• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cookies Berbasis Tepung Biji Durian Sebagai Sumber Pangan Alternatif ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cookies Berbasis Tepung Biji Durian Sebagai Sumber Pangan Alternatif ABSTRACT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

Cookies Berbasis Tepung Biji Durian Sebagai Sumber Pangan Alternatif

Ade Heri Mulyati, M.Si, Diana Widiastuti, M.Sc, Muhamad Fathul Barri

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan

Jalan Pakuan PO.BOX 452 Bogor, Jawa Barat

ABSTRACT

Cookie is one of wheat-based snack. Indonesia has limited quantity of wheat. Therefor, Indonesia needs to import wheat. This research utilized durian seed flour for making cookie. Durian seed flour-based cookie was tested for physical and chemical characteristics and also shelf life estimation. The estimation of shelf life was conducted by using ASLT method. This research aimed to determine the best formula of durian seed flour-based cookie, the physical and chemical characteristics and shelf life of selected formula.

This research methodology included the preparation of durian seed flour from local varietes (Durio zibethinuss L), formulating, organoleptic testing, the determination of chemical characteristics and estimation of shelf life of selected formula. The durian seed flour addition was formulized by variation of concentration 0% (F1), 25% (F2), 50% (F3), 75% (F4) and 100% (F5). The organoleptic testings include texture, odour and colour test. After getting the most preferred formula by organoleptic testings, the selected cookie formula was determined for chemical characteristics including water content, ash content, protein, fat, carbohydrates, dietary fibre and minerals. The estimation of shelf life was conducted by approaching of critical water content (Labuza).

Cookie with 50% formulation (F3) was the best product based on the organoleptic testings. The chemical characteristics results of cookie F3 are water content 1,82%, ash content 2,54%, fat 25,34%, protein 5,68%, carbohydrates 64,62%, dietary fibre 11,92%, K 294,09 mg/100g, Na 311,46 mg/100g, Fe 70,43 mg/kg, Ca 48,21 mg/100g and Mg 127,48 mg/100g. The shelf life of cookie F3 is 1,70 years (1 year 8 months) with metallized-plastic package.

(2)

2 PENDAHULUAN

Cookies merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sangat digemari masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Sebagai makanan yang disukai masyarakat diperlukan peningkatan nilai gizi cookies dan penganekaragaman produk cookies. Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat (Manley, 2000). Bentuk dan rasa cookies sangat beragam tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cookies yang sering dikonsumsi biasanya berbahan baku terigu. Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah jenis soft wheat yaitu tepung terigu yang mempunyai kandungan protein 8% – 9% dan mempunyai mutu yang baik. Tepung terigu memiliki keistimewaan, namun komoditas gandum di Indonesia kuantitasnya sangat terbatas sehingga mengharuskan negara kita mengimpor gandum.

Berdasarkan data BPS (2007), pada tahun 2003 impor terigu mencapai 343.144,9 ton sedangkan pada tahun 2006 mencapai 536.961,6 ton. Impor terigu mengalami peningkatan sebesar 19%. Peningkatan permintaaan terigu disebabkan semakin beragamnya produk makanan berbasis terigu, terutama di perkotaan. Jumlah impor untuk produk tepung terigu sangat tinggi karena tepung terigu yang dihasilkan oleh produsen lokal belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tepung terigu di Indonesia. Berdasarkan data Aptindo (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia), jumlah impor tepung terigu pada

tahun 2011 mencapai 680.125 ton (Anonim, 2013). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap terigu, perlu dicari sumber tepung dari bahan baku lokal. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah memanfaatkan tepung dari bahan pangan lokal dalam memproduksi makanan berbasis terigu.

Indonesia memiliki potensi sumber daya genetik tanaman buah tropika, khususnya durian yang berlimpah. Komoditas durian mampu bertahan sebagai komoditas buah ke-4 di Indonesia setelah pisang, jeruk dan mangga, dengan produksi 682.000 ton dari luas panen 56.655 ha pada tahun 2008 (Departemen Pertanian, 2009). Fakta ini merupakan salah satu petunjuk adanya potensi besar yang dimiliki durian. Pohon durian banyak ditanam di seluruh wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Irian Jaya, sehingga pada dasarnya musim panen durian di Indonesia terjadi sepanjang tahun.

Manfaat durian selain sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya, terdapat pula manfaat lainnya antara lain bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai alternatif pengganti makanan (Deputi Menegristek, 2012). Biji durian juga banyak mengandung zat-zat gizi seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan lain-lain sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan dengan cara diolah menjadi tepung. Pengolahan biji durian menjadi tepung merupakan salah satu upaya pengembangan aneka tepung lokal. Pemanfaatan biji durian ini selain merupakan upaya mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dari konsumsi masyarakat terhadap buah

(3)

3 durian, juga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari biji durian yaitu dengan mengolah biji durian sebagai produk pangan alternatif.

Sebelum dapat dipasarkan, cookies harus melalui serangkaian uji untuk memastikan kualitas dan kelayakan sebagai produk pangan yang bergizi. Parameter yang diuji adalah analisis fisik, analisis kimia dan umur simpan cookies untuk menentukan tanggal kadaluarsa. Dari pencantuman waktu kadaluarsa tersebut maka konsumen mendapat informasi tentang batas waktu penggunaan produk tersebut. Produsen dan distributor produk juga memperoleh manfaat dari ketersediaan informasi mengenai umur simpan ini (Larasati, 2013).

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung sejak bulan Maret hingga Mei 2016 dan dilakukan di Laboratorium Kimia PT Saraswanti Indo Genetech yang berlokasi di Jalan Rasamala Nomor 20 Taman Yasmin, Bogor.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung biji durian adalah limbah biji durian. Bahan untuk pembuatan cookies adalah tepung biji durian, tepung terigu, telur, gula halus, coklat batang, margarin, garam, vanili dan baking powder. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat adalah HCl 25%, Heksana, Air suling, H2SO4 pekat,

Campuran Selen, Indikator BCG-MM, H3BO3, NaOH 30%, Etanol,

buffer fosfat, α-Amylase, Protease, Amylogucosidase dan Celite. Bahan yang digunakan dalam pendugaan

umur simpan metode kadar air kritis adalah larutan jenuh garam MgCl2,

KI, NaCl, KCl, BaCl2.

Alat

Alat yang digunakan untuk membuat tepung biji durian antara lain panci, kompor, ember, grinder, dan ayakan. Alat yang digunakan untuk pembuatan cookies antara lain sendok, wadah plastik, mixer, loyang, timbangan, dan alat pemanggang. Alat yang digunakan untuk analisis organoleptik antara lain wadah saji dan form kuisioner. Alat yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi kotak timbang, desikator, oven, neraca analitik, cawan porselen, tanur, tabung digestor, automatic digestor, kjeltec dengan automatic titrator, erlenmeyer, pipet volumetri, kertas saring, thimble, soxhlet, labu lemak, piala gelas, corong, penangas air. Alat yang digunakan untuk pendugaan umur simpan adalah cawan petri kecil, desikator, RH meter.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari tepung terigu dan tepung biji durian. Penelitian diawali dengan pembuatan tepung biji durian dari varietas lokal (Durio zibethinuss L) berdasarkan penelitian Lely Monica (2015). Tepung yang diperoleh kemudian diuji karakteristik fisika dan kimianya. Dari penelitian pendahuluan ini diharapkan didapatkan tepung biji durian dengan karakteristik yang cukup baik yang selanjutnya akan digunakan dalam pembuatan cookies.

(4)

4 Penelitian Lanjutan

Pada tahap penelitian ini dilakukan pembuatan cookies. Cookies dibuat dengan bahan-bahan berupa tepung terigu, tepung biji durian, margarin, gula halus, telur, garam, baking powder dan vanili. Cookies dibuat dengan cara pencampuran margarin dan gula halus. Campuran tersebut kemudian diaduk menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi selama 30 menit. Setelah semua bahan tersebut tercampur rata lalu ditambahkan telur dan diaduk lagi dengan menggunakan kecepatan tinggi selama 1-3 menit. Selanjutnya tepung terigu dan tepung biji durian dimasukkan. Bersamaan dengan dimasukannya tepung terigu dan tepung biji durian juga dimasukkan garam, vanili dan baking powder agar adonan mengembang. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan spatula hingga tercampur rata. Setelah adonan selesai dibuat didinginkan dahulu selama 10 menit di kulkas, lalu adonan dicetak dengan tebal 3 mm. Adonan yang telah dicetak selanjutnya di oven dengan suhu 1500C selama 20 menit. Pada penelitian ini akan dibuat cookies dengan 5 formulasi tepung yang berbeda yaitu : 1. F1 : 100% tepung terigu dan 0% tepung biji durian (Standar) 2. F2 : 75% tepung terigu dan 25% tepung biji durian. 3. F3 : 50% tepung terigu dan 50% tepung biji durian. 4. F4 : 25% tepung terigu dan 75% tepung biji durian. 5. F5 : 0% tepung terigu dan 100% tepung biji durian.

Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan pada penelitian ini yaitu pengamatan karakteristik fisik cookies dari tepung biji durian dengan uji

organoleptik. Karakteristik kimia cookies dari tepung biji durian dilakukan melalui analisa kadar air, analisa kadar abu, analisa kadar protein, analisa kadar lemak, analisa karbohidrat, analisa serat pangan, mineral dan uji dugaan umur simpan. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menggunakan bahan baku biji durian varietas lokal (Durio Zibhetinuss L) yang berasal dari pohon durian di daerah Kecamatan Jasinga, Bogor, Jawa Barat dan perkebunan durian Sibolga, Sumatera Utara yang sudah diidentifikasi di Laboratorium Biologi LIPI Cibinong, Bogor. Formulasi pembuatan cookies dilakukan dengan menggunakan tepung biji durian yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain dengan perbandingan tertentu. Produk cookies dibuat dengan lima formula yang berbeda dengan satu variabel yaitu perbandingan persentase jumlah tepung terigu dengan tepung biji durian yang digunakan. Bahan baku tepung terigu dan tepung biji durian dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2.

Gambar 1. Tepung Terigu

(5)

5

Tabel 1. Karakteristik Fisikokimia Tepung Terigu dan Tepung Biji Durian No Parameter Satuan Tepung

Terigu

Tepung Biji Durian

SNI Tepung Terigu (3751:2009)

1 Bentuk - Serbuk Serbuk Serbuk

2 Bau - Normal Normal Normal

3 Warna - Putih Coklat Muda Putih

4 Air % 12,86 10,78* Maks. 14,5 5 Abu % 0,55 4,45* Maks. 0,70 6 Lemak % 1,31 0,52* - 7 Protein % 8,51 8,97* Min. 7,0 8 Karbohidrat % 76,77 75,27* - 9 Serat Pangan % 8,75 21,54 - 10 K mg/100g 153,18 737,68 - 11 Na mg/100g 1,68 59,34 - 12 Fe mg/kg 56,64 72,26 Min. 50 13 Ca mg/100g 28,58 83,29 - 14 Mg mg/100g 28,49 183,05 - *Monica, L (2015)

Karakteristik Cookies Tepung Biji Durian

Tabel 2. Karakteristik fisik cookies tepung biji durian

Parameter Perlakuan

F1 F2 F3 F4 F5

Warna Coklat Muda Coklat Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua Tekstur Sedikit Keras Renyah Renyah Sangat

Renyah

Sangat Renyah Aroma Aroma khas

adonan terigu Sedikit aroma biji durian Sedikit aroma biji durian Aroma biji durian menyengat Aroma biji durian menyengat F1 (100% TT) F2 (75% TT : 25% TBD) F3 (50% TT : 50% TBD) F5 (100% TBD) F4 (25% TT : 75% TBD)

Ket: TT (Tepung Terigu) TBD (Tepung Biji Durian)

(6)

6 Uji Organoleptik

Uji organoleptik pada penelitian ini melibatkan 20 orang panelis tidak terlatih. Uji organoleptik metode hedonik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Uji organoleptik meliputi atribut warna, aroma, tekstur dan rasa. Data yang diperoleh pada uji organoleptik dianalisis secara statistik menggunakan analisis sidik ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Uji ranking pada selang kepercayaan 95% dianalisis secara statistik menggunakan uji Friedman. Tingkat kesukaan para panelis terhadap cookies dengan berbagai formulasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Rating Cookies Perlakuan Parameter

Warna Aroma Tekstur Rasa F1 4,65b 5,05a 4,15b 5,65a F2 4,50b 4,40b 5,45a 4,40b F3 5,55a 4,10b 5,25a 4,65b F4 5,40a 4,25b 5,65a 4,35b F5 5,75a 4,00b 5,55a 4,25b

Hasil analisis sidik ragam uji rating parameter warna menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap parameter warna pada selang kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula 1 dan 2 berbeda nyata dengan formula 3, 4 dan 5. Adanya perbedaan yang signifikan ini disebabkan karena warna pada cookies dipengaruhi oleh penambahan tepung biji durian yang berwarna kecoklatan. Semakin banyak penambahan tepung biji durian maka warna cookies akan semakin gelap.

Hasil analisis sidik ragam uji rating parameter aroma menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap parameter aroma pada selang kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula 1 berbeda nyata dengan formula 2, 3, 4 dan 5. Aroma cookies F2 – F5 yang dibuat dengan adanya penambahan tepung biji durian memiliki aroma yang khas sedikit berbau biji durian, berbeda dengan F1 tanpa penambahan tepung biji durian.

Hasil analisis sidik ragam uji rating parameter tekstur menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap parameter tekstur pada selang kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula 1 berbeda nyata dengan formula 2, 3, 4 dan 5. Cookies F1 tanpa penambahan tepung biji durian memiliki tekstur yang sedikit keras, sedangkan Cookies F2-F5 dengan adanya penambahan tepung biji durian memiliki tekstur yang renyah. Semakin banyak jumlah penambahan tepung biji durian, tekstur cookies akan semakin renyah.

Hasil analisis sidik ragam uji rating parameter rasa menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap parameter rasa pada selang kepercayaan 95%. Formula 1 berbeda nyata dengan formula 2, 3, 4 dan 5. Semakin tinggi nilai rata-rata skor menunjukkan rasa semakin enak karena semakin disukai oleh panelis. Cookies yang dibuat dengan penambahan tepung biji durian memiliki rasa yang kurang disukai.

(7)

7 Tabel 4. Hasil Uji Friedman Cookies

Formulasi Rataan Ranking

F1 1,90 1

F2 3,15 3

F3 2,80 2

F4 3,65 5

F5 3,50 4

Hasil uji ranking menunjukkan bahwa formula berpengaruh nyata terhadap rataan ranking pada selang kepercayaan 95%. Nilai rataannya berkisar 1,90-3,65 (Tabel 4). Formula 1 dan 3 mempunyai rataan terendah diikutin dengan formula 2, 5 dan 4. Dengan demikian cookies formula 1 dan 3 merupakan produk yang paling disukai panelis.

Karakteristik Kimia Cookies Tepung Biji Durian

Tabel 5. Karakteristik Kimia Cookies Standar (F1) dan Cookies Terpilih (F3) No Parameter Satuan Cookies

F1 Cookies F3 SNI 2973:2011 1 Air % 2,24 1,82 Maks. 5,00 2 Abu % 1,89 2,54 - 3 Lemak % 25,54 25,34 - 4 Protein % 6,14 5,68 Min. 5,00

5 Karbohidrat (by difference) % 64,19 64,62 - 6 Karbohidrat (Luff Schrool) % 55,80 50,70 -

7 Serat Pangan % 5,49 11,92 - 8 K mg/100g 162,37 294,09 - 9 Na mg/100g 277,75 311,46 - 10 Fe mg/kg 46,82 70,43 - 11 Ca mg/100g 38,34 48,21 - 12 Mg mg/100g 94,07 127,48 -

Kandungan kadar air pada cookies terpilih yaitu sebesar 1,82%, hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan kadar air cookies standar yaitu sebesar 2,24 %. Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno, 2004). Analisis kadar air dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah air yang terdapat pada produk cookies yang dihasilkan. Kadar air untuk cookies menurut karakteristik atau syarat mutu cookies berdasarkan SNI 2973:2011, maksimal adalah 5,00% dengan demikian Cookies terpilih (F3) memenuhi persyaratan.

(8)

8 Kandungan kadar abu pada cookies terpilih (F3) yaitu sebesar 2,54%, sedangkan kadar abu cookies standar (F1) yaitu sebesar 1,89%. Dengan adanya subtitusi tepung biji durian terhadap tepung terigu sebanyak 50% pada cookies F3 didapatkan hasil kadar abu yang lebih tinggi jika dibandingkan kadar abu cookies standar yang menggunakan 100% tepung terigu (F1). Hal ini dikarenakan tepung biji durian mengandung kadar abu yang lebih tinggi daripada tepung terigu.

Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia, karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan juga sebagai bahan pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Kandungan kadar protein pada cookies terpilih (F3) yaitu sebesar 5,68% sedangkan kadar protein cookies standar (F1) yaitu sebesar 6,14%. Kadar protein cookies F3 tidak berbeda jauh dengan cookies F1, hal tersebut dikarenakan kandungan protein dari tepung biji durian dan tepung terigu yang digunakan tidak berbeda signifikan. Kadar protein cookies terpilih memenuhi persyaratan (SNI) 2973:2011, yaitu minimal 5%.

Kandungan kadar lemak pada cookies terpilih (F3) yaitu sebesar 25,34% sedangkan kadar lemak cookies standar (F1) yaitu sebesar 25,54%. Lemak yang berasal dari tepung terigu maupun tepung biji durian tidak berpengaruh signifikan terhadap lemak dalam cookies. Kandungan lemak yang cukup tinggi ini diduga berasal dari bahan yang lain seperti margarin dan telur. Seperti halnya karbohidrat, lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang dapat memberikan nilai energi lebih besar

daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram (Kurtzweil, 2006).

Kandungan kadar karbohidrat dilakukan dengan dua cara, yaitu perhitungan by difference dan pengujian metode Luff Schrool. Pada perhitungan by difference didapatkan hasil pada cookies terpilih (F3) yaitu sebesar 64,62% sedangkan cookies standar (F1) yaitu sebesar 64,19%. Pengujian dengan metode Luff Schrool didapatkan kadar karbohidrat untuk cookies terpilih (F3) sebesar 50,68% sedangkan cookies standar (F1) sebesar 55,80%. Karbohidrat by difference merupakan perhitungan kadar karbohidrat dalam bahan pangan secara teoritis, diperoleh melalui perhitungan yaitu 100% - (%Air + %Abu + %Protein + %Lemak). Seperti yang diketahui, senyawaan dalam bahan pangan terdiri atas komponen makro (karbohidrat, lemak, protein, air, abu) dan komponen mikro (vitamin dan mineral). Metode by difference ini memperhitungkan senyawaan makro saja, yaitu mengurangi 100% dengan jumlah senyawaan makro lainnya maka kadar karbohidrat dapat diperoleh . Sedangkan metode Luff Schrool adalah penentuan kadar karbohidrat secara praktik. Metode ini memanfaatkan sifat-sifat kimia karbohidrat, yaitu karbohidrat dihidrolisis menjadi monosakarida lalu bereaksi dengan dengan larutan Luff dan seterusnya hingga titrasi. Kadar karbohidrat yang diperoleh cukup tinggi, ini menunjukkan bahwa cookies yang dihasilkan bisa dijadikan sebagai sumber karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber energi di dalam tubuh. Kandungan serat pangan pada cookies terpilih (F3) adalah 11,92%

(9)

9 dan cookies standar (F1) sebesar 5,49%. Peningkatan kadar serat pangan ini berasal dari tepung biji durian yang mempunyai kadar serat pangan lebih tinggi daripada tepung terigu yaitu sebesar 21,54%. Serat pangan memiliki manfaat untuk memperlancar sistem percernaan tubuh dan juga untuk menurunkan berat badan. Menurut Departemen of Nutrition, Ministry of Health and Institute of Health (1999) seperti yang dikutip oleh Friska (2002) menyatakan bahwa makanan bisa diklaim sebagai sumber serat pangan jika mengandung serat pangan sebesar 3-6gram/100gram. Maka berdasarkan data tersebut cookies terpilih (F3) dapat dijadikan makanan sumber serat pangan.

Cookies terpilih (F3) memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan cookies standar (F1). Kandungan mineral pada cookies terpilih (F3) yaitu K sebesar 294,09 mg/100g, Na sebesar 311,46 mg/100g, Fe sebesar 70,43 mg/kg, Ca sebesar 48,21 mg/100g dan Mg sebesar 127,48 mg/kg. Kandungan mineral pada cookies standar (F1) yaitu K sebesar 162,37 mg/100g, Na sebesar 277,75 mg/100g, Fe sebesar 46,82 mg/kg, Ca sebesar 38,34 mg/100g dan Mg sebesar 94,07 mg/100g. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan tepung biji durian juga dapat meningkatkan kadar mineral dalam produk cookies tersebut.

Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Biji Durian (F3)

Penentuan umur simpan cookies yang dilakukan menggunakan model kadar air kritis. Model ini digunakan untuk pendugaan umur simpan produk pangan yang relatif mudah rusak

akibat penyerapan kadar air dari lingkungan. Cookies merupakan produk yang dapat mengalami kerusakan akibat pengaruh uap air sehingga kadar air meningkat. Kerusakan produk disebabkan oleh penyerapan uap air oleh produk dengan menembus kemasan, sehingga produk meningkat kadar airnya dan berubah teksturnya (Labuza, 1982). Saat dimana produk tidak dapat diterima lagi secara sensori menunjukkan masa kadaluarsanya.

Melalui persamaan yang diturunkan oleh Labuza (1985) tentang umur simpan terdapat beberapa faktor yang menentukan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis. Faktor-faktor tersebut adalah kadar air awal produk (Mi), kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), rasio luas kemasan dengan berat kering produk (A/Ws), tekanan uap air jenuh pada kondisi penyimpanan (Po) dan kemiringan (slope) kurva sorpsi isotermis (b). Kadar Air Awal (Mi) dan Kadar Air Kritis (Mc)

Kadar air awal merupakan kadar air yang dimiliki suatu produk sesaat setelah diproduksi dan siap untuk dipasarkan. Selama penyimpanan akan terjadi proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab. Kadar air kritis merupakan kadar air pada saat produk sudah tidak memenuhi kriteria penerimaan (rusak secara bentuk fisik). Kadar air awal (Mi) cookies merupakan data yang perlu diketahui dalam pendugaan umur simpan metode labuza. Kadar air kritis juga perlu diketahui sebagai batas

(10)

10 penerimaan produk. Kadar air kritis ditentukan berdasarkan atribut sensori yang terpenting dari cookies, yaitu pada saat hilangnya tekstur renyah. Tabel 6 menyajikan data skor kesukaan panelis selama periode pengamatan untuk produk cookies. Tabel 6. Perubahan skor kesukaan cookies F3 selama periode pengamatan

Waktu (jam) Rata-rata skor kerenyahan 0 5,00 24 3,40 48 2,20

Keterangan nilai (skor) :

1 = sangat berbeda dengan standar 2 = berbeda dengan standar

3 = mulai berubah lebih banyak 4 = sedikit berbeda

5 = sama dengan standar (Skor nilai yang ditolak = 2)

Semakin tinggi nilai kerenyahan, skor kesukaan panelis terhadap cookies juga semakin meningkat. Sebaliknya, semakin rendah nilai kerenyahan, skor kesukaan panelis terhadap cookies juga semakin menurun. Rata-rata skor kerenyahan pada saat produk ditolak secara sensori adalah 2,20 yang artinya produk sudah berbeda nyata dengan standar. Pada saat produk cookies dinyatakan sudah ditolak oleh panelis, maka dilakukan pengujian kadar air pada produk tersebut. Kadar air ini yang kemudian dihitung sebagai kadar air kritis.

Tabel 7. Kadar Air Awal (Mi) dan Kadar Air Kritis (Mc)

Jika dibandingkan dengan syarat mutu cookies pada SNI 2973-2011, kadar air cookies setelah ditolak secara sensori oleh panelis yaitu sebesar 5,56%. Sehingga kadar air cookies sudah melebihi batas yang disyaratkan yaitu maksimal 5,00%. Artinya penurunan mutu cookies sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan juga sesuai dengan penolakan secara sensori oleh panelis. Pada tabel 14 diketahui bahwa kadar air awal (Mi) sebesar 0,0186% sedangkan kadar air kritis (Mc) sebesar 0,0589%. Perhitungan kadar air dalam penentuan umur simpan ini berdasarkan kadar air basis kering, artinya satuan yang dihitung yaitu sebagai g H2O/g

padatan. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa adanya peningkatan kadar air karena selama proses penyimpanan, produk akan menyerap uap air dari lingkungan. Semakin banyak uap air yang diserap, maka akan berpengaruh terhadap tekstur produk tersebut. Pada penelitian ini sampel cookies mengalami perubahan tekstur dari renyah menjadi lembek.

Kurva Isotermis Sorpsi Air

Isotermis Sorpsi Air (ISA) adalah istilah yang digunakan dalam bidang pangan yang berkaitan dengan sifat higroskopis dari suatu produk

No Parameter Hasil SNI 2973 - 2011 1 Kadar Air Awal 1,82% (g H2O/g sampel) 0,0186% (g H2O/g padatan) Maks. 5% (g H2O/g sampel) 2 Kadar Air Kritis 5,56% (g H2O/g sampel) 0,0589% (g H2O/g padatan)

(11)

11 bahan makanan. Isotermis berarti suhu tetap, sorpsi berarti penyerapan dan lembab adalah uap air. Jadi ISA menjelaskan karakter suatu bahan makanan dalam kaitannya dengan penyerapan uap air pada suhu tertentu (Septianingrum, 2008). Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air (aw) atau kelembaban relative kesetimbangan pada ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan (Winarno, 2004). Untuk dapat mengetahui pola penyerapan uap air cookies tepung biji durian dilakukan dengan cara mengkondisikan produk pada berbagai tingkat aktivitas air (aw)

dengan menggunakan garam jenuh (NaOH, MgCl2, KI, NaCl, KCl, BaCl2)

pada suhu 250C. Selama penyimpanan akan terjadi pelepasan uap air dari larutan garam dan penyerapan uap air oleh cookies tepung biji durian maupun sebaliknya. Hal ini akan berlangsung terus menerus sampai kadar air cookies tepung biji durian mengalami keseimbangan dengan kadar air pada ruang penyimpanan. Keadaan seimbang disini mempunyai arti kecepatan penyerapan uap air dari udara ke dalam produk dan kecepatan uap air yang keluar dari produk ke udara sudah sama besar, atau dengan kata lain berat dari produk sudah konstan.

Gambar 4. Kurva Isotermis Sorpsi Air Cookies Tepung Biji Durian Kurva sorpsi isothermis diperoleh dengan memplotkan kadar air kesetimbangan yang dihasilkan dengan nilai aktivitas air.

Tabel 8. Kadar Air Kesetimbangan (Me) Pada Berbagai Kondisi RH

Garam Jenuh RH (teoritis) RH (hasil) Aw Kadar Air (% dry based) NaOH - 12,4 0,124 0,0257 MgCl2 32,8 37,5 0,375 0,0439 KI - 69,3 0,693 0,1071 NaCl 75,3 70,8 0,708 0,1299 KCl 84,3 79,3 0,793 0,1892 BaCl2 90,3 82,1 0,821 0,2328

Untuk membuat kurva sorpsi isotermis diperlukan beberapa nilai kondisi RH, dimulai dari yang terendah hingga tertinggi. Dalam hal ini diambil enam titik sebagai perwakilan setiap RH. Garam jenuh yang dipakai menghasilkan nilai RH yang spesifik sesuai kebutuhan untuk mewakili setiap titiknya. Dimulai dari NaOH yang menghasilkan nilai RH 12,4% hingga BaCl2 dengan nilai RH

(12)

12 mempengaruhi terjadinya perbedaan antara nilai RH teoritis dengan RH hasil pembacaan, antara lain yaitu kualitas garam yang digunakan, kemampuan alat RH meter untuk membaca RH dan kerapatan chamber yang digunakan. Namun demikian, hasil yang berbeda dengan teoritis ini tidak menjadi masalah karena nilai RH hasil pembacaan akan masuk ke dalam perhitungan dan kadar air yang diperoleh pun akan menyesuaikan. Semakin tinggi RH penyimpanan, semakin tinggi kadar air kesetimbangan dan semakin lama pula waktu tercapainya kesetimbangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi RH penyimpanan, maka semakin lama proses difusi uap air berlangsung menuju tercapainya kesetimbangan.

Nilai kemiringan kurva isoterm sorpsi air ditentukan pada daerah linear dari kurva isoterm sorpsi air (Arpah, 2001). Menurut Labuza (1982), daerah linear untuk menentukan kemiringan (slope) kurva sorpsi isotermis diambil pada daerah yang melewati Mi (kadar air awal) pada model kurva isoterm sorpsi air. Berdasarkan grafik kurva isoterm sorpsi air (Gambar 9), maka nilai kemiringan kurva isoterm sorpsi air (b) untuk produk cookies F3 adalah 0,2623. Menurut Fennema (1996) bentuk kurva sangat beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi.

Kadar Air Kesetimbangan (Me) Kadar air kesetimbangan pada suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika uap air bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dan ketika produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk. Dari kurva isotermis sorpsi air untuk produk cookies tepung biji durian, maka dapat ditentukan kadar air kesetimbangan (Me) pada RH penyimpanan (70%).

KESIMPULAN DAN SARAN Keterangan :

Me = (Slope x Aw) + Intercept

Permeabilitas Kemasan Terhadap Uap Air

Laju transport uap air dan oksigen dari udara adalah faktor utama dalam melakukan kontrol umur simpan dari makanan kering dan produk-produk lain yang mengandung lipid atau komponen-komponen yang sensitif terhadap oksigen. Semakin tingginya suhu, maka pori-pori plastik akan semakin membesar sehingga permeabilitas plastik meningkat. Permeabilitas kemasan terhadap uap air (k/x) adalah kecepatan atau laju transmisi adanya perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk dengan lingkungannya pada suhu dan kelembaban tertentu (Robertson, 1993 dalam Hasnaini, 2012). Penentuan permeabilitas kemasan harus dilakukan dengan suhu yang konstan untuk menghindari peningkatan ukuran pori-pori plastik. Semakin rendah nilai k/x suatu kemasan maka semakin baik

Perkiraan penyimpanan suhu 25°C RH 70%, Aw = 0,7 Kadar Air Kesetimbangan (Me) = 0,1511

(13)

13

digunakan sebagai pengemas atau barrier terhadap uap air sehingga umur simpan bahan pangan yang dikemas semakin lama. Proses difusi yang terjadi pun semakin sedikit sehingga dapat mempertahankan kerenyahan produk.

Persyaratan utama dari bahan pengemas adalah memberikan perlindungan dan mempertahankan kualitas produk dalam kemasan tersebut. Permeabilitas bahan kemasan perlu diketahui untuk menentukan umur simpan suatu bahan yang dikemas dan kriteria kemunduran mutu bahan yang dikemas. Dengan diketahuinya permeabilitas bahan kemasan maka dapat dihitung jumlah uap air yang masuk dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat diketahui berapa kenaikan kadar air bahan yang dikemas yang nantinya dapat mempengaruhi kerusakan bahan pangan. Pada penelitian ini kemasan plastik yang digunakan permeabilitasnya terhadap uap air adalah metallized plastic

Gambar 5. Contoh pengemasan cookies dengan metallized plastic Data permeabilitas kemasan tersaji pada tabel 9 sebagai berikut :

Tabel 9. Permeabilitas Kemasan Terhadap Uap Air (37,8ºC) Kemasan Ketebalan (mm) Luas (m2) WVTR (g/m2.hari) Po (mmHg) k/x (g/m2.hari.mmHg) Metallized Plastic 0,05 0,0154 0,4416 49,2 0,0090

Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Biji Durian

Berdasarkan teori Labuza (1985) Umur simpan sebuah produk dalam kemasan dapat diprediksikan berdasarkan teori difusi atau penyerapan oleh atau dari produk tersebut. Umur simpan ditetapkan berdasarkan beberapa faktor dalam pendekatan kadar air kritis. Adapun faktor-faktor tersebut adalah kadar air awal produk (Mi), kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), rasio luas kemasan dengan berat kering produk (A/Ws), tekanan uap air jenuh pada kondisi penyimpanan (Po) dan kemiringan kurva sorpsi isothermis (b). Teori tersebut dijabarkan dalam persamaan matematikasebagai berikut :

(14)

14

Umur simpan erat kaitannya dengan sifat bahan atau produk, permeabilitas kemasan dan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban udara). Sifat produk meliputi kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Mc). Kondisi penyimpanan cookies tepung biji durian diasumsikan pada suhu 25oC dan RH = 70%. Untuk penyimpanan cookies tepung biji durian, ukuran kemasan yang digunakan yaitu kemasan dengan ukuran 15,7 cm x 4,9 cm, sehingga luas permukaan kemasannya adalah 0,0154 m2. Berat cookies tepung biji durian untuk tiap kemasan sebesar 21 gram. Dengan memasukkan data-data yang diperoleh ke dalam rumus, maka umur simpan cookies tepung biji durian ditunjukkan pada Tabel 10

Tabel 10. Data-data untuk perhitungan umur simpan model kadar air kritis

Kadar air awal (g H20/g solid) 0,0186

Kadar air kritis (g H20/g solid) 0,0589

Slope kemiringan kurva 0,2623

Permeabilitas kemasan (g/m2hr.mmHg) 0,0090 Kadar air produk pd RH penyimpanan (g H2O/solid) 0,1511

Berat kering produk (g) 21,0616

Tekanan uap air jenuh (mmHg) 23,78

Luas kemasan (m2) 0,0154

Hari 610,71

Bulan 20,36

Tahun 1,70

Hasil perhitungan menunjukkan umur simpan cookies dengan kemasan metalized plastic yaitu 1,70 tahun (1 tahun 8 bulan) pada suhu 25°C RH 70%. Cookies mempunyai sifat mudah mengalami kerusakan ditandai dengan menghilangnya tekstur renyah akibat laju penyerapan air sehingga berpengaruh terhadap tekstur produk. Berdasarkan parameter kritis tersebut, maka digunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis dalam pendugaan umur simpan cookies. Awal kerusakan cookies ditandai dengan mulai tidak diterimanya tekstur oleh konsumen yang tercapai pada kadar air kritis 0,0589 g H2O/g padatan

(15)

15 Kesimpulan

1. Tepung biji durian dapat diolah menjadi cookies dengan perbandingan tepung terigu : tepung biji durian (50% : 50%), kaya akan mineral dan serat sehingga dapat menjadi sumber pangan alternatif. 2. Cookies tepung biji durian terpilih

mempunyai kadar air 1,82%, kadar abu 2,54%, kadar lemak 25,34%, kadar protein 5,68%, kadar karbohidrat 64,62%, kadar serat pangan 11,92% dan kadar mineral K sebesar 294,09 mg/100g, Na sebesar 311,46 mg/100g, Fe sebesar 70,43 mg/kg, Ca sebesar 48,21 mg/100g dan Mg sebesar 127,48 mg/100g.

3. Umur simpan cookies tepung biji durian yang dikemas dalam kemasan metallized plastic adalah 1,70 tahun (1 tahun 8 bulan).

Saran

1. Perlu dilakukan analisis umur simpan dengan metode lainnya sebagai perbandingan, yaitu dengan metode ESS atau dengan ASLT metode Arrhenius.

2. Sebaiknya dilakukan pengamatan atau monitoring terhadap kondisi distribusi dan penyimpanan sehingga pendugaan umur simpan memiliki dasar yang baik.

Daftar Pustaka

Aak. 1997. Budidaya Durian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Afif, M. 2007. Pembuatan Jenang Dengan Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus). Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Anonim. 2013. Pengujian Organoleptik. Program Studi Teknologi Pangan. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Anonim. 2013. Overview Industri Tepung Terigu Nasional Indonesia. Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia. Jakarta.

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 2005. Official Methods of Analysis.Washington, D.C: AOAC International.

Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman SNI 01-2891-1992. Badan Standardisasi Nasional: Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2011.

Standar Nasional Indonesia: Biskuit (SNI 2973:2011). Badan Standardisasi Nasional: Jakarta.

Belitz, HD, Grosch, W, dan Schieberle,P. 2008. Food

Chemistry 4th revised and

extended ed. Springer. Munchen,

Germany.

Brown, Michael J. 1997. Durio – A Bibliographic

Review.International Plant Genetic Resources Institute. India.

Brown, W.E, 1992. Plastic in Food Packaging.Marcel Dekker, Inc, New York.

Dalimunthe, Nurfatimah. 2011. Pengaruh Penambahan Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) Terhadap Cita Rasa Mi Basah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Departemen Pertanian. 2009. Statistik Pertanian tahun 2009.

(16)

16 Departemen Pertanian, 2012. Durian.

http://kalteng.litbang.deptan.go.i d. [01 Maret 2012].

Deputi Menegristek Bidang

Pendayagunaan dan

Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2012. http://www.ristek.go.id [diakses 9 Oktober 2014]

Direktorat Gizi Depkes RI, 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Hasnaini.2012. Pendugaan Umur Simpan Kerupuk Rame’ Rumput Laut (Euchema cottoni L)

Menggunakan Metode

Accelerated Shelf Life Testing. Fakultas Ilmu Pangan, Universitas Hasanudin. Makasar. Hariyadi, P. 2006. Handout dan Modul

Pendugaan dan Penentuan Umur Simpan Produk Pangan. SEAFAST Center / Departemen ITP, FATETA, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Irawati. 2008. Model Pengawasan Mutu 1. Diploma IV PDPPTK VEDCA. Cianjur.

Isa, N., 2011. Manfaat Buah Durian

Bagi Kesehatan.

http://pusatmedis.com. [01 Maret 2012].

Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Bogor: IPB Bogor. 200 hlm. Juntak Indonesia Corporation, 2005.

Tanya-Jawab Mengenai Durian

Juntak (Part C).

http://www.durian@juntak.com.[ 02 Maret 2012].

Ketaren, 1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta

Kurtzweil, P. 2006. Daily Valves Encourage Healthy Diet. http://www.fda.gov/fdac/spectual /foodlabel/dvs.htm. Diakses tanggal 18 Februari 2012. Surakarta.

Labuza, T.P. 1982. Shelf Life dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc., Westport, Connecticut.

Labuza, T.P. and M.K. Schmidl. 1985. Accelerated shelf life testing of foods. Food Technology.

Labuza, T.P., 1980b, The effect of water activity on reaction kinetics of food deterioration, Food Technology 34:36.

Larasati, Annisa Sita. 2013. Pendugaan Umur Simpan Tepung Lidah Buaya Dengan Metode Kadar Air Kritis. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Magdalena, Kristiana, dkk. 2010.

Pengaruh Imbangan Tepung Biji Durian dengan Daging Babi Terhadap Sifat Fisik dan Akseptabilitas Naget Bumbu Andaliman. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Manley, D. J. R. 1998. Secondary Processing in Biscuit Manufacturing. Woodhead Publishing Limited. Cambridge. Manley, D. 2000. Technology of

Biscuits, Crackers, and Cookies. Woodhead Publishing Limited: Cambridge.

Mona F. 2007. Kajian metode penentuan umur simpan produk biscuit dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan model

(17)

17 kadar air kritis [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Monica, Lely. 2015. Pendugaan Umur Simpan Tepung Biji Durian Lokal (Durio Zibhetinuss L) Dengan Metode Akselerasi Pendekatan Kadar Air Kritis [Skripsi]. Fakultas MIPA Universitas Pakuan. Bogor. Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio.

1996. Fisiologi Nutrisi. Edisi Kedua. UI-Press. Jakarta.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Statistik SDM, Penduduk dan Kemiskinan. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian.

Robertson GLa. 1993. Food Packaging Principle and Practices. Marcel Dekker, Inc.NY.

Saragih, Indah P. 2011. Penentuan Kadar Air Pada Cake Brownies dan Roti Two In One Nenas Dan Es. Skripsi. Fakultas Pertanian. USU. Sumatera Utara.

Septianingrum, Elis. 2008. Perkiraan Umur Simpan Tepung Gaplek Yang Dikemas Dalam Berbagai Kemasan Plastik Berdasarkan Kurva Isoterm Sorpsi Lembab. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology Production and Management. London : Aplied Science Publisher : LTD.

Susiwi. 2009. Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan. Jurusan

Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Syarief, Rizal Dan Anies Irawati,

1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Prakasa. Jakarta.

Taokis, S. Petros, Labuza, Theodore P., Saguy, I.Sam. 1997. Kinetics of Food Deterioration And Shelf Life Prediction : Handbook of Food Engineering . CRC Press, LLC.

Wahyuni, Dewi EA. 2006. Prospek Usaha Dalam Pembuatan Kue Kering dari Biji Sorghum. Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Wasono, M. Subhan Edi, dkk.2014. Pendugaan Umur Simpan Tepung Pisang Goreng Menggunakan Metode ASLT Pendekatan Arrhenius. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Whiteley, P. R. 1971. Biscuit

Manufacture : Fundamentals of In-Line Production. Applied Science Publishers Ltd: London. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan

dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wirawan, Yudha. 2010. Pengaruh Penambahan Pati Biji Durian Terhadap Kualitas Kimia dan Organoleptik Bakso Ayam. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Gambar

Gambar 1. Tepung Terigu
Tabel 2. Karakteristik fisik cookies tepung biji durian
Gambar 4. Kurva Isotermis Sorpsi Air  Cookies Tepung Biji Durian  Kurva  sorpsi  isothermis  diperoleh  dengan  memplotkan  kadar  air  kesetimbangan yang dihasilkan dengan  nilai aktivitas air
Tabel 10. Data-data untuk perhitungan umur simpan model kadar air kritis

Referensi

Dokumen terkait

Penyimpanan tepung ubi jalar ungu gelatinisasi sebagian untuk penghitungan kurva sorpsi isotermis menurut metode Labuza (1982) diperoleh dengan cara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serat pangan dan sifat organoleptik cookies dengan penambahan tepung biji kluwih (Antocarpus communis) dan angkak

Kesimpulannya adalah bahwa tepung limbah biji durian dapat digunakan dalam ransum untuk menggantikan tepung jagung pada level 30% dalam ransum.. Kata kunci :

pemanfaatan tepung biji durian terhadap, bobot potong, bobot kaskas, dan. persentase karkas ayam kampung umur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serat kasar cookies dan mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap cookies yang disubstitusikan dengan tepung biji kluwih

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang kandung- an gizi kalsium, fosfor, dan kadar pada tepung dan cookies lidah kucing tepung biji nangka

Perlakuan yang diberikan adalah T 0 yaitu cookies tanpa substitusi tepung terigu dengan tepung biji alpukat, cookies substitusi tepung terigu dengan tepung

Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi resep pasta berbasis tepung biji durian dengan menyortir, mencuci, mengupas, merebus, merendam dengan kapur sirih,