbonat akan terus berlangsung, bila keadaan laut relatif dangkal. Hal ini dapat terjadi bila ada keseimbangan antara pertumbuhan organisme dan penurunan dasar laut tempat terbentuknya batuan tersebut, sehingga dapat menghasilkan batuan karbonat yang tebal.

Sementara menurut (Landes, 1959), selain dipengaruhi oleh lingkungan laut dangkal dan tanpa adanya pengendapan material asal daratan, pembentukan batuan karbonat membutuhkan lingkungan pengendapan dengan syarat-syarat khusus sebagai berikut:

1. Dasar laut yang relatif datar dan stabil. 2. Kedalaman laut yang dangkal.

3. Suhu air yang relatif hangat (± 38° C). 4. Ombak yang tidak begitu besar. 5. Tidak ada arus yang besar dan kuat. 6. Kegaraman air laut sekitar 13% (permil).

(3)

Syarat-syarat kondisi yang ideal untuk pembentukan batuan karbonat antara lain sebagai berikut:

a. Jernih

Batuan karbonat dihasilkan dari sekresi organisme laut dan presipitasi dari air laut secara kimiawi. Hal ini mengandung arti bahwa pembentukan batuan karbonat juga tergantung pada organisme. Sementara organisme laut membutuhkan kondisi laut yang jernih agar sinar matahari dapat masuk tanpa terganggu.

b. Dangkal

Dangkal disini diartikan sebagai batas sinar matahari dapat masuk ke laut. Batas ini sering disebut zona fotik yaitu zona yang dapat ditembus oleh matahari sebagai syarat utama untuk melakukan proses fotosintesis oleh organisme. Batas kedalaman yang harus diperhatikan adalah carbonate compensation depth (CCD) yaitu batas kedalaman untuk mineral karbonat terendapkan.

c. Hangat

Organisme karbonat biasanya hidup pada temperatur ± 36° C. Kondisi yang hangat ini berhubungan dengan syarat kedalaman yang masib bisa ditembus oleh sinar matahari.

d. Salinitas

(4)

merupakan kondisi dengan salinitas yang relatif tinggi sehingga batuan karbonat dapat terbentuk dengan baik.

2.3. Mineralogi Batuan Karbonat

Pembentukan mineral karbonat tidak lepas dari kondisi air (tawar dan asin) dimana batuan karbonat tersebut terbentuk. Walaupun mineral karbonat dapat terbentuk pada air tawar dan laut, namun informasi banyak diperoleh dari kondisi air laut.

Terdapat variasi kedalaman laut (hingga ribuan meter) dimana mineral-mineral karbonat dapat terbentuk, namun produktifitas terbentuknya mineral karbonat hanya pada wilayah dimana cahaya matahari dapat tembus (Light saturation zone). Tingkat produktifitas mineral karbonat paling tinggi yaitu pada kedalaman

0–20 meter (Gambar 2.2) dimana cahaya matahari efektif menembus kedalaman ini.

Gambar 2.2. Penampang yang memperlihatkan hubungan produksi mineral karbonat terhadap kedalaman laut, Modifikasi (Tucker & Wright, 1990)

(5)

sebagai penyusun batuan karbonat modern memiliki komposisi mineral aragonit, sedangkan organisme lainnya seperti algae, foraminifera umumnya tersusun oleh mineral kalsit (Tabel 2.1).

Tabel 2.1.Komposisi mineral setiap organisme yang umum dijumpai pada batuan karbonat modern. (Sumber: Flügel, 1982 modifikasi)

(6)

2.3.1. Mineral Utama Penyusun Batuan Karbonat

Menurut Milliman (1974), Folk (1974) dan Tucker dan Wright (1990) mengungkapkan bahwa mineral karbonat yang penting menyusun batuan karbonat adalah aragonit (CaCO3), kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Selain mineral utama tersebut beberapa mineral sering pula dijumpai dalam batuan karbonat yaitu magnesit (Mg CO3), Rhodochrosite (MnCO3) dan siderit (Fe CO3).

Tabel 2.2. Sifat petrografis mineral pembentuk batuan karbonat (Flügel (1982)

(7)

Tabel 2.3. Komposisi Kimia dan Mineral Karbonat yang Umum Dijumpai (Sam Boggs, 1978)

MINERAL RUMUS KIMIA SISTEM KRISTAL

Aragonit CaCO3 Orthorombik

Kalsit CaCO3 Heksagonal(rombohedral)

Dolomit CuMg(CO3)2 Heksagonal(rombohedral)

Magnesit MgCO3 Heksagonal(rombohedral)

Ankerit Ca(FeMg)(CO3)2 Heksagonal(rombohedral)

Siderit FeCO3 Heksagonal(rombohedral)

Ketiga mineral utama tersebut mempunyai lingkungan pembentukan tersendiri. Mineral aragonit terbentuk pada lingkungan yang mempunyai temperatur tinggi dengan penyinaran matahari yang cukup, sehingga batuan karbonat yang tersusun oleh komponen dengan mineral aragonit merupakan produk laut dangkal dengan kedalaman sekitar 2000 meter, namun perkembangan maksimum adalah hingga kedalaman 200 meter. Sedangkan mineral kalsit merupakan mineral yang stabil dalam air laut dan dekat permukaan kulit bumi. Mineral kalsit tersebut masih bisa ditemukan hingga kedalam laut mencapai 4500 meter (Gambar 2.3).

Dolomit adalah mineral karbonat yang stabil dalam air laut dan dekat permukaan. Dolomit menurut sebagian ahli merupakan batuan karbonat yang terbentuk oleh hasil diagenesa batuan yang telah ada. Dengan demikian maka dolomit hanya umum dijumpai pada daerah evaporasi atau transisi.

(8)

pada kedalaman sekitar 3000 meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak ditemukan lagi mineral karbonat atau disebut Calcite Compensation depth (CCD) (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Diagram yang memperlihatkan posisi relatif mineral aragonit dan kalsit terhadap kedalaman air laut dan tingkat solubilitas mineral yang ditunjukkan oleh garis ACD dan CCD pada daerah tropis. Pembagian zona menjadi 4 zona yaitu zona presipitasi

(I), zona dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan lagi mineral karbonat (IV) (Sam Boggs 2nd, 1978)

Terjadinya perbedaan tersebut tidak hanya terjadi oleh karena perbedaan sinar matahari yang bisa masuk tetapi juga disebabkan oleh temperatur air laut, kandungan Mg2+, saturasi dari konsentrasi (CO3)2- serta fisiologi biotanya (Tucker dan Wright, 1990).

(9)

matahari semakin tinggi pada posisi dekat dengan equator atau khatulistiwa. Oleh karena itu pada daerah-daerah equatorial merupakan wilayah yang menjadi tempat berkembangnya terumbu modern yang baik. Sebaliknya zona yang menjauh dari daerah equatorial maka kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya matahari semakin dangkal sehingga semakin kurang baik perkembangan terumbunya.

Gambar 2.4. Diagram yang memperlihatkan posisi relatif zona presipitasi (I), zona dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan lagi

mineral karbonat (IV) terhadap latitude (Sam Boggs 2nd, 1978)

(10)

Khusus untuk daerah tropis, pembagian zona tersebut CCD mencapai kedalaman laut sekitar 4500-an meter atau hingga laut dalam (deep sea). Jika zona-zona tersebut diintegrasikan dengan panampang lingkungan pengendapan laut secara dua dimensi (Gambar 2.6), maka zona dimana masih bisa ditemukan adanya mineral kalsit termasuk kedalam laut dalam (deep sea) pada zona III.

Gambar 2.6. Diagram yang memperlihatkan hubungan antara zona-zona mineral karbonat terhadap lingkungan pengendapan pada laut modern (Sam Boggs, 1978)

2.4. KOMPOSISI PENYUSUN BATUAN KARBONAT

Pada umumnya, selain mengandung mineral karbonat dalam jumlah yang sangat melimpah seperti aragonite, kalsit, dolomit, magnesit dan siderit, batuan karbonat juga memiliki 2 komponen penyusun utama, yaitu:

a. Material yang diendapkan di tempat (in situ) langsung dari larutan dan berfungsi sebagai semen (sparit).

(11)

karbonat (mikrit/matrik karbonat) serta material yang berukuran pasir atau lebih besar disebut butir atau partikel.

Penyusun batugamping menurut Tucker (1991), komponen penyusun batugamping dibedakan atas non skeletal grain, skeletal grain, matriks dan semen.

1. Non Skeletal grain, terdiri dari : a. Ooid dan Pisoid

Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2 mm maka disebut pisoid. b. Peloid

Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau meruncing yang tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1-0,5 mm. Kebanyakan peloid ini berasal dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut pellet (Tucker 1991).

c. Agregat dan Intraklas

Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).

(12)

Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam batugamping (Sam Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang waktu geologi (Tucker, 1991).

3. Lumpur Karbonat atau Mikrit

Mikrit merupakan matriks yang biasanya berwarna gelap. Pada batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4 mikrometer. Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas antara kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur. Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar yang kasar (Tucker, 1991).

4. Semen

Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat. (gambar 2.7)

(13)

2.5. Klasifikasi Batuan Karbonat

Secara umum, klasifikasi batuan karbonat ada 2 macam, yaitu: klasifikasi deskriptif dan klasifikasi genetik. Klasifikasi deskriptif merupakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat-sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan secara langsung, seperti fisik, kimia, biologi, mineralogi atau tekstur. Klasifikasi genetik merupakan klasifikasi yang lebih menekankan pada asal usul batuan. Parameter sekunder yang digunakan antara lain porositas, sementasi, tingkat abrasi atau kebundaran butiran, penambahan unsur nonklastik dan sebagainya. Klasifikasi Grabau (1904)

Menurut klasifikasi Grabau, batugamping dapat dibagi menjadi 5 macam seperti pada gambar 2.8 , yaitu:

a. Calcirudite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih besar daripada pasir (>2 mm).

b. Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16-2 mm).

c. Calcilutite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir(<1/16 mm).

d. Calcipuluerite, yaitu batugamping hasil presipitasi kimiawi, seperti batugamping kristalin.

(14)

Gambar 2.8. perbandingan skala Wentworth dan terminologi Grabau untuk penamaan batuan karbonat (Colin J.R. Braithwaite, 2005)

Klasifikasi Folk (1959)

Parameter utama yang dipakai pada klasifikasi ini adalah tekstur deposisi. Folk menyatakan bahwa proses pengendapan batuan karbonat dapat disebandingkan dengan proses pengendapan batupasir atau batulempung. Menurut Folk ada 3 macam komponen utama penyusun batugamping yaitu:

a. Allochem, yaitu material karbonat sebagai hasil presipitasi kimiawi atau biokimia yang telah mengalami transportasi (intrabasinal), analog dengan butiran pasir atau gravel pada batuan asal daratan. Allochem ada 4 macam yaitu intraclast, oolite, pellet dan fosil.

b. Microcrystalline calcite ooze (micrite), yaitu material karbonat yang berdiameter 1-4 mikron, translucent, dan berwarna kecoklatan (dalam sayatan tipis). Sedangkan dalam handspecimen, micrite bersifat opak dan dull, berwarna putih, abu-abu, abu-abu kecoklatan atau hitam. Micrite analog dengan lempung pada batulempung atau matrik lempung pada batupasir.

(15)

yang jernih dan mozaik dalam asahan tipis, berfungsi sebagai pore filling cement. Sparite analog dengan semen pada clean sandstone. Berdasarkan perbandingan relatif antara allochem, micrite dan sparite serta jenis allochem yang dominan. Prosedur pemberian nama batuan menurut Folk adalah:

1. Jika intraclast > 25% intraclastic rock

2. Jika intraclast =/< 25%, lihat prosentase oolite-nya 3. Jika oolite >25% oolitic rock

4. Jika intraclast =/<25% dan oolite =/<25%, lihat perbandingan antara fosil dengan pelet, yaitu:

a) fossil : pellet > 3:1 biogenic rock, b) fossil : pellet < 3:1 pellet rock,

c) fossil : pellet = 3:1 – 1:3 biogenic pellet rock.

Kelemahan utama dari klasifikasi ini adalah tidak dapat menjelaskan batuan karbonat yang kompleks. Sebagai contoh ketika dalam suatu batuan terdapat a% pecahan cangkang Pelecypoda, b% Ostrakoda utuh, c% Glaukonit, maka sulit ditentukan nama batuan tersebut.

(16)

Gambar 2.9. Klasifikasi Folk,(after Folk 1959)

Keterangan:

Tipe 1, sparry allochemical rocks, terutama tersusun atas allochem yang tersemenkan oleh sparry calcite cement.

Tipe 2, microcrystalline allochemical rocks, mengandung allochem, tetapi arus yang bekerja tidak cukup kuat sehingga microcrystalline ooze tidak tercuci dan terendapkan sebagai matriks sparry calcite jarang terbentuk karena tidak ada pori tempat terbentuknya.

Tipe 3, microcrystalline rocks kebalikan dari tipe 2, lingkungan pengendapan tidak berarus kuat sehingga presipitasi dari microcrystalline ooze sangat cepat dan jarang dijumpai allochem.

Klasifikasi Dunham (1962)

(17)

1. Derajat perubahan tekstur pengendapan

2. Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi 3. Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dan lumpur karbonat

Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham mengklasifikasikan batugamping menjadi 5 macam, yaitu mudstone, wackestone, packestone, grainstone, dan boundstone. Sedangkan batugamping yang tidak menunjukkan

tekstur deposisi disebut crystalline carbonate. Fabrik (supportation) grain-supported (butiran yang satu dengan yang lain saling mendukung) dan mud-supported (butiran mengambang di dalam matrik lumpur karbonat) digunakan untuk membedakan antara wackestone dan packestone. Dunham tidak memperhatikan jenis butiran karbonatnya seperti klasifikasi Folk. Batas ukuran butir yang digunakan oleh Dunham untuk membedakan antara butiran dan lumpur karbonat adalah 20 mikron (lanau kasar). Klasifikasi batugamping yang didasarkan pada tekstur deposisi dapat dihubungkan dengan fasies terumbu dengan tingkat energi yang bekerja, sehingga dapat untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Klasifikasi ini memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut: Kelebihan :

a. Sangat mudah digunakan, karena tidak perlu menentukan jenis butiran secara detail. Jenis butiran tidak mempengaruhi penamaan batuan, (gambar 2.10).

b. Dapat digunakan untuk menentukan tingkat diagenesa, karena klasifikasi ini berdasarkan pada fabric sehingga sparit tidak perlu di deskripsi.

(18)

Pada sayatan tipis tidak mudah membedakan fabric batuan karena pada sayatan tipis hanya memberikan gambaran 2 dimensi.

Gambar 2.10. Klasifikasi Dunham (Dunham, 1962 Vide Rizqi Amelia Melati, 2011)

Mudstone – batuan karbonat, yang mengandung butiran kurang dari 10%, sinonim dengan kalsilutit, hanya saja tidak menyebutkan secara spesifik komposisi mineralogi.

Wackestone – batuan karbonat yang mud supported mengandung lebih dari

10% butiran tetapi antar butirannya tidak saling bersinggungan, butiran kasar mengambang dalam matriks.

Packstone - Batuan karbonat, grain supported, terdapat kandungan lumpur

dan antar butiran saling bersinggungan.

Grairtstone - Batuan karbonat, tidak terdapat lumpur, grain supported, dan

antar butir saling bersinggungan.

Boundstone - Batuan karbonat, mengalami pengikatan material organik

sewaktu pengendapan yang mengindikasikan asal-usul komponen yang direkatkan bersama selama proses deposisi.

Crystalline carbonates - Batuan karbonat, tidak menunjukkan tekstur

(19)

Klasifikasi Embry and Klovan (1971)

Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur pengendapan dan merupakan pengembangan dari klasifikasi Dunham (1962) yaitu dengan menambahkan kolom khusus pada kolom boundstone, menghapus kolom crystalline carbonate, dan membedakan % butiran yang berdiameter </= 2 mm dari butiran yang berdiameter > 2mm. Dengan demikian klasifikasi Embry and Klovan seluruhnya didasarkan pada tekstur pengendapan dan lebih tegas di dalam ukuran butir yaitu ukuran grain =/>0,03–2 mm dan ukuran lumpur karbonat <0,03 mm. Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan membagi batugamping menjadi dua kelompok, yaitu batugamping allochtonous dan batugamping autochtonous. Batugamping autochtonous adalah batugamping yang komponen penyusunnya berasal dari organisme yang saling mengikat selama pengendapannya. Batugamping ini dibagi menjadi 3 yaitu: bafflestone (tersusun oleh biota berbentuk cabang), bindstone (tersusun oleh biota berbentuk menegak atau lempengan) dan framestone (tersusun oleh biota berbentuk kubah atau kobis). Batugamping allochtonous adalah batugamping yang komponennya berasal dari sumbernya oleh fragmentasi mekanik, kemudian mengalami transportasi dan diendapkan kembali sebagai partikel padat. Batugamping ini dibagi menjadi 6 macam yaitu: mudstone, wackestone, packetone, grainstone, floatstone dan rudstone. Dengan demikian klasifikasi Embry & Klovan sangat tepat untuk mempelajari fasies terumbu dan tingkat energi pengendapan.

(20)

Floatstone, batugamping dengan komponen yang lebih besar dari 2 mm dengan

komposisi lebih besar dari 10%, matriks supported.

Rudstone, batugamping dengan komponen yang lebih besar dari 2 mm dengan

komposisi lebih besar dari 10%, komponen supported.

Bqfflestone, terbentuk akibat perilaku organisme seperti baffle , berdasarkan atas

komponen terumbu yang merupakan perangkap sedimen dan menghapus kolom crystalline carbonates.

Bindstone, terbentuk akibat organisme yang terjebak dan terjepit selama proses

deposisi.

Framestone, terbentuk oleh aktivitas organisme yang membentuk kerangka yang

keras.

Gambar 2.11. Klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham yang dimodifikasi oleh Embry dan Klovan(After Dunham, 1962 dan Embry & Klovan 1971)

Klasifikasi Plumpey Et Al (1962)

(21)

berdasarkan endeks energi, yang mana indeks energi merupakan salah satu parameter penting di dalam menentukan lingkungan pengendapan batuan karbonat. Pembagian indeks energi tersebut adalah sebagai berikut (lampiran 1) :

a. Indeks energi I

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang tenang (quiet water), dicirikan oleh kandungan lumpur karbonatnya yang dapat mencapai

50%, keadaan fosil-fosilnya masih dalam keadaan yang utuh, walaupun jarang fosil tersebut dijumpai.

b. Indeks energi II

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang sedikit bergelombang (intermittently agitated), dicirikan oleh kandungan lumpur kurang dari 25%, fosil-fosil yang dijumpai masih dalam jumlah yang sedikit dan keadaan fosilnya masih dalam kondisi yang reatif baik.

c. Indeks energi III

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang lemah (slighty agitated), dicirikan oleh kandungan butirannya yang dapat mencapai 50% dengan kandungan fosilnya yang menunjukkan gejala abrasi. d. Indeks energi IV

(22)

e. Indeks energi V

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang kuat (strongly agitated). Dicirikan oleh kandungan lumpurnya yang kurang dari 5%. Keadaan fosilnya sebagian besar telah pecah-pecah. Dapat pula batuan karbonat ini tersusun oleh organisme yang tumbuh dan berkembang di daerah tersebut, seperti koloni koral, ganggang, stromatoporoid dan lainnya.

Dari beberapa klasifikasi diatas, dalam pembahasan ini menggunakan klasifikasi Grabau (1904) untuk penamaan sampel di lapangan dan Dunham (1962) untuk penamaan pada sayatan tipis sampel batuan yang berdasarkan tekstur pengendapannya, Klasifikasi Pumpley Et Al (1962) untuk mengetahui kondisi energi ketika fasies batuan karbonat diendapkan, karena pada daerah penelitian sangat mudah dikenali dengan menggunakan klasifikasi ini.

2.6. Fasies Karbonat

Pengertian Fasies menurut beberapa ahli :

Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya.

(23)

sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).

Menurut Selley (1985, dalam Rizqi Amelia Melati 2011), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data di atas.

Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya.

Fasies menurut Gressly (1938), Tiechert (1958), serta Krumbein dan Sloss (1963), di artikan sebagai tubuh batuan yang memiliki sifat-sifat spesifik antara lain warna, perlapisan komposisi, tekstur, fosil dan struktur sedimen, sedangkan menurut Middleton (1978) dalam Suhendra (2010) fasies adalah kumpulan dari sifat-sifat dari batuan. Pembagian fasies berdasarkan atas beberapa aspek yaitu :

a. Produk batuan

b. Genesa atau proses terbentuknya batuan c. Lingkungan dimana batuan terbentuk d. Aspek tektonik

(24)

sebelah menyebelah. Kontak antar fasies bisa meliputi :

- Kontak non erosional, apabila fasies berkembang dan diikuti dengan fasies yang lain sesuai dengan waktu.

- Kontak tegas, apabila erosi tidak ada / tidak berarti, dimana fasies terbentuk dalam lingkungan pengendapan yang luas dengan dimensi yang besar.

Assosiasi fasies yaitu kumpulan fasies yang terbentuk bersama-sama dan mempunyai hubungan, baik genesa maupun lingkungannya. Analisa fasies secara vertikal dan teratur disebut sekuen.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan perubahan fasies : Proses Sedimentasi

Proses sedimentasi sangat berpengaruh dalam distribusi dan perubahan fasies, yang disebabkan oleh terjadinya progradasi.

- Suplai Material

Berpengaruh dalam pembentukan ketebalan fasies dan macam material sedimennya.

- Iklim

Iklim secara luas memberikan perbedaan “source area” dan lingkungan pengendapan.

- Tektonik

Tektonik merupakan penyebab perubahan fasies secara lokal yang disebabkan oleh gerak-gerak vertikal dan kemiringan sesar blok.

- Perubahan Permukaan Air Laut

(25)

terjadinya perubahan kedalaman air laut, sehingga sedimen yang dihasilkan menjadi berbeda.

- Aktifitas Biologis

Sedimen organik dapat berupa pertumbuhan koral dan organisme lainnya yang membentuk lapisan cukup tebal. Dengan adanya arus dan erosi, maka akan terendapkan organisme yang telah mati.

- Komposisi Kimia Air

Salinitas dan komposisi kimia air laut dan danau bervariasi dari tempat yang satu dengan tempat yang lain sepanjang waktu geologi.

- Vulkanisme

Aktifitas volkanisme pengaruhnya lokal, terutama pada sedimen intrabasinal. Adanya gunung-gunung api dan munculnya pulau-pulau adalah penyebab perubahan lingkungan secara cepat.

Fasies Model Wilson ( 1975 )

Wilson (1975) mengemukakan suatu penampang fasies karbonat yang ideal dengan memperlihatkan jalur fasies secara standar dan interpretasi lingkungan pengendapan pada tepi paparan berdasarkan kemiringan, umur geologi, energi air, dan iklim adalah sebagai berikut (lampiran 2):

1. Basin Fasies

(26)

2. Open Shelf Fasies

Open shelf fasies merupakan lingkungan air yang mempunyai kedalaman dari

beberapa puluh meter sampai beberapa ratus meter, umumnya mengandung oksigen, berkadar garam yang normal dan mempunyai sirkulasi air yang baik. 3. Toe of Slope Karbonat Fasies

Toe of Slope Karbonat Fasies merupakan lingkungan yang berupa lereng

cekungan bagian bawah, dengan material-material endapannya yang berasal dari daerah-daerah yang dangkal. Kedalaman, kondisi gelombang, dan kandungan oksigen masih serupa dengan fasies 2.

4. Fore Slope Fasies

Fore Slope Fasies merupakan lingkungan yang umumnya terletak diatas bagian bawah dari "oxygenation level" sampai diatas batas dasar yang bergelombang, dengan material endapannya yang berupa hasil rombakan.

5. Organic ( ecologic ) Reef Fasies

Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari ekologinya

bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas permukaan dan terjadinya sedimentasi.

6. Sand on Edge of Platform Fasies

(27)

7. Open Platform Facies

Open Platform Facies terletak pada selat, danau dan teluk dibagian belakang daerah tepi paparan. Kedalamannya pada umumnya hanya beberapa puluh meter saja, dengan kadar garam yang bervariasi dan sirkulasi airnya sedang.

8. Restricted Platform Facies

Restricted Platform Facies merupakan endapan sedimen yang halus yang terjadi

pada daerah yang dangkal, pada telaga ataupun danau. Sedimen yang lebih kasar hanya terjadi secara terbatas yaitu pada daerah kanal ataupun pada daerah pasang surut. Lingkungan ini terbatas untuk kehidupan organisme, mempunyai salinitas yang beragam, kondisi reduksi dengan kandungan oksigen, sering mengalami diagenesa yang kuat.

9. Platform Evaporite Facies

Platform Evaporite Facies merupakan lingkungan supratidal dengan telaga

pedalaman dari daerah ambang terbatas atau " restricted marine " yang berkembang kedalam lingkungan evaporite (sabkha, salinitas dan bergaram). Mempunyai iklim panas dan kering, kadang-kadang terjadi air pasang. Proses penguapan air laut yang terjadi akan menghasilkan gypsum dan anhidrit.

2.7. Lingkungan Pengendapan

(28)

karena struktur ini terbentuk pada tempat dan waktu pengendapan, sehingga struktur ini merupakan kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu.

Beberapa aspek lingkungan sedimentasi purba yang dapat dievaluasi dari data struktur sedimen di antaranya adalah mekanisme transportasi sedimen, arah aliran arus purba, kedalaman air relatif, dan kecepatan arus relatif. Selain itu beberapa struktur sedimen dapat juga digunakan untuk menentukan atas dan bawah suatu lapisan.

Didalam sedimen umumnya turut terendapkan sisa-sisa organisme atau tumbuhan, yang karena tertimbun, terawetkan dan selama proses diagenesis tidak rusak dan turut menjadi bagian dari batuan sedimen atau membentuk lapisan batuan sedimen. Sisa-sisa organisme atau tumbuhan yang terawetkan ini dinamakan fosil. Jadi fosil adalah bukti atau sisa-sisa kehidupan zaman lampau. Dapat berupa sisa organisme atau tumbuhan, seperti cangkang kerang, tulang atau gigi maupun jejak ataupun cetakan.

Dari studi lingkungan pengendapan dapat digambarkan atau direkontruksi geografi purba dimana pengendapan terjadi.

(29)

Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan, lingkungan darat, transisi, dan laut. Beberapa contoh lingkungan darat misalnya endapan sungai dan endapan danau, ditransport oleh air, juga dikenal dengan endapan gurun dan glestsyer yang diendapkan oleh angin yang dinamakan eolian. Endapan transisi merupakan endapan yang terdapat di daerah antara darat dan laut seperti delta, lagoon, dan litorial. Sedangkan yang termasuk endapan laut adalah endapan-endapan neritik, batial, dan abisal.

Contoh Lingkungan Pengendapan Pantai : Proses Fisik : ombak dan akifitas gelombang laut, Proses Kimia : pelarutan dan pengendapan dan Proses Biologi : Burrowing. Ketiga proses tersebut berasosiasi dan membentuk karakteristik pasir

pantai, sebagai material sedimen yang meliputi geometri, tekstur sedimen, struktur dan mineralogi.

Parameter Lingkungan Pengendapan

Parameter fisik meliputi elemen static dan dinamik dari lingkungan pengendapan.

1. Elemen fisik

- Elemen fisik statis meliputi geometri cekungan (Basin); material yang

diendapkan seperti kerakal silisiklastik, pasir, dan lumpur; kedalaman air; suhu; dan kelembapan.

- Elemen fisik dinamik adalah faktor seperti energi dan arah aliran dari

angin, air dan es, air hujan, dan hujan salju.

(30)

3. Parameter biologi dari lingkungan pengendapan dapat dipertimbangkan untuk meliputi kedua-duanya dari aktifitas organisme, seperti pertumbuhan tanaman, penggalian, pengeboran, sedimen hasil pencernaan, dan pengambilan dari silika dan kalsium karbonat yang berbentuk material rangka. Dan kehadiran dari sisa organisme disebut sebagai material pengendapan.

Lingkungan pengendapan karbonat menurut Friedman dan Reeckmann (1982)

A. Peritidal (tidal flat)

Peritidal dibagi menjadi 3 sub-lingkungan antara lain supratidal, intertidal dan subtidal (gambar 2.12).

a. Supra tidal

1. Merupakan lingkungan yang terletak di atas batas pasang tertinggi 2. Merupakan lingkungan yang berkembang di atas pengaruh laut normal

yang jarang terairi. Terdiri atas sub-lingkungan : sabkha, salt marsh, brindpond, coastal pond.

3. Sifat endapan tergantung pada iklim 4. Peloidal wackstone biasa dijumpai

5. Fauna terbatas seperti gastropoda, algae, foraminifera, dan ostracoda. 6. Adanya air asin dan air tawar menjadikan supra tidal zona penting

untuk terjadinya alterasi diagenetik awal 7. Energi rendah

b. Inter tidal

(31)

2. Proses sedimentasi terjadi sacara ritmik yang mencerminkan proses pasang surut periodik

3. Kehidupan cukup melimpah tetapi dengan kondisi ekstrim karena biota harus beradaptasi dengan pasang surut, suhu, ph, salinitas dan kimia air yang berfariasi.

4. Iklim mempunyai pengaruh penting, sebagai contoh algae mats hanya dapat terbentuk di daerah arid

5. Terdiri dari sub-lingkungan : fore shore, beach, tidal channel, levee, mangrove, swamp dan beach ridge.

6. Merupakan zona untuk terjadinya alterasi diagenetik awal termasuk pembentukan dolomite dan evaporit.

7. Litologi yang dijumpai : oolitic grainstone, bioklast grainstone, interclast strom deposited.

8. Merupakan zona dengan tingkat energi tinggi, tergantung terhadap pengaruh pasang surut, arus angin, arus, dan ada tidaknya barrier. Porositas biasanya lebih baik dibandingkan pada supratidal. 9. Litologi yang dijumpai : wackstone, packstone hingga grainstone. c. Subtidal

1. Merupakan daerah yang terletak pada pasang surut rendah.

(32)

3. Merupakan zona dimana koral tumbuh, ooid terbentuk, pembentukan channel, delta dan bioclastic shoal.

4. Merupakan lingkungan penting untuk pengendapan karbonat 5. Mikrofauna beraneka ragam tergantung pada salinitas air

6. Litologi yang dijumpai : wackstone, packstone hingga grainstone. B. Kompleks tepian paparan (shelf margin)

1. Dicirikan dijumpai pasir karbonat dan terumbu

2. Terumbu di jumpai di tepian paparan, dimana kerangkanya yang di rigid mampu menahan aksi gelombang dan bahkan adanya aksi gelombang, biota tersebut mendapat nutrisi dari laut dalam.

Ada 3 tipe organik build up :

a. Tipe 1- downslope lime-mud accumulation

1) Terbentuk oleh akumulasi lumpur karbonat dan rombakan organik yang bergerak menuruni lereng

2) Membentuk endapan lumpur bioklastik atau mounds belt yang linier pada lereng depan dari tepian paparan (sejajar sumbu gawir) b. Tipe 2 – knoll reefs sepanjang profil dengan lereng landai

1) Tepian paparan tersusun oleh mounds, organik frame building dan kelompok terpisah atau organisme yang berkembang diatas wave base dan akumulasi rombakan.

c. Tipe 3 – frame built organic reefs

(33)

2) Tepian paparan biasanya mempunyai lereng curam dan talus derbis 3) Pasir karbonat berasal dari terumbu atau hewan dan tumbuhan yang hidup di tepian paparan dan terakumulasi sepanjang daerah di tepian paparan dan terakumulasi sepanjang daerah antar tepian paparan dan slope.

C. Lereng (slope)

a. Terletak di atas batas bawah air yang teroksigen dan diatas sampai di bawah wave base

b. Kemiringan lereng sekitar 400 dan biasanya tidak stabil

c. Proses deposisi : didominasi oleh transportasi sedimen dari tepian paparan kearah laut oleh proximal turbidity atau high density sediment gravity flow dan slide/slump

d. Partikel berbutir halus terendapkan secara suspensi membentuk lapisan tipis mudstone sementara slump, derbis flow dan arus turbidit mengendapkan sedimen berbutir kasar, seperti breksi, konglomerat, atau pasir karbonat

e. Pola fasies dipengaruhi oleh relief tepian paparan D. Basin

a. Kadalaman mencapai ratusan meter dan berada dibawah wave base b. Kolom air teroksigensi, salinitas air laut normal dan sirkulasi arus baik

tetap lemah

(34)
[image:34.595.114.513.184.363.2]

d. Fauna bentos laut dalam hadir dan terawetkan dalam bentuk fosil utuh atau pecah. Burrow melimpah dan perlapisan nodular umumnya dijumpai

Gambar

Gambar 2.1. Ilustrasi kondisi ideal pembentukan batuan karbonat  (James & Bourque, 1992 dalam Rizqi Amelia Melati, 2011)
Gambar 2.2. Penampang yang memperlihatkan hubungan produksi mineral  karbonat terhadap kedalaman laut, Modifikasi (Tucker & Wright, 1990)
Tabel 2.1.Komposisi mineral setiap organisme yang umum dijumpai pada batuan karbonat modern
Tabel 2.2. Sifat petrografis mineral pembentuk batuan karbonat (Flügel (1982)
+7

Referensi

Dokumen terkait