1.1. Latar Belakang
Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya memiliki dua kegiatan utama, yaitu menghimpun dana dari masyarakat atau pihak yang memiliki dana dan menyalurkannya kepada masyarakat atau pihak yang membutuhkan dana. Dengan kata lain, bank memiliki fungsi intermediasi dari masyarakat atau pihak yang memiliki dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:
”Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa bank adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, dan aktivitasnya pasti berhubungan dengan masalah keuangan.
masyarakat dan kredit meningkat tajam. Namun, ekspansi kredit yang berlebihan menyebabkan kewajiban perbankan atas valuta asing meningkat tajam. Hal ini terutama terjadi pada bank umum swasta nasional devisa sampai pada tahun 1997 terjadi krisis perbankan yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah yang disebabkan oleh krisis nilai tukar yang terjadi di Thailand. Krisis nilai tukar di Thailand telah menyebabkan penurunan kepercayaan investor asing terhadap perekonomian nasional. Para investor asing menarik dananya secara tiba-tiba, sehingga timbul kepanikan di pasar valuta asing dan terjadi penarikan devisa dalam jumlah besar yang menyebabkan nilai rupiah merosot tajam dalam waktu singkat. Hal ini merupakan awal dari krisis ekonomi tahun 1997. Pada saat itu pemerintah menutup sejumlah bank sehingga terjadi krisis kepercayaan terhadap bank dan rupiah yang menyebabkan terjadinya bank run.
bank dalam rupiah, kredit bermasalah karena pertumbuhan melambat, dan meningkatkan kerentanan di Perbankan.
Puspopranoto (2004), menyebutkan bahwa setelah beberapa tahun dilanda krisis ekonomi semenjak tahun 1997, kondisi perbankan di Indonesia secara umum belum bisa melakukan fungsi intermediasi keuangan secara optimal. Angka
Loan to Deposit (LDR) dari perbankan pada akhir 2001 hanya sebesar 33 persen dan pada Juni 2002 mengalami sedikit peningkatan menjadi 34,4 persen. Selama tahun 2002, ada 55 bank yang memiliki Non Performing Loan (NPL) diatas 5 persen. Kredit bermasalah ini yang selalu memberatkan perbankan. Perbankan nasional setelah mengalami dampak krisis masih sangat bergantung pada pendapatan bunga, khususnya bunga obligasi sebesar 86,58 persen. Pendapatan dari nonkredit hanya sekitar 10,54 persen dan pendapatan dari kegiatan non operasional sebesar 1,18 persen. Struktur pendapatan seperti ini rawan terhadap fluktuasi nilai tukar dan suku bunga. Dari 300 bank besar di kawasan Asia, hanya 8 bank di Indonesia yang mampu masuk ke jajaran bank tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbankan Indonesia merupakan pemain kecil di dalam kawasan perbankan di seluruh Asia.
bank. Berkaitan dengan itu, terjadi konsolidasi atau kontraksi dalam jumlah bank. Jumlah bank menurun dari 237 bank menjadi 151 bank pada periode 1997-2000 dan menurun lagi menjadi 138 bank yang aktif beroperasi per akhir Mei 2003.
Berbagai kebijakan untuk menyelamatkan perbankan nasional dari dampak krisis telah dilakukan, namun lima tahun pertama semenjak adanya program penyehatan perbankan, peran intermediasi perbankan sedikit terganggu tetapi sejak program penyehatan selesai pada tahun 2005 kegiatan intermediasi sudah mulai digerakkan perbankan dan hingga saat ini perbankan nasional sudah menunjukan perubahan ke arah perbaikan. Kondisi perbankan yang baik dan kondusif akan berdampak baik pada perekonomian nasional mengingat peranannya dalam sistem keuangan. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka keberadaan bank yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan sebagai suatu sistem, merupakan prasyarat bagi suatu perekonomian yang sehat.
pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana dengan kata lain fungsi utama perbankan adalah fungsi intermediasi.
Sebagai media intermediasi, perbankan harus menciptakan kepercayaan masyarakat terlebih dahulu agar kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana dapat berjalan dengan lancar. Untuk menciptakan kepercayaan masyarakat, perbankan harus menunjukan kinerja yang optimal. Melalui publikasi Bank Indonesia seluruh masyarakat dapat menilai seberapa baik kinerja perbankan nasional. Oleh karena itu, dengan kinerja yang baik ditambah kepercayaan masyarakat akan mempengaruhi keberlanjutan perbankan sebagai lembaga keuangan utama di Indonesia.
Penilaian atas kinerja dan pertumbuhan suatu bank dapat menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio keuangan tersebut adalah rasio efesiensi operasional, rasio kualitas portofolio, dan rasio kemampuan berkelanjutan. Rasio kemampuan berkelanjutan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kemampuan operasional berkelanjutan atau operating sustainability dan kemampuan keuangan berkelanjutan atau financial sustainability.
Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi sustainabilitas keuangan pada perbankan di Indonesia dari segi makroekonomi dan mikroekonomi. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, tampak bahwa rasio-rasio keuangan bank dan kondisi makroekonomi mempengaruhi sustainabilitas keuangan perbankan. Oleh karena itu, dari segi mikroekonomi penelitian ini akan meneliti pengaruh rasio-rasio keuangan bank terhadap sustainabilitas keuangan bank, sedangkan dari sisi makroekonomi penelitian ini akan meneliti pengaruh perubahan kondisi makroekonomi Indonesia, terhadap sustainabilitas keuangan perbankan di Indonesia.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh kinerja mikroekonomi perbankan terhadap sustainabilitas keuangan bank umum di Indonesia pada periode 2004-2011? 2. Bagaimanakah pengaruh perkembangan makroekonomi Indonesia terhadap
sustainabilitas keuangan bank umum di Indonesia pada periode 2004-2011? 3. Apakah yang diperlukan untuk mempertahankan sustainabilitas keuangan
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh kinerja mikroekonomi perbankan terhadap sustainabilitas keuangan bank umum di Indonesia pada periode 2004-2011. 2. Menganalisis pengaruh perkembangan makroekonomi Indonesia terhadap
sustainabilitas keuangan bank umum di Indonesia pada periode 2004-2011. 3. Merumuskan hal-hal yang diperlukan untuk mempertahankan sustainabilitas
keuangan bank umum di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan mempunyai manfaat dan kegunaan sebagai berikut, yaitu:
1. Memberikan dukungan, masukan, dan melengkapi penelitian terdahulu. 2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam melakukan
penelitian yang berkaitan dengan kondisi mikroekonomi perbankan dan kondisi makroekonomi terhadap sustainabilitas keuangan pada perusahaan perbankan atau keuangan.
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Bank
Pengertian bank menurut Bank Indonesia dan menurut Undang-undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pengertian di atas memiliki kandungan filosofis yang tinggi. Pengertian
yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990.
Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi
Keuangan (1999: 31.1) adalah:
“Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara
keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak
yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar
lalu lintas pembayaran. “
Sedangkan berdasarkan SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun
di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada
masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.
2.1.2. Jenis-Jenis Bank
Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis
perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Jika kita melihat
jenis perbankan sebelum keluar Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun
1998 dengan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967,
maka terdapat beberapa perbedaan. Namun, kegiatan utama bank adalah
sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan dana kepada pihak yang membutuhkan dana tersebut.
Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi, serta
kepemilikan bank. Dari segi fungsi perbedaanya terletak pada luasnya
kegiatan usaha, jumlah produk yang ditawarkan maupun jangkauan wilayah
operaasinya. Sedangkan dari sisi kepemilikan, dilihat dari segi pemilikan
saham yang ada serta akte pendiriannya.
1. Dilihat dari Segi Fungsinya
Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan
ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI. Nomor 10 Tahun
1998 maka jenis perbankan terdiri dari:
a. Bank Umum
2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya
Maksud dari tinjauan kepemilikan adalah siapa saja yang memiliki bank
tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan
saham yang dimiliki bank tersebut.
Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bank milik pemerintah
b. Bank milik swasta nasional
c. Bank milik koperasi
d. Bank milik asing
e. Bank milik campuran
3. Dilihat dari segi status
Kedudukan atau status disini menunjukan ukuran kemampuan bank
dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal, maupun
kualitas pelayanan. Dilihat dari segi status, bank dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu:
a. Bank devisa
4. Dilihat dari segi cara menentukan harga
Dilihat dari cara menentukan harga, bank terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu:
a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional
b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah
2.1.3. Financial Sustainability
Menurut Luciana, dkk (2009), Financial Sustainability adalah kemampuan
suatu organisasi untuk membandingkan semua biaya (biaya keuangan,
misalnya beban bunga atas pinjaman, dan biaya operasi, misalnya gaji
pegawai, perlengkapan, persediaan) dengan uang atau pendapatan yang
diterima dari kegiatan yang dilakukan (misalnya pendapatan bunga dan
pendapatan dari deposito bank).
Financial Sustainability Ratio (FSR) adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur keberlanjutan suatu bank dari segi kinerja keuangan bank. Rasio ini
dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan peningkatan tingkat pengembaliannya guna mencapai dan
memelihara keberadaan jangka panjangnya. Financial Sustainability Ratio
(FSR) merupakan alat ukur untuk menilai efisiensi suatu lembaga (Soeksmono,
1995). Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tiap
periodenya sehingga dapat diketahui kinerja dari keuangan bank tersebut untuk
melaksanakan operasinya atau tidak. Dengan kata lain, Financial Sustainability
bank di masa depan. Financial sustainability ratio (FSR) juga dapat digunakan
untuk memprediksi secara dini kebangkrutan suatu bank, apabila suatu bank
memiliki kondisi persentase kredit macet tinggi dan tidak dapat mengelola
dananya untuk kredit, maka bank tersebut memiliki financial sustainability
ratio rendah, selain itu profitabilitas yang dimiliki juga rendah sehingga dapat
berdampak buruk pada kinerja keuangan suatu bank.
Financial sustainability ratio (FSR) terdiri dari dua komponen, yaitu
beban dan pendapatan. Financial sustainability dikatakan baik jika nilainya
lebih besar dari 100 persen, artinya bahwa total pendapatan harus lebih besar
dari total biaya yang dikeluarkan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1 % ...(2.1)
2.1.4. Analisis Kinerja Bank
Analisis kinerja bank dapat dilihat dari beberapa rasio keuangan bank,
yaitu:
1. Analisis Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang memperlihatkan kemampuan bank
dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban
yang sudah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering
dipergunakan dalam menilai kinerja bank antara lain sebagai berikut:
a. Cash Ratio, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
dengan menggunakan alat likuid yang dimilikinya. Semakin tinggi
rasio ini semakin tinggi pula likuiditas bank yang bersangkutan.
Cash ratio dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 % ...(2.2)
b. Reserve Requirement, yaitu suatu simpanan minimum yang wajib
dipelihara dalam bentuk giro di Bank Indonesia bagi semua bank.
Untuk mengetahui besarnya reserve requirement dapat
menggunakan perhitungan sebagai berikut,
1 %...(2.3)
Pengertian alat likuid dalam rasio di atas terdiri atas dua hal, yaitu
kas dan giro pada Bank Indonesia. Sedangkan komponen dana pihak
ketiga terdiri dari giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
dan kewajiban jangka pendek lainnya.
c. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio yang menyatakan seberapa
jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana
yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini memberikan
indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.4)
d. Loan to Asset Ratio (LAR), yaitu rasio yang menunjukan
menggunakan seluruh aset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio
ini, tingkat likuiditasnya semakin kecil karena jumlah aset yang
diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi semakin besar. Rasio
a t dirumuskan sebagai berik
ini d pa ut,
1 %...(2.5)
e. Rasio Kewajiban Bersih Call Money, yaitu rasio yang menunjukan
besarnya kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar atau
aktiva yang paling likuid dari bank. Jika rasio ini semakin kecil
nilainya, maka likuiditas bank dinyatakan cukup baik karena bank
dapat segera menutup kewajiban dalam kegiatan pasar uang
antarbank dengan alat likuid yang dimilikinya. Rasio ini dapat
dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.6)
2. Analisis Rasio Rentabilitas
Rasio rentabilitas adalah alat untuk mengukur tingkat efisiensi usaha
dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Analisis
rasio rentabilitas suatu bank antara lain sebagai berikut:
a. Return on Asset (ROA), yaitu rasio untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan.
Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat
dalam segi penggunaan aset. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut,
1 %...(2.7)
b. Return on Equity (ROE), yaitu rasio yang mengukur kemampuan
bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan
pembayaran dividen. Kenaikan rasio ini berarti kenaikan laba bersih
dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan
menyebabkan kenaikan harga saham bank, oleh karena itu rasio ini
banyak diamati oleh para pemegang saham bank. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.8)
c. Rasio Biaya Operasional (BOPO), yaitu rasio yang digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan
kegiatan operasinya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.9)
d. Net Profit Margin (NPM), yaitu rasio yang menggambarkan tingkat
keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan
yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio ini dapat
dirumuskan sebagai berikut,
3. Analisis Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas adalah rasio-rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka
panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
jika terjadi likuidasi bank. Rasio-rasio yang termasuk ke dalam rasio
solvabilitas antara lain sebagai berikut:
a. Capital Adequacy Ratio (CAR), yaitu rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut
dibiayai dari dana modal sendiri bank, di samping dana-dana dari
sumber-sumber di luar bank. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
u berik t,
1 %...(2.11)
b. Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh
utang-utangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek dengan
menggunakan dana yang berasal dari modal bank sendiri. Rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.12)
c. Long term Debt to Assets Ratio, yaitu rasio yang digunakan untuk
seberapa jauh nilai seluruh aktiva bank dibiayai atau dananya
diperoleh dari sumber-sumber utang jangka panjang. Rasio ini dapat
1 %...(2.13)
4. Rasio Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah
satu indikator penilaian kinerja bank. Salah satu fungsi bank adalah
sebagai lembaga penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana
dengan pihak yang membutuhkan dana.
Pendapatan terbesar bank berasal dari pendapatan bunga atas kredit
yang diberikan kemasyarakat dan sumber dana terbesar suatu bank juga
berasal dari masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK), sehingga aktivitas
penghimpunan dana masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan
penyaluran dana kembali kemasyarakat dalam bentuk kredit merupakan
aktivitas atau fungsi utama suatu bank.
Kredit yang diberikan kemasyarakat bukannya tidak berisiko gagal
atau macet. Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI)
menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%.
u perhitungan NPL adalah sebagai berikut: Rum s
K K ,D M
T K 1 %....(2.14)
2.1.5. Kurs (Nilai Tukar)
Nilai tukar Rupiah merupakan harga Rupiah terhadap mata uang negara
ke dalam mata uang negara lain. Nilai tukar inilah sebagai salah satu indikator
yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena
investor cenderung berhati-hati untuk melakukan investasi. Pada penelitian ini
nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar Rupiah terhadap terhadap Dolar
AS. Menurut Sitinjak dan Kurniasari (2003) menurunnya nilai tukar Rupiah
terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif
terhadap ekonomi dan pasar modal.
2.1.6. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu
periode. Umumnya inflasi diukur dengan perubahan harga sekelompok barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat, seperti yang
tercermin pada perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang
terlalu panas, artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang
melebihi kapasitas penawaran produk tersebut. Kondisi seperti ini juga disebut
sebagai kondisi ekonomi over heated. Kondisi seperti ini akan menurunkan
daya beli uang (purchasing power of money) dan mengurangi tingkat
pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya (Tandelilin, 2001)
2.1.7. Suku Bunga
Suku bunga merupakan nilai balas jasa yang diberikan oleh bank yang
produknya. Dalam kegiatan perbankan sehari-hari dikenal dua macam bunga,
yaitu bunga simpanan yang diberikan sebagai balas jasa bagi nasabah yang
menyimpan uangnya di bank, dan bunga pinjaman sebagai harga yang harus
dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank (Kasmir, 2008).
Dalam dunia perbankan, kedua macam bunga ini merupakan komponen
utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Baik bunga pinjaman maupun
bunga simpanan saling mempengaruhi satu sama lain.
2.1.8. Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar (money supply) diukur atas tiga pendekatan. Uang
dalam arti sempit (narrow money,M1) terdiri atas uang kartal (uang kertas dan
uang logam) yang beredar dimasyarakat (di luar Bank Umum dan Kas Negara)
dan uang giral (demand deposits) milik penduduk pada bank umum. Definisi
uang dalam arti luas (broad money,M2) meliputi uang dalam arti sempit (M1)
ditambah dengan uang kuasi, yaitu deposito berjangka milik penduduk dalam
rupiah maupun valuta asing pada Bank Umum. Sedangkan uang dalam arti
paling luas (M3) merupaka penjumlahan dari M2 dengan semua simpanan
2.2. Penelitian Sebelumnya
2.2.1. Permasalahan
Dengan latar belakang yang relatif sama yaitu pentingnya lembaga
keuangan bank maupun non bank sebagai media perantara keuangan,
peneliti – peneliti terdahulu seperti Ramadhani (2008), Fadhila (2011),
Harjanti (2011), Widiharto (2008), Asmoro (2010), dan Almilia,
Shonhadji, dan Angraini (2009) menganalisis pengaruh rasio-rasio
keuangan bank terhadap kondisi keuangan bank tersebut. Namun, Fadhila
(2011) dan Almilia, Shonhadji, dan Angraini (2009) juga menganalisis
pengaruh sensitifitas perbankan terhadap kondisi makroekonomi terhadap
kondisi keuangan perbankan.
2.2.2. Metode Analisis
Untuk menganalisis permasalahan yang ada Ramadhani (2008),
Fadhila (2011), dan Almilia, Shonhadji, dan Angraini (2009)
menggunakan metode analisis regresi linear berganda, sedangkan Harjanti
(2011), Widiharto (2008), Asmoro (2010) menggunakan metode analisis
2.2.3. Jenis Data
Pada penelitian sebelumnya, seluruhnya menggunakan data sekunder
yang berupa data time series yang sebagian besar data diperoleh dari
publikasi Bank Indonesia dan Laporan Pengawasan Perbankan (LPP).
2.2.4. Hasil penelitian
Secara garis besar, pada penelitian terdahulu menunjukan bahwa pada
periode tertentu ada beberapa rasio-rasio keuangan yang dimiliki lembaga
keuangan atau perusahaan mempengaruhi kinerja keuangan lembaga
keuangan atau perusahaan seperti penelitian yang dilakukan oleh
Ramadhani (2008) yang menunjukan bahwa Return on Asset (ROA)
berpengaruh positif terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR). Fadhila
(2011) dan Almilia, Shonhadji, Angraini (2009) menunjukkan bahwa
pertumbuhan rasio-rasio keuangan bank dan sensitifitas perbankan
terhadap kondisi makroekonomi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap Financial Sustainability Ratio (FSR) pada bank. Harjanti (2011),
Asmoro (2010), dan Widiharto (2008) menunjukkan bahwa rasio-rasio
keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan bank. Secara
Tabel 2.1.
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Judul dan peneliti Latar Belakang Metode
Analisis Perbankan di BEI Tahun 2003-2007)”
variabel ROA dan kepemilikan institusi Adapun variabel yang
tidak berpengaruh
pada Bank Umum Swasta Nasional tumbuh bukan untuk
kepentingan sesaat Bank (Studi pada
Bank Umum Swasta Devisa yang terdaftar di
Bank Indonesia tahun 2004–2008)”
oleh Reny Sri Harjanti (2011)
bank yang di likuidasi atau pengehentian kegiatan usaha dan
banyak juga bank yang dimerger dengan bank yang
lain Rakyat di Wilayah
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi)” oleh Roberto Christian Widiharto (2008)
Antisipasi dan pemulihan krisis yang terjadi pada industri perbankan
regresi logistik
Rasio aktiva produktif bermasalah, Rasio Profit Margin, dan Rasio keuangan Return On Asset sebelumnya memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
prediksi kondisi bermasalah pada BPR
untuk satu tahun ke depan dan juga untuk
dua tahun kedepan. Sedangkan Capital Adequacy Ratio, Rasio keuangan Loan to Deposit Ratio tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada BPR
baik itu untuk satu tahun ke depan atau dua tahun ke depan. Analisis Pengaruh
Rasio Keuangan terhadap Prediksi
Kondisi Bermasalah pada Bank (Studi Kasus pada Bank Persero dan Bank Umum
sektor perbankan mempunyai peranan yang cukup dominan
dalam menggerakkan
sektor riil. Adanya kontradiksi
(researh gap) dari
regresi logistik
variabel CAR dan ROA berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kondisi bermasalah. Sedangkan variabel
Swasta Nasional periode 2004-2007)” oleh Argo
Asmoro (2010)
penelitian sebelumnya
positif tetapi tidak signifikan terhadap
pada Bank Umum Swast Nasional
Non Devisa Periode 1995-2005” oleh Luciana
Spica Almilia, Nanang Shonhadji,
Angraini (2009)
Financial Sustainability merupakan hal yang
penting untuk mengetahui kemungkinan going
concern bank di masa depan termasuk bank
umum swasta nasional non devisa
yang merupakan jenis bank paling banyak di Indonesia.
Financial terdiri dari rasio-rasio keuangan bank (CAR,
NPL, ROA, BOPO, LDR) dan sensitifitas
bank terhadap
di Indonesia pada Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa selama periode
1995-2005.
2.3.Kerangka Pikir Konseptual
Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur efektifitas
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva
yang dimilikinya, sehingga ROA dapat menunjukkan bagaimana kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dari waktu ke waktu. Laba itu sendiri
merupakan hal utama yang menjadi tujuan kegiatan ekonomi yang dilakukan
setiap perusahaan, termasuk perusahaan perbankan, karena berkaitan dengan
bank. Laba akan diperoleh bank jika pemasukan yang diterima lebih besar
dari pada pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan bank.
Peningkatan Return on Asset (ROA) suatu bank menunjukkan bahwa
semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut maka semakin
baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset, antara saat ini
dengan tahun sebelumnya.
Capital Adequancy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan
bank dalam mempertahankan kecukupan modal dan kemampuan manajemen
bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang
timbul yang dapat mempengaruhi besarnya modal bank.
Rasio biaya operasional pendapatan operasional (BOPO) digunakan
untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan
kegiatan operasinya antara saat ini dengan tahun sebelumnya. Peningkatan
BOPO antara tahun ini dengan tahun sebelumnya menunjukkan penurunan
tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya,
hal ini menunjukan kemungkinan suatu bank mengalami kondisi bermasalah.
Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk mengukur kemampuan
likuiditas bank. Peningkatan rasio ini mengindikasikan peningkatan
kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan
deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya. Menurut Bank Indonesia, penilaian aspek likuiditas
memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk
memenuhi kebutuhan yang lain.
Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah
satu indikator penilaian kinerja bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai
lembaga penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan
pihak yang membutuhkan dana. Sehingga, rasio Non Performing Loan
(NPL) digunakan untuk mengukur jumlah kredit bermasalah bank dari waktu
ke waktu. Semakin tinggi risiko NPL, maka semakin berdampak buruk bagi
keberlanjutan bank.
Suku bunga merupakan nilai balas jasa yang diberikan oleh bank yang
menggunakan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli dan
menjual produknya. Dalam dunia perbankan, bunga merupakan komponen
utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Baik bunga pinjaman maupun
bunga simpanan saling mempengaruhi satu sama lain. Suku bunga dapat
mempengaruhi laba perusahaan yang akhirnya dapat mempengaruhi
keberlanjutan kinerja keuangan perusahaan.
Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang
terlalu panas, artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk
yang melebihi kapasitas penawaran produk tersebut. Kondisi seperti ini akan
menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan meningkatkan
jumlah kredit konsumsi perbankan.
Pertumbuhan jumlah uang beredar mencerminkan perkembangan
uang beredar pun meningkat. Hal tersebut berdampak baik bagi keberlanjutan
bank. Hal ini mengindikasikan semakin sensitif suatu bank terhadap jumlah
uang beredar maka keberlanjutan bank tersebut juga semakin baik.
Nilai tukar Rupiah merupakan harga Rupiah terhadap mata uang negara
lain. Fluktuasi nilai tukar mempengaruhi kehidupan perbankan,
meningkatnya kurs Rupiah terhadap US$ mengakibatkan masyarakat
cenderung untuk memiliki US$ dibandingkan Rupiah (menarik dana dan
mengkonversikannya dalam US$). Hal itu dapat mengakibatkan menurunnya
dana Rupiah perbankan, sehingga mempengaruhi kegiatan bank dalam
menyalurkan kreditnya, yang pada akhinya dapat menurunkan kemampuan
bank dalam melanjutkan kinerja keuangannya.
Meninjau uraian-uraian di atas dan hasil-hasil penelitian terdahulu,
sehingga yang menjadi variabel-variabel di dalam penelitian ini adalah
variabel ROA, CAR, BOPO, LDR, NPL, suku bunga, inflasi, jumlah uang
beredar, dan kurs sebagai variabel independen dan FSR sebagai variabel
dependen. Sehingga kerangka pemikiran teoritis dapat digambarkan sebagai
Sustainabilitas Keuangan Bank
Kerangka Pemikiran Teoritis
2.4. Hipotesis
Berdasarkan studi pustaka dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang dapat
dibuat dalam penelitian ini adalah:
1. Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap sustainabilitas
keuangan pada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
2. Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap sustainabilitas
keuanganpada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
3. Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) berpengaruh
negatif terhadap sustainabilitas keuangan pada perbankan Indonesia pada
periode 2004-2011.
4. Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh negatif terhadap sustainabilitas
5. Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap sustainabilitas
keuanganpada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
6. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap sustainabilitas keuangan pada
perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
7. Inflasi berpengaruh positif terhadap sustainabilitas keuangan pada perbankan
Indonesia pada periode 2004-2011.
8. Jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap sustainabilitas keuangan
pada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
9. Kurs berpengaruh negatif terhadap sustainabilitas keuangan pada perbankan
3.1. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data panel dan
merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh
Bank Indonesia pada Statistik Perbankan Indonesia dan Stabilitas Ekonomi
Keuangan Indonesia. Data panel yang digunakan pada penelitian ini adalah
data bulanan laporan kinerja bank-bank umum di Indonesia yang meliputi
total biaya financial, total pendapatan financial, rasio Return on Asset (ROA),
Capital Adequacy Ratio (CAR), rasio biaya operasional pendapatan
operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan
(NPL), serta data bulanan laporan kondisi makroekonomi Indonesia yang
meliputi suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar, dan nilai tukar Rupiah
terhadap US$.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif.
Data time series yang diperoleh dari publikasi Bank Indonesia merupakan
data bulanan laporan kinerja bank-bank umum di Indonesia serta data bulanan
laporan kondisi makroekonomi Indonesia dari periode bulan Januari 2004
sampai bulan Desember 2011. Data cross section yang digunakan adalah data
populasi yang meliputi enam kategori bank yang termasuk bank umum di
Umum Swasta Nasional non Devisa, Bank Pemerintah Derah, Bank
Campuran, dan Bank asing.
3.2.Metode Analisis
Analisis data adalah suatu proses yang mencakup upaya penelusuran dan
pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data, dan
penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, yang
apada akhirnya mengarah kepada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran
(Juanda, 2009).
Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif dan metode analisis kuantitatif.
3.2.1. Metode Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah cara menganalisis data dengan
mentransformasi data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami atau
diinterpretasikan. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis
data secara deskriptif, yaitu menampilkan data dalam bentuk grafik, diagram,
atau dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif yang bersifat eksploratif berupaya
menelusuri dan mengungkap struktur dan pola data tanpa mengaitkan secara
kaku dengan asumsi-asumsi tertentu.
3.2.2. Metode Analisis Kuantitatif
Metode analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data panel. Penelitian ini menggunakan model panel dengan
estimasi yang lebih baik (efisien) dengan meningkatnya jumlah observasi
yang berimplikasi pada meningkatnya derajat kebebasan.
Penggunaaan data panel akan memberikan manfaat dan kelebihan baik
secara statistik maupun dalam penafsiran teori ekonomi.manfaat dan
kelebihan menggunakan data panel diantaranya sebagai berikut :
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu
2. Memberikan lebih banyak informasi, lebih bervariasi, mengurangi
kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan, dan
lebih efisien.
3. Lebih baik untuk study of dynamic adjustment (panel dinamik)
4. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih
kompleks.
5. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek sederhana yang tidak
diperoleh dari data cross section murni maupun time series murni.
Model panel yang digunakan dalam analisis ini digunakan untuk
menganalisis pengaruh pertumbuhan rasio-rasio keuangan bank dan pengaruh
kondisi makroekonomi terhadap keberlanjutan finansial bank itu sendiri. Oleh
karena itu penelitian ini menggunakan model sebagai berikut:
FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit +
α6INFit + α7lnM1it + α8lnKURSit + α9Rit + εit...(3.1)
Dimana,
FSR = Financial Sustainability Ratio
CAR = Capital Adequacy Ratio
LDR = Loan to Deposit Ratio
NPL = Non Performing Loan
ROA = Return on Asset
KURS = Nilai tukar Rupiah terhadap US$
INF = Inflasi
R = Suku bunga
M1 = Jumlah uang beredar
eit = error
Pada model analisis data panel terdapat tiga macam pendekatan, yaitu
pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap
(fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Selain itu, di dalam
melakukan pengolahan data panel terdapat juga kriteria pembobotan yang
berbeda-beda, yaitu no weight (semua observasi diberi bobot yang sama),
cross section weight (GLS dengan menggunakan estimasi varian residual
cross section, digunakan apabila ada asumsi terdapat cross section
heteroskedasticiy), dan SUR (GLS dengan menggunakan covariance matrix
cross section). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun
3.3. Pengujian model
Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah
melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebut
serta pengujian terkait model mana yang terbaik, yang akan dipilih diantara
pooled, fixed, dan random. Pengujian tersebut berupa pengujian ekonometrik
dan statistik. Pengujian ekonometrik dimaksudkan untuk mengestimasi
parameter regresi dengan menggunakan OLS panel. sedangkan pengujian
statistik yaitu meliputi uji R2, uji F, uji t, dam evaluasi model terbaik serta uji
deteksi gangguan heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.
3.3.1. Uji Koefisien Determinasi
Uji ini digunakan untuk mengukur sejauh mana keragaman dapat
diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Jika R2
bernilai 1, berarti model memiliki kecocokan yang sempurna, sedangkan jika
bernilai nol, berarti tidak ada hubungan antara variabel dependen dan variabel
independen yang menjelaskannya.
3.3.2. Uji-F
Uji-F digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara keseluruhan. Hipotesis yang diuji dari
pendugaan persamaan di atas adalah variabel independen tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel dependen. Hipotesis ini disebut hipotesis nol.
Mekanisme yang digunakan untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan
secara serentak (Uji-F statistik):
H1: minimal ada satu parameter dugaan αi yang tidak sama dengan nol
(minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap
variabel dependen)
Pengujian ini dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statistiknya. Dengan
melihat nilai probabilitas F-statistik akan diketahui apakah suatu persamaan
akan lulus uji F atau tidak. Jika P-value menunjukan besaran yang kurang
dari taraf nyata, dapat disimpulkan tolak H0, yang artinya minimal ada satu
parameter dugaan yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
3.3.3. Uji-t
Uji ini digunakan untuk menguji secara statistik koefisien regresi dari
masing-masing variabel independen yang dipakai dalam menjelaskan perilaku
variabel dependen. Hasil yang dicapai adalah untuk mengetahui apakah
koefisien variabel tersebut signifikan dan berpengaruh nyata atau tidak dalam
menjelaskan variabel dependennya.
Hipotesis H0: bj=0
H1:bj≠0 ; j=1,2,3,...,k
Pengujian parsial ini dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistiknya.
Dimana, jika probabilitas t-statistiknya menunjukan nilai yang kurang dari
selang kepercayaan (α), maka dapat dikatakan tolak H0 yang berarti variabel
independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dalam model.
Begitu juga sebaliknya jika H0 diterima maka variabel independen tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen pada tingkat signifikansi
3.4.Evaluasi Model
3.4.1. Heteroskedastisitas
Adanya masalah heteroskedastisitas dalam model menyebabkan model
menjadi tidak bias dan konsisten. Untuk mendeteksi adanya pelanggaran
asumsi heteroskedastisitas digunakan uji white heteroskedasticity yang
diperoleh dari E-Views.
Data panel dalam E-Views6 yang menggunakan General Least Square
(cross section weight) dapat mendeteksi adanya heteroskedastisitas, caranya
adalah dengan membandingkan Sum Square Residual pada Weighted
Statistics dengan Sum Square Residual pada Unweighted Statistics. Jika Sum
Square Residual Weighted Statistics nilainya kurang dari nilai Sum Square
Residual Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk
mengatasinya, estimasi bisa menggunakan GLS dengan White
Heteroskedasticity
3.4.2. Multikolinearitas
Dalam model regresi linear yang terdiri dari banyak variabel independen
terkadang muncul masalah multikolinearitas. Multikolinearitas adalah
hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel independen dalam
persamaan regresi berganda. Jika nilai R2 yang diperoleh tinggi tetapi tidak
terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang nyata pada taraf uji tertentu
dan tanda koefisien regresi dugaan tidak sesuai teori, maka model yang
dengan memberi perlakuan cross section weight sehingga parameter dugaan
pada taraf uji tertentu menjadi signifikan.
3.4.3. Autokorelasi
Ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat dilihat melalui nilai uji
Durbin-Watson (DW statistik) dan membandingkannya pada selang nilai
statistik Durbin-Watson sehingga dapat diambil kesimpulan mengenai ada
atau tidak adanya autokorelasi pada model.
Tabel 3.1.
Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya
Nilai Durbin-Watson Kesimpulan
4-dL < DW < 4 Tolak H0; ada autokorelasi negatif
4-dU < DW < 4-dL Tidak tentu, coba uji yang lain
dU < DW < 4-dU Terima H0; tidak ada autokorelasi
dL < DW < dU Tidak tentu, coba uji yang lain
DW > dL Tolak H0; ada autokorelasi positif
Sumber: Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan, Bambang Juanda, 2004
3.5. Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Adapun variabel terikat atau variabel dependen dalam penelitian
ini adalah Financial Sustainability Ratio (FSR). Rasio ini digunakan untuk
mengukur keberlanjutan suatu bank dari segi kinerja keuangan bank.
Financial sustainability ratio (FSR) terdiri dari dua komponen, yaitu beban
nilainya lebih besar dari 100 persen, artinya bahwa total pendapatan harus
lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Rasio ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1 %
3.5.2. Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang dapat mempengaruhi
variabel dependen. Adapun yang merupakan variabel independen dari model
adalah rasio-rasio keuangan seperti BOPO, CAR, LDR, NPL, ROA, dan
kondisi makroekonomi seperti kurs, inflasi, suku bunga, dan jumlah uang
beredar.
• Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yaitu
rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan
bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio ini dapat dirumuskan
sebagai berikut,
...(3.2)
1 %...(3.3)
• Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai
dari dana modal sendiri bank, di samping dana-dana dari sumber-sumber
di luar bank. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
• Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu rasio yang menyatakan seberapa jauh
kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini memberikan indikasi
semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(3.5)
• Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah
satu indikator penilaian kinerja bank. Rumus perhitungan NPL adalah
sebagai berikut:
K K ,D M
T K 1 %....(3.6)
• Return on Asset (ROA) yaitu rasio untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan.
Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat
keuntungan bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut
dalam segi penggunaan aset. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(3.7)
• Kurs atau Nilai tukar Rupiah merupakan harga Rupiah terhadap mata
uang negara lain. Jadi nilai tuk
yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Kurs yang ar Rupiah dinilai dari satu mata Rupiah
ahan harga
nk yang
oney supply) diukur atas tiga pendekatan. Uang
• Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa dalam
suatu periode. Umumnya inflasi diukur dengan perub
sekelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh sebagian besar
masyarakat, seperti yang tercermin pada perubahan Indeks Harga
Konsumen (IHK).
• Suku bunga merupakan nilai balas jasa yang diberikan oleh ba
menggunakan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli dan
menjual produknya. Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini
adalah suku bunga SBI.
• Jumlah uang beredar (m
dalam arti sempit (narrow money,M1), dalam arti luas (broad
money,M2), dan dalam arti paling luas (M3). Jumlah uang beredar yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah uang beredar dalam arti
sempit yang terdiri atas uang kartal (uang kertas dan uang logam) yang
beredar dimasyarakat (di luar Bank Umum dan Kas Negara) dan uang
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Gambaran Umum Perbankan Indonesia
Dilihat dari segi kepemilikannya, Bank di Indonesia dibedakan menjadi enam
kategori bank, diantaranya adalah Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional
Devisa, Bank Umum Swasta Nasional non Devisa, Bank Pembangunan Daerah,
Bank Campuran, dan Bank Asing. Data-data mengenai laporan keuangan setiap
kelompok bank serta data-data lainnya yang mencakup informasi mengenai
perbankan secara lengkap disediakan oleh Bank Indonesia melalui publikasi
Statistik Perbankan Indonesia.
Selama periode penelitian, jumlah bank di Indonesia mengalami penurunan
jumlah secara bertahap. Pada tahun 2004 jumlah bank di Indonesia sebanyak 133
bank dan pada tahun 2011 sebanyak 120 bank. Perkembangan jumlah bank untuk
setiap kelompok bank dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Perkembangan Jumlah Bank
Kelompok Bank 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Bank Persero 5 5 5 5 5 4 4 4
BUSN Devisa 34 34 34 34 32 34 36 36
BUSN Non Devisa 38 37 37 37 37 31 31 30
BPD 26 26 26 26 26 26 26 26
Bank Campuran 19 18 17 17 15 16 15 14
Bank Asing 11 11 11 11 10 10 10 10
Total 133 131 130 130 124 121 122 120
Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional non Devisa, Bank Campuran,
dan Bank Asing selama periode yang diamati mengalami penurunan jumlah,
sedangkan Bank Umum Swasta Nasional Devisa selama periode yang diamati,
mengalami peningkatan. Sementara intu, Bank Pembangunan Daerah tetap
konstan.
4.1.2. Data Deskriptif
Data deskriptif digunakan untuk menunjukkan jumlah data yang digunakan
dalam penelitian ini, serta dapat menunjukkan nilai rata-rata (mean), dan nilai
standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian yang meliputi variabel
Financial Sustainability Ratio (FSR), rasio Biaya Operasional Pendapatan
Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio
(LDR), Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), suku bunga, inflasi,
jumlah uang beredar, dan nilai tukar. Hasil olah data deskriptif mengenai kinerja
bank dapat dilihat pada tabel 4.2.
Selama periode penelitian, nilai rata-rata FSR tertinggi dimiliki oleh Bank
Campuran dengan nilai 127,67 persen dengan standar deviasi 9,11. Nilai ini
menunjukan bahwa data FSR pada Bank Campuran mempunyai sebaran yang
kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding rata-rata nilai
FSR Bank Campuran. Nilai rata-rata FSR terendah dimiliki oleh BUSN Devisa
dengan nilai 115,76 persen dengan standar deviasi 3,88. Nilai ini menunjukan
memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding rata-rata nilai FSR BUSN
Devisa.
Tabel 4.2.
Hasil Olah Data Deskriptif Kinerja Bank
Kelompok Bank FSR BOPO CAR LDR NPL ROA BUSN non Devisa
- Mean(%) Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, beberapa edisi, diolah.
Nilai rata-rata BOPO tertinggi dimiliki oleh Bank Persero dengan nilai 96,92
persen dengan standar deviasi 14,70. Nilai ini menunjukan bahwa data BOPO
pada Bank Persero mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar
deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata BOPO terendah
dimiliki oleh Bank Pembangunan Derah dengan nilai 74,29 persen dengan standar
deviasi 3,79. Nilai ini menunjukan bahwa data BOPO pada Bank Pembangunan
daerah mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang
Nilai rata-rata CAR tertinggi dimiliki oleh Bank Campuran dengan nilai
28,07 persen dengan standar deviasi 4. Nilai ini menunjukan bahwa data CAR
pada Bank Campuran mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai
standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata CAR
terendah dimiliki oleh Bank Pembangunan Derah dan BUSN Devisa dengan nilai
18,70 persen dengan standar deviasi 2,72. Nilai ini menunjukan bahwa data CAR
pada Bank Pembangunan daerah dan BUSN Devisa mempunyai sebaran yang
kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya.
Nilai rata-rata LDR tertinggi dimiliki oleh Bank Campuran dengan nilai
92,74 persen dengan standar deviasi 15,30. Nilai ini menunjukan bahwa data LDR
pada Bank Campuran mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai
standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata LDR
terendah dimiliki oleh BUSN Devisa dengan nilai 61,12 persen dengan standar
deviasi 13,33. Nilai ini menunjukan bahwa data LDR pada BUSN Devisa
mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil
dibanding nilai rata-ratanya.
Nilai rata-rata NPL tertinggi dimiliki oleh Bank Persero dengan nilai 7,48
persen dengan standar deviasi 4,22. Nilai ini menunjukan bahwa data NPL pada
Bank Persero mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi
yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata NPL terendah dimiliki oleh
Bank Pembangunan Derah dengan nilai 2,05 persen dengan standar deviasi 0,24.
mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil
dibanding nilai rata-ratanya.
Nilai rata-rata ROA tertinggi dimiliki oleh Bank Asing dengan nilai 3,97
persen dengan standar deviasi 0,83. Nilai ini menunjukan bahwa data ROA pada
Bank Asing mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi
yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata ROA terendah dimiliki oleh
BUSN Devisa dengan nilai 2,14 persen dengan standar deviasi 0,76. Nilai ini
menunjukan bahwa data ROA pada BUSN Devisa mempunyai sebaran yang kecil
karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya.
Hasil olah data deskriptif mengenai kondisi makroekonomi Indonesia selama
periode penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3. sebagai berikut :
Tabel 4.3.
Hasil Olah Data Deskriptif Kondisi Makroekonomi
Indikator Makroekonomi Minimal Maksimal Rata-rata St.Deviasi
Inflasi (%) -0,32 17,17 3,61 3,60
Suku bunga (%) 6,20 12,75 8,30 1,96
M1(Miliar) 12,25 13,49 12,86 0,34
Kurs (Rp/US$) 8.447 12.151 9.384 704
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, beberapa edisi, diolah
Inflasi memiliki nilai terendah -0,32 persen yaitu pada bulan Maret 2011 dan
nilai tertinggi sebesar 17,17 persen yaitu pada bulan November 2005, dengan
standar deviasi 3,60 dan nilai rata-rata 3,61. Hal ini menunjukan bahwa tingkat
inflasi selama periode penelitian relatif menyebar, karena nilai standar deviasi
pada bulan April 2010 dan nilai tertinggi sebesar 12,75 persen yaitu pada bulan
Desember 2005 hingga April 2006, dengan nilai rata-rata 8,30 persen dan standar
deviasi 1,96. Hal ini menunjukan bahwa selama periode penelitian, suku bunga
mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil
dibanding nilai rata-ratanya.
Jumlah uang beredar memiliki nilai terendah 12,25 miliar yaitu pada bulan
Februari 2004 dan nilai tertinggi sebesar 13,49 miliar yaitu pada bulan Desember
2011, dengan nilai rata-rata 12,86 miliar dan standar deviasi 0,34. Hal ini
menunjukan bahwa selama periode penelitian, jumlah uang beredar mempunyai
sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding
nilai rata-ratanya. Kurs memiliki nilai terendah Rp8.447, yaitu pada bulan
Februari 2004 dan nilai tertinggi sebesar Rp12.151, yaitu pada bulan November
2008, dengan nilai rata-rata 9.384 rupiah dan standar deviasi 704. Hal ini
menunjukan bahwa selama periode penelitian, suku bunga mempunyai sebaran
yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai
rata-ratanya.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Uji Chow
...(4.1)
= , ,
F tabel = Fα(N-1, NT-N-K)
F0,01(5,554) = 3,02; F0,05(5,554) = 2,21; F0,10(5,554) = 1,87
Dari hasil perhitungan di atas terbukti bahwa F hitung memiliki nilai yang
lebih besar dari F tabel. Hal ini berarti tolak H0 atau model yang terbaik adalah
model Fixed. Pada penelitian ini tidak digunakan uji Hausman karena data yang
digunakan merupakan data populasi.
4.2.2. Pemilihan Struktur Model
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi sustainabilitas keuangan pada perbankan di Indonesia baik dari
sisi mikroekonomi maupun dari sisi makroekonomi. Model dasar dari penelitian
ini adalah FSR=f(mikroekonomi, makroekonomi), dimana faktor mikroekonomi
yang digunakan merupakan rasio-rasio keuangan bank dan faktor makroekonomi
yang digunakan merupakan kondisi-kondisi makroekonomi seperti nilai tukar,
inflasi, suku bunga, jumlah uang beredar, maka dibangun model FSR berdasarkan
variabel-variabel yang ada. Dalam penelitian ini terdapat 4 model FSR dengan
spesifikasi sebagai berikut:
1. FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit +
α6INFit + α7lnM1it + α8lnKURSit + α9Rit + εit...(4.2)
2. FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit +
α6INFit + α7lnM1it + α8lnKURSit + α9Rit + α10DUMMYit + εit...(4.3)
3. FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit +
4. FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit +
α6INFit + α7lnM1it + α8lnKURSit + α9Rit + α10FSR(t-1)it + α11DUMMYit +
εit...(4.5)
Keempat model tersebut diolah secara berurutan dengan bantuan perangkat lunak
E-Views sehingga diperoleh hasil sebagaimana pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4.
Hasil Estimasi dari Beberapa Model FSR
Model FSR FSR1 FSR2 FSR3 FSR4
BOPO: - koefisien - t stat CAR: - koefisien
- t stat
LDR: - koefisien - t stat NPL: - koefisien
- t stat ROA: - koefisien
- t stat INFLASI: - koefisien
- t stat lnM1: - koefisien
- t stat lnKURS: - koefisien
- t stat DUMMY: - koefisien
- t stat
F-stat 364,0708 338,4886 489,0522 457,9531
DW 0,872554 0,876420 1,901603 1,902865
Autokorelasi Ada Ada Tidak ada Tidak ada
Heteroskedastisitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Multikolinearitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Model 1 merupakan model FSR dengan menggunakan variabel-variabel
independen berupa rasio-rasio keuangan bank, yang terdiri dari BOPO, CAR,
LDR, NPL, ROA, dan kondisi-kondisi makroekonomi seperti nilai tukar, inflasi,
suku bunga, jumlah uang beredar. Dalam model 1 ditemukan adanya masalah
autokorelasi, hal ini teridentifikasi dari nilai statistik uji Durbin Watson yang
kecil, mendekati nol (0,87). Kemudian untuk mengatasi masalah autokorelasi
tersebut, dilakukan penambahan variabel independen berupa variabel DUMMY
yang membedakan periode estimasi sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang
terjadi pada September 2008 sehingga didapat model 2. Pada model 2 ini masih
terdapat masalah autokorelasi, namun terjadi penambahan nilai R2. Selanjutnya
untuk mengatasi masalah autokorelasi, pada model 3 ditambahkan variabel lag 1
dari variabel dependen sebagai variabel independen sehingga masalah
autokorelasi menjadi teratasi, dengan nilai statistik uji Durbin Watson yang
mendekati 2 (1,90).
Pada model 4, selain ditambahkan variabel lag 1 dari variabel dependen
sebagai variabel independen, juga ditambahkan variabel dummy sebagai variabel
independen namun variabel dummy tersebut tidak berpengaruh signifikan secara
parsial. Sehingga model 3 dipilih sebagai model yang terbaik diantara ketiga
model lainnya dengan nilai R2 yang tinggi (0,93). Model 3 sudah memenuhi
4.2.3. Goodness of Fit, Uji t, Uji F
Hasil estimasi koefisien regresi dari model 3 yang dilakukan dengan
metode Fixed Effect Model dapat dilihat pada Tabel 4.5. di bawah ini.
Tabel 4.5.
Hasil Estimasi Data Panel Fixed Effect Model pada Model FSR 3
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
BOPO -0.120752 0.026027 -4.639499 0.0000
CAR 0.047894 0.038588 1.241169 0.2151
LDR 0.060528 0.018671 3.241839 0.0013
NPL -0.016717 0.082269 -0.203205 0.8390
ROA 2.358950 0.357973 6.589740 0.0000
INF 0.055958 0.027310 2.049012 0.0409
LNM1 -4.919410 0.765064 -6.430066 0.0000
LNKURS 1.074265 1.279574 0.839549 0.4015
R -0.494554 0.087574 -5.647269 0.0000
FSR_1 0.493251 0.049819 9.900922 0.0000
C 136.5762 18.15796 7.521561 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.929783 Mean dependent var 150.5509
Adjusted R-squared 0.927881 S.D. dependent var 52.16908 S.E. of regression 3.222094 Sum squared resid 5751.568
F-statistic 489.0522 Durbin-Watson stat 1.901603
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.873452 Mean dependent var 121.8763
Sum squared resid 6128.529 Durbin-Watson stat 1.915140
Dari hasil estimasi didapat nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,98
sebesar 92,98 persen atau dengan kata lain variasi dalam FSR dapat
dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model ini sebesar 92,98
persen, sedangkan sisanya sebesar 7,02 persen dijelaskan atau dipengaruhi
oleh faktor lain di luar model.
Uji t merupakan pengujian untuk masing-masing koefisien regresi
secara parsial. Dengan tingkat signifikansi (α) 1 persen, 5 persen, dan 10 persen maka nilai uji t untuk masing-masing variabel independen dapat
dilihat pada Tabel 4.6. berikut ini.
Tabel 4.6.
Signifikansi (Uji t) Variabel Independen pada Model FSR 3 Variabel
independen
Koefisien t-stat t-tabel Signifikansi
BOPO -0,120752 -4,639,499
CAR 0,047894 1,241,169 Tidak signifikan
LDR 0,060528 3,241,839 Signifikan*
NPL -0,016717 -0,203205 Tidak signifikan
ROA 2,358950 6,589,740 Signifikan*
INFLASI 0,055958 2,049,012 Signifikan**
LnM1 -4,919410 -6,430,066 Signifikan*
LnKURS 1,074265 0,839549 Tidak signifikan
R -0,494554 -5,647,269 Signifikan*
FSRt-1 0,493251 9,900,922 Signifikan*
Keterangan: Signifikan*= Signifikan pada taraf nyata 1persen; Signifikan**= Signifikan pada taraf nyata 5persen; Signifikan***= Signifikan pada taraf nyata 10persen.
Uji model FEM secara keseluruhan valid dalam taraf signifikan 5
persen yang ditunjukan dengan nilai statistik uji F (489,05) dan p-value
sebesar 0,0000. Artinya model dalam persamaan tersebut dapat digunakan
bersama-sama variabel independen dalam model mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
4.2.4. Uji Asumsi Klasik
a) Uji Multikolinearitas
Karena antar variabel independen biasanya ada korelasi,
multikolinearitas merupakan masalah tingginya korelasi antar variabel
independen. Sejumlah prosedur digunakan untuk mengidentifikasi
masalah tingginya korelasi antar variabel independen.
1) Indikasi R2, F statistik, dan t statistik
Dari hasil output tampak bahwa nilai R2 cukup tinggi, yaitu
0,929783 dan nilai F statistik juga signifikan (terlihat dari
probabilitas F statistik 0,0000 yang lebih kecil dari taraf nyata
(1persen, 5persen, 10persen). Sedangkan t statistik untuk sebagian
besar variabel independen signifikan (baik pada taraf nyata
1persen, 5persen, maupun 10persen). Jadi dengan prosedur ini
tampak bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas.
2) Metode Correlation Matrix
Dilihat dari koefisien korelasi antar variabel independen
tersebut tidak terdapat korelasi antar variabel independen yang
bernilai lebih dari 0,9 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
Tabel 4.7.
Matriks Koefisien Korelasi Model FSR 3
FSRt-1 BOPO CAR LDR NPL ROA LNKURS INF SBI LNJUB
FSRt-1 1.0000 -0.5032 0.2057 -0.1428 -0.0669 0.6254 0.0681 0.0294 -0.0804 -0.2482
BOPO -0.5032 1.0000 -0.0752 0.1010 0.4728 -0.5590 -0.0447 -0.0830 0.0636 0.0693
CAR 0.2057 -0.0752 1.0000 0.3986 0.1440 0.1639 0.0128 -0.0764 0.0911 -0.1330
LDR -0.1428 0.1010 0.3986 1.0000 -0.2674 -0.1647 -0.0092 -0.0782 -0.1234 0.5503
NPL -0.0669 0.4728 0.1440 -0.2674 1.0000 -0.1823 0.0286 0.0566 0.2214 -0.3957
ROA 0.6254 -0.5590 0.1639 -0.1647 -0.1823 1.0000 0.0887 -0.0979 -0.0557 -0.0668 LNKURS 0.0681 -0.0447 0.0128 -0.0092 0.0286 0.0887 1.0000 -0.2812 -0.2750 0.0393
INF 0.0294 -0.0830 -0.0764 -0.0782 0.0566 -0.0979 -0.2812 1.0000 0.4599 -0.2050
SBI -0.0804 0.0636 0.0911 -0.1234 0.2214 -0.0557 -0.2750 0.4599 1.0000 -0.4586
LNJUB -0.2482 0.0693 -0.1330 0.5503 -0.3957 -0.0668 0.0393 -0.2050 -0.4586 1.0000
b) Uji Heteroskedastisitas
-6 -4 -2 0 2 4 6
100 200 300 400 500
Standardized Residuals
Gambar 4.1.
Standardized Residual untuk Melihat Homoskedastisitas pada Model FSR 3
Pada Gambar 4.1. plot residual tidak menggambarkan
terbentuknya suatu pola. Hal ini berarti bahwa tidak terjadi
c) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi menggunakan Uji Durbin Watson
menghasilkan nilai DW statistik sebesar 1,904558. Identifikasi nilai
dari dL dan dU berdasarkan tabel dengan n=570, k=10, dan taraf
signifikansi 5 persen didapatkan nilai dL=1,571 dan dU=1,779. Jika
dilihat dari tabel Selang Nilai Statistik Durbin Watson, maka
disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada model FSR 3
karena nilai DW berada pada daerah dU < DW < 4-dU, yaitu 1,779 <
1,904 < 2,221.
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1. Model Terpilih
Dari persamaan yang digunakan untuk mengestimasi variabel-variabel yang
mempengaruhi sustainabilitas keuangan di Indonesia (model FSR 3) didapat
persamaan estimasi sebagai berikut:
FSR = (136,5762 + αi) – 0,1208BOPO + 0,0479CAR + 0,0605LDR – 0,0167NPL
+ 2,3590ROA + 0,0560INF – 4,9194LNJUB + 1,0743LNKURS –
0,4946SBI + 0,4933FSRt-1
4.3.2. Efek Individu
Model FEM dapat menjelaskan perbedaan karakteristik setiap individu
(kelompok bank) dimana nilai dari karakteristik tersebut menjadi bagian dari
FSR dari setiap kelompok bank dan dimasukkan sebagai bagian dari intersep
dalam menginterpretasikan model untuk setiap kelompok bank. Fixed Effect dari
setiap kelompok bank untuk hasil estimasi pada model FSR 3 dapat dilihat dari
Tabel 4.8.
Tabel 4.8.
Fixed Effect setiap Individu pada Model FSR 3
No. Individu Effect
1 Bank Persero 139.7185
2 BPD 138.6376
3 Bank Campuran 137.769
4 BUSN Devisa 135.3084
5 Bank Asing 134.3066
6 BUSN non Devisa 133.717
Berdasarkan efek tetap setia kelompok bank dari hasil estimasi pada model
FSR 3, menunjukan bahwa setiap bank pada periode pengamatan menghasilkan
nilai FSR yang lebih dari 100 persen. Hal ini menjelaskan jika setiap variabel
independen pada model berperilaku konstan atau tetap, maka FSR perbankan
bernilai lebih dari 100 persen. Rasio keberlanjutan keuangan perbankan yang
bernilai lebih dari 100 persen ini berarti bahwa perbankan mampu bertahan secara
keuangan di masa yang akan datang karena menghasilkan pendapatan yang lebih
besar dari pengeluarannya.
Hasil estimasi tersebut juga menunjukan bahwa peringkat kelompok bank
mulai dari efek tetap yang terbesar adalah Bank Persero, Bank Pembangunan
Daerah, Bank Campuran, Bank Umum Swasta Nasional Devisa, Bank Asing, dan
merupakan bank milik negara yang modalnya dimiliki oleh negara. Kekayaan
yang dihasilkan negara sebagian juga disimpan pada Bank Peresero. Selain itu
porsi total aset Bank Persero terhadap total bank sangat besar mengingat jumlah
Bank Persero yang sedikit dibandingkan jumlah bank lainnya.
Tabel 4.9.
Porsi Total Aset Perbankan di Indonesia (Persen)
KELOMPOK BANK 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
BANK PERSERO 44,30 37,33 36,14 35,67 36,52 37,24 36,62
BANK PEMBANGUNAN DAERAH 7,30 8,75 9,33 8,61 8,63 8,79 9,01 BUSN DEVISA 30,98 38,78 39,00 39,21 37,86 38,42 39,13
BUSN NON DEVISA 1,58 1,66 1,85 1,91 1,98 2,11 2,34 BANK CAMPURAN 4,76 3,81 4,38 4,90 5,61 5,12 5,03
BANK ASING 11,08 9,66 9,29 9,69 9,39 8,33 7,88
TOTAL 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, beberapa edisi, diolah.
Selanjutnya Bank Pembangunan Daerah merupakan bank yang memiliki
sustainabilitas keuangan yang baik kedua setelah Bank Persero. Hal ini karena
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1962 tentang
ketentuan-ketentuan pokok Bank Pembangunan Daerah tujuan awal didirikannya
Bank Pembangunan daerah adalah untuk sarana pengerahan modal dan potensi di
daerah-daerah untuk pembiayaan pembangunan daerah. Selain itu Bank
Pembangunan Daerah juga diperkenankan untuk menerima investasi dari pihak
asing. Namun Bank Pembangunan Daerah tidak diperkenankan untuk
menjalankan usaha-usaha bank umum pada umumnya seperti menerima simpanan
dalam bentuk giro. Oleh karena itu sebagian besar dana pihak ketiga yang masuk