• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

NOVA FEBRINA. Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina. Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan VETNIZAH JUNIANTITO. Jintan hitam (Nigella sativa) secara tradisional digunakan sebagai obat herbal yang sedang popular. Tujuan penelitian kali ini adalah untuk mengetahui efek jintan hitam terhadap histopatologi organ reproduksi betina mencit. Mencit betina umur empat minggu sebanyak 36 ekor dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok I diberikan aquades 0,1 ml, kelompok II diberikan 0,1 ml ekstrak minyak jintan hitam, kelompok III diberikan 0,2 ml ekstrak minyak jintan hitam, dan kelompok IV diberikan kombinasi ekstrak minyak jintan hitam dengan madu sebanyak 0,3 ml. Mencit diberikan perlakuan satu kali sehari selama dua bulan. Setelah dua bulan perlakuan, dilakukan nekropsi untuk mendapatkan ovarium dan uterus. Selanjutnya organ diproses untuk histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan Periodic Acid Schiff. Paramater yang diamati terdiri dari luas ovarium dan folikel tersier; jumlah folikel ovarium, kelenjar uterus, dan sel Goblet; dan regenerasi epitel permukaan uterus. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa jintan hitam meningkatkan kinerja ovarium dan perbaikan homeostasis uterus. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu jintan hitam memberikan efek terhadap sistem reproduksi betina mencit.

(2)

NOVA FEBRINA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

(4)

JUNIANTITO.

Black seed (Nigella sativa) has been traditionally used as healing herbs worldwide. The aim of this study was to investigate the histopathological changes of female reproductive organs mice after treated by N. sativa oil extract. Thirty six adult female mice average four weeks age were divided into four groups, namely: Group I, per-orally (p.o) treated daily with 0.1 ml of aquadest; Group II, p.o treated daily with 0.1 ml of N. sativa extract; Group III, p.o treated daily with 0.2 ml of N. sativa extract; Group IV, p.o treated daily with combination of N. sativa extract and honey. After two months of treatment, necropsy was performed to collect ovaries and uterus of mice. Samples were routinely processed for histopathology, and stained with Hematoxylin-Eosin and Periodic-Acid Schiff. The histopathological parameters observed in this study were the size of ovary and its tertiary follicles, the number of developing follicles in ovary, the number of glands and goblet cells in uterus, and percentage of uterine re-epithelialization. As compared with the negative controls, N. sativa treatment increased the number of secondary follicles in ovary, initiated re-epithelialization in uterus. It is, therefore, considered that N. sativa may improve ovary performance and uterus homeostatic repair. This result would provide a baseline data for N. sativa effect in female reproduction system of mice.

(5)

ABSTRAK

NOVA FEBRINA. Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina. Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan VETNIZAH JUNIANTITO. Jintan hitam (Nigella sativa) secara tradisional digunakan sebagai obat herbal yang sedang popular. Tujuan penelitian kali ini adalah untuk mengetahui efek jintan hitam terhadap histopatologi organ reproduksi betina mencit. Mencit betina umur empat minggu sebanyak 36 ekor dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok I diberikan aquades 0,1 ml, kelompok II diberikan 0,1 ml ekstrak minyak jintan hitam, kelompok III diberikan 0,2 ml ekstrak minyak jintan hitam, dan kelompok IV diberikan kombinasi ekstrak minyak jintan hitam dengan madu sebanyak 0,3 ml. Mencit diberikan perlakuan satu kali sehari selama dua bulan. Setelah dua bulan perlakuan, dilakukan nekropsi untuk mendapatkan ovarium dan uterus. Selanjutnya organ diproses untuk histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan Periodic Acid Schiff. Paramater yang diamati terdiri dari luas ovarium dan folikel tersier; jumlah folikel ovarium, kelenjar uterus, dan sel Goblet; dan regenerasi epitel permukaan uterus. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa jintan hitam meningkatkan kinerja ovarium dan perbaikan homeostasis uterus. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu jintan hitam memberikan efek terhadap sistem reproduksi betina mencit.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK MINYAK

JINTAN HITAM (

Nigella sativa

) SEDIAAN KOMERSIAL

TERHADAP ORGAN REPRODUKSI

MENCIT (

Mus musculus

) BETINA

NOVA FEBRINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama Mahasiswa : Nova Febrina

NRP : B 04070049

Program Studi : Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Mengetahui, Komisi Pembimbing

Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si, APVet. drh. Vetnizah Juniantito, Ph.D. Pembimbing I Pembimbing II

Menyetujui,

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APvet. Wakil Dekan

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina” telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada:

1. Keluarga tercinta, Mama, Papa, Abang, Elda atas kasih sayang, segala dukungan baik moril maupun materil, kesabaran, dan doanya kepada penulis.

2. Keluarga besar, Omah-omah, Opah-opah, om, tante, sepupu-sepupu atas segalan dukungan dan doanya kepada penulis.

3. Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si, APVet dan drh. Vetnizah Juniantito, Ph.D selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan ilmu, waktu, dan selalu bersabar dalam membimbing penulis.

4. drh. Supratikno, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang selama 4 tahun selalu memberikan nasihat selama penulis mengenyam pendidikan. 5. Dr. drh. Wiwin Winarsih, M.Si, APVet dan Bayu Febram Prasetyo, S.Si,

Apt, M.Si atas segala masukan dalam seminar hasil penelitian.

6. Dr. drh. H. Idwan Sudirman dan drh. Mokh. Fahrudin, Ph.D atas segala masukan serta nasihat dalam ujian akhir sarjana.

7. Dosen-dosen dan Staf Laboratorium Patologi (Mba Kiki, Pak Kasnadi, Pak Sholeh, dan Pak Endang) yang selalu bersedia membantu penulis. 8. Muhammad Ridwan yang selalu memberikan senyum serta semangat

kepada penulis.

9. Teman-teman tim Habbatussauda: Niken, Inez, Dian, Dara, Nisa, Agung dan teman-teman seperjuangan di Laboratorium Patologi: Kenyo, Endah, Gita, Astri, ka Ayas, Abas, dan bang Arie yang selalu memberikan semangat dan sama-sama berjuang dalam menempuh tugas akhir ini. 10. Teman-teman Pondok Aisyah: Windy, Stefany, Dita, Siska, Ira, Risna,

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2012

(10)

kanak di TK Nuri Cikarang, lalu melanjutkan di SDN Karang Baru 02 Cikarang Utara. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Cikarang utara dan lulus pada tahun 2004. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Cikarang Utara dan pernah menjadi juara 3 Olimpiade Kimia se-kabupaten Bekasi pada tahun 2006. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun 2007 dan memilih program studi Kedokteran Hewan.

(11)

DAFTAR ISI

(12)

4.4 Jumlah Sel Goblet ... 39

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN... 42

5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Komposisi biji jintan hitam ... 9

Tabel 2 Kandungan logam dalam biji jintan hitam ... 9

Tabel 3 Komposisi asam lemak pada biji jintan hitam ... 9

Tabel 4 Komposisi sterol pada biji jintan hitam ... 10

Tabel 5 Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam... 10

Tabel 6 Komposisi vitamin dari biji jintan hitam ... 11

Tabel 7 Komposisi asam amino biji jintan hitam ... 11

Tabel 8 Rata-rata luas ovarium dan folikel tersier... 30

Tabel 9 Rata-rata jumlah dan jenis folikel ovari dan korpus luteum ... 32

Tabel 10 Persentase rata-rata epitel permukaan uterus yang mengalami re-epitelisasi... 36

Tabel 11 Rata-rata jumlah kelenjar uterus ... 38

(14)

Gambar 2 Bunga jintan hitam... 5

Gambar 3 Biji jintan hitam ... 5

Gambar 4 Mencit sebagai hewan model ... 13

Gambar 5 Skema berbagai tahap perkembangan folikel ovarium mamalia ... 17

Gambar 6 Skema folikel de Graaf ... 18

Gambar 7 Gambaran histologis ovarium mamalia ... 20

Gambar 8 Gambaran histologis uterus mamalia... 22

Gambar 9 Kandang mencit untuk pemeliharaan ... 24

Gambar 10 Cara mencekok mencit dengan menggunakan sonde lambung. ... 26

Gambar 11 Permukaan ovarium dengan pewarnaan HE ... 31

Gambar 12 Folikel-folikel ovarium dengan pewarnaan HE ... 33

Gambar 13 Gambaran epitel permukaan uterus dengan pewarnaan HE ... 36

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan merupakan tempat yang paling banyak mengandung agen penyebab penyakit, seperti virus, bakteri, kapang, khamir, protozoa, dan cacing. Selain itu, zat kimia dari dalam polusi seperti polusi udara (asap kendaraan bermotor dan limbah pabrik), polusi air (limbah industri dan limbah rumah tangga), dan polusi tanah (limbah industri dan pertanian) menyebabkan berbagai macam penyakit degeneratif. Selain itu agen-agen penyebab penyakit, perubahan cuaca juga merupakan faktor predisposisi penyakit pada hewan dan manusia karena menyebabkan penurunan fungsi tubuh. Oleh karena itu diperlukan daya tahan tubuh yang baik agar tidak mudah terserang penyakit.

Penyakit dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi hewan dan manusia. Hubungan antara kehidupan hewan dan manusia yaitu melalui rantai makanan dan hubungan sosial untuk mencapai kesejahteraan. Adanya kedekatan antara penyakit dengan inangnya baik hewan maupun manusia, maka diperlukan daya tahan tubuh yang baik agar tidak mudah terserang penyakit.

Salah satu organ tubuh yang mudah terserang penyakit adalah organ reproduksi. Penyakit yang menyerang organ reproduksi dapat berasal dari kelainan kongenital, genetik, maupun dapatan (dari lingkungan). Kelainan salah satu komponen pada organ reproduksi mampu menyebabkan aktifitas reproduksi terganggu dan kelangsungan generasi terganggu. Pada manusia, memelihara kesehatan organ reproduksi sangatlah penting karena akan meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Banyak cara yang dapat dilakukan manusia agar tubuh tidak mudah terserang penyakit, mulai dari berolahraga, mengkonsumsi makanan yang sehat, sampai mengkonsumsi suplemen yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh baik lokal maupun sistemik.

(16)

menggunakan berbagai jenis tanaman yang diyakini mempunyai khasiat obat. Karena itu, ramuan ini juga disebut dengan “ramuan tradisional” atau “obat tradisional”. Beberapa contoh obat-obatan tradisional yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh diantaranya buah merah, kunyit, temulawak, serta jintan hitam (Nigella sativa) yang di pasaran dikenal dengan nama habbatussauda. Habbatussauda telah lama digunakan oleh masyarakat sebagai ramuan tradisional yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis khasiat pemberian jintan hitam (Nigella sativa) terhadap organ reproduksi betina melalui analisis jaringan (histopatologi).

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) dan jintan hitam kombinasi madu sediaan komersial terhadap organ reproduksi mencit betina yang diamati secara histopatologi.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pembuktian ilmiah pengaruh jintan hitam pada organ reproduksi betina. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan jintan hitam sebagai obat herbal yang terstandar.

1.4 Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan gambaran histopatologis pada organ reproduksi

mencit betina kontrol (tidak diberi ekstrak minyak jintan hitam) dengan mencit yang diberi perlakuan (diberi ekstrak minyak jintan hitam).

H1 : Terdapat perbedaan gambaran histopatologis pada organ reproduksi mencit

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jintan Hitam

2.1.1 Deskipsi Jintan Hitam

Jintan hitam merupakan tanaman herbal berbunga tahunan (Achyad dan Rasyidah 2000). Tanaman jintan hitam merupakan tanaman semak dengan ketinggian lebih kurang 30 cm. Ekologi dan penyebaran tanaman ini tumbuh mulai dari daerah Levant, kawasan Mediterania timur sampai ke arah timur Samudera Indonesia, dan dikenal sebagai gulma semusim dengan keanekaragaman yang kecil. Budidaya perbanyakan tanaman dilakukan dengan biji (Hutapea 1994).

Klasifikasi jintan hitam menurut Hutapea (1994) adalah: Divisi : Spermatophyta

Deskripsi tanaman jintan hitam menurut Hutapea (1994) adalah sebagai berikut :

Batang : Warna batang hijau kemerahan, tegak, lunak, beralur, berusuk dan berbulu kasar, rapat atau jarang dan disertai dengan adanya bulu-bulu yang berkelenjar.

(18)

Gambar 1 Daun jintan hitam (Sumber: Muharam 2010).

(19)

Gambar 2 Bunga jintan hitam (Sumber: Fatoni 2011). Akar : Tunggang, cokelat

Buah : Polong, bulat panjang, dan cokelat kehitaman.

Biji : Kecil, bulat, hitam, berkeriput tidak beraturan dan sedikit berbentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar (Gambar 3).

(20)

dua rupa, yaitu jintan putih dan jintan hitam. Jintan putih lebih sering digunakan sebagai bumbu masak dibanding jintan hitam. Khusus jintan hitam ternyata banyak mengandung khasiat untuk mengatasi berbagai penyakit. Di beberapa daerah, biji yang juga disebut jintan hitam pahit di Malaysia ini juga digunakan sebagai peluruh keringat, peluruh kentut, obat perangsang, peluruh haid, serta memperlancar air susu ibu (Anonim 2009).

Jintan hitam memiliki banyak kegunaan berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan. Beberapa kegunaan jintan hitam adalah sebagai berikut : a. Memperkuat sistem kekebalan tubuh

Jintan hitam meningkatkan rasio antara sel-T helper dengan sel-T penekan (supressor) sebesar 55-72%, yang mengindikasikan peningkatan aktivitas fungsional sel pembunuh alami dan efek jintan hitam sebagai imunomodulator (El-Kadi et al. 1989; Haq et al. 1999). Kandungan timokuinon pada jintan hitam menstimulasi sumsum tulang dan sel imun, produksi interferon, melindungi kerusakan sel oleh infeksi virus, menghancurkan sel tumor dan meningkatkan jumlah antibodi yang diproduksi sel-B (Gali-Muhtasib et al. 2007).

b. Memiliki aktivitas anti-histamin

(21)

c. Aktivitas anti-tumor

Salomi et al. (1992) mengemukakan bahwa asam lemak berantai panjang yang berasal dari jintan hitam dapat mencegah pembentukan Ehrlich Ascites Carcinoma (EAC) dan sel Dalton’s Lymphoma Ascites (DLA) yang merupakan jenis sel kanker yang umum ditemukan pada manusia. Kandungan timokuinon pada jintan hitam dapat menyebabkan apoptosis pada sel kanker osteosarkoma dengan mempengaruhi aktivitas gen p53 (Roepke et al. 2007). Pada kanker esophagus, kandungan timokuinon juga menginduksi terjadinya apoptosis pada sel kanker (Hoque et al. 2005). Kemampuan aktivitas anti kanker pada jintan hitam juga didukung oleh efek sitotoksisitas secara in vivo dan in vitro ekstrak biji jintan hitam (Salomi et al. 1992).

d. Anti Mikrobial

Ekstrak air jintan hitam memiliki aktivitas anti jamur pada pengujian in vivo (Khan et al. 2003). Selain itu, zat aktif pada minyak atsiri jintan hitam efektif melawan bakteri seperti Staphylococcus aureus (Hannan et al. 2008).

e. Anti peradangan

Kandungan timokuinon dan nigellone dalam minyak jintan hitam berguna untuk mengurangi reaksi radang melalui aktivitas antioksidan (El Dakhakhny et al. 2000; El Dakhakhny et al. 2002). Mekanisme anti radang lainnya dari timokuinon adalah dengan menghambat pembentukan mediator peradangan seperti leukotriene pada leukosit (Mansour and Tornhamre 2004; Hoque et al. 2005).

f. Meningkatkan laktasi

Penggunaan minyak jintan hitam dapat meningkatkan pengeluaran susu ibu (Agrawala et al. 1971). Kombinasi dari bagian lipid dan struktur hormon dalam jintan hitam berperan meningkatkan aliran susu (Gerritsma 1989).

(22)

iritasi kulit (El-Tahir dan Ashour 1993).

Jintan hitam juga baik dikonsumsi oleh orang yang sehat karena jintan hitam mengikat radikal bebas dan menghilangkannya. Selain itu, jintan hitam mengandung beta karoten yang dikenal dapat menghancurkan sel karsinogenik. Biji jintan hitam kaya akan sterol khususnya beta sterol yang dikenal mempunyai aktivitas antikarsinogenik.

g. Memiliki aktivitas estrogenik

Parhizkar et al. (2011) menyatakan bahwa pemberian jintan hitam memiliki aktivitas estrogenik yang mampu membantu menanggulangi tanda-tanda menopause sehingga mampu digunakan sebagai terapi alternatif pengganti hormon.

2.1.3 Kandungan Kimia Jintan Hitam

(23)

Tabel 1 Komposisi biji jintan hitam

Biji jintan hitam juga mengandung senyawa logam jumlahnya 1510,8 mg per 100 gr biji. Kandungan logam biji jintan hitam tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan logam dalam biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (mg/100 gr biji jintan hitam) Kalsium cukup berarti. Secara lengkap komposisi asam lemak dan sterol yang terkandung pada biji jintan hitam tersaji pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Komposisi asam lemak pada biji jintan hitam

(24)

-sitosterol 69,4 ± 2,78 Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Kandungan tokoferol dan polifenol dalam biji jintan hitam menunjukkan adanya senyawa fenolik yang merupakan faktor utama yang berkhasiat sebagai obat dan zat pembentuk rasa. Selain itu, tokoferol juga merupakan senyawa yang berperan sebagai antioksidan dan mampu menangkal radikal bebas. Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam tersaji pada tabel 5.

Tabel 5 Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (µg/gr)

Total tokoferol α-tokoferol

-tokoferol -tokoferol Total polifenol

340 ± 8,66 40 ± 10,00 50 ± 15,00 250 ± 13,00 1744 ± 10,60 Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

(25)

Tabel 6 Komposisi vitamin dari biji jintan hitam

Selain menerangkan jumlah vitamin yang terkandung dalam 100 gram biji jintan hitam, tabel di atas juga menerangkan tentang Recommended Daily Allowance (RDA) yaitu asupan vitamin yang disarankan setiap harinya.

Jintan hitam juga mengandung 8 jenis dari 10 asam amino essensial dan 7 jenis dari 10 asam amino non-essensial. Komposisi asam amino biji jintan hitam tersaji pada tabel 7.

Tabel 7 Komposisi asam amino biji jintan hitam

Asam amino Persentase Asam amino Persentase

Alanin

(26)

Secara umum madu berkhasiat untuk menghasilkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, dan meningkatkan stamina. Selain itu, dalam madu terdapat zat asetil kolin yang dapat melancarkan metabolisme seperti memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan darah. Madu mengandung zat antibakteri sehingga baik untuk mengobati luka bakar dan infeksi. Salah satu sifat madu adalah preservatif atau bersifat mengawetkan. Madu murni mempunyai sifat osmolalitas yang tinggi sehingga bakteri sulit untuk hidup, sehingga madu sering dipakai sebagai bahan pengawet dan dapat disimpan baik selama ratusan tahun (Suranto 2004).

Komposisi kimia dari lebah madu tergantung pada aktivitas biologi tanaman yang dikumpulkan dan kondisi iklim makro dan mikro. Banyak senyawa dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan. Salah satunya adalah asam L-askorbat. Asam L-askorbat adalah antioksidan fase cair yang paling efektif dalam plasma darah manusia yang berfungsi sebagai antioksidan fisiologis penting untuk perlindungan terhadap penyakit dan proses degeneratif yang disebabkan oleh stres oksidatif (Kesic et al. 2009).

(27)

adalah enzim diastase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. (Suranto 2004). Madu biasanya juga dikonsumsi dengan cara dicampur dengan ekstrak jintan hitam dan minyak zaitun. Dalam sediaan komersial juga banyak dijumpai campuran madu dan jinten hitam atau madu, jintan hitam, dan minyak zaitun.

2.3 Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak dan mudah dipelihara dalam jumlah banyak. Pemeliharaannya ekonomis dan efisien dalam hal tempat dan biaya. Variasi genetiknya cukup besar dan memiliki karakteristik yang baik. Hewan ini paling kecil diantara jenisnya dan memiliki galur mencit yang berwarna putih. Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya mulai dari iklim dingin, sedang, maupun panas dan dapat terus-menerus di dalam kandang atau secara bebas sebagai hewan liar (Malole dan Pramono 1989).

Menurut Hafez (2000), mencit merupakan salah satu hewan pengerat yang biasanya digunakan sebagai hewan laboratorium. Hewan laboratorium ini sering digunakan untuk penelitian dasar pada obat, toksikologi, medikasi, kultur jaringan dan organ, mikologi, uji sensitifitas kulit, immunologi, opthalmologi, onkologi, dan biologi reproduksi pada makhluk hidup.

(28)

Kelas : Mamalia Yunani, dan China. Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama dengan mencit liar yang banyak ditemukan di dalam gedung dan rumah yang dihuni oleh manusia, dengan berat badan bervariasi 18 sampai 20 gram pada umur empat minggu. Mencit merupakan hewan poliestrus dengan siklus estrusnya 4 sampai 5 hari dan lama estrusnya 12 sampai 14 jam. Lama kebuntingan mencit adalah 19-21 hari dengan jumlah anak rata-rata enam ekor (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

(29)

dan mengendalikan rabies karena setiap galur mencit putih dianggap sesuai untuk inokulasi virus rabies.

2.4 Organ Reproduksi

Reproduksi adalah proses menghasilkan keturunan baru dengan tujuan mempertahankan kelangsungan jenisnya agar tidak punah (Yatim 1982). Keberlangsungan reproduksi ditentukan oleh organ reproduksi yang berperan penting dalam proses kehidupan. Baik organ reproduksi jantan maupun betina diperlukan dalam keadaan normal untuk mendukung keberhasilan reproduksi hingga menghasilkan keturunan yang normal pula.

Fungsi reproduksi betina dapat dibagi menjadi dua tahapan utama, yaitu tahap persiapan tubuh betina untuk menerima konsepsi dan kehamilan, serta masa kehamilan itu sendiri. Reproduksi dimulai dengan perkembangan ova di dalam ovarium (Guyton dan Hall 2008). Sistem reproduksi betina terdiri atas sepasang ovarium dan sepasang tuba uterina (oviduktus) yang merupakan saluran penghubung ovarium ke uterus. Di dekat uterus dan dipisahkan oleh serviks, terdapat vagina (Eroschenko dan Victor 2003).

2.4.1 Ovarium

Ovarium merupakan organ reproduksi primer pada hewan betina yang terdapat sepasang, berada di dalam rongga perut serta berfungsi menghasilkan ovum (sel telur) dan hormon-hormon kelamin betina (Toelihere 1981). Susunan histologinya terdiri atas korteks (zona parenkimatosa) dan medulla (zona vaskulosa). Bagian korteks mengandung berbagai tingkatan perkembangan folikel, sedangkan bagian medulla mengandung pembuluh darah, pembuluh limfatik, saraf, dan beberapa sisa jaringan embrionik (Banks 1986).

(30)

terdiri dari sebuah sel telur dan dilapisi dengan sel folikular berbentuk kubus sebaris. Folikel ini juga dikelilingi selapis stroma dan sel-sel teka.

 Folikel sekunder adalah folikel yang tumbuh dari folikel primer dan dikelilingi sel folikular berbentuk kubus berlapis serta pada folikel ini mulai terjadi perkembangan sel-sel teka.

 Folikel tersier (de Graaf) merupakan folikel yang luas, memiliki sel telur berukuran penuh dengan sebuah rongga pada daerah pusat yang disebut antrum serta berisi cairan folikular, epitel folikular, sel teka yang sangat berkembang, dan dilapisi oleh zona pelusida.

Berbagai bentuk folikel ovarium disajikan pada gambar 5.

(31)

a. b. c.

d. e.

Gambar 5 Skema berbagai tahap perkembangan folikel ovarium mamalia: a. Folikel primordial, b. Folikel primer, c. Folikel sekunder, d. Korpus luteum, e. Folikel atresia

(Sumber: Halfian 2010).

Ovulasi adalah peristiwa pecahnya folikel de Graaf dan terlemparnya ovum dari ovarium. Oosit sekunder yang terlempar keluar selanjutnya ditangkap oleh fimbriae dari tuba falopii, kemudian menuju uterus. Pada rodensia, ovulasi terjadi setiap 4 sampai 5 hari sepanjang tahun (Freeman 1988). Menurut Hafez (2000) pada rodensia, dalam satu kali ovulasi dapat mengeluarkan 4 sampai 14 ova. Sel telur dikelilingi dengan cumulus oophorus yang menonjol sampai antrum yang berisi cairan dalam folikel de Graaf. Cumulus oophorus berada pada sisi yang berlawanan dari dinding folikular yang akan ruptur saat ovulasi. Ketika teka eksterna ruptur saat ovulasi terjadi, lapisan dalam folikel menonjol melalui celah untuk membentuk stigma atau papilla. Menurut Guyton dan Hall (2008) dalam waktu 30 menit, cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma, dan sekitar 2 menit kemudian, stigma akan robek cukup besar. Akibat kerobekan tersebut, cairan kental yang berada pada bagian tengah folikel akan keluar dengan membawa ovum bersamanya. Ovulasi ditandai dengan rupturnya dinding folikular dan pelepasan oosit. Oosit yang telah diovulasi dikelilingi oleh zona pelusida, corona radiata, dan cumulus oophorus. Folikel de Graaf dapat dilihat pada gambar 6.

(32)

Gambar 6 Skema Folikel de Graaf (Sumber: Halfian 2010).

Peningkatan tekanan cairan intrafolikular tidak berhubungan dengan proses terjadinya ovulasi, melainkan karena terjadinya hidrolisis enzimatik dari dinding folikular oleh pengaruh luteinizing hormone (LH) yang menghasilkan enzim kolagenase, protease atau plasmin (Banks 1986). Hafez (2000) juga menerangkan bahwa tikus dan mencit merupakan hewan yang melakukan perkawinan pada malam hari (nocturnal breeders). Sebanyak 75% mencit mulai mengalami birahi antara pada sore hari. Normalnya betina dapat menerima pejantan selama tiga jam pertama dan biasanya ovulasi terjadi 8 sampai 11 jam setelah birahi.

Menurut Guyton dan Hall (2008) luteinizing hormone (LH) dalam jumlah yang besar diperlukan untuk pertumbuhan akhir folikel dan permulaan ovulasi. Tanpa hormon ini, folliclestimulatinghormone (FSH) yang tersedia dalam jumlah besar pun tidak akan membuat folikel berkembang ke tahap ovulasi. Sekitar dua hari sebelum ovulasi, laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar hipofise anterior meningkat dengan pesat, menjadi 6 sampai 10 kali lipat. FSH juga meningkat kira-kira 2 sampai 3 kali lipat pada saat bersamaan. FSH dan LH akan bekerja secara sinergik untuk mengakibatkan pembengkakan folikel yang berlangsung cepat selama beberapa hari sebelum ovulasi. LH juga mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut menjadi sel yang menyekresikan progesteron. Oleh karena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-kira satu hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah peningkatan progesteron mulai disekresikan.

Antrum

Zona pelusida corona radiata

(33)

Selain melalui mekanisme hormonal, menurut Hardjopranjoto (1995), ovulasi juga dapat terjadi melalui mekanisme neural dan periodisitas cahaya. Mekanisme neural terjadi akibat adanya rangsangan dari luar pada serviks, baik pada waktu kopulasi maupun secara buatan oleh batang gelas yang digesek-gesekkan pada saluran serviks, akan diteruskan oleh saraf ke susunan saraf pusat. Dalam hal ini diterima oleh hipotalamus sebagai pusat integrasi semua rangsangan yang masuk dan releasing hormone (LH-RH) akan disekresikan dan melalui sistem portal sampai pada kelenjar hipofisa anterior. Hormon LH meningkat dalam darah mengakibatkan terjadinya ovulasi. Sedangkan mekanisme periodisitas cahaya biasanya dikenal pada golongan burung. Cahaya yang diterima oleh mata melalui saraf optika dibawa ke hipotalamus, releasing hormone dikeluarkan menyebabkan peningkatan kadar LH dalam darah, mendorong terjadinya ovulasi.

(34)

Gambar 7 Gambaran histologis ovarium mamalia (Sumber: Eroschenko dan Victor 2003). 2.4.2 Uterus

(35)

serviks pada masing-masing cornua. Tipe uterus tersebut merupakan penyesuaian untuk reproduksi anak dalam jumlah banyak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Menurut Dellmann dan Brown (1992) secara histologis, uterus terdiri dari endometrium (tunika mukosa), miometrium (tunika muskularis), dan perimetrium (tunika serosa). Endometrium tersusun atas mukosa berupa epitel silindris sebaris dengan lamina propia, submukosa, dan kelenjar uterus. Menurut Rosenfeld dan Schatten (2007) estrogen menstimulasi perkembangan kelenjar uterus, sedangkan progesteron memberikan perintah untuk mengeluarkan sekresi kelenjar uterus. Miometrium terdiri dari otot polos yang tersusun pada lapis sirkuler dalam dan longitudinal luar. Selama kebuntingan sel-sel otot ini dapat meningkat jumlahnya. Sedangkan menurut Dellmann dan Brown (1992) perimetrium tersusun atas lapis serosa. Gambaran histologis uterus beserta lapisan-lapisan penyusunnya tersaji pada gambar 8.

Selama kebuntingan, uterus menyediakan tempat untuk implantasi, pembentukan plasenta, dan merupakan lingkungan yang cocok untuk perkembangan fetus. Endometrium memperlihatkan perubahan siklik baik struktural maupun fungsional sebagai respons atas hormon estrogen dan progesteron ovarium. Perubahan ini menyiapkan uterus untuk implantasi serta tempat makan embrio dan fetus. Apabila implantasi tidak terjadi, pembuluh darah di dalam endometrium akan melemah (Eroschenko dan Victor 2003). Perubahan yang terjadi pada uterus memiliki kaitan yang erat dengan perubahan yang terjadi pada embrio dan ovarium.

(36)

(37)

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Kandang Hewan Percobaan dan Laboratorium Histopatologi, Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit (Mus musculus) sebanyak 36 ekor mencit betina umur 4 minggu, pakan mencit (pellet), air mineral, obat cacing (Albendazole 5%) 10 mg/kg BB, antibiotik (Clavamox®) yang mengandung amoxicillin 25 mg/kg BB, anti protozoa (Flagyl®) yang mengandung metronidazole 30 mg/kg BB, jintan hitam dan kombinasi jintan hitam dengan madu komersial siap pakai. Sedangkan bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk pemeliharaan mencit diantaranya detergen dan desinfektan. Bahan-bahan yang digunakan ketika nekropsi adalah larutan BNF (Buffer Neutral Formaline) 10% dan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat histopatologi adalah parafin, xylol, alkohol absolut, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 70%, Mayer’s Haematoxylin, lithium karbonat, dan Eosin, larutan albumin, air hangat dengan suhu 45º C, asam asetat 1%, aquadest, periodic acid, Schiff reagent, air sulfit, dan air kran mengalir.

(38)

berumur 4 minggu sebanyak 36 ekor mencit betina yang dikelompokkan menjadi empat kelompok masing-masing terdiri dari 9 ekor. Kelompok I adalah kelompok mencit sebagai kontrol, kelompok II adalah mencit yang akan diberikan perlakuan habbatussauda preventif, kelompok III adalah mencit yang akan diberikan perlakuan habbatussauda kuratif, dan kelompok IV adalah mencit yang akan diberikan perlakuan kombinasi habbatussauda dengan madu siap pakai yang dijual secara komersial. Masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor mencit betina yang dibagi menjadi 2 kandang. Mencit tersebut dimasukkan ke dalam kandang dengan ukuran panjang 34,5 cm, lebar 28 cm, tinggi 12 cm dengan menggunakan alas kain perca dan tutup kandang terbuat dari kawat yang tepi-tepinya diberi list kayu lalu dibentuk menjadi persegi panjang sesuai dengan ukuran kandang mencit (Gambar 9). Mencit diadaptasikan terlebih dahulu dengan lingkungan laboratorium dan kandang yang baru selama dua hari.

Gambar 9 Kandang mencit untuk pemeliharaan.

(39)

antibiotik (Clavamox®) dengan dosis 25 mg/kg BB sebanyak 0,1 ml/ekor. Antibiotik diberikan pada mencit selama lima hari, dan setelah hari ke-5 mencit mendapatkan perlakuan selanjutnya yaitu pemberian anti protozoa (Flagyl®) dengan dosis 10 mg/kg BB sebanyak 0,1 ml/ekor. Sama seperti antibiotik, penggunaan anti protozoa pun diberikan selama lima hari. Pemberian obat tersebut adalah per-oral (PO). Setelah pemberian anti protozoa selesai, mencit dipelihara seperti biasa sampai mencit diberi perlakuan jintan hitam. Selama pemeliharaan, mencit diberikan pakan sebanyak 5 gram/ekor/hari dan diberi minum ad-libitum pada sore hari.

b. Pemberian Jintan Hitam

Kelompok mencit yang diberikan perlakuan jintan hitam dibedakan berdasarkan dosisnya. Dosis yang diberikan merupakan dosis yang telah dikonversi dari dosis pemakaian pada manusia. Dalam hal ini mencit bertindak sebagai hewan model. Dosis preventif dan kuratif juga ditentukan menurut jumlah penggunaan yang tertera di dalam etiket produk. Jintan hitam yang digunakan adalah murni hasil ekstraksi dalam bentuk minyak. Sedangkan madu yang digunakan merupakan campuran madu dengan jintan hitam dengan perbandingan 20:1.

(40)

Gambar 10 Cara mencekok mencit dengan menggunakan sonde lambung. c. Nekropsi

Nekropsi dilakukan setelah semua perlakuan selesai dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan nekropsi adalah menarik ekor dan menekan leher serta menariknya ke arah anterior (dislokasio atlanto-oksipitalis). Hal ini bertujuan untuk menghentikan jalan nafas mencit (Mus musculus) secara mendadak. Setelah itu mencit diletakkan di atas styrofoam yang telah dilapisi alummunium foil dengan posisi ventro-dorsal dan keempat kakinya difiksasi menggunakan jarum pentul. Mencit mulai dinekropsi dengan melakukan pengguntingan kulit secara vertikal pada linea alba, mulai dari posterior tubuh ke arah anterior tubuh sampai Processus xypoideus.

Setelah organ-organ tubuh terlihat, maka dilakukan eksplorasi dan pengambilan organ-organ yang dibutuhkan seperti ovarium dan uterus. Bagian uterus yang diambil yaitu cornua beserta corpus uteri. Selanjutnya bagian tersebut dimasukkan ke dalam pot plastik yang telah berisi larutan BNF 10% serta didiamkan selama 2 hari.

d. Pembuatan dan Pewarnaan Preparat Histopatologi

(41)

larutan BNF 10% sampai proses selanjutnya. Ovarium diberi perlakuan yang sama dengan uterus, namun ovarium tidak dipotong setebal 0,5 cm karena ukuran ovarium yang terlalu kecil. Proses pemilihan bagian organ yang akan dijadikan preparat histopatologi disebut sebagai trimming.

Setelah potongan organ yang telah ditrimming dan direndam kembali di dalam larutan BNF 10%, proses selanjutnya yang dilakukan yaitu dehidrasi dengan cara merendamnya berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol absolut II, xylol I, xylol II, infiltrasi dengan parafin I, dan parafin II. Proses dehidrasi dan infiltrasi berjalan secara otomatis dalam alat Automatic tissue processor. Proses selanjutnya yaitu potongan organ dimasukkan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair (embedding). Potongan organ harus diatur terlebih dahulu letaknya agar tetap berada di tengah blok parafin.

Proses berikutnya setelah terbentuk blok parafin yaitu pemotongan jaringan setebal 5 µm dengan menggunakan mikrotom. Hasil pemotongan yang berbentuk pita (ribbon), diletakkan di atas permukaan air hangat dengan suhu 45 ºC, tujuannya untuk menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dari permukaan air dengan gelas objek yang telah diulas dengan larutan albumin. Larutan ini berfungsi sebagai perekat. Selanjutnya sediaan dikeringkan di dalam inkubator dengan suhu 60 ºC selama satu malam. Sediaan yang telah dikeringkan selama satu malam dimasukkan ke dalam xylol untuk dideparafinisasi sebanyak dua kali, lalu dilanjutkan dengan proses rehidrasi. Proses rehidrasi dimulai dari alkohol absolut sampai ke alkohol 70%, masing-masing selama 2 menit.

Sediaan yang telah direhidrasi selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Sediaan yang telah kering diwarnai dengan pewarnaan Mayer’s Hematoksilin selama 8 menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan lithium karbonat selama 15 sampai 30 detik, dibilas dengan air, dan diwarnai dengan pewarnaan Eosin selama 2 menit. Sediaan selanjutnya dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan warna Eosin yang berlebihan, lalu dikeringkan.

(42)

Pembuatan preparat dengan pewarnaan Periodic-Acid-Schiff (PAS), setelah mengalami proses deparafinisasi, sediaan dicelupkan ke dalam asam asetat 1% selama 5 menit, aquadest selama 5 menit, dioksidasi ke dalam periodic acid 1% selama 5 menit, dan dibilas dengan aquadest sebanyak tiga kali. Sediaan kemudian dimasukkan ke dalam Schiff reagent kira-kira 15-30 menit, dibilas dengan air sulfit sebanyak tiga kali masing-masing pembilasan dilakukan selama 2 menit, dibilas dengan air kran mengalir selama 10-15 menit, dan dibilas dengan aquadest. Selanjutnya sediaan didehidrasi sampai dengan xylol dan ditutup dengan menggunakan gelas penutup serta telah ditetesi perekat permount. Setelah kering, preparat dengan pewarnaan PAS siap untuk diamati di bawah mikroskop.

e. Pengamatan Preparat Histopatologi

(43)

f. Analisis Data

(44)

Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap organ reproduksi betina diawali dengan pengamatan patologi anatomi (PA) dari ovarium dan uterus. Pengamatan dilakukan untuk melihat konsistensi organ, ukuran, serta ada atau tidaknya lesio dari masing-masing organ tersebut. Kemudian pengamatan dilanjutkan dengan pengamatan histopatologi (HP) ovarium dan uterus secara umum. Pengamatan ini tidak menunjukkan adanya kelainan yang spesifik pada ovarium maupun uterus. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap masing-masing organ berdasarkan paramater yang diperlukan. Berdasarkan hasil pengamatan, luas ovarium dan folikel tersier dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rata-rata luas ovarium dan folikel tersier (mm2) mencit yang diberi jintan hitam

Perlakuan Ovarium Folikel Tersier

Kontrol negatif 1,70±0,18a 0,022±0,016a HS Preventif 1,47±1,27a 0,018±0,011a

HS Kuratif 1,40±0,38a 0,017±0,008a

HS Madu 2,09±0,87a 0,028±0,018a

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat luas ovarium dan folikel tersier antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol tidak mengalami perbedaan yang nyata (p>0,05) secara statistik. Namun dapat dilihat dari hasil perhitungan mencit yang diberi kombinasi jintan hitam dengan madu mempunyai luas yang terbesar. Luas ovarium menunjukkan seberapa luas permukaan untuk menghitung jumlah folikel-folikel yang terdapat pada masing-masing kelompok. Sedangkan luas folikel tersier menunjukkan seberapa cepat folikel tersebut dapat mengalami kematangan dan siap melakukan ovulasi.

(45)

oleh jumlah sirkulasi hormon seperti luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH), dan growth hormone (GH). Selain itu, perkembangan ovarium ini juga dipengaruhi asupan nutrisi dan kondisi fisik individu. Luas yang tidak dipengaruhi secara nyata ini kemungkinan terjadi karena jumlah hormon-hormon tersebut yang dipengaruhi oleh jintan hitam belum cukup untuk memberi pengaruh terhadap perkembangan ovarium. Luas ovarium masing-masing kelompok perlakuan akibat pemberian ekstrak minyak jintan hitam dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Permukaan ovarium dengan pewarnaan HE (A) kontrol negatif; (B) HS preventif; (C) HS kuratif; (D) HS madu.

Meskipun dengan uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05), tetapi dari hasil perhitungan tampak adanya kecenderungan bahwa luas ovarium mencit kelompok kombinasi habbatussauda dengan madu lebih besar dibandingkan dengan luas ovarium kelompok habbatussauda preventif, kuratif, dan kontrol negatif. Demikian pula dengan luas folikel teriser. Madu dapat menyebabkan ovarium lebih luas karena selain mengandung fruktosa, glukosa,

A B

(46)

jaringan.

4.2 Jumlah Folikel-folikel Ovari

Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap jumlah folikel-folikel ovari dalam luas ovarium 0,6 mm2 dan korpus luteum dalam 1 mm2 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rata-rata jumlah dan jenis folikel ovari dalam 0,6 mm2 dan korpus luteum dalam 1 mm2 luas ovarium mencit akibat pemberian jintan hitam

Perlakuan Folikel primer sekunder Folikel Folikel tersier Korpus luteum Kontrol negatif 0,38±0,32a 0,43±0,35a 0,26±0,22a 3,41±3,28a HS Preventif 0,86±0,63a 0,95±0,74b 0,42±0,12a 5,18±2,73a HS Kuratif 0,69±0,39a 0,56±0,41ab 0,31±0,26a 4,48±2,43a HS Madu 0,41±0,37a 0,43±0,32a 0,28±0,22a 3,51±1,74a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

(47)

kontrol dan perlakuan akibat pemberian ekstrak minyak jintan hitam dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Folikel-folikel ovarium dengan pewarnaan HE (A) Kontrol; (B) HS preventif; (C) HS kuratif; (D) HS madu; (a) folikel primer; (b) folikel sekunder; (c) folikel tersier; (d) korpus luteum (e) folikel atresia.

Jintan hitam memiliki kandungan sterol yang merupakan salah satu zat bermanfaat terhadap organ reproduksi betina karena mampu meningkatkan sintesa dan bioaktivitas hormon-hormon dalam tubuh termasuk hormon reproduksi (Junaedi etal. 2011). Sterol terdiri dari sterol hewani (zoosterol) dan sterol nabati (fitosterol). Stigmasterol dan -sitosterol merupakan senyawa kandungan fitosterol yang berasal dari jintan hitam. Menurut Montgomery et al. (1993), senyawa-senyawa tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang merupakan prekursor pembentuk hormon reproduksi, salah satunya hormon estrogen. Hormon estrogen inilah yang berperan terhadap siklus reproduksi betina.

D C

A B

d

a

b

(48)

Folikel sekunder yang jumlahnya meningkat secara nyata pada kelompok perlakuan menggambarkan kandungan fitosterol dalam jintan hitam dapat meningkatkan kinerja ovarium pada fase awal perkembangan folikel. Menurut Kolibianakis et al. (2005) tahap awal perkembangan folikel dipengaruhi oleh estrogen. Jumlah rata-rata folikel yang lebih sedikit setelah dipengaruhi pemberian kombinasi ekstrak minyak jintan hitam dengan madu kemungkinan menunjukkan adanya zat aktif madu yaitu saponin yang dapat mengikat sterol dari jintan hitam, sehingga sterol tidak mempengaruhi perkembangan folikel setelah mengalami reaksi saponifikasi (penyabunan) yang menyebabkan reaksi menjadi netral. Meskipun jumlah folikel tersier dan korpus luteum setelah diuji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05), namun dari hasil perhitungan tampak jumlah folikel tersier dan korpus luteum kelompok perlakuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah folikel tersier dan korpus luteum pada kelompok kontrol negatif. Hasil ini menggambarkan bahwa pemberian jintan hitam mampu membuat folikel yang siap untuk melakukan ovulasi dan sel telur yang telah diovulasikan lebih banyak apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol pada umur hewan percobaan yang sama.

(49)

pembentukan hormon estrogen sehingga sel-sel telur yang diovulasi lebih banyak begitu pula dengan korpus luteum yang terbentuk juga akan lebih banyak.

Selain itu disekresikan pula hormon luteotropik (LTH) untuk mempertahankan CL lalu mensekresikan progesteron (Dellmann dan Brown 1988). Kemudian CL berinvolusi dan akhirnya kehilangan fungsi sekresi juga warna kekuningannya, lalu berubah menjadi korpus albikans jika tidak terjadi pembuahan pada oosit (Guyton dan Hall 2008). Menurut Dellman dan Brown (1988), karena hanya sedikit persentase dari oosit potensial yang dilepas pada proses ovulasi, sebagian besar folikel surut dalam perkembangannya. Proses surut (regresi) ini disebut atresia. Tanda-tanda penting untuk atresia pada sel-sel dinding folikel adalah inti sel menjadi piknotik. Selama mengalami atresia, membran basal lapis granulosa dapat melipat, menebal, dan mengalami hialinisasi.

Menurut Guyton dan Hall (2008) perubahan ovarium yang terjadi selama siklus seksual bergantung seluruhnya pada hormon-hormon gonadotropik, FSH, dan LH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Estrogen memiliki fungsi primer untuk menimbulkan proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi. Sedangkan progesteron memiliki fungsi utama dalam persiapan uterus untuk menerima kebuntingan dan persiapan kelenjar mamae untuk laktasi. Progesteron disekresikan oleh CL dalam jumlah yang cukup banyak selama separuh akhir dari setiap siklus ovarium.

4.3 Endometrium

(50)

HS Kuratif 42,22±26,84ab

HS Madu 57,09±19,99b

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Adanya bahan iritan juga dapat menyebabkan terjadinya proliferasi epitel. Bahan iritan dapat meningkatkan terjadinya pengelupasan sel epitel permukaan. Selain itu, pada kondisi iritasi, epitel yang lebih tahan terhadap iritasi adalah epitel pipih, sehingga epitel silindris diganti menjadi epitel pipih (Lestari 2009). Gambaran histopatologi epitel permukaan uterus dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Gambaran epitel permukaan uterus dengan pewarnaan HE (A) kontrol; (B) HS preventif; (C) HS kuratif; (D) HS madu.

C

B A

(51)

Berdasarkan data yang telah dianalisis secara statistik menunjukkan rata-rata epitel permukaan uterus yang mengalami re-epitelisasi antara kelompok perlakuan memiliki perbedaan yang nyata (p<0,05) apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Re-epitelisasi tertinggi dapat dilihat terjadi pada kelompok kombinasi habbatussauda dengan madu. Adanya kandungan antioksidan baik dalam jintan hitam maupun madu mampu mempengaruhi homeostasis uterus dengan meningkatkan re-epitelisasi. Regenerasi lapisan epitel merupakan serangkaian peristiwa yang terkoordinasi dan terstruktur. Peristiwa ini diperantarai oleh berbagai zat kimia yang disebut faktor pertumbuhan dan dapat bertindak dari jarak jauh seperti hormon (Spector dan Spector 1993). Menurut Nergiz dan Ötles (1993) minyak jintan hitam mengandung senyawa aktif dalam kadar tinggi diantaranya karoten, -karoten, tokoferol, asam lemak, dan sterol yang dapat mempengaruhi aktivitas sel uterus.

Senyawa tersebut diabsorbsi mulai di lambung, usus halus, dan usus besar. Namun, absorbsi utama terjadi di usus halus karena permukaannya yang luas dan lapisan dinding mukosanya lebih permeable. Setelah masuk ke dalam sirkulasi, senyawa tersebut didistribusikan ke dalam jaringan tubuh. Distribusi tergantung pada rata-rata aliran darah pada organ target dan massa dari organ target (Setiawati et al. 2003). Senyawa-senyawa tersebut mempengaruhi kompleks estrogen dan reseptor alfa (REα) untuk selanjutnya berdifusi ke dalam inti sel dan melekat pada DNA. Ikatan kompleks estrogen-reseptor dengan DNA menginduksi sintesis dan ekspresi mRNA untuk mensintesis protein sehingga meningkatkan aktivitas sel target yang digambarkan dengan terjadinya proliferasi sel (Ganong 2003).

(52)

meningkatkan kemampuan dan konsentrasi protein yang dibutuhkan manusia. Selain antioksidan yang terkandung dalam jintan hitam, madu juga mengandung banyak senyawa yang berguna sebagai senyawa antioksidan, salah satunya adalah asam L-askorbat. Asam L-askorbat adalah antioksidan fase cair yang paling efektif dalam plasma darah manusia yang berfungsi sebagai antioksidan fisiologis penting untuk perlindungan terhadap penyakit dan proses degeneratif yang disebabkan oleh stress oksidatif (Kesic et al. 2009).

Lapisan endometrium uterus merupakan lapisan yang dipengaruhi perubahan hormon reproduksi. Lapisan ini mengalami perubahan yang bervariasi sepanjang siklus birahi (estrus) karena adanya fluktuasi hormon estrogen dan progesteron yang secara luas berpengaruh pada perubahan endometrium (Dellman dan Brown 1988). Fase folikular ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan endometrium. Pada fase ini aktivitas mitotik sel-sel di dalam lamina propia dan dari sisa kelenjar uterus pada stratum basale ditingkatkan. Pertumbuhan endometrium selama fase folikular bersamaan dengan pertumbuhan folikel ovarium dan peningkatan sekresi estrogen (Eroschenko dan Victor 2003).

Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah kelenjar uterus dalam 1,2 mm2 atau lima lapang pandang pengamatan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Rata-rata jumlah kelenjar uterus mencit akibat pemberian jintan hitam dalam 1,2 mm2

(53)

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara kelompok perlakuan apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun dapat dilihat bahwa jumlah kelenjar uterus terbanyak terdapat pada kelompok kombinasi antara habbatussauda dengan madu, disusul dengan kelompok kuratif dan preventif. Kelenjar yang terdapat dalam uterus adalah kelenjar eksokrin, yaitu kumpulan sel-sel atau kelenjar yang memiliki ujung kelenjar dengan kemampuan menghasilkan sekreta yang mengandung enzim. Kelenjar uterus menghasilkan beberapa produk diantaranya mukus, lipid, dan glikogen. Produk sekresi dari kelenjar uterus dan plasma darah merupakan campuran cairan yang mengisi lumen uterus (Hafez 2000). Pada fase folikular kelenjar uterus mengalami proliferasi, memanjang, dan mulai berhimpitan, sedangkan pada fase luteal kelenjar uterus mengalami hipertrofi, menjadi berkelok, dan lumennya mulai terisi produk sekresi yang kaya nutrien khususnya glikogen (Eroschenko dan Victor 2003). Sekreta dari kelenjar uterus pada mencit yang lebih banyak setelah diberi perlakuan memiliki dua fungsi penting yaitu menyediakan lingkungan yang baik untuk kapasitasi sperma dan memberikan nutrisi untuk preimplantasi blastokist (Dellmann dan Brown 1988).

4.4 Jumlah Sel Goblet

(54)

HS Kuratif 0,00±0,00a

HS Madu 0,02±0,15a

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Sel Goblet pada hasil penelitian kali ini hanya terlihat pada kelompok perlakuan kombinasi habbatussauda dengan madu. Sel goblet (sel cangkir) yang dapat diamati pada Gambar 14 adalah sel yang mengeluarkan mukus (lendir) dan terletak pada dinding kelenjar beserta salurannya yang dilapisi sel silinder. Sel ini bekerja sebagai kelenjar yang mengeluarkan lendir dan terdapat dalam jumlah besar menutupi permukaan (Dellman dan Brown 1988). Meningkatnya jumlah sel Goblet pada kelompok perlakuan kombinasi habbatussauda dengan madu menunjukkan sedikit peningkatan produksi mukus. Mukus pada uterus berperan sebagai barrier penghalang atau perlindungan dari masuknya agen penyakit.

(55)

Namun, bila terjadi reaksi yang berlebihan di dalam tubuh maka akan terjadi perampasan elektron oksigen sehingga menjadi tidak berpasangan dan atom oksigen akan menjadi radikal bebas yang berusaha mengambil elektron dari senyawa lain sehingga terjadilah reaksi berantai. Radikal bebas dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat seperti banyaknya polusi udara akibat asap kendaraan bermotor maupun lingkungan yang penuh dengan asap rokok. Selain itu, makanan berlemak juga akan memacu terbentuknya radikal bebas (Yuliarti 2008). Salah satu cara untuk menangkal radikal bebas ini dapat dilakukan dengan memberikan senyawa antioksidan.

Adanya perbedaan yang nyata maupun tidak nyata pada paramater yang diamati dari masing-masing kelompok perlakuan pada penelitian kali ini diduga terjadi akibat penggunaan dosis yang berbeda. Besarnya efek tergantung pada konsentrasi zat dan dengan demikian juga tergantung pada dosis (Ariens et al. 1985). Menurut Duryatmo (2003) beberapa tanaman mempunyai ambang batas dosis yang memberikan khasiat. Maksudnya, dengan mengonsumsi dosis tertentu, memang tanaman obat tersebut mampu mengatasi keluhan. Namun, bukan berarti jika dosis ditambah, secara otomatis juga berdampak positif. Beberapa penelitian justru menunjukkan khasiat sebaliknya. Perlu diingat, batas antara obat dan racun sangat tipis. Tanaman obat dapat menjadi racun yang justru menurunkan kesehatan tubuh orang yang mengonsumsinya, sehingga ketepatan dosis sangat penting.

(56)

1. Pemberian ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) dapat mempengaruhi fase awal perkembangan folikel ovari dengan meningkatnya jumlah folikel sekunder, kecuali dengan pemberian madu sebagai kombinasinya.

2. Pemberian ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) dapat memperbaiki homeostasis uterus dengan meningkatkan kemampuan re-epitelisasi permukaan uterus terutama yang dikombinasikan dengan madu.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis optimum untuk memberikan pengaruh yang signifikan untuk organ reproduksi betina mencit. 2. Perlu dilakukan sinkronisasi birahi pada hewan coba sebelum melakukan

penelitian mengenai organ reproduksi betina.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Achyad DE, Rasyidah R. 2000. Jintan hitam (Nigella sativa L.) [Terhubung Berkala]. www.asiamaya.com. [20 Juli 2011].

Agrawala IP, Achar MV, Tamankar BP. 1971. Galactogogue action of Nigella sativa. Indian J of Med Sci. 25:535-537.

AgroMedia. 2008. 273 Ramuan Tradisional Untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta: AgroMedia Pustaka. hlm 1.

Akoso BT. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Rabies. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm 121-122.

Anonim. 2009. Jinten Hitam [Terhubung Berkala].

http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/. [23 Desember 2009].

Ariens EJ, Mutschler E, Simonis AM. 1985. Toksikologi Umum, Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Pr. hlm 143-152.

Astawan M. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta: Penebar Swadaya. hlm 65.

Babayan VK, Koottungal D, Halaby GA. 1978. Proximate analysis, fatty acid and amino acid composition of Nigella sativa L. seeds.J of Food Sci. 43:1314-1315.

Besselsen DG. 2004. Biology of Laboratory Rodent [Terhubung Berkala]. http://www.ahsc.arizona.edu/. [15 Desember 2009].

Chakhravarty N. 1993. Inhibition of histamine release from mast cells by nigellone. Ann Allergy.1993 Mar: 70(3) : 237-42

Constantinescu GM. 2007. Female genital organs. Di dalam: Schatten H, Constantinescu GM, editor. Comparative Reproductive Biology. USA: Blackwell Publishing. hlm 13.

(58)

El-Dakhakhny M, Madi NJ, Lembert N, Ammon HP. 2002. Nigella sativa oil, nigellone and derived thymoquinone inhibit synthesis of 5-lipoxygenase products in polymorphonuclear leukocytes from rats. J of Ethnopharmacology. 81:161–164.

El-Kadi A, Kandil O, Tabuni AM. 1989. Nigella sativa and cell mediated immunity. Arch AIDS Res. 1989;1:232-233.

El-Tahir KE, Ashour MMS. 1993. The cardiovascular actions of the volatile oil of the black seed (Nigella Sativa L.) in rats: alucidation of the mechanism of action. Gen Pharmacol. 1993 Sep; 24(5): 1123-31.

Eroschenko, Victor P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm 297-316.

Fatoni. 2011. Bunga jinten hitam [Terhubung Berkala]. http://proherbal.net/herbal-hebat-bernama-habbatussauda/. [26 Juli 2011]. Freeman ME. 1988. The Ovarian Cycle of the Rat. Di dalam: E. Knobil and J.

Neill etal, editor. The PhysiologyofReproduction. New York: Raven Press. hlm 1893-1919.

Gali-Muhtasib A, El-Najjar N, Schneider-Stock R. 2007. The medicinal potential of black seed (Nigella sativa) and its components. Advances in Phytomedicine. 2:133-153.

Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Gerritsma, L.M. 1989. Literature Review: Nigella sativa. Cape Town: Department of Pharmaceutical Chemistry, Potchefstroom University.

Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Jakarta: EGC. hlm 1064-1075.

Hafez ESE. 2000. Reproduction and Breeding Techniques for Laboratory Animal. Philadelphia: Lea and Febiger. hlm 74-100.

(59)

Hammersen F, Sobotta J. 1985. Histologi, Atlas Berwarna Sitologi, Histologi, dan Anatomi Mikroskopik. Ed ke-3. Andrianto P, penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm 8. Terjemahan dari: Histology, A Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy.

Hannan A, Saleem H, Chaudary S, Barkaat M, Arshad MU. 2008. anti bacterial activity of nigella sativa against clinical isolates of methicillin resistant staphylococcus aureus. J of Ayub Med College Abbottabad. 20: 72-74. Haq A, Lobo PI, Al-Tufail M, Rama NR, Al-Sedairy ST. 1999.

Immunomodulatory effect of Nigella sativa proteins fractionated by ion exchange chromatography. Int J Immunopharmacol. 21(4): 283-295.

Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya: Airlangga University Pr. hlm 36.

Hoque A, Lippman SM, Wu TT, Xu Y, Liang ZD, Swisher S, Zhang H, Cao L, Ajani JA, Xu XC. 2005. Increased 5-lipoxygenase expression and induction of apoptosis by its inhibitors in esophageal cancer: a potential target for prevention. J Carcinogenesis. 26:785–791.

Hutapea JR. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Ed ke-3. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI. hlm 163-165.

Junaedi E, Yuliarti S, Suty S, Kuncari ES. 2011. Kedahsyatan Habbatussauda Mengobati Berbagai Penyakit. Jakarta: AgroMedia Pustaka. hlm 23.

Kesic A, Malazovic M, Crnkic A, Catovic B, Hadzidedic S, Dragisevic G. 2009. The influence of L-ascorbic acid content on total antioxidant activity of bee-honey. Eur J Sci Res 32(1): 96-102.

Khan MA, Ashfaq MK, Zuberi HS, Mahmood MS, Gilani AH. 2003. The in vivo antifungal activity of the aqueous extract from Nigella sativa seeds. J Phytotherapy Res. 17:183–186.

Kolibianakis EM, Papanikolaou EG, Fatemi HM, dan Devroey P. 2005. Estrogen and folliculogenesis: is one necessary for the other?. Curr Opin Obstet Gynecol 17(3): 249-53.

Lestari N. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak valerian (Valeriana officinalis) terhadap gastrointestinal mencit [skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. hlm 25-27.

(60)

menerima stresor. Jurnal Penelitian Medika Eksakta. 5: 258-269.

Mohammed SEAR, Babiker EE. 2009. Protein structure, physicochemical properties and mineral composition of Apis mellifera honey samples of different floral origin. Australian J Basic and Applied Sci. 3(3): 2477-2483. Montgomery R, Robert LG, Thomas WC, Arthur AS. 1993. Biokimia: Suatu

Pendekatan Berorientasi Kasus. Ismadi, penerjemah. Yogyakarta: Gajah mada University Pr. Terjemahan dari: Biochemistry A Case-Oriented Approach.

Muharam A. 2010. Daun jinten hitam [Terhubung Berkala]. http://bptp-pasirjati.com/2010/09/khasiat-jinten-hitam-temu-irengselama.html. [26 Juli 2011].

Nergiz C, Ötles S. 1993. Chemical composition of Nigella Sativa L. seeds. J Food Chem. 48 : 259-261.

Ownby CL. 2002. Female reproductive system [Terhubung Berkala]. http://www.cvm.okstate./instruction/mm_curr/histology/HistologyReference /HRFemaleRSframe.htm. [23 Januari 2011].

Parhizkar S, Latiff LA, Rahman SA, Dollah MA, Parichehr H. 2011. Assessing estrogenic activity of Nigella sativa in ovariectomized rats using vaginal cornification assay. African J Pharmacy and Pharmacology Vol. 5(2), pp. 137-142.

Pohl P, Sergiel I. 2010. Direct determination of the total concentrations of copper, iron and manganese and their fractionation forms in freshly ripened honeys by means of flame atomic absorption spectrometry. J Microchim Acta (168): 9–15.

Prasetyo Y. 2011. Biopolitik pangan transgenik [Terhubung Berkala]. http://duniayanu.blogspot.com/2011/07/biopolitik-pangan-transgenik.html. [28 Desember 2011].

Qodiriyah T. 2010. Biji jinten hitam [Terhubung Berkala].

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2010/07/06/pengobatan-cara-rasulullah-saw/. [26 Juli 2011].

Raslytetebano. 2011. Mencit [Terhubung Berkala].

(61)

Roepke M, Diestel A, Bajbouj K, Walluscheck D, Schonfeld P, Roessner A, Schneider-Stock R, Gali-Muhtasib H. 2007. Lack of p53 augments thymoquinone-induced apoptosis and caspase activation in human osteosarcoma cells. J Cancer Biol Therapy. 6:160–169.

Rosenfeld CS, Schatten H. 2007. Overview of female reproductive organs. Di dalam: Schatten H, Constantinescu GM, editor. Comparative Reproductive Biology. USA: Blackwell Publishing. hlm 105.

Salomi NJ, Nair SC, Jayawardhanan KK, Varghese CD, Panikkar KR. 1992. Antitumour principles from Nigella sativa seeds. J Cancer Lett. 31;63(1):41-6.

Sayyid ABM. 2008. Terapi Herbal Pengobatan Cara Nabi Muhammad SAW. Jakarta: Penebar Plus+. hlm 48-49.

Setiawati A, Zunlida SB, Suyatna FD. 2003. Pengantar farmakologi. Di dalam: Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, editor. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. hlm 3-7.

Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Pr. hlm 10-20.

Spector WG, Spector TD. 1993. Pengantar Patologi Umum. Ed ke-3. Soetjipto, Harsoyo, Hana A, Astuti P, penerjemah; Moelyono MPE, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Pr. hlm 143. Terjemahan dari: An Introduction to General Pathology.

Suranto A. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Tangerang: PT AgroMedia Pustaka.

Toelihere, MR. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa. hlm 73.

Vegad JL. 1995. Textbook of Veterinary General Pathology. India: Vikas Publishing House PVT LTD. hlm 203-196.

Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Tarsito. hlm 85.

(62)
(63)

A. Perhitungan Dosis Obat

Perhitungan Dosis Anthelmentik

Albendazole 5% = 5 gr/100 ml = 50 mg/ml Dosis per ekor mencit = 10 mg/kg BB

Dosis untuk mencit (BB = 20 gr) = BB (kg) x Dosis (mg/kg BB) Konsentrasi (mg/ml)

= 0,02 x 10 50

= 0,004 ml/ekor.

0,004 ml Albendazole diencerkan dengan menggunakan aquadest sebanyak 0,096 ml, maka dosis pemberian menjadi sebanyak 0,1 ml/ekor.

Perhitungan Dosis Antibiotik

Konsentrasi = 125 mg/5 ml = 25 mg/ml

Dosis untuk anak-anak (BB = 25 kg) = 25 mg/kg BB

Dosis untuk mencit (BB = 20 gr) = BB (kg) x Dosis (mg/kg BB) Konsentrasi (mg/ml) = 0,02 x 25

25

= 0,02 ml/ekor/hari

(64)

50 kg

Dosis untuk mencit (BB = 20 gr) = BB (kg) x Dosis (mg/kg BB) Konsentrasi (mg/ml)

= 0,02 x 30 15

= 0,04 ml/ekor/hari

0,04 ml Anti Protozoa diencerkan dengan menggunakan aquadest sebanyak 0,06 ml, maka dosis pemberian menjadi sebanyak 0,1 ml/ekor.

Perhitungan Dosis Habbatussauda

 Dosis Preventif

Manusia BB 50 kg 15 ml/hari = 0,3 ml/kgBB/hari x 2 sendok makan (sdm)

Mencit BB 30 gr  30 gr x 0,6 ml x 3 kali/hari = 0,054 = 0,1 ml/hari 1000gr

 Dosis Kuratif

Asumsinya untuk pengobatan yaitu 2 kali dari dosis preventif, maka yang diberikan yaitu 0,2 ml.

Perhitungan Dosis Kombinasi Habbatussauda dengan Madu

Madu untuk manusia dengan BB 50 kg 3 sdm/hari  1 sdm = 15 ml, 1 hari = 45 ml = dosis preventif.

(65)

B. Data Hasil Olahan Statistik

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.667.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

(66)

Duncan

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.667.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

Gambar

Gambar 1 Daun jintan hitam (Sumber: Muharam 2010).
Gambar 2 Bunga jintan hitam (Sumber: Fatoni 2011).
Tabel 1 Komposisi biji jintan hitam
Tabel 5 Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi hiperurisemia, volume urin kelompok kontrol negatif lebih tinggi terhadap kontrol normal (p=0,007), sedangkan volume urin kelompok perlakuan ekstrak jintan

Krim yang mengandung minyak jintan hitam dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 20% memiliki aktivitas antibakteri yang tidak berbeda signifikan (p&gt;0,05) dengan kontrol

Kelompok kontrol diberi aquadem, kelompok uji (1) diberi ekstrak biji jinten hitam (yang diperoleh dari penyeduhan serbuk biji jinten hitam dengan dosis 45 mg/kgBB), dan kelompok

Dan berdasarkan penelitian Mohammad (2013), kombinasi minyak biji jintan hitam dan minyak zaitun dengan konsentrasi 75% minyak biji jintan hitam dan 25% minyak

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh pemberian ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap mencit hamil tidak menghambat pertumbuhan

Tetapi pada kelompok perlakuan ekstrak jintan hitam hari kedua dan ketiga tidak bisa digunakan sebagai patokan karena pada hari pertama kelompok tersebut sudah mendapatkan

Dari hasil penelitian tentang efek antimikroba minyak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap pertumbuhan Escherichia coli, dapat diambil simpulan bahwa minyak jintan hitam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kopi berpengaruh nyata terhadap jumlah folikel sekunder pada ovarium mencit dan tinggi epitel endometrium mencit, dan tidak berpengaruh