• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Perdarahan Subkonjungtiva

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Perdarahan Subkonjungtiva"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh

Disusun Oleh:

Novi Rista Ananda

1407101030096

Pembimbing:

dr. Firdalena Meutia, Sp. M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2015

KATA PENGANTAR

1

(2)

Puji dan syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Perdarahan Subkonjungtiva”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW. yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.

Laporan Kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalankan kepanitraan Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Firdalena Meutia, Sp. M yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terhadap referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Banda Aceh, Juli 2015

(3)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 2

2.1. Definisi... 2 2.2. Etiologi... 2 2.3. Patofisiologi... 3 2.4. Diagnosis... 4 2.5. Tatalaksana... 5 2.6. Prognosis... 5

BAB III LAPORAN KASUS... 6

3.1. Identitas Pasien... 6 3.2. Anamnesis... 6 3.3. Pemeriksaan Fisik... 7 3.4. Diagnosis... 8 3.5. Tatalaksana... 8 3.6. Prognosis... 8 BAB IV PEMBAHASAN... 9 DAFTAR PUSTAKA... 11

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Keratitis merupakan inflamasi yang terjadi pada kornea. Inflamasi ini dapat terjadi oleh karena beberapa hal seperti infeksi oleh bakteri, virus, dan jamur, serta adanya paparan langsung pada kornea yang berupa trauma. Keratitis juga dapat terjadi oleh karena tereksposnya permukaan bola mata dalam waktu yang lama.

Keadaan tereksposnya permukaan bola mata dalam waktu lama dapat terjadi oleh karena rusaknya fungsi palpebra maupun komposisi air mata. Rusaknya fungsi palpebra berkaitan erat dengan rusaknya fungsi nervus fasialis yang dapat disebabkan oleh trauma, keganasan, maupun adanya riwayat infeksi dan penyakit sistemik.

Tereksposnya permukaan bola mata mengakibatkan kornea dan konjungtiva menjadi kering. Kornea dan konjungtiva yang kering memicu lakrimasi yang lebih dan pasien akan tampak mengeluarkan air mata terus menerus. Apabila hal ini tidak ditangani dengan baik, maka akan terjadi peradangan pada kornea. Peradangan pada kornea ini disebut sebagai exposure keratitis.

Tatalaksana pada exposure keratitis meliputi pemberian antiinflamasi topikal dan air mata buatan. Namun, hal ini tidak cukup untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya kekambuhan pada pasien. Kekambuhan pada pasien dapat mengakibatkan terbentuknya sikatrik dan mempengaruhi fungsi mata sebagai media refraksi. Oleh karenanya, perlu dilakukan tatalaksana definitif terhadap penyebab tereksposnya permukaan bola mata.

Pasien dengan exposure keratitis memiliki prognosis yang relatif baik. Penanganan yang tepat dan eliminasi penyebab tereksposnya permukaan bola mata akan menghasilkan prognosis yang baik dan angka kekambuhan yang hampir tidak ada.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva.1,2

2.2. Etiologi

3. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan.10 Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan

dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva. 11

4. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)

5. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata)

6. Hipertensi12

7. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.

8. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 13

9. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.

10. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).

(6)

11. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.

12. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula. 14

13. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

2.3 Patofisiologi

Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera.

Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. 6

Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.

(7)

Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.

.Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan

Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. 3

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. 4

2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

2.5 Diagnosis

Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.

Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16

Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di

(8)

rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. 6

Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit.

2.6 Tatalaksana

Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati. 3

Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.17

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini :

1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.

2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat)

3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan 4. Riwayat hipertensi

(9)

2.7 Prognosis

Prognosis pada kasus exposure keratitis bergantung pada tingkat keparahan dan penanganan yang sesuai. Semakin lanjut keparahan yang terjadi pada kornea pasien, maka akan semakin buruk prognosisnya. Kemudian, penanganan yang sesuai juga diperlukan untuk mencegah kejadian berulang dan untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi pada pasien.4

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : SP

Umur : 5 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Banda Aceh

No. CM : 1057274

Tanggal pemeriksaan : 1 Juli 2015

3.2. Anamnesis

3.2.1. Keluhan utama

Mata kanan berwarna merah

3.2.2. Keluhan tambahan

Sakit kepala dan mata terasa penuh

3.2.3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan mata kanan berwarna merah yang dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan mata merah ini muncul setelah pasien batuk kuat yang berulang. Awalnya warna merah yang tampak seperti darah jumlahnya sedikit di tepi mata kanan, lalu lama-lama menyebar hingga ke bagian tengah mata kanan dan saat ini sudah mencapai keseluruhan mata, kecuali bagian hitam pada mata. Pasien juga mengeluhkan matanya terasa penuh, namun nyeri dan pandangan kabur disangkal.

(10)

Pasien menggunakan obat tetes yang dibeli sendiri di apotik, namun pasien lupa nama obatnya. Pasien juga mengkonsumsi obat batuk yang dibeli di apotik namun keluhan batuknya tidak berkurang.

3.2.5. Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengeluhkan hal seperti ini sebelumnya. Terdapat riwayat penyakit batuk lama yang kuat.

3.2.6. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama.

3.2.7. Riwayat kebiasaan sosial

Pasien saat ini masih batuk, dan pasien selalu batuk dengan kuat dan sulit untuk menahan batuknya.

3.3. Pemeriksaan Fisik

2.7.1 Tanda vital

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis Laju nadi : 96 x/ menit Laju pernapasan : 20x/ menit

2. Status Lokalisata

OD Pemeriksaan OS

5/5 Visus 5/5

Tidak dilakukan TIO Tidak dilakukan

Normal Hirschberg Normal

Normal Gerak bola mata Normal

Dalam batas normal Palpebra Dalam batas normal

Injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-),

chemosis (-)

Conjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar (-),

chemosis (-) Hiperemis (-), edema (-) Conjungtiva tarsal Hiperemis (-), edema (-)

Jernih, infiltrat (-) Kornea Jernih, infiltrat (-)

Cukup COA Cukup

Coklat/ bulat, ukuran 3 mm rct(+), rctl (+)

Iris/ Pupil Warna Keabuan, ukuran 3 mm rct (-), rctl (-)

Jernih Lensa Jernih

Tidak dinilai Vitreus Tidak dinilai

(11)

3.4. Diagnosis

Perdarahan Subkonjungtiva Okuli Dekstra

3.5. Tatalaksana

Levocin ED 6x1 tetes OD Cendo Lyteers 4x1 tetes OD

Cloramphenicol oint. OD malam hari sebelum tidur

3.6. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

(12)

Pasien mengeluh mata kanan nyeri dan berair sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengaku sejak 3 bulan yang lalu pasien tidak dapat menutup mata kanan dengan rapat. Pasien tidak mengetahui penyebab matanya tidak bisa ditutup. Keadaan ini merupakan awal penyebab tereksposnya permukaan bola mata pada pasien. Pasien mengalami lagoftalmus dan didiagnosis oleh dokter ahli saraf sebagai parese nervus fasialis.7

Nervus fasialis berperan terhadap inervasi m. orbikularis okuli pars palpebrae. Kerusakan pada nervus fasialis dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi m. orbikularis okuli, salah satunya menutup kelopak mata.3

Kerusakan pada nervus fasialis dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, maupun adanya penyakit sistemik deperti diabetes melitus dan hipertensi. Pada pasien tidak diketahui dengan pasti penyebab terjadinya parese nervus kranialis. Pasien sudah berobat teratur ke poli saraf dan mendapat obat untuk diagnosis parese nervus fasialis.2

Pada pasien juga tidak dijumpai adanya riwayat penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan hipertensi. Sehingga, kemungkinan penyebab parese nervus fasialis oleh karena penyakit sistemik dapat dieliminasi. Selanjutnya, pasien juga mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mengalami infeksi pada telinga dan daerah sekitar wajah, tidak ada riwayat trauma pada kepala dan wajah, tidak ada punya keluhan nyeri kepala menetap. Oleh karenanya, penyebab terjadinya kelumpuhan pada nervus fasialis belum diketahui dengan pasti.

Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan adanya mata silau saat disenter, dan mata yang berair. Tidak ditemukan adanya kelainan lain pada mata. Pemeriksaan tambahan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan slit lamp. Pada slit lamp biasanya akan ditemukan bintik-bintik putih pada kornea yang menandakan terbentuknya infiltrat pada kornea. Infiltrat pada kornea menandakan adanya proses peradangan yang terjadi pada kornea.8

Peradangan pada kornea terjadi oleh karena seringnya kornea terekspos oleh karena keadaan lagoftalmus yang diderita pasien sejak 3 bulan yang lalu. Tidak terlubrikasinya kornea saat berkedip atau saat pasien tidur menyebabkan kornea kering dan terjadi radang. Radang pada kornea akan mengakibatkan teraktivasi sitokin dan menyebabkan berkumpulnya mediator inflamasi. Mediator inflamasi

(13)

yang menumpuk pada kornea menyebabkan tampaknya bintik-bintik putih pada kornea yang disebut sebagai infiltrat.4,6,10

Pada kasus ini, pasien diberikan obat-obatan berupa antibiotik dan air mata buatan. Antibiotik dapat diberikan sebagai profilaksis. Air mata buatan berfungsi untuk lubrikasi. Pada pasien dengan exposure keratits dapat pula diberikan steroid topikal untuk mengurangi peradangan.

Tatalaksana definitif pada pasien dengan exposure keratitis adalah dengan memperbaiki fungsi palpebra. Hal ini dapat dilakukan dengan tindakan operasi.

Pasien dengan exposure keratitis memiliki prognosis yang relatif baik. Penanganan yang tepat dan eliminasi penyebab tereksposnya permukaan bola mata akan menghasilkan prognosis yang baik dan angka kekambuhan yang hampir tidak ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hoyt C, Taylor D. Pediatric Ophthalmology and Strabismus,Expert Consult -Online and Print,4: Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Saunders/Elsevier; 2012.

2. Friedman N, Kaiser P. Essentials of Ophthalmology. Saunders Elsevier; 2007.

3. Ophthalmology. New Age Books; 2003.

4. Pereira MVC, Glória ALF. Lagophthalmos. Semin Ophthalmol. 2010;25(3):72-78.

5. Kepala dan leher. In: Snell R S, editor. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 6 ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 684-879.

6. Lemp M A. Contact Lenses and Allergy: Structure and Function of the Tear Film. Curr Opin Allergy Clin Immunol.. 2008;8(5):457-460.

7. Taylor D C, et all.. Bell palsy [Internet]. 2014 [cited June 7th, 2015]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1146903

(14)

8. Brightbill F. Corneal Surgery: Theory, Technique and Tissue. Mosby; 2009.

9. TK P. Best Aid to Ophthalmology. Jaypee Brothers,Medical Publishers Pvt. Limited; 2013.

10. Goycoolea MV, De Souza C. Atlas of Otologic Surgery and Magic Otology: The International Team Approach Based on Pathogenesis. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan kajian ilmiah mengenai kaitan antara Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) sebagai faktor risiko terjadinya kematian neonates pada bayi baru lahir di RS

Pada pasien ini penyebab terjadinya endoftalmitis adalah faktor eksogen dan endogen, karena dari anamnesis yang dilakukan pasien mengaku ada riwayat trauma pada mata dan

Faktor perilaku yang menyebabkan terjadinya serangan asma pada pasien adalah pasien tidak menghindari faktor pencetus yang biasanya mengakibatkan munculnya

Tatalaksana hemofilia A adalah dengan pemberian terapi faktor anti hemofili yaitu faktor VIII dan untuk tatalaksana Perdarahan Subdural dapat dilakukan terapi pembedahan yaitu

Hasil penelitian ini adalah; pertama, mengenai faktor penyebab terjadinya perceraian karena suami istri yang melakukan cerai maka ada faktor permasalahan yang menyebabkan

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah serta pola penyelesaian

Berdasarkan uraian masalah, maka hendak dilakukan penelitian yang komprehensif mengenai kaitan faktor-faktor fundamental baik internal maupun eksternal yang

Menurut penulis, dalam hasil penelitian tentang Faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan ulang recidive anak Tahun 2005, bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya