• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Data Hujan di Beberapa Wilayah Sungai Jawa Bagian Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Data Hujan di Beberapa Wilayah Sungai Jawa Bagian Barat"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DATA HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH SUNGAI JAWA

BAGIAN BARAT

MIRNAWATI ZULAIKHA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

ABSTRACT

MIRNAWATI ZULAIKHA. Rainfall data analysis of several river areas in Western Java. Supervised by BREGAS BUDIANTO.

Rainfall information is an important component in meteorological studies. While the availability of rainfall data nowadays is not easy to be accessed yet. Many researchers use interpolation method to obtain the rainfall data. Data resulted from interpolation or downscaling method sometimes less represent the actual rainfall happening on the surface. Therefore, this study aimed to get the character of rainfall in several watershed areas in Western Java by using rainfall data analysis method based on watershed, altitude, and distance between stations. The rainfall character in Western Java based on river area and watershed could be seen from the characteristics of the data in each station where the rainfall data from year to year had large variability, and from the characteristics of the data between stations showed a strong relation with the maximum correlation value and p-value >0.05 to the accumulation of rainfall data in 30-days. The character formed by the altitude variation of station showed that there wasn’t a clear effect of altitude to rainfall yet. Factors affecting rainfall were dominated by the station location which situated on the windward side and near coastal areas. Based on the distance between stations,

ratio of the distance to the rainfall difference percentage in the lowland either in the sea near the coast or the inland area indicated a trend of raising in rainfall percentage difference due to the addition of the distance between stations. However, stations located in the mountainous region showed a trend of reduction in rainfall percentage due to the distance addition between stations.

(3)

ABSTRAK

MIRNAWATI ZULAIKHA.Analisis Data Hujan di Beberapa Wilayah Sungai Jawa Bagian Barat.

Dibimbing oleh BREGAS BUDIANTO.

Informasi curah hujan merupakan komponen penting dalam kajian meteorologi. Sedangkan data curah hujan yang tersedia saat ini belum dapat diakses secara mudah. Banyak peneliti yang menggunakan metode interpolasi data untuk memenuhi kebutuhan data curah hujan. Data-data hasil interpolasi atau downscaling unsur hujan terkadang kurang merepresentasikan keadaan hujan sebenarnya yang terjadi di permukaan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mendapatkan karakter hujan di beberapa wilayah sungai Jawa Bagian Barat dengan menggunakan metode analisis data hujan berdasarkan wilayah sungai dan DAS, ketinggian, dan jarak antar stasiun. Karakter hujan di Jawa Bagian Barat berdasarkan wilayah sungai dan DAS dapat terlihat dari sifat data per stasiun dimana data hujan dari tahun ke tahun mempunyai ketidakseragaman yang besar, dan dari sifat data antar stasiun menunjukkan hubungan yang kuat dengan nilai korelasi maksimum dan p-value < 0.05 pada akumulasi data curah hujan di 30-harian. Berdasarkan variasi ketinggian tempat belum menunjukkan pola pengaruh yang jelas dari ketinggian terhadap curah hujan. Faktor yang mempengaruhi curah hujan lebih didominasi oleh letak stasiun yang berada pada daerah hadap angin (windward side) dan daerah dekat pesisir. Berdasarkan jarak antar stasiun terlihat perbandingan jarak terhadap persentase selisih hujan di wilayah dataran rendah baik yang berada di dekat pesisir laut maupun di daratan bagian dalam menunjukkan adanya kecenderungan penambahan selisih persentase hujan akibat penambahan jarak antar stasiun. Namun sebaliknya pada kelompok stasiun yang berada di wilayah pegunungan menunjukkan adanya kecenderungan pengurangan selisih persentase hujan akibat penambahan jarak antar stasiun.

(4)

iv

ANALISIS DATA HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH DAS JAWA

BAGIAN BARAT

MIRNAWATI ZULAIKHA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi

: Analisis Data Hujan di Beberapa Wilayah Sungai Jawa

Bagian Barat

Nama

: Mirnawati Zulaikha

NRP

: G24080028

Menyetujui,

Pembimbing

Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl.

NIP. 19640308 199403 1 002

Mengetahui,

Ketua DepartemenGeofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati MS.

NIP. 19600305 198703 2 002

(6)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, Alhamdulillahirrabilalamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya skripsi yang berjudul “Analisis Data Hujan di Beberapa Wilayah Sungai Jawa Bagian Barat”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains pada program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Ir. Bregas Budianto, Ass.Dpl selaku pembimbing atas segala bantuan, bimbingan, kritik dan saran, serta petuah yang sangat berguna bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan kendala dalam penelitian. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Orang tua tercinta, Bapak Badaruddin dan Mama Ramlah Lamato serta adik, Nurjannah Fitriani atas segala bentuk dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. selaku Ketua Departemen, bapak Dr. Ir. Sobri Effendi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi dorongan dan membantu dalam teknis penelitian, dan seluruh dosen departemen Geofisika dan Meteorologi yang turut serta memberikan dukungan.

3. Bapak Aziz, pak Udin, pak Nandang, bu Wanti, Mas Kiki dan seluruh staf departemen Geofisika dan Meteorologi yang selalu membantu dan mendukung dalam proses penelitian yang dilalui.

4. Zainul Arifin, S.Si yang selalu memberi semangat, perhatian, doa serta bantuannya.

5. Kak Oki, Kak Shandy, Kak Wiranto, Kak Fahdil, Kak Yudi, Kak Anto serta semua “senior” Laboratorium Instrumentasi dan teman satu bimbingan, Adi Mulyadi dan Rahmadhania, yang telah membantu proses penelitian ini.

6. Ferdy Aprihatmoko, Akfia Rizka Kumala, Faiz Rohman Fajary, Ketty, Sintong MT Pasaribu, Dody Setiawan, Fitra Dian Utami, Fatchah Sakinah, Maria Wrightia Religiosa, Dila Peracitra Sandi, dan semua teman-teman GFM 45 yang senantiasa membantu, memotivasi, serta memberikan kenangan-kenangan indah selama ini.

7. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap dengan skripsi yang dibuat ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Juli 2012

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 1

2.1 Sebaran Hujan Jawa Bagian Barat ... 1

2.2 Wilayah Sungai dan DAS Jawa Bagian Barat ... 1

2.3 Ketinggian Wilayah Jawa Bagian Barat ... 2

2.4 Hujan dan Jarak antar Stasiun ... 2

III. METODOLOGI ... 2

3.1 Waktu dan Tempat ... 2

3.2 Data dan Peralatan ... 2

3.3 Penyiapan Data ... 2

3.4 Karakteristik Hujan di Jawa Bagian Barat ... 2

3.4.1 Pengelompokan Berdasarkan Wilayah Sungai dan DAS ... 2

3.4.2 Pengelompokan Berdasarkan Ketinggian Tempat ... 3

3.4.3 Pengelompokan Berdasarkan Jarak antar Stasiun ... 3

3.4.4 Analisis Karakteristik Hujan di Jawa Bagian Barat ... 4

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4

4.1 Karakteristik Hujan Berdasarkan DAS ... 4

4.1.1 Sifat Data per Stasiun ... 4

4.1.2 Sifat Keeratan Data antar Stasiun ... 7

4.2 Karakteristik Hujan Berdasarkan Ketinggian ... 7

4.3 Karakteristik Hujan Berdasarkan Jarak antar Stasiun ... 10

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 12

5.1 Kesimpulan ... 12

5.2 Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tiga wilayah iklim berdasarkan pola rataan tahunan menggunakan DCM. Indonesia terbagi menjadi Wilayah A dalam solid line, Wilayah B dalam dashed line dan Wilayah C dalam long dashed line ... 1 2 Kelompok stasiun hujan berdasarkan wilayah sungai dan DAS ... 5 3 Pola hujan harian (biru), 10-harian (merah muda), 30-harian (oranye) dan tahunan (hitam)

stasiun hujan: a) d36 (1979-1991); b) a19 (1990-2010); c) a49 (1990-2001); d) b3 (2004-2010); e) e3 (2004-2010); f) c19 (2005-2010) ... 6 4 Peta pemisahan wilayah utara-selatan stasiun hujan di Jawa Bagian Barat ... 7 5 Contoh posisi semu matahari ... 8 6 Perbandingan hujan 3-bulanan periode MAM 2007 sampai periode MAM 2009 kelompok

stasiun bagian utara dengan ketinggian masing-masing stasiun ... 9 7 Perbandingan hujan 3-bulanan periode MAM 2007 sampai periode MAM 2009 kelompok

stasiun bagian selatan dengan ketinggian masing-masing stasiun ... 10 8 Hubungan jarak dengan selisih curah hujan masing-masing stasiun terhadap stasiun

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tabel daftar ketersediaan data ... 15 2 Tabel nilai koefisien korelasi untuk setiap kombinasi stasiun hujan pada masing-masing

kelompok DAS ... 16 3 Tabel nilai p-value untuk setiap kombinasi stasiun hujan pada masing-masing kelompok

DAS ... 17 4 Tabel rasio hujan (mm) dalam DJF dan JJA stasiun-stasiun hujan di wilayah Jawa bagian

Barat per kelompok ketinggian ... 18 5 Gambar keterangan letak stasiun berdasarkan ketinggian ... 19 6 Gambar keterangan letak stasiun berdasarkan jarak antar stasiun. Kelompok Ia,

(12)

1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hujan kerap dikaji karena mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan dari manusia. Hujan merupakan bagian dari proses daur hidrologi yang mendukung kelangsungan kehidupan di bumi.

Hujan memiliki sifat yang bervariasi dalam skala ruang maupun waktu. Hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam proses dan sebarannya. Hujan dipengaruhi oleh faktor lokal dan global, seperti topografi, karakteristik wilayah, dan monsun.

Informasi curah hujan merupakan informasi yang sangat penting sebagai modal awal pengkajian sebuah penelitian. Akan tetapi terdapat banyak keterbatasan dalam mengumpulkan data cuaca. Hal ini memaksa para peneliti untuk berpikir kreatif dalam menyikapi keterbatasan ini, mulai dari penggunaan citra satelit hingga melakukan interpolasi dari stasiun cuaca lain.

Terdapat beberapa kekurangan dalam metode-metode tersebut seperti halnya pada data-data hasil interpolasi atau downscaling unsur hujan, terkadang kurang merepresentasi keadaan hujan sebenarnya yang terjadi. Oleh karena itu masih diperlukan informasi mengenai karakter curah hujan dengan daerah kajian Jawa bagian Barat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menggambarkan karakteristik hujan yang terjadi berdasarkan pengambilan data pengamatan di lapangan.

1.2 Tujuan

Mendapatkan karakter sebaran hujan spasial dan temporal di beberapa DAS Jawa Bagian Barat.

II TINJAUAN PUSTAKA

Presipitasi didefinisikan sebagai pengendapan air dari atmosfer pada permukaan yang berbentuk cair (tetes hujan) atau padat (salju) (Tjasyono 2008). Tanpa memandang bagaimana awal kejadiannya, presipitasi di sebagian besar belahan dunia turun ke tanah sebagai hujan yang biasanya diukur sebagai jumlah curah hujan atau intensitas hujan pada permukaan.

2.1 Sebaran Hujan Jawa Bagian Barat

Wilayah Jawa bagian Barat termasuk dalam wilayah A pada pola rataan tahunan menggunakan DCM (Double Correlation Method) (Gambar 1) dimana memiliki karakter hujan tahunan yang mempunyai satu puncak dan satu lembah. Kejadian-kejadian hujan di wilayah ini dipengaruhi kuat oleh faktor monsun, yaitu monsun barat laut basah dari November sampai Maret (NDJFM) dan monsun tenggara kering dari Mei sampai September (MJJAS).

Nilai curah hujan minimum di wilayah A merupakan yang terendah dibanding wilayah B dan C, dan mencapai dibawah rataan 100 mm/bulan. Dengan demikian, wilayah A merupakan wilayah terkering saat musim kering di Juli-September dan wilayah terbasah di Desember.

Gambar 1 Tiga wilayah iklim berdasarkan pola rataan tahunan menggunakan DCM. Indonesia terbagi menjadi Wilayah A dalam solid line, Wilayah B dalam dashed line dan Wilayah C dalam long dashed line

(sumber: Aldrian dan Susanto 2003)

2.2 Wilayah Sungai dan DAS Jawa Bagian Barat

(13)

2.3 Ketinggian Wilayah Jawa Bagian Barat

Wilayah Jawa bagian Barat terdiri dari Provinsi Banten, Provinsi Daerah Khusus Ibukota, dan Provinsi Jawa Barat.

Provinsi Banten mempunyai profil ketinggian yang berkisar dari 0 sampai 2000 mdpl. Secara umum wilayah Banten terbagi menjadi tiga kelompok morfologi, yakni dataran dengan kemiringan 0-2%, perbukitan landai-sedang dengan kemiringan 2-15%, dan perbukitan terjal dengan kemiringan 15-40% (sumber: www.deptan.go.id/daerah/banten/ keadaan_geografis.htm).

Kondisi topografi provinsi daerah khusus Ibukota relatif datar dengan kisaran ketinggian secara umum 0-100 mdpl. (sumber: http://www.jakarta.go.id/).

Provinsi Jawa Barat dengan luas 3.7 juta hektar terbagi menjadi sekitar 60% daerah bergunung dengan ketinggian antara 500 sampai 3079 mdpl dan 40% daerah daratan yang memiliki variasi tinggi antara 0 sampai 500 mdpl. Wilayah pegunungan umumnya menempati bagian tengah dan selatan Jawa Barat. Daerah dataran Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi beberapa karater sebagai berikut:

 Dataran pegunungan curam dibagian selatan dengan ketinggian > 1500 mdpl,

 Daerah lereng bukit landai dibagian tengah dengan ketinggian 100 sampai 1500 mdpl,

 Daerah dataran rendah yang luas dibagian utara dengan ketinggian 0 sampai 100 mdpl.

(Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat 2010).

2.4 Hujan dan Jarak Antar Stasiun

Curah hujan dan unsur iklim lainnya memiliki sebaran wilayah tertentu. Hal ini memungkinkan sebuah stasiun cuaca mewakili wilayah tertentu, akan tetapi sejauh mana sebuah stasiun dapat mewakili dan memiliki kesamaan dengan stasiun cuaca di tempat lain sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti topografi dan karakter wilayahnya. Seperti pada Lakitan (1994), curah hujan dan unsur-unsur iklim lainnya

pada suatu wilayah seluas beberapa kilometer persegi dapat berbeda sangat nyata dengan unsur-unsur iklim pada wilayah di sekitarnya. Sedangkan pada penelitian Mulyantari dan Triweko (2007) untuk studi kasus wilayah Pekalongan mendapatkan hasil dimana dengan jarak 11,88 km atau radius 23,76 km dapat dikatakan hujan harian maksimum tahunan antar dua buah stasiun mempunyai karakteristik yang sama.

III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Instrumentasi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB.

3.2 Data dan Peralatan

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data curah hujan harian stasiun hujan di Jawa Barat dengan sumber PUSAIR Bandung.

Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak pengolah Spreadsheet (Microsoft Excel).

3.3 Penyiapan Data

Penelitian ini menggunakan data curah hujan harian 129 stasiun yang tersebar di Wilayah Jawa Bagian Barat. Masing-masing stasiun mempunyai ketersediaan data dengan rentang waktu yang berbeda-beda.

3.4 Karakteristik Hujan di Jawa Bagian Barat

Pada penelitian ini karakteristik hujan dilihat dari pengelompokan data curah hujan berdasarkan wilayah sungai dan DAS, ketinggian tempat, dan jarak antar stasiun. Masing-masing pengelompokan tersebut dianalisa secara terpisah dan menggunakan sampel stasiun yang berbeda-beda baik jumlah stasiun maupun rentang data yang digunakan.

3.4.1 Pengelompokan Berdasarkan Wilayah Sungai dan DAS

(14)

3

 WS Cimanuk - Cisanggarung (simbol a)

 WS Cisadane - Ciliwung (simbol b)  WS Cisadea - Cimandiri (simbol c)  WS Citanduy - Ciwulan (simbol d)  DAS Citarum (simbol e)

Pengelompokan data hujan berdasarkan wilayah sungai dan DAS ditentukan dengan mengelompokkan stasiun-stasiun yang berada dalam satu wilayah sungai dan/atau DAS, berdekatan secara kedekatan jarak, serta mempunyai kemiripan topografi di peta secara visual. Kelompok stasiun hujan yang terbentuk yakni sebagai berikut: Karakter hujan kemudian dianalisa berdasarkan sifat data per stasiun dan sifat keeratan data antar stasiun dari stasiun hujan yang telah dikelompokkan.

Analisa sifat data per stasiun dilakukan dengan membandingkan pola hujan harian, akumulasi 10-harian, 30-harian, dan tahunan. Ketersediaan data hujan yang dimiliki tiap stasiun berbeda-beda dalam rentang tahunnya, oleh karena itu dalam analisa sifat data per stasiun dipilih satu stasiun dari tiap kelompok yang memiliki data dengan rentang yang panjang. Stasiun hujan yang dianalisa yakni a19, a49, b3, c19, d36 dan e3.

Analisa sifat keeratan data antar stasiun dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi dan p-value data hujan dua stasiun dalam skala akumulasi 3-harian, 5-harian, 7-harian, 10-harian, 30-harian, dan tahunan. Stasiun-stasiun yang digunakan untuk analisa ini yaitu:

 Ia : a19, a22, a24, a29.

3.4.2 Pengelompokan Berdasarkan Ketinggian Tempat

Pengelompokan data hujan berdasarkan ketinggian tempat dilakukan dengan membagi wilayah Jawa bagian Barat menjadi 2 bagian yakni wilayah bagian utara dan selatan dengan jajaran pegunungan sebagai pemisahnya. Kemudian dipilih stasiun-stasiun yang mempunyai ketinggian berbeda dan ketersediaan data curah hujan dari bulan Maret 2007 sampai bulan Mei 2009. Stasiun-stasiun yang dianalisa yakni:

 Utara : e3, e4, e7, e11, e16.

 Selatan : c6, c10, c14, c15, c19, c29. Analisa dilakukan dengan membandingkan pola hujan Maret-April-Mei (MAM), Juni-Juli-Agustus (JJA), September-Oktober-November (SON), dan Desember-Januari-Februari (DJF) dengan pola ketinggian stasiun yang diurutkan dari ketinggian tertinggi ke terendah untuk masing-masing wilayah utara dan selatan.

3.4.3 Pengelompokan Berdasarkan Jarak Antar Stasiun

Analisa data hujan berdasarkan jarak antar stasiun diperoleh dari nilai representasi perubahan jarak terhadap persentase selisih hujan antar stasiun-stasiun hujan dengan stasiun acuannya. Masing-masing kelompok stasiun hujan yang dianalisa merupakan stasiun-stasiun yang berada dalam satu wilayah sungai atau DAS. Kelompok stasiun yang digunakan dalam analisa ini disesuaikan dengan karakteristik wilayah yang berbeda-beda, yakni kelompok Ia merepresentasi stasiun-stasiun yang berbatasan langsung dengan pesisir laut, kelompok IIa merepresentasi stasiun yang berbatasan dengan pesisir laut namun lebih jauh ke daratan dibanding kelompok Ia, kelompok IIIb merepresentasi stasiun-stasiun yang berada di daratan dalam, dan terakhir kelompok IVe merepresentasi stasiun-stasiun yang berada di daratan tinggi dan pegunungan. Dari masing-masing kelompok stasiun tersebut dipilih satu stasiun acuan. Penentuan stasiun acuan tersebut berdasarkan letak stasiun yang berada di tengah, yakni antar stasiun-stasiun yang lain. Stasiun acuan masing-masing kelompok yakni sebagai berikut:

(15)

 Kelompok IVe : stasiun e17

Data hujan yang diolah merupakan hasil dari analisa sifat keeratan data antar stasiun yang telah dilakukan pada sub bab sebelumnya.

Analisa selanjutnya dilakukan dengan membandingkan pola hujan 3-harian, 5-harian, 7-harian, 10-harian, 30-harian, dan tahunan antar stasiun-stasiun pembanding dengan stasiun acuan.

3.4.4 Analisis Karakteristik Hujan di Jawa Bagian Barat

Karakteristik hujan dari masing-masing pengelompokan dianalisis dengan membandingkan pola hujan spasial dan temporal antar satu stasiun dengan stasiun lainnya. Analisa karakter hujan yang diperoleh kemudian dikaitkan dengan letak stasiun.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Hujan Berdasarkan

Wilayah Sungai dan DAS

Hujan merupakan salah satu faktor cuaca yang karakternya ditentukan oleh faktor fisik lingkungan. Faktor fisik yang membatasi daerah cakupan pengaruh hujan yakni gunung dan lembah yang juga merupakan batas fisik wilayah sungai ataupun DAS. Oleh karena itu karakter hujan di wilayah Jawa bagian Barat dianalisa berdasarkan hasil pengelompokan stasiun-stasiun hujan yang berada di sekitar wilayah sungai dan/ atau DAS. Analisa karakteristik hujan berdasarkan wilayah sungai dan DAS ini dibagi menjadi dua bagian yakni analisa berdasarkan sifat data per stasiun dan analisa berdasarkan sifat keeratan data antar stasiun.

Wilayah sungai (WS) dan DAS di Jawa bagian Barat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

 WS Cimanuk - Cisanggarung (simbol a)

 WS Cisadane - Ciliwung (simbol b)  WS Cisadea - Cimandiri (simbol c)  WS Citanduy - Ciwulan (simbol d)  DAS Citarum (simbol e)

Stasiun-stasiun yang berada dalam satu wilayah sungai dan/atau DAS serta secara visual terlihat berdekatan satu sama

lain dijadikan satu kelompok. Kelompok stasiun hujan yang terbentuk yakni Ia, IIa, IIIb, IVc, Vd, dan VIe (Gambar 2). Jumlah stasiun dan rentang data yang dimiliki tiap kelompok berbeda-beda. Oleh karena itu analisa karakter hujan yang dilakukan hanya menggunakan beberapa stasiun sebagai sampel.

4.1.1 Sifat Data per Stasiun

Analisa berdasarkan sifat data per stasiun untuk stasiun-stasiun yang berada dalam satu wilayah sungai dan/atau DAS dilakukan dengan membandingkan pola akumulasi hujan harian, 10-harian, 30-harian, dan pola tahunannya dari tiap rentang data tahun pengamatan. Stasiun yang digunakan sebagai sampel dalam analisa ini yaitu:

 a19 (1990-2010) gambaran nilai akumulasi hujan untuk tiap skala ditampilkan menggunakan tampilan garis. Tampilan garis tersebut digunakan untuk melihat keragaman pola hujan yang terbentuk. Pola hujan dilihat berdasarkan nilai hujan terhadap kejadian dalam waktu.

Pola hujan harian ditunjukkan dengan garis berwarna biru, 10-harian dengan warna merah muda, 30-harian dengan warna oranye, dan warna hitam untuk pola hujan tahunan (Gambar 3). Secara umum keragaman hujan 10-harian dibentuk oleh keragaman nilai hujan harian. Begitu pula untuk pola hujan 30-harian dan tahunan, keragaman yang terlihat dibentuk oleh skala akumulasi hujan dibawahnya secara berturut-turut.

(16)

5

Gambar 2 Kelompok stasiun hujan berdasarkan wilayah sungai dan DAS

Kecenderungan yang naik pada presipitasi bulanan tentunya akan membentuk pola hujan tahunan yang cenderung naik juga. Namun pada Gambar 3 dapat dilihat pola hujan bulanan di stasiun a19 yang memiliki rentang data pengamatan selama 21 tahun tidak menunjukkan kecenderungan tersebut.

Terjadi penurunan hujan tahunan dari tahun 1990 ke tahun 1991 untuk stasiun d36, sebaliknya pada tahun yang sama namun di wilayah sungai berbeda, terjadinya kenaikan hujan tahunan di stasiun a19 dan a49. Stasiun a19 mempunyai keragaman pola hujan tahunan yang besar dari tahun 1990 sampai 2001, namun dengan wilayah sungai yang sama hal tersebut tidak terjadi di stasiun a49 dimana keragamannya cenderung kecil. Stasiun b3 dan e3 mempunyai rentang data pengamatan yakni dari tahun 2004 sampai 2010 dimana hujan tahunan kedua stasiun tersebut cenderung naik dari tahun ke tahun ke tahun. Begitu pula untuk stasiun c19 yang mempunyai rentang data pengamatan dari tahun 2005 sampai 2010. Stasiun b3, e3, dan c19 tersebut merupakan stasiun-stasiun dengan wilayah sungai berbeda. Namun pada rentang tahun yang sama, yakni 2004 sampai 2010, hujan tahunan di stasiun a19 cenderung kecil keragamannya. Keragaman hujan tahunan di stasiun a19 yang kecil tersebut juga berbeda dibanding dengan tahun-tahun

pengamatan sebelumnya, yakni tahun 1990 sampai 2004 (Gambar 3).

Begitu pula untuk hujan 30-harian yang membentuk keragaman hujan tahunan pada tahun-tahun tersebut. Dengan ini dapat dilihat bahwa sifat data hujan per stasiun mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda dari tahun ke tahun. Hal tersebut berlaku baik untuk stasiun yang berada dalam satu wilayah sungai ataupun tidak. Namun secara umum terlihat bahwa keragaman hujan yang terbentuk cukup besar sehingga tidak adanya pola hujan yang teratur baik untuk skala tahunan maupun 30-harian.

(17)

a)

b)

c)

d)

e)

f)

(18)

7

4.1.2 Sifat Keeratan Data antar Stasiun

Karakteristik yang ingin dilihat berdasarkan sifat keeratan data antar stasiun didapatkan dari nilai koefisien korelasi dan p-value. Nilai tersebut merupakan hasil kombinasi semua stasiun hujan per kelompok DAS yang mempunyai kesamaan rentang ketersediaan data (lampiran 2 dan 3).

Koefisien korelasi menunjukkan derajat kekuatan hubungan antar parameter yang dibandingkan, dalam hal ini nilai curah hujan antar dua stasiun dalam skala akumulasi yang berbeda. Skala akumulasi hujan yang digunakan yakni 3-harian, 5-harian, 7-harian, 10-harian, 30-harian, dan tahunan. Nilai koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan kemiripan pola naik dan turunnya curah hujan pada skala akumulasi yang sama, tanpa memperhatikan nilai curah hujannya.

Rentang data yang digunakan untuk kelompok DAS Ia yakni 19 tahun, DAS IIa 12 tahun, DAS IIIb 7 tahun, dan 6 tahun untuk DAS IVc, Vd, dan VIe. Perbedaan rentang data yang dianalisis tersebut berpengaruh kepada nilai p-value yang dihasilkan untuk tiap skala akumulasi hujan. P-value menunjukkan peluang spesifik dari uji statistik terhadap parameter yang dibandingkan, dimana derajat bebas yang digunakan yakni 0.05. Semakin banyak jumlah data yang digunakan maka p-value cenderung kecil. Nilai p-value yang kecil menunjukkan bahwa peluang kesalahan dua parameter yang dibandingkan juga kecil. Dalam hal ini jika nilai p-value kurang dari 0.05 maka keeratan antar dua stasiun hujan yang dibandingkan bersifat nyata untuk skala akumulasi hujan tersebut.

Secara umum nilai koefisien korelasi untuk setiap kombinasi stasiun hujan pada masing-masing kelompok DAS memiliki nilai yang lebih tinggi pada akumulasi hujan 30-harian dengan p-value < 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa data curah hujan di satu stasiun mempunyai hubungan yang kuat dan bersifat nyata dengan stasiun pembanding pada data akumulasi hujan 30-harian. Sedangkan untuk kombinasi stasiun yang memiliki nilai koefisien korelasi rendah dan p-value tinggi dapat disebabkan oleh dominannya karakteristik lokal stasiun yang mempengaruhi hujan pada tahun-tahun pengamatan.

Dengan demikian berdasarkan DAS didapatkan karakteristik hujan yang jika dilihat sifat data per stasiunnya maka masing-masing stasiun mempunyai keragaman data hujan yang besar baik untuk skala akumulasi harian, 10-harian, 30-harian, dan tahunan. Sedangkan sifat keeratan data antar stasiun untuk masing-masing DAS di wilayah Jawa bagian Barat secara umum mempunyai hubungan yang kuat dan nyata dengan stasiun lain pada data akumulasi hujan 30-harian.

4.2 Karakteristik Hujan Berdasarkan Ketinggian

Pengidentifikasian karakteristik hujan berdasarkan ketinggian dilakukan dengan memperhitungkan faktor gerak semu matahari yang mempengaruhi sebaran hujan. Oleh karena itu wilayah kelompok kajian berdasarkan ketinggian dibagi lagi menjadi wilayah utara dan selatan dengan jajaran gunung dan dataran tinggi sebagai pemisahnya (Gambar 4).

(19)

Gambar 5 Contoh posisi semu matahari

Berdasarkan letak geografisnya wilayah Jawa bagian Barat terletak di belahan bumi bagian selatan dari garis ekuator. Letak tersebut menyebabkan wilayah Jawa bagian Barat mendapat radiasi maksimum pada bulan-bulan disaat matahari berada di belahan bumi selatan. Dan bulan-bulan dimana matahari berada di atas wilayah Jawa bagian Barat tersebut menyebabkan tingginya intensitas hujan yang terjadi. Sebaliknya, pada saat matahari berada di belahan bumi utara maka intensitas hujannya kecil.

Wilayah Jawa bagian Barat mempunyai karakter topografi yang bergunung-gunung di sebagian besar wilayah selatannya. Jajaran pegunungan tersebut membagi lagi wilayah Jawa bagian Barat menjadi dua bagian yakni utara dan selatan dimana kelompok stasiun yang dianalisa karakter hujannya yakni sebagai berikut:

 Utara : e3, e4, e7, e11, e16

 Selatan : c6, c10, c14, c15, c19, c29 Karakter hujan dilihat dari nilai akumulasi hujan 3-bulanan yang dimulai pada bulan Maret, yakni pada saat matahari tepat berada di atas ekuator (Gambar 5). Analisa yang dilakukan menggunakan data curah hujan dari Maret 2007 sampai Mei 2009 yang dimaksudkan untuk melihat pola hujan yang terjadi dengan pola gerak semu matahari. Hujan 3-bulanan yang digunakan yakni diberi simbol sesuai dengan bulan pengamatan, yaitu: MAM 2007, JJA 2007, SON 2007, DJF 2007, MAM 2008, JJA 2008, SON 2008, DJF 2008, dan MAM 2009. Stasiun-stasiun yang telah dikelompokkan menjadi bagian utara dan selatan diurutkan dari stasiun yang mempunyai ketinggian tertinggi sampai terendah.

Kelompok stasiun bagian utara yang memiliki ketinggian tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah e11

(1446 mdpl), e7 (1332 mdpl), e16 (1191 mdpl), e4 (845 mdpl), dan e3 (766 mdpl). Sedangkan kelompok stasiun bagian selatan yang memiliki ketinggian tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah c15 (974 mdpl), c29 (854 mdpl), c10 minimum tersebut terjadi pada periode JJA tahun 2008, yakni di stasiun e3 dengan ketinggian 766 mdpl. Sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada periode DJF tahun 2007, yakni di stasiun e4 dengan ketinggian 845 mdpl. Kedua stasiun tersebut merupakan stasiun yang memiliki ketinggian terendah dibanding tiga stasiun yang lain. Dari tiap periode tidak menunjukkan adanya stasiun yang tetap memiliki curah hujan lebih tinggi dibanding stasiun lain. Namun secara umum terlihat jelas pola hujan monsunal dimana curah hujan relatif rendah di periode JJA dan cenderung tinggi di periode DJF. Hal tersebut berlaku untuk tahun 2007 maupun 2008 (Gambar 6).

Curah hujan 3-bulanan kelompok stasiun bagian selatan berada dalam rentang 21 mm sampai 2139 mm. Periode JJA baik tahun 2007 atau tahun 2008 memiliki hujan maksimum pada rentang 200 mm. Sedangkan hujan maksimum terjadi pada periode DJF untuk tahun 2007 dan juga 2008. Curah hujan pada periode MAM cenderung stabil untuk semua tahun. Sedangkan periode SON tahun 2007 lebih rendah dibanding periode SON tahun 2008 (Gambar 7).

(20)

9 mdpl). Rataan hujan 3-bulanan untuk semua

stasiun di masing-masing kelompok menunjukkan intensitas hujan kelompok bagian utara selalu lebih kecil dibanding kelompok bagian selatan. Rataan hujan 3-bulanan untuk semua stasiun di periode JJA tahun 2007 yakni 110 mm untuk kelompok bagian utara, dan 147 mm untuk kelompok bagian selatan. Pada periode JJA tahun 2008 kelompok bagian utara memiliki intensitas hujan rataan dari semua stasiun sebesar 51 mm dan 104 mm untuk kelompok bagian selatan. Untuk periode DJF tahun 2007 kelompok utara memiliki intensitas hujan rataan sebesar 723 mm dan kelompok selatan sebesar 1267 mm. Pada periode yang sama di tahun 2008 kelompok utara memiliki intensitas hujan rataan sebesar 722 mm dan kelompok selatan sebesar 1298 mm. Dan untuk periode yang lain pun berlaku hal yang sama. Dari kedua kelompok stasiun tersebut tidak terlihat adanya hubungan yang jelas antara ketinggian dengan intensitas hujan yang terjadi. Sebelumnya telah dilakukan pula perhitungan nilai rasio hujan periode DJF dengan periode JJA untuk stasiun-stasiun di beberapa rentang ketinggian. Kelompok stasiun berdasarkan beberapa rentang ketinggian tersebut juga dibagi lagi menjadi dua kelompok yakni bagian utara dan selatan. Perhitungan rasio tersebut dilakukan untuk melihat apakah rasio DJF-JJA mempunyai hubungan dengan adanya perbedaan ketinggian tempat. Semakin besar nilai rasionya menunjukkan perbedaan

intensitas hujan yang besar antara periode DJF (bulan basah) dengan periode JJA (bulan kering). Namun rasio yang didapatkan tidak menunjukkan adanya hubungan hujan dengan ketinggian tempat karena di setiap rentang ketinggian terdapat beberapa stasiun yang memiliki rasio DJF-JJA yang kecil maupun yang besar (Lampiran 4). Nilai rasio yang besar lebih didominasi oleh bentuk orografiknya, yakni letak stasiun yang berada pada lereng di atas angin (windward side) maupun daerah dekat pesisir. Hal tersebut serupa dengan pernyataan Simon dan Mohankumar (2004) dimana hasil penelitiannya di Kerala yang menggunakan metode angin menunjukkan cuaca di Kerala secara mendalam dipengaruhi oleh bentuk orografiknya. Dalam hal ini pun dapat terlihat kelompok stasiun bagian selatan berada pada daerah atas angin (windward side) dan berbatasan dengan laut di bagian selatannya, sedangkan kelompok stasiun bagian utara berada di daerah bawah angin (leeward side) dan berada di tengah daratan luas Jawa bagian Barat (Lampiran 5). Sehingga lokasi stasiun lebih mempegaruhi hujan yang terjadi di suatu tempat. Selain itu, pernyataan tersebut juga didukung oleh analisis dari principal component series menggunakan rataan bergerak dan uji Mann-Kendall oleh Esteban-Parra et al. (1998), dimana terlihat adanya penurunan jangka panjang yang signifikan untuk presipitasi di wilayah-wilayah daratan bagian dalam, dan kenaikan presipitasi di wilayah pesisir.

(21)

Gambar 7 Perbandingan hujan 3-bulanan periode MAM 2007 sampai periode MAM 2009 kelompok stasiun bagian selatan dengan ketinggian masing-masing stasiun

4.3 Karakteristik Hujan Berdasarkan Jarak antar Stasiun

Karakteristik hujan berdasarkan jarak antar stasiun didapatkan dengan mengelompokkan stasiun-stasiun hujan yang berada dalam satu DAS dan melihat representasi perubahan jarak terhadap persentase selisih hujan di akumulasi hujan 30-harian. Penggunaan hujan 30-harian berdasarkan hasil sifat keeratan data antar stasiun.

Stasiun-stasiun yang dianalisa dan stasiun acuannya untuk masing-masing kelompok yakni sebagai berikut: Masing-masing kelompok tersebut mempunyai karakter wilayah yang berbeda. Kelompok Ia berada di dekat pesisir laut pegunungan (Lampiran 6). Perbedaan karakter wilayah tersebut dimaksudkan untuk melihat representasi perubahan jarak tiap wilayah dengan karakternya masing-masing terhadap persentase perubahan selisih hujan tiap stasiun dengan stasiun acuan.

Stasiun-stasiun yang berada dalam satu kelompok mempunyai karakter wilayah yang sama, sehingga hanya dipilih satu stasiun acuan dengan asumsi bahwa karakter wilayah yang homogen dapat diwakilkan dengan satu stasiun acuan yang berada di tengah stasiun yang lain.

(22)

11

jauh dengan persamaan yang diperoleh kelompok IIa sebelumnya. Sedangkan persamaan dari kelompok IVe yang terletak di wilayah pegunungan y = -4.7x + 91.2. Persamaan tersebut menunjukkan penambah-an satu kilometer jarak stasiun dari stasiun acuan akan mengurangi selisih hujan sebanyak 4.7%. Berbeda dengan persamaan di ketiga kelompok sebelumnya yang menunjukkan penambahan jarak akan menambah persentase selisih hujan, karakter dari wilayah kelompok justru menunjukkan adanya pengurangan persentase selisih hujan dengan adanya penambahan jarak per kilometernya (Gambar 8).

Pola akumulasi curah hujan rataan 3-harian, 5-3-harian, 7-3-harian, 10-3-harian,

30-harian, dan akumulasi tahunan dari stasiun-stasiun yang berada dalam tiap kelompok terhadap jarak (km) pada gambar 9 menunjukkan pola dimana semakin jauh jarak satu stasiun dari stasiun acuan maka akumulasi rataan curah hujan cenderung lebih besar, sedangkan jika satu stasiun mempunyai jarak yang lebih dekat dengan stasiun acuan maka akumulasi rataan nilai curah hujannya cenderung memiliki ketidak-seragaman yang besar. Dengan kata lain nilai rataan akumulasi curah hujan satu stasiun selalu lebih kecil atau lebih besar dengan stasiun terdekatnya. Pola tersebut cenderung sama untuk pola rataan tahunan, 30-harian, 10-harian, hingga harian pada semua kelompok stasiun.

a)

b)

c)

d)

(23)

Kelompok Ia

Kelompok IIa

Kelompok IIIb

Kelompok IVe

Gambar 9 Akumulasi hujan rataan 30-harian tiap kelompok stasiun dalam satu wilayah sungai

Hasil tersebut berkebalikan dengan pemahaman umum dimana semakin dekat jarak antar stasiun maka korelasinya akan semakin besar atau mendekati satu. Korelasi yang besar tersebut menunjukkan keragaman yang kecil antar stasiun. Artinya, jika satu stasiun mempunyai jarak yang lebih dekat dengan stasiun acuan maka nilai curah hujannya cenderung sama untuk pola kenaikan dan penurunnya. Hal serupa juga ditemukan oleh Yasa dan Br Sri (2001) dalam penelitiannya di Sub SWS Pulau Lombok.

Kejadian ini dapat terjadi jika kedua stasiun yang berdekatan tersebut mempunyai karakteristik wilayah lokal yang berbeda. Selain itu, hal tersebut dapat terjadi jika suatu volume awan berpotensi hujan yang jatuh di suatu wilayah, dimana terdapat beberapa

stasiun hujan, mempunyai volume yang sama. Maka hujan yang telah jatuh di salah satu stasiun merupakan total volume hujan yang jatuh dikurangi jumlah hujan yang telah jatuh di stasiun terdekatnya.

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

(24)

13

Berdasarkan variasi ketinggian tempat belum menunjukkan pola pengaruh yang jelas dari ketinggian terhadap curah hujan. Faktor yang mempengaruhi curah hujan lebih didominasi oleh letak stasiun yang berada pada daerah hadap angin (windward side) dan daerah dekat pesisir.

Berdasarkan jarak antar stasiun terlihat perbandingan jarak terhadap persentase selisih hujan di wilayah dataran rendah baik yang berada di dekat pesisir laut maupun di daratan bagian dalam menunjukkan adanya kecenderungan penambahan selisih persen- tase hujan akibat penambahan jarak antar stasiun. Namun sebaliknya pada kelompok stasiun yang berada di wilayah pegunungan menunjukkan adanya kecenderungan pe- ngurangan selisih persentase hujan akibat penambahan jarak antar stasiun.

5.2. Saran

Data unsur hujan yang diperoleh berbeda dalam rentang tahun pengamatan sehingga apabila ada kajian lebih lanjut dalam mendapatkan karakter hujan sebaiknya menggunakan data yang cukup untuk semua stasiun daerah kajian atau skala cakupan daerah yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian E., Susanto R.D. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. Int. J. Climatol. (23): 1435-1452.

BPLH Daerah Jawa Barat. 2010. Kondisi Umum Jawa Barat. [terhubung berkala] www.bplhdjabar.go.id/index.php/

.

Departemen Pertanian. tanpa tahun. Keadaan

Geografis Provinsi Banten. [terhubung berkala] www.deptan.go.id/banten. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2009.

Geografis Jakarta. [terhubung berkala] www.jakarta.go.id.

Esteban-Parra M.J., Rodrigo F.S., Castro-Diez Y. 1998. Spatial and Temporal Patterns of precipitation in Spain for the Period 1880-1992. International Journal of Climatology 18: 1557-1574.

Haylock M, McBride J. 2001. Spatial Coherence and Predictability of Indonesia

Wet Season Rainfall. Journal of Climate. (14): 3882-3887.

Lakitan B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Moron V., Robertson A.W., Ward M.N.,

Camberlin P. 2007. Spatial Coherence of Tropical Rainfall at the Regional Scale.

Journal of Climate (20): 5244-5263.

Mulyantari F., Triweko R.W. 2007. Jarak Pengaruh Hujan Harian Maksimum Tahunan di Wilayah Pekalongan. JSDA 5(3): November 2007.

Simon A., Mohankumar K. 2004. Spatial Variability and rainfall characteristics of Kerala. Proc. Indian Acad. Sci. (Earth Planet. Sci.). 2(113): 211-221.

Sumner G.N. 1983. Seasonal changes in the distribution of rainfall over the Great Dividing Range: general trends. Austalian Meteorological Magazine. 551.557.2: 121-130.

Tim Penulis. Tanpa Tahun. Sumber Daya Air dan Daerah Aliran Sungai. Laporan Akhir ATLAS Pesisir Jawa Barat. Bab 6: 6_1 – 6_3.

Tjasyono B.H.K. 2003. Geosains. Bandung: Penerbit ITB.

______________. 2004. Klimatologi. Bandung: Penerbit ITB.

______________. 2008. Meteorologi Terapan. Bandung: Penerbit ITB.

Wang X., Cho H.R. 1997. Spatial-Temporal Structures of Trend and Oscillatory Variabilities of Precipitation over Northern Eurasia. Journal Of Climate (10): 2285-2298.

(25)
(26)

15

(27)
(28)

17

(29)
(30)

19

(31)
(32)

Gambar

Gambar 1  Tiga wilayah iklim berdasarkan pola rataan
Gambar 2 Kelompok stasiun hujan berdasarkan wilayah sungai dan DAS
Gambar 3 Pola hujan harian, akumulasi tahunan, 30-harian, dan 10-harian stasiun hujan: a) a19 kelompok DAS Ia (1990-2010); b) a49 kelompok DAS IIa (1990-2001); c) b3 kelompok DAS IIIb (2004-2010); d) c19 kelompok DAS IV (2005-2010); e) d36 kelompok DAS Vd (1990-2010); f) e3 kelompok DAS VIe (2004-2010)
Gambar 4  Peta pemisahan wilayah utara-selatan stasiun hujan di   Jawa Barat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan

919/MenKes/PER/X/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, antara lain : tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun

Selama tidak ada kerusakan, obat yang telah dibuka kemasannya dapat digunakan berpatokan pada masa pakai obat atau Beyond Use Date (BUD), yaitu batas waktu penggunaan produk

Semua kegiatan tersebut dilaksanakan pada suatu lokasi yang sama yaitu di daerah Pangandaran. Dan pada tahun 1996 dan 1997 atas permintaan kantor Diknas

Mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab dan Mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab dan   para ulama

Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan komposisi media tumbuh serbuk gergaji kayu

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, karunia, dan bimbingan-Nya dalam penyusunan buku panduan penggunaan Aplikasi Pengelola

wilayahnya masing-masing sedangkan tugas administrator adalah memasukkan data indikator pemantauan, memasukkan data target cakupan tiap indikator per tahun yang telah