• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perlukaan pada batang utama ubi kayu terhadap pertumbuhan dan produksi umbi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh perlukaan pada batang utama ubi kayu terhadap pertumbuhan dan produksi umbi"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA

UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI

Oleh :

Muchammad Rofiq A 24051525

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

MUCHAMMAD ROFIQ. Pengaruh Perlukaan Pada Batang Utama Ubi Kayu Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Umbi (Dibimbing oleh SUWARTO).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlukaan pada batang utama ubi kayu terhadap produksi umbi dari dua jenis bibit yang berbeda namun masih dalam satu varietas. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2009 sampai dengan Desember 2009 di desa Candi Mas, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 2 perlakuan yaitu perlakuan terhadap pengaruh bibit yaitu bibit varietas UJ-5 tanpa sambung (BNS) dan bibit varietas UJ-5 yang disambung dengan ubi karet (BS). Perlakuan tanpa perlukaan (P0) dan perlakuan dengan perlukaan (P1). Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 12 petak satuan percobaan.

Jenis bibit memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan yang diukur dari diameter batang, jumlah cabang, dan pengamatan daun serta produksi umbi per tanaman. Jenis bibit sambung menunjukkan karakteristik pertumbuhan batang dengan ukuran yang lebih besar dengan laju pertambahan daun yang lebih rendah dibandingkan bibit non sambung.

(3)

PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA

UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Muchammad Rofiq A24051525

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul : PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI Nama : Muchammad Rofiq

NIM : A24051525

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Suwarto MSi.) NIP : 19630212 198903 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr) NIP: 19611101 198703 1 003

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Mei 1987. Penulis merupakan

anak ketiga dari Bapak Poedjono dan Ibu Nurafikah.

Tahun 1999 penulis lulus dari SDN Kebon Baru 09 Pagi, kemudian pada

tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMPN 115 Jakarta, selanjutnya penulis

lulus dari SMAN 26 Jakarta pada tahun 2005. Tahun 2005 penulis diterima di IPB

melalui jalur USMI IPB.

Tahun 2006 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura pada.

Pada tahun 2007 penulis menjadi staf di Departemen Perekonomian Badan

Eksekutif Mahasiswa Faperta Kabinet Garda Pertanian, kemudian pada tahun

2008 menjadi staf di Departemen Fund Raising Badan Eksekutif Mahasiswa

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Skripsi yang berjudul ―Pengaruh Perlukaan Pada Batang Utama Ubi Kayu Terhadap Hasil Produksi Umbi‖ ini diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan

terima kasih kepada :

1. Orang tua dan keluarga tercinta, terima kasih atas doa, motivasi, cinta, kasih

sayang, dan pengorbanannya sampai penulis dapat menyelesaikan studi ini.

2. Dr. Ir. Suwarto, MSi. Sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu

membimbing dan memberikan pengarahan sejak penelitian hingga

terselesaikannya skripsi ini.

3. Ir. Purwono, MS dan Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen penguji

skripsi.

4. Dr. Ir. Rachmat Suhartanto MSi. sebagai dosen pembimbing akademik.

5. Bapak Jumadi dan Satmakura Plantation sebagai pemberi dana penelitian.

6. Keluarga Bapak Soemarsono tempat penulis menetap selama penelitian.

7. Para staf Permata Nusa Prima tempat penulis bekerja

8. The cumi’ers, Ari Purwanti, Titistyas, Lina, Yusnita, Uli Khusna, Ria Derita, Edi, dan Whisnu atas persahabatan dan persaudaraan yang indah.

9. Teman-teman ―Pondok Ibadurrahman‖ M.Rizky, Deva C, A.Rafiq, M.Irfan, Deddy, Noerdy, Hadi, A.Furqon atas kekeluargaannya.

10.Agronomi dan Hortikultura 42 atas kebersamaan serta pertemanan kita.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi kemajuan

ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2010

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Hipotesis ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Ubikayu (Manihot essculenta Cranz.) ... 3

2.2. Varietas UJ-5 ... 4

2.3. Mukibat ... 5

2.4. Perlukaan ... 6

III. BAHAN DAN METODE ... 7

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 7

3.2. Bahan dan Alat ... 7

3.3. Rancangan Percobaan ... 7

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 8

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

4.1. Kondisi Umum ... 12

4.2. Pertumbuhan dan Produksi Ubikayu ... 16

4.3. Pembahasan ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pertumbuhan Lingkar Batang Utama Ubi Kayu ... 17

2. Pertumbuhan Lingkar Batang Primer Ubi Kayu ... 21

3. Jumlah Daun per Tanaman Ubi Kayu ... 25

4. Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu ... 26

5. Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu ... 27

6. Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Jumlah Umbi Pertanaman ... 27

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Proses Perlukaan pada Batang Bawah Ubi Kayu ... 11

2. Incompatibilitas pada Bibit Sambung (BS) ... 18

3. Laju Pertambahan Lingkar Batang Utama ... 20

4. Laju Pertambahan Lingkar Batang Primer ... 21

5. Percabangan Ganda (BS) dan Percabangan Tunggal (BNS) ... 23

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah Petak Lahan ... 36

2. Deskripsi Varietas UJ-5 ... 37

3. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 38

4. Data Iklim Kecamatan Natar Tahun 2009 ... 39

5. Hasil Analisis Contoh Tanah Sebelum Perlakuan ... 40

6. Kriteria Kimia Tanah ... 40

7. Karakteristik Tanah Menurut Kebutuhan Nutrisi Ubi kayu ... 41

8. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi kayu ... 42

9. Skema Pembentukan Umbi pada Perlakuan Perlukaan ... 44

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan. Sebagai tanaman

pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di

dunia, baik dalam bentuk umbi langsung maupun bentuk olahan lainnya. Di

Indonesia saja, ubi kayu merupakan makanan pokok bagi sebagian penduduk

Indonesia, menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung dengan total produksi

mencapai 20 juta ton dari luasan panen 1,3 juta ha (BPS, 2008).

Pertambahan penduduk setiap tahun menimbulkan peningkatan

permintaan akan kebutuhan pokok, diantaranya kebutuhan akan pangan dan

bahan bakar. Akan tetapi, adanya keterbatasan jumlah produksi menyebabkan

munculnya isu kerawanan pada kedua sektor tersebut. Hal ini senada dengan

pernyataan Thomas Robert Malthus (1798) bahwa dunia akan menghadapi

ancaman karena ketidakmampuan penyediaan pangan yang memadai bagi

penduduknya. Keadaan ini kian diperparah dengan ketersediaan cadangan minyak

dunia yang diperkirakan mulai menyusut pada tahun 2010 dan habis pada tahun

2050 (Dagget, 2006).

Kedua hal tersebut mendorong upaya-upaya peningkatan produksi bahan

pangan baik dari segi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, maupun penggunaan

produk-produk lainnya yang dirasa mampu menjadi alternatif dari permasalah

tersebut. Penggunaan ubi kayu dirasa mampu menjadi alternatif yang sangat

potensial untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Selain potensi

produktivitasnya yang tinggi serta kemampuan bertahan hidupnya yang luas,

umbinya juga mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, dan lemak

(Purseglove, 1968). Sedangkan daunnya dapat diproses menjadi bahan makanan

yang tinggi akan serat serta mengandung vitamin A, B1, dan C, kalsium, kalori,

fosfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi (Odigboh dalam Chan (1983) dan

Wijayakusuma, 2007). Sebagai alternatif bahan bakar, kandungan pati yang

terdapat pada ubi kayu dapat diproses menjadi ethanol.

Selain itu adanya metode sambung mukibat dirasa dapat digunakan untuk

(12)

lahan. Pada prinsipnya, mukibat merupakan penggabungan antara 2 jenis tanaman

ubi kayu antara ubi kayu karet yang memiliki jumlah dan luasan permukaan daun

yang lebih luas dengan ubi kayu pangan yang memiliki umbi yang dapat

dikonsumsi. Hasil penelitian Ahit et al., (1981) menunjukan bahwa penggunaan

teknologi mukibat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil yang

lebih tinggi yaitu tanaman memiliki stuktur tanaman lebih tinggi, diameter akar

yang tebal dengan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman ubi kayu

biasa. De Bruijn dan Guritno (1990) menyatakan bahwa peningkatan produksi ubi

kayu sistem mukibat meningkat 30% dan bahkan dapat mencapai lebih dari 100 %

tergantung pada kondisi wilayah penanaman. Teknik tersebut didukung pula

dengan ditemukannya varietas-varietas baru ubi kayu unggul yang memiliki hasil

produksi dan kadar pati tinggi serta tahan hama penyakit.

Penelitian yang dilakukan oleh Sidabutar (1992) terhadap perlukaan pada

akar batang karet secara membujur membuktikan adanya pengaruh peningkatan

jumlah akar pada tanaman yang mengalami perlukaan, serta pendapat Yoon dan

Leong (1985) bahwa akar lateral dapat tumbuh dari batang bawah yang ditanam

menjadi alasan penelitian perlukaan terhadap batang bawah ini dilakukan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perlukaan batang

bawah umbi pada dua jenis bibit terhadap pembentukan akar, pertumbuhan dan

produksi umbi per tanaman.

Hipotesis

1. Terdapat pengaruh jenis bibit terhadap pertumbuhan dan produksi ubi

kayu.

2. Terdapat pengaruh pengeratan/perlukaan terhadap pertumbuhan dan

produksi ubi kayu.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara jenis bibit dan perlukaan terhadap

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Kayu(Manihot essculenta(Cranz))

Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kedalam kelas

Dicotyledoneae dengan Famili Eupherbiaceae yang mempunyai 7200 spesies,

beberapa diantaranya yang mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea

brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropa curcas), umbi-umbian (Manihot

spp), dan tanaman hias (Euphorbia spp). Untuk Genus Manihot, semuanya berasal

dari Amerika Selatan, tepatnya Brazil (Cock, 1980).

Ubi kayu atau singkong adalah tanaman perdu tahunan yang ditanam,

terutama untuk akar yang berpati, diantara 30 0C garis Lintang Utara dan Selatan,

yakni daerah yang memiliki suhu rata-rata lebih dari 18 0C dengan curah hujan

diatas 500 mm/tahun. Di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu

dapat menghasilkan umbi dengan baik, akan tetapi tidak dapat berbunga.

Sementara pada di ketinggian 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan

bunga dan biji. Periode antara penanaman sampai pemanenan adalah pendek (9

bulan sampai 1 tahun) di daerah panas dan lebih lama (sampai 2 tahun) di daerah

yang lebih dingin atau lebih kering (Cock, 1980).

Pada umumnya tanaman ini memiliki ciri daun menjari yang tumbuh satu

tangkai pada tiap satuan buku yang mulai tumbuh dan membesar pada usia 5 - 8

HST. Pertumbuhan tunas akan lebih cepat pada tanah dengan suhu 28-30 0C, dan

berhenti tumbuh pada suhu 37 C serta melambat pada suhu 17 0C (Keating dan

Evenson, 1979). Batang tanaman ubi kayu memiliki karakter berkayu dengan

percabangan membentuk garpu, serta akar yang mengalami pembesaran dan

penimbunan pati yang biasa disebut dengan umbi. Penyimpanan pada akar telah

terjadi ketika tanaman mengalami kelebihan produk fotosintat yang digunakan

untuk pertumbuhan batang dan daun (Cock et al., 1979; Tan dan Cock,1979), atau

pada umumnya sejak 25 - 40 HST di berbagai kultivar (Cock, 1984), akan tetapi

baru dapat terlihat secara langsung ketika tanaman berusia 2 - 4 BST.

Tanaman ubi kayu umumnya menghasilkan sekitar 5 - 10 umbi dengan

panjang umbi antara 15 - 100 cm, berdiameter 3 - 15 cm serta bobot berkisar

(14)

kondisi dan waktu penanaman (Onwueme, 1978; Rubatzky dan Yamaguchi,

1995). Umbi ubi kayu yang matang terdiri atas tiga lapisan yang jelas yaitu;

peridermis luar, korteks, dan daging bagian tengah (Odigboh dalam Chan 1983).

Kondisi lahan yang cocok untuk tanaman ubi kayu adalah berstruktur remah,

gembur, tidak terlalu liat ataupun porous, memiliki pH tanah 4.5 - 8.0 dengan

intensitas panjang hari rata-rata 10 - 12 jam serta suhu optimum 25 – 29 oC, namun masih dapat bertoleransi antara 16 - 38 oC (Conceição, 1979; Cock, 1984).

Varietas UJ-5

Varietas UJ-5 merupakan salah satu VUB yang dirilis oleh Balitkabi

tahun 2000. Varietas ini merupakan hasil introduksi dari Thailand dengan ciri-ciri

bentuk daun menjari yang menggelembung pada 1/3 bagian awal dan meruncing

pada bagian ujung daun, dengan warna pucuk daun muda berwarna coklat dan

petiole berwarna hijau muda kekuningan. Pada bagian batang, kulit luar batang

berwarna hijau perak dengan warna batang dalam kuning. Umbi varietas ini

berwarna putih pada bagian dalam dan agak kekuningan pada bagian kulit umbi

dengan tangkai umbi yang pendek serta rasa umbi yang agak pahit. Varietas ini

memiliki tinggi rata-rata tanaman diatas 2,5 m dengan tipe tajuk diatas 1 m.

Keunggulan varietas ini antara lain tingkat produktivitas yang tinggi (25 - 38

ton/ha), kadar pati tinggi (19 - 30%), berumur genjah (9 - 10 bulan), serta tahan

penyakit CBB (cassava bacterial blight) (BPPT, 2008).

Mukibat

Ubi kayu mukibat merupakan tanaman hasil sambung atau grafting antara

ubi kayu karet sebagai batang atas dan ubi kayu biasa sebagai batang bawah.

Pemilihan ubi karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi kayu karet

memiliki kapasitas source yang lebih besar, daun besar, dan warna hijau tua,

sehingga tanaman sambungan mempunyai luas daun lebih luas dan laju

fotosintesis lebih besar. Menurut Glodsworthy dan Fisher (1992) ubi kayu secara

bersama-sama mengembangkan luas daun dan akar yang secara ekonomi berguna

sehingga persediaan fotosintat/asimilat yang ada dibagi antara pertumbuhan daun

(15)

Rekayasa meningkatkan keseimbangan antara sink dan source dengan

menggunakan teknik mukibat diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman.

Karakteristik daun ubi kayu karet dengan daun besar dan hijau diharapkan

dapat memanfaatkan radiasi sinar matahari secara efisien. Menurut Gardner et al.,

(1991) spesies tanaman budidaya yang efisien cenderung menginvestasikan

sebagian besar awal pertumbuhan dalam bentuk penambahan luas daun, yang

berakibat pemanfaatan radiasi matahari yang efisien. Cock (1992) menyatakan

bahwa beberapa sifat tipe tanaman yang akan memberikan hasil lebih tinggi yaitu

luas daun terbesar per luasan areal tanah harus tidak kurang dari 500 cm2, cabang

pertama harus terbentuk enam bulan pertama setelah penanaman, dan umur daun

individual harus lebih dari seratus hari, sehingga tanaman akan memberikan

keseimbangan optimum antara luas daun (source) dan pertumbuhan akar (sink).

Dengan demikian untuk meningkatkan hasil tanaman dilakukan dengan

meningkatkan laju pertumbuhan tanaman per satuan luas daun.

Penggunaan ubi kayu karet sebagai batang atas dengan morfologi daun

yang lebih luas dan hijau berarti mempunyai kemampuan untuk mempertahankan

fotosintesisnya sampai laju maksimum untuk jangka waktu yang panjang. Pada

tanaman ubi kayu penyimpanan dalam akar terjadi apabila daun secara

fotosintesis aktif, bukan pada saat laju fotosintesisnya menurun karena umur

tanaman. Laju pertumbuhan yang meningkat akan meningkatkan hasil umbi

sampai dua kali lipat peningkatan laju pertumbuhan tanaman (Cock et al, 1979).

Menurut Alves (2002) pada tanaman ubi kayu terdapat korelasi yang positif antara

luas daun dan panjang usia daun terhadap hasil umbi, hal ini mengindikasikan

bahwa luas daun merupakan hal penting yang menentukan laju pertumbuhan

tanaman dan laju akumulasi fotosintat pada bagian penyimpanan pada tanaman

singkong.

Perlukaan

Akar merupakan organ utama penyimpanan kelebihan hasil fotosintat pada

ubi kayu. Sejak 28 hari setelah penanaman sejumlah besar butir pati dapat

ditemukan dalam parenkim xilem akar serabut, namun secara anatomi pada

tahapan ini tidak mungkin untuk membedakan antara akar yang akhirnya akan

(16)

(Keating, 1981). Sejak kira-kira 6 minggu setelah penanaman beberapa akar

serabut mulai tumbuh membesar secara cepat, membentuk sejumlah besar

parenkim xilem yang dipadati dengan bulir-bulir pati. Jumlah akar yang akan

tumbuh membesar ditentukan pada awal pertumbuhannya dengan sedikit

perubahan dalam jumlah akar yang menggembung antara 2 sampai 3 BST pada

kebanyakan varietas.

Dalam penelitiannya, Sidabutar (1992) mengatakan bahwa ada

kecenderungan akar pada tanaman yang dilukai secara membujur pada bagian

bawah batang tanaman karet lebih banyak dibandingkan tanaman yang tidak

dilukai. Selain itu, pada proses pencangkokan dimana laju assimilat tertahan

akibat terputusnya jaringan floem pada tanaman menyebabkan terjadinya

penumpukan hasil fotosintat pada ujung perlukaan yang menyebabkan terjadinya

pembentukan kalus. Pada kalus-kalus tersebut, terjadi pembentukan

jaringan-jaringan meristem baru yang pada beberapa jaringan-jaringan akan tumbuh terdiferensiasi

membentuk jaringan akar lateral.

Pada penelitian, perlukaan dilakukan pada 2.5 BST dengan tujuan agar

umbi yang terbentuk setelah perlukaan dapat dibedakan dengan umbi sebelum

perlukaan. Selain itu perlukaan tidak dilakukan hingga memutuskan aliran

assimilat dari daun ke akar secara total, dikarenakan pada penelitian ini perlukaan

dilakukan pada batang utama, sehingga pemutusan total jaringan floem secara

berlebihan dikhawatirkan akan membuat akar yang telah ada mati akibat tidak

adanya aliran assimilat dari daun. Pada penelitian ini, perlukaan yang dilakukan

tidak selebar pada proses pencangkokkan, namun dirasa cukup untuk memberikan

respon tanaman agar membentuk kalus pada proses penutupan luka yang

(17)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Sukabandung, Kecamatan Natar,

Kabupaten Lampung Selatan dengan ketinggian 50 m dpl. Penelitian ini

dilaksanakan mulai Maret 2009 sampai dengan Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah bibit tanaman ubi kayu varietas UJ-5 tanpa

sambung dan varietas UJ-5 yang telah disambung dengan tanaman ubi kayu karet

dengan diameter 2,5 - 3 cm dan panjang 5 - 20 cm. Kedua bibit tersebut ditanam

pada jarak tanam 125 cm x 80 cm dengan pembuatan lubang tanam 40 cm x 40

cm dan kedalaman 15 - 20 cm. Percobaan dilakukan pada lahan seluas 1700 m2.

Untuk pemupukan, digunakan pupuk kandang, Urea, KCL, dan SP-18

masing-masing 1 kg/tanaman, 250 kg/ha, 250 kg/ha, dan 300 kg/ha atau 25 g Urea, 25 g

KCL dam 30 g SP-18 per lubang tanaman. Alat-alat lain yang digunakan selama

penelitian antara lain tali rafia, cangkul, koret, pisau dan mistar.

Rancangan Percobaan

Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak

(RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis bibit yang terdiri atas

bibit varietas UJ-5 tanpa sambung (BNS) dan bibit UJ-5 yang disambung dengan

ubi kayu karet/mukibat (BS). Faktor kedua adalah perlukaan yang terdiri atas

tanpa perlukaan (P0) dan dengan perlukaan (P1). Kombinasi perlakuan ada 4,

yaitu :

BNS-P0 : Ubi kayu tanpa sambung dan tanpa perlukaan

BNS-P1 : Ubi kayu tanpa sambung dengan perlukaan

BS-P0 : Ubi kayu mukibat tanpa perlakuan

BS-P1 : Ubi kayu mukibat dengan perlukaan

Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 12 petak

satuan percobaan. Tata letak (lay out) percobaan tertera pada Lampiran 1. Untuk

(18)

8

(uji F) pada taraf 5%, dan apabila menunjukkan perbedaan nyata maka dilakukan

uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada

(α )ijk = pengaruh interaksi antara jenis bibit dan perlukaan

εijk = galat percobaan dari perlakuan klon ke-i dengan jumlah

perlukaanke-j, pada kelompok ke-k.

Pelaksanaan Percobaan Persiapan lahan

Sebelum ditanam lahan terlebih dahulu diolah dengan menggunakan bajak

sapi, cangkul, garpu dan peralatan budidaya lainnya. Lahan yang digunakan

merupakan lahan tadah hujan yang pada musim tanam sebelumnya ditanam

jagung. Kondisi tanah sebelum pengolahan tampak kering dengan ditumbuhi

berbagai macam rerumputan dan gulma. Pembajakan dilakukan 2 kali dengan

jarak 1 minggu setelah pembajakan pertama, setelah itu dibentuk lubang dengan

rata-rata kedalaman 15 - 20 cm serta jarak antar lubang tanam 125 cm x 80 cm.

Lahan seluas 1 700 m2 dibagi menjadi 12 petak percobaan dimana pada setiap satu

petak percobaannya terdapat 126 lubang tanam.

Persiapan Bibit

Pada penelitian digunakan dua bibit yang berbeda, pada BNS (Bibit Non

Sambung) bibit yang digunakan merupakan stek batang varietas UJ-5 yang

berasal dari tanaman sebelumnya, dipotong sepanjang 10 - 20 cm dengan rata-rata

diameter batang 2-3 cm. Sementara pada BS (Bibit Sambung) bibit yang

digunakan merupakan bibit UJ-5 yang disambung dengan pucuk muda tanaman

ubi kayu karet dengan panjang rata-rata batang utama 20 - 30 cm dan diameter 5 -

(19)

9

Jika dahulu penyambungan hanya dilakukan antara batang, kini teknik

penyambungan dapat menggunakan pucuk muda ubi kayu karet. Cara ini

dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :

1. Pemilihan calon batang bawah dengan cara menseleksi batang yang

memiliki hasil panen yang baik pada tahun sebelumnya, jumlah mata tunas

yang banyak, diameter antara 6 - 8 cm, dan batang tidak mengalami cacat

akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, maupun cacat akibat

pemanenan

2. Pemilihan calon batang atas dengan cara seleksi tanaman ubi kayu karet

yang memiliki bentuk dan jumlah daun yang baik, serta tidak terkena

hama maupun penyakit. Penyambungan dilakukan dengan pucuk daun

muda, oleh karena itu perlu dilakukan pemangkasan percabangan tersier

atau cabang paling akhir pada 2 minggu sebelum penyambungan

dilakukan untuk merangsang pucuk muda tumbuh.

3. Persiapan media tanah untuk penyemaian/masa pemulihan sambungan.

Hal yang perlu diperhatikan diantaranya, daerah penyemaian dipilih tidak

jauh dari tempat penyambungan, tempat haruslah bebas dari penyakit

terbawa tanah dan bebas gulma, untuk ini dilakukan dengan cara

penjemuran dan pembalikan tanah penyemaian 1 - 2 bulan sebelum

penyemaian dilakukan. Pemberian pupuk kandang juga dapat dilakukan

ketika proses persiapan lahan. Tekstur tanah yang terlalu liat dan padat,

harus dihindarkan agar tidak terjadi kerusakan akar pada proses

pemanenan bibit. Naungan pada tempat penyemaian juga penting

diperhatikan guna menghindari penguapan yang berlebihan pada tanaman.

4. Pemotongan batang bawah dapat dilakukan dengan menggunakan gergaji.

Panjang batang bawah antara 15 - 30 cm. Pemilihan calon batang bawah

dapat dimulai dari pangkal batang bawah (10 cm dari permukaan tanah)

atau dimulai dari 4 mata tunas pertama sampai batang terakhir yang telah

mengalami proses perubahan warna kulit batang. Proses pemotongan

batang sampai dengan penyambungan sebaiknya dilakukan kurang dari 1

minggu, hal ini dilakukan supaya batang bawah tidak mengalami

(20)

10

5. Setelah 2 minggu pemangkasan, pada ubi kayu karet akan tumbuh

pucuk-pucuk muda yang siap untuk dijadikan bahan sambungan atas.

Pengambilan pucuk dilakukan dengan pemotongan dengan menggunakan

pisau yang tajam. Pengambilan bahan sambungan sebaiknya dilakukan

pagi hari pada hari yang sama ketika akan dilakukan penyambungan.

6. Penyambungan dilakukan dengan cara membuat luka sayatan secara

diagonal dan tidak terlalu dalam dari atas mata tunas sampai bawah. Lalu

sisipkan bagian batang atas tanaman ubi kayu karet yang telah dipotong

diagonal sesuai ukuran sayatan batang bawah atau lebih kecil dari sayatan

batang bawah. Setelah itu, sayatan dibalut dengan menggunakan plastik

sampai luka sayatan terlindung dari air dan udara luar. Tanaman dapat di

tanam pada media persemaian dengan jarak 10 cm x 10 cm

7. Keberhasilan penyambungan pada tanaman dapat diketahui setelah

tanaman berusia 1 – 2 minggu dengan cara melihat kondisi pucuk daun entres atas. Penyambungan dikategorikan berhasil apabila batang dan daun

pada entres atas berwarna hijau, terlihat segar dan mengembang, tidak

terdapat jamur atau penyakit pada pertautan, serta tidak terbentuk tunas

lain yang tumbuh. Setelah 1 bulan di persemaian, bibit telah siap

dipindahkan ke lahan untuk proses penanaman selanjutnya.

8. Pada usia 3 – 4 minggu setelah penanaman di lapang, plastik pembalut sambungan dapat dibuka. Pembukaan plastik pembalut dapat dilakukan

dengan tangan maupun dengan alat potong seperti kater. Pembukaan

plastik yang terlalu cepat akan menyebabkan stress suhu pada pertautan

yang dapat menyebabkan sambungan gagal (incompatibilitas). Sementara

pembukaan pembalut yang terlalu lama, dapat menyebabkan pertumbuhan

batang pada pertautan menjadi terhambat.

Penanaman dan Pemupukan

Stek ubi kayu yang telah di potong rata pada bagian bawah pangkal

kemudian masing-masing ditanam pada lubang tanam secara vertikal dengan

kedalaman 15 cm pada lubang tanam berukuran 30 cm x 30 cm dengan

kedalaman 20 cm. Lubang tanam sebelumnya telah diberi pupuk dasar 1 kg

(21)

11

berusia 2.5 BST. Jarak pusat lubang dengan lubang lain adalah 125 cm pada sisi

kiri kanan dan 80 cm atas bawah. Pada bibit mukibat, bibit yang digunakan adalah

bibit sambung pada semaian yang telah berusia kurang lebih 1 bulan setelah

dilakukan penyambungan.

Perlakuan

Perlakuan perlukaan tanaman dilakukan dengan cara mengerat bagian

bawah tanaman atau sekitar 2-5 cm dari tempat tumbuh akar. Perlukaan dilakukan

ketika tanaman berusia 2.5 BST dilakukan dengan penyayatan mengeliling

dengan menggunakan pisau atau kater.

Gambar 1. Proses Perlukaan pada Batang Bawah Ubi Kayu

Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiangan, serta pengendalian hama

penyakit. Penyulaman dilakukan setelah tanaman ubi kayu berusia 1 - 2 minggu.

Penyiangan dilakukan secara intensif sampai tanaman berusia 2.5 BST atau

sampai perlakuan perlukaan dilakukan. Penyiangan dilakukan secara manual

dengan cara mencabut atau memangkas tanaman yang mati serta gulma-gulma

yang terdapat disekitar lahan. Pengendalian hama tidak dilakukan, karena selama

proses penelitian, tanaman tidak terserang hama sampai melewati batas ekonomis

tanaman. Panen ubi kayu dilakukan dengan cara mencabut tanaman tanpa

(22)

12

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 18 tanaman destruktif dan 10 tanaman contoh

lainnya yang dipilih secara acak dari setiap petak ulangan. Pengamatan dilakukan

terhadap :

1. Pengamatan selama pertumbuhan

Pengamatan pertumbuhan ubikayu meliputi pengukuran :

Lingkar batang utama

Lingkar batang utama ubi kayu diukur pada ketinggian 2 – 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan ketika

tanaman berusia 2 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST.

Lingkar batang primer

Lingkar batang primer (cabang primer) diukur pada jarak 2 – 3 cm dari pangkal percabangan primer pada bibit NS (Non Sambung) dan 2 – 3 cm setelah pertautan pada bibit S (Sambung). Pengukuran dilakukan ketika tanaman

berusia 2 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST.

Jumlah daun per tanaman

Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang telah

terbuka secara sempurna. Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 2 BST

dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST.

Jumlah akar per tanaman

Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung rata-rata jumlah akar yang

terlihat pada tanaman (tidak termasuk akar serabut dan akar halus lainnya) dari

tiga tanaman per petak percobaan yang diambil secara acak. Pengukuran

dilakukan ketika tanaman berusia 4 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai

umur 9 BST.

Jumlah umbi per tanaman

Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung rata-rata jumlah umbi dari tiga

tanaman per petak percobaan yang diambil secara acak. Pengukuran dilakukan

(23)

13

2. Pengamatan saat produksi ubi kayu pada saat panen

a. Bobot umbi per tanaman

Penghitungan dilakukan dengan cara menimbang bobot umbi basah per

tanaman dengan timbangan.

b. Jumlah umbi per tanaman

Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung jumlah umbi yang

terbentuk per tanaman.

c. Bobot brangkasan

Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung bobot batang dan daun per

tanaman dengan menggunakan timbangan.

d. Diameter dan panjang umbi

Penghitungan dilakukan dengan cara mengukur rata-rata panjang dan

diameter terbesar (pangkal) umbi per tanaman dengan menggunakan

penggaris.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai dengan

Desember 2009 di Desa Candi Mas, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Selatan dengan ketinggian 50 m dpl, suhu rata-rata 26.89 oC, dengan curah hujan

rata-rata 98 mm/bulan, dan kelembaban udara rata-rata 81,27% (Lampiran 4).

Suhu 25 – 29 oC merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan ubi kayu (Conceição, 1979; El-Sharkawy, et al; 1992). Selain itu, walaupun tanaman ubi

kayu tumbuh optimum pada daerah dengan curah hujan berkisar 1000-1500

mm/thn dan terdistribusi dengan merata (Onwueme, 1978), tanaman ubi kayu juga

dapat hidup dengan curah hujan kurang dari 800 mm/ tahun serta di daerah yang

memiliki 5-6 bulan kering (Cock, 1979).

Hasil analisis tanah sebelum perlakuan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa

lahan percobaan tersebut memiliki tekstur tanah liat berdebu dengan kandungan

pasir 68%, debu 14%, dan liat 18%, serta pH tanah sangat masam (pH = 4.0).

Padahal, untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum, ubi kayu memerlukan

kondisi tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat ataupun porous,

memiliki pH tanah 4.5-8.0 dengan intensitas panjang hari rata-rata 10-12 jam

(Conceição, 1979; Cock, 1984).

Berdasarkan kesuburan lahan (Lampiran 6) dari Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah Bogor, lahan percobaan yang digunakan memiliki bahan

organik sangat rendah (0.48 %), kandungan N-total rendah (0.04 %), kandungan P

tanah sedang (23.9 ppm), serta kandungan K tanah yang rendah (0.08 me/100g).

Kondisi tanah yang miskin akan bahan organik dan unsur-unsur hara lainnya

mengharuskan lahan perlu diberikan pupuk yang cukup agar kebutuhan tanaman

selama pertumbuhan tercukupi. Kondisi tanah yang cukup bagi ubi kayu adalah

yang mengandung nutrisi seperti pada Lampiran 7.

Pada awal pertumbuhan ubi kayu dinilai dikategorikan amat baik, hal ini

ditunjukkan besarnya bibit yang disulam pada awal pertanaman sebesar 10%

(25)

membentuk tunas. Menurut Cayon, et al (1997), cepat atau lambatnya tanaman

mengeluarkan tunas tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya pemupukan pada lahan

atau kadar hara pada tanah di lapang, namun lebih dipengaruhi oleh kadar nutrisi

pada batang stek tanaman yang ditentukan oleh bahan indukan.

Pada ubi kayu karet mengalami penyulaman yang lebih besar dari pada

tanaman ubi kayu tanpa sambung, yaitu sebesar 27%. Akan tetapi menurut Basuki

(1965), keberhasilan sambungan sebesar 70 - 75% tersebut masih dikategorikan

baik. Ada beberapa hal yang diduga menyebabkan penyulaman pada ubi kayu

karet begitu besar, pertama kondisi lingkungan yang agak kering dan berangin,

kedua kondisi sambungan bibit yang kurang matang. Kedua hal tersebut

menyebabkan stress pada bibit, sehingga bibit membentuk tunas asli yang

berakibat terjadinya incompatibilitas terhadap sambungan (Dijkman, 1951).

Percabangan generatif juga terjadi pada tanaman BS ketika tanaman telah berusia

2-3 BST. Alves (2002) mengatakan, pembungaan pada ubi kayu memiliki

hubungan dengan percabangan pada beberapa kultivar. Sementara menurut Cunha

dan Conceição (1975) dan Bruijn (1977) pembentukan percabangan generatif

dipengaruhi oleh adanya peningkatan panjang hari atau ketika panjang hari >13.5

jam Keating (1988).

Pada awal pertumbuhan (1-2 MST) stek ubi kayu tanpa sambung mulai

membentuk tunas-tunas daun pada tiap mata tunas, 2 hingga 3 tunas per stek

tanaman. Sementara awal pertumbuhan pada bibit ubi kayu sambung

diperlihatkan dengan kondisi pucuk daun pada sambungan yang layu dan mulai

terbentuk tunas-tunas pada batang bawah tanaman. Pada tahap ini tunas yang

terbentuk dieliminasi agar tidak mengganggu proses pertautan pada sambungan.

Daun yang mengalami pelayuan pada bibit sambung ada yang kembali segar

setelah 1-2 MST dan sebagian ada yang rontok, namun kemudian kembali

membentuk tunas baru pada ujung daun yang rontok.

Gulma yang terdapat pada lahan percobaan antara lain rumput-rumputan

serta beberapa jenis mimosa. Penyiangan gulma dilakukan secara berkala setiap

bulannya hingga tanaman berumur 4 BST. Selain itu, setelah perlakuan perlukaan

(26)

Hama yang menyerang tanaman antara lain hama belalang yang

menyerang daun tanaman sepanjang penelitian, namun populasi belalang tidak

menyebabkan kerusakan yang besar, sehingga penanganan hama tidak dilakukan.

Juga terdapat Oligonychus spp yang menyerang daun dengan ciri-ciri serangan

terdapat spot kuning kecil pada permukaan daun dan jaring seperti laba-laba pada

bagian bawah permukaan daun, serangan terjadi sejak tanaman berusia 2 BST

namun tidak terlalu mengganggu karena hama hanya terlihat pada beberapa

tanaman saja dan kerusakan yang disebabkan kecil.

Rayap yang menyerang batang dan umbi tanaman menyebabkan batang

utama menjadi lapuk dan memakan umbi dari dalam, penanganan dilakukan

dengan membongkar tanaman yang terinfeksi rayap kemudian dilakukan

pembakaran pada umbi dan batang yang menjadi sarang. Kutu putih (Aleurodicus

destructor) menyerang tanaman pada akhir 6 BST hingga pertengahan 7 BST,

diduga serangan hama diakibatkan dari kondisi iklim yang kering pada

bulan-bulan tersebut. . Kutu putih (Aleurodicus destructor) menyerang daun pada bagian

bawah permukaan, tanaman terlihat seperti tertutup tepung halus, menyebabkan

daun berubah menjadi coklat kehitaman kemudian layu dan rontok. Pada beberapa

tanaman yang terserang cukup parah menyebabkan tanaman kehilangan hampir

semua daun. Penanganan hama tidak jadi dilakukan, karena hama berkurang

seiring dengan pertambahan frekuensi curah hujan pada lahan.

Perlakuan jenis bibit memberikan pengaruh yang nyata pada hampir

semua aspek pertumbuhan, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap jumlah akar dan bobot umbi pada usia 6 BST, 7 BST dan 8 BST.

Sedangkan perlakuan perlukaan memberikan pengaruh yang nyata terhadap

jumlah akar dan jumlah umbi yang terbentuk pertanaman, namun tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot umbi pertanaman. Interaksi

hanya terjadi pada parameter jumlah umbi pertanaman dan jumlah akar pada 6

BST dan 7 BST.

4.2. Pertumbuhan dan Produksi Ubi Kayu (Manihot essculenta Cranz)

Perlakuan perlukaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

(27)

jumlah cabang, dan jumlah daun. Perlakuan jenis bibit lebih menunjukkan

pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Produksi umbi yang diukur

berdasarkan bobot per tanaman dipengaruhi oleh jenis bibit, sementara perlukaan

hanya memberikan pengaruh terhadap karakteristik umbi yang diukur dengan

peubah diameter dan panjang umbi. Rekapitulasi pengaruh perlakuan terhadap

pertumbuhan dan produksi ubi kayu tertera pada Lampiran 8.

4.2.1. Batang

Batang ubi kayu tersusun atas buku-buku. Tiap satuan buku terdiri atas

satu buku yang membawa sebuah daun dan satu ruas. (Cock et al., 1979; Tan dan

Cock, 1979). Selain umbi, batang merupakan bagian yang terpenting pada

tanaman ubi kayu, karena sebagai organ translokasi berbagai zat dari akar ke daun

dan sebaliknya. Pada ubi kayu, batang merupakan organ reproduksi vegetatif

tanaman, dimana setiap ruas tanaman yang mengandung satu buku dapat tumbuh

menjadi tanaman baru yang sama dengan induknya.

Seperti yang dijelaskan oleh Tan dan Cock (1979), pada usia 2 bulan

pertama, tanaman ubi kayu akan lebih mengutamakan perkembangan batang, daun

dan perakaran yang baik. Begitu pula yang terjadi selama masa pengamatan,

pertumbuhan batang ubi kayu tumbuh dengan pesat pada awal-awal masa

pertumbuhan (2 - 3 BST), baik pertumbuhan lingkar batang maupun tinggi

tanaman. Pertambahan lingkar batang akan mulai berkurang seiring dengan

pertambahan umur tanaman.

Pada batang utama, yaitu batang yang menjadi tempat tumbuhnya umbi,

perlakuan perlukaan terhadap batang ubi kayu memberikan respon yang tidak

berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman. Perlakuan yang nyata terjadi

pada pengaruh perlakuan jenis bibit. Pada Tabel 1 terlihat bahwa ubi kayu

sambung (BS) secara konsisten mempunyai lingkar batang lebih besar dari ubi

kayu tanpa sambung (BNS). Sampai dengan umur 9 BST ubi kayu sambung

(28)

Tabel 1. Pertumbuhan Lingkar Batang Utama Ubi Kayu

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Penggunaan diameter batang bawah yang lebih besar pada proses

pembuatan bibit sambung merupakan salah satu penyebab lingkar batang ubi kayu

sambung yang terukur pada pengamatan lebih besar. Hal ini dikarenakan pada

pembuatan bibit sambung, salah satu faktor yang terpenting guna menunjang

pertumbuhan tunas batang atas adalah diameter batang bawah (Siagian, Harahap

dan Sunarwidi, 1988). Selain itu, ukuran batang yang besar tersebut juga

merupakan bentuk interaksi antara batang bawah terhadap pengaruh entres atas,

dimana pada kondisi normalnya, batang ubi kayu karet memiliki batang utama

yang lebih besar dibanding varietas UJ-5. Menurut Kriznakumar et al. (1992)

pada tanaman yang kompatibel terdapat perpindahan elemen gen dari batang

bawah ke atas dan sebaliknya. Interaksi antara batang bawah dan atas tersebut

akan mengubah ukuran pertumbuhan, produksi, kualitas buah dan karakteristik

hortikultura lainnya (Hartzman et al., 1997).

Pada batang bawah yang gagal beradaptasi menyesuaikan kondisi tersebut,

maka akan terjadi incompatibilitas pada sambungan (Gambar 2). Inkompabilitas

dapat dianggap sebagai intoleransi fisiologi diantara protoplas-protoplas sel-sel

yang berbeda. Dalam penelitiannya, Syvertsen dan Graham (1985) menyatakan

bahwa penggunaan batang bawah yang sesuai berpengaruh meningkatkan vigor

tanaman, kemampuan melewatkan elemen mineral dan air untuk transmisi.

Sementara sambungan yang inkompatiberl ditandai dengan akumulasi lignin yang

banyak pada daerah pertautan, hal tersebut berpengaruh terhadap translokasi ar

dan unsur hara dari batang bawah ke atas atau menyebabkan terhambatnya

(29)

Gambar 2. Incompabilitas pada Bibit Sambung (BS)

Pengaruh perlukaan, walaupun tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap pertumbuhan lingkar batang utama, tetapi diakhir pengamatan tingkat

pertumbuhan tanaman yang mendapat perlakuan perlukaan (P1) cenderung

memiliki pertambahan lingkar batang yang lebih besar dibandingkan tanaman

yang tidak mendapat perlakuan perlukaan (P0) (Tabel 1). Tanaman berkayu

termasuk ubi kayu mempunyai jaringan kambium yang merupakan jaringan

meristem yang aktif membelah yang terletak antara xylem dan floem. Adanya

luka pada batang akan menyebabkan jaringan kambium yang sedang aktif

membentuk parenkim atau kalus yang nantinya akan membentuk kambium baru.

Kambium yang baru terbentuk aktif mengadakan pembelahan, kedalam

membentuk xylem sekunder dan keluar membentuk phloem sekunder (Kimball,

1983) sehingga diameter tanaman yang terukur lebih besar dibandingkan tanaman

tanpa perlukaan.

Laju pertambahan yang diukur berdasarkan selisih lingkar batang utama

yang tumbuh per pengamatan (Gambar 3), menunjukkan nilai pertambahan yang

lebih besar pada lingkar batang utama BNS (0.88 cm) dibandingkan tanaman BS

(0.56 cm) seperti yang ditampilkan pada Gambar 3. Hal tersebut dikarenakan

adanya perbedaan tingkat nutrisi yang terkandung pada batang tanaman. Tanaman

dari BNS diduga memiliki kandungan nutrisi yang lebih besar dari BS. Hal

tersebut dapat terjadi karena nutrisi yang terkandung dalam batang telah

berkurang ketika tanaman BS berada pada ―seeding bed‖ saat proses penyambungan. Penggunaan nutrisi tersebut digunakan tanaman untuk

(30)

kondisi penyambungan digunakan untuk pembentukan jaringan baru sehingga

pertautan antara batang bawah dan batang atas menjadi sempurna sehingga proses

translokasi asimilat antar batang lancar. Namun bukan berarti pada kondisi

penyambungan tersebut, tunas baru dari batang bawah tidak terbentuk, akan tetapi

dikendalikan pertumbuhannya guna menghindari kegagalan proses

penyambungan.

Gambar 3. Laju Pertambahan Lingkar Batang Utama

Pengaruh batang primer, yaitu cabang yang tumbuh langsung dari batang

utama, pengamatan dilakukan mulai tanaman berusia 2 BST sampai 9 BST.

Batang primer merupakan pertumbuhan lanjut dari tunas-tunas yang tumbuh pada

batang utama. Pada penelitian ini, pertumbuhan tunas pada BNS tidak dikontrol,

atau dengan kata lain tidak dibatasi pertumbuhannya (rata-rata pertumbuhan

batang primer BNS sejumlah 1-3 batang per tanaman). Sementara pada BS,

pertumbuhan tunas sengaja dikontrol untuk mencegah terbentuknya pertumbuhan

batang primer yang berasal dari batang bawah yang nantinya dapat mengganggu

proses pertautan dan pertumbuhan batang atas, sehingga tanaman BS hanya

memiliki 1 batang primer.

Pada Tabel 2 perlukaan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

pertumbuhan batang primer. Hal ini dikarenakan perlukaan yang terlalu tipis,

sehingga proses penutupan luka yang menggunakan asimilat dalam pembentukan

kalusnya tidak sampai mengganggu pertumbuhan organ lain. Penggunaan asimilat

diduga diambil dari cadangan makanan di batang utama dan umbi. Selain itu,

letak batang primer yang berada diatas perlukaan serta aksesnya yang lebih dekat

(C

m

)

BNS

(31)

dengan sumber fotosintat (Evans dan Wardlaw, 1976) menyebabkan proses

perlukaan tidak mengganggu batang primer dalam memperoleh asimilat untuk

pertumbuhannnya

Tabel 2. Pertumbuhan Lingkar Batang Primer Ubi kayu

Perlakuan 4 BST 5 BST 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Sementara pada pengaruh bibit, lingkar batang primer ubi kayu sambung

(BS) memiliki diameter yang lebih besar dari ubi kayu tanpa sambung (BNS). Hal

ini terjadi karena pada BS, batang primer ubi kayu sambung telah mengalami

pertumbuhan terlebih dahulu ketika proses penyambungan sehingga pada saat

pengamatan batang primer ubi kayu sambung yang terukur lebih besar dibanding

tanaman BNS. Adanya pertumbuhan sekunder kambium antar sambungan juga

mempengaruhi pertambahan lingkar batang primer, seperti yang dijelaskan oleh

Winarno (1986), proses penyambungan menyebabkan terjadinya pertumbuhan

sekunder kambium pada batang sambungan, dimana kambium akan membentuk

xylem dan phloem sekunder sehingga pertautan antara batang menjadi sempurna

serta mampu mengalirkan asimilat kebatang atas.

Pada laju pertambahannya, batang primer tanaman BNS (1.54 cm)

memiliki pertambahan diameter yang lebih besar dibandingkan tanaman BS (1.03

cm) (Gambar 4). Perbedaan laju pertumbuhan yang lebih besar pada BNS

disebabkan oleh beberapa hal. Batang primer BNS merupakan organ langsung

dari batang utama sehingga aliran hasil asimilat pucuk ke akar dan sebaliknya

diduga lebih stabil dibandingkan tanaman BS terutama ketika proses pertautan

sedang berlangsung, hal ini akan berdampak pada laju pertumbuhan tanaman.

Selain itu, batang primer pada BS merupakan organ yang lebih tua

pertumbuhannya dibandingkan batang primer pada BNS. Hal ini juga merupakan

(32)

dibandingkan laju pertumbuhan pada BS. Selain sifat gen dan keadaan lingkungan

tempat tanaman tumbuh, usia tanaman juga mempengaruhi kemampuan sel dalam

organ tanaman untuk membelah dan berkembang (Kimball, 1983).

Gambar 4. Laju Pertambahan Lingkar Batang Primer

Selain kedua faktor diatas, adanya perbedaan sifat tumbuh tanaman

mungkin merupakan alasan yang tepat yang menyebabkan laju pertumbuhan pada

tanaman BS lebih lambat dibandingkan tanaman BNS. Sifat tumbuh yang berbeda

tersebut diantaranya adanya pertumbuhan cabang dan pertumbuhan generatif

seperti terjadinya pembentukan bunga dan buah yang mempengaruhi batang

primer dalam pertumbuhannya. Asimilat yang diproduksi pada daun serta jaringan

hijau lainnya selain disimpan sebagai cadangan makanan, juga digunakan untuk

pertumbuhan vegetatif tanaman yang terdiri dari fungsi-fungsi pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan sel tanaman (Gardner, 1985). Pada tanaman BNS,

pertumbuhan batang primer hanya didominasi pertumbuhan pucuk dan daun

tanaman tanpa adanya proses percabangan maupun pertumbuhan generatif,

sementara pada tanaman BS pola pertumbuhan membentuk percabangan sekunder

dan percabangan generatif. Menurut Gardner (1985) bahwa pertumbuhan awal

cabang memerlukan hasil asimilat yang diimpor dari batang utama sampai batang

atau cabang tersebut menjadi autotrof. Pada fase generatif, pembagian hasil

asimilat lebih didominansi oleh organ-organ reproduktif seperti bunga, buah dan

biji dari pada organ-organ vegetatif lainnya.

(C

m

)

BNS

(33)

4.2.2. Percabangan

Percabangan merupakan bentuk pertumbuhan yang umum terjadi pada

tanaman berkayu. Selain sebagai suatu bentuk perluasan titik tumbuh,

percabangan juga memiliki fungsi pembentukan kanopi yang merupakan salah

suatu upaya tanaman untuk meningkatkan efektivitas penerimaan sinar matahari.

Pada tanaman ubi kayu, percabangan juga selalu terjadi selama masa

pertumbuhan, namun pola percabangannya sendiri berbeda pada setiap

varietasnya (Jones, 1959; Tan dan Cock, 1979).

Percabangan yang menjadi peubah pada penelitian ini adalah percabangan

primer, yaitu percabangan yang terbentuk dari batang utama. Percabangan ini

selalu terjadi pada semua tanaman ubi kayu yang menggunakan stek batang

sebagai bahan perbanyakannya, sementara penanaman dengan menggunkan biji

jarang terbentuk percabangan primer, kecuali percabangan yang diakibatkan oleh

faktor genetik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada penelitian

ini jumlah percabangan primer pada tanaman BNS tidak dikontrol, sementara

pada BS percabangan primer dikontrol pertumbuhannya sehingga tidak terbentuk

percabangan primer lainnya selain percabangan buatan yang dilakukan dengan

cara penyambungan (Gambar 5).

(BS) (BNS)

Gambar 5. Percabangan Ganda (BS) dan Percabangan Tunggal (BNS)

Pada Gambar 5 terlihat bahwa pola percabangan pada tanaman BS adalah

(34)

membentuk 2 batang baru. Hingga akhir pengamatan, diketahui tanaman BNS

tidak membentuk percabangan selain percabangan primer atau tipe tanaman

dengan pola percabangan tunggal. Sementara pada tanaman BS, tanaman aktif

membentuk cabang, tercatat percabangan pertama tanaman (cabang sekunder)

terbentuk pada 1 - 1.5 BST, percabangan kedua antara 5 - 6 BST dan hingga

menjelang panen (9 BST) tanaman masih ada yang aktif membentuk cabang baru.

4.2.3. Jumlah Daun per Tanaman

Daun sebagai organ tanaman memiliki fungsi utama sebagai penghasil

fotosintat. Daun pada tanaman ubi kayu terdiri hanya atas petiole dan lamina yang

tumbuh menjari dengan pola phylotaksisnya 2/5. Panjang petiole dan jumlah

lamina pada tanaman tergantung dari varietasnya, namun kebanyakan tanaman ubi

kayu memiliki 5 - 7 lamina lobes (Alves, 2002).

Pengamatan pada daun dimulai ketika tanaman berusia 2 BST sampai 9

BST dan dihitung ketika daun telah membuka sempurna. Dari data yang diperoleh

selama pengamatan menunjukkan kedua tanaman memiiki pertumbuhan yang

pesat pada awal penanaman (2 - 3 BST). Diakhir pengamatan (9 BST), tanaman

BNS diketahui memiliki laju pertambahan jumlah daun yang menurun. Sementara

pada tanaman BS, laju pertumbuhan tanaman masih memperlihatkan tingkat

pertumbuhan daun yang relatif stabil (Gambar 6).

Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Daun per Tanaman/ Pengamatan

Pada Tabel 3 diperlihatkan pada akhir pengamatan, tanaman BNS

memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan tanaman BS. Pada akhir

pengamatan tercatat jumlah daun yang tumbuh selama pengamatan pada BNS

(35)

159,72 daun dan pada BS 106,28 daun. Jumlah daun yang lebih banyak pada BNS

sangat dipengaruhi oleh sifat tumbuh tanaman, dimana pada tanaman BNS

pertumbuhan vegetatif pada batang dan daun tidak terganggu oleh adanya

pertumbuhan generatif seperti pembentukan bunga dan buah seperti yang terjadi

pada tanaman BS. Selain itu, tanaman BNS memiliki usia daun yang lebih pendek

dibandingkan tanaman BS. Hal ini menyebabkan tanaman BNS lebih aktif

menghasilkan daun baru guna menggantikan daun yang sudah tua dibandingkan

tanaman BS

Tabel 3. Jumlah Daun per Tanaman Ubi Kayu

Perlakuan 2 BST 3 BST 4 BST 5 BST 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Selama pengamatan, walaupun jumlah daun yang terbentuk pada tanaman

BS lebih sedikit dibandingkan pada tanaman BNS, akan tetapi kualitas dan

kuantitas daun persatuan tanaman yang tumbuh cenderung lebih baik pada

tanaman BS. Hal ini dibuktikan dengan bentuk luasan daun yang lebih luas dan

umur daun lebih lama dibandingkan tanaman BNS. Panjangnya usia dan luasan

daun yang lebih lebar akan sangat berpengaruh terhadap tingkat efektifitas

penerimaan cahaya yang diterima oleh tanaman yang secara langsung akan

mempengaruhi tingkat produksi tanaman.

4.2.4. Akar

Organ penyimpanan utama pada ubi kayu adalah akar yang tumbuh

membesar. Pembesaran akar tidak terjadi dikeseluruhan akar, hanya berkisar 3-15

akar yang akan menjadi umbi, tergantung dari kondisi lingkungan dan jenis

kultivar tanaman tersebut. Pada 25-40 HST, proses penumpukan pati sebenarnya

telah terjadi dihampir semua jenis kultivar (Cock, 1984), akan tetapi hal tersebut

(36)

sekitar 5 mm atau pada umumnya telah berumur 2-4 BST (Cock et al, 1979; Tan

and Cock, 1979)

Pengamatan akar dimulai pada 4 BST dan dilakukan setiap bulan pada tiga

tanaman acak disetiap petak percobaan. Perlukaan memberikan pengaruh yang

nyata terhadap jumlah akar yang terbentuk, sedangkan jenis bibit tidak

memberikan pengaruh yang nyata. Diakhir pengamatan, jumlah akar yang

terbentuk pada tanaman yang mendapat perlakuan perlukaan tercatat lebih banyak

dibandingkan tanaman yang tidak mendapat perlukaan (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu

Perlakuan 4 BST 5 BST 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Proses perlukaan sebenarnya diharapkan akan merangsang pembentukan

kalus, yang seterusnya akan membentuk akar. Akan tetapi, dikarenakan perlukaan

yang dilakukan cukup tipis, sehingga kalus yang terbentuk hanya menutup luka

tanpa mampu mendorong terjadinya pembentukan akar baru. Peningkatan akar

pada tanaman P1 yang terjadi dibawah perlukaan tersebut lebih merupakan respon

tanaman terhadap peningkatan laju pertumbuhan akar yang telah ada. Hal tersebut

dijelaskan Manurung (1985) dalam penelitiannya yang memperlihatkan bahwa

pengeratan akar tunggang, pembuangan sebagian kulit akar dan batang berbentuk

membujur, penggunaan NaCl, Rotone F dan Atonik tidak mendorong

pembentukan akar lateral yang baru, namun ada kecenderungan bahwa perlakuan

tersebut menunjang pertumbuhan akar lateral yang telah ada.

Pada pengamatan 6 BST dan 7 BST, tanaman menunjukkan interaksi yang

nyata dari kedua perlakuan. Pada Tabel 5 diperlihatkan bahwa tanaman BNSP1

memberikan respon terbaik dibandingkan tanaman dengan perlakuan lainnya. Hal

(37)

pertumbuhan pada akar yang telah ada. Selain itu pada pengaruh jenis bibit, tidak

adanya pertumbuhan generatif pada BNS diduga menjadi salah satu penyebab

pertumbuhan vegetatif pada akar lebih baik dibandingkan pada BS sehingga akar

yang terbentuk lebih banyak dibandingkan pada tanaman BS. Skema pengaruh

perlukaan terhadap pembentukan akar dan umbi tertera pada Lampiran 9.

Tabel 5. Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5% terhadap interaksi kedua perlakuan

4.2.5. Umbi

Umbi pada ubi kayu merupakan akar tanaman yang mengalami

pembelahan dan pembesaran sel, yang kemudian berfungsi sebagai penampung

kelebihan hasil fotosintat yang dihasilkan tanaman di daun. Setelah akar berubah

menjadi umbi, fungsi-fungsi utama akar sebagai penyerap nutrien dan air pada

tanah akan berkurang. Ukuran dan bentuk pada umbi sangat dipengaruhi oleh tipe

varietas dan kondisi lingkungan sekitar. Pengamatan umbi dilakukan ditiap akhir

bulan dimulai pada 4 BST hingga masa panen atau 9 BST. Jumlah umbi yang

tumbuh per tanaman dipengaruhi secara nyata oleh interaksi dari kedua perlakuan,

BNSP1 menghasilkan tanaman dengan umbi terbanyak (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan Terhadap Jumlah Umbi per Tanaman.

(38)

Banyaknya umbi yang terbentuk dibawah perlukaan pada BNSP1, diduga

akibat adanya perlukaan yang memberikan peningkatan respon terhadap akar yang

terdiferensiasi menjadi umbi. Seperti dalam penelitian Manurung (1985) bahwa

perlukaan tidak mendorong pembentukan akar baru, namun lebih menunjang

pertumbuhan akar lateral yang telah ada. Selain itu, tanpa adanya laju asimilat

yang stabil dan lancar antara sink dan source, pembentukan umbi tidak akan

mampu terbentuk secara sempurna. Hal ini jugalah yang diduga menyebabkan

pembentukan umbi pada BNSP1 lebih baik dibandingkan perlakuan yang lain.

Pada BS, adanya pertautan antara sambungan serta pengaruh sifat tumbuh yang

dibawa oleh batang atas kebawah dan sebaliknya, menyebabkan laju asimilat

antara batang atas dan bawah tidak sebaik pada BNS. Adanya pertumbuhan

generatif, terbentuknya bunga dan buah pada tanaman BS diawal pertumbuhan (2

- 3 BST), juga memiliki peran yang cukup berpengaruh terhadap laju asimilat dari

sink ke umbi, dimana pada tahap ini laju asimilat lebih didominansi ke arah

pertumbuhan generatif. Pada penelitian ini, terdapat korelasi bernilai positif (r =

0,748) yang sangat nyata antara jumlah akar pada tanaman ubi kayu terhadap

jumlah umbi yang terbentuk pada tanaman. Akar tanaman mempengaruhi 56%

(r2) umbi yang terbentuk pada tanaman ubi kayu.

Umbi pada BS memiliki bobot, panjang, dan diameter yang lebih besar

dibandingkan dengan tanaman BNS (Tabel 7). Hal tersebut dikarenakan pada

bibit BS, efektifitas tanaman dalam menerima cahaya lebih baik dibandingkan

pada bibit BNS. Perbedaan efektifitas tersebut dikarenakan pada bibit BS, daun

dan percabangan tumbuh lebih baik dibandingkan bibit BNS. Pada organ daun,

bibit BS memiliki luasan yang lebih lebar serta usia daun yang lebih lama

dibandingkan bibit BNS. Tidak adanya percabangan pada bibit BNS

menyebabkan luasan tanaman dalam menerima cahaya sebagai sumber utama

dalam fotosintesis lebih sedikit dibandingkan pada bibit BS yang memiliki batang

yang aktif melakukan percabangan (Barlow, 1970). Hal tersebut didukung dengan

pernyataan Cock (1984) bahwa peningkatan mutu daun dan batang erat

(39)

Tabel 7. Bobot, Diameter dan Panjang Umbi per Tanaman Ubi Kayu

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Rata-rata bobot yang dihasilkan pada penelitian ini cenderung lebih kecil

dibandingkan pada rata-rata produksi umumnya yang mencapai 2.5-3.8

kg/tanaman pada BNS (Balitkabi) dan 7-10 kg/tanaman pada BS (berdasarkan

data yang diperoleh dari petani). Produktivitas yang rendah pada penelitian ini

disebabkan oleh keadaan faktor lingkungan dan usia panen yang lebih cepat dari

seharusnya, terutama untuk bibit BS yang biasanya dipanen antara usia 12 - 14

bulan.

Keadaan tanah yang terlalu masam menyebabkan tanaman sulit

mendapatkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman selama pertumbuhan. Menurut

Supardi (1983) pada tanah masam, kebutuhan P pada tanaman diperoleh tanaman

dengan memanfaatkan hara P yang sudah tersedia bagi tanah, karena pada kondisi

ini unsur P akan terfiksasi oleh Fe menjadi Fe hidroksi fosfat yang tidak tersedia

bagi tanaman. Selain itu pada waktu penanaman, terjadi distribusi curah hujan

yang tidak merata dan pemanenan yang dilakukan pada musim hujan juga

menjadi penyebab produktivitas yang menurun. Menurut Connor dan Cock (1981)

dan Porto (1983) defisit air pada usia 3 - 5 BST dapat menurunkan produksi

hingga 60%. Selain itu, menurut Howeler (2002) ada korelasi yang positif antara

kadar pati dan total curah hujan 6 - 9 bulan setelah tanam, namun pada 1 - 2 bulan

sebelum panen, akan terjadi korelasi yang negatif.

Tanaman tanpa perlukaan (P0) memiliki karakteristik umbi yang lebih

besar dan panjang dibandingkan dengan perlukaan (P1). Tanaman P0 mempunyai

nilai rataan bobot umbi per tanaman yang lebih besar dibandingkan P1 namun

(40)

oleh adanya perbedaan jumlah sink yang lebih banyak dari pada P1, sementara

produksi source tidak berbeda dengan P0. Dengan demikian pada tanaman P1,

penumpukan fotosintat lebih terkonsentrasi pada umbi sebagai sink yang

jumlahnya lebih sedikit. Cock et al. (1979) mengatakan bahwa penurunan jumlah

umbi sebanyak 25% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total bobot

kering umbi yang dihasilkan. Dokumentasi percobaan mulai dari persiapan bahan

tanam, perlakuan perlukaan sampai pengamatan saat panen disampaikan pada

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Jenis bibit memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan yang diukur dari

diameter batang, jumlah cabang, dan pengamatan daun serta produksi umbi per

tanaman. Jenis bibit sambung menunjukkan karakteristik pertumbuhan batang

dengan ukuran yang lebih besar dengan laju pertambahan daun yang lebih rendah

dibandingkan bibit non sambung.

Tanaman yang mendapat perlukaan pada saat 2.5 BST, cenderung

menghasilkan jumlah umbi yang lebih banyak dengan ukuran yang cenderung

lebih kecil sehingga tidak terjadi peningkatan bobot umbi per tanaman. Pada

pemanenan yang dilakukan pada usia 9 BST, bibit sambung menghasilkan bobot

yang lebih berat (4.66 kg/tanaman) dibandingkan bibit tanpa sambungan (2.36

kg/tanaman). Kombinasi bibit tanpa sambungan dengan perlukaan menghasilkan

jumlah umbi terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun bobotnya

tidak berbeda.

Saran

Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memberikan beberapa saran

penelitian lanjutan yang dirasa mampu mendukung penelitian ini, diantaranya :

1. Penelitian lanjutan mengenai perbedaan waktu pengeratan/perlukaan

dengan waktu yang lebih awal (< 2 BST).

2. Pemanjangan waktu panen, terutama pada ubi kayu sambung

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Ahit, O.P., S.E. Abit and M.B. Posas. Growth and development of Cassava Under The Traditional and The Mukibat System of Planting. Annal of Tropical Research 3(3): 187-198.

Alves, A.A.C. 2002. Cassava botany and physiology. In: Hillocks RJ, Thresh JM, Bellotti AC, editors. Cassava: Biology, Production and Utilization. CABI Publishing, Wallingford, UK. pp. 67–89.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian [Balitkabi]. 2003. Pemberdayaan Ubikayu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional dan Pengembangan Agribisnis Kerakyatan. Malang

Biro Pusat Statistik. 2008. Food Crop Statistic. www.bps.go.id. [9 Januari 2008]

Biro Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia; Harvested Area, Yield Rate and

Basuki. 1965. Pedoman Penyediaan Bahan Tanaman Karet (Hevea Brasiliensi). Bagian Penelitian BPN-PPN Karet Research Centre Sungai Karang di Tanjung Morawa, 20p.

Bruijn, G.H. (1977). Influence of day length on the flowering of cassava. Tropical Root Tuber Crops Newsletter 10, 1-3.

Cayón, M.G., El-Sharkawy, M.A. and Cadavid, L.F. 1997. Leaf gas exchange of cassava as affected by quality of planting material and water stress. Proceedings of an Interdisciplinary Workshop, Pattaya, Thailand, 17--19 April 1974. Int. Develop. Res.Centre, IDRC-031e, Ottawa, Ont., p. 21—26

(43)

Cock, J.H. 1984. Cassava. In: P.R. Goldsworthy and N.M. Fisher (Eds.) The Physiology of Tropical Field Crops,Wiley, New York, p.529–549.

Cock, J.H. 1992. Ubi Kayu. in Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Cock, J.H. 1996. Physiologist and cassava programme coordinator, centro international de agricultural tropical, p.697-723. Dalam Tohar dan Soedharoedjian (Eds,). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Connor, D.J. and Cock, J.H. 1981. Response of cassava to water shortage II. Canopy dynamics. Field Crops Res. 4: 285–296.

Connor, D.J., Cock, J.H. and Parra, G.E. 1981. Response of cassava to water shortage. I. Growth and yield. Field Crops Res. 4: 181–200.

Conceição, A.J. 1979. da A Mandioca. UFBA/EMBRAPA/BNB/BRASCAN NORDESTE, Cruz das Almas, BA.

Daggett, D. 2006. Transportation Research Board. http://www.trbav030.org. [9 April 2009].

Dijkman, M.J. 1951. Hevea, 30 Years of Research in The Far East. Univ. Of Miami Press. Coral Gables, Florida. p.27-32.

De Brujin Gerard dan Bambang G. 1988. Farmer experimentation with cassava planting in Indonesia mukibat. www.metafra.bc.leisa. [22 April 2008].

El-Sharkawy, M.A., Tafur, S.M.D, and Cadavid, L.F. 1992.Photensial photosynthesis of casava as affected by growth conditions. Crop Science 32. p.1336-1342.

El-Sharkawy, M.A. 2004. Cassava biology and physiology, p.481-501. Plant Molecular Biology. Kluwer Academic Publisher. Netherland.

Evans, L.T., and I.F. Wardlaw. 1976. Adv. Argon. 28:301-590.

Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gardner, F. 1985. Physiology of Crop Plants. The lowa State University Press.

Gambar

Gambar 1. Proses Perlukaan pada Batang Bawah Ubi Kayu
Tabel 1. Pertumbuhan Lingkar Batang Utama Ubi Kayu
Gambar 2. Incompabilitas pada Bibit Sambung (BS)
Gambar 3. Laju Pertambahan Lingkar Batang Utama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kompos TKS sebagai komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit mindi, pertambahan diameter batang bibit mindi, pertumbuhan jumlah daun

KESIMPULAN Interaksi nyata antara perlakuan prosentase perompesan daun dan posisi penanaman stek hanya terjadi pada pengamatan jumlah umbi per tanaman dan bobot umbi per tanaman

Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, indeks panen, jumlah umbi/tanaman, panjang umbi besar, panjang umbi kecil, diameter umbi besar, diameter umbi kecil, bobot umbi

Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa pemberian asam askorbat berpengaruh tidak nyata meningkatkan jumlah daun, diameter batang, total luas daun,

Perlakuan pupuk Agrobost memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, berat tongkol per plot, dan

Dari hasil pengamatan perbandingan komposisi media tanam (topsoil dan pasir) pada pertumbuhan bibit kakao terhadap pertumbuhan jumlah daun, diameter batang dan tinggi bibit

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data Tabel 4 dan 5 menunjukkan jenis batang atas tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit tanaman jarak pagar pada

interaksi yang nyata antara perlakuan dosis pupuk urea dan umur bibit terhadap tinggi, diameter batang, jumlah daun, luas daun, panjang akar dan berat kering bibit kakao