• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Pati Tapai Padat (Brem) sebagai Bahan Tambahan Sirup Kering Amoksisilin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Pati Tapai Padat (Brem) sebagai Bahan Tambahan Sirup Kering Amoksisilin"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

P

SEBA

PENGGU

AGAI BA

SI

PROG

UNIV

UNAAN P

AHAN TA

IRUP KE

KIK

NI

GRAM ST

FAKU

VERSITA

PATI TAP

AMBAHA

ERING AM

SKRIPS

OLEH

KI AGUS

IM 08150

TUDI SAR

ULTAS FA

AS SUMA

MEDAN

2014

PAI PADA

AN DALA

MOKSIS

SI

:

STINI

01075

RJANA F

ARMASI

ATERA U

N

AT (BRE

AM FORM

ILIN

ARMASI

I

UTARA

EM)

MULASI

I

(2)

P

SEBA

Di

PENGGU

AGAI BA

SI

iajukan untu gela

PROG

UNIV

UNAAN P

AHAN TA

IRUP KE

uk melengk ar Sarjana F Unive

KIK

NI

GRAM ST

FAKU

VERSITA

2

PATI TAP

AMBAHA

ERING AM

SKRIPS

kapi salah sa Farmasi pada ersitas Suma

OLEH

KI AGUS

IM 08150

TUDI SAR

ULTAS FA

AS SUMA

MEDAN

201

PAI PADA

AN DALA

MOKSISI

SI

atu syarat un a Fakultas F ateraUtara

:

STINI

01075

RJANA F

ARMASI

ATERA U

N

AT (BRE

AM FORM

ILIN

ntuk mempe Farmasi

ARMASI

I

UTARA

EM)

MULASI

eroleh

I

(3)

P

SEBA

Di

PENGGU

AGAI BA

SI

iajukan untu gela

PROG

UNIV

UNAAN P

AHAN TA

IRUP KE

uk melengk ar Sarjana F Unive

KIK

NI

GRAM ST

FAKU

VERSITA

3

PATI TAP

AMBAHA

ERING AM

SKRIPS

kapi salah sa Farmasi pada ersitas Suma

OLEH

KI AGUS

IM 08150

TUDI SAR

ULTAS FA

AS SUMA

MEDAN

2014

PAI PADA

AN DALA

MOKSISI

SI

atu syarat un a Fakultas F ateraUtara

:

STINI

01075

RJANA F

ARMASI

ATERA U

N

AT (BRE

AM FORM

ILIN

ntuk mempe Farmasi

ARMASI

I

UTARA

EM)

MULASI

eroleh

I

(4)

4

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGGUNAAN PATI TAPAI PADAT (BREM)

SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN DALAM FORMULASI

SIRUP KERING AMOKSISILIN

OLEH: KIKI AGUSTINI

NIM 081501075

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 8 Februari 2014

Pembimbing I, Panitia penguji,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195201171980031002

Pembimbing II, Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001

Dra. Saodah, M.Sc., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si.,Apt. NIP 194901131976032001 NIP 195111021977102001

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001 Medan, April 2014

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

(5)

5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhonya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pati Tapai Padat (Brem) sebagai Bahan Tambahan Sirup Kering Amoksisilin”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Terima kasih dari hati yang terdalam kepada Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., dan Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Pembantu Dekan I atas bimbingan beliau selama masa studi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan tidak lupa terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Drs. Syahrial Yoenoes, S.U., Apt., selaku dosen Penasehat Akademik selama masa perkuliahan saya di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., sebagai dosen penguji

(6)

6

yang telah memberikan saran dan kritikan kepada penulis sehingga selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Teknologi Formulasi Sediaan II Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan terima kasih kepada Bapak Dr. Samran, M.Si., Apt., yang telah memberikan Pati Tapai Padat (Brem) sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini.

Penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang tulus kepada ayahanda H. Anuar Alang dan Ibunda Hj. Yuslinawati tercinta, kakanda Erlinawati, abanganda H. Rudi Safrika dan adinda Azhar, atas dukungan baik moral maupun material dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman saya Seloesind, Mhd. Arif Munandar Asda, Mutia Arda, Nurul Fadhillah dan teman-teman FKK 2008 atas doa dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, Februari 2014 Penulis,

Kiki Agustini

NIM 081501075

(7)

7

PENGGUNAAN PATI TAPAI PADAT (BREM) SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN DALAM FORMULASI SIRUP KERING AMOKSISILIN

ABSTRAK

Pada proses pembuatan sediaan sirup kering diperlukan berbagai bahan tambahan. Bahan tambahan yang digunakan dapat berasal dari alam maupun sintetis. Pada penelitian ini pati tapai padat (brem) dapat digunakan sebagai bahan pendispersi dan korigensia pada sediaan sirup kering amoksisilin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pati tapai padat (brem) dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk formulasi sirup kering amoksisilin.

Pati tapai padat (brem) dicampurkan dengan bahan obat lainnya dibuat 5 formula berbeda untuk sediaan sirup kering, dimana pati tapai padat (brem) ditambahkan pada formula 2 dan formula 3. Dilakukan pengujian berupa pengukuran laju alir, pengamatan redispersi, pengukuran pH, pengukuran viskositas, pengukuran tinggi sedimen, pengukuran kadar sediaan dan uji kesukaan (acceptability test).

Hasil penelitian menunjukkan laju alir yang baik dan memenuhi persyaratan pada setiap formula yaitu pada formula I 1,48 detik, formula II 1,16 detik, formula III 1,36 detik, formula IV 0,63 detik dan formula V tidak diukur waktu alirnya karena pada formula tersebut tidak dilakukan granulasi sehingga tidak dapat terbaca waktu alirnya untuk melihat perbedaan dengan formula lain yang bahannya diproses dengan cara granulasi. Kemudahan redispersi yang didapat juga memenuhi kriteria sehingga memudahkan dalam pengocokan ulang sediaan. pH pada setiap formula memenuhi persyaratan yaitu antara pH 5,0 – 7,0 untuk sediaan sirup kering amoksisilin pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-7 yang didapatkan pada formula I pH 6,8 sampai pH 5,4, formula II pH 6,0 sampai pH 5,4, formula III pH 5,8 sampai pH 5,6, formula IV pH 6,0 sampai pH 5,6, dan formula V pH 6,4 sampai pH 5,8. Viskositas yang di dapatkan memenuhi kriteria karena redispersi kembali terbukti rendah, viskositas yang terlalu tinggi mengganggu sistem redispersi, didapatkan hasil pengukuran pada formula I 116,5 cps, formula II 154,0 cps, formula III 125,0 cps, formula IV 108,5 cps dan formula V 104,5 cps. Tinggi sedimen yang diamati terakhir pada hari terakhir pengamatan menunjukan tinggi sedimen pada formula I 0,5 cm, formula II 0,5 cm, formula III 0,4 cm, formula IV 0,4 cm, dan formula V 1,6 cm. Kadar amoksisilin menunjukkan kadar yang memenuhi persyaratan yaitu 90% - 110% sampai dengan hari ke 7. Uji kesukaan yang dilakukan pada 50 panelis berdasarkan rasa didapatkan hasil pada formula I, II, III dan V cukup suka dan pada formula IV tidak disukai. Fungsi yang jelas pada hasil yang di dapatkan pada penelitian ini adalah bahwa pati tapai padat (brem) efektif sebagai pendispersi, korigensia dan dapat mempengaruhi peningkatan viskositas pada sediaan sirup kering.

Kata kunci : pati tapai padat, sirup kering, amoksisilin, pendispersi, korigensia

(8)

8

SOLID FERMENTED STARCH (BREM) USAGE AS ADDITIONAL INGREDIENTS IN AMOXICILLIN DRY SYRUP FORMULATIONS

ABSTRACT

In the process of making dry syrup preparation needed a various extra ingredient. Additional ingredients used can be derived from natural or synthetic. In this research the solid fermented starch (brem) can be used as a dispersing agent and korigensia on amoxicillin dry syrup preparation. In this research used solid fermented starch (brem) as additional ingredient. This research aims to find out whether the solid fermented starch (brem) can be used as an additional ingredient for dry syrup formulations amoxicillin.

The solid fermented starch (brem) get mixed with other materials medical preparation created 5 different formulas while the solid fermented starch added to the formula 2 and the formula 3 for material of dried syrup. The test is done in the form a measurement of flow rate, redispertion, measurement of pH, measurement of viscosity, observations of high sediment, measurement of preparation and fondness test (acceptability test).

The result showed a good flow rate and meet requirement on each a formula, the formula I of 1.48 seconds, 1.16 seconds formula II, formula III 1.36 seconds, 0.63 seconds formulas IV and V are not measured formula alirnya time because the formula does not do so can not be read granulation alirnya time to see the difference with the other formula ingredients are processed by granulation. Ease of redispersion obtained also meets the criteria so as to facilitate the preparation re-shuffle. pH in each formula meets the requirements of between pH 5,0 - 7,0 for amoxicillin dry syrup preparation on day 1 through day 7 were obtained at pH 6.8 formula I to pH 5.4, the formula II pH 6.0 to pH 5.4, pH 5.8 formula III to pH 5.6, formula IV pH 6.0 to pH 5.6, and the formula V pH 5.8 to pH 6.4. The viscosity is in getting back redispersi meet the criteria for proven low, viscosity is too high interfere with the redispersi system, measurement results obtained at 116.5 cps for formula I, formula II cps 154.0, formula III 125,0 cps, formula IV 108.5 cps and formula V 104.5 cps. The high sediment last observed on the last day of observation showed high sediment at 0.5 cm of formula I, 0.5 of formula II , 0.4 cm of formula III,0.4 of formula IV, and 1.6 cm for formulaV. The rate of amoxicillin showed rate that meet the requirements are 90% - 110% up to day 7. A test performed on the 50 panelists based on a sense of the results obtained in formula I, II, III and V quite liked and disliked in the formula IV. The clear function to get the results in this study is that the solid fermented starch (brem) effective as a dispersant, korigensia and can affect the increase in viscosity of the dry syrup preparation.

Key words : Solid fermented starch, dry syrup, amoxicillin, dispersant, corrigensia

(9)

9

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesa ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pati ... 5

2.1.1 Amilosa ... 6

2.1.2 Amilopektin ... 7

2.2 Pati Tapai Padat (Brem) ... 8

(10)

10

2.3 Amoksisilin ... 10

2.4 Sirup Kering ... 16

2.5 Granulasi ... 17

2.6 Stabilitas Sediaan Sirup Kering ... 18

2.7 Spektrofotometri Ultraviolet ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Rancangan Penelitian ... 22

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Bahan dan Alat ... 22

3.3.1 Bahan ... 22

3.3.2 Alat ... 23

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 23

3.4.1. Pembuatan sirup kering ... 23

3.4.1.1. Formula sirup kering ... 23

3.4.1.2. Cara permbuatan ... 25

3.4.2. Evaluasi sediaan ... 26

3.4.2.1. Waktu alir ... 26

3.4.2.2. Redispersi ... 26

3.4.2.3. Tinggi sedimen ... 27

3.4.2.4. Pengukuran pH ... 27

3.4.2.5. Viskositas ... 28

3.4.2.6. Penetapan kadar sirup amoksisilin ... 27

3.4.2.6.1 Pembuatan larutan induk baku ... 27

(11)

11

3.4.2.6.2 Penentuan panjang gelombang

maksimum ... 28

3.4.2.6.3 Pembuatan kurva kalibrasi ... 28

3.4.2.6.4 Penetapan kadar amoksisilin dalam sirup ... 29

3.4.2.7 Uji kesukaan (acceptability test) ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Pengukuran Waktu Alir ... 31

4.2 Hasil Pengamatan Redispersi ... 32

4.3 Hasil Pengamatan Tinggi Sedimen ... 34

4.4 Hasil Pengukuran Viskositas ... 38

4.5 Hasil Pengukuran pH ... 39

4.6 Hasil Pengukuran Kadar ... 39

4.6.1Hasil penentuan serapan maksimum dan linieritas kurva kalibrasi amoksisilin dalam larutan HCl 0,1 N ... 39

4.6.2Hasil penetapan kadar amoksisilin dalam sirup ... 43

4.7 Hasil uji kesukaan (acceptability test) ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 51

(12)

12

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Formula sirup kering ... 24

Tabel 4.1 Pengukuran waktu alir ... 32

Tabel 4.2 Kemudahan redispersi ………. 33

Tabel 4.3 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-1 ... 35

Tabel 4.4 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-2 ... 36

Tabel 4.5 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-3 ... 36

Tabel 4.6 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-4 ... 36

Tabel 4.7 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-5 ... 37

Tabel 4.8 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-6 ... 37

Tabel 4.9 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-7 ... 38

Tabel 4.10 Hasil pengukuran viskositas pada formula I-V ... 39

Tabel 4.11 Pengukuran pH hari ke-1 sampai ke-7 ... 40

Tabel 4.12 Data hasil penetapan kadar sirup amoksisilin ... 44

(13)

13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian ... 3

Gambar 2.1 Rumus struktur amilosa ... 7

Gambar 2.2 Rumus struktur amilopektin ... 8

Gambar 2.3 Rumus struktur amoksisilin ... 10

Gambar 4.1 Grafik pengukuran waktu alir ... 32

Gambar 4.2 Kurva serapan amoksisilin konsentrasi 50 mcg/ml dalam larutan HCl 0,1N ... 37

Gambar 4.3 Data panjang gelombang maksimum dan absorbansi amoksisilin dengan konsentrasi 50 mcg/ml secarspektrofotometri ultraviolet ... 38

Gambar 4.4 Kurva kalibrasi amoksisilin dalam pelarut HCl 0,1 N pada panjang gelombang 271,0 nm ... 39

(14)

14

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Gambar sediaan …... 51

Lampiran 2 Gambar sediaan formula I-V ... . 52

Lampiran 3 Gambar alat ... 53

Lampiran 4 Foto bersama panelis ... 55

Lampiran 5 Surat izin melakukan uji kesukaan di TK As-Sakinah Medan …..………. 56

Lampiran 6 Sertifikat amoksisilin ... 57

Lampiran 7 Gambar pati tapai padat (brem) ... 58

Lampiran 8 Perhitungan bahan ... 59

Lampiran 9 Tabel data uji kesukaan ... 63

Lampiran10 Perhitungan uji kesukaan (acceptability test ) ... 66

(15)

7

PENGGUNAAN PATI TAPAI PADAT (BREM) SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN DALAM FORMULASI SIRUP KERING AMOKSISILIN

ABSTRAK

Pada proses pembuatan sediaan sirup kering diperlukan berbagai bahan tambahan. Bahan tambahan yang digunakan dapat berasal dari alam maupun sintetis. Pada penelitian ini pati tapai padat (brem) dapat digunakan sebagai bahan pendispersi dan korigensia pada sediaan sirup kering amoksisilin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pati tapai padat (brem) dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk formulasi sirup kering amoksisilin.

Pati tapai padat (brem) dicampurkan dengan bahan obat lainnya dibuat 5 formula berbeda untuk sediaan sirup kering, dimana pati tapai padat (brem) ditambahkan pada formula 2 dan formula 3. Dilakukan pengujian berupa pengukuran laju alir, pengamatan redispersi, pengukuran pH, pengukuran viskositas, pengukuran tinggi sedimen, pengukuran kadar sediaan dan uji kesukaan (acceptability test).

Hasil penelitian menunjukkan laju alir yang baik dan memenuhi persyaratan pada setiap formula yaitu pada formula I 1,48 detik, formula II 1,16 detik, formula III 1,36 detik, formula IV 0,63 detik dan formula V tidak diukur waktu alirnya karena pada formula tersebut tidak dilakukan granulasi sehingga tidak dapat terbaca waktu alirnya untuk melihat perbedaan dengan formula lain yang bahannya diproses dengan cara granulasi. Kemudahan redispersi yang didapat juga memenuhi kriteria sehingga memudahkan dalam pengocokan ulang sediaan. pH pada setiap formula memenuhi persyaratan yaitu antara pH 5,0 – 7,0 untuk sediaan sirup kering amoksisilin pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-7 yang didapatkan pada formula I pH 6,8 sampai pH 5,4, formula II pH 6,0 sampai pH 5,4, formula III pH 5,8 sampai pH 5,6, formula IV pH 6,0 sampai pH 5,6, dan formula V pH 6,4 sampai pH 5,8. Viskositas yang di dapatkan memenuhi kriteria karena redispersi kembali terbukti rendah, viskositas yang terlalu tinggi mengganggu sistem redispersi, didapatkan hasil pengukuran pada formula I 116,5 cps, formula II 154,0 cps, formula III 125,0 cps, formula IV 108,5 cps dan formula V 104,5 cps. Tinggi sedimen yang diamati terakhir pada hari terakhir pengamatan menunjukan tinggi sedimen pada formula I 0,5 cm, formula II 0,5 cm, formula III 0,4 cm, formula IV 0,4 cm, dan formula V 1,6 cm. Kadar amoksisilin menunjukkan kadar yang memenuhi persyaratan yaitu 90% - 110% sampai dengan hari ke 7. Uji kesukaan yang dilakukan pada 50 panelis berdasarkan rasa didapatkan hasil pada formula I, II, III dan V cukup suka dan pada formula IV tidak disukai. Fungsi yang jelas pada hasil yang di dapatkan pada penelitian ini adalah bahwa pati tapai padat (brem) efektif sebagai pendispersi, korigensia dan dapat mempengaruhi peningkatan viskositas pada sediaan sirup kering.

Kata kunci : pati tapai padat, sirup kering, amoksisilin, pendispersi, korigensia

(16)

8

SOLID FERMENTED STARCH (BREM) USAGE AS ADDITIONAL INGREDIENTS IN AMOXICILLIN DRY SYRUP FORMULATIONS

ABSTRACT

In the process of making dry syrup preparation needed a various extra ingredient. Additional ingredients used can be derived from natural or synthetic. In this research the solid fermented starch (brem) can be used as a dispersing agent and korigensia on amoxicillin dry syrup preparation. In this research used solid fermented starch (brem) as additional ingredient. This research aims to find out whether the solid fermented starch (brem) can be used as an additional ingredient for dry syrup formulations amoxicillin.

The solid fermented starch (brem) get mixed with other materials medical preparation created 5 different formulas while the solid fermented starch added to the formula 2 and the formula 3 for material of dried syrup. The test is done in the form a measurement of flow rate, redispertion, measurement of pH, measurement of viscosity, observations of high sediment, measurement of preparation and fondness test (acceptability test).

The result showed a good flow rate and meet requirement on each a formula, the formula I of 1.48 seconds, 1.16 seconds formula II, formula III 1.36 seconds, 0.63 seconds formulas IV and V are not measured formula alirnya time because the formula does not do so can not be read granulation alirnya time to see the difference with the other formula ingredients are processed by granulation. Ease of redispersion obtained also meets the criteria so as to facilitate the preparation re-shuffle. pH in each formula meets the requirements of between pH 5,0 - 7,0 for amoxicillin dry syrup preparation on day 1 through day 7 were obtained at pH 6.8 formula I to pH 5.4, the formula II pH 6.0 to pH 5.4, pH 5.8 formula III to pH 5.6, formula IV pH 6.0 to pH 5.6, and the formula V pH 5.8 to pH 6.4. The viscosity is in getting back redispersi meet the criteria for proven low, viscosity is too high interfere with the redispersi system, measurement results obtained at 116.5 cps for formula I, formula II cps 154.0, formula III 125,0 cps, formula IV 108.5 cps and formula V 104.5 cps. The high sediment last observed on the last day of observation showed high sediment at 0.5 cm of formula I, 0.5 of formula II , 0.4 cm of formula III,0.4 of formula IV, and 1.6 cm for formulaV. The rate of amoxicillin showed rate that meet the requirements are 90% - 110% up to day 7. A test performed on the 50 panelists based on a sense of the results obtained in formula I, II, III and V quite liked and disliked in the formula IV. The clear function to get the results in this study is that the solid fermented starch (brem) effective as a dispersant, korigensia and can affect the increase in viscosity of the dry syrup preparation.

Key words : Solid fermented starch, dry syrup, amoxicillin, dispersant, corrigensia

(17)

15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rute pemberian obat secara oral adalah metode yang paling umum dan disukai karena kenyamanan dan kemudahan dalam pemakaian. Ditinjau dari sudut pandang pasien, menelan bentuk sediaan oral merupakan hal yang nyaman dan biasa dalam mengkonsumsi obat sehingga pasien lebih patuh dan karenanya terapi obat biasanya lebih efektif dibandingkan dengan rute-rute pemberian lain, misalnya melalui rute parenteral (Dhirendra, 2009).

Melihat banyak nya jenis bentuk sediaan di pasaran yang beredar, berdasarkan sifat fisika dan kimia dari bahan obat dan zat aktifnya yang dapat rusak atau tidak menguntungkan pada penggunaan nya sehingga para peneliti terdahulu membuat bentuk sediaan yang sesuai dengan karakteristiknya sampai dengan saat ini. Sirup kering merupakan salah satu bentuk sediaan yang beredar di pasaran saat ini untuk obat yang tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil dalam bentuk kering (Ansel, 1989).

Sirup kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat digunakan, sediaan tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan tidak larut dalam pembawa air, seperti ampisilin, amoksisilin, dan lain-lainnya. Agar campuran setelah ditambah air membentuk dispersi yang homogen, maka dalam formulanya digunakan bahan pensuspensi.

(18)

16

Komposisi suspensi sirup kering biasanya terdiri dari bahan pensuspensi, pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa/aroma buffer dan zat warna. Sediaan dalam bentuk suspensi untuk oral biasanya lebih efektif dibandingkan dengan bentuk tablet atau kapsul, karena lebih mudah diterima terutama untuk anak-anak atau bayi (Ofner, et al., 1989).

Untuk senyawa tertentu seperti beberapa jenis antibiotik turunan penisilin yang mudah terurai dalam medium air hal itu tidak dapat dilakukan, karena tidak dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan. Oleh sebab itu dibuat dalam bentuk granul kering atau campuran serbuk yang ditambahkan air sebelum digunakan (Nash, 1988).

Brem merupakan salah satu makanan tradisional hasil fermentasi yang enak dan bergizi yang banyak diusahakan di Madiun dan Wonogiri, mempunyai warna putih, tekstur tidak lembek, kering dan mudah hancur di mulut. Ada 2 macam brem yang kita kenal yaitu brem padat dan brem cair atau brem bali (Susanto dan Saneto, 1994)

Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif seperti: Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi Streprtococcus dan Staphilococcus. Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi

2

(19)

17

saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya (Siswandono dan Soekarjo, 2000).

Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap sirup kering amoksisilin berupa pengamatan laju alir, volume sedimentasi, redispersi, pH, viskositas, pengukuran kadar amoksisilin dan acceptability test (uji akseptabilitas).

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini dilakukan pembuatan formulasi sirup kering amoksisilin. Setelah itu, dilakukan pengujian terhadap karakterisasi sirup kering berdasarkan parameter nya. Secara skematis kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1 sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1. Diagram Kerangka Pikir Penelitian

Amoksisili

Pati tapai padat (brem)

Sirup Karakterisasi

Laju alir

Redispersi

Tinggi sedimen

pH

Viskositas

Pengukuran kadar

Uji kesukaan (acceptability test)

(20)

18

1.3 Perumusan Masalah

Apakah pati tapai padat (brem) dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada formulasi sirup kering amoksisilin?

1.4 Hipotesis

Pati tapai padat (brem) dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada formulasi sirup kering amoksisilin.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kemampuan pati tapai padat (brem) sebagai bahan tambahan pada formulasi sirup kering amoksisilin melalui beberapa pengujian.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk membuat suatu modifikasi baru untuk bahan tambahan pada formulasi sirup kering amoksisilin dan untuk memberdayakan bahan baku berbagai jenis pati-patian, khususnya pati tapai padat.

(21)

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pati

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Barangkali tidak ada satu senyawa organik lain yang tersebar begitu luas sebagai kandungan tanaman seperti halnya pati. Dalam jumlah besar, pati dihasilkan dari dalam daun-daun hijau sebagai wujud penympanan sementara dari produk fotosintesis. Pati juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan permanen untuk tanaman, dalam biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun dan umbi. Pati merupakan 50-65% berat kering biji gandum dan 80% bahan kering umbi kentang (Claus, et al., 1970).

Pati berbentuk granul atau butir-butir kecil dengan lapisan-lapisan yang karakteristik. Lapisan-lapisan ini serta ukuran dan bentuk granul seringkali khas bagi beberapa spesies tanaman sehingga dapat digunakan untuk identitas tanaman asalnya (Claus, et al., 1970).

Tanaman yang mengandung pati digunakan dalam farmasi seperti Zea mays (jagung), Oryza sativa (beras), Solanum tuberosum (kentang), Triticum aesticum (gandum), Maranta arundinacea (garut), Ipomoea batatas (ketela rambat) dan Manihot utilissima (ketela pohon) (Claus, et al., 1970).

Secara umum pati terdiri dari 20% bagian yang larut air (amilosa) dan 80% bagian yang tidak larut dalam air (amilopektin). Amilosa merupakan

(22)

20

molekul yang lurus, terdiri dari 250 sampai 300 satuan D-glukopiranosa dan dihubungkan secara seragam oleh ikatan alfa-1,4-glukosida yang cenderung menyebabkan molekul tersebut dianggap berbentuk seperti uliran (helix). Amilopektin terdiri dari 1000 atau lebih satuan glikosa yang kebanyakan juga dihubungkan dengan hubungan alfa-1,4. Namun terdapat juga sejumlah hubungan alfa-1,6 yang terdapat pada titik-titik percabangan. Jumlah hubungan semacam ini terdapat kurang lebih 4% dari jumlah hubungan atau satu untuk setiap 25 satuan glukosa.

Oleh karena perbedaan struktur ini maka amilosa lebih larut dalam air dibandingkan dengan amilopektin. Hal ini digunakan untuk memisahkan kedua komponen tersebut. Pemisahan yang lebih efisien dilakukan dengan mengendapkan dan membuat senyawa kompleks dari amilosa dengan pereaksi yang sesuai meliputi bermacam-macam etanil atau nitroparafin. Amilosa bereaksi dengan iodium membentuk senyawa kompleks berwarna biru tua, sedangkan amilopektin memberikan warna violet kebiruan atau ungu.

2.1.1 Amilosa

Amilosa merupakan polisakarida, polimer yang tersusun dari glukosa sebagai monomernya. Tiap-tuap monomer terhubung dengan ikatan 1,4-glikosidik. Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama-sama dengan amilopektin menjadi komponen penyusun pati. Dalam masakn, amilosa memberi efek keras bagi pati atau tepung (Whistler dan Paschall, 1984).

(23)

21

Gambar 2.1 Rumus struktur amilosa

2.1.2 Amilopektin

Amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer G-glukosa. Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Walaupun tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik, sama dengan amilosa.

Namun demikian, pada amilopektin terbentuk cabang-cabang (sekitar tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan 1,6-glikosidik. Amilopektin tidak larut dalam air. Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makanan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, karena proses mekarnya terjadi secara terbata (Whistler dan Paschall, 1984).

(24)

22

Gambar 2.2 Rumus struktur amilopektin

2.2 Pati Tapai Padat (Brem)

Pati tapai padat atau Sari Tapai Padat merupakan produk yang dibuat dari sari tapai yang dipanaskan sampai kental dan didinginkan sampai bentuknya padat. Pati tapai padat mempunyai rasa yang manis atau manis keasaman, tekstur padat, kering tidak lembek, warna putih kekuningan sampai kecoklatan dan larut di mulut (Astwan dan Astwan, 1991). Pati tapai padat di masyarakat dikenal dengan nama Brem. Brem berdasarkan cara pembuatanya dikenal dua macam jenis brem, yaitu brem cair dan brem padat. Brem cair merupakan jenis minuman yang rasanya manis, sedikit asam dan bewarna merah dengan kandungan alkohol 3-10%. Brem padat merupakan jenis makanan tradisional yang bewama putih sampai kecoklatan dengan rasa manis keasaman yang merupakan hasil fermentasi yang dipadatkan (Sri, 2008). Brem padat banyak diproduksi di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah seperti Boyolali, Wonogiri, Caruban dan Madiun dengan menggunakan ketan putih sebagai bahan baku. Bentuk brem padat yang paling umum diperjual belikan adalah bentukpersegi empat (kotak) atau bulat pipih (Astwan dan Astwan, 1991).

(25)

23

Bahan dasar tapai ketan adalah ketan putih yang merupakan salah satu vareitas padi. Menurut Steenis (1988), ketan putih merupakan sejenis berm yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : Gramineae/Poaeeae Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L. Var. Glutinosa

Ketan putih hampir seluruhnya terdiri dari pati yang merupakan suatu polimer yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin.

Pembuatan pati tapai padat dapat dibagi menjadi dua tahap antara lain: proses pengolahan bahan baku menjadi tapai dan proses pengolahan tapai menjadi pati tapai padat. Proses pengolahan bahan baku menjadi tapai meliputi: pemilahan bahan baku, perendaman, pencucian, pemasakan, pendinginan, pemberian ragi, fermentasi dan pengepresan sedangkan proses pengolahan tapai menjadi pati tapai padat meliputi; pemasakan air tapai, pengadukan, pencetakan dan pengeringan, pemotongan, pembungkusan dan pengepakan (Meigia, dkk., 2004).

(26)

2.3 Amok Am terhadap a tidak lebih Pemerian: Kelarutan karbon tet Baku pem POM, 199 Pe mengamat tersebut te Chain ber penisilin. kemudian kebutuhan semisintet ksisilin G moksisilin m anhidrat. Me h dari 1050

serbuk hab : sukar laru traklorida da mbanding B 95).

nisilin dite ti pertumb erkontamina

rhasil meng Pertama d digunakan n meningkat tis. Penisili Gambar 2.3 mengandung empunyai p

g per mg C blur, putih, p ut dalam air

an dalam kl BPFI; tidak

mukan oleh uhan stafil asi oleh jam gisolasi sub digunakan

n P.Chrys t. Penisilin in alam dip

vi

3 Rumus str g tidak kura potensi setar C16H19N3O praktis tidak r dan meth loroform. k boleh dik

h Fleming lokokus te mur. Kemud bstansia ak penisilin n sogenum se terbagi atas peroleh den

ruktur amok ang dari 90 ra dengan ti 5S, dihitung k berbau. anol; tidak

keringkan s

pada tahun ertentu diha dian di ujung ktif dari jam neonatum u

emasa per s dua yaitu ngan jalan

ksisilin ,0% C16H19 idak kurang g terhadap z

larut dalam

sebelum dig

n 1929 di ambat bila g tahun 193 mur Flemin untuk pem

ang dunia penisilin al

mengubah

9N3O5S, dih g dari 900 zat anhidrat.

m benzen, d

gunakan (D

London, se a bakteri-b

30-an Flore ng yang di makaian sist a kedua k

lam dan pen h struktur k

hitung g dan . dalam Ditjen etelah akteri y dan isebut temik karena nisilin kimia

(27)

vii

penisilin alam atau dengan cara sintetis inti penisilin yaitu asam amino penisilat (Munaf, 1994).

Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan pada permulaan perang dunia kedua di tahun 1941, ketika obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari luka-luka akibat pertempuran (Tan dan Rahardja, 2002)

Menurut Siswandono dan Soekardjo (1995), antibiotika berasal dari sumber-sumber berikut, yaitu Actiomycetales (58,2%), jamur (18,1%), tanaman tinggi (12,1%), Eubacteriales terutama Bacilli (7,7%), binatang (1,8%), Pseudomonales (1,2%) dan ganggang atau lumut (0,9%). Antibiotika dapat dikelompokkan berdasarkan tempat kerja, spektrum aktivitas dan struktur kimianya. Penggolongan antibiotika berdasarkan spektrum aktivitasnya:

1. Antibiotika dengan spektrum luas, efektif baik terhadap Gram-positif maupun Gram-negatif.

Contoh: turunan tetrasiklin, turunan amfenikol, turunan aminoglikosida, turunan makrolida, rifamfisin, beberapa turunan penisilin, seperti ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbenisilin, hetasilin, rivampisilin, sulbenisilin, dan tikarsilin, dan sebagian besar turunan sefalosporin.

2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram-positif.

Contoh: Basitrin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin, seperti benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, metisilin Na, nafsilin Na, oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan floksasilin Na, turunan linkoksamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosporin.

(28)

viii

3. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram-negatif.

Contoh: Kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.

4. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap Mycobacteriae (antituberkulosis)

Contoh: Streptomisin, kanamisin, rifampisin, viomisin dan kapreomisin. 5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur (anti jamur).

Contoh: Gliseofulfin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan kandisidin.

6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (anti kanker).

Contoh: Aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, mitomisin dan mitramisin. Amoksisilin adalah antibiotika golongan β-laktam dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran napas, saluran empedu dan saluran seni, gonorhu, gastroenteritis, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp., seperti demam tipoid. Amoksisilin merupakan turunan penisilin yang tahan asam tetapi tidak tahan terhadap penisilanase. Beberapa keuntungan dibandingkan ampisilin adalah penyerapan obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi, serta adanya makanan tidak mempengaryhi penyerapan obat (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Menurut Munaf (1994), berdasarkan aktivitas antimikrobanya turunan penisilin dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:

1. Penisilin G dan penisilin V yang sangat aktif terhadap kokus gram positif, tetapi mudah dihidrolisir oleh penisilanase. Sehingga obat ini tidak aktif terhadap sebagian besar strain stafilokokus.

(29)

ix

2. Penisilin retensi penisilanase seperti metisilin, nafsilin, oksasilin, kloksasilin, diklosasilin, kurang sensitif terhadap mikroorganisme yang sensitif terhadap penisilin G, tetapi merupakan obat pilihan terhadap stafilokokus aureus penghasil penisilanase.

3. Ampisilin, amoksisilin dan hetasilin termasuk satu grup penisilin dimana aktivitas antimikrobanya lebih luas termasuk gram negatif seperti Hemofilus influenza, Eschericia coli, Prosteus mirabilis.

4. Karbenislin, tikarsilin dan azlosilin digunakan untuk Pseudomonas, Enterobacter dan spesies Proteus.

5. Grup pensilin baru. Mezlosin dan piperasilin berguna untuk Klebsiela dan mikroorganisme gram negatif tertentu.

Antibiotika adalah zat yang dibentuk oleh mikroorganisme yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain. Antibiotika dapat juga dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Di samping itu, berdasarkan antibiotika alam, dapat pula dibuat antibiotika baru secara sintetis parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik. Antibiotika yang berguna hanyalah antibiotika yang mempunyai kadar hambat minimun (KHM) in vitro lebioh kecil dari kadar zat yang dapat dicapai dalam tubuh dan tidak toksik. Mekanisme antibiotika umumnya:

1. Menghambat biosintetis dinding sel

2. Meninggikan permeabilitas membran sitoplasma 3. Mengganggu sintesis protein normal bakteri

(30)

x

Umumnya, antibiotika yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permeabilitas membran sel bekerja bakterisida, sedangkan yang bekerja pada sintesis protein bekerja bakteriostatik (Mutschler, 1999).

Antibiotika tidak aktif terhadap kebanyakan virus kecil, mungkin karena virus tidak memiliki proses metabolisme sesungguhnya, melainkan tergantung seluruhnya dari proses tuan rumah (Tan dan Rahardja, 2002).

Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis pada hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin juga diperoleh (Anonim, 2002).

Mekanisme Kerja

Setelah diabsorpsi amoksisilin didistribusikan ke berbagai jaringan tubuh. Kadar terapi dalam jaringan-jaringan seperti cairan sendi, pleural, pericardium dan empedu. Dalam jumlah kecil ditemukan dalam sekresi prostat, jaringan otak, dan cairan intraokuler (Munaf, 1994).

Amoksisilin adalah derivat-hidroksi dengan aktivitas sama dengan ampisilin. Tetapi resorbsinya lebih lengkap dan pesat dengan kadar darah dua kali lipat. Waktu paruhnya 1-2 jam. Persentasi pengikatan pada protein jauh lebih ringan dari pada penisilin G dan penisilin V. Difusinya ke jaringan dan cairan tubuh lebih baik, antara lain kedalam air liur pasien bronchitis kronis. Kadar bentuk aktifnya dalam kemih jauh lebih tinggi dari pada ampisilin sehingga lebih banyak digunakan pada infeksi saluran kemih. Efek samping berupa gangguan lambung usus (Tan dan Rahardja, 2002).

(31)

xi

Amoksisilin merupakan antibiotika dari penisilin semisintetik yang stabil dalam suasana asam, kerja bakterisida, atau pembunuh bakterinya seperti ampisilin. Amoksisilin diabsorbsi dengan cepat dan baik di saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan dalam lambung dan setelah 1 jam konsentrasinya dalam darah sangat tinggi sehingga efektivitasnya tinggi. Amoksisilin diekskresikan atau dibuang terutama melalui ginjal, dalam air kemih terdapat dalam bentuk aktif. Amoksisilin sangat efektif terhadap organisme gram positif dan gram negatif. Penggunaan amoksisilin seringkali dikombinasikan dengan asam klavunalat untuk meningkatkan potensi dalam membunuh bakteri (Junaidi, 2009).

Dosis: oral 3 kali sehari 375-1000 mg, anak-anak < 10 tahun 3 kali sehari 10 mg/kg, 3-10 tahun 3 kali sehari 250 mg, 1-3 tahun 3 kali sehari 125 mg, 0-1 tahun 3 kali sehari 100 mg, juga diberikan secara i.m/i.v (Tan dan Rahardja, 2002).

2.4 Sirup Kering

Sirup kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat digunakan, sediaan tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan tidak larut dalam pembawa air. Agar campuran setelah ditambah air membentuk dispersi yang homogen, maka dalam formulanya digunakan bahan pensuspensi atau bahan pendispersi. Komposisi sediaan ini biasanya terdiri dari bahan pensuspensi atau pendispersi, pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa atau aroma, buffer dan zat warna. Obat yang biasa dibuat dalam sediaan sirup kering adalah obat yang tidak stabil untuk disimpan dalam periode waktu tertentu

(32)

xii

dengan adanya pembawa air (sebagai contoh obat-obat antibiotik) sehingga lebih sering diberikan sebagai campuran kering untuk dibuat suspensi atau larutan pada saat akan digunakan. Biasanya sirup kering hanya digunakan untuk pemakaian selama satu minggu setelah dalam bentuk cairan (Ansel, 1989).

Adapun kriteria suspensi dan suspensi kering yaitu harus memenuhi krietria tertentu. Kriteria dari suatu sediaan suspensi yang baik adalah :

a. Pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian yang serba sama dapat dipertahankan dengan pengocokan sediaan.

b. Seandainya terjadi pengendapan selama penyimpanan harus dapat segera terdispersi kembali apabila suspensi dikocok.

c. Endapan yang terbentuk tidak boleh mengeras pada dasar wadah.

d. Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi sehingga sediaan dengan mudah dapat dituang dari wadahnya.

e. Memberikan warna, rasa, bau serta rupa yang menarik. Sedangkan kriteria suatu sediaan suspensi keringyang baik adalah:

a. Kadar air serbuk boleh melebihi batas maksimum. Selama penyimpanan serbuk harus stabil secara fisik seperti tidak terjadi perubahan warna, bau, bentuk partikel dan stabil secara kimia seperti tidak terjadi perubahan pH yang drastis.

b. Pada saat akan disuspensikan, serbuk harus cepat terdispersi secara merata di seluruh cairan pembawa dengan hanya memerlukan sedikit pengocokan atau pengadukan.

c. Bila suspensi kering telah dibuat suspensi maka suspensi kering dapat diterima bila memiliki kriteria dari suspensi.

(33)

xiii

2.5 Granulasi

Granulasi adalah proses dimana partikel serbuk diubah menjadi granul. Secara umum granulasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu granulasi basah dan granulasi kering.

a. Granulasi basah

Pada granulasi basah bahan dilembabkan dengan larutan pengikat yang cocok, sehingga serbuk terikat bersama dan terbentuk masaa yang lembab. Pelarut yang digunakan umumnya bersifat volatil sehingga mudah dihilangkan pada saat dikeringkan. Massa lembab kemudian dibagi-bagi sehingga terbentuk nutiran granul.

b. Granulasi kering

Pada granulasi kering obat dan bahan pembantu mula-mula dicetak menjadi tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tentu. Selanjutnya tablet yang terbentuk dihancurkan dengan mesin penggranul kering gesekan atau dengan cara sederhana menggunkan alu di atas sebuah ayakan sehingga terbentuk butiran granul.

2.6 Stabilitas sediaan sirup kering

Menurut Syamsuni (2005), salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi ataupun sirup kering adalah cara memperlambat penimbunan partiket serta menjaga homogenitas partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi atau sirup kering. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas nya adalah:

(34)

xiv a. Ukuran partikel

Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel, daya tekan keatas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk mengendap sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel (Syamsuni, 2005).

b. Kekentalan (Viskositas)

Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran cairan tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, dengan menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Syamsuni, 2005). c. Jumlah Partikel (Konsentrasi)

Jika di dalam suatu ruangan terdapat partikel dalam jumlah besar, maka partikel akan sulit melakukan gerakan bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Oleh benturan ini akan menyebabkan terbentuknya endapan zat tersebut, oleh karena itu semakin besar konsentrasi partikel, makin besar

(35)

xv

kemungkinannya terjadi endapan partikel dalam waktu yang singkat (Syamsuni, 2005).

d. Sifat atau Muatan Partikel

Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian, ada kemungkinan terjadi interaksi antarbahan yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, kita tidak dapat mempengaruhinya. Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Jika partikel mengendap, partikel tersebut akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregasi dan selanjutnya membentuk compacted cake, peristiwa itu disebut “caking” (Syamsuni, 2005).

2.7 Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190 - 380 nm, daerah cahaya tampak 380 - 780 nm, daerah inframerah dekat 780 - 3000 nm, dan daerah inframerah 2,5 - 40 µm atau 4000 - 250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).

(36)

xvi

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau atom dengan elektron-n yang menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi dasar ke tingkat energi tereksitasi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk., 2004).

Spektrofotometer UV-VIS adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Spektrofotometer UV-VIS biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks didalam larutan. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 400 - 800 nm.

Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hydrogen atau deuterium untuk pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panajnag gelombang. Seperti pada prisma atau monokromator. Panjang gelombang adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak. Sedangkan frekuensi adalah kecepatan cahaya dibagi dengan panjang gelombang. Bilangan gelombang (V) adalah satu satuan perpanjangan gelombang (Dachriyanus, 2004).

Spektrofotometri merupakan suatu alat yang berguna untuk mempelajari keseimbangan kimia atau untuk menentukan laju reaksi kimia. Zat kimia yang mengambil bagian dalam keseimbangan harus mempunyai spekta absorbsi yang berbeda dan seseorang dengan mudah mengamati variasi absorbsi pada panjang gelombang tertentu untuk setiap zat (Martin,1990).

(37)

xvii

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, meliputi pengumpulan bahan, membuat formulasi sirup kering amoksisilin dan evaluasi terhadap sediaan sirup kering amoksisilin.

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan formulasi sediaaan sirup kering amoksisilin dalam 5 formula yang berbeda dan dilakukan beberapa evaluasi pada sediaan meliputi: waktu alir, redispersi, pengukuran tinggi sedimen, pengukuran pH, viskositas, penetapan kadar dan uji akseptabilitas (acceptability test).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Sediaan II Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

3.3 Bahan dan Alat

3.3.1 Bahan

Bahan yang digunakan meliputi Pati tapai padat (brem) yang didapatkan dari pemberian Bapak Dr. Samran, M.Si., Apt., amoksisilin trihidrat (PT MUTIFA Medan), sodium sitrat (PT MUTIFA Medan), asam sitrat kristalin (PT

(38)

xviii

BRATACHERM Medan), natrium benzoat (PT MUTIFA Medan), manitol (PT MUTIFA Medan), kollidon CL-M (PT MUTIFA Medan), dan saccharin sodium (PT MUTIFA Medan).

3.3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, lemari pengering, neraca kasar, neraca digital (Boeco), corong alir (Copley), stopwatch, spektrofotometer UV-Vis (UV Mini 1240 Shimadzu), Viskometer (Brookfield), pH-meter (Hanna).

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan sirup kering

3.4.1.1 Formula sirup kering

Formula sirup kering amoksisilin diambil dari Generic Drug Formulations (BASF Fine Chemical) dan telah dimodifikasi yaitu:

R/ Amoksisilin trihidrat 2,5 g Sodium sitrat 2,5 g Asam sitrat kristalin 1,05 g Natrium benzoat 2,5 g Manitol 20 g Kollidon CL-M 3,0 g Saccharin sodium 0,2 g

Pati tapai padat (brem) bobot bervariasi

Perhitungan bahan dari masing-masing formula dapat dilihat pada lampiran. Sirup kering yang akan dibuat terbagi atas 5 formula yang telah

(39)

xix

[image:39.595.113.498.163.386.2]

dimodifikasi dan dibuat dengan metode pencampuran dan granulasi. Formula yang telah dimodifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Formula sirup kering amoksisilin

No Bahan-Bahan

Formula

I II III IV V

1 Amoksisilin trihidrat

1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g 2 Sodium sitrat 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g 3 Asam sitrat

kristalin 0,63 g 0,63 g 0,63 g 0,63 g 0,63 g 4 Natrium benzoat 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g

5 Manitol 12 g - - - 12 g

6 Kollidon CL-M 1,8 g - 1,8 g 1,8 g - 7 Saccharin

sodium

0,12 g 0,12 g 0,12 g 0,12 g 0,12 g 8 Pati tapai padat

(brem)

- 12 g 10 g - -

3.4.1.2 Cara pembuatan

1. Cara pembuatan untuk formula I

Manitol dan kollidon CL-M di buat dalam bentuk granul dengan cara menambahkan beberapa tetes etanol 96% ke dalam campuran kemudian diayak dengan ayakan mesh 40 dikeringkan di lemari pengering, setelah kering diayak kembali dengan ayakan mesh 60. Amoksisilin trihidrat dimasukkan ke dalam lumpang tambahkan sodium sitrat, asam sitrat kristalin, dan natrium benzoat gerus homogen kemudian ditambahkan saccharin sodium dan granul manitol- kollidon CL-M, campurkan homogen.

2. Cara pembuatan untuk formula II

Pati tapai padat (brem) dibuat dalam bentuk granul dengan cara menambahkan beberapa tetes etanol 96% ke dalam pati tapai padat (brem)

(40)

xx

kemudian diayak dengan ayakan mesh 40 dikeringkan di lemari pengering, setelah kering diayak kembali dengan ayakan mesh 60. Amoksisilin trihidrat dimasukkan ke dalam lumpang tambahkan sodium sitrat, asam sitrat kristalin, dan natrium benzoat gerus homogen kemudian ditambahkan saccharin sodium dan granul pati tapai padat (brem), campurkan homogen.

3. Cara pembuatan untuk formula III

Pati tapai padat (brem) dan kollidon CL-M dibuat dalam bentuk granul dengan cara menambahkan beberapa tetes etanol 96% ke dalam campuran kemudian diayak dengan ayakan mesh 40 dikeringkan di lemari pengering, setelah kering diayak kembali dengan ayakan mesh 60. Amoksisilin trihidrat dimasukkan ke dalam lumpang tambahkan sodium sitrat, asam sitrat kristalin, dan natrium benzoat gerus homogen kemudian ditambahkan saccharin sodium dan granul pati tapai padat (brem)-kollidon CL-M, campurkan homogen.

4. Cara pembuatan untuk formula IV

Amoksisilin trihidrat dimasukkan ke dalam lumpang tambahkan sodium sitrat, asam sitrat kristalin, dan natrium benzoat gerus homogen kemudian ditambahkan saccharin sodium dan kollidon CL-M campurkan homogen.

5. Cara pembuatan untuk formula V

Amoksisilin trihidrat dimasukkan ke dalam lumpang tambahkan sedikit manitol, sodium sitrat, asam sitrat kristalin, dan natrium benzoat gerus homogen kemudian ditambahkan saccharin sodium dan sisa manitol, campurkan homogen.

3.4.2 Evaluasi sediaan

3.4.2.1 Waktu alir

(41)

xxi

Uji waktu alir dilakukan dengan cara granul dimasukkan ke dalam corong yang telah di rangkai kemudian permukaannya diratakan. Penutup bawah corong dibuka dan secara serentak stopwatch dihidupkan. Stopwatch dihentikan saat granul telah habis melewati corong dan dicatat waktu alirnya. Waktu alir tidak lebih dari 10 detik.

3.4.2.2 Redispersi

Kemudahan redispersi dari masing-masing sirup kering yang telah dilarutkan dan didiamkan ditentukan dengan melakukan pembalikan terhadap sirup di dalam suatu wadah kaca yang telah di tutup dan selama pembalikan sirup di hindari pengocokan. Pembalikan dilakukan setiap hari selama 30 hari berturut-turut untuk mengetahui kestabilan sediaan dan homogenitas dari sediaan sirup kering amoksisilin yang telah dilarutkan.

3.4.2.3 Tinggi sedimen

Sirup dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL, di tutup dengan kertas alumunium foil. Kemudian di amati sedimentasi yang terbentuk pada waktu 5 menit, 15 menit, 30 menit, 1 jam, dan 2 jam di mulai dari pukul 08.00 sampai 10.00 setiap hari berturut-turut dari hari pertama sampai hari ke tujuh. Pengukuran sedimentasi dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya sedimen yang terbentuk dalam sediaan pada masing-masing formula dan kecepatan pembentukan sedimen pada setiap sediaan.

3.4.2.4 Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Pengamatan dilakukan selama 7 hari, pH sediaan di ukur setiap hari berturut-turut mulai dari

(42)

xxii

hari pertama sampai dengan hari ke tujuh. pH yang diharapkan yaitu pH 5 - 7,5 pada masing-masing formula untuk sediaan oral sirup kering amoksisilin.

3.4.2.5 Viskositas

Pengukuran viskositas pada setiap sediaan dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield menggunakan spindle No. 61 dengan kecepatan 1,5. Viskositas di ukur untuk mengetahui kemudahan redispersi dari sediaan, hasil yang diharapkan adalah viskositas yang rendah agar mudah di redispersi kembali.

3.4.2.6 Penetapan kadar sirup amoksisilin

3.4.2.6.1 Pembuatan larutan induk baku

Ditimbang seksama 50 mg Amoksisilin BPFI, masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml tambahkan HCl 0,1 N sampai garis tanda, konsentrasi teoritis adalah 500 mcg/ml.

3.4.2.6.2 Penentuan panjang gelombang maksimum

Dipipet sebanyak 2,0 ml larutan induk baku amoksisilin BPFI lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan HCl 0,1 N sampai garis tanda, kemudian dikocok homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi teoritis 20 mcg/ml. Diukur serapan pada panjang gelombang 200 -300 nm dan sebagai blanko digunakan HCl 0,1 N.

3.4.2.6.3 Pembuatan kurva kalibrasi

Dipipet larutan induk baku sebanyak 1 ml, 1,5 ml, 2 ml, 2,5 ml, dan 3 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Dikocok homogen sehingga diperoleh larutan

(43)

xxiii

dengan konsentrasi 10 mcg/ml, 15 mcg/ml, 20 mcg/ml, 25 mcg/ml, dan 30 mcg/ml. Masing-masing larutan diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum.

3.4.2.6.4 Penetapan kadar amoksisilin dalam sirup

Dipipet 2,0 ml sediaan sirup dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan HCl 0,1 N sampai dengan garis tanda, dikocok sampai homogen dan kemudian disaring melalui kertas saring, 5 ml filtrat pertama dibuang, filtrat selanjutnya ditampung. Dari larutan dipipet 2,0 ml lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan HCl 0,1 N sampai dengan garis tanda, dikocok sampai homogen dan kemudian disaring melalui kertas saring, 5 ml filtrat pertama dibuang, filtrat selanjutnya ditampung. Dari larutan ini dipipet 5 ml masukkan kedalam labu tentukur 25 ml dan tambahkan HCl 0,1 N sampai dengan garis tanda. Lalu diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh dengan menggunakan HCl 0,1 N sebagai blanko, pengerjaan ini dilakukan sebanyak 3 kali. Persyaratan: menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, sirup amoksisilin mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995).

3.4.2.7 Uji kesukaan (acceptability test)

Uji kesukaan dilakukan dengan menggunakan 50 orang panelis anak-anak usia mulai dari 5 - 7 tahun, dimana setiap panelis memberikan penilaian terhadap masing-masing sediaan sirup kering berdasarkan rasanya. Hasil penilaian diubah dalam bentuk angka dan selanjutnya dianalisis secara statistik untuk penarikan kesimpulan dengan pedoman Standar Nasional Indonesia.

Skor penilaian:

(44)

xxiv 1 = Tidak suka

2 = Kurang suka 3 = Cukup suka 4 = Suka 5 = Sangat suka

(45)

xxv

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengukuran waktu alir

Ke dalam corong alir dimasukkan granul yang akan di cetak, lalu dialirkan hingga seluruh granul mengalir. Ditentukan waktu alir mulai dari granul mengalir sampai seluruh granul mengalir keluar. Syarat: talir < 10 detik.

Dari hasil pengukuran seperti terlihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 diperoleh waktu alir Formula I 1,48 detik, Formula II 1,16 detik, Formula III 1,36 detik, Formula IV 0,63 detik, Formula V tidak diukur waktu alir karena pada formula tersebut tidak dilakukan granulasi sehingga tidak dapat terbaca waktu alirnya untuk melihat perbedaan dengan formula lain yang bahannya di proses dengan cara granulasi.

Pada hasil yang didapatkan terlihat bahwa waktu alir dari sediaan yang mengandung bahan tambahan pati tapai padat (brem) yaitu formula II dan formula III didapati waktu alir yang lebih baik dari pada formula lainnya yang tidak mengandung bahan tambahan berupa pati tapai padat (brem). Hal ini membuktikan dengan adanya penambahan bahan tambahan pati tapai padat (brem) pada sediaan akan mempermudah sirup kering pada saat akan di masukkan kedalam wadah sediaan untuk proses pengemasan.

(46)
[image:46.595.115.499.109.433.2]

xxvi

Tabel 4.1 Pengukuran waktu alir sirup kering amoksisilin

No. FORMULA PENGUKURAN (detik) RATA-RATA

(detik) I II III

1. I 1,48 1,49 1,47 1,48

2. II 1,16 1,17 1,16 1,16

3. III 1,37 1,36 1,37 1,36

4. IV 0,63 0,63 0,62 0,63

5. V - - - -

Gambar 4.1 Grafik pengukuran waktu alir sirup kering amoksisilin

4.2 Hasil pengamatan redispersi

Kemudahan redispersi dari masing-masing sirup kering yang telah dilarutkan dan didiamkan ditentukan dengan melakukan pembalikan terhadap sirup di dalam suatu wadah kaca yang telah di tutup dan selama pembalikan sirup di hindari pengocokan. Pembalikan dilakukan sebanyak 10 kali pada masing masing sirup. Pengamatan terhadap kemudahan redispersi sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan tambahan pati tapai padat (brem) sama baiknya dengan bahan tambahan lainnya pada formula seperti manitol maupun kollidon Cl-M dilihat dari hasil redispersi

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

formula 1 formula II formula III formula IV formula V formula 1 formula II formula III formula IV formula V

Waktu alir (detik)

(47)

xxvii

[image:47.595.114.498.220.686.2]

yang menghasilkan homogenitas yang sama melalui pengamatan secara visual maka dari itu dikatakan pati tapai padat (brem) itu sendiri memiliki daya pendispersi yang sama baik, sehingga pati tapai padat ini juga dapat digunakan untuk bahan pendispersi pada formulasi sirup kering.

Tabel 4.2 Tabel pengamatan kemudahan redispersi sirup kering amoksisilin No Waktu

Penyimpanan

Formula

I II III IV V

1. Hari ke-1 √ √ √ √ √

2. Hari ke-2 √ √ √ √ √

3. Hari ke-3 √ √ √ √ √

4. Hari ke-4 √ √ √ √ √

5. Hari ke-5 √ √ √ √ √

6. Hari ke-6 √ √ √ √ √

7. Hari ke-7

8. Hari ke-8 √ √ √ √ √

9. Hari ke-9 √ √ √ √ √

10. Hari ke-10 √ √ √ √ √

11. Hari ke-11 √ √ √ √ √

12. Hari ke-12 √ √ √ √ √

13. Hari ke-13 √ √ √ √ √

14. Hari ke-14 √ √ √ √ √

15. Hari ke-15 √ √ √ √ √

16. Hari ke-16 √ √ √ √ √

17. Hari ke-17 √ √ √ √ √

18. Hari ke-18 √ √ √ √ √

19. Hari ke-19 √ √ √ √ √

20. Hari ke-20 √ √ √ √ √

21. Hari ke-21 √ √ √ √ √

22. Hari ke-22 √ √ √ √ √

23. Hari ke-23 √ √ √ √ √

24. Hari ke-24 √ √ √ √ √

25. Hari ke-25 √ √ √ √ √

26. Hari ke-26 √ √ √ √ √

27. Hari ke-27 √ √ √ √ √

28. Hari ke-28 √ √ √ √ √

29. Hari ke-29 √ √ √ √ √

30. Hari ke-30 √ √ √ √ √

4.3 Hasil pengamatan tinggi sedimen

(48)

xxviii

Pada pengujian ini dilakukan pengukuran tinggi sedimen selama seminggu diukur mulai pukul 09.00 WIB setiap hari, didapatkan hasil pengamatan seperti pada Tabel 4.3 sampai dengan Tabel 4.9 dibawah ini, dimana pada formula IV pembentukan sedimen berjalan lebih lambat dibandingkan dengan formula lainnya karena modifikasi pada formula lebih sederhana dan tanpa penambahan pati tapai padat (brem).

[image:48.595.112.510.472.574.2]

Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa sediaan dengan bahan tambahan pati tapai padat (brem) yaitu formula II dan formula III menunjukkan pembentukan sedimen yang lebih cepat dibandingkan dengan formula lain yang tidak menggunakan bahan tambahan pati tapai padat (brem). Hal tersebut dikarenakan ukuran partikel pada pati tapai padat lebih besar dibandingkan bahan tambahan lainnya seperti manitol maupun Kollidon Cl-M. Hasil nya dapat dilihat pada Tabel 4.3 sampai dengan Tabel 4.9 di bawah ini.

Tabel 4.3 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-1 sirup kering amoksisilin

No Waktu Tinggi Sedimen (cm)

Form. I Form.II Form.III Form.IV Form.V

1. 5 menit - 0,2 - - 0,5

2. 15 menit 0,2 0,2 0,2 - 1

3. 30 menit 0,2 0,5 0,2 0,2 1,5

4. 1 jam 0,3 0,5 0,3 0,2 1,5

[image:48.595.111.500.627.744.2]

5. 2 jam 0,3 0,5 0,3 0,2 1,5

Tabel 4.4 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-2 sirup kering amoksisilin

No. Waktu Tinggi Sedimen (cm)

Form. I Form. II Form. III

Form. IV

Form.V

1. 5 menit - 0,2 - - 0,5

2. 15 menit 0,2 0,2 0,2 - 1

3. 30 menit 0,2 0,5 0,2 0,2 1,5

4. 1 jam 0,3 0,5 0,3 0,2 1,5

5. 2 jam 0,3 0,5 0,3 0,2 1,5

(49)
[image:49.595.113.499.111.235.2]

xxix

Tabel 4.5 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-3 sirup kering amoksisilin

No. Waktu Tinggi Sedimen (cm)

Form. I Form. II Form. III

Form. IV

Form.V

1. 5 menit 0,1 0,2 0,1 - 0,5

2. 15 menit 0,2 0,3 0,2 0,1 1,5

3. 30 menit 0,2 0,5 0,3 0,2 1,5

4. 1 jam 0,3 0,5 0,3 0,2 1,5

[image:49.595.112.501.285.405.2]

5. 2 jam 0,3 0,5 0,3 0,2 1,5

Tabel 4.6 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-4 sirup kering amoksisilin

No. Waktu Tinggi Sedimen (cm)

Form. I Form. II Form. III

Form. IV

Form.V

1. 5 menit 0,1 0,2 0,1 0,1 0,5

2. 15 menit 0,2 0,2 0,2 0,1 1

3. 30 menit 0,2 0,5 0,2 0,2 1,5

4. 1 jam 0,3 0,5 0,3 0,2 1,6

5. 2 jam 0,3 0,5 0,4 0,3 1,6

Tabel 4.7 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-5 sirup kering amoksisilin

No. Waktu Tinggi Sedimen (cm)

Form.I Form.II Form.III Form.IV Form.V

1. 5 menit 0,1 0,2 0,1 0,1 0,5

2. 15 menit 0,2 0,2 0,2 0,1 1

3. 30 menit 0,2 0,5 0,2 0,2 1,6

4. 1 jam 0,3 0,5 0,3 0,2 1,6

[image:49.595.114.507.458.560.2]

5. 2 jam 0,4 0,5 0,4 0,3 1,6

Tabel 4.8 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-6 sirup kering amoksisilin

No. Waktu Tinggi Sedimen (cm)

Form. I Form. II Form. III

Form. IV

Form.V

1. 5 menit 0,1 0,2 0,1 0,1 0,5

2. 15 menit 0,2 0,2 0,2 0,1 1

3. 30 menit 0,3 0,5 0,2 0,2 1,6

4. 1 jam 0,4 0,5 0,3 0,2 1,6

5. 2 jam 0,5 0,5 0,4 0,3 1,6

(50)
[image:50.595.113.498.112.229.2]

xxx

Tabel 4.9 Pengamatan tinggi sedimen hari ke-7 sirup kering amoksisilin

No. Waktu Tinggi Sedimen (cm)

Form. I Form. II Form. III

Form. IV

Form.V

1. 5 menit 0,1 0,2 0,1 0,1 0,5

2. 15 menit 0,2 0,2 0,2 0,1 1

3. 30 menit 0,3 0,5 0,2 0,2 1,6

4. 1 jam 0,4 0,5 0,3 0,3 1,6

5. 2 jam 0,5 0,5 0,4 0,4 1,6

4.4 Hasil Pengukuran Viskositas

Pada pengukuran viskositas menggunakan viskometer Brookfield didapatkan hasil sesuai dengan keinginan dimana tingkat redispersi kembali terbukti rendah. Viskositas yang terlalu tinggi mengganggu sistem redispersi, sebaliknya bila terlalu encer akan mengganggu homogenitas campuran tidak stabil, hal tersebut akan mengganggu jumlah dosis yang digunakan.

[image:50.595.112.502.613.703.2]

Hasil pengukuran viskositas formula I - V terlihat pada formula yang terdapat bahan tambahan pati tapai padat (brem) memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula tanpa menggunakan pati tapai padat (brem), hal tersebut membuktikan bahwa dengan adanya pati tapai padat dapat meningkatkan viskositas dari sediaan sirup kering tersebut. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil pengukuran viskositas sirup kering amoksisilin

No Sediaan Viskositas (cps)

1 Formula I 116,5

2 Formula II 154,0

3 Formula III 125,0

4 Formula IV 108,5

5 Formula V 104,5

4.5 Hasil Pengukuran pH

(51)

xxxi

[image:51.595.113.504.332.475.2]

Pada pengukuran pH pada masing-masing formula yang dilakukan selama 7 hari masih memenuhi persyaratan berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV untuk sediaan suspensi oral amoksisilin pH 5,0 - 7,5. Terlihat selama 7 hari tidak terlihat perubahan pH cairan yang dapat merusak zat berkhasiat pada sediaan sirup kering amoksisilin. Hal ini membuktikan pada formula II dan III yang terdapat bahan tambahan pati tapai padat (brem) tidak mempengaruhi range dari pH yang memenuhi persyaratan, sama halnya dengan formula lainnya tanpa pati tapai padat (brem). Hasil pengamatan dapat di lihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Pengukuran pH sirup kering amoksisilin hari ke-1 sampai ke-7 No Waktu

Penyimpanan

pH Formula

I II III IV V

1. Hari ke-1 6,8 6,0 5,8 6,0 6,4

2. Hari ke-2 6,4 5,8 5,8 6,0 6,4

3. Hari ke-3 6,4 5,8 5,8 5,8 6,2

4. Hari ke-4 6,2 5,6 5,8 5,8 6,2

5. Hari ke-5 5,8 5,4 5,6 5,8 5,8

6. Hari ke-6 5,8 5,4 5,6 5,6 5,8

7. Hari ke-7 5,4 5,4 5,6 5,6 5,8

4.6 Hasil Pengukuran Kadar

4.6.1 Hasil penentuan serapan maksimum dan linieritas kurva kalibrasi

amoksisilin dalam larutan HCl 0,1 N

Amoksisilin dalam HCl 0,1 N memberikan spektrum pada 230 nm (A1 1 225) dan pada 272 nm dengan (A1 1 26) (Moffat, 2005).

Dari hasil pengukuran panjang gelombang maksimum bahan baku amoksisilin dalam pelarut HCl 0,1 N secara spektrofotometri ultraviolet diperoleh serapan maksimum pada panjang gelombang 264,5 nm seperti pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.

(52)
[image:52.595.115.485.85.353.2]

xxxii

Gambar 4.2 Kurva serapan amoksisilin dengan konsentrasi 50 mcg/ml dalam larutan HCl 0,1 N

Gambar 4.3 Data panjang gelombang maksimum dan absorbansi amoksisilin dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara spektrofotometri ultraviolet

[image:52.595.114.502.424.706.2]
(53)

xxxiii

[image:53.595.118.498.275.743.2]

Pada penentuan kurva kalibrasi, larutan amoksisilin dibuat dengan konsentrasi berturut-turut: 10 mcg/ml; 15 mcg/ml; 20 mcg/ml; 25 mcg/ml dan 30 mcg

Gambar

Gambar 1.1. Diagram Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.1 Rumus struktur amilosa
Gambar 2.2 Rumus struktur amilopektin
Gambar 2.3G3 Rumus strruktur amokksisilin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Menemukan formula pembuatan sirup martebe yang tepat, 2) Mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap sirup martebe, 3) Mengetahui kandungan

Pada penelitian selanjutnya disarankan melakukan uji antioksidan terhadap formula terbaik dari sediaan clay facial mask ekstrak air kering buah stroberi (Fragaria

Mi yang diperoleh dilakukan pengujian mutu mi kering meliputi nilai gizi yaitu kadar air, protein dan kadar abu tidak larut dalam asam sesuai SNI 8217:2015 [12]; pengujian

Ubi Kelapa (Dioscorea alata L.) merupakan tanaman dengan kadar pati tinggi, mulai dari 70% sampai 80% dari berat kering, tingginya kadar pati dalam ubi kelapa,

Sedangkan untuk kadar protein, variabel yang memenuhi standar mutu mie kering mutu II yakni minimal 8% adalah variabel komposisi tepung jagung:tepung terigu =

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Pemberian rayap kering sebanyak 1,50% ke dalam ransum ayam pedaging yang mengandung dedak

Penelitian utama meliputi pengukuran kadar glukosa darah dan simulasi transportasi dengan menggunakan perlakuan konsentrasi terbaik ekstrak kasar daun kemangi 5%

Hasil untuk pengukuran viskositas adalah 12,8 cps pada formula 1 dan formula 2 sebesar 13,37 cps yang menunjukkan bahwa kedua formula memenuhi viskositas sediaan sirup, viskositas sirup