• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN DISMENORE DENGAN OLAHRAGA PADA REMAJA USIA 16-18 TAHUN

DI SMA ST.THOMAS 1 MEDAN

Oleh: DYANA NOVIA

060100029

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN DISMENORE DENGAN OLAHRAGA PADA REMAJA USIA 16-18 TAHUN

DI SMA ST.THOMAS 1 MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: DYANA NOVIA NIM: 060100029

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan

Nama : Dyana Novia NIM : 060100029

Pembimbing Penguji I

(dr. Hayu Lestari Haryono,SpOG) (dr. Supriatmo, SpA (K))

Penguji II

(dr. T. Azhar Johan, SpPK)

Medan, 2 Desember 2009 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Dismenore adalah rasa mulas, rasa sakit pada perut bagian bawah dan dirasakan pada saat menstruasi, yang kebanyakan dialami oleh wanita usia muda. Tingginya angka prevalensi dan morbiditas dari dismenore kurang mendapat perhatian dari dunia medis, dikarenakan banyak wanita yang dikondisikan untuk menerima rasa sakit itu sebagai sesuatu yang normal, bersifat psikis walaupun hal tersebut menghambat aktivitas mereka sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup wanita. Meskipun olahraga secara umum diduga mengurangi nyeri dismenore, terdapat berbagai literature yang menyatakan hal yang berlawanan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari adanya hubungan antara dismenore dan olahraga. Jenis penelitian ini adalah analitik yang dilakukan pada 90 orang remaja yang berusia 16-18 tahun yang bersekolah di SMA St. Thomas 1 Medan. Remaja yang menjadi sample harus sudah mengalami menstruasi dan tidak sedang hamil. Informasi mengenai usia, jarak antara haid tiap bulan, kebiasaan olahraga, lama dan frekuensi olahraga tiap minggu didapatkan melalui kuesioner dan wawancara langsung.

Hasil dari analisis dengan menggunakan Chi square menunjukkan variabel independent yaitu olahraga berhubungan dengan kejadian dismenore. Hasil analisis menunjukkan kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga (p<0,05).

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memasukkan variabel lain seperti stress, pola makan, kebiasaan minum alkohol. Disarankan bagi para wanita untuk melakukan gaya hidup sehat.

(5)

ABSTRACT

Dysmenorrhea is defined as nausea and low abdominal pain during menstruation occurring predominantly in young women. Dysmenorrhea is a very common problem in young women, but the very high risk of prevalence and substantial morbidity of it may not come to medical attention because many women were conditioned to regard to pain as a normal, physiological event, even if it restricts their daily activities and may reduce their quality of life. Although exercise is generally thought to alleviate dysmenorrheal, the scientific literature display mixed evidence.

The aim of this study was to determine the relationship between dysmenorrheal and exercise. This research was an analytic study and investigation was done on 90 adolescents, age ranging from16 to 18 years old, who is studying in St. Thomas 1 senior high school. These adolescents must already menstruate and not pregnant. Information on present age, duration of menses, periode between each menstrual cycle, regular exercise, duration and frequency of exercise were obtained through questionnaire and direct interview.

The results of analysis using Chi square showed that there’s a significant correlation between the independent variable, exercise, and dysmenorrhea. The results of the study showed that prevalence of dysmenorrhea was reduced with the presence of exercise (p<0.05).

For further research on dysmenorrhea, it is suggested that other variable such as stress, dietary intake, alcohol consumption can also be included into the research. It is also suggested that women should retain a healthy lifestyle in order to avoid dysmenorrhea.

(6)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan”, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga buat kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun material, motivasi dan masukan kepada saya selama pembuatan karya tulis ini.

Dalam penulisan karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya dengan rendah hati ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Hayu Lestari Haryono, SpOG selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah atas kesabaran dan waktu yang diberikannya sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. dr. Ismiralda Siregar selaku pembimbing akademik selama masa perkuliahan. 3. Drs. Johannes O. Fian selaku Kepala sekolah SMA Santho Thomas 1 Medan

atas bantuan yang diberikan sampai selesainya penelitian.

4. dr. Soekimin, SpPA (K) dan dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed selaku dosen penguji pada seminar proposal penelitian.

5. dr. T. Azhar Johan, SpPK dan dr. Supriatmo, SpA (K) selaku dosen penguji pada seminar hasil penelitian.

(7)

7. Seluruh teman dan pihak yang telah membantu dan memberikan saran dan bantuan selama penyusunan karya tulis ilmiah ini..

Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya tulis ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Untuk itu, semua saran dan kritik akan menjadi sumbangan yang sangat berarti bagi kualitas karya tulis ini.

Semoga hasil karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bangsa dan Negara kita Indonesia, serta pengembangan ilmu.

Medan, 20 November 2009

Peneliti,

Dyana Novia

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan……….. i

Abstrak……….. ii

Abstract………. iii

Kata Pengantar………. iv

Daftar Isi……… vi

Daftar Tabel……….. ix

Daftar Bagan………. x

Daftar Singkatan………... xi

Daftar Lampiran………... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

2.1.1. Pengertian Remaja... 3

2.2. Pubertas... 5

2.2.1. Definisi pubertas... 5

2.2.2. Fase Perubahan pada Pubertas... 6

2.3. Menstruasi... 8

2.3.1. Definisi Menstruasi... 8

2.3.2. Siklus Menstruasi... 9

2.3.2.1. Perubahan Histologik pada Endometrium dalam Siklus Menstruasi... 9

2.4. Gangguan Menstruasi... 11

2.4.1. Klasifikasi Gangguan Menstruasi... 11

2.4.1.1. Amenore... 12

2.4.1.2. Menoragia... 12

2.4.1.3. Dismenore... 12

(9)

Menstruasi Normal... 12

2.4.2.2. Perubahan Hormonal pada Siklus Menstruasi Anovulasi... 13

2.5. Dismenore... 13

2.5.1. Definisi Dismenore... 13

2.5.2. Epidemiologi Dismenore... 14

2.5.3. Klasifikasi Dismenore... 14

2.5.4. Gejala Dismenore... 15

2.5.5. Etiologi dan Faktor Resiko... 16

2.5.6. Patofisiologi... 16

2.5.7. Diagnosis... 18

2.5.8. Pengobatan... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 21 3.1. Kerangka Konsep... 21

3.2. Definisi Operasional... 21

3.3. Hipotesis... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN 23 4.1. Jenis Penelitian... 23

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 23

4.3.1. Populasi Penelitian... 23

4.3.2. Sampel Penelitian... 24

4.4. Data Primer... 24

4.5. Data Sekunder... 24

4.6. Teknik Pengumpulan Data... 25

4.7. Metode Pengolahan Data... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 26 5.1. Hasil Penelitian... 26

5.1.1. Karakteristik Individu... 26

5.1.2. Deskripsi Lokasi... 26

5.1.3. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas... 27

5.1.4. Hasil Analisa Data……….. 27

(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 33

6.1. Kesimpulan………... 33

6.2. Saran……… 33

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Sekuensi Maturasi Seksual pada Remaja 5

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

26

Tabel 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 27

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Jarak antara Haid Berdasarkan Usia

28

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Mengganti Pembalut 28

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Dismenore Berdasarkan Usia Responden

29

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Intensitas Dismenore 29

Tabel 8 Perbandingan Tindakan yang Dilakukan Apabila Mengalami Dismenore Berdasarkan Usia Responden

30

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Dismenore Berdasarkan Riwayat Keluarga

30

Tabel 10 Distribusi Frekuensi Dismenore Berdasarkan Ada Tidaknya Olahraga

(12)

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Halaman

(13)

DAFTAR SINGKATAN

ACOG American College of Obstetrician and Gynecologist

BMI Body Mass Index

FSH Follicle-stimulating Hormone

GH Growth Hormone

GnRH Gonadotropin-releasing Hormone

hCG Human Chorionic Gonadotropin

HPO Hypothalamic-Pituitary-Ovarian Axis

IUD Intrauterine Device

LH Luteinizing Hormone

OAINS Obat Anti-Inflamasi Non Steroid

PGF2 α Prostaglandin F2α

PID Pelvic Inflammatory Disease

PMS Premenstrual Syndrome

TXA2 Tromboksan A2

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

(15)

ABSTRAK

Dismenore adalah rasa mulas, rasa sakit pada perut bagian bawah dan dirasakan pada saat menstruasi, yang kebanyakan dialami oleh wanita usia muda. Tingginya angka prevalensi dan morbiditas dari dismenore kurang mendapat perhatian dari dunia medis, dikarenakan banyak wanita yang dikondisikan untuk menerima rasa sakit itu sebagai sesuatu yang normal, bersifat psikis walaupun hal tersebut menghambat aktivitas mereka sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup wanita. Meskipun olahraga secara umum diduga mengurangi nyeri dismenore, terdapat berbagai literature yang menyatakan hal yang berlawanan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari adanya hubungan antara dismenore dan olahraga. Jenis penelitian ini adalah analitik yang dilakukan pada 90 orang remaja yang berusia 16-18 tahun yang bersekolah di SMA St. Thomas 1 Medan. Remaja yang menjadi sample harus sudah mengalami menstruasi dan tidak sedang hamil. Informasi mengenai usia, jarak antara haid tiap bulan, kebiasaan olahraga, lama dan frekuensi olahraga tiap minggu didapatkan melalui kuesioner dan wawancara langsung.

Hasil dari analisis dengan menggunakan Chi square menunjukkan variabel independent yaitu olahraga berhubungan dengan kejadian dismenore. Hasil analisis menunjukkan kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga (p<0,05).

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memasukkan variabel lain seperti stress, pola makan, kebiasaan minum alkohol. Disarankan bagi para wanita untuk melakukan gaya hidup sehat.

(16)

ABSTRACT

Dysmenorrhea is defined as nausea and low abdominal pain during menstruation occurring predominantly in young women. Dysmenorrhea is a very common problem in young women, but the very high risk of prevalence and substantial morbidity of it may not come to medical attention because many women were conditioned to regard to pain as a normal, physiological event, even if it restricts their daily activities and may reduce their quality of life. Although exercise is generally thought to alleviate dysmenorrheal, the scientific literature display mixed evidence.

The aim of this study was to determine the relationship between dysmenorrheal and exercise. This research was an analytic study and investigation was done on 90 adolescents, age ranging from16 to 18 years old, who is studying in St. Thomas 1 senior high school. These adolescents must already menstruate and not pregnant. Information on present age, duration of menses, periode between each menstrual cycle, regular exercise, duration and frequency of exercise were obtained through questionnaire and direct interview.

The results of analysis using Chi square showed that there’s a significant correlation between the independent variable, exercise, and dysmenorrhea. The results of the study showed that prevalence of dysmenorrhea was reduced with the presence of exercise (p<0.05).

For further research on dysmenorrhea, it is suggested that other variable such as stress, dietary intake, alcohol consumption can also be included into the research. It is also suggested that women should retain a healthy lifestyle in order to avoid dysmenorrhea.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menstruasi merupakan proses fisiologis yang dimulai pada masa remaja dan dapat terjadi berbagai gejala sebelum atau selama masa menstruasi. Meskipun merupakan proses fisiologis, banyak remaja kurang atau bahkan tidak memiliki pengetahuan mengenai menstruasi yang normal maupun yang abnormal, dan kebanyakan informasi yang mereka terima merupakan informasi yang didapatkan dari ibu ataupun dari teman (Talatu dan Egbunu, 2007).

(18)

1.2. Rumusan Masalah

Tingginya angka prevalensi dan morbiditas dari dismenore kurang mendapat perhatian dari dunia medis. Hal ini dikarenakan banyak wanita yang dikondisikan untuk menerima rasa sakit itu sebagai sesuatu yang normal, bersifat psikis walaupun hal tersebut menghambat aktivitas mereka sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup wanita. Maka berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana hubungan antara dismenore dengan olahraga?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mencari hubungan antara dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui prevalensi dismenore pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan

b. mengetahui prevalensi dismenore pada remaja dengan riwayat keluarga dismenore pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

a. Masyarakat terutama golongan remaja dan dewasa mendapat informasi mengenai dismenore.

b. Dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta mengasah kemampuan analisis bagi peneliti.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja

2.1.1.Pengertian Remaja

Menurut Behrman (2004), remaja adalah mereka yang berusia 10-20 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek fungsional. Dari segi usia remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/ early adolescence (10-13 tahun), remaja menegah/ middle adolescence (14-16 tahun), dan remaja lanjut/ late adolescence (17-20 tahun).

Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha, 1997). Masa remaja adalah merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Arma, 2007).

Pada masa remaja, seseorang mengalami perubahan seks sekunder. Ciri seks sekunder individu dewasa adalah: (Tukan, 1993).

a. Pada pria tampak kumis, jenggot, dan rambut sekitar alat kelamin dan ketiak. Selain itu suara juga menjadi lebih besar/kasar, dada melebar serta kulit menjadi relatif lebih kasar.

b. Pada wanita tampak rambut mulai tumbuh disekitar alat kelamin dan ketiak, payudara dan pinggul mulai membesar dan kulit menjadi lebih halus.

(20)

a. Pada pria sejak usia remaja, testis akan menghasilkan sperma dan penis dapat digunakan untuk bersenggama dalam perkawinan. b. Pada wanita, kedua indung telur (ovarium) akan menghasilkan sel

telur (ovum). Pada saat ini perempuan akan mengalami ovulasi dan menstruasi.

Selama masa pubertas inilah, remaja akan mengalami pubertas dan selesainya pertumbuhan, perkembangan dari ketrampilan kognitif (termasuk kapasitas berpikir abstrak), perkembangan identitas personal dan seksual yang lebih jelas, dan perkembangan rasa ketidakbergantungan secara emosional, personal dan finansial kepada orang tua (Christie dan Vinel, 2005).

Tahapan Perkembangan pada remaja (McIntosh N, Helms P, Smyth R, eds, 2003):

a. Remaja awal: pubertas awal, pada wanita terjadi pertumbuhan payudara dan rambut pubis, permulaan growth spurt. Pada pria terjadi pembesaran testis, permulaan perkembangan alat kelamin.

b. Remaja menengah: pada wanita terjadi perkembangan bentuk tubuh wanita dengan deposisi lemak, akhir dari growth spurt. Pada pria, terjadi spermake dan emisi nokturnal, suara menjadi kasar dan permulaan growth spurt.

c. Remaja lanjut: pada pria terjadi akhir pubertas, berlanjutnya peningkatan massa otot dan rambut tubuh.

2.2.Pubertas

2.2.1. Definisi pubertas

(21)

Tabel 2.1. Sekuens Maturasi Seksual pada Wanita

Perubahan Usia (tahun) Hormon yang berperan

Pertumbuhan puting susu 10-11 Estradiol

Pertumbuhan rambut seksual

10,5-11,5 Androgen

Growth Spurt 11-12 Hormon pertumbuhan

Menarke 11,5-13 Estradiol

Pertumbuhan payudara

2.2.2. Fase Perubahan pada pubertas

a. Adrenarke. Peningkatan produks androgen oleh kelenjar adrenal yang kemudian diubah secara sentral di hati dan ovarium maupun diperifer di jaringan menjadi estrogen (Hamilton-Fairley, 2004). Adrenarke kemungkinan disebabkan oleh peningkatan aktivitas enzim liase dari 17α-hidroksilase. Perubahan ini biasanya dimulai pada usia 8-10 tahun pada anak peremuan dan 10-12 tahun pada anak laki-laki (Ganong, 2005). Pada fase ini didapatkan peningkatan aktivitas kelenjar keringat, keringat, pertumbuhan rambut, pertumbuhan rambut pubis yang kemudian diikuti pertumbuhan rambut aksila (Hamilton-Fairley, 2004).

Setelah masa ini terjadi penurunan bertahap dari aktivitas enzim liase sejalan dengan sekresi androgen adrenal di plasma yang menurun seiring bertambahnya usia (Ganong, 2005).

b. Karakteristik seksual

(22)

mencapai stadium 5 Tanner. Pertumbuhan rambut pubis hanya membutuhkan waktu 3 atau 4 tahun dan kadang sudah selesai sebelum terjadi perkembangan payudara (Hamilton-Fairley, 2004).

Anak perempuan harus mencapai berat badan tertentu yang tidak berhubungan dengan tinggi badan, sebelum pertumbuhan payudara dimulai. Lebih lanjut, berat badan harus mencapai 85-106 pon sebelum menstruasi dimulai, dan proporsi lemak tubuh sebesar 16-24% diperlukan untuk mempertahankan siklus menstruasi ovulatoar. Anak perempuan yang berolahraga berat seperti mengikuti olahraga senam, balet, dan kompetisi lari sebelum pubertas akan mengalami perkembangan seksual yang terlambat sedangkan anak perempuan yang mengalami berat badan berlebih akan mengalami menarke lebih awal (Beckmann et al, 2002). Hipotesis yang dinyatakan oleh French (2002) bahwa massa lemak tubuh adalah faktor pemicu yang penting bagi gonadotropin, baik pada anak perempuan yang sedang berkembang maupun pada wanita dewasa. Defisiensi estrogen yang dipicu oleh olahraga berlebihan dan penurunan massa lemak menyebabkan osteoporosis prematur (Frisch, 2002). Sedangkan menurut Sarwono (2005), berat badan dimana seorang anak perempuan mulai mengalami siklus haid adalah 45 kg. Anoreksia pada remaja dapat menghambat karena berat badan dibawah standar usia (Wiknjosastro, 2005).

Menarke biasanya bersamaan dengan perkembangan payudara mencapai stadium 3 Tanner. Rata-rata usia menarke di Amerika Serikat adalah12,9 tahun (Hamilton-Fairley, 2004). Sedangkan menurut American Academy of Pediatrics,

Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), median usia menarke stabil

antara usia 12-13 tahun, dan hanya 10% yang mengalami menarke pada usia 11,1 tahun dan 90% sudah mengalami menstruasi pada usia 13,75 tahun.

(23)

Onset pubertas bersamaan dengan peningkatan yang cepat dari kecepatan pertumbuhan. Pada anak perempuan, pertumbuhan ini mencapai 25-28 cm dan pada anak laki-laki 26-30 cm. Anak laki-laki mengalami pubertas lebih lambat dari anak perempuan sehingga mereka memulai growth spurt dari poin yang lebih tinggi yang mana mengakibatkan mereka lebih tinggi dari anak perempuan saat dewasa (Hamilton-Fairley, 2004).

Pada fase ini kelenjar pituitari meningkatkan frekuensi pengeluaran growth

hormone dan luteinizing hormone dengan mekanisme yang masih tidak jelas

diketahui. Pengeluaran kedua hormone ini tertinggi terjadi pada malam hari saat sedang tidur. Hal ini mungkin menjadi alasan peningkatan kebutuhan tidur pada remaja. Peningkatan LH bekerja pada sel tekal dari ovarium untuk meningkatkan produksi androgen. Hal ini memulai kematangan oosit di ovarium dari fase primordial menjadi fase antral. Saat hal ini dimulai, seorang anak perempuan akan mulai mengalami siklus haidnya (Hamilton-Fairley, 2004).

2.3. Menstruasi

2.3.1. Definisi menstruasi

Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2005).

(24)

(1986) dalam American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence,

American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), median panjang siklus menstruasi setelah menarke adalah 34

hari, dengan 38% melebihi 40 hari. Hasil yang didapatkan bervariasi yaitu 10% wanita mempunyai siklus menstruasi melebihi 60 hari antara menstruasi yang pertama dengan yang berikutnya, dan 7% mempunyai panjang siklus 20 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklus tersebut tidak berovulasi (anovulatoar) (Wiknjosastro, 2005).

Kebanyakan wanita mengalami menstruasi selama 1-2 hari pada permulaan munculnya menstruasi (American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence,

American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care, 2006). Lamanya menstruasi biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari

diikuti darah yang sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama menstruasi itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan menurut American Academy of

Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), rata-rata

kehilangan darah setiap periode menstruasi adalah lebih kurang 30 ml dan kehilangan darah lebih dari 80 ml yang kronik berkaitan dengan anemia. Pada wanita dengan anemia defisiensi besi jumlah darah mesntruasinya lebih banyak. Jumlah darah menstruasi lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah menstruasi tidak membeku mungkin disebabkan oleh adanya fibrinolisin. Statistik menunjukkan bahwa usia menarke dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum (Wiknjosastro, 2005).

2.3.2. Siklus menstruasi

(25)

a. Kelenjar pituitari anterior b. Ovarium

c. Uterus

2.3.2.1. Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus menstruasi

Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium. Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus menstruasi yaitu: (Wiknjosastro, 2005)

a. Fase menstruasi atau deskuamasi

Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah menstruasi mengandung darah vena dan arteri dengan sel darah merah yang hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.

b. Fase pascahaid atau fase regenerasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini telah dimulai sejak fase menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.

c. Fase intermenstruum atau fase proliferasi

Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 siklus menstruasi. Fase proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu: (Wiknjosastro, 2005)

1) Fase proliferasi dini (early proliferation phase)

(26)

Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi, sel-sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan-perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel-selnya berbentuk bintang dan dengan tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar sebab sitoplasma relatif sedikit.

2) Fase proliferasi madya (midproliferation phase)

Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk toraks dan tinggi. Kelenjar berlekuk-lekuk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema. Tampaknya bentuk mitosis dengan inti berbentuk telanjang (naked nucleus).

3) Fase proliferasi akhir (late proliferation phase)

Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma berbentuk aktif dan padat.

d. Fase prahaid atau fase sekresi

Fase ini sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk dan mengeluarkan getah, yang makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi atas: (Wiknjosastro, 2005)

1) Fase sekresi dini

(27)

a) stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.

b) Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar dan berkeluk-keluk dan hanya sedikit stroma diantaranya.

c) Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat Saluran-saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret, dan stromanya edema.

2) Fase sekresi lanjut

Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua bila terjadi kehamilan.

2.4. Gangguan menstruasi

Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada masa remaja. Gangguan ini dapat menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada pasien maupun keluarganya. Faktor fisik dan psikologis berperan pada masalah ini (Chandran, 2008).

2.4.1. Klasifikasi gangguan menstruasi

Klasifikasi yang telah dikenal luas adalah sebagai berikut (Chandran, 2008): a. Amenore dan oligomenore (perdarahan sedikit atau tidak ada sama sekali) b. Dismenore (nyeri menstruasi)

(28)

2.4.1.1. Amenore

Amenore bisa terjadi primer (tidak pernah menstruasi) ataupun sekunder (menarke, tetapi kemudian tidak ada periode menstruasi selama 3 bulan berturut-turut). Amenore primer adalah tidak adanya menstruasi sampai usia 16 tahun dengan perkembangan pubertas yang normal atau sampai usia 14 tahun dengan perkembangan pubertas yang tidak normal. Amenore sekunder lebih sering terjadi daripada amenore primer. Etiologi paling sering adalah karena disfungsi dari

hypothalamic-pituitary-ovarian (HPO) aksis (Chandran, 2008).

2.4.1.2. Menoragia

Perdarahan menstruasi yang berlangsung lebih dari 8-10 hari dengan perdarahan yang keluar dari 80 ml diklasifikasikan sebagai berlebihan (Chandran, 2008).

2.4.1.3. Dismenore

Dismenore adalah keluhan yang sangat sering dan dapat terjadi primer maupun sekunder, tetapi dismenore primer terjadi lebih sering. Simtom diantaranya adalah nyeri abdomen bawah seperti kram dan nyeri pelvik yang menjalar sampai ke paha dan punggung tanpa adanya gambaran patologik pelvik (Chandran, 2008).

2.4.2. Patofisiologi

2.4.2.1. Perubahan hormonal pada siklus menstruasi normal

Pada siklus ovulasi, hipotalamus mensekresi gonadotropin-releasing hormone

(GnRH), yang menstimulasi kelenjar pituitari untuk melepaskan follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini selanjutnya akan mengakibatkan folikel pada ovarium untuk

(29)

menghasilkan estrogen, yang kemudian menstimulasi endometrium untuk berproliferasi. Setelah sel telur dilepaskan, FSH dan LH kadarnya kemudian menurun, dan folikel yang ruptur tadi kemudian berkembang menjadi korpus luteum, dan progesteron disekresi dari ovarium. Progesteron menyebabkan endometrium yang berproliferasi untuk berdiferensiasi dan menjadi stabil. Empat belas hari setelah ovulasi, berlangsunglah menstruasi akibat dari pelepasan dinding endometrium sekunder terhadap penurunan yang cepat dari kadar estrogen dan progesteron yang disebabkan korpus luteum yang berinvolusi (Chandran, 2008).

2.4.2.2. Perubahan hormonal selama siklus anovulasi

Siklus anovulasi umum terjadi pada 2 tahun pertama setelah menarke karena ketidakmatangan dari aksis HPO. Hal ini juga terjadi pada berbagai kondisi yang patologis. Pada siklus anovulasi, perkembangan folikular terjadi dengan stimulasi FSH, tetapi karena kurangnya surge dari LH, ovulasi gagal terjadi. Akibatnya, tidak terjadi pembentukan korpus luteum dan tidak disekresikan progesteron. Endometrium tetap berkembang ke fase proliferatif. Ketika folikel yang berkembang berinvolusi, kadar estrogen menurun dan perdarahan akibat penarikan (withdrawal) terjadi. Kebanyakan siklus anovulasi terjad teratur dengan perdarahan normal. Tetapi endometrium yang berproliferatif secara tidak stabil terjadi secara tidak teratur, mengakibatkan perdarahan berat yang berkepanjangan (Chandran, 2008).

2.5. Dismenore

2.5.1. Definisi dismenore

(30)

Dismenore dapat mendahului menstruasi beberapa hari atau dapat bersamaan dengan menstruasi, dan biasanya menghilang dengan berhentinya menstruasi (Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006).

2.5.2. Epidemiologi

Prevalensi dismenore paling tinggi terdapat pada remaja wanita, dengan perkiraan antara 20-90%, tergantung pada metode pengukuran yang digunakan. Sekitar 15% remaja wanita dilaporkan menderita dismenore berat. Dismenore merupakan penyebab tersering ketidakhadiran jangka pendek yang berulang pada remaja wanita di Amerika Serikat. Sebuah studi longitudinal secara kohort pada wanita Swedia ditemukan prevalensi dismenore adalah 90% pada wanita usia 19 tahun dan 67% pada wanita usia 24 tahun. Sepuluh persen dari wanita usia 24 tahun yang dilaporkan tersebut mengalami nyeri yang sampai mengganggu kegiatan sehari-hari (French, 2005), dan 75-85% wanita yang mengalami disemnore ringan (Abbaspour, 2005). Pada suatu penelitian ditemukan bahwa 51% wanita tidak hadir di sekolah ataupun pekerjaan paling tidak sekali dan 8% wanita tidak hadir di sekolah atau kerja setiap kali mengalami menstruasi. Lebih lanjut, wanita dengan dismenore mendapatkan nilai lebih rendah di sekolah dan lebih susah beradaptasi dengan lingkungan sekolah daripada wanita tanpa dismenore (Abbaspour, 2005).

2.5.3. Klasifikasi dismenore

Menurut Calis, Popat, Devra dan Kalantaridou (2009), dismenore dikalsifikasikan sebagai dismenore primer (spasmodic) atau sekunder (kongestif). Sedangkan menurut Colin dan Shushan (2003), dismenore diklasifikasikan sebagai dismenore primer (tidak ada penyebab organik), dismenore sekunder dan disemore membranous

(31)

Kalantaridou , 2009). Pada kebanyakan kasus, nyeri menstruasi cenderung berkurang sejalan bertambahnya usia. Nyeri juga berkurang setelah melahirkan (ACOG, 2006).

Dismenore primer didefinisikan sebagai nyeri menstruasi pada wanita dengan anatomi pelvik yang normal dan biasanya dimulai pada masa remaja. Nyeri ini dikarakteristikan dengan nyeri pelvik seperti kram yang dimulai sesaat sebelum atau pada onset dari menstruasi dan berakhir satu atau tiga hari setelahnya. Dismenore bisa juga sekunder terhadap adanya patologis organ pelvik (French, 2005).

Dismenore sekunder didefinisikan sebagai nyeri menstruasi yang diakibatkan adanya anatomi ataupun makroskopik yang patologis dari pelvik, seperti yang terjadi pada wanita dengan endometriosis atau pelvic inflammatory disease (PID) yang kronik. Kondisi yang paling sering terjadi pada wanita usia 30-45 tahun (Calis, Popat, Devra, dan Kalantaridou, 2009).

Dismenore membranosus lebih jarang terjadi, hal ini disebabkan adanya bagian endometrium yang melewati serviks yang tidak berdilatasi (cast of

endometrium through an undilated cervix) (Colin dan Shushan, 2003).

2.5.4. Gejala dismenore

(32)

2.5.5. Etiologi dan faktor resiko

Pada suatu studi ditemukan bahwa merokok, menarke awal (<12 tahun), siklus menstruasi yang panjang, jumlah darah menstruasi yang berlebihan (Widjanarko, 2006), usia kurang dari 30 tahun, BMI yang rendah, nulliparitas, sindroma premenstrual, sterilisasi, secara klinis diduga adanya pelvic inflammatory

disease (PID), penyimpangan seksual dan gejala psikologis berhubungan dengan

dismenore (Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006 dan Veronika, 2008). Menurut French (2005), faktor resiko untuk dismenore diantaranya usia dibawah 20 tahun, nulliparitas, perdarahan menstruasi yang berat, usaha untuk menurunkan berat badan, merokok dan depresi atau ansietas, dan gangguan jaringan sosial. Sedangkan menurut Edmundson (2006), faktor resiko dismenore yang lain diantaranya obesitas dan riwayat keluarga positif untuk dismenore, endometriosis, adenomyosis,

leiomyomata (fibroids), intrauterine device (IUD), karsinoma endometrium, kista

ovarium, malformasi pelvik kongenital dan stenosis serviks. Calis, Popat, Devra dan Kalantaridou (2009) menyatakan bahwa obesitas dan konsumsi alkohol ditemukan berhubungan dengan dismenore pada beberapa tetapi tidak semua penelitian mengenai dismenore. Disamping itu menurut Calis, Popat, Devra dan Kalantaridou (2009), aktivitas fisik dan durasi dari siklus menstruasi tidak berhubungan dengan peningkatan nyeri menstruasi.

2.5.6. Patofisiologi

(33)

dengan berlanjutnya masa menstruasi, kadar prostaglandin menurun, hal ini menjelaskan mengapa nyeri cenderung berkurang setelah beberapa hari pertama periode menstruasi (ACOG, 2006). Vasopressin juga berperan pada peningkatan kontraktilitas uterus dan menyebabkan nyeri iskemik sebagai akibat dari vasokonstriksi. Adanya peningkatan kadar vasopressin telah dilaporkan terjadi pada wanita dengan dismenore primer (Chandran, 2008 dan Edmundson, 2006).

Teori lain yang menyebabkan dismenore primer yaitu dari faktor kejiwaan, faktor konstitusi dan faktor alergi. Dari faktor kejiwaan dinyatakan bahwa gadis remaja yang secara emosional belum stabil jika tidak mendapat penjelasan yang baik dan benar tentang menstruasi mudah untuk timbul dismenore. Sedangkan dari faktor konstitusi dinyatakan bahwa faktor ini dapat menurunkan ketahanan terhadap nyeri, seperti kondisi fisik lemah, anemia, penyakit menahun dan lain sebagainya (Wiknjosastro, 2005). Teori dari faktor alergi dikemukakan setelah adanya hubungan antara dismenore dengan urtikaria, migren atau asma bronkiale (Warianto, 2008). Menurut Wiknjosastro (2005), teori lain penyebab dismenore selain teori kejiwaan, konstitusi, alergi dan endokrin (PGF2α) adalah teori obstruksi kanalis servikalis, yang merupakan salah satu teori paling tua untuk menjelaskan terjadinya dismenore primer yaitu karena terjadinya stenosis servikalis.

(34)

2.5.7. Diagnosis

Pada kebanyakan pasien dengan nyeri menstruasi, terapi empiris diberikan dengan presumpsi diagnosis dismenore primer, berdasarkan riwayat adanya nyeri pelvik anterior bagian bawah yang dimulai pada masa remaja dan berhubungan secara spesifik dengan periode menstruasi. Riwayat yang inkonsisten dan atau adanya penemuan massa di pelvik pada pemeriksaan fisik, keluarnya cairan vagina yang abnormal, atau kaku pelvik yang tidak terbatas pada periode menstruasi mengarahkan diagnosis kepada dismenore sekunder (French, 2005).

2.5.8. Pengobatan

Pengobatan dismenore diantaranya medikamentosa dan teknik lain untuk mengurangi nyeri. Jika penyebab dismenore ditemukan, pengobatan difokuskan pada menghilangkan penyebab. Pada beberapa kasus, mungkin diperlukan pembedahan untuk menghilangkan penyebab atau mengurangi nyeri (ACOG, 2006).

a. Medikamentosa

Obat seperti OAINS (obat anti-inflamasi non steroid) menghambat pembentukan prostaglandin. Hal ini mengurangi rasa kram. Obat ini juga mencegah gejala seperti mual dan diare. OAINS bekerja maksimal jika diberikan pada permulaan timbulnya gejala dan biasanya dikonsumsi hanya selama 1 atau 2 hari. Menurut Hart dan Norman (2000), pengobatan jangka panjang dengan progesteron juga mengurangi nyeri menstruasi.

b. Kontrasepsi oral

Kontrasepsi oral dosis rendah terbukti efektif mengurangi dismenore pada remaja wanita pada studi terhadap76 pasien (Zoler, 2004). Hormon-hormon pada kontrasepsi membantu mengontrol pertumbuhan dinding uterus sehingga prostaglandin sedikit dibentuk. Akibatnya kontraksi lebih sedikit, aliran darah lebih sedikit dan nyeri berkurang.

(35)

d. Thermoablasi

Brunk (2005) melakukan penelitian dengan thermoablasi pada 330 wanita dengan rata-rata 42 tahun mendapatkan bahwa mayoritas wanita (83%) melaporkan pengurangan nyeri menstruasi dan premenstrual syndrome (PMS) dalam 1 tahun.

e. Terapi nutrisi

Perubahan pada pola makan atau diet dapat membantu mengurangi atau mengobati nyeri menstruasi: (Tran, 2001)

1) Peningkatan masukan makanan seperti serat, kalsium, makanan dari bahan kedelai, buah-buahan dan sayuran.

2) Mengurangi konsumsi makanan yang memicu sindrom premenstrual seperti kafein, garam dan gula.

3) Berhenti merokok karena memperburuk kram.

4) Mengkonsumsi suplemen multi-vitamin dan mineral yang mengandung kadar magnesium dan vitamin B6 (piridoksin) yang tinggi setiap hari, dan suplemen minyak ikan (fish oil) (Tran, 2001). Menurut Werbach (2004), adanya peningkatan permeabilitas kapiler oleh vitamin C akan meningkatkan efek vasodilatasi dari niasin. Vitamin E menghambat pelepasan tromboksan A2 dan menstimulasi sintesis prostasiklin, sedangkan magnesium mempunyai efek vasodilator dan efek merelaksasikan otot serta menghambat sintesis prostaglandin F2 alfa (PGF2α).

f. Metode lain

(36)

2.6. Dismenore dan olahraga

(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pada penelitian ini akan diteliti hubungan antara dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St.Thomas 1 Medan. Variabel dependen pada penelitian ini adalah dismenore sedangkan variabel independennya adalah olahraga.

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Remaja usia 16-18 tahun merupakan anak perempuan yang bersekolah dan berusia antara 16-18 tahun.

Dismenore adalah sensasi nyeri pada saat menstruasi yang dirasakan di daerah abdomen bawah. Dismenore dinyatakan sebagai dismenore (+) bila ada dirasakan nyeri saat menstruasi didaerah abdomen bawah yang dapat disertai dengan

gejala-Remaja Usia 16-18 tahun

Dismenore (+) Dismenore (-)

(38)

gejala lain; sedangkan dismenore dinyatakan sebagai dismenore (-) bila tidak dirasakan nyeri saat menstruasi didaerah abdomen bawah.

Olahraga adalah aktivitas yang melibatkan fisik dan ketrampilan yang diatur oleh peraturan tertentu dan sering dipertandingkan. Seseorang dikategorikan sebagai olahraga (+) bila olahraga dilakukan minimal dua kali seminggu dan minimal 20 menit setiap kali berolahraga; sedangkan olahraga (-) bila olahraga dilakukan kurang dari dua kali dalam seminggu dan kurang dari 15 menit tiap kali berolahraga.

3.3. Hipotesis

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dimana pada penelitian ini akan dicari hubungan antara dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara

cross-sectional study dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel

pada satu saat tertentu (Alatas, Karyomanggolo, Musa, Boediarso, dan Oesman, 2008).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA St. Thomas 1 Medan, provinsi Sumatera Utara. Sekolah ini terpilih sebagai lokasi penelitian karena sekolah ini memiliki kriteria karakteristik yang diperlukan bagi penelitian.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan, sejak penentuan judul, penulisan proposal hingga seminar hasil yang berlangsung sejak bulan Februari hingga Agustus 2009. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2009.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

(40)

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari siswiyang dipilih secara

stratified random sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini berupa siswi yang

berusia 16-18 tahun, sudah mengalami menstruasi dan tidak sedang hamil. Sedangkan kriteria eksklusi berupa remaja wanita yang belum mengalami menstruasi.

Perhitungan sampel menggunakan rumus dengan jumlah populasi lebih kecil dari 10.000 sebagai berikut (Notoatmojo, 2005):

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan relatif sebesar 10%.

Maka berdasarkan rumus diatas, jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini:

Jumlah sampel tersebut akan didistribusikan secara merata dan pemilihan sampel dilakukan secara acak pada siswi disekolah tersebut.

4.4.Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sampel penelitian. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara terhadap setiap responden penelitian.

4.5.Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sekolah tempat dilakukan penelitian yaitu data dari SMA St. Thomas 1 Medan.

n = N_______ 1 + N (d)2

(41)

4.6.Teknik Pengumpulan Data

Data dari setiap sampel diperoleh dengan melakukan wawancara oleh peneliti terhadap setiap responden.

4.7. Pengolahan Data.

(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Karakteristik Individu

Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 90 siswa yang terdiri dari 40 siswa kelas X, 30 siswa kelas XI dan 25 siswa kelas XII.

Gambaran karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini yaitu usia responden. Ditinjau dari segi usia, kelompok terbesar pada usia 16 tahun yaitu sebanyak 41,1% dan terendah pada kelompok usia 18 tahun yaitu sebesar 25,6%. Data lengkap distribusi frekuensi usia responden dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia

Usia n %

16 tahun 37 41,1

17 tahun 30 33,3

18 tahun 23 25,6

Total 90 100%

5.1.2. Deskripsi Lokasi

(43)

5.1.3. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program SPSS. Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian in. Jumlah sampel dalam uji validitas dan reliabilitas ini ada sebanyak 20 orang. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Variabel No. Total Pearson

Correlation

5.1.4. Hasil Analisa Data

(44)

Tabel 4. Distribusi frekuensi jarak antara haid berdasarkan usia

Usia

Jarak antara haid (hari)

Total

Berdasarkan tabel diatas, frekuensi terbesar terjadinya pemanjangan haid terjadi pada usia 17 tahun (13,3%) dan terendah pada usia 18 tahun (0%). Pemendekan haid dengan frekuensi terbesar terjadi pada usia 16 tahun (18,9%).

Data lengkap distribusi frekuensi berdasarkan frekuensi mengganti pembalut per hari dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi frekuensi mengganti pembalut Frekuensi mengganti

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa frekuensi mengganti pembalut paling besar adalah sebanyak 3-4 kali per hari (56,7%) sedangkan yang terkecil adalah sebanyak >4 kali per harinya (17,8%).

(45)

Tabel 6. Distribusi frekuensi dismenore berdasarkan usia responden

Usia

Dismenore

Total

Ada Tidak Ada

n % n %

16 tahun 28 75,7 9 24,3 37

17 tahun 27 90,0 3 10,0 30

18 tahun 21 91,3 2 8,7 23

Total 76 84,4 14 15,6 90

Dilihat dari tabel diatas, frekuensi dismenore paling banyak dikeluhkan pada remaja usia 16 tahun (75,7%) dan lebih jarang dikeluhkan oleh remaja usia 18 tahun.

Data distribusi frekuensi intensitas nyeri haid atau dismenore secara lengkap dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi frekuensi intensitas dismenore

Intensitas dismenore n %

Selalu 22 24,4

Kadang 68 75,6

Total 90 100

Dilihat dari tabel diatas, didapatkan bahwa nyeri haid selalu dirasakan pada saat menstruasi pada 22 responden (24,4%) dan nyeri haid hanya kadang-kadang dirasakan pada 68 responden (75,6%).

(46)

Tabel 8. Perbandingan tindakan yang dilakukan apabila mengalami dismenore

Minum obat yang dijual bebas untuk dismenore

3 8,1 2 6,7 2 8,7 7

Minum obat dan istirahat 2 5,4 7 23,3 5 21,7 14

Total 37 41,1 30 33,3 23 25,6 90

Dilihat dari tabel diatas, tindakan yang paling banyak diambil oleh remaja usia 16-18 tahun bila mengalami dismenore adalah istirahat/tidur untuk mengurangi nyeri. Frekuensi tertinggi tindakan ini didapatkan pada remaja usia 16 tahun. Tindakan yang paling jarang dilakukan oleh remaja apabila mengalami dismenore adalah mengkonsumsi obat bebas yang dijual untuk mengatasi nyeri haid yaitu sebanyak 7,78%. Sebanyak 15,6% remaja perlu mengkonsumsi obat yang dijual bebas untuk dismenore disamping istirahat untuk mengatasi dismenore.

Distribusi frekuensi dismenore pada responden dengan adanya riwayat dismenore pada anggota keluarga dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Distribusi frekuensi dismenore berdasarkan riwayat keluarga

(47)

Berdasarkan tabel diatas, maka didapatkan bahwa adanya dismenore pada responden dengan riwayat keluarga positif sebanyak 66 responden (86,8%) dan dismenore pada responden tanpa riwayat keluarga sebanyak 10 responden (71,4%).

Distribusi frekuensi kejadian dismenore dengan ada tidaknya olahraga dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Distribusi frekuensi dismenore berdasarkan ada tidaknya olahraga

Parameter

Dilihat dari tabel diatas, kejadian dismenore pada responden yang berolahraga sebanyak 26 responden (74,3%) sedangkan kejadian dismenore pada responden yang tidak berolahraga lebih banyak yaitu 50 orang (90,9%). Dari hasil analisa data diatas dengan menggunakan chi square, kejadian dismenore terjadi secara signifikan pada responden yang tidak berolahraga (p = 0,034).

5.2. Pembahasan

(48)

pada atlet yang mulai berolahraga sebelum menarke dan adanya perbaikan pada gejala dismenore setelah inisiasi olahraga. Penelitian oleh Golub et al (1998) mendapatkan bahwa olahraga efektif untuk mengatasi gangguan premenstrual dan dismenore pada sampel remaja usia SMA. Kemungkinan adanya perbaikan pada aliran darah ke bagian pelvik yang terjadi sewaktu olahraga mempengaruhi terjadinya dismenore (Izzo dan Labriola, 1991).

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Prevalensi dismenore pada remaja usia 16-18 tahun adalah 84,4% dengan frekuensi terbanyak pada usia 16 tahun. Sebagian besar jarak antara haid pada responden adalah 21-35 hari (81,1%). Sebagian besar responden mengganti pembalut 3-4 kali dalam sehari (56,7%). Dismenore lebih banyak didapatkan pada remaja usia 16 tahun (75,7%). Sebagian besar responden hanya kadang-kadang merasakan dismenore (75,6%). Tindakan yang paling sering dilakukan oleh remaja usia 16-18 tahun bila mengalami dismenore adalah istirahat/tidur (76,7%). Dismenore pada responden dengan riwayat keluarga positif sebanyak 66 orang (86,8%).

2. Kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga, dimana dismenore pada responden yang berolahraga sebanyak 26 orang (74,3%) sedangkan dismenore pada responden yang tidak berolahraga sebanyak 50 orang (90,9%).

6.2. Saran

a) Bagi pihak sekolah agar meningkatkan kegiatan olahraga di sekolah karena dapat menurunkan angka ketidakhadiran siswi di sekolah.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abbaspour, Z, Rostami, M and Najjar, Sh, 2006. The Effect of Exercise on Primary Dysmenorrhea. J Res Health Scin 6(1):26-31.

Alatas, Husein, Karyomanggolo, W.T., Musa, Dahlan Ali, Boediarso, Aswitha dan Oesman, Ismet N, 2008. Desain Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 99.

American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetrician and Gynecologists and Committee on Adolescent Health Care, 2006. Menstruation in Girls and Adolescents: Using the Menstrual Cycle as a Vital Sign. American Academy Pediatrics 118(5):2245-2250.

American College of Obstetricians and Gynecologists, 2009. Dysmenorrhea. Washington D.C.: American College of Obstetricians and Gynecologists.

Available from:

Maret 2009].

American College of Obstetricians and Gynecologists, 2009. Menstruation. Washington D.C.: American College of Obstetricians and Gynecologists.

Available from:

Maret 2009]

Arma, A.J.A., 2007. Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja dan Pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya. Info Kesehatan

Masyarakat: The Journal of Public Health 11(2): 189-197.

(51)

Endocrinology and Infertility: Reproductive Cycle. In: Beckmann, Charles R.B., Ling, Frank W., Laube, Douglas W., Smith, Roger P., Barzansky, Barbara M., and Herbert, William N.P. Obstetrics and Gynecology 4th edition.

United States of America: Lippincott Williams & Wilkins, 444-453.

________, 2002. Reproductive Endocrinology and Infertility: Puberty. In: Beckmann, Charles R.B., Ling, Frank W., Laube, Douglas W., Smith, Roger P., Barzansky, Barbara M., and Herbert, William N.P. Obstetrics and

Gynecology 4th edition. United States of America: Lippincott Williams &

Wilkins, 455-462.

Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., 2004. Adolescence. In: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th edition. Philadelphia: Saunders.

Brunk, Doug, 2005. Thermoablation: 73% have reduced dysmenorrheal at 3 years.

San Diego Bureau: CBS.Available from:

[Accessed 20 Maret 2009].

Calis, Karim Anton, Popat, Vaishali, Devra, Kang K, dan Kalantaridou, Sophia N. 2009. Dysmenorrhea. E-medicine Obstetrics and Gynecology. Available

from:

Januari 2009].

Chandran, Lahta, 2008. Menstruation Disorders: Overview. E-medicine Obstetrics

and Gynecology. Available from:

2009].

Christie, Deborah and Viner, Russell, 2005. Adolescent Development. BMJ 330: 301-304.

Chudnoff, Scott G., 2005. Dysmenorrhea. Medscape Ob/Gyn & Women’s Health.

Available from:

(52)

Colin, Caroline M., and Shushan, Asher, 2007. Complications of Menstruation: Abnormal Uterine Bleeding. In: DeCherney, Alan H. ed, Nathan, Lauren ed.

Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology 10th edition.

United States of America: McGrawHill, 572-573.

Edmundson, Laurel D., 2006. Dysmenorrhea Overview. E-medicine Emergency

Medicine. Available from:

El-Gilany AH, Badawi K and El-Fedawy S, 2005. Epidemiology of Dysmenorrhoea among Adolescent Girls in Mansoura, Egypt. East Mediterr Health J 11(1-2_: 155-163.

French, Linda, 2005. Dysmenorrhea. American Family Physician 71(2): 285-291. Frisch, Rose E., 2002. Female Fertility and The Body Fat Connection. N Engl J Med

348:9.

Ganong, William F., 2007. Physiology of Reproduction in Women. In: DeCherney, Alan H, ed, Nathan, Lauren ed, Goodwin, T Murphy, ed and Laufer, Neri ed.

Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology 10th edition. United

States of America: McGrawHill, 126-128.

Golub LM, Solidum A, Warren M, 1998. Primary Dysmenorrheal and Physical Activity. Sport Exe Med 30(6): 906-909. {abstract}.

Hamilton-Fairley, Diana, 2004. The Young Woman: Puberty and Menstrual Problems of Young Women. In: Hamilton-Fairley, Diana. Obstetrics and Gynecology

2nd edition. India: Replika Press, 29-31.

Hanafiah, Mohammad Jusuf, 2005. Haid dan Siklusnya. Dalam: Wiknjosastro, Hanifa ed, Saifuddin, Abdul Bari ed, Rachimhadhi, Trijatmo ed. Ilmu

Kandungan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

(53)

Hart, David McKay, and Norman, Jane, 2000. Abnormalities of Menstruation. In: Hart, David McKay and Norman, Jane. Gynaecology Illustrated 5th edition.

China: Hartcourt Publishers, 129-131.

Houston AM, Abraham A, Huang Z, and D’Angelo LJ, 2006. Knowledge, Attitudes, and Consequences of Menstrual Health in Urban Adolescent Females. J

Pediatr Adolesc Gynecol 19(4): 271-275. {abstract}

Izzo A, and Labriola D, 1991. Dysmenorrhea and Sports Activity in Adolescents.

Clin Exp Obstet Gynecol 18(2): 109-116. {abstract}.

Jacks TH, Obed JY, Agida ET and Petrova GV, 2005. Dysmenorrhoea dan Menstrual Abnormalities among Postmenarcheal Secondary School Girls in Maiduguri,Nigeria. Afr J Med Med Sci 34(1): 87-89. {abstract}.

Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006. Factors Predisposing Women to Chronic Pelvic Pain: Systematic Review. BMJ 332(7544): 749-755.

Lee HK, Chen PC, Lee KK and Kaur J, 2006. Menstruation among Adolescent Girls in Malaysia: a cross-sectional school survey. Singapore Med J 47(10): 869-874.

Lethaby A, Augood C, Duckitt K, Farquhar C, 2007. Nonsteroidal Antiinflammatory

Drugs for Heavy Menstrual Bleeding. Cochrane. Available from:

Marsden, Jennifer S., Strickland, Charlene D., and Clements, MAJ Tina L, 2004. Guaifenesin as a Treatment for Primary Dysmenorrhea. J Am Board Fam

Pract 17(4): 240-246.

Notoatmojo, Soekidjo, 2005. Teknik Pengambilan Sampel. Dalam: Notoatmojo, Soekidjo, ed. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta 92. Nugraha, B.D., Windy, M.T., 1997. Apa yang ingin Diketahui Remaja Tentang Seks.

(54)

O’Connell K, Davis AR and Westhoff C, 2006. Self Treatment Patterns among Adolescent Girls with Dysmenorrhoea. J Paediatr Adolesc Gynecol 19(4): 285-289. {abstract}.

Sastrawinata, Sulaiman, 2005. Wanita dalam Berbagai Masa Kehidupan. Dalam: Wiknjosastro, Hanifa ed, Saifuddin, Abdul Bari ed, Rachmhadhi, Trijatmo ed.

Ilmu Kandungan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 127.

Simanjuntak, Padapotan, 2005. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam: Wiknjosastro, Hanifa ed, Saifuddin, Abdul Bari ed, Rachimhadhi, Trijatmo ed. Ilmu

Kandungan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 229.

Sule, Sadaatu Talatu, dan Ukwenya, Josephine Egbunu, 2007. Menstrual Experiences of Adolescents in a Secondary School. J Turkish-German Gynecol Assoc 8(1): 7-14.

Tran, Mai, 2001. Dysmenorrhea. Gale Encyclopedia of Alternative Medicine.

Available from:

[Accessed 20 Maret 2009].

Tukan J.S., 1993. Metode Pendidikan Seks, Perkawinan dan Keluarga. Jakarta: Erlangga.

Warianto, Melya, 2008. Akupuntur untuk Dismenore. Indonesia: Wordpress.

Available from:

Werbach, Melvin R., 2004. Nutrients in the Treatment of Dysmenorrhea. California:

CBS. Available from:

(55)

Widjanarko, Bambang, 2006. Dismenore: Tinjauan Terapi pada Dismenore Primer.

Majalah Kedokteran Damianus 5(1):1.

Veronika, 2008. Efek Inhibitor COX pada Intensitas Nyeri Dismenore Primer. Indonesia: Kalbe Medical Portal. Available from:

[Accessed 21 Maret 2009].

Zoler, Mitchel L., 2004. Oral Contraceptives Cut Pain in Adolescent Dysmenorrhea.

Philadelphia: CBS. Available from:

(56)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dyana Novia

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 26 November 1988

Agama : Buddha

Alamat : Jln. Merbau Kompleks Merbau Mas Blok MR No. 17

Medan

Riwayat Pendidikan : 1. TK Sutomo 1 Medan 2. SD Sutomo 1 Medan 3. SMP Sutomo 1 Medan 4. SMA Sutomo 1 Medan

(57)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya yang bernama Dyana Novia, NIM 060100029 adalah mahasiswa Fakultas Kedokeran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada semester ketujuh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari adanya hubungan antara dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan. Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan Saudari untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini dengan menjawab pertanyaan yang akan diberikan dengan jujur dan apa adanya.

Identitas pribadi Saudari sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang Saudari berikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Jika terdapat hal yang kurang dipahami, Saudari dapat bertanya langsung kepada peneliti. Jika Saudari bersedia untuk berpartisipasi, silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Saudari. Atas perhatian dan kesediaan Saudari berpartisipasi dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.

Medan, 2009

(58)

Kuesioner “Hubungan Dismenore dengan Olahraga” Lampiran 3

Tanggal Lahir :

Usia :

Kelas : I. 1 SMA II. 2 SMA III. 3 SMA

1. Jarak antara tiap haid (datang bulan)...

Pilihlah jawaban yang PALING SESUAI dengan Anda

a. <21 hari b. 21-35 hari c. >35 hari

2. Dalam sehari, kamu mengganti duk (pembalut)...

a. >4 kali b. 3-4 kali c. <3 kali

3. Adakah kamu merasakan nyeri di perut bawah ketika haid (datang bulan)?

a. Ada b. Tidak

4. Bila kamu merasakan nyeri diperut bawah ketika haid, seberapa sering?

a. Selalu b. Kadang-kadang

5. Adakah nyeri tersebut membuat kamu tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari?

a. Ya b. Tidak

6. Nyeri ketika datang bulan terasa di...

a. Perut bawah, pinggang dan paha b. Tangan, kaki

c. Tempat lain, sebutkan_____________

7. Yang kamu lakukan ketika nyeri karena datang bulan (haid) adalah....

a. Minum obat yang dijual bebas untuk nyeri

b. Istirahat/ tidur c. Minum obat dan istirahat

8. Adakah sanak keluarga/famili yang juga merasakan nyeri ketika datang bulan (haid)?

a. Ada b. Tidak

9. Apakah kamu rajin olahraga?

a. Ya b. Tidak

10. Kamu berolahraga ... dalam seminggu.

a. 2 hari atau lebih b. Tidak ada

11. Kamu berolahraga...

(59)
(60)

P9 Pearson Correlation .357 .000 -.043 .068 .357 .312 .000 -.123 1 1.000(**) 1.000(**) .661(**)

Sig. (2-tailed) .122 1.000 .858 .776 .122 .181 1.000 .605 .000 .000 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P10 Pearson Correlation .357 .000 -.043 .068 .357 .312 .000 -.123 1.000(**) 1 1.000(**) .661(**)

Sig. (2-tailed) .122 1.000 .858 .776 .122 .181 1.000 .605 .000 .000 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P11 Pearson Correlation .357 .000 -.043 .068 .357 .312 .000 -.123 1.000(**) 1.000(**) 1 .661(**)

Sig. (2-tailed) .122 1.000 .858 .776 .122 .181 1.000 .605 .000 .000 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

total Pearson Correlation .739(**) .473(*) .474(*) .581(**) .650(**) .451(*) .308 .469(*) .661(**) .661(**) .661(**) 1

Sig. (2-tailed) .000 .035 .035 .007 .002 .046 .186 .037 .001 .001 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

(61)

Data Output

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 16 37 41.1 41.1 41.1

17 30 33.3 33.3 74.4

18 23 25.6 25.6 100.0

Total 90 100.0 100.0

Jarak * Usia Crosstabulation

Usia

Total 16 17 18

Jarak <21 Count 7 2 2 11

% within Usia 18.9% 6.7% 8.7% 12.2%

>35 Count 2 4 0 6

% within Usia 5.4% 13.3% .0% 6.7%

21-35 Count 28 24 21 73

% within Usia 75.7% 80.0% 91.3% 81.1%

Total Count 37 30 23 90

(62)

Frekuensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <3 23 25.6 25.6 25.6

>4 16 17.8 17.8 43.3

3-4 51 56.7 56.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

Dismenore * Usia Crosstabulation

Usia

Total 16 17 18

Dismenore Ada Count 28 27 21 76

% within Usia 75.7% 90.0% 91.3% 84.4%

Tidak Count 9 3 2 14

% within Usia 24.3% 10.0% 8.7% 15.6%

Total Count 37 30 23 90

% within Usia 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Intensitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kadang 68 75.6 75.6 75.6

Selalu 22 24.4 24.4 100.0

(63)

Tindakan * Usia Crosstabulation

Usia

Total 16 17 18

Tindakan istirahat/tidur Count 32 21 16 69

% within Usia 86.5% 70.0% 69.6% 76.7%

minum obat Count 3 2 2 7

% within Usia 8.1% 6.7% 8.7% 7.8%

minum obat dan istirahat Count 2 7 5 14

% within Usia 5.4% 23.3% 21.7% 15.6%

Total Count 37 30 23 90

% within Usia 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Dismenore * Riwayat Crosstabulation

Riwayat

Total

Ada Tidak

Dismenore Ada Count 66 10 76

% within Riwayat 86.8% 71.4% 84.4%

Tidak Count 10 4 14

% within Riwayat 13.2% 28.6% 15.6%

Total Count 76 14 90

(64)

Dismenore * Olahraga Crosstabulation

(65)

Lampiran 5

Master Data

Kuesioner “Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan”

No Usia Jarak Frekuensi Dismenore I ntensitas Aktivitas Lokasi Tindakan Riwayatkel Olahraga FrekOR Durasi

(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)

88 18 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

89 18 < 21 > 4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

90 18 21-35 > 4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha

Gambar

Tabel 2.1. Sekuens Maturasi Seksual pada Wanita
Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia
Tabel 3.  Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner
Tabel 4. Distribusi frekuensi jarak antara haid berdasarkan usia
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang dismenore pada remaja pada usia 13 sampai 15 tahun, dan peneliti memilih SMP Negeri 1 Girimarto

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi kegel exercise cepat dan kompres hangat terhadap penurunan nyeri dismenore pada remaja usia 12-14

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap remaja putri tentang gambaran pengetahuan remaja putri SMA Negeri 3 Batam tentang manfaat vitamin E untuk

Tabel 4.1 Tabulasi Silang Hubungan Antara Aktivitas Olahraga Dengan Dismenore Pada Remaja Putri Di SMP Negeri 1 Sedati Sidoarjo Pada Tanggal 8-14 February 2012.....

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI di SMA SWASTA ISTIQLAL KECAMATAN DELI. TUA KABUPATEN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan remaja putri SMA Negeri 3 Batam tentang manfaat vitamin E untuk mengobati dismenore.. Metode yang digunakan adalah

pendidikan jasmani di sekolah bisa mengurangi dismenore primer pada remaja putri sehingga remaja putri termotivasi untuk berolahraga dan tetap mengikuti pembelajaran

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara usia menarche dengan kejadian dismenore pada remaja putri di Prodi Teknologi Laboratorium Medis