• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Sereal Susu Berbahan Baku Sorgum sebagai Pangan Sarapan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Sereal Susu Berbahan Baku Sorgum sebagai Pangan Sarapan"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI SEREAL SUSU BERBAHAN BAKU SORGUM SEBAGAI PANGAN SARAPAN

Oleh :

NADIA TANNIA HENDARTINA F24060988

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Oleh :

NADIA TANNIA HENDARTINA F24060988

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

Nama : Nadia Tannia Hendartina

NRP : F24060988

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Sukarno, M.Sc. NIP. 19601027.198703.1.003

Dosen Pembimbing II

Ir. Sutrisno Koswara, M.Si. NIP. 19640505.199103.1.003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pertanian

Dr. Ir. Dahrul Syah

NIP. 19650814.199022.1.001

(4)

1

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, campus IPB Darmaga, PO. BOX 220, Bogor 16002, Indonesia

Abstract

Sorghum can be used as a basic ingredient in developing ready to eat cereals. The general aim of this study was to develop cereal milks based beverages with sorghum as a main ingredient. The materials used to make cereal milk sorghum were milk powder, sorghum flour, sugar, cocoa powder, vanillin powder, and salt. This study covered two stages of experiment, i.e. preliminary and main experiments. The objective of preliminary study was to produce sorghum flour that can be rehydrated and has good characteristics. Flour that can be rehydrated known as pragelatinized flour. Pragelatinized sorghum flour can be achieved by studying the comparison of the amount of water added in the cooking stage that studied in the preliminary experiment. The ratio of coarse sorghum flour and water (w/v) tested were 1 : 2.5, 1 : 3, 1 : 3.5, 1 : 4, 1 : 4.5. The physical properties of the products resulted such as yield, water solubility index, and the rehydration time were analyzed. Based on these test results, the ratio of flour and water to be used in the main study was 1 : 4. The main study aimed to get a cereal milk formula that was suitable and acceptable by consumers. Variables observed on the main research in determining the optimum formulation of cereal milk were the amount of pragelatinized sorghum flour and milk powder added. The organoleptic test conducted showed that the formulation with a ratio of milk and pragelatinized sorghum flour 3 : 7 was chosen. Based on proximate analysis, the chosen formula contain (dry basis) 5.82% moisture content, 5.87% fat, 8.16% protein, 2.73% ash, and 83.24% carbohydrate. Chosen formula also contain 14.76% dietary fibre and total phenolic compound 3.28 mg GAE (Gallic Acid Equivalent)/ g product. Financial analysis that has been done shows milk cereal product development is feasible.

(5)

RINGKASAN

Salah satu tanaman serealia yang berpotensi untuk dijadikan pangan sarapan adalah sorgum. Sorgum adalah serealia kelima terpenting setelah beras, gandum, jagung, dan barley. Komposisi biji sorgum mirip dengan jagung. Pati merupakan komponen utama dari biji sorgum diikuti oleh protein. Pati sorgum mengandung 20-30% amilosa dan 70-80% amilopektin. Protein sorgum umumnya 1-2% lebih tinggi daripada jagung.

Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan produk sereal susu berbahan baku sorgum lokal dalam bentuk minuman yang dapat dikonsumsi. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan ditujukan untuk menghasilkan tepung sorgum yang dapat direhidrasi (tepung pragelatinasi) dan memiliki karakteristik yang baik. Variabel yang diujikan adalah perbandingan antara tepung sorgum mentah kasar dan air, dengan jumlah air yang semakin bertambah. Perbandingan yang digunakan yaitu 1 : 2.5, 1 : 3, 1 : 3.5, 1 : 4, dan 1 : 4.5. Kriteria pemilihan tepung pragelatinasi yang baik didasarkan pada analisis waktu rehidrasi, kelarutan, dan rendemen. Berdasarkan hasil analisis tersebut, perbandingan antara tepung sorgum mentah kasar dan air 1 : 4 dapat menghasilkan tepung pragelatinasi dengan karakteristik yang baik.

Tahapan selanjutnya adalah penelitian utama. Penelitian utama ditujukan untuk mendapatkan formula sereal susu yang sesuai dan dapat diterima oleh masyarakat. Bahan baku pembuatan sereal susu yang digunakan adalah tepung pragelatinasi sorgum, susu bubuk, gula pasir, bubuk coklat, garam, dan bubuk vanila. Variabel yang diamati pada tahapan ini adalah perbandingan tepung sorgum pragelatinasi dengan susu bubuk, dengan jumlah tepung yang semakin bertambah dan jumlah susu bubuk yang semakin menurun. Perbandingan antara tepung pragelatinasi dan susu bubuk (dalam persen) yang digunakan yaitu 50 : 50, 60 : 40, 70 : 30, 80 : 20, dan 90 : 10. Formula terpilih diperoleh dari analisis organoleptik I dengan panelis mahasiswa IPB. Berdasarkan analisis tersebut, formula dengan perbandingan antara tepung pragelatinasi dan susu bubuk 70 : 30 merupakan formula terpilih. Formula yang dikembangkan sebagai produk sereal susu secara lebih rinci terdiri dari 40% tepung pragelatinasi sorgum, 17.2% susu bubuk, 40% gula pasir, 2% bubuk coklat, 0.6% garam, dan sekitar 0.2% bubuk vanila dalam basis 30 gram. Formula terpilih kemudian diujikan penerimaannya pada siswa sekolah dasar dalam analisis organoleptik II.

(6)
(7)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Juli 1988, dari pasangan Bapak Beny Hendarto dan Ibu Tina Suhartini. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis mengawali karir pendidikan formalnya di Taman Kanak-Kanak Rizky Taman Pagelaran Ciomas-Bogor pada tahun 1992 sampai tahun 1994, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) Taman Pagelaran Ciomas-Bogor hingga tahun 1996 dan melanjutkan ke SDN 05 Langsa, Aceh Timur dari tahun 1996 hingga 1999. Penulis lulus sekolah dasar pada tahun 2000 di SDN 068003 Medan, Sumatera Utara. Penulis melanjutkan kembali pendidikan formalnya di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Penulis mengenyam Pendidikan formal Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA) 1 Bogor hingga tahun 2006. Di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui USMI.

Selain melakukan kegiatan akademik, penulis pun aktif dalam kegiatan non-akademik dan kepanitiaan. Penulis sempat menjadi panitia pelatihan dan seminar HACCP tahun 2008. Penulis aktif sebagai tenaga pengajar pada salah satu bimbingan belajar di daerah Taman Pagelaran, Bogor. Penulis juga aktif dalam berbagai lomba karya tulis ilmiah terutama dalam program kreativitas mahasiswa yang diadakan oleh DIKTI, beberapa di antaranya berhasil juga didanai oleh DIKTI, namun belum berhasil untuk tahapan selanjutnya.

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan. Tidak lupa Shalawat serta salam terucap kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh pengikutnya hingga akhir Zaman.

Skripsi berjudul “Formulasi Sereal Susu Berbahan Baku Sorgum

sebagai Pangan Sarapan” bertujuan untuk mengembangkan suatu produk sereal sarapan dalam bentuk minuman dengan bahan baku sorgum. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat. Selain itu, skripsi ini juga disusun sebagai prasyarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis tetap berpatokan bahwasanya tidak ada yang sempurna, sehingga segala kritik dan sumbangan pemikiran untuk penelitian selanjutnya sangat penulis harapkan. Penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian yang telah diberikan dan juga bantuan dalam menyusun skripsi ini.

Bogor, September 2010

(9)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan kali ini penulisan ingin menghaturkan penghormatan dan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Allah SWT, Tuhan YME yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk

merampungkan skripsi ini.

2. Orang Tua penulis Beny Hendarto dan Tina Suhartini, yang memberikan semua sumber daya bagi kuliah penulis, atas doa-doanya dan harapan tulus yang selalu menyertai jalan panjang penulis mulai dari lahir sampai sekarang ini.

3. Dr. Ir. Sukarno, M.Sc., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga bagi penulisan skripsi ini.

4. Ir. Sutrisno Koswara M.Si., sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga bagi penulisan skripsi ini.

5. Ir. Subarna, M.Si., sebagai dosen yang bersedia menguji penulis.

6. Bu Novi, Mbak Ani, dan pegawai UPT lainnya yang telah membantu penulis

dalam pembuatan surat-surat dan keterangan lainnya di UPT.

7. Bu Tiwi dan segenap pihak lain dari masing-masing sekolah dasar yang penulis kunjungi.

8. Pak Nur, Pak Iyas, Pak Deni, Pak Jun yang telah membantu penulis bekerja di pilot plant PAU dan SEAFAST.

9. Pak Yahya, Pak Wahid, Pak Rozak, Bu Rubiyah, dan Pak Sobirin yang telah

membantu penulis bekerja di laboratorium ITP.

10.Adik penulis Nasita Lira H. yang bersedia membantu penulis dalam uji organoleptik ke sekolah dasar dan mengantar penulis ke berbagai tempat. 11.Nur Rita M. yang pernah menemani penulis lembur di pilot plant PAU dan

menyuplai makanan, serta sebagai teman diskusi dan yang telah bersedia mendengarkan keluhan atau cerita penulis.

(10)

viii 13.Arini H. sebagai teman yang menemani penulis di laboratorium analisis pangan saat penulis memulai penelitiannya dan memberikan penulis semangat. 14.Dion dan Helena sebagai teman diskusi dan teman penelitian dengan topik

yang sama.

15.Widi P. sebagai teman diskusi analisis kelayakan usaha. 16.Richi dan Syenni sebagai teman diskusi salah satu analisis.

17.Kak Difa, Annisa V., Desi R., Federika, dan Dedi sebagai teman satu laboratorium kimia pangan.

18.Annisa V. teman penulis mencari hiburan karena hampir memiliki kesukaan yang sama.

19.Della E. yang telah membantu penulis mencari salah satu uji

20.Viktor, Yogi, dan Kak Dita yang pernah berkerja satu laboratorium di SEAFAST Center.

21.Riza, Dewi, Saidah, Saffiera, Dessyana, dan Jessica sebagai teman satu bimbingan.

22.Semua ITP 43 yang telah menemani penulis selama berkuliah dan telah berbagi informasi dalam milis, dan

(11)

ix

DAFTAR ISI

Teks Halaman

RIWAYAT PENULIS ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

C. MANFAAT PENULISAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. SORGUM ... 4

1. Tanaman Sorgum ... 4

2. Susunan Kimia dan Zat Gizi Biji Sorgum ... 6

B. BAHAN BAKU SEREAL SUSU ... 8

C. SEREAL SARAPAN... 10

D. ANALISIS FINANSIAL ... 12

1. NPV (Net Present Value) ... 12

2. IRR (Internal Rate Return) ... 13

3. Net B/C (Net Benefit Cost Ratio) ... 14

4. PP (Payback Period) ... 14

5. BEP (Break Event Point) ... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 16

B. BAHAN DAN ALAT... 16

C. METODE PENELITIAN ... 16

1.Penelitian Pendahuluan ... 18

(12)

x

3. Pengujian Tepung Pragelatinasi ... 21

4. Pengujian Produk Akhir ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 29

B. PENELITIAN UTAMA... 31

1. Uji Organoleptik ... 32

2. Analisis Fisik Produk ... 37

3. Analisis Kimia Tepung Pragelatinasi dan Produk ... 38

4. Analisis Finansial ... 47

V. PENUTUP ... 51

A. KESIMPULAN ... 51

B. SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(13)

xi

DAFTAR TABEL

Teks Halaman

Tabel 1. Hasil analisis kimia untuk biji sorgum ... 7

Tabel 2. Analisa proksimat biji sorgum dan jagung ... 8

Tabel 3. Komposisi sereal sarapan siap saji ... 12

Tabel 4. Formula uji produk susu sereal (% dari berat total 30 gram) ... 20

Tabel 5. Perbandingan antara tepung pragelatinasi dan susu bubuk yang digunakan dalam formula (dalam bentuk %) ... 20

Tabel 6. Rendemen, waktu rehidrasi, dan kelarutan dari tepung pragelatinasi yang dihasilkan... 29

Tabel 7. Hasil uji rating hedonik ... 32

Tabel 8. Hasil uji rangking secara keseluruhan (overall) ... 33

Tabel 9. Beberapa karakteristik fisik produk ... 37

Tabel 10. Hasil analisis warna dengan chromameter ... 38

Tabel 11. Hasil analisis kimia tepung pragelatinasi dan produk ... 39

Tabel 12. Nilai gizi produk dan produk komersial dalam satu takaran saji ... 46

Tabel 13. Presentase kecukupan produk yang dikembangkan terhadap kebutuhan sehari ... 47

Tabel 14. Harga bahan baku pembuatan produk sereal susu ... 47

(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

Gambar 1. Tanaman sorgum ... 4

Gambar 2. Penampang melintang biji sorgum ... 5

Gambar 3. Tahapan pelaksanaan penelitian ... 17

Gambar 4. Diagram alir penelitian pembuatan tepung sorgum pragelatinasi ... 18

Gambar 5. Kelima formula yang diujikan dalam uji organoleptik 1 ... 32

Gambar 6. Pengetahuan mengenai sereal sarapan dari tiga sekolah dasar ... 34

Gambar 7. Penerimaan terhadap empat atribut produk ... 35

Gambar 8. Penerimaan produk secara keseluruhan dari tiga sekolah dasar ... 36

Gambar 9. Keinginan mengkonsumsi produk dari tiga sekolah dasar ... 37

(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Teks Halaman

Lampiran 1. Kuesioner uji organoleptik I ... 57

Lampiran 2. Hasil pengolahan uji organoleptik I (SPSS) ... 59

Lampiran 3. Hasil analisis kimia dan fisik tepung pragelatinasi dan produk ... 63

Lampiran 4. Kuesioner uji organoleptik II ... 67

Lampiran 5. Hasil pengolahan uji organoleptik II (SPSS) ... 68

Lampiran 6. Dokumentasi kegiatan uji penerimaan di sekolah dasar ... 73

Lampiran 7. Perincian biaya investasi dan penyusutan ... 75

Lampiran 8. Perincian biaya produksi pada bulan 1 tahun 1 ... 76

Lampiran 9. Perincian biaya produksi pada bulan 1 tahun 2 ... 77

Lampiran 10. Proyeksi laba rugi ... 78

Lampiran 11. Perhitungan BEP ... 79

(16)

A. LATAR BELAKANG

Sarapan adalah pangan yang dikonsumsi pada pagi hari sebelum beraktivitas, yang dapat terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan. Jumlah yang dimakan kurang lebih sepertiga dari makanan sehari. Berbagai penelitian mengenai pentingnya sarapan terutama terhadap prestasi anak-anak sekolah telah dilakukan. Muaris (2006) menyebutkan bahwa anak usia sekolah yang melakukan kegiatan sarapan akan lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar dan menyerap pelajaran. Penurunan konsentrasi dapat terjadi apabila melewatkan waktu sarapan. Penurunan konsentrasi tersebut berkaitan dengan menurunnya kadar gula. Kasdu (2004) menyebutkan bahwa gula darah merupakan sumber energi utama bagi otak. Penurunan kadar gula darah dapat menyebabkan ketidakseimbangan saraf pusat yang diikuti rasa lelah dan pusing.

Sarapan seringkali ditinggalkan dengan berbagai alasan. Waktu yang terbatas untuk melakukan sarapan, terlambat bangun pagi untuk pergi ke sekolah, dan tidak adanya selera untuk sarapan pagi sering menjadi alasan ditinggalkannya sarapan pagi oleh sebagian anak sekolah (Khomsan, 2002). Permasalahan mengenai keterbatasan waktu telah dapat diselesaikan dengan adanya bentuk pangan yang praktis dan dapat dengan cepat dipersiapkan saat sarapan. Pangan tersebut umumnya dikenal sebagai sereal sarapan siap saji.

Sereal sarapan siap saji merupakan salah satu bentuk pangan yang dapat langsung dikonsumsi. Persiapan makanan atau minuman ini hanya memerlukan sedikit waktu yaitu kurang dari 3 menit. Namun, saat ini

pembuatan pangan sarapan umumnya terbuat dari gandum atau oat. Gandum

(17)

2 dari total impor sektor non migas. Kondisi ini dapat menghambat perkembangan dan produksi produk sereal sarapan selanjutnya.

Salah satu tanaman serealia yang berpotensi untuk dijadikan pangan sarapan adalah sorgum. Sorgum adalah tanaman serealia kelima terpenting setelah beras, gandum, jagung, dan barley. Sorgum menjadi makanan utama lebih dari 750 juta orang yang tinggal di daerah tropis setengah kering di Afrika, Asia, dan Amerika Latin (FSD, 2003). Sirappa (2003) menyebutkan bahwa biji sorgum selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan, dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan dan bahan baku industri seperti industri gula, monosodium glutamat, asam amino, dan industri minuman. Rooney dan Saldivar (1991) mengemukakan komposisi biji sorgum mirip dengan jagung. Pati merupakan komponen utama dari biji sorgum diikuti oleh protein. Protein sorgum umumnya 1-2% lebih tinggi daripada jagung.

Sorgum merupakan tanaman yang dapat dijadikan sumber pangan potensial di Indonesia Sorgum termasuk tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, dan relatif tahan terhadap gangguan hama serta penyakit. Sorgum telah ditanam di sebagian wilayah Indonesia. Sirappa (2003) menambahkan pengusahaan sorgum terbesar di Indonesia terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Biji sorgum di dalam penelitian ini akan dijadikan bahan baku pembuatan sereal susu sebagai pangan sarapan siap saji. Sereal susu yang akan dikembangkan berbentuk minuman. Pembuatan sereal sarapan dalam bentuk minuman akan mempercepat waktu penyajian dan waktu konsumsi (Charunuch et al., 2003).

(18)

3

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

 Mendapatkan perbandingan antara air dan tepung sorgum mentah kasar yang menghasilkan tepung sorgum pragelatinasi yang memiliki karakteristik yang baik

 Mendapatkan formula sereal susu yang dapat diterima dan mendapatkan karakteristik fisik dan kimia formula sereal susu terpilih tersebut

 Mendapatkan komposisi nilai gizi dari formula sereal susu terpilih, dan  Menganalisis kelayakan finansial produk sereal susu sorgum.

C. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian pengembangan produk ini adalah sebagai berikut :

 Memberikan nilai tambah pemanfaatan tanaman sorgum sehingga

masyarakat dapat terpicu untuk membudidayakannya

 Berkembangnya suatu produk sereal sarapan dengan bahan baku lokal dapat memberikan kontribusi terhadap pengurangan ketergantungan terhadap bahan impor, dan

(19)

A. SORGUM

1. Tanaman Sorgum

Tanaman sorgum (Sorgum bicolor Moench) termasuk famili Graminae atau rerumputan. Secara lebih rinci, data botani Sorgum :

Kelas : Monocotyledon

Keluarga : Graminae

Suku : Sorgum

Jenis-jenis lain : Sorgum bicolor (L) Andropogon sorgum (L) Holchus sorgum (L)

Biji sorgum berkeping satu. Tanaman sorgum tidak membentuk akar tunggang, tetapi hanya membentuk akar lateral yang halus dan terletak agak di bawah tanah. Akar lateral (serabut) ini menyebabkan tanaman sorgum mampu menyerap air tanah dengan cukup intensif. Hal ini menjadi salah satu penyebab tanaman sorgum relatif lebih tahan kekeringan.

Gambar 1. Tanaman sorgum (Rampho, 2005)

Batang sorgum tegak lurus dan beruas-ruas. Setiap ruas mempunyai alur yang letaknya berselang-seling. Dari setiap buku keluar daun berhadapan dengan alur. Kuntum yang berada di bawah dasar aluran dapat membentuk cabang baru yang dapat juga berbunga atau berbuah. Batang sorgum ada yang banyak mengandung air dengan kadar gula yang cukup tinggi dan ada yang berair tetapi tidak manis (Suprapto dan Mudjisihono, 1987)

(20)

5 penguapan air di dalam tubuh tanaman. Selain dapat menghadapi kekeringan, tanaman sorgum juga mempunyai daya regenerasi yang cukup kuat serta lebih tahan terhadap serangan hama daripada tanaman jagung (Rismunandar, 1989).

Bunga sorgum berbentuk malai bertangkai panjang tegak lurus terlihat pada pucuk batang. Selain itu ada juga tanaman yang tidak mempunyai tangkai malai. Malai sorgum bentuknya dapat terbuka, terurai atau setengah terurai, kompak atau kompak agak padat (Suprapto dan Mudjisihono, 1987).

Biji sorgum ada yang tertutup rapat oleh sekam yang liat, ada pula yang tertutup sebagian, atau tidak tertutup sama sekali. Bulir normal terdiri atas dua buah sekam berbentuk perisai. Biji yang tertutup sekam lebih tahan terhadap serangan hama. Kulit biji sorgum warnanya ada yang putih abu-abu, merah, coklat tua, kuning, atau kehitam-hitaman. Bentuknya beraneka ragam ada yang agak bulat hingga agak pipih. Biji sorgum ada yang keras dan ada yang agak lunak (Suprapto dan Mudjisihono, 1987). Komponen utama biji sorgum adalah perikarp, testa, endosperma, dan embrio (FSD, 2003).

(21)

6 Biji sorgum termasuk jenis kariopsis (caryopsis) dimana seluruh perikarp bergabung dengan endosperma. Perikarp atau kulit luar merupakan bagian terluar dari biji yang melapisi endosperma. Perikarp terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikarp, mesokarp, dan endokarp. Epikarp lebih lanjut dibagi menjadi epidermis dan hipodermis. Zat pigmen terkadang terdapat dalam epidermis. Zat pigmen tersebut berwarna putih, kuning, jingga, dan merah (FAO, 1995; Suprapto dan Mudjisihono, 1987).

Tepat di bawah endokarp, terdapat lapisan testa yang mengelilingi endosperma. Pada beberapa genotipe sorgum, testa sangat banyak mengandung pigmen. Keberadaan pigmen merupakan karakter genetika. Beberapa peneliti mengatakan bahwa senyawa polifenol kadar tinggi terdapat dalam testa.

Bagian terbesar dari biji serealia adalah endosperma (81-84%). Endosperma sorgum terdiri dari lapisan aleuron, peripheral corneous, dan zona floury. Sel-sel aleuron mengandung banyak mineral, vitamin B kompleks, minyak, dan mengandung beberapa enzim hidrolisis. Endosperma peripheral terdiri dari sel berbentuk persegi panjang yang mengandung granula pati dan terselubung oleh matriks protein (FAO, 1995; Suprapto dan Mudjisihono, 1987).

Dua bagian utama dari lembaga (germ) adalah bakal akar dan daun (embryonic axis)dan kotiledon (scutellum). Scutellum merupakan jaringan penyimpanan yang kaya akan lemak, protein, enzim, dan mineral. Minyak pada lembaga sorgum kaya akan asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated) dan mirip seperti minyak jagung (FAO, 1995).

2. Susunan Kimia dan Zat Gizi Biji Sorgum

Pati merupakan bentuk karbohidrat yang paling banyak terdapat di sorgum. Sekitar 70-80% pati sorgum adalah amilopektin, sisanya adalah amilosa. Kandungan kadar pati ini tergantung pada jenis sorgum. Namun, pada umumnya biji sorgum mengandung 70-75% pati (Rooney et al.,

(22)

7 menentukan kelunakan, kelikatan, dan kekilapan sorgum apabila ditanak. (Suprapto dan Mudjisihono, 1987). Varietas waxy atau glutenous sorgum mengandung amilosa dalam jumlah sangat sedikit karena hampir 100% adalah amilopektin (FAO, 1995).

Komposisi asam amino dari protein biji sorgum mirip dengan komposisi asam amino pada protein jagung. Asam amino pembatas pertama adalah lisin, diikuti treonin, dan triptofan. Minyak sorgum terpusat dalam lembaga, perikrap, dan lapisan aleuron pada level sekitar 3.5% (Rooney et al., 1980).

Hasil analisis menunjukan bahwa nilai nutrisi untuk tiap bagian biji sorgum berbeda-beda. Pada Tabel 1 diperlihatkan hasil analisis kimia untuk tiap bagian sorgum.

Tabel 1. Hasil analisis kimia untuk biji sorgum

Bagian biji Susunan Kimia Bagian-Bagian Bii (%) Pati * Protein* Lemak* Abu* Serat **

Biji Utuh 73.80 12.30 3.60 1.65 2.20

Endosperma 82.50 12.30 0.63 0.37 1.30

Kulit biji 34.60 6.70 4.90 2.02 8.60

Lembaga 9.80 13.40 18.90 10.36 2.60

*) Hubbard et al.,1950 **) Hahn, 1969

(Hubbard et al.,1950 dan Hahn, 1969 yang dikutip oleh Suprapto dan Mudjisihono, 1987).

Komposisi kimia sorgum dibandingkan dengan tanaman serealia lain yang sudah dikenal umum oleh masyarakat seperti jagung tidak jauh

berbeda. Namun, secara umum menurut Rooney dan Saldivar (1991)kadar

(23)

8 Tabel 2. Analisa proksimat dari biji sorgum dan jagung (Rooney, 1974)

Komponen

Sorgum Jagung

Kisaran (%) Rata-Rata (%) Kisaran (%) Rata-rata (%) Kadar air Pati

Protein (N× 6,25) Lemak Abu Serat kasar Tanin Lilin Pentosans Total karotenoid

8 – 20 60 -77 6.6 – 16.6 1.4 – 6.1 1.2 – 7.1 0.4 – 3.4 0.003 – 0.17 0.2 – 0.5 1.8 – 4.9 1.5 – 10.0

15.5 74.1 11.2 3.7 1.5 2.6 0.1 0.3 2.5 1.5

7 – 23.0 64 -78 8.0 – 14.0 3.1 – 5.7 1.1 – 3.9 1.8 – 3.5 -

-

5.9 - 6.6 5 – 40

16.7 71.5 9.9 4.8 1.4 2,7 - - - 30  Dinyatakan atas dasar berat kering (dry weight basis)

B. BAHAN BAKU SEREAL SUSU

Susu merupakan pangan yang bergizi, kaya akan protein, mineral, lemak, dan vitamin. Susu bubuk merupakan salah satu produk susu yang banyak beredar di pasaran. Pembuatan susu bubuk merupakan salah satu upaya untuk mengawetkan susu sehingga dapat tahan lebih lama. Tahapan proses pembuatan susu bubuk terdiri dari pengujian mutu susu murni yang diterima, proses klarifikasi, pasteurisasi, sterilisasi, evaporasi, homogenisasi, pencampuran, pengeringan, dan pengemasan (Mintarsih, 2006).

Walstra et al. (2006) menyebutkan terdapat beberapa jenis produk berbahan baku susu yang berbentuk bubuk, yaitu susu bubuk full cream

(Whole milk powder), susu bubuk skim (skim milk powder), bubuk whey

(whey powder), dan sweet-cream buttermilk powder. Susu bubuk yang digunakan dalam beberapa formula yang ditetapkan merupakan susu bubuk

(24)

9 bubuk ini digunakan dalam pencampuran kering pada puding, campuran sup, dan dessert.

Komposisi kalsium, protein, dan zat gizi penting lainnya pada susu bubuk tersebut dapat memberikan beberapa karakteristik. Karakteristik yang dihasilkan umumnya merupakan karakteristik yang diharapkan pada produk. Beberapa karakteristik tersebut menurut Dairy Management (2005), yaitu

 Penambahan susu dalam produk pangan yang mengalami pemanggangan

akan menghasilkan warna coklat yang diharapkan. Warna ini dihasilkan karena adanya reaksi antara protein dengan laktosa atau gula pereduksi lainnya. Reaksi ini disebut reaksi Maillard.

 Protein di dalam susu bubuk dapat berperan sebagai penghubung antara

pemukaan air dan minyak. Oleh karena itu, penambahan susu bubuk ini dapat meningkatkan kestabilan dari emulsi lemak. Pemanfaatan fungsi ini terdapat pada produk sup, produk yang dipanggang, minuman, dan salad dressing.

 Penambahan susu bubuk dapat memberi flavor.

 Penambahan susu bubuk dapat membantu pembentukan busa. Fungsi ini penting dalam pembuatan dessert dan cake.

 Susu bubuk dapat menjerat air di dalam produk yang dipanggang. Kemampuan pengikatan air oleh protein di dalam susu bubuk ini digunakan untuk membentuk tekstur yang diharapkan pada pangan semi padat atau kental seperti sup dan custard. Kemampuan pengikatan ini juga membantu untuk memperpanjang masa simpan adonan roti.

Formula yang dikembangkan menggunakan susu bubuk dengan tujuan untuk meningkatkan flavor (rasa dan aroma), penampakan, nilai gizi, dan kelarutan. Susu bubuk full cream yang digunakan merupakan susu bubuk instan sehingga memiliki kelarutan yang tinggi seperti dilaporkan oleh Westergaard (2004) yakni kelarutan susu bubuk dalam air tergolong tinggi.

(25)

10 sereal, dan produk hasil pemanggangan. Gula berfungsi sebagai pemberi rasa manis. Garam dapat berfungsi sebagai pemberi rasa (seasoning) dan pengawet. Garam umumnya digunakan sebagai ingridien. Garam digunakan dalam pengolahan keju untuk membantu menghilangkan whey dan menekan pertumbuhan organisme yang tidak diharapkan. Garam juga berfungsi sebagai pembentuk flavor dan pengontrol fermentasi (Igoe dan Hui, 2001).

Igoe dan Hui (2001) menyebutkan terdapat dua jenis bubuk coklat berdasarkan proses pembuatannya, yaitu alami dan alkalinasi. Bubuk yang diproses dari hasil alami memiliki pH 5.2-5.9, memiliki warna cenderung kuning kejinggaan, dan dapat menghasilkan warna coklat terang pada produk. Bubuk coklat jenis ini umumnya digunakan pada industri pemanggangan untuk memberi warna dan flavor. Selain itu, bubuk coklat jenis ini digunakan juga pada permen, sirup, dan toping. Jenis kedua yaitu bubuk coklat yang dihasilkan melalui proses alkalinasi (Dutch processed). Bubuk coklat jenis ini memiliki pH 6.5-8.1 dan memiliki warna coklat kemerahan. Penggunaan bubuk coklat ini akan menghasilkan warna coklat kemerahan dan flavor yang ringan pada produk. Bubuk coklat ini umum digunakan pada industri minuman, pudding, dan es krim. Produk yang akan dihasilkan pada penelitian ini menggunakan bubuk coklat yang mengalami alkalinasi.

Vanilin merupakan komponen flavor yang berasal dari tumbuhan vanila. Lestari (1992) menyebutkan umumnya vanilin berbentuk Kristal-kristal kecil seperti jarum, berwarna putih, mempunyai aroma yang menyenangkan dan berasa vanila. Vanilin digunakan sebagian besar pada produk es krim, produk yang dipanggang, dan minuman. Vanilin digunakan secara cukup luas di industri makanan dan minuman. Selain sebagai pemberi flavor, vanilin dapat juga digunakan sebagai penghilang bau-bauan yang kurang enak atau tidak dikehendaki (deodorizing).

C. SEREAL SARAPAN

(26)

11 disajikan karena pada proses pembuatannya tidak melibatkan proses pemasakan dan sereal yang dapat langsung dikonsumsi karena telah melalui proses pemasakan dalam pembuatannya. Sereal sarapan jenis yang pertama umumnya terdiri berbagai macam bubur, sedangkan jenis kedua umumnya dinamakan sereal sarapan siap saji. Selain berdasarkan proses pemasakannya, sereal sarapan juga dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya dan bahan mentahnya (Kent dan Evers, 1994). Matz (1959) menambahkan kelompok sereal sarapan yang masih membutuhkan pemasakan dalam penyajiannya berasal dari biji yang dihancurkan dan merupakan jenis sereal sarapan yang kuno.

Pembuatan sereal sarapan yang memerlukan pemasakan terdiri dari dua tahapan utama yaitu pengurangan ukuran partikel dan penghilangan substansi berserat yang ditemukan pada biji utuh. Kedua tahapan ini bertujuan untuk mengurangi waktu pemasakan, meningkatkan tekstur, dan kemungkinan meningkatkan daya cerna pangan tersebut. Pembuatan sereal sarapan siap saji selain melalui tahapan proses seperti sereal sarapan jenis pertama, umumnya terdiri dari dua prinsip yaitu pembentukan tekstur renyah dengan proses pengeringan dari bahan yang telah dimasak dan mengalami gelatinisasi. Prinsip lainnya yaitu pembentukan flavor akibat adanya proses gelatinisasi, dekstrinasi, dan karamelisasi, serta proses degradasi lainnya selama proses pembuatan berlangsung (Matz, 1959). Bonnie dan Hurley (1995) menyebutkan berbagai macam bahan tambahan pangan dapat ditambahkan dalam proses pembuatan pangan sarapan, seperti pemanis buatan, garam,

falvoring, pengawet, vitamin, dan mineral.

(27)

12 Dewasa ini, berkembang sereal sarapan yang menggunakan biji serealia utuh. USDA (2004) menyebutkan sereal sarapan dari biji utuh tersebut dalam satu takaran saji seharusnya menyediakan 100-200 kalori, minimal 2 gram protein, minimal 3 gram serat, maksimal 8 gram gula, maksimal 3 gram lemak, sekitar 25% dari kebutuhan sehari-hari nutrisi yang penting seperti besi, folat, vitamin B6 dan B12. Schwartz et al. (2008) menambahkan sereal sarapan siap saji setidaknya mengandung komponen lemak, protein, karbohidrat, dan serat dengan jumlah seperti dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi sereal sarapan siap saji (Schwartz et al., 2008)

Komponen Satu takaran saji Per 100 g

Anak-anak Umum Anak-anak Umum

Total lemak (g) 0.38 – 2.20 0.37 – 3.45 1-7 1-7

Protein (g) 0.63 – 2.83 2 – 5.52 2 – 8 5 – 13

Karbohidrat (g) 21.27 – 31.33 24.05 - 43.93 79 – 89 75 – 85

Serat (g) 0.07 – 2.51 0.89 – 7.13 1 – 7 1 - 19

D. ANALISIS FINANSIAL

Analisis finansial merupakan suatu dasar pengambilan keputusan untuk melakukan investasi yang menyangkut sejumlah besar dana dengan harapan mendapatkan keuntungan jangka panjang (Soeharto, 1999). Beberapa parameter untuk menguji kelayakan suatu proyek untuk dijalankan pada analisis finansial adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), PP (Payback Period), dan BEP (Break Event Point). Parameter-parameter tersebut dapat diperoleh melalui perhitungan dengan melakukan perkiraan aliran kas masuk dan keluar. Soeharto (1999) menyebutkan aliran kas terbentuk dari perkiraan biaya pertama, modal kerja, biaya operasi, biaya produksi, dan pendapatan.

1. NPV (Net Present Value)

Net Present Value adalah perbedaan antara nilai sekarang dari benefit

(28)

13

NPV =

( 1 + ) ±

Keterangan :

ACFt = arus kas tahunan setelah pajak pada periode t

n = usia proyek yang diharapkan

k = tingkat bunga modal atau tingkat pengembalian yang disyaratkan (%)

t = Periode per tahun

Io = Investasi awal (Initial Investment)

Keown et al. (2005) menyebutkan suatu proyek dapat diterima atau layak dilaksanakan apabila NPV ≥ 0.0. Nilai 0.0 pada NPV menunjukkan setelah proyek berlangsung pada periode yang diharapkan, proyek tersebut memberikan pengembalian yang sama dengan tingkat pengembalian yang disyaratkan.

2. IRR (Internal Rate of Return)

Internal Rate of Return dari suatu investasi adalah suatu nilai tingkat bunga yang menunjukan bahwa nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh biaya investasi proyek (Djazuli, 2009). IRR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

IO =

( 1 + )

Keterangan :

ACFt = arus kas tahunan setelah pajak pada periode t

n = usia proyek yang diharapkan

t = Periode per tahun

Io = Investasi awal (Initial Investment)

Keown et al. (2005) menyebutkan kriteria keputusan parameter IRR adalah menerima proyek jika persentase IRR ≥ tingkat pengembalian yang disyaratkan.

3. Net B/C (Net Benefit Cost Ratio)

(29)

14 (Kadariah et al. 1978 yang dikutip oleh Djazuli et al. 2009). Perhitungan Net B/C dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung PV (Present Value). PV (Present Value) merupakan nilai arus kas bersih (net cash flow) yang dikalikan dengan discount factor (DF). Arus kas bersih merupakan hasil pengurangan nilai manfaat (benefit) dengan nilai biaya (cost). Rumus menghitung discount factor (DF) adalah :

DF = 1 ( 1 + k)

Keterangan :

k = tingkat bunga modal atau tingkat pengembalian yang disyaratkan (%) t = Periode per tahun

Nilai Net B/C dihitung dari perbandingkan jumlah semua PV yang positif dengan semua PV negatif. Rumus untuk menghitung nilai Net B/C dapat dinyatakan sebagai berikut :

Net B/ C = + NPV positif

− NPV negatif

Djazuli et al. (2009) menyebutkan apabila Net B/C>1 proyek dinyatakan layak, Net B/C=1 proyek mencapai titik impas, dan jika Net B/C<1 proyek dinyatakan tidak layak untuk dilanjutkan.

4. PP (Payback Period)

Keown et al. (2005) menyebutkan PP (Payback Period) atau periode pembayaran kembali adalah jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal. Perhitungannya dilakukan berdasarkan aliran kas, baik tahunan maupun merupakan nilai sisa. Periode pengembalian pada suatu tingkat pengembalian tertentu digunakan model formula berikut :

PP = t − NPV ( t −t ) NPV − NPV

Keterangan :

NPV1 = nilai NPV kumulatif negatif NPV2 = nilai NPV kumulatif positif

t1 = tahun umur proyek yang memiliki NPV kumulatif negatif

(30)

15 Djazuli et al. (2009) menyebutkan apabila nilai PP lebih besar dari pada umur proyek, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Proyek tersebut layak untuk dilaksanakan apabila nilai PP lebih kecil daripada umur proyek.

5. BEP (Break Event Point)

BEP (Break Event Point) atau titik impas merupakan titik keseimbangan antara total penerimaan dan total pengeluaran (Ibrahim, 1998). Kapasitas produksi atau volume yang diproduksi pada titik ini tidak akan untung atau rugi (impas). Jumlah unit yang diproduksi pada titik ini dapat dihitung dengan perumusan :

Q ( jumlah) = Biaya tetap Harga penjualan

unit−

(31)

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dimulai bulan Februari 2010 hingga Juli 2010. Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan Pilot Plant PAU-Seafast Center.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan pada tahap pembuatan sereal susu sorgum adalah susu bubuk, tepung sorgum, gula pasir, bubuk coklat, bubuk vanila, dan garam. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisa kimia adalah pereaksi dan indikator yang dibutuhkan dalam analisis proksimat dan serat.

Alat yang digunakan adalah blancher, retort, pengering drum (drum dryer), pin disc mills, panci, blender kering, wadah plastik (baskom), timbangan, pengaduk, cawan aluminium, cawan porselen, desikator, kertas saring, penjepit cawan, neraca analitik, alat ekstraksi soxhlet, labu lemak, oven, seperangkat alat kjeldahl, viskometer, chromameter, labu destilasi, erlenmeyer, buret, gelas ukur, gelas piala, alat destilasi, dan perlengkapan uji organoleptik.

C. METODE PENELITIAN

(32)
[image:32.612.225.420.74.637.2]

17 Gambar 3. Tahapan pelaksanaan penelitian

Tepung sorgum pragelatinasi

Analisis organoleptik I

Analisis fisik dan kimia Analisis organoleptik II

Tepung dengan karakter fisik

terbaik

Pengujian kimia tepung Pembuatan tepung sorgum pragelatinasi

sebagai bahan baku utama sereal susu

Pengujian fisik dan perhitungan rendeman

Pembuatan produk dengan formula yang telah ditetapkan

Data penerimaan produk Sereal susu sorgum

terpilih

Karakter fisik dan kimia sereal susu

(33)

18

1. Penelitian Pendahuluan

[image:33.612.168.512.168.431.2]

Bahan baku pembuatan tepung tersebut adalah tepung sorgum kasar hasil penggilingan sorgum sosoh. Proses pembuatan tepung sorgum pragelatinasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir penelitian pembuatan tepung pragelatinasi Proses pembuatannya melibatkan tahapan pemasakan. Pemasakan bertujuan agar tepung dapat tergelatinasi sehingga dapat direhidrasi. Proses pemasakan terdiri dari tahap pembentukan konsistensi kental dan pengukusan. Pembentukan konsistensi ini dilakukan dengan mengaduk suspensi tepung dalam penangas bersuhu 70-80oC. Tahapan ini bertujuan mengoptimalkan proses gelatinasi yang terjadi dan pengadukan bertujuan menghomogenkan penyerapan air oleh granula pati. Tahapan ini melibatkan penambahan air dengan jumlah tertentu. Suprapto dan Mudjisihono (1987) menyebutkan bahwa sebanyak 1 bagian sorgum dapat ditambahkan air sebanyak 2.5-4 bagian dalam proses penanakan sorgum sosoh yang akan diolah menjadi seperti nasi. Proses penanakan ditujukan untuk menggelatinasi sorgum. Jumlah air yang ditambahkan bergantung pada jenis sorgum. Oleh karena itu, perbandingan jumlah air

Diaduk dalam penangas bersuhu 70- 80oC hingga terbentuk suspensi yang kental

Dikukus pada suhu 120oC selama 15 menit

Digiling dengan blender kering Dikeringkan dengan drum dryer

Tepung sorgum kasar

Tepung sorgum pragelatinasi

Sorgum (b) : Air (v) 1:2.5

1:3 1:3.5

(34)

19 yang ditambahkan dalam tahap pemasakan untuk menggelatinasi merupakan hal yang diujikan dalam penelitian pendahuluan ini. Perbandingan jumlah tepung sorgum kasar dengan air dalam perbandingan bobot : volume yang diujikan yaitu 1 : 2.5, 1 : 3, 1 : 3.5, 1 : 4, 1 : 4.5.

Pengukusan dilakukan pada suhu 120oC selama 15 menit dengan menggunakan retort. Kemudian, pasta yang terbentuk dikeringkan dengan pengering drum. Setelah itu, bentuk lembaran hasil dari pengering drum dikecilkan ukurannya. Pengujian yang dilakukan terhadap kelima tepung pragelatinasi yang dihasilkan dengan penambahan jumlah air yang berbeda adalah pengujian sifat fisik yaitu rendemen, indeks kelarutan air, dan waktu rehidrasi Pengujian kimia dilakukan terhadap tepung pragelatinasi yang memiliki karakteristik fisik terbaik. Pengujian kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat yang terdiri kadar air, abu, protein, lemak, dan kadar karbohidrat (by difference), serta kadar serat kasar.

2. Penelitian Utama

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya komposisi penggunaan bubuk coklat 0.5%, gula 10%, bubuk vanila 0.05%, dan garam 0.15% optimum digunakan pada pembuatan sereal sarapan dengan flakes sorgum sebesar 10%, tanpa penambahan susu dengan basis 150 ml air. Hasil ini dijadikan sebagai acuan pada penetapan penggunaan bubuk coklat, bubuk vanila, gula, dan garam dalam pembuatan sereal susu berbahan baku tepung sorgum.

(35)
[image:35.612.167.512.105.219.2]

20 Tabel 4. Formula uji produk susu sereal (% dari berat total 30 gram)

Kode perlakuan Tepung sorgum pragelatinasi Susu

bubuk Gula

Bubuk

coklat Garam

Bubuk vanila

A 28.6 28.6 40 2 0.6 0.2

B 34.3 22.9 40 2 0.6 0.2

C 40 17.2 40 2 0.6 0.2

D 45.8 11.4 40 2 0.6 0.2

E 51.5 5.7 40 2 0.6 0.2

Perbandingan antara tepung sorgum dan susu bubuk yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan antara tepung dan susu bubuk yang digunakan dalam formula (dalam bentuk %)

Kode perlakuan Tepung sorgum pragelatinasi Susu bubuk

A 50 50

B 60 40

C 70 30

D 80 20

E 90 10

Kelima formula yang telah ditetapkan komposisinya akan dilakukan analisis organoleptik I yang meliputi uji rating hedonik atribut rasa, aroma, kekentalan, warna, dan keseluruhan (overall), serta ranking keseluruhan (overall). Pengujian organoleptik tersebut menggunakan salah satu sampel dari produk komersial yang telah beredar di pasaran. Formula terpilih akan dianalisis fisik meliputi kekentalan dengan viskometer, waktu rehidrasi, indeks kelarutan air, dan warna dengan chromameter. Formula terpilih juga akan dianalisis kimia meliputi proksimat, kadar serat kasar, serat pangan, dan total fenol.

[image:35.612.228.410.305.423.2]
(36)

21 sekolah. Panelis yang dipilih yaitu anak sekolah dasar kelas 4 atau kelas 5 dari tiga sekolah dasar. Produk sereal susu yang dihasilkan diberi flavor coklat.

3. Pengujian Tepung Pragelatinasi a. Uji Kimia

Proses analisis kimia dilakukan terhadap tepung sorgum pragelatinasi yang terpilih meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat (by difference), serta kadar serat kasar. Deskripsi uji yang akan dilakukan terdapat pada bagian analisis produk akhir.

b. Uji Fisik

Uji fisik yang dilakukan meliputi indeks kelarutan air, waktu rehidrasi, dan rendemen. Deskripsi uji indeks kelarutan air dan waktu rehidrasi terdapat pada bagian analisis produk akhir.

Rendemen

Rendemen produk hasil penepungan dapat diperoleh dengan mengetahui berat bahan baku sorgum awal dan tepung yang dihasilkan dengan perumusan :

Rendemen (%bobot) = berat tepung x 100% berat sorgum sosoh 4. Pengujian Produk Akhir

a. Uji Kimia

Proses analisis kimia terhadap sereal susu meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat (by difference), kadar serat, kadar serat pangan, dan total fenol .Berikut adalah deskripsi beberapa uji yang akan dilakukan.

1) Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

(37)

22 dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang kembali. Ulangi pengeringan hingga perbedaan hasil antara 2 penimbangan tidak melebihi 0.005 gram. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara berat awal dan berat akhir sampel, dengan menggunakan rumus :

Kadar air (%b/b) = x- (y-a) x 100% x

Kadar air (%bk) = x – (y-a) x 100% y-a

Keterangan :

a = Berat cawan kosong kering (g) x = Berat sampel awal (g)

y = Berat cawan + sampel kering (g)

2) Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 2-3 gram ditimbang ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan. Sampel kemudian diarangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan selesai dengan sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen dapat memasuki tanur. Cawan porselen yang berisi abu sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang hingga bobot tetap. Perumusan yang digunakan :

Kadar abu (%) = x – a x 100% w

Keterangan :

a = Berat cawan kosong kering (g) w = Berat sample awal (g)

x = Berat abu + berat cawan (g)

3) Analisis Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

(38)

23 diletakkan alat kondensor sedangkan labu lemak diletakkan di bawahnya. Labu lemak diisi dengan pelarut heksan secukupnya. Selanjutnya, dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun ke dalam labu lemak berwarna jernih kembali.

Setelah itu, pelarut yang ada pada labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan kembali dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat tetap dan didinginkan dalam desikator. Prosedur terakhir labu beserta lemak ditimbang untuk mengetahui berat lemak. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Lemak(%) = berat lemak (g) x 100% berat sampel (g) 4) Kadar Protein (AOAC, 1984)

Mula-mula bahan ditimbang dalam labu Kjedahl kemudian ditambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Selanjutnya dengan penambahan batu didih, larutan didihkan 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3.Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (merah metil dan alkohol dengan perbandingan 2 : 1). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Penetapan kadar protein sampel dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar protein kasar (%) =(Y-Z) x (Nx 0.014 x 6.25) x100% W

Keterangan:

(39)

24 Z = ml NaOH yang digunakan untuk mentitrasi sampel

W = bobot sampel (g) N = normalitas NaOH (N)

5) Karbohidrat by difference

Karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak)

6) Kadar Serat Kasar ( Hartati dan Prana, 2003)

Sebanyak 1 g sampel bebas lemak ditambahkan 100 ml H2SO4 0.255 N. Kemudian didihkan selama 30 menit dengan pendingin balik. Setelah itu, ditambahkan 100 ml NaOH 0.313 N dan didihkan kembali selama 30 menit dengan pendingin

balik. Tahap selanjutnya adalah penyaringan dengan

menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Kertas saring dicuci dengan K2SO4 10%, air mendidih, dan 15 ml etanol 95%. Pencucian ini ditujukan untuk pemisahan abu dan silikat. Kertas saring dikeringkan pada suhu 1050C selama 2 jam, didinginkan dan ditimbang. Penetapan kadar serat kasar dilakukan dengan perhitungan :

Kadar serat (%) = a – b x 100% W

Keterangan :

a = Bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g) b = Bobot kertas saring kosong (g)

W = Bobot sampel (g)

7) Kadar Serat Pangan (Asp et al.,1983 yang dikutip oleh Muchtadi et al., 1992)

Sebanyak 1 g sampel yang telah bebas lemak dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian, ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat 0.1 M pH 6.0 dan disuspensikan. Termamyl

sebanyak 100µl ditambahkan. Erlenmeyer ditutup dan

(40)

25 dengan HCl sampai pH 1.5. Kemudian, sebanyak 100 mg pepsin ditambahkan. Erlenmeyer diinkubasikan kembali pada suhu 40oC dan diagitasi selama 60 menit. Setelah itu, sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan kembali dan pHnya diatur menjadi pH 6.8 dengan NaOH. Sebanyak 100 mg pankreatin lalu ditambahkan. Kemudian erlenmeyer diinkubasi pada suhu 40oC dan diagitasi selama 60 menit. Setelah itu, pHnya diatur kembali menjadi 4.5 dengan penambahan HCl. Saring melalui kertas saring kering (berat tepat diketahui). Lalu, cuci dengan 2 x 10 ml air destilata.

Residu (serat pangan tidak larut/Insoluble dietary fiber

(IDF))

Setelah kertas saring dicuci dengan air destilata, dilanjutkan dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat tetap (sekitar 12 jam). Kemudian, ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1). Kertas saring lalu diabukan dalam tanur 150oC selama paling sedikit 5 jam. Kemudian ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1).

Filtrat (serat pangan larut/Soluble dietary fiber (SDF))

(41)

26

Blanko

Blanko untuk serat pangan tidak larut dan larut diperoleh dengan cara yang sama, tetapi tanpa sampel (B1 dan B2). Perhitungan :

%IDF = D1-I1-B1 x 100 W

%SDF = D2-I2-B2 x 100 W

W : berat sampel (g)

Total dietary fiber (%) = %IDF + %SDF

8) Total Fenol (Andarwulan dan Shetty, 1999 yang dimodifikasi)

Sampel kering ditimbang sebanyak 50 mg dan dilarutkan dalam 2.5 ml etanol 95%, kemudian divortex. Campuran tersebut disentrifus pada 4000 rpm selama 5 menit. Supernatan atau larutan standar diambil sebanyak 0.5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan tersebut ditambahkan 0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml akuades, dan 2.5 ml reagen folin-ciocalteau 50%. Campuran didiamkan selama 5 menit, lalu ditambahkan 0.5 ml Na2CO3 5% dan divortex. Campuran disimpan dalam ruang gelap selama 60 menit. Absorbansi diukur pada 725 nm. Sebagai larutan standar digunakan asam galat dengan variasi konsentrasi 50 – 250 mg/L.

b. Uji fisik

Analisis sifat fisik meliputi pengujian indeks kelarutan air, waktu rehidrasi dan viskositas.

1) Indeks Kelarutan Air

(42)

27

2) Waktu Rehidrasi

Sebanyak 5 g sampel ditambahkan 50 ml air mendidih kemudian dihitung waktu yang diperlukan sampai air membasahi seluruh bagian contoh tersebut, sehingga tidak ada lagi bagian yang keras

3) Warna

Uji dilakukan dengan bantuan alat chromameter minolta.

4) Viskositas (Viscometer Brookfield)

Sampel dimasukkan ke dalam piala 500 ml. kemudian diukur viskositasnya dengan viskometer Brookfield (LVT) pada kecepatan 30-60 rpm, ukuran spindle disesuaikan dengan kekentalan sampel. Nilai viskositas diperoleh dari hasil pengkalian skala yang terbaca dengan faktor yang dapat dilihat pada alat.

c. Uji organoleptik

Dari kelima formula yang didapatkan, dilakukan pengujian organoleptik dengan 39 orang panelis tidak terlatih yang merupakan mahasiswa IPB. Pengujian formula meliputi uji rating hedonik meliputi atribut rasa, aroma, kekentalan, warna, dan secara overall, serta uji ranking secara overall. Uji rating hedonik menggunakan 7 skala penilaian yaitu : sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka, netral, agak suka, suka, dan sangat suka. Produk komersia turut dijadikan sebagai sampel uji pada uji organoleptik untuk mengetahui seberapa jauh tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Pengujian ini disebut pengujian organoleptik tahap I. pengujian tahap ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik formulasi yang dapat diterima.

Pengujian organoleptik tahap II hanya menggunakan satu sampel, yaitu sampel dengan formulasi yang telah diterima pada tahap I.

(43)

28 Pengujian ini dilakukan terhadap anak usia sekolah. Panelis yang dipilih yaitu anak sekolah dasar kelas 5 dan kelas 4 dari tiga sekolah dasar yang berbeda berdasarkan tingkat sosial ekonominya. Jumlah total panelis yang digunakan sekitar 121 panelis. Pemilihan sekolah dasar tersebut dilakukan secara acak. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana produk dapat diterima. Pegujian meliputi uji hedonik terhadap atribut rasa, aroma, kekentalan, warna, kesukaan secara keseluruhan, dan keinginan mengkonsumsi yang terdiri dari pertanyaan pilihan ganda pada kuesioner. Kuesioner tersebut diisi setelah panelis mencicipi sampel yang diberikan.

Pengolahan data uji ranking dilakukan dengan menggunakan

Friedman test, sedangkan pengolahan data uji rating hedonik menggunakan uji ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Jika hasil ANOVA menyatakan bahwa sampel yang diujikan berbeda nyata terhadap skor kesukaan pada taraf kepercayaan 0.05, maka dilakukan uji lanjutan (post hoc). Uji lanjutan untuk skala hedonik menggunakan uji Duncan. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan yang nyata diantara keempat sampel yang diujikan.

Pengolahan data hasil uji organoleptik kedua menggunakan analisis deskriptif dengan chi-square pada taraf signifikansi 0.05. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel yang diujikan. Variabel yang diujikan dalam pengujian ini adalah hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan atribut yang diujikan.

d. Analisis Finansial

(44)

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

[image:44.612.154.525.286.390.2]

Perbandingan antara jumlah air yang ditambahkan pada tahapan pemasakan dengan tepung sorgum kasar yang menghasilkan karakteristik fisik tepung pragelatinasi yang baik merupakan tujuan dari penelitian pendahuluan. Hasil analisis yang meliputi rendemen, waktu rehidrasi, dan kelarutan dari tepung rehidrasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rendemen, waktu rehidrasi, dan kelarutan dari tepung pragelatinasi yang dihasilkan

Perbandingan Tepung Sorgum Kasar dengan Air

Rendemen (%)

Waktu Rehidrasi (Detik)

Kelarutan (%)

1: 2.5 75 702 20.22

1: 3 88 398 21.73

1: 3.5 74 285 22.06

1: 4 81 229 22.37

1: 4.5 91 279 22.93

Tepung yang dapat direhidrasi merupakan hasil proses pragelatinisasi. pati. Proses pragelatinisasi ini melibatkan gelatinisasi granula pati. Tepung sorgum umumnya mengandung sekitar 82-83% pati (Suarni dan Patong, 2002). BeMiller dan Whistler (1996) menyebutkan bahwa granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi dapat menyerap air secara reversible. Reversible

berarti granula pati dapat mengembang secara perlahan dan kembali ke ukuran normal ketika dikeringkan. Muchtadi et al. (1988) menambahkan pengembangan granula pati tersebut disebabkan oleh molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Peningkatan suhu suatu suspensi pati dalam air akan menyebabkan pengembangan granula semakin besar.

(45)

30 Wirakartakusumah (1981) yang dikutip oleh Muchtadi et al. (1988) mengemukakan bahwa keadaan media pemanas yang mempengaruhi proses gelatinisasi adalah rasio air dan pati. Gelatinisasi akan terjadi sempurna apabila suspensi pati dan air dipanaskan di atas kisaran suhu gelatinisasinya dan tersedia jumlah air yang cukup. Gelatinisasi akan berlangsung sebagian apabila jumlah air tidak mencukupi pada proses gelatinisasi. Gelatinisasi sebagian terjadi akibat destabilisasi bagian amorfous dan kristal dari granula pati sebagai akibat adanya penetrasi air dan panas ke dalam granula.

Analisis fisik yang dilakukan menunjukkan bahwa rendemen akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah air yang ditambahkan, waktu rehidrasi yang paling cepat dimiliki oleh perbandingan tepung pragelatinasi dan air 1 : 4, dan kelarutan akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah air yang ditambahkan.

Rendemen yang semakin meningkat dapat disebabkan oleh peningkatan molekul air yang berpenetrasi masuk ke dalam granula pati. Molekul air akan terus berpenetrasi masuk ke dalam granula pati selama dipanaskan apabila terdapat kelebihan air. Muchtadi et al. (1988) menyebutkan bahwa penetrasi dapat berlangsung selama pemanasan suspensi pati hingga akhirnya granula pati pecah dan komponen di dalamnya keluar dari granula.

Kemudahan untuk direhidrasi berkaitan dengan terjadinya gelatinisasi pati yang terdapat dalam tepung. Gelatinisasi sempurna akan menyebabkan pengembangan granula pati tidak bersifat bolak-balik atau irreversible

(Muchtadi et al., 1988). Pragelatinisasi merupakan proses menggelatinisasi sebagian pati sehingga terbentuk struktur porous pada granula pati ketika dikeringkan. Struktur tersebut yang memudahkan air berpenetrasi masuk ke dalam granula ketika direhidrasi. Berdasarkan konsep tersebut, dapat diketahui bahwa apabila pati tergelatinisasi sempurna akan sulit direhidrasi karena granulanya sebagian besar telah rusak atau pecah. Begitu pula apabila tidak terjadi gelatinisasi, air sulit berpenetrasi masuk sehingga tepung yang mengandung pati tidak dapat direhidrasi juga.

(46)

31 minuman sarapan. Penelitian yang dilakukan oleh Holm et al. (1988) memperlihatkan adanya korelasi positif dari gelatinisasi dengan kelarutan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan peningkatan derajat gelatinisasi akan meningkatkan kelarutan pati dari gandum. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi granula pati yang akan semakin membengkak atau rusak dengan semakin meningkatnya gelatinisasi, sehingga komponen yang larut air di dalamnya dapat dengan mudah keluar dari granula pati ketika dilakukan pengujian kelarutan. BeMiller dan Whistler (1996) menyebutkan komponen yang larut dalam pati terutama adalah amilosa. Peningkatan kelarutan dalam analisis yang dilakukan dapat dijadikan indikator meningkatnya derajat gelatinisasi pati dalam tepung sorgum yang digunakan.

Hasil analisis menunjukkan semakin tinggi kelarutan tidak diimbangi dengan semakin cepatnya waktu rehidrasi. Waktu rehidrasi merupakan salah satu kriteria penting dalam pangan sarapan karena pangan sarapan siap santap memiliki nilai tambah dalam kemudahan dan dapat disiapkan dalam waktu singkat. Produk komersial yang telah ada juga masih menunjukkan terjadinya pengendapan. Oleh karena itu, diambil keputusan perbandingan tepung sorgum kasar dan air yang digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya adalah 1 : 4.

B. PENELITIAN UTAMA

(47)

32

1. Analisis Organoleptik

Formula optimum ditetapkan melalui uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik dan rangking yang keduanya termasuk ke dalam uji afektif. Pengujian yang telah dilakukan menggunakan 39 panelis tidak terlatih. Menurut Chambers dan Wolf (1996) uji afektif minimal menggunakan 30 panelis pada skala laboratorium. Hasil dari uji rating hedonik dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil uji rating hedonik

Kode Sampel

Perbandingan Susu dengan

Sereal (%)

Nilai Rata-rata

Rasa Aroma Kekentalan Warna Keseluruhan

A 50 : 50 3.33 a 4.08 a 3.74 a 4.05 a 3.46 a

B 40 : 60 3.59 a 3.97 a 3.56 a 4.13 a 3.67 a

C 30 : 70 3.64 a 4.08 a 3.90 a;b 4.18 a 3.85 a

D 20 : 80 3.36 a 3.72 a 3.77 a 4.23 a;b 3.54 a

E 10 : 90 2.77 b 3.54 a 3.41 a 3.31 a 2.95 b

F Komersial 4.97 c 5.00 b 4.41 b 4.69 b 4.82 c

Keterangan : 0 = sangat tidak suka, 1 = tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = netral, 4 = agak suka, 5 = suka, 6 = sangat suka

(48)
[image:48.612.166.519.238.356.2]

33 karakteristik rasa, aroma, dan keseluruhan. Tingkat kesukaan terhadap kelima produk yang sedang dikembangkan tidak berbeda signifikan pada karakteristik warna dan kekentalan. Namun, tingkat kesukaan produk berkode C tidak berbeda signifikan dengan produk komersil pada karakteristik kekentalan dan tingkat kesukaan produk berkode D tidak berbeda signifikan dengan produk komersil pada karakteristik warna pada taraf signifikansi 0.05.

Tabel 8. Hasil uji rangking secara keseluruhan (overall)

Kode sampel

Perbandingan Susu

dengan Sereal (%) Rata-rata Minimum Maksimum

A 50 : 50 3.79 1 6

B 40 : 60 3.77 1 6

C 30 : 70 3.33 1 5

D 20 : 80 3.77 1 6

E 10 : 90 4.69 1 6

F Komersial 1.64 1 6

Keterangan : rangking 1 = paling disukai, 6 = paling tidak disukai

Tabel 8 menunjukkan data hasil pengolahan uji rangking. Pengolahan data uji rangking tersebut menggunakan Friedman test. Berdasarkan data yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa peringkat mengenai kesukaan pada produk komersial dan formula-formula yang diujikan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05.

Uji afektif yang dilakukan merupakan uji tingkat kesukaan. Berdasarkan hasil uji organoleptik tersebut, dapat diketahui bahwa formula dengan kode C, di mana susu berbanding sereal sorgum dalam bentuk tepung pragelatinasi (%) 30 : 70, merupakan formula yang dapat dijadikan formula yang terpilih. Walaupun dilihat dari uji rating hedonik secara keseluruhan formula A, B, C, dan D tidak berbeda signifikan, formula C dijadikan formula terpilih. Dasar pengambilan keputusan tersebut yaitu :  Dari segi ekonomis. Susu full cream yang digunakan lebih sedikit

jumlahnya daripada formula A dan B, sehingga, apabila diproduksi dalam skala besar dapat menghemat biaya produksi.

(49)

34 sedangkan produk dengan formula B dan D berada pada peringkat yang sama dan peringkat tersebut berbeda nyata.

Produk berkode C atau produk dengan perbandingan antara susu dan sereal dalam bentuk tepung sorgum pragelatinasi (%) 30 : 70 selanjutnya diujikan penerimaan terhadap rasa, aroma, kekentalan, warna, dan kesukaan secara keseluruhan kepada tiga sekolah dasar negeri yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang berbeda. Ketiga sekolah dasar negeri tersebut yaitu SD Negeri Pagelaran 2 (menengah ke bawah), SD Negeri Babakan Darmaga 4 (menengah), dan SD Negeri Polisi 5 (menengah ke atas). Pertanyaan ditampilkan dalam bentuk kuesioner dengan pilihan ganda. Pertanyaan terbagi dua, yaitu pertanyaan umum mengenai pengetahuan panelis siswa sekolah dasar terhadap sereal sarapan dan pertanyaan mengenai penerimaan terhadap produk setelah panelis mencicipi produk tersebut. Total panelis yang digunakan berjumlah 121 panelis. Panelis tersebut merupakan murid sekolah dasar kelas 4-5.

[image:49.612.167.519.407.594.2]

Pengetahuan terhadap sereal sarapan yang dimiliki oleh tiga sekolah dasar tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengetahuan mengenai sereal sarapan dari tiga sekolah dasar

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat terlihat bahwa sebagian besar panelis telah mengetahui tentang sereal sarapan. Pengolahan data dengan SPSS dan analisis deskriptif dengan statistik chi-square menunjukkan bahwa berdasarkan data yang diperoleh tidak terlihat adanya

0 5 10 15 20 25 30 35 40

J

u

m

la

h

Menengah ke bawah Menengah

Menengah ke atas

(50)

35 hubungan antara perbedaan tingkat sosial ekonomi dengan pengetahuan terhadap sereal sarapan. Hal ini dimungkinkan karena telah banyak beredar di masyarakat sereal sarapan (terutama dalam bentuk minuman) yang harganya terjangkau. Iklan melalui media cetak dan elektronik juga merupakan salah satu faktor dapat dikenalnya produk oleh masyarakat.

[image:50.612.100.559.106.681.2]

Hasil pengujian mengenai penerimaan terhadap atribut rasa, aroma, kekentalan, dan warna produk dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Penerimaan terhadap empat atribut produk

(51)

36

Kesukaan panelis terhadap produk secara keseluruhan

[image:51.612.169.503.155.350.2]

memperlihatkan hal yang sama, di mana semakin meningkatnya tingkat sosial ekonomi panelis, tingkat kesukaannya semakin menurun. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Penerimaan produk secara keseluruhan dari tiga sekolah dasar

Pengolahan data dengan SPSS dan analisis deskriptif dengan statistik chi-square juga menunjukkan bahwa berdasarkan data yang diperoleh terdapat keterkaitan antara perbedaan tingkat sosial ekonomi dengan tingkat kesukaan produk secara keseluruhan. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin beragamnya produk pangan atau sereal sarapan yang diketahui atau pernah dikonsumsi, dengan semakin meningkatnya tingkat sosial ekonominya. Sehingga, kriteria suatu produk diterima oleh panelis dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi akan semakin kompleks. Cahyani (2008) menyebutkan bahwa pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan semakin beragamnya pangan yang dikonsumsi. Suhardjo (1989) menambahkan bahwa perubahan dalam susunan makanan dapat terjadi ketika pendapatan seseorang meningkat dan perubahan utama yang terjadi umumnya pangan yang dimakan lebih mahal.

Hal yang serupa terjadi pada keinginan untuk mengkonsumsi produk. Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa secara umum jumlah yang ingin mengkonsumsi lebih banyak daripada yang tidak ingin. Namun, peningkatan tingkat sosial ekonomi akan diikuti oleh penurunan jumlah

0 5 10 15 20 25 30

Suka Cukup Tidak suka

J

u

m

la

h

Menengah ke bawah Menengah

(52)
[image:52.612.171.509.133.351.2]

37 yang ingin mengkonsumsi seperti terlihat pada Gambar 9. Analisis statistik yang telah dilakukan juga memperlihatkan adanya keterkaitan antara tingkat sosial ekonomi dengan keinginan mengkonsumsi.

Gambar 9. Keinginan mengkonsumsi produk dari tiga sekolah dasar

2. Analisis Fisik

Produk yang dihasilkan memiliki karakterisitk fisik seperti Tabel 9. Waktu rehidrasi produk yang dihasilkan tidak berbeda jauh dengan tepung pragelatinasi, sedangkan indeks kelarutannya lebih besar daripada tepung pragelatinasi dengan perbandingan antara tepung dan air 1 : 4. Peningkatan kelarutan tersebut dapat diakibatkan oleh adanya komponen lain di dalam produk seperti gula, garam, bubuk vanila, dan susu yang memiliki kelarutan tinggi di dalam air.

Tabel 9. Beberapa karakteristik fisik produk

Komponen Nilai

Viskositas (cP) 23

Kelarutan (%) 38.08

Waktu rehidrasi (detik) 239

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa produk berkode C (produk terpilih) memiliki kekentalan yang tidak berbeda signifikan dan warna yang berbeda signifikan dengan produk komersial. Namun,

Gambar

Gambar 1. Tanaman sorgum (Rampho, 2005)
Gambar 2. Penampang melintang biji sorgum (FSD, 2003)
Tabel 1. Hasil analisis kimia untuk biji sorgum
Tabel 2. Analisa proksimat dari biji sorgum dan jagung (Rooney, 1974)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari kurva isotermis sorpsi air untuk produk cookies tepung biji durian, maka dapat ditentukan kadar air kesetimbangan (Me) pada RH penyimpanan (70%).. KESIMPULAN

Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh berbagai jenis tepung berbasis sorgum putih pada produk chiffon cake dalam memberikan kenampakan yang baik dan diterima oleh

Hal ini dikarenakan pada bahan baku tepung ampas susu kedelai memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dari pati singkong dan tepung terigu yaitu sebesar 1,82%.. Sehingga semakin banyak