• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA OD KERATITIS PUNGTATA DISUSUN OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA OD KERATITIS PUNGTATA DISUSUN OLEH"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN REFARAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN MARET 2014

OD KERATITIS PUNGTATA

DISUSUN OLEH:

Andi Besse Fatryani

C111 09 361

PEMBIMBING :

dr. Andi Hasyim Asy’ari

SUPERVISOR:

dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2014

(2)

I. PENDAHULUAN

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang di lalui oleh berkas cahaya saat menuju ke retina. Kornea ini disisipkan kedalam sklera pada limbus. Kornea mempunyai enam lapisan yang berbeda-beda yaitu lapisan epitel, lapisan bowman, stroma, dua’s layer, membran descement dan lapisan endotel. Lapisan epitel pada kornea merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera,stroma yang avaskuler dan lapisan bowman mudah terinfeksi berbagai macam organisme, seperti bakteri, amoeba dan jamur.(1,2)

Radang kornea ( Keratitis ) biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena yaitu seperti keratitis superficial, dan intertisial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap pengobatan topical yang di berikan dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun.keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau dan merasa kelilipan. Keratitis pungtata memberikan gambaran seperti infiltrat halus pada permukaan kornea.(3)

II. ETIOLOGI

(3)

Keratitis pungtata superfisial sangat sering ditemukan mengingat etiologi dari penyakit ini berasal dari berbagai faktor eksogen seperti benda asing pada bagian dalam palpebra, lensa kontak, asap, dan lain-lain. Penyakit ini pun dapat berupa gejala sekunder dari keratitis jenis lain. Keratitis pungtata superfisialis ini pun dapat disebabkan oleh faktor endogen yaitu

Thygeson disease.(5)

Beberapa penyebab keratitis pungtata superfisial: (6)

1. Infeksi virus merupakan penyebab utama. Virus yang sering menginvasi ialah herpes zoster, adenovirus, epidemic keratoconjunctivitis, pharyngo-conjunctival fever dan herpes simpleks.

2. Infeksi chlamydia termasuk di dalamnya trachoma dan konjungtivitis inklusi.

3. Lesi toksik dapat berasal dari toksin staphylococcal yang berhubungan dengan blepharokonjungtivitis.

4. Lesi tropik seperti keratitis exposure keratitis danneuroparalytic keratitis.

5. Lesi alergik seperti vernal keratokonjungtivitis.

6. Lesi iritasi merupakan efek dari beberapa obat seperti idoxuridine.

7. Gangguan kulit dan membran mukosa seperti acne rosacea dan pemphigoid.

8. Dry eye syndrome sepertikeratoconjunctivitis sicca

9. Penyakit idiopatik sepertiThygeson superficial punctate keratitis and

Theodore's superior limbic keratoconjunctivitis. 10.Photo-ophthalmitis.

III. ANATOMI

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata dibagian depan (Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat 2 bentukkelengkungan yang berbeda.(4)

Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu : (4)

(4)

sklera disebut kornea yang bersifat transparan sehingga memudahkan cahaya masuk kedalam bola mata. Kelengkungan pada kornea lebih besar dibandingkan pada sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, yang terdiri dari iris, korpus siliaris dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang terdiri oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam mata. Otot dilatator dipersarafi oleh simpatis sedangkan sfingter iris dan otot siliaris dipersarafi oleh para simpatis. Otot siliaris yang terletak dibadan siliaris mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Corpus siliaris yang menghasilkan humor akuos yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.

3. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai sususan sebanyak 10 lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke otak.

Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars pelana. Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya oleh zonula zinii. Lensa mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat

(5)

dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak pada daerah temporal atas dalam rongga orbita.(4)

ANATOMI KORNEA

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Rata – rata ketebalan kornea pada orang dewasa adalah sekitar 0,52 mm di sentral dan 0,65 mm di perifer. Diameter horizontal kornea rata – rata orang dewasa adalah 11,75 mm dan diameter vertikalnya rata – rata 10,66 mm. Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 6 lapisan yang saling berhubungan yaitu lapisan epitel (yang merupakan kelanjutan dari epitel dikonjungtiva bulba), membrana bowman, stroma, lapisan dua’s, membrana descement dan endotel.(4)

1. Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, 1 lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui dermosom dan makula ekluden, ikatan ini menghampat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. 2. Membrane Bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

(6)

kolagen memakan waktu lama yang kadang – kadang sampai 15 bulan. Stroma ini adalah merupakan sekitar 90% dari ketebalan kornea.

4. Lapisan Dua’s tahun 2013 oleh Harminder S. Dua dan rekan-rekannya di University of Nottingham. merupakan sebuah lapisan di kornea manusia. Tebalnya hanya 15 mikron dan terletak antara stroma kornea dan membran Descemet. Meski tipis, lapisan ini sangat kuat dan kedap udara. 5. Membrane Descement, merupakan membran aseluler dan merupakan batas

belakang stroma kornea yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan membran basalnya. Membrane ini bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup.

6. Endotel, terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk hexagonal, besarnya sampai 40 –60 mm. endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

(7)

Suplai darah kornea berasal dari pembuluh – pembuluh darah konjungtifa, episklera dan sklera yang berakhir di sekitar limbus korneosklera. Kornea itu sendiri bersifat avaskuler.(7)

IV. FISIOLOGI KORNEA

Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah “jendela” yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang sifat deturgescence – nya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen – komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing – masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan “basah” dengan kada air sebanyak 78%. (1,2)

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakaan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.(6)

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyebuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu: (6)

 Difusi dari kapiler-kapiler disekitarnya  Difusi dari humor aquos

(8)

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.(6)

Ketika pathogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu: (6)

 Terjadi lesi pada kornea

 Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea  Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi pathogen Hasilnya akan

tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea.

 Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umunya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan).

 Pathogen akan menginvasi seluruh kornea descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.

V. KLASIFIKASI

Keratitis dapat di bagi berdasarkan : 1. Lesi Kornea

Keratitis epithelial

(9)

bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembuntukan filament, keratinisasi parsial, dan lain-lain. Lesi-lesi itu juga bervariasi lokasinya pada kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting dan pemeriksaan biomikroskopik dengan dan tanpa pulasan fluorosein yang merupakan bagian dari setiap pemeriksaan mata bagian luar.(4)

Keratitis Stroma

Respon stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang menunjukkan akumulasi sel – sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea, pengkeruhan atau parut; penipisan dan perlunakan, yang dapat berakibat perforasi, dan vaskulasrisasi. Pada respon ini kurang spesifik bagi penyakit ini, tidak seperti pada keratitis epithelial dan dokter sering harus mengandalkan informasi klinik dan pemeriksaan labpratorium untuk menetapkan penyebabnya.(4)

Keratitis Endotelial

Disfungsi endothelium kornea akan berakibat ederma kornea, yang mula-mula mengenai stroma dan epitel. Ini berbeda dari edema kornea yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler, yang mulai pada epitel kemudian stroma. Selama kornea tidak terlalu sembab, sering masih mungkin dilihat kelainan morfologik endotel kornea dengan slitlamp. Sel–sel radang pada endotel (endapan keratik atau keratik precipitat) tidak selalu menandakan adanya penyakit endotel karena sel radang juga merupakan manifestasi dari uveitis anterior, yang dapat atau tidak menyertai keratitis stroma.(4)

2. Organisme Penyebab Keratitis Bakterial

(10)

lemah, lakrimasi dan sekret purulen. Sekret purulen khas untuk keratitis bakteri sedangkan keratitis virus mempunyak sekret yang berair.(1,5)

Terapi konservatif pada keratitis bakteri adalah antibiotik topikal (ofloxacin dan polymixin) yang berspektrum luas untuk bakteri gram positif dan bakteri gram negative sampai hasil kultur pathogen dan resistensi diketahui. Immobilisasi badan siliar dan iris oleh terapi midriasis diindikasikan jika ada iritasi intraocular. Keratitis bakteri dapat diterapi pertama kalinya dengan tetes mata ataupun salep. Terapi pembedahan berupa keratoplasti emergency dilakukan jika terdapat descematocel atau ulkus kornea yang perforasi.(5)

Keratitis Viral

(11)

Keratitis Herpes Simplex

Terdapat dua bentuk keratitis herpes simplex yaitu primer dan rekurens. Keratitis jenis ini merupakan penyebab ulkus yang paling umum dan penyebab kebutaan kornea yang paling umum. Gejalanya yaitu sangat nyeri, photophobia,

hiperlakrimasi, dan pembengkakan pada kelopak mata. Bentuk keratitis virus herpes simpleks dibedakan berdasarkan lokasi lesi pada lapisan kornea. Keratitis dendritic mempunyai khas lesi epitel yang bercabang, sensitifitas kornea menurun dan dapat berkembang menjadi keratitis stromal. Keratitis stromal ini mempunyai epitel yang intak, pada pemerikasaan slitlamp menunjukkan infiltrate kornea disirformis sentral. Sedangkan keratitis endothelium terjadi karena virus herpes simpleks terdapat pada humor aquos yang menyebabkan pembengkakan sel endotel. Dan sindrom nekrosis retinal akut mengenai bola mata bagian posterior yang terlibat pada pasien imunokompromis (AIDS).(5)

Pengobatan dapat diberikan virustatika seperti IDU trifluoritimidin dan asiklovir. Pemberian streroid pada penderita herpes sangat berbahaya, karena gejala akan sangat berkurang akan tetapi proses berjalan trus karena daya tahan tubuh yang berkurang.(5)

Keratitis Herpes Zooster

(12)

pula dengan kornea atau konjungtiva. Bila terjadi kelainan saraf trigeminus ini, maka akan memberikan keluhan pada daerah yang dipersarafinya dan pada herpes zoster akan mengakibatkan terdapatkan vesikel pada kulit. Pada mata akan terasa sakit dengan perasaan yang berkurang (anastesia dolorosa). Pengobatan adalah simtomatik seperti pemberian analgetika, vitamin dan antibiotik topical atau umum untuk mencegah infeksi sekunder.(5)

Keratitis Jamur

(13)

VI. GEJALA KLINIS

Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien dapat mengeluhkan adanya rasa nyeri, pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, rasa panas, iritasi okuler dan blefarospasme. Oleh karena korea memiliki banyak serat – serat saraf, kebanyakan lesi kornea baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan nyeri dan fotofobia. Nyeri pada keratitis diperparah degan pergerakan dari palpebral (umunnya palpebral superior) terhadap kornea dan biasanya menetap hingga terjadi penyembuhan karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada dibagian Sentral.(4)

(14)

apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.(3)

Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks. Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.(4)

VII. DIAGNOSIS

Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau (fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang kornea ini biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial atau profunda. Keratitis superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea dan membran bowman superfisial terkait.(2)

Fluoresein adalah pewarna khusus yang dipakai untuk memulas kornea dan menonjolkan setiap ketidakteraturan pada permukaan epitelnya. Fluoresein topikal merupakan larutan pewarna water-soluble yang non-toksik dantersedia dalam berbagai bentuk, contohnya disertai dengan obat anestetik (benoxinate or propracaine) atau dengan antiseptik (povidoneiodine). Secarik kertas steril dengan fluoresein dibasahi dengan saline steril atau anestetik lokal dan ditempelkan pada permukaan dalam palpebra inferior untuk memindahkan pewarna kekuningan itu ke dalam lapis air mata.(2,8)

(15)

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.(6)

VIII. DIAGNOSIS DIFERENTIAL Uveitis

(16)

Glaukoma akut sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup akut (glaukoma akut) terjadi bila bentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini akan menghambat aliran keluar aqueous dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan penglihatan kabur.(1)

(17)

Oftalmika Simpatika

Oftalmika Simpatika merupakan peradangan bilateraldengan gejala klinis penglihatan menurun dan mata merah. Biasanya terjadi akibat trauma tembus atau bedah mata intraokular. Tanda dini dari penyakit ini adalah gangguan binokular akomodasi atau tanda radang ringan uvea anterior ataupun posterior. Tanda yang terlihat adalah mata sakit dan fotofobia pada kedua mata. (4)

Endoftalmitis

Merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Endoftalmitis terbagi dua yaitu endoftalmitis eksogen akibat trauma atau infeksi sekunder setelah proses pembedahan dan endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur, ataupun parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh. Peradangan akibat bakteri akan memberikan gambaran klinik rasa sakit yang sangat, kelopak merah dan bengkak, kelopak sukar di buka, konjungtiva keruh dan merah, kornea keruh, BMD keruh yang kadang-kadang di sertai hipopion.(4)

(18)

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan dari keratitis biasanya simptomatik : (4)

1. Artificial tears membantu mata mengeluarkan benda asing

2. Specific treatment dapat ditambahkan pada pasien, misalnya antiviral jika penyebabnya adalah virus

Respon cepat lambatnya kornea pada agen infeksinya bergantung pada penyebabnya, maka diberikan pengobatan berupa artificial tears untuk membantu mata mengeluarkan agen penyebab iritasi pada kornea. Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain itu epitel yang tidak intak dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke dalam kornea. Penanganan diawali dengan antibiotik topikal dengan aktivitas broad spectrum terhadap kebanyakan organisme Gram-positif dan Gram-negative hingga hasil kultur dan tes sensitifitas diketahui. Regimen awal yang diberikan termasuk aminoglycoside dengan cephalosporin generasi pertama setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan ciprofloxacin 0,3% yang meberikan percepatan waktu rata – rata penyembuhan dan penururnan terapi dibandingkan terapi konvensional.levofloxacin maupun

(19)

ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan pemberian oral.(2,4,6)

X. PROGNOSIS

Secara umum prognosis dari keratitis pungtata superfisial adalah baik jika tidak terdapat sikatriks ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien dengan keratitis pungtata superficial sangat baik. Sikatriks pada kornea dapat timbul pada kasus-kasus dengan keratitis pungtata superfisial yang berlangsung lama.(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D,Asbury T,Riordan-Eva P. general Ophthalmology. 17th edition. Connecticut; Appleton &lange; 1999. p. 139

2. Riordan-Eva. Anatomy and embryology of The Eye. In : Vaughan D,Asbury T,Riordan-Eva P. general Ophthalmology. 15th edition. Connecticut; Appleton &lange; 1999. p. 1-26

3. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933 [cited 2011 July]; [1screen].

4. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Ilyas S. IlmuPenyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. H 147-78

5. Khurana KA. Diseases of the Cornea. In:, Khurana KA, editors. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age International. 2007. p. 51 - 82.

(20)

7. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston D. Manualof Ocular Diagnosis and Theraphy. 5 th edition. Philadelphia; Lippincott Williams &Wilkins; 2002. p. 67-129

8. The Eye M.D. Association. External Diseases and Cornea in Basic and Clinical Science Course, American Academy of Opthalmology. Lifelong Education for the Opthalmologist. 2011-2012. p.

Gambar

Gambar 1 : Anatomi Bola Mata
Gambar 2 : Lapisan Kornea Normal
Gambar 5. uveitis
Gambar 6. Glaukoma akut

Referensi

Dokumen terkait

inbreeding nol dan tidak ada kawin dengan kerabat dekat, tetapi di MBOF juga dapat terjadi inbreeding apabila beberapa tahun ke depan tidak ada masukan jalak bali

menghasilkan manfaat ekonomi, melindungi lingkungan hidup, dan v ital bagi kesehatan manusia. ital bagi kesehatan manusia. Masyarakat tidak selalu menyadari pentingnya

Hal kedua yang dilakukan adalah pemberian perlakuan (x) terhadap kelompok eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan media tiga dimensi sedangkan untuk

nda tidak perlu cemas dan bingung karena tidak dapat mengakses akun Google akibat verikasi, karena saya telah membuat sebuah panduan cara login akun Google atau Gmail tanpa

DATA SOAL URAIAN DATA SOAL URAIAN2. HA IL HA IL

Untuk tangga nada minor, baik kres maupun mol berlaku rumus yang sama Untuk tangga nada minor, baik kres maupun mol berlaku rumus yang sama untuk penentuan nada dasarnya, namun

Perkerasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiap lapisan harus cukup aman untuk menjamin

Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perrdarahan subkonjungtiva