IDENTIFIKASI TUNGAU YANG BERASOSIASI DENGAN
TANAMAN JERUK DI PULAU JAWA
HENDRI HERMAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Tungau yang Berasosiasi dengan Tanaman Jeruk di Pulau Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Hendri Hermawan
RINGKASAN
HENDRI HERMAWAN. Identifikasi Tungau yang Berasosiasi dengan Tanaman Jeruk di Pulau Jawa. Dibimbing oleh SUGENG SANTOSO dan AUNU RAUF.
Jeruk merupakan salah satu komoditas unggulan nasional. Di antara hama yang sering menimbulkan kerusakan pada pertanaman jeruk adalah tungau. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai jenis tungau yang berasosiasi dengan tanaman jeruk di Pulau Jawa. Untuk maksud tersebut dilakukan pengambilan sampel daun muda dan tua yang memperlihatkan gejala terserang tungau. Setiap sampel daun dimasukan ke dalam kantong plastik bening, diberi label lalu disimpan dalam coolbox. Setiap sampel dicuci menggunakan alkohol 70% sebanyak ± 20ml ke dalam kantong plastik, kemudian plastik digoyang-goyangkan supaya tungau tercuci, lalu larutan alkohol dituangkan ke dalam vial dan diberi label. Kemudian tungau dikelompokan berdasarkan kemiripan morfologi yang diamati di bawah mikroskop stereo, lalu setiap kelompok tungau dihitung jumlahnya.
Hasil penelitian mendapatkan sepuluh jenis tungau yang berasosiasi dengan tanaman jeruk. Enam di antaranya bersifat fitofag yaitu Panonychus citri
McGregor (Tetranychidae), Eotetranychus sp. (Tetranychidae), Eutetranychus sp. (Tetranychidae), Brevipalpus phoenicis Geijskes (Tenuipalpidae),
Tarsonemus bilobatus Suski (Tarsonemidae), dan Phyllocoptruta oleivora
Ashmead (Eriophyidae). Dua spesies lainnya bersifat predator yaitu
Amblyseius spp. (Phytoseiidae) dan Cheletogenes ornatus Canestrini dan Fanzago (Cheyletidae). Jenis tungau lain yang belum teridentifikasi yaitu dari famili Tydeidae dan Winterschmidtiidae. Jenis tungau yang paling umum dijumpai pada berbagai jenis jeruk dan lokasi pengambilan sampel adalah Ph. oleivera, diikuti oleh P. citri. Menurut Permentan Nomor 93 Tahun 2011, spesies
Panonychus citri dikategorikan sebagai OPTK A2, sedangkan spesies
Phyllocoptruta oleivora termasuk ke dalam kategoriA1. Selain itu ditemukan juga spesies Tarsonemus bilobatus yang belum pernah dilaporkan di Indonesia.
HENDRI HERMAWAN. Identification of Mites Associated with Citrus in Java. Supervised by SUGENG SANTOSO and AUNU RAUF.
Citrus is one of the national priority commodities. Among pests causing damage on citrus are mites. Study was conducted with the objectives to identify mites associated with citrus in Java. For that purpose, ten young and old leaves showing mite infestation were collected from each tree. Each sample was put into plastic bag, labeled and stored in a coolbox. Each sample then was washed with 20ml alcohol 70%, then was shaked. Alcohol with mites then wes put into the vial. All mites were examined under a stereo microscope, counted, and grouped based on morphological similarity.
Studies revealed ten species of mites that were associated with citrus. Six of them were phytophagous mites. They were Panonychus citri McGregor (Tetranychidae), Eotetranychus sp. (Tetranychidae), Eutetranychus sp. (Tetranychidae), Brevipalpus phoenicis Geijskes (Tenuipalpidae),
Tarsonemus bilobatus Suski (Tarsonemidae), and Phyllocoptruta oleivora
Ashmead (Eriophyidae). Two other species, Amblyseius spp. (Phytoseiidae) and
Cheletogenes ornatus Canestrini and Fanzago (Cheyletidae), were predatory mites. Unidentified mites were family Tydeidae and Winterschmidtiidae. The most dominant mites found on various citrus and locations were P. oleivera, followed by P. citri. According to Regulation No. 93 of 2011, Panonychus citri
and Phyllocoptruta oleivora are quarantine pests. During the study, we collected
Tarsonemus bilobatus which is a new species records for Indonesia.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
TANAMAN JERUK DI PULAU JAWA
HENDRI HERMAWAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Identifikasi Tungau yang Berasosiasi dengan Tanaman Jeruk di Pulau Jawa
Nama : Hendri Hermawan NIM : A351130374
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Sugeng Santoso, MAgr Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program
Studi/Mayor Entomologi
Dr Ir Pudjianto, MSi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih untuk penelitian yang telah berlangsung mulai bulan Oktober 2014 hingga Maret 2015 ialah Identifikasi Tungau yang Berasosasi dengan Tanaman Jeruk di Pulau Jawa.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Sugeng Santoso, MAgr dan Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi serta bantuan dengan penuh keikhlasan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir Retno Dyah Puspitarini, MS atas masukan dan sarannya sebagai Penguji Luar Komisi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan ke program S2, Stasiun Karantina Pertanian Kelas II Ende, Balai Besar uji Standar Karantina Pertanian, Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, segenap pengajar IPB, dan semua laboran DPT, IPB.
Penulis memberikan penghargaan kepada rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Pascasarjana Entomologi/Fitopatologi IPB program khusus karantina, Bapak Wawan dan kawan-kawan di Laboratorium Ekologi Serangga IPB yang telah memberikan semangat dan keceriaannya.Ucapan terima kasih kepada Ibu Iyar, SP, Ibu Rumenda Ginting, SP MSi, WS Adisuseno SP dan Iman Mardian yang telah membantu dalam pelaksanaan identifikasi tungau. Terima kasih yang
tak terhingga penulis sampaikan kepada semua keluarga, Istri tersayang Isti Nurhotimah, kedua jagoanku Muhammad Hasbi Hermawan dan Hanif
Abdurrasyiid Hermawan atas segala dukungan, kesabaran, pengertian, perhatian, doa dan kasih sayangnya yang tulus hingga studi ini selesai. Karya ini kupersembahkan kepada Ayahanda (alm) dan Ibunda (almh) tercinta. Semoga karya ini memberikan manfaat.
Bogor, April 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xiii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Jeruk 3
Morfologi Tungau 3
Klasifikasi 5
Biologi 6
Pemencaran dan Persebaran
Tungau pada Jeruk 6
METODE 11
Waktu dan Tempat 11
Bahan dan Alat 11
Metode Penelitian 11
Pengambilan Sampel 11
Penanganan Sampel 11
Identifikasi dan Koleksi 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Tungau Fitofag 13
Tungau Predator 22
SIMPULAN DAN SARAN 25
Simpulan 25
Saran
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 30
1 Kordinat GPS dan ketinggian lokasi pengambilan sampel 13 2 Jenis dan komposisi jumlah tungau pada berbagai jenis jeruk
di Pulau Jawa 16
DAFTAR GAMBAR
1 Bagian dorsal Tetranychus urticae Koch. betina: femur (fe); gena (ge); tarsus (ta); tibia (ti); trochanter (tr); external vertical setae (v2); internal scapulars setae (sc1); external scapulars setae (sc2); seta segmen C (c1-3); seta segmen D (d1-2); seta segmen E (e1-2); seta segmen F (f1-2); dan seta
segmen H (h1) (Vacante 2010) 4
2 Variasi seta pada tungau : (A) simple; (B) pilose; (C) serrate; (D) spiniform; (E) bipectinate; (F) spatulate; (G) falcate; (H) lanceolate; (I) lanceolate-serrate; (J) cuneiform; (K) bothriduim dan sensillus pada
Oribatida (Zhang 2003) 5
3 Siklus hidup Eotetranychus sexmaculatus Riley (Tetranychidae)
(Learmonth 2015) 6
4 Imago Phyllocoptruta oleivora: (A) bagian dorsal; (B) bagian lateral; (C) empodium; (D) bagian internal genitalia betina; (E) lateral opisthosoma; (F) coxa dan bagian genital; (G) tungkai I dan II (Keifer 1938) 8 5 Imago Eutetranychus orientalis: (A) bagian dorsal betina; (B) tarsus pada
palpus; (C) seta yang berasosiasi pada tarsus II; (D) seta yang berasosiasi pada tarsus I; (E) receptaculum seminis jantan; (F) aedeagus betina; (D) aedeagus; (E) pretarsus I pada betina (Vacante 2010) 11 8 Komposisi famili tungau pada pertanaman jeruk di Pulau Jawa 15 9 Phyllocoptruta oleivora: (A) bagian dorsal imago; (B) memiliki 31 annuli
pada bagian dorsal dan bentuk annulus melengkung ke dalam; (C) empodium dengan featherclaw 5-rayed; (D) bentuk perisai pada
prodorsal 16
10 Imago Panonychus citri: (A) warna tuberkel berwarna merah, seta dorsal memiliki warna yang sama dan menempel pada struktur tuberkel yang kokoh; (B) bagian dorsal imago; (C) tarsus I memiliki 2 pasang seta dupleks; (D) kuku empodia (cl) memilki 3 pasang rambut proximoventral; (E) femur I memiliki 8 seta; (F) pada pada anal plate
11 Brevipalpus phoenicis: (A) bagian dorsal betina dengan 2 pori opisthosoma (PP); (B) tarsus II memiliki 2 solenidia; (C) pola kutikula pada prodorsum yaitu areolae; (D dan E) hysterosoma dengan 6 pasang seta dorsolateral (c3, d3, e3, f3, h2 dan h1, f2 tidak ada); (F) kutikula pada area e1-e1 hingga h1-h1 selalu dengan pola kerutan kuat membentuk
pola V 19
12 Imago Eotetranycus sp.: (A) bagian dorsal betina; (B) ujung tarsus memiliki 3 pasang rambut proximoventral; (C) pada tarsus I terdapat 2 seta dupleks; (D) bentuk aedeagus; (E) anal plate memiliki 2 pasang seta anal (as1-2) dan 2 pasang seta para-anal (ps1-2) 20 13 Imago Eutetranycus sp.: (A) bagian dorsal betina; (B) pada bagian
propodosoma terdapat tiga pasang seta dorsal (v2, sc1, sc2); (C) pada hysterosoma memiliki 10 pasang seta (c1-3, d1&3, e1&3, f1, h1-2); (D) pada
anal plate terdapat dua pasang seta anal (as1-2) dan dua seta para-anal (ps1-2); (E) tibia II memiliki 6 seta; (F) pada tarsus I terdapat 1 solenidia
dan empodium tanpa kuku 21
14 Imago Tarsonemus bilobatus: (A) bagian dorsal betina; (B) apodema
15 Tydeidae: (A) bagian dorsal; (B) palpaltarsus dan tarsus I tidak berujung dengan kuku (cl); (C) pola pada bagian gnathosoma ventral yaitu striae;
(D) tarsus II-IV berujung dengan sepasang kuku 23
16 Amblyseius spp.: (A) bagian dorsal beserta ukuran, tungkai I sedikit lebih panjang dari tungkai II; (B) bagian dorsal memiliki satu dorsal shields
(DS), bagian ventral terdapat empat shields (sternal shield (SS),
metasternal shield (MS), epigynal shield (ES), dan ventrianal shield
(VS)), stigmata (s) berada di antara coxa III dan IV, peritrim (p) biasanya mengerah ke depan;(C) palpaltarsal memiliki dua apotele; (D)
metasternal shield kecil, tidak menyatu dengan epigynal shield dan seta sternal4 (st4) terletak pada metasternal shield; (E) tarsus I berakhir pada sepasang kuku; (F) pada bagian prodorsol shield memiliki empat pasang seta lateral (L1-4); (G) baris basal pada deutosternal denticle (de) sempit, dan tidak meluas keluar dari dasar seta capitular (cs); (F) ventrianal shield memiliki tiga pasang seta pre-anal (1-3), dua pori pre-anal, satu
pasang seta para-anal (ps) 24
prodorsum; (C) bagian ventral: coxa apodema I (ap1) dan II (ap2) tidak menyatu di bagian tengah; (D) pada bagian tarsus condylophores
berbentuk Y; (E) tarsus dengan kuku empodia 26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi jenis tungau pada setiap umur daun, jenis jeruk dan lokasi 30 2 Data komposisi jumlah ini pada setiap umur daun, ulangan, jenis jeruk
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu tanaman buah utama di Indonesia, karena memiliki beberapa keunggulan kompetitif dengan beberapa kriteria. Jeruk merupakan buah yang paling disukai konsumen karena mengandung vitamin C tinggi, mempunyai rasa yang enak dan menyegarkan. Secara ekonomi jeruk mempunyai kisaran harga yang cukup tinggi. Dari sisi agronomi, jeruk merupakan tanaman yang mudah ditumbuhkan dan dapat berproduksi pada kisaran lingkungan agroklimat yang luas (Ditjen Horti 2014).
Sebagai komoditas unggulan nasional, jeruk mempunyai peran yang penting dalam peningkatan devisa negara. Produksi jeruk nasional pada lima tahun terakhir (2009 – 2013) cenderung menurun, yaitu dari 2 131 768 ton pada tahun 2009, menjadi 1 411 229 ton pada tahun 2013 (BPS 2014). Daerah sentra produksi jeruk tersebar hampir di seluruh Indonesia, meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Timor, Kalimantan, dan Sulawesi. Sedangkan untuk sentra produksi di Pulau Jawa meliputi seluruh provinsi(Ditjen Horti 2014).
Proses produksi jeruk banyak dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor pendukung maupun penghambat produksi. Salah satu hambatan dalam produksi jeruk adalah serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang berpotensi menyebabkan kerugian pada tanaman jeruk, di antaranya golongan tungau. Tungau merupakan salah satu OPT pada tanaman jeruk yang memiliki arti penting secara ekonomi. Beberapa jenis tungau termasuk Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina A1 yang dianggap belum ada di Indonesia, yaitu
Phyllocoptruta oleivora Ashmead (Acari: Eriophyidae), Eutetranychus orientalis
Klein (Acari: Tetranychidae), Aculops pelekassi Keifer (Eriophyidae),
Panonychus ulmi Koch (Tetranychidae), dan Brevipalpus californicus Banks (Acari: Tenuipalpidae) (Kementan 2011).
Meskipun informasi mengenai jenis tungau pada tanaman jeruk di beberapa daerah sudah ada, namun informasi secara umum belum banyak diketahui. Pengembangan informasi tentang tungau jeruk di Indonesia ini sangat penting untuk dijadikan dasar tindakan pencegahan dan pengendalian. Informasi yang diperoleh dapat melengkapi basis data Badan Karantina Pertanian. Selain itu, ketersediaan kunci identifikasi mengenai jenis tungau jeruk yang ada di Indonesia juga sangat diperlukan sebagai acuan dalam mengidentifikasi tungau yang berasosiasi dengan tanaman jeruk.
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk
Jeruk termasuk ke dalam famili Rutaceae yang dapat dikembangbiakan baik secara generatif maupun vegetatif (Sarwono 1991; Pracaya 2002). Jeruk merupakan komoditas buah yang paling populer di dunia setelah anggur, yang memiliki daerah tumbuh yang membentang dari 40 derajat Lintang Utara sampai 40 derajat Lintang Selatan (Sarwono 1991). Jeruk berasal dari Asia Tenggara, yaitu India, Cina Selatan, dan beberapa jenis dari Florida, Australia Utara, dan Kaledonia (Sarwono 1991; Sunarjono 2005). Jenis jeruk utama yang dikembangkan di Indonesia yaitu jeruk keprok (C. nobilis), karena memiliki rasa yang manis dan menyegarkan (Sarwono 1991). Di Indonesia, jeruk keprok merupakan salah satu dari 3 (tiga) jenis jeruk komersial dan menjadi unggulan saat ini, jenis lainnya adalah jeruk siam dan jeruk besar/pamelo (C. maxima) (Astuti 2014).
Pada umumnya jeruk dapat tumbuh pada dataran rendah hingga dataran tinggi, namun untuk hasil yang maksimal memerlukan kondisi yang optimal. Pada dataran rendah, kondisi yang optimal yaitu antara 1 – 700 m dpl dan pada dataran tinggi berkisar antara 800 – 1 400 m dpl. Kondisi iklim yang optimal yaitu dengan iklim kering antara 3 – 5 bulan pertahun atau daerah yang memiliki musim keringnya lebih dari 5 bulan. Daerah tropis yang optimal untuk pertumbuhan tanaman jeruk yaitu dengan kisaran suhu udara 25°C pada siang hari dan 12 – 18°C pada malam hari. Jeruk keprok sendiri dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik tanah liat sampai berkerikil/berbatu, namum pertumbuhan optimal yaitu pada tanah gembur dengan drainase yang baik dan pH 6 – 6.8 (Astuti 2014). Daerah pengembangan jeruk di Indonesia tersebar di beberapa provinsi di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya (Setiawan & Trisnawati 2003).
Morfologi Tungau
Tungau memiliki ukuran yang sangat kecil, panjang tubuh tungau dewasa berkisar antara 300 – 500 µm, kecuali famili Eriophyidae yang berukuran sekitar 100 µm. Tungau memiliki tubuh yang globular atau subglobular, fusiform atau seperti cacing, memiliki warna yang pucat, dengan atau tanpa segmentasi pada bagian abdomen dan secara prinsip morfologinya dibedakan menjadi dua bagian utama, yaitu gnathosoma dan idiosoma (Gambar 1). Batas-batas antara bagian tubuh ini tidak selalu jelas dan kadang-kadang ditandai dengan adanya sutura (circumcapitular, disjugal, sejugal, abjugal) (Vacante 2010).
Gambar 1 Bagian dorsal Tetranychus urticae Koch. betina: femur (fe); gena (ge); tarsus (ta); tibia (ti); trochanter (tr); external vertical setae (v2);
internal scapulars setae (sc1); external scapulars setae (sc2); seta segmen C (c1-3); seta segmen D (d1-2); seta segmen E (e1-2); seta segmen F (f1-2); dan seta segmen H (h1) (Vacante 2010)
Jumlah dan pola distribusi seta (chaetotaxy) pada permukaan idiosoma
Gambar 2 Variasi seta pada tungau : (A) simple; (B) pilose; (C) serrate; (D) spiniform; (E) bipectinate; (F) spatulate; (G) falcate; (H) lanceolate; (I) lanceolate-serrate; (J) cuneiform; (K) bothriduim dan sensillus pada Oribatida (Zhang 2003)
Klasifikasi
Tungau termasuk ke dalam filum arthropoda, subfilum Chelicerata, kelas Arachnida, subkelas Acari. Beberapa klasifikasi tungau sebagian berdasarkan lokasi pasangan lubang nafas (stigmata) pada tubuh, telah dikembangkan oleh para ahli taksonomi tungau. Klasifikasi sub kelas Acari menurut Krantz (1970) :
Ordo Pilioacariformes Subordo Notostigmata Ordo Parasitiformes
Subordo Tetrastigmata Subordo Mesostigmata Subordo Metastigmata Ordo Acariformes
Subordo Prostigmata Subordo Astigmata Subordo Cryptostigmata
Biologi
Tungau mengalami enam tahap perkembangan setelah menetas dari telur, yaitu prelarva, larva, protonymph, deutonymph, tritonymph dan dewasa Krantz & Walter (2009).
Gambar 3 Siklus hidup Eotetranychus sexmaculatus Riley (Tetranychidae) (Learmonth 2015)
Pemencaran dan Persebaran
Penyebaran merupakan aspek yang penting dalam hidup beberapa tungau, sebagian hidup pada habitat yang berbeda, seperti pada serangga, burung, mamalia, dan juga pada serasah bahan organik. Pada tungau fitofag mekanisme persebaran bertujuan untuk mengkolonisasi tanaman dan juga menghindar dari musuh alami (Evans 1992). Persebaran tungau dapat terjadi dengan cara berjalan walaupun untuk jarak yang pendek dan wilayah yang kecil. Sebagian tungau menyebar secara phoresy yaitu dengan melibatkan serangga ataupun inang lainnya, dan juga dapat tersebar dengan bantuan angin. Beberapa spesies tungau laba-laba (Tetranychidae) memencar secara aerial menggunakan benang sutera. Tungau predator (Phytoseiidae) juga dapat memencar secara aerial dengan perilaku yang khas, tungau betina yang belum kopulasi akan berdiri di atas tungai belakangnya sehingga akan tersebar dengan bantuan angin (Hoy 2011).
Deutonimfa
Protonimfa Larva
Telur
Betina Jantan
Tungau pada Jeruk
Beberapa spesies tungau yang menjadi hama pada tanaman jeruk adalah
Phyllocoptruta oleivora (Citrus rust mite), Eutetranychus orientalis (Citrus brown mite), Brevipalpus californicus (citrus flat mite), dan Panonychus citri (citrus red mite) (Vacante 2010; CABI 2014).
Phyllocoptruta oleivora (Ashmead)
P. oleivora merupakan anggota famili Eriophyidae. Tubuh P. oleivora
betina memanjang seperti kerucut (fusiform), terkadang melengkung dan rata dengan ukuran panjang 158 µm, lebar 53 µm dan ketebalan 42 µm. Rostrum panjangnya sekitar 26 µm. Perisai dorsal memiliki panjang 40.5 µm, lebar 47 µm. Tubuhnya berwarna kuning. Tungkai umumnya slender, tungkai depan meliliki panjang 26 – 27 µm; patella 5.5 µm, tibia 6.5 µm, seta patellar 26 µm; kuku memiliki panjang 7 µm, membentuk cekung, dan kuku bercabang 5. Tungkai belakang memiliki panjang 25 µm, patella 5 µm, tibia 6 µm, patellar seta 12 µm, claw 8 µm. Coxa anterior berdekatan, garis sternal bercabang dua; seta II pada memiliki panjang 35 µm yang terletak pada annulus ventral 17. Seta ventral kedua panjangnya 8 µm yang terletak pada annulus ventral 33. Seta ventral ketiga panjangnya sekitar 15 µm dan terletak pada annulus kelima dari belakang (Keifer 1938).
Eutetranychus orientalis (Klein)
E. orientalis betina memiliki bentuk tubuh bulat telur dengan panjang sekitar 400 μm, dengan warna tubuh hijau-coklat sampai hijau gelap dengan bercak-bercak gelap. Seta pada tubuh bagian dorsal terletak pada tuberkel dan memiliki panjang dan bentuk yang bervariasi. Striate pada opistosomal dorsal antara seta d1 dan e1 bervariasi bentuknya, mulai dari longitudinal sampai berbentuk V. Seta c2, d2, e2, dan f2 berukuran panjang dan lanceolate, subspatulate
atau spatulate yang melebar; seta c1, d1, e1, f1, dan h1 pendek dan berbentuk
spatulate, lanceolate atau subspatulate. Seta c1 lebih atau kurang sesuai dengan seta c2 dan c3, seta c1 dan f1 membentuk persegi. Pada bagian tibia II memiliki enam seta. Sedangkan E. orientalis jantan memiliki ukuran tubuh lebih kecil dari betina, dengan panjang 360 μm dan seta pada tubuh bagian dorsal lebih pendek jika dibandingkan dengan betina dan memiliki bentuk yang lebih lanceolate atau subspatulate (Baker & Pritchard 1960; Vacante 2010). E. orientalis dewasa yang baru menetas dapat dibedakan jenis kelaminnya dengan mudah. E. orientalis
jantan memiliki warna kemerah-merahan dan ditandai dengan kaki yang memanjang. Memiliki bintik mata yang menonjol dan kemerahan, dan gerakannya lebih aktif dibandingkan betina dewasa (Sangeetha et al. 2013).
Gambar 5 Imago Eutetranychus orientalis: (A) bagian dorsal betina; (B) tarsus pada palpus; (C) seta yang berasosiasi pada tarsus II; (D) seta yang berasosiasi pada tarsus I; (E) receptaculum seminis jantan; (F) aedeagus (Vacante 2010)
Brevipalpus californicus (Banks)
B. callifornicus memiliki warna tubuh merah dengan pola gelap di bagian tengah. Perisai rostal melampaui dasar femur I, tampilan pusat rostal yaitu panjang dan runcing. Propodosoma memiliki tiga pasang seta marginal, termasuk sepasang vertikal (v2) dan dua pasang scapular (sc1, sc2); sedangkan hysterosoma memiliki tujuh pasang setae marginal (c3, d3, e3, f2, f3, h1, h2); semua seta marginal pendek, lanceolate, serrate. Seta pada bagian hysterosoma dorsal (c1, d1, e1)
A
B
C
D
simpel, dan memiliki ukuran panjang seperti marginal seta. Coxa I dan II dengan sejumlah striasi melintang. Seta posterior ventral hysterosomal hampir mencapai suture antara propodosoma dan hysterosoma. Tarsus II dengan dua seta sensor seperti batang. Seta dorsal pada femur I dan II lanceolate, serrate, dengan panjangnya setengah dari lebar segmen, yang pada femur I lebih panjang dan lebar dari pada femur II (Baker 1949; Welbourn et al. 2003). B. callifornicus
hampir mirip dengan betina, tetapi ukuran lebih kecil (Pritchard & Baker 1958).
Gambar 6 Imago Brevipalpus californicus: (A) bagian dorsal; (B) bagian ventral (Baker 1949)
Panonychus citri (McGregor)
P. citri betina memiliki bentuk tubuh bulat dengan panjang tubuh antara 300 –500 μm dengan warna tubuh merah pekat sampai keunguan (McCoy et al. 2009; Vacante 2010). Semua seta pada bagian dorsal menempel kuat pada tuberkel yang warnanya sama dengan warna tubuhnya. Seta v2 pada bagian prodorsal lebih pendek dan seta scapular sc1 lebih panjang. P. citri jantan berwarna lebih terang dibandingkan dengan betina, terkadang berwarna jingga. Aedeagus sigmoid. Seta pada bagian opistosomal dorsal yaitu seta f2 dan h1 memiliki panjang yang sama, kedua seta tersebut panjangnya sekitar sepertiga panjang seta f1. Peritrim berakhir pada simple bulb. Tarsus I memiliki tiga seta taktil dan satu solenidia (Vacante 2010).
A B
Gambar 7 Imago Panonychus citri: (A) bagian dorsal betina (Zhang 2002); (B) receptaculum seminis (Meyer 1987); (C) ujung distal peritrim pada betina; (D) aedeagus; (E) pretarsus I pada betina (Vacante 2010)
C
D E
A
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2014 sampai Maret 2015. Pengambilan sampel dilakukan terhadap 24 titik di beberapa lokasi pertanaman jeruk dan jeruk pekarangan di Pulau Jawa (Tabel 1). Identifikasi jenis tungau dilakukan di laboratorium Ekologi Serangga IPB, Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, dan Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan antara lain kantong plastik, busa, mikroskop kompon merk Nikon eclipse 80i, mikroskop digital merk Hirox KH-8700, mikroskop stereo merk Olympus SZ, cawan petri, bunsen, dissecting set, kaca objek, kaca penutup, kaca pembesar, gunting, kuas halus, kotak pendingin, kotak plastik persegi, air, spiritus, alkohol 70%, dan media polyvinyl alcohol (PVA).
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada lokasi pertanaman jeruk dan tanaman jeruk yang berada di pekarangan rumah yang dilakukan secara purposif. Pada lokasi pertanaman yang luas, pengambilan sampel dilakukan terhadap 10 pohon jeruk yang menunjukan gejala serangan tungau. Sedangkan untuk di pekarangan rumah, pengambilan sampel tungau dilakukan pada semua pohon bergejala. Sepuluh daun muda dan tua diambil dari empat arah mata angin pada setiap pohon. Jenis jeruk yang dijadikan sampel pengamatan yaitu jeruk siam (C. sinensis), jeruk lemon (C. limonia), jeruk limau (C. amblycarpa), jeruk keprok (C. reticulata), jeruk nipis (C. aurantiifolia), jeruk purut (C. hystrix), dan jeruk pamelo (C. maxima)
Penanganan Sampel
Identifikasi dan Koleksi
Identifikasi tungau diawali dengan proses mounting untuk mendapatkan spesimen yang bisa diamati di bawah mikroskop kompon. Tahapan proses
mounting yang pertama tungau diletakkan dengan posisi yang sesuai pada gelas objek yang sudah ditetesi PVA dan secara perlahan tungau ditekan menggunakan jarum mikro hingga mencapai dasar gelas objek, kemudian gelas penutup diletakkan pada permukaan PVA. Selanjutnya slide preparat dipanaskan di atas Bunsen burner untuk merelaksasi semua organ tubuh tungau serta menghilangkan gelembung udara pada PVA, kemudian slide preparat diberi label dan posisi tungau pada slide diberi tanda lingkaran. Setelah itu, slide preparat dipanaskan di dalam oven pada suhu 45-50°C selama 1 – 2 minggu hingga medium PVA kering dan tungau menjadi bersih. Identifikasi tungau berdasarkan karakteristik morfologi dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi yang sesuai, yaitu Fan & George 2012; Gerson et al. 1999; Keifer 1938; Miller 1966; Muma 1964; Qin 2001; Vacante 2010; Welbourn et al. 2003; Zhang et al. 2002; Zhang 2003.
Tabel 1 Kordinat GPS dan ketinggian lokasi pengambilan sampel
Lokasi (Desa/Kecamatan/Kabupaten) GPS Ketinggian (m dpl)
Jawa Barat Bogor
Cikabayan/Dramaga/Bogor 6°33'02.7'' S - 106°43'12.5'' E 192
Cikabayan/Dramaga/Bogor 6°33'06.7'' S - 106°42'57.0'' E 195
Situ Gede/Bogor Barat/Bogor 6°32'42.6'' S - 106°44'27.5'' E 213
Ciamis
Sadapaingan/Panawangan/Ciamis 7°03'22.8'' S - 108°21'45.6'' E 540
Sadapaingan/Panawangan/Ciamis 7°03'08.4'' S - 108°21'26.0'' E 550
Cianjur
Cikaruya/Warung Kondang/Cianjur 6°52'46.4'' S - 107°06'38.8'' E 533
Garut
Cibolerang/Karang Pawitan/Garut 7°11'03.3'' S - 107°57'00.5'' E 713
Mekar Sari/Pasir Wangi/Garut 7°14'10.8'' S - 107°50'49.8'' E 895
Rancabeet/Samarang/Garut 7°12'37.5'' S - 107°49'34.3'' E 1000
Kuningan
Kalimanggis/Kalimanggis/Kuningan 6°58'24.9'' S - 108°36'40.3'' E 193
Majalengka
Giri Mulya/Banyaran/Majalengka 6°57'01.0'' S - 108°18'24.6'' E 724
Sukabumi
Sukalarang/Sukalarang/Sukabumi 6°52'57.0'' S - 107°00'40.8'' E 880
Semplak/Sukalarang/Sukabumi 6°54'59.1'' S - 107°00'06.8'' E 713
Sumedang
Paseh Kaler/Paseh/Sumedang 6°47'47.9'' S - 108°00'27.0'' E 492
Jawa Tengah
Pati
Tabel 1 (lanjutan)
Lokasi (Desa/Kecamatan/Kabupaten) GPS Ketinggian (m dpl)
Wonogiri
Blimbing/Manyaran/Wonogiri 7°51'19.9'' S - 110°47'23.5'' E 246
Jawa Timur
Mojokerto
Jatijejer/Trawas/Mojokerto 7°37'16.9'' S - 112°34'07.0'' E 433
Rejosari/Ngadirejo/Mojokerto 7°51'20.3'' S - 111°06'53.3'' E 316
Kedung Sari/Kemligi/Mojokerto 7°27'11.7'' S - 112°20'56.4'' E 42
Jombang
Menturus/Kudu/Jombang 7°26'39.0'' S - 112°18'56.2'' E 31
Malang
Brombongan/Pakis/Malang 7°56'32.2'' S - 112°41'44.0'' E 513
Pacitan
Sumber Rejo/Jatisrono/Pacitan 7°51'26.4'' S - 111°06'50.8'' E 314
Ndolo Kidul/Punung/Pacitan 8°07'47.9'' S - 111°02'09.4'' E 448
Tulung Agung
Pulosari/Punut/Tulung Agung 8°05'48.6'' S - 111°59'38.9'' E 105
Spesies tungau yang ditemukan berasosiasi dengan tanaman jeruk di Pulau Jawa adalah Phyllocoptruta oleivora, Panonychus citri, Brevipalpus phoenicis,
Tarsonemus bilobatus, Eotetranychus sp., Eutetranychus sp., Cheletogenes ornatus, dan Amblyseius spp. Selain itu, terdapat jenis tungau hanya bisa diidentifikasi sampai tingkat family, famili Tydeidae dan Winterschmidtiidae (Tabel 2). Tungau yang bersifat sebagai fitofag termasuk Famili Tetranychidae (P. citri, Eotetranychus sp., Eutetranychus sp.), Famili Tenuipalpidae (B. Phoenicis), Famili Tarsonemidae: (T. Bilobatus, Famili Eriophyidae (Ph. Oleivora) dan Tydeidae. Sedangkan tungau yang bersifat predator yaitu Famili Phytoseiidae (Amblyseius spp.), Famili Cheyletidae (C. Ornatus)( dan dan Famili Winterschmidtiidae. Selain dari sampel daun, dari sampel buahditemukan
P. citri pada buah jeruk keprok garut (data tidak ditampilkan).
Gambar 8 Komposisi famili tungau pada pertanaman jeruk di Pulau Jawa Komposisi jenis tungau pada pertanaman jeruk yaitu famili Eriophyidae sebesar 73.97%. Dua famili lain yang jumlahnya cukup banyak yaitu Tetranychidae sebesar 18.87% dan Tenuipalpidae sebesar 6.52%. Persentase famili lainnya adalah Phytoseiidae sebesar 0.23%, Tarsonemidae sebesar 0.19%, Tydeidae sebesar 0.17%, Cheyletidae sebesar 0.03%, dan persentase yang paling sedikit ditemukan pada penelitian ini yaitu Winterschmidtiidae sebesar 0.02% (Gambar 8)
Tungau Fitofag
ditemukan, betina Ph. oleivora meletakan telurnya 1-2 telur per hari dengan total telur yang dihasilkan semasa hidupnya yaitu sebanyak 20 – 30 telur (CABI 2014). Karakter morfologi yang utama antara lain: pada bagian dorsal memiliki 31 annuli dan bentuk annulus terlihat melengkung ke dalam; empodium dengan featherclaw 5-rayed; bentuk perisai pada prodorsal seperti bentuk jaring (Gambar 9).
Phyllocoptruta oleivora (Asmead) yang dikenal juga sebagai citrus rust mite
telah diketahui sejak tahun 1879 di Florida, dan sampai saat ini dapat ditemukan pada pertanaman jeruk di seluruh dunia (Keifer et al. 1982). Tungau karat jeruk ini hidup serta menyebabkan kerusakan pada permukaan daun, sel epidermis buah, serta pada ranting yang masih hijau (Futch et al. 2001; CABI 2014). Pada kulit jeruk, daun, dan ranting menyebabkan russeting dan bronzing serta menjadi salah satu hama yang menyebabkan kerusakan paling banyak di Florida dan Texas, sedangkan di California menjadi hama yang lebih serius pada lemon (Keifer et al. 1982). Jenis jeruk yang menjadi inang dari Ph. oleivora antara lain jeruk manis (C. sinensis), lemon (C. limonia), jeruk nipis (C. aurantiifolia), jeruk pamelo (C. maxima), dan anggota jeruk lainnya (Citrus spp.) (Keifer 1952; CABI 2014). Menurut Pementan Nomor 93 Tahun 2011, tungau ini masih dikategorikan OPT Karantina A1 yang keberadaannya belum dilaporkan di Indonesia. Menurut data CABI (2014), penyebaran di negara-negara Asia tidak mencantumkan negara Indonesia sebagai salah satu daerah penyebarannya. Tetapi Endarto (2004) telah melakukan pengamatan terhadap populasi Ph. oleivora pada jeruk manis, keprok, dan pamelo di Batu-Malang, Jawa Timur yang menyebabkan gejala burik pada buah umur 1 bulan dan 3 bulan berturut-turut sebesar 38.5% dan 8.5%.
Gambar 9 Phyllocoptruta oleivora: (A) bagian dorsal imago; (B) memiliki 31
annuli pada bagian dorsal dan bentuk annulus melengkung ke dalam; (C) empodium dengan featherclaw 5-rayed; (D) bentuk perisai pada prodorsal
Berdasarkan hasil penelitian ini dan laporan penelitian sebelumnya, menunjukan keberadaan Ph. oleivora yang sudah tersebar di sebagian daerah di Pulau Jawa. Fakta ini bisa dijadikan dasar pertimbangan untuk menurunkan status
tungau ini menjadi OPT Karantina kategori A2 yang memiliki daerah persebaran terbatas di dalam wilayah Indonesia. Tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk membatasi semakin tersebarnya ke daerah lain dengan memperketat peredaran tanaman jeruk, sebab menurut CABI (2014) tungau karat dapat bertahan pada tunas dan daun yang menggulung.
Tabel 2 Kompoisi jenis dan jumlah individu tungau pada berbagai jenis jeruk di Pulau Jawa
Jenis tungau Jumlah Jenis jeruk Kabupaten/Kota
Fitofag :
B. phoenicis 588 Jeruk lemon, limau, pamelo, purut, siam
Malang, Mojokerto, Kuningan, Bogor, Wonogiri, Tulung Agung, Sukabumi, Pacitan, Sumedang, dan Ciamis
Eotetranychus sp. 57 Jeruk lemon, limau, nipis, pamelo, siam
Malang, Mojokerto, Jombang, Pacitan, Bogor, Mojokerto, Cianjur, dan Majalengka
Eutetranychus sp. 7 Jeruk pamelo Malang
T. bilobatus 17 Jeruk nipis Ciamis
Tydeidae 15 Jeruk nipis, pamelo Pacitan, Ciamis, dan Mojokerto
Predator :
Amblyseius spp. 21 Jeruk limau, nipis, pamelo
Jombang, Tulung Agung, Sukabumi, Malang, Bogor, dan Sumedang
C. ornatus 3 Jeruk limau, nipis Jombang dan Pacitan
Winterschmidtiidae 2 Jeruk siam Ciamis
Selain Ph. oleivora, P. citriatau Citrus red mite juga termasuk OPT Karantina kategori A2, artinya sudah ditemukan di Indonesia dengan penyebaran yang terbatas. Tungau ini menyerang daun tanaman jeruk (Qin 2001), serta merupakan hama yang serius pada tanaman jeruk di California, Afrika Selatan, dan Jepang. Tungau ini juga ditemukan di Florida, Cina, Amerika Selatan, dan India. Selain pada tanaman jeruk, juga ditemukan pada almon, pir, dan tanaman hias berdaun lebar (Hoy 2011). Di Indonesia telah dilaporkan oleh Affandi (2007) pada tanaman jeuk mandarin di Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Solok. Selain pada jeruk mandarin, Puspitarini et al. (2012) juga melaporkan mengenai kelimpahan P. citri pada pertanaman apel di Malang.
merah, serta seta pada bagian dorsal menempel pada struktur tuberkel yang kokoh; pada anal plate terdapat dua pasang seta anal (as1-2) dan dua pasang seta para-anal (ps1-2); bagian tarsus I memiliki dua pasang seta dupleks; ujung tarsus memiliki kuku empodia dan tiga pasang rambut proximoventral; pada bagian femur I terdapat delapan seta; pada ujung opisthosoma memiliki seta clunal (h1) yang hampir sama panjang dengan seta outer sacral (f2), sedangkan panjang f2 mendekati sepertiga panjang seta inner sacral(f1) (Gambar 10).
Gambar 10 Imago Panonychus citri: (A) warna tuberkel berwarna merah, seta dorsal memiliki warna yang sama dan menempel pada struktur tuberkel yang kokoh; (B) bagian dorsal imago; (C) tarsus I memiliki 2 pasang seta dupleks; (D) kuku empodia (cl) memilki 3 pasang rambut proximoventral; (E) femur I memiliki 8 seta; (F) pada pada
anal plate terdapat dua pasang seta anal (as1-2) dan dua pasang seta para-anal (ps1-2); (G) Hysterosoma memiliki seta clunal (h1) yang sama panjang dengan seta outer sacral (f2); f2 mendekati sepertiga painjang seta inner sacral(f1)
Jenis tungau berikutnya adalah B. Phoenicis (Tenuipalpidae). Tungau ini ditemukan pada jeruk lemon, limau, nipis, purut dan siam pada lokasi pengamatan yang beragam, dengan jumlah 588 individu (Tabel 2). Karakter morfologi B. phoenicis yaitu mempunyai bentuk tubuh yang pipih; pada bagian hysterosoma memiliki dua pori opisthosomal; tarsus II memiliki 2 solenidia; pola kutikula pada
prodorsum yaitu areolae; pada bagian hysterosoma terdapat 6 pasang seta dorsolateral (c3, d3, e3, f3, h2, dan h1); pola kutikula pada area e1-e1 sampai h1-h1 selalu dengan pola kerutan kuat yang membentuk pola V, kemudian semakin lemah ketika mengarah ke area h1-h1 (Gambar 11).
Brevipalpus phoenicis (Geijskes) dengan nama umumnya yaitu Reddish black flat mite memiliki kisaran inang antara lain palem (Baker 1949), teh (Widayat 2006; Komsiati 2008), pepaya, jeruk, dan markisa (Haramoto 1969). Daerah sebarannya sangat luas dan menjadi hama kosmopolitan di negara dengan iklim tropis (Haramoto 1969) dan subtropis (EFSA 2008). Tungau ini sangat mirip dengan spesies B. californicus yang masih dinyatakan sebagai OPTK A1 dalam Permentan No 93 Tahun 2011. Sebagian karakter morfologi yang menjadi pembeda antara lain jumlah dan bentuk seta pada bagian dorsolateral yang 7 pasang dan setiform (Baker 1949; Zhang 2003; Welbourn et al. 2003; Vacante 2010).
Gejala yang ditimbulkan B. phoenicis yaitu klorosis, blistering (seperti melepuh), bronzing atau menimbulkan area nekrotik pada daun, buah, batang, dan ranting (EFSA 2008). Selain itu, genus Brevipalpus juga dapat menjadi vektor
Citrus leprosis virus (CiLV) yang merupakan salah satu penyakit serius di Argentina, Brazil, Paraguay, Venezuela, dan Panama (Childers et al. 2001). pada jeruk dan dapat menyebabkan buah rontoh, defoliasi (gundul), dan kematian pada ranting dan cabang (EFSA 2008).
keprok konde (Tabel 2). Karakter morfologinya antara lain: pada bagian anal plate memiliki dua pasang seta anal (as1-2) dan dua pasang seta para-anal (ps1-2); pada tarsus I terdapat dua seta dupleks; dan penciri utama genus ini yaitu pada ujung tarsus memiliki tiga pasang rambut proximoventraldan tidak memiliki kuku (Gambar 12).
Gambar 12 Imago Eotetranycus sp.: (A) bagian dorsal betina; (B) ujung tarsus
memiliki 3 pasang rambut proximoventral; (C) pada tarsus I terdapat 2 seta dupleks; (D) bentuk aedeagus; (E) anal plate memiliki 2 pasang seta anal(as1-2) dan 2 pasang seta para-anal(ps1-2)
Eotetranychus sp. (Tetranychidae) bukan bukan merupakan OPT Karantina dan penyebarannya sudah meluas di wilayah Indonesia. Zhang (2003) menyebutkan bahwa tungau ini menyerang tanaman di dalam rumah kaca. Beberapa spesies yang termasuk genus Eotetranychus dapat menyerang buah, daun, dan ranting yang muda (Vacante 2010). Spesies yang diketahui hama pada tanaman jeruk antara lain E. lewisi, E. sexmaculatus, E. yumensis, E. cendanai, dan E. limauni (Vacante 2010; Hoy 2011). Affandi (2007) melaporkan
Eotetranychus sp. pada tanaman jeruk mandarin di Solok pada fase perkembangan buah.
Pada penelitian ini, tungau hanya ditemukan di Kabupaten Malang pada buah jeruk pamelo dengan jumlah hanya 7 individu (Tabel 2). Karakter morfologi
Gambar 13 Imago Eutetranycus sp.: (A) bagian dorsal betina; (B) pada bagian propodosoma terdapat tiga pasang seta dorsal (v2, sc1, sc2); (C) pada hysterosoma memiliki 10 pasang seta (c1-3, d1&3, e1&3, f1, h1-2); (D) pada anal plate terdapat dua pasang seta anal (as1-2) dan dua seta para-anal (ps1-2); (E) tibia II memiliki 6 seta; (F) pada tarsus I terdapat 1 solenidia dan empodium tanpa kuku
Spesies berikutnya yang ditemukan pada penelitian ini yaitu T. bilobatus
dengan jumlah sebanyak 17 individu dan berasosiasi dengan tanaman jeruk nipis di Kabupaten Ciamis (Tabel 2). Karakter morfologi T. bilobatus imago yaitu pada tungkai IV mengalami reduksi yang merupakan penciri utama dari famili Tarsonemidae, femur dan gena menyatu, kemudian panjang tegula normal dengan panjang kurang dari 1.5 kali lebar dasar tegula; pada bagian ventral propodosoma terdapat apodema (ap), apodema posternal (pa), dan apodema sejugal yang melekuk di tengah; bagian ventral metapodosoma memiliki dua pasang seta (3a dan 3b), dan apodema 4 (ap4) tidak melampaui dasar dari seta 3b (Gambar 14).
Gambar 14 Imago Tarsonemus bilobatus: (A) bagian dorsal betina; (B) apodema(ap), apodema posternal (pa), apodema sejugal melekuk di tengah; (C) pada tungkai IV mengalami reduksi ukuran dari tungkai lainnya, femur dan gena menyatu, panjang tegula normal yang panjang kurang dari 1.5 kali lebar dasar tegula; (D) bagian ventral metapodosoma memiliki 2 pasang seta (3a dan 3b), apodema 4 (ap4) tidak melampaui dasar dari seta 3b
Menurut Zhang (2003), tungau ini merupakan hama minor pada tanaman jeruk di dalam rumah kaca, serta pada sejumlah bunga hias di Polandia. Selain sebagai fitofag, tungau ini juga dilaporkan memakan spora cendawan (fungivorous) (Zhang 2003; CIAT 2004). Data CABI (2008) menyebutkan bahwa yang menjadi inang antara lain bawang putih, paprika, semangga, melon, mentimun, labu, tomat, sawi putih. Daerah penyebaran meliputi Asia: Jepang, Korea, Cina, dan India; Afrika: Mesir; Eropa: Hungaria, Itali, Polandia, Belarus, dan Ukraina (Zhang 2003; CABI 2008), sedangkan untuk di Indonesia belum pernah dilaporkan. Spesies ini telah dikarakterisasi ciri-ciri morfologi dan telah dipublikasikan namanya pada jurnal internasional, keberadaan di Indonesia belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu spesies ini merupakan new species record bagi Indonesia.
Gambar 15 Tydeidae. (A) bagian dorsal; (B) palpaltarsus dan tarsus I tidak berujung dengan kuku (cl); (C) pola pada bagian gnathosoma ventral yaitu striae; (D) tarsus II-IV berujung dengan sepasang kuku
Beberapa spesies famili Tydeidae berperan sebagai pengurai, sebagian lain memakan fungi, polen, dan embun madu. Selain itu, kelompok tungau ini juga ditemukan pada kulit dan daun tanaman berkayu, pada tanaman tomat, jeruk, anggur, dan pohon berbuah lainnya (Hoy 2011). Zhang (2003) menyebutkan bahwa kebanyakan spesies pemakan cendaawan, beberapa sebagai predator, dan beberapa lainnya bersifat fitofag. Karakter morfologi famili Tydeidae yang diidentifikasi yaitu celisera berdekatan satu sama lain; pada bagian palpaltarsus
dan tarsus I tidak berujung dengan kuku; pola pada bagian ventral gnathosoma yaitu stiate; tarsus II-IV berujung dengan sepasang kuku (Zhang 2003).
Tungau Predator
Tungau lain yang ditemukan adalah Amblyseius spp. Tungauini bersifat sebagau predator dan ditemukan dengan jumlah 21 individu. Tungau ini hanya ditemukan di beberapa lokasi pengambilan sampel, yaitu Bogor, Sukabumi, Sumedang, Jombang, Malang dan Tulung Agung (Tabel 2). Karakter morfologi
Amblyseius spp. antara lain: pada bagian tungkai I sedikit lebih panjang dari tungkai II; bagian dorsal memiliki satu dorsal shields, bagian ventral terdapat empat shields (sternal shield, metasternal shield, epigynal shield, dan ventrianal shield); stigmata berada di antara coxa III dan IV, dan peritreme biasanya mengarah ke depan; metasternal shield kecil, tidak menyatu dengan epigynal shield dan seta sternal 4 (st4) terletak pada metasternal shield; palpaltarsal
memiliki dua apotele; tarsus I berakhir pada sepasang kuku; pada bagian
prodorsal shield memiliki empat pasang seta lateral (L1-4); ventrianal shield
memiliki tiga pasang seta pre-anal (1-3), dua pori pre-anal dan satu pasang seta para-anal(Gambar 16).
50 µm
A
10 µm
B
10 µm
C
10 µm
Santoso (2004), menemukan spesies A. deleoni di perkebunan teh di Bandung, Sukabumi, dan Cianjur. Amblyseius spp. juga ditemukan pada pertanaman apel di Poncokusumo, Malang (Puspitarini 2010).
Gambar 16 Amblyseius spp.: (A) bagian dorsal beserta ukuran, tungkai I sedikit
lebih panjang dari tungkai II; (B) bagian dorsal memiliki satu dorsal shields (DS), bagian ventral terdapat empat shields (sternal shield
(SS), metasternal shield (MS), epigynal shield (ES), dan ventrianal shield (VS)), stigmata (s) berada di antara coxa III dan IV, peritrim (p) biasanya mengerah ke depan; (C) palpaltarsal memiliki dua
apotele; (D) metasternal shield kecil, tidak menyatu dengan epigynal shield dan seta sternal 4 (st4) terletak pada metasternal shield; (E) tarsus I berakhir pada sepasang kuku; (F) pada bagian prodorsol shield memiliki empat pasang seta lateral (L1-4); (G) baris basal pada
deutosternal denticle (de) sempit, dan tidak meluas keluar dari dasar seta capitular (cs); (F) ventrianal shield memiliki tiga pasang seta pre-anal(1-3), dua pori pre-anal, satu pasang seta para-anal(ps) Jenis tungau predator lainnya yaitu Cheletogenes ornatus yang ditemukan di Jombang dan Pacitan pada jeruk limau dan jeruk nipis dengan jumlah sebanyak 3 individu (Tabel 2). Karakter morfologinya memiliki tubuh yang mendekati bulat dan pendek, perisai tubuh bagian dorsal memiliki kerutan yang kuat; tungkai I memiliki seta terminal yang panjangnya hampir sama dengan panjang tungkai,
tibia I lebih panjang dari tarsus I; tarsus I memiliki satu solenidion seperti pasak; tarsus II-IV memiliki kuku yang halus dan empodia; pola pada rostral shield yaitu
striae (seperti sidik jari); tarsus pada palpus memiliki dua seta seperti sisir dan dua seta seperti sabit; kuku pada palpus dengan lebih dari tiga gigi (Gambar 17). Pertama kali dilaporkan oleh Affandi (2007) di pertanaman jeruk mandarin di kabupaten Solok. Menurut data CABI (2008), daerah penyebarannya meliputi India, Mesir, Kuba, Brazil, dan Bulgaria.
Gambar 17 Cheletogenes ornatus betina: (A) memiliki tubuh yang mendekati bulat dan pendek, perisai tubuh bagian dorsal memiliki kerutan yang kuat; (B) tungkai I memiliki terminal seta yang panjangnya hampir sama dengan panjang tungkai dan tibia I lebih panjang dari tarsus I; (C) tarsus I memiliki 1 solenidion seperti pasak; (D) tarsus II-IV memiliki kuku yang halus dan empodia; (E) pola pada rostral shield
yaitu striae (seperti sidik jari); (F) tarsus pada palpus memiliki 2 seta seperti sisir (ss) dan 2 seta seperti sabit (sb); kuku (cl) pada palpus dengan lebih dari 3 gigi
Winterschmidtiidae merupakan salah satu famili dari subordo Astigmata. Pada penelitian ini, tungau hanya ditemukan pada jeruk siam di Ciamis, dengan jumlah sebanyak 2 individu (Tabel 2). Karakter dari famili ini yaitu: coxa apodema I dan II tidak menyatu di bagian tengah; seta vi dekat ke tepi anterior prodorsum; tarsus memiliki kuku empodia; condylophores berbentuk Y; tibia I dan II masing-masing memiliki 1-2 seta (Gambar 18).
Gambar 18 Winterschmidtiidae: (A) bagian dorsal; (B) seta vi dekat ke tepi anterior prodorsum; (C) bagian ventral: coxa apodema I (ap1) dan II (ap2) tidak menyatu di bagian tengah; (D) pada bagian tarsus
condylophores berbentuk Y; (E) tarsus dengan kuku empodia
Berdasarkan hasil temuan, terdapat spesies tungau yang merupakan OPT Karantina, yaitu Phyllocoptruta oleivora dan Panonychus citri. Berdasarkan laporan sebelumnya Ph. oleivora sudah dilakukan pengamatan oleh Endarto (2004), bahkan Tjo Tjien (1956) melaporkan keberadaan tungau Eriophyes sp. pada tanaman jeruk dengan penyebarannya seluruh pulah jawa. Menurut CABI (2014), Eriophyes oleivorus merupakan nama lain dari Phyllocoptruta oleivora.
Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap Permentan Nomor 93 Tahun 2011 untuk menentukan status dari Ph. oleivora. Selain itu, P. citri juga merupakan OPT Karantina kategori A2 yang penyebaran masih terbatas menurut Peraturan yang sama. Oleh karena itu, perlu juga dilakukan penelitian mengenai sebaran di wilayah Indonesia, sehingga tindakan pencegahan untuk membatasi penyebaran ke daerah lain dapat dioptimalkan. Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dasar masukan untuk Badan Karantina Pertanian dalam menentukan perubahan status dari jenis tungau yang termasuk ke dalam OPT Karantina.
50 µm
A
vi
sci
sce 10 µm
B
ap1
ap2
1a
10 µm
C
5 µm
D E
Simpulan
Delapan jenis tungau berhasil dikoleksi dari berbagai jenis jeruk dan lokasi di Pulau Jawa, dengan enam bersifat fitofag dan dua bersifat predatot. Tungau fitofag yang ditemukan yaitu P. citri, Eotetranychus sp., Eutetranychus sp.,
B. phoenicis, T. bilobatus, dan Ph. oleivora, sedangkan tungau predator yaitu
Amblyseius spp. dan C. ornatus. Jenis tungau yang paling dominan adalah Ph. oleivora yang termasuk ke dalam OPT Karantina Kategori A1. Spesies lain yang termasuk OPT Karantina A2 yang ditemukan adalah P. citri. T. bilobatus
merupakan tungau yang baru pertama kali dilaporkan di Indonesia.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Affandi. 2007. Identifikasi Tungau Fitofag dan Predator Jeruk Mandarin pada Berbagai Fase Tumbuh. J Horti. 17(1): 81 - 87.
Astuti S. 2014. Jeruk Keprok Indonesia dan Syarat Tumbuhnya [Internet]. [diunduh 27 Austus 2014]; Tersedia pada: http://cybex.deptan.go.id/
Baker EW. 1949. The Genus Brevipalpus (Acarina: Pseudoleptidae). The American Midland Naturalist. 42(2): 350–402.
Baker EW. dan Pritchard AE. 1960. The Tetranychoid Mites of Africa. Hilgardia.
29(11): 455–574.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Buah-buahan dan Sayuran Tahunan di Indonesia [Internet]. [diunduh 5 Juni 2014]; Jakarta (ID): BPS. Tersedia pada: www.bps.go.id.
[CABI] CAB International. 2008a. Datasheets Cheletogenes ornatus [Internet].
[diunduh 17 Maret 2015]. Tersedia pada:
http://www.cabi.org/cpc/datasheet/12679.
[CABI] CAB International. 2008b. Datasheets Tarsonemus bilobatus [Internet].
[diunduh 17 Maret 2015]. Tersedia pada:
http://www.cabi.org/cpc/datasheet/52791.
[CABI] CAB International. 2014a. Crop Protection Compendium [on line]. Wallingford (UK).
[CABI] CAB International. 2014b. Datasheets Phyllocoptruta oleivora (citrus rust mite) [Internet]. [diunduh 17 Maret 2015]. Tersedia pada: http://www.cabi.org/cpc/datasheet/41000.
Childers CC, Kitajima WE, Welbourn CW, Rivera C, Ochoa R. 2001. Brevipalpus Mites on Citrus and Their Status as Vectors of Citrus Leprosis.
Manejo Integrado de Plagas. (60): 66–70 .
[CIAT] Cento International de Agricultura Tropical. 2004. Cassava Entomology: Arthropod Taxonomic Activities on CIAT Commodity Crops. Annual Report: Integrated Pest and Disease Management In Major Agroecosystems. Hlm 1 – 5.
[Dirjen Horti] Direktorat Jendral Hortikultura – Kementerian Pertanian. 2014a. Daerah Sentra Jeruk [Internet]. [diunduh 5 Juni 2014]; Jakarta (ID): Dirjen Horti. Tersedia pada: http://hortikultura.pertanian.go.id/.
[Dirjen Horti] Direktorat Jendral Hortikultura – Kementerian Pertanian. 2014b. Profil Komoditas Jeruk [Internet]. [diunduh 5 Juni 2014]; Jakarta (ID):
Dirjen Horti. Tersedia pada:
http://ditbuah.hortikultura.pertanian.go.id/admin/data/ROFIL_JERUK.pdf. [EFSA] European Food Safety Authority. 2008. Pest Risk Assessment Made by
France on Brevipalpus californicus, Brevipalpus phoenicis and Brevipalpus obovatus (Acari: Tenuipalpidae) Considered by France as Harmful in The French Overseas Departments of Guadeloupe and Martinique. The EFSA Journal. (678): 1-25
Evans OG. 1992. Principles of Acarology. Wallingrofd (GB): CABI Publishing Division of CABI Intn.
Fan Qing-Hai, George S. 2012. Keys to Higher Taxa and Commonly Intercepted Families of Mites (ACARI). Plant Health & Environment Laboratory. New Zealand (NZ). hlm 68-76.
Futch SH, Childers CC, McCoy CW. 2001. A Guide to Citrus Mite Identification [Internet]. [diunduh 17 Maret 2015]. Tersedia pada: http://edis.ifas.ufl.edu. Gerson U, Fain A, Smiley RL. 1999. Further Observations on The Cheyletidae
(Acari), with a Key to The Genera of The Cheyletinae and A List of All Known Species in The Family. Bulletin De L'institut Royal Des Sciences Naturelles De Belgique. (69): 35-86.
Haramoto FH. 1969. Biology and Control of Brevipalpus phoenicis (Geijskes) (Acarina: Tenuipalpidae). Technical Bulletin Hawaii Agricultural Experiment Station. (68): 63.
Hoy AM. 2011. Agricultural Acarology: Introduction to Integrated Mite Management. New York (US): CRC Press.
Keifer HH. 1938. Eriophid Studies. California Department of Agiculture Bulletin. 27(2): 181–206.
Keifer HH. 1952. The Eriophyid Mites of California. Bulletin of The California Insect Survey. 2(1): 53.
Keifer HH, Baker EW, Kono T, Delfinado M, Styer WE. 1982. An Illustrated Guide to Plant Abnormalities Caused by Eriophyid Mites in North America. United States Department of Agriculture.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Komsiati DA. 2008. Perkembangan Kelimpahan Setiap Stadium Brevipalpus phoenicis Geijskes di Perkebunan Teh Tanjungsari, Wonosobo Jawa Tengah [skripsi]. Purwekerto (ID): Universitas Soedirman.
Krantz GW, Walter DE. 2009. Oviposition and Life Stages. Di dalam: A Manual of Acarology. 3rd ed. Krantz GW, Walter DE, editor. Texas (US): Texas Tech University Press. hlm 57–63.
Krantz GW. 2009. Habits and Habitats. Di dalam: A Manual of Acarology. 3rd ed. Krantz GW, Walter DE, editor. Texas (US): Texas Tech University Press. hlm 64–82.
Learmonth S. 2015. Six Spotted Mite Pest of Grapevines and Avocados [internet].
[diunduh 22 April 2015]. Tersedia pada:
https://www.agric.wa.gov.au/avocados/six-spotted-mite-pest-grapevines-and-avocados. Perth (AUS): Department of Agriculture and Food.
McCoy. CW. The Biology of The Citrus Rust Mite and Its Effects on Fruit Quality
[internet]. [diunduh 5 April 2015]. Tersedia pada: irrec.ifas.ufl.edu/flcitrus/pdfs/short_course_and_workshop/factors_fruit_qua lity/McCoy-Biology_of_the_Citrus_Rust_Mite.pdf.
Miller LW. 1966. The Tetranychid Mites of Tasmania. Papers and Proceedings of the Royal Society of Tasmania. 100: 53–76.
Pritchard AE. and Baker EW. 1958. The False Spider Mites (Acarina: Tenuipalpidae).University of California Publications in Entomology. 14(3): 175–274.
Pracaya 2002. Jeruk Manis : Varietas, Budidaya, dan Pascapanen. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Puspitarini DR. 2010. Kelimpahan Populasi Tungau Merah Jeruk Panonychus citri (McGregor) (Acari: Tetranychidae) pada Pertanaman Apel: Tungau eksotik, Hama Baru pada Pertanaman Apel. Seminar Perlindungan Tanaman Tahun 2010.
Puspitarini DR, Affandhi A, Widyana A. 2012.Citrus Red Mite Panonychus citri
(Mc.Gregor) (Acari: Tetranychidae) and Other Mites on Apple Plantation, Malang Indonesia. Asian Journal of Natural & Applied Sciences. 1(2): 93-100.
Qin Tin-Kui. 2001. Acarology Training Manual with Special Reference to Mite Associated with Plant. Jakarta (ID): Badan Karantina Pertanian.
Sangeetha GK, Athira A, Aswathi SB, Fathima S, Jishna MP, Akshaya A. 2013. Breeding Strategies of Eutetranychus orientalis (klein) (Acari: Tetranychidae) on Neem. International Journal of Science and Nature.
4(3): 468-472.
Santoso S. 2004. Keragaman dan Kelimpahan Tungau Hama dan Predator pada Tanaman Teh, serta Biologi Neoseiulus longispinosus (Acari : Phytoseiidae) pada Tungau Merah Teh, Oligonychus coffeae (Acari : Tetranychidae) [Internet]. [diunduh 17 Maret 2015]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/7127.
Sarwono B. 1991. Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Setiawan AI, Trisnawati Y. 2003. Peluang Usaha dan Pembudidayaan Jeruk Siam. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sunarjono H. 2005. Berkebun 21 Tanaman Buah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Vacante V. 2010. Citrus Mite : Identification, Bionomy and Control. Walingford
(GB): CABI Publishing Division of CABI Intn.
Welbourn WC, Ochoa R, Kane EC, Erbe EF. 2003. Morphological Observations on Brevipalpus phoenicis (Acari: Tenuipalpidae) Including Comparisons with B. californicus and B. obovatus. Experimental & Applied Acarology. (30): 107–133.
Widayat W. 2006. Perkembangan Populasi Tungau Jingga (Brevipalpus phoenicis
Geijskes) pada Beberapa Klon Teh [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
Zhang Zhi-Qiang, Henderson R, Flynn A, Martin N. 2002. Key to Tetranychidae of New Zealand. MAF Science Policy. Project FMA 180. London (GB): CABI Publishing Division of CABI Intn.
Zhang Zhi-Qiang. 2003. Mite Of Green House: Identification, Biology and Control. Walingford (GB): CABI Publishing Division of CABI Intn.
Lampiran 1 Komposisi jenis tungau pada setiap lokasi, jenis jeruk, dan umur daun
Lokasi
(Kab/Kota) Jenis jeruk Jenis tungau
Komposisi individu
Majalengka Jeruk siam Eotetranychus sp. 8 3
Lampiran 1 (lanjutan)
Lokasi (Kabupaten/Kota) Jenis jeruk Jenis tungau Komposisi individu
Lampiran 2 Data komposisi jumlah tungau pada setiap lokasi pengambilan sampel, jenis jeruk, ulangan, dan umur daun pada pertanaman jeruk di Pulau Jawa
Kabupaten Kecamatan Desa Jenis jeruk Pohon ke- Umur daun Spesies Jumlah
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 1 Daun muda P. citri 63
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 1 Daun muda B. phoenicis 26
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 2 Daun muda P. citri 23
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 2 Daun muda B. phoenicis 28
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 2 Daun muda Ph. oleivora 4
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 1 Daun tua P. citri 3
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 1 Daun tua B. phoenicis 9
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 1 Daun tua Ph. oleivora 5
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 2 Daun tua P. citri 5
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 2 Daun tua B. phoenicis 6
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk lemon 2 Daun tua Ph. oleivora 10
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk nipis 1 Daun muda P. citri 6
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk nipis 2 Daun muda P. citri 4
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk nipis 3 Daun muda P. citri 2
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk nipis 3 Daun muda B. phoenicis 23
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk nipis 1 Daun tua P. citri 2
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk nipis 2 Daun tua - -
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk nipis 3 Daun tua P. citri 3
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk nipis 3 Daun tua B. phoenicis 8
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk limau 1 Daun muda - -
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk limau 1 Daun tua - -
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk purut 1 Daun muda B. phoenicis 8
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk purut 1 Daun muda Ph. oleivora 3
Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa Jenis jeruk Pohon ke- Umur daun Spesies Jumlah
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk purut 2 Daun muda B. phoenicis 14
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk purut 2 Daun tua B. phoenicis 2
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 1 Daun muda P. citri 16
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 1 Daun muda Ph. oleivora 13
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 1 Daun muda Eotetranychus sp. 1
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 1 Daun muda Amblyseius spp. 2
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 2 Daun muda P. citri 14
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 2 Daun muda Ph. oleivora 4
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 2 Daun muda Eotetranychus sp. 5
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 2 Daun muda Amblyseius spp. 3
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 3 Daun muda P. citri 3
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 3 Daun muda Ph. oleivora 11
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 1 Daun tua P. citri 5
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 1 Daun tua Eotetranychus sp. 2
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 1 Daun tua Amblyseius spp. 1
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 2 Daun tua P. citri 3
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 2 Daun tua Eotetranychus sp. 2
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 2 Daun tua Amblyseius spp. 1
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 2 Daun tua Ph. oleivora 2
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 3 Daun tua P. citri 2
Jawa Barat Bogor Dramaga Kampus IPB Jeruk pamelo 3 Daun tua Ph. oleivora 3
Jawa Barat Bogor Bogor Barat Situ Gede Jeruk limau 1 Daun muda P. citri 5
Jawa Barat Bogor Bogor Barat Situ Gede Jeruk limau 2 Daun muda - -