• Tidak ada hasil yang ditemukan

Frekuensi Kunjungan Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Frekuensi Kunjungan Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa Sawit"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

FREKUENSI KUNJUNGAN

Elaeidobius kamerunicus

Faust.

PADA BUNGA BETINA DAN EFEKTIVITASNYA

TERHADAP PEMBENTUKAN BUAH KELAPA SAWIT

MIRAH AYUNINGSIH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Frekuensi Kunjungan

Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Mirah Ayuningsih

(4)

ABSTRAK

MIRAH AYUNINGSIH. Frekuensi kunjungan Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa Sawit. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan TRIADIATI.

Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) merupakan serangga penyerbuk kelapa sawit yang paling efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina dan efektivitasnya terhadap pembentukan buah (fruit set) kelapa sawit. Frekuensi kunjungan kumbang diamati dengan menggunakan fix sample method pada 3 kurun waktu, yaitu pagi (09.00-10.00), siang (13.00-14.00), dan sore (16.00-17.00). Parameter lingkungan diukur untuk mengetahui pengaruhnya terhadap frekuensi kunjungan kumbang. Rata-rata frekuensi kunjungan E. kamerunicus

tertinggi terjadi pada pagi hari (109 kumbang/10 menit), menurun pada siang hari (26 kumbang/10 menit), dan terendah pada sore hari (13 kumbang/10 menit). Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina ialah 50 kumbang/10 menit. Kumbang jantan membawa sekitar 1440 polen, sedangkan kumbang betina membawa sekitar 635 polen. Daya kecambah polen yang dibawa oleh kumbang jantan dan kumbang betina masing-masing 8.65% dan 7.90%. Rata-rata fruit set

kelapa sawit di kebun Sukamaju sebesar 77.87%. Frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina berkorelasi positif terhadap pembentukan buah kelapa sawit. Kata kunci: Elaeidobius kamerunicus, fruit set, kelapa sawit, serangga penyerbuk

ABSTRACT

MIRAH AYUNINGSIH. Visiting Frequency of Elaeidobius kamerunicus Faust. on Female Flowers and Its Effectiveness to Oil Palm’s Fruit Set. Supervised by TRI ATMOWIDI and TRIADIATI.

Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) is the most effective pollinator of oil palm. This research aimed to study visiting frequency of E. kamerunicus on female flowers and its effectiveness to oil palm’s fruit set. Fix sample method was used to observe visiting frequency of E. kamerunicus. Observations were conducted in 10 minutes in the morning (09:00-10:00 am), afternoon (13:00-14:00 pm), and evening (16:00-17:00 pm). The environmental parameters were measured to know its effect to visiting frequency the weevil. The weevil mostly visited the flower in the morning (109 weevils/10 minutes), decreased at afternoon (26 weevils/10 minutes), and in the evening (13 weevils/10 minutes). The average visiting frequency of weevil to the female flowers was 50 individuals/10 minutes. Pollen load of the male weevil was 1440 pollen, while the female loaded about 635 pollen. The pollen viability on male and female body of the weevil were 8.65% and 7.90%, respectively. The average of oil palm’s fruit set in Sukamaju Plantation was 77.87%. The visiting frequency of weevil to the female flowers was positively related to the oil palm’s fruit set.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

FREKUENSI KUNJUNGAN

Elaeidobius kamerunicus

Faust.

PADA BUNGA BETINA DAN EFEKTIVITASNYA

TERHADAP PEMBENTUKAN BUAH KELAPA SAWIT

MIRAH AYUNINGSIH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Frekuensi Kunjungan Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa Sawit

Nama : Mirah Ayuningsih NIM : G34090096

Disetujui oleh

Dr. Tri Atmowidi, M.Si Pembimbing I

Dr. Triadiati, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Frekuensi Kunjungan Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa Sawit”. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai dengan Maret 2013, bertempat di perkebunan kelapa sawit Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Afdeling (AFD) IV Parabon Blok 133, Kebun Sukamaju, Sukabumi dan Laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Tri Atmowidi, M.Si dan Dr. Triadiati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan ilmu yang bermanfaat selama melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si selaku penguji karya ilmiah atas saran dan motivasinya dalam pelaksanaan pengujian karya ilmiah. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta (Ayah Hartono dan Ibu Surani), saudara perempuan tersayang (Mbak Eka Suci Utami), dan kakak ipar (Mas Choliel) serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan bantuannya selama melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tini dan Mbak Ani selaku laboran yang telah banyak memberikan bantuan selama pengamatan di laboratoruim. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Pak Pupud, Pak Ari, dan seluruh pihak PTPN VIII Afdeling (AFD) IV Parabon, Kebun Sukamaju, Sukabumi yang telah memberikan sarana dan bantuan selama penelitian di lapang. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada keluarga kecil tersayang, Bob, Puput, Ulan, dan Fadhil atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Hana dan Biologi 46 sebagai teman seperjuangan atas kebersamaannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Metode Penelitian 2

Pengamatan Morfologi Kumbang E. kamerunicus 2

Pengamatan Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus 2

Koleksi Kumbang untuk Pengukuran Jumlah dan Daya Kecambah Polen 3 Pengukuran Jumlah Polen yang dibawa E. kamerunicus 3 Pengukuran Daya Kecambah Polen yang dibawa E. kamerunicus 3

Penghitungan Fruit Set Kelapa Sawit 4

Analisis Data 4

HASIL 4

Morfologi Kumbang E. kamerunicus 4

Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus 5

Jumlah dan Viabilitas Polen yang dibawa Oleh E. kamerunicus 6

Fruit Set Kelapa Sawit 7

PEMBAHASAN 9

SIMPULAN 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina

kelapa sawit selama 10 menit pengamatan 5

2 Parameter lingkungan di PTPN VIII kebun Sukamaju, Sukabumi 6 3 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan parameter

lingkungan 6

4 Jumlah buah per tandan berdasarkan grade buah dan nilai fruit set

kelapa sawit 8

DAFTAR GAMBAR

1 Buah kelapa sawit matang umur 3 bulan (a) dan pembagian buah dalam tandan menjadi 3 bagian untuk penghitungan fruit set (b) 4 2 Morfologi E. kamerunicus betina (a) dan E. kamerunicus jantan (b):

moncong (1), tonjolan pada bagian elytra (2), rambut-rambut halus

pada elytra (3), dan tungkai (4) 5

3 Jumlah polen yang dibawa oleh E. kamerunicus betina dan jantan 6 4 Polen kelapa sawit berbentuk segitiga tipe aperture trikolpata (a) dan

polen yang berkecambah (b): polen (1) dan tabung polen (2) 7 5 Daya kecambah polen yang dibawa oleh E. kamerunicus betina dan

jantan serta polen yang langsung diambil dari bunga jantan kelapa

sawit 7

6 Tipe buah kelapa sawit: grade A (a), grade B (b), dan grade C (c) 7 7 Tipe buah kelapa sawit hasil penyerbukan (a) dan buah partenokarpi

(b): eksokarp (1), mesokarp (2), endokarp (3), dan endosperm (4) 8 8 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan fruit set

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan minyak nabati di dunia terus bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Permintaan minyak nabati di dalam dan luar negeri yang tinggi merupakan indikasi pentingnya peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang mempunyai nilai strategis sebagai bahan baku minyak nabati terbesar di dunia, yaitu 2000-3000 kg/ha (Siregar 2006). Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Indonesia dan Malaysia menguasai pasar kelapa sawit dunia lebih dari 85% (Pahan 2008). Selain sebagai komoditas unggulan penghasil devisa negara, kelapa sawit juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani dan memberikan kesempatan kerja yang lebih luas.

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang tergolong dalam famili Palmae (Hartley 1967). Tanaman ini merupakan tanaman

monoecious, yaitu bunga jantan dan betina terpisah dan berada dalam satu pohon. Meskipun demikian, jarang sekali ditemukan bunga jantan dan betina mekar secara bersamaan, sehingga tanaman ini memerlukan agen penyerbuk dalam proses pembuahan (Tandon et al. 2001). Penyerbukan kelapa sawit dapat dilakukan secara buatan (assisted pollination) dan alami. Assisted pollination

membutuhkan biaya yang sangat besar sehingga dianggap kurang efektif untuk diterapkan secara berkelanjutan (Susanto et al. 2007). Penyerbukan alami pada kelapa sawit sebagian besar berlangsung dengan bantuan serangga dan sebagian kecil oleh angin (Corley 1986). Serangga penyerbuk yang paling efektif dan efisien dalam penyerbukan kelapa sawit ialah Elaeidobius kamerunicus (O’brien

dan Woodruff 1986).

Kumbang E. kamerunicus termasuk ke dalam ordo Coleoptera dengan panjang tubuh sekitar 4 mm, lebar sekitar 1.5 mm, dan warna coklat kehitaman (Syed et al. 1982). Kumbang ini berkembang biak dengan baik pada bunga jantan dan mencari nektar pada bunga betina. Aktivitas kumbang tersebut menyebabkan polen dapat mencapai bunga betina yang terletak sebelah dalam, sehingga peran E. kamerunicus dalam penyerbukan sangat efektif (Corley 1986). Kumbang E. kamerunicus berasal dari Kamerun dan diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1982. Peran E. kamerunicus sebagai polinator tanaman kelapa sawit dianggap lebih efektif dan menguntungkan, sehingga mampu mengubah sistem penyerbukan buatan menjadi penyerbukan alami pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Susanto et al. 2007).

Peran E. kamerunicus dalam penyerbukan dapat memberikan keuntungan bagi kelapa sawit, khususnya dalam meningkatkan produksi minyak dan pembentukan buah (fruit set) (Harun dan Noor 2002). Nilai fruit set merupakan perbandingan jumlah buah yang berkembang normal dengan total buah yang terbentuk dalam satu tandan kelapa sawit. Menurut Gardner et al. (1939), nilai

(12)

2

Penelitian tentang kelapa sawit dan serangga penyerbuk E. kamerunicus di Indonesia telah banyak dilakukan. Agenginardi (2011) melaporkan bahwa E. kamerunicus betina pada bunga jantan kelapa sawit mampu membawa polen sebanyak 1567 polen dengan tingkat viabilitas 76.23%. Nabilah (2011) juga melaporkan E. kamerunicus jantan pada bunga jantan kelapa sawit mampu membawa polen sebanyak 3285 polen dengan tingkat viabilitas 74.18%. Berkaitan dengan frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit, Komal (2011) dan Aminah (2011) telah melakukan penelitian di PTPN VIII Cimulang dan Cikasungka, Bogor. Dalam penelitian ini dipelajari frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina dan efektivitasnya terhadap pembentukan buah kelapa sawit.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi kunjungan E. kamerunicus

pada bunga betina dan efektivitasnya terhadap pembentukan buah kelapa sawit di Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Afdeling (AFD) IV Parabon Blok 133, Kebun Sukamaju, Sukabumi.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai November 2012-Maret 2013 bertempat di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Afdeling (AFD) IV Parabon Blok 133, Kebun Sukamaju, Sukabumi. Pengamatan sampel dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB.

Metode Penelitian

Pengamatan Morfologi Kumbang E. kamerunicus

Kumbang E. kamerunicus yang berkunjung ke bunga betina kelapa sawit dikoleksi di dalam tabung eppendorf yang berisi 0.5 mL campuran etanol 70% dan gliserol (4:1). Selanjutnya, kumbang E. kamerunicus diamati di bawah mikroskop stereo untuk diamati morfologinya.

Pengamatan Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus

(13)

3 bunga betina kelapa sawit. Selama pengamatan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dilakukan pengukuran faktor lingkungan, meliputi suhu udara, kelembapan udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya. Suhu dan kelembapan udara diukur dengan menggunakan thermo-hygrometer, kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer, dan intensitas cahaya diukur dengan menggunakan luxmeter.

Koleksi Kumbang untuk Pengukuran Jumlah dan Daya Kecambah Polen Kumbang pembawa polen diambil dengan menggunakan pinset dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf kosong untuk diukur viabilitas polennya. Kumbang yang akan diukur jumlah polennya dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang berisi 0.5 mL campuran etanol 70% dan gliserol (4:1).

Pengukuran Jumlah Polen yang dibawa E. kamerunicus

Kumbang E. kamerunicus yang telah dikoleksi dalam tabung eppendorf berisi 0.5 mL campuran etanol 70% dan gliserol (4:1) diputar dengan menggunakan rotator TAITEC tipe RT-50 selama 24 jam. Setelah diputar, kumbang dikeluarkan dari tabung eppendorf. Tabung eppendorf yang berisi larutan yang telah bercampur polen dimasukkan ke dalam sentrifuge HITACHI himac CF 15D2 tipe RT15A8 selama 10 menit dengan kecepatan 787.49 g. Selanjutnya, supernatan dibuang sampai batas 0.1 mL. Pelet yang mengandung polen diaduk dan diambil dengan menggunakan pipet kemudian diteteskan di atas hemasitometer tipe Neubauer untuk dihitung jumlah polennya. Polen diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100x. Polen yang dihitung adalah polen yang berada di daerah empat kotak besar hemasitometer. Pengamatan jumlah polen yang dibawa oleh kumbang dilakukan sebanyak 50 kali ulangan untuk masing-masing kumbang jantan dan kumbang betina.

Pengukuran Daya Kecambah Polen yang dibawa E. kamerunicus

Daya kecambah polen kelapa sawit diukur dengan cara mengecambahkannya pada media cair yang mengandung sukrosa 8% dan 15 mg H3BO3. Satu individu E. kamerunicus dalam tabung eppendorf diberi 3 tetes

campuran sukrosa 8% dan 15 mg H3BO3 (15 ppm), kemudian diputar dengan

(14)

4

Penghitungan Fruit Set Kelapa Sawit

Bunga betina yang dipakai untuk pengamatan frekuensi kunjungan kumbang dan sudah berkembang menjadi buah (Gambar 1a), yaitu 3 bulan setelah penyerbukan dihitung nilai fruit set. Penghitungan nilai fruit set dilakukan dengan cara membagi tandan menjadi 3 bagian, yaitu pangkal, tengah, dan ujung (Gambar 1b). Penentuan fruit set kelapa sawit dibedakan berdasarkan tipe buah hasil penyerbukan. Tipe buah hasil penyerbukan terdiri dari grade A dan grade B, sedangkan tipe buah dari bunga yang tidak diserbuki digolongkan ke dalam grade

C. Grade A adalah buah yang mengalami penyerbukan sempurna, grade B adalah buah yang mengalami penyerbukan dan tidak berkembang sempurna, dan grade C adalah buah partenokarpi atau buah yang tidak mengalami penyerbukan. Tipe buah juga dapat dibedakan berdasarkan ukuran, yaitu grade A berukuran paling besar (panjang 3-4.5 cm; diameter 2-3 cm), grade B berukuran sedang (panjang 2.5-3.5 cm; diameter 1.5-2.5 cm), dan grade C berukuran paling kecil (panjang 2-3 cm; diameter 1 cm). Nilai fruit set diperoleh dengan menghitung persentase jumlah buah hasil penyerbukan terhadap total buah per tandan kelapa sawit.

Gambar 1 Buah kelapa sawit matang umur 3 bulan (a) dan pembagian buah dalam tandan

menjadi 3 bagian untuk penghitungan fruit set (b)

Analisis Data

Data frekuensi kunjungan E. kamerunicus, parameter lingkungan, hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan faktor lingkungan, dan persentase fruit set kelapa sawit disajikan dalam Tabel 1-4. Hubungan antara frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan parameter lingkungan dan fruit set

kelapa sawit dianalisis dengan metode regresi dan korelasi Pearson menggunakan program SPSS versi 16.0.

HASIL

Morfologi Kumbang E. kamerunicus

(15)

5 lebih pendek, terdapat tonjolan pada bagian elytra, dan pada permukaan elytra

terdapat rambut-rambut halus (Gambar 2b).

Gambar 2 Morfologi E. kamerunicus betina (a) dan E. kamerunicus jantan (b): moncong

(1), tonjolan pada bagian elytra (2), rambut-rambut halus pada elytra (3), dan

tungkai (4)

Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus

Rata-rata frekuensi kunjungan tertinggi (109 kumbang/10 menit) terjadi pada pagi hari, kemudian menurun pada siang hari (26 kumbang/10 menit), dan kunjungan terendah (13 kumbang/10 menit) terjadi pada sore hari. Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina dalam satu hari pengamatan ialah 50 kumbang/10 menit, dengan kunjungan tertinggi sebanyak 211 kumbang dan kunjungan terendah sebanyak 3 kumbang (Tabel 1).

Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit selama 10 menit pengamatan

Pagi Siang Sore Rata-rata

1 34 (20-47) 22 (20-25) 15 (13-16) 24 (13-47)

2 95 (90-101) 22 (20-23) 17 (12-19) 45 (12-101)

3 28 (27-29) 52 (41-58) 17 (14-19) 32 (14-58)

4 18 (17-20) 24 (11-30) 12 (8-15) 18 (8-30)

5 193 (182-211) 20 (16-24) 14 (13-15) 76 (13-211)

6 190 (180-198) 24 (20-27) 9 (6-13) 74 (6-198)

7 118 (111-124) 22 (19-27) 18 (17-18) 53 (17-124)

8 176 (167-190) 29 (18-34) 6 (3-8) 70 (3-190)

9 137 (124-152) 19 (18-22) 13 (8-16) 56 (8-152)

10 96 ( 85-102) 23 (20-25) 5 (3-7) 41 (3-102)

Rata-rata 109 (17-211) 26 (11-58) 13 (3-19) 50 (3-211)

Keterangan: Nilai dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum

Suhu udara di kebun Sukamaju berkisar antara 20-34.5 °C, kelembapan udara berkisar antara 49-85 %, kecepatan angin berkisar antara 0-0.9 m/dt, dan intensitas cahaya berkisar antara 780-19860 lux (Tabel 2). Frekuensi kunjungan E. kamerunicus tidak berkorelasi terhadap suhu udara (r=0.228, R2=0.052), kelembapan udara (r=-0.107, R2=0.011), kecepatan angin (r=-0.234, R2=0.055), dan intensitas cahaya (r=0.198, R2=0.039) (Tabel 3).

(16)

6

Tabel 2 Parameter lingkungan di PTPN VIII kebun Sukamaju, Sukabumi

Waktu

Pagi Siang Sore

Suhu udara (°C) 28.09 (26-31.5) 30.22 (25.5-34.5) 21.78 (20-24)

Kelembapan udara (%) 67.70 (57-74.5) 58.15 (49-77) 77.90 (72-85)

Kecepatan angin (m/dt) 0.05 (0.0-0.5) 0.16 (0.0-0.9) 0.20 (0.0-0.9)

Intensitas cahaya (lux x10) 881.55 (157-1972) 991.5 (158-1986) 204.7 (78-515)

Tabel 3 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan parameter lingkungan

Keterangan: r= nilai korelasi, R2 = koefesien determinasi

Jumlah dan Viabilitas Polen yang dibawa Oleh E. kamerunicus

Kumbang jantan mampu membawa polen lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina. Rata-rata polen yang dibawa oleh satu kumbang jantan sebanyak 1440 polen dan satu kumbang betina mampu membawa sebanyak 635 polen (Gambar 3).

Gambar 3 Jumlah polen yang dibawa oleh E. kamerunicus betina dan jantan

(17)

7

Gambar 4 Polen kelapa sawit berbentuk segitiga tipe aperture trikolpata (a) dan polen yang berkecambah (b): polen (1) dan tabung polen (2)

Gambar 5 Daya kecambah polen yang dibawa oleh E. kamerunicus betina dan jantan

serta polen yang langsung diambil dari bunga jantan kelapa sawit

Fruit Set Kelapa Sawit

Grade A dan grade B merupakan buah hasil penyerbukan, sedangkan

grade C merupakan buah pertenokaepi. Buah grade A berukuran paling besar,

grade B berukuran sedang, dan grade C berukuran paling kecil (Gambar 6). Buah hasil penyerbukan memiliki bagian-bagian yang lengkap, yaitu eksokarp, mesokarp, endokarp, dan endosperm (Gambar 7).

Gambar 6 Tipe buah kelapa sawit: grade A (a), grade B (b), dan grade C (c)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Kumbang betina Kumbang jantan Bunga jantan

D

aya

k

e

c

am

b

ah

p

o

le

n

(%

(18)

8

Gambar 7 Tipe buah kelapa sawit hasil penyerbukan (a) dan buah partenokarpi (b): eksokarp (1), mesokarp (2), endokarp (3), dan endosperm (4)

Dalam satu tandan, rata-rata tipe buah tertinggi adalah grade A (597 buah), diikuti grade B (508 buah), dan grade C (339 buah). Rata-rata nilai fruit set

kelapa sawit di kebun Sukamaju Blok 133 sebesar 77.87%, dengan fruit set

tertinggi sebesar 94.62% dan fruit set terendah sebesar 60.36% (Tabel 4). Frekuensi kunjungan E. kamerunicus berkorelasi positif terhadap nilai fruit set

kelapa sawit (r=0.729, R2=0.531) (Gambar 8).

Tabel 4 Jumlah buah per tandan berdasarkan grade buah dan nilai fruit set kelapa sawit

A B C Total

1 252 296 233 781 70.17

2 271 547 421 1239 66.02

3 534 499 159 1192 86.66

4 334 442 275 1051 73.83

5 1204 1243 1032 3479 70.34

6 819 563 139 1521 90.86

7 546 200 490 1236 60.36

8 881 605 505 1991 74.64

9 564 368 53 985 94.62

10 563 314 85 962 91.16

Rata rata 597 508 340 1444 77.87

Gambar 8 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan fruit set kelapa sawit

y=57.116 + 0.424x r=0.729

R2=0.531 p=0.017

(19)

9

PEMBAHASAN

Polinator dan penyerbukan merupakan komponen yang berperan penting dalam pembentukan buah (Kevan 1999). Penyerbukan terjadi ketika polen dari bunga jantan yang antesis mampu menempel pada putik bunga betina reseptif yang diikuti dengan pembuahan. Serangga yang paling efektif sebagai penyerbuk kelapa sawit ialah E. kamerunicus (Syed et al. 1982; Tuo et al. 2011). Kumbang E. kamerunicus berkembang biak pada bunga jantan dan mengunjungi bunga betina untuk mendapatkan nektar (Corley 1986). Bunga betina mengeluarkan senyawa volatil dengan aroma yang khas, yaitu estragole sebagai atraktan bagi serangga penyerbuk (Lajis 1985). Frekuensi kunjungan kumbang diamati pada bunga betina yang reseptif, dengan ciri-ciri bunga berwarna putih kekuningan, aroma khas yang kuat, dan bagian ujung putik memiliki 3 cuping berbentuk bulan sabit.

Berdasarkan hasil pengamatan, frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina tertinggi terjadi pada pagi hari, yaitu pada pukul 09.00-10.00 (109 kumbang/10 menit), kemudian menurun pada siang hari (26 kumbang/10 menit), dan sore hari (13 kumbang/10 menit). Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Susanto et al. (2007), bahwa jumlah tertinggi E. kamerunicus yang berkunjung ke bunga betina kelapa sawit adalah pada pukul 08.00-10.00. Hasil ini juga sesuai dengan laporan Labarca et al. (2007), bahwa aktivitas kunjungan tertinggi serangga penyerbuk adalah pada pukul 08.30-14.00. Aminah (2011) juga melaporkan bahwa kunjungan kumbang pada bunga betina tertinggi terjadi pada pukul 09.00-10.00 (121 kumbang/10 menit). Kumbang lebih menyukai beraktivitas pagi hari dimungkinkan karena kondisi lingkungan yang lebih mendukung. Selain itu, senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga betina lebih banyak di pagi hari, sehingga menarik polinator untuk berkunjung ke bunga betina. Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus ialah 50 kumbang/10 menit. Jika diasumsikan bahwa kumbang aktif melakukan penyerbukan selama 8 jam/hari, maka frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina dalam satu tandan ialah 2400 kumbang/hari. Susanto et al. (2007) melaporkan bahwa agar tanaman dapat melakukan penyerbukan dengan baik pada suatu perkebunan dibutuhkan minimal 700 kumbang/hari yang berkunjung ke tandan bunga betina reseptif. Frekuensi kunjungan kumbang pada bunga kelapa sawit hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan laporan Aminah (2011) di kebun Cikasungka Bogor, yaitu 54 kumbang/10 menit atau setara dengan 2592 kumbang/tandan/hari. Atmowidi dan Kurniawan (2010) juga melaporkan, bahwa populasi E. kamerunicus pada bunga jantan di Sukabumi lebih rendah dibandingkan dengan populasi E. kamerunicus di Bogor. Tinggi rendahnya populasi E. kamerunicus pada bunga jantan mempengaruhi frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit.

(20)

10

karena dapat memacu perkembangbiakan nematoda parasit dan cendawan lainnya. Kusnandarsyah (2011) melaporkan bahwa kelembapan udara dan curah hujan yang tinggi berpengaruh terhadap peningkatan populasi nematoda parasit

Elaeolenchus parthenonema pada E. kamerunicus. Populasi E. parthenonema

yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan infeksi E. kamerunicus, sehingga dapat menurunkan populasi kumbang dan frekuensi kunjungan ke bunga betina kelapa sawit.

Frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit tidak berkorelasi dengan kecepatan angin. Aminah (2011) melaporkan bahwa kecepatan angin yang tinggi dapat menurunkan kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit di perkebunan Cikasungka Bogor. Kecepatan angin yang tinggi dapat berpengaruh terhadap penurunan frekuensi jumlah kunjungan kumbang. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pergerakan angin yang terlalu tinggi dapat mengganggu aktivitas terbang kumbang ketika mengunjungi bunga betina kelapa sawit. Frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit juga tidak berkorelasi dengan intensitas cahaya. Cahaya matahari berperan penting dalam pertumbuhan tanaman khususnya dalam proses fotosintesis. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat berkembang biak dengan baik pada lingkungan yang memiliki intensitas cahaya tinggi (Pahan 2008). Intensitas cahaya yang rendah dapat mengganggu proses fisiologis tanaman.

Keberhasilan penyerbukan sangat dipengaruhi oleh kualitas bunga betina, bunga jantan, dan keaktifan serangga penyerbuk. Keaktifan serangga penyerbuk salah satunya dapat diketahui dengan kemampuannya membawa polen. Jumlah polen yang dibawa oleh kumbang jantan (1440 polen) lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina (635 polen). Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Nabilah (2011), bahwa jumlah polen yang menempel pada tubuh kumbang jantan yang dikoleksi dari bunga jantan, lebih banyak (3285 polen) dibandingkan jumlah polen yang menempel pada tubuh kumbang betina (1567 polen) (Agenginardi 2011).Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuh kumbang jantan yang lebih besar dan terdapat rambut-rambut halus pada bagian elytra. Polen pada tubuh kumbang jantan paling banyak ditemukan pada bagian elytra (Nabilah 2011). Menurut O’brien dan Woodruff (1986), permukaan elytra pada kumbang jantan E. kamerunicus terdapat rambut-rambut halus sebagai tempat pelekatan polen ketika kumbang berada pada bunga jantan kelapa sawit.

(21)

11 Berdasarkan hasil pengamatan, daya kecambah polen yang dibawa oleh kumbang jantan yang dikoleksi dari bunga betina (8.65%) sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perkecambahan polen yang dibawa oleh kumbang betina (7.90%). Daya kecambah polen yang langsung diambil dari bunga jantan sebesar 62.14%. Hasil perkecambahan polen dari penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan laporan Nabilah (2011), bahwa daya kecambah polen yang menempel pada tubuh kumbang jantan yang dikoleksi dari bunga jantan sebesar 74.18%. Agenginardi (2011) juga melaporkan bahwa daya kecambah polen yang menempel pada tubuh kumbang betina yang dikoleksi dari bunga jantan sebesar 76.23%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh polen yang menempel pada tubuh kumbang menurun tingkat viabilitasnya. Aktivitas terbang dari bunga jantan ke bunga betina dapat menurunkan jumlah polen pada tubuh kumbang. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh polen yang dibawa oleh kumbang merupakan akumulasi dari kunjungan ke bunga jantan sebelumnya, sehingga tingkat viabilitasnya menurun.

Berdasarkan hasil pengamatan, nilai rata-rata fruit set di kebun Sukamaju Blok 133 adalah 77.87%. Nilai fruit set tersebut tergolong baik, karena berada di atas standar minimum yang diperlukan oleh perkebunan yaitu 75% (Susanto et al

2007). Keberhasilan penyerbukan ditandai dengan peningkatan rasio buah per tandan, peningkatan berat dan kandungan minyak per tandan, serta peningkatan nilai fruit set (Hartley 1967). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah buah hasil penyerbukan lebih banyak daripada buah partenokarpi. Buah partenokarpi merupakan buah yang berkembang tanpa biji akibat tidak terjadinya fertilisasi (Corley 1986). Proporsi buah partenokarpi berkaitan erat dengan efisiensi penyerbukan.

Buah hasil penyerbukan memiliki bagian-bagian yang lengkap, yaitu eksokarp, mesokarp, endokarp, dan endosperm. Eksokarp merupakan bagian kulit buah yang licin, berwarna hitam pada buah muda dan pada buah tua berwarna kemerahan. Mesokarp merupakan daging buah, endokarp merupakan cangkang pelindung inti, dan endosperm (inti) (Pahan 2008). Bagian yang akan diolah menjadi minyak pada buah normal adalah mesokrap sebagai bahan mentah CPO (Crude palm oil) dan endosperm sebagai bahan PKO (Palm kernel oil) (Pahan 2008). Bagian endosperm pada buah partenokarpi tidak berkembang, sehingga nilai fruit set yang rendah menjadi kendala yang serius pada suatu perusahaan dalam memproduksi PKO.

(22)

12

SIMPULAN

Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit tertinggi (109 kumbang/10 menit) terjadi pada pagi hari, dengan rata-rata kunjungan per hari sebanyak 50 kumbang/10 menit. Frekuensi kunjungan E. kamerunicus tidak berkorelasi secara nyata dengan faktor lingkungan yang diukur. Kumbang E. kamerunicus jantan membawa polen lebih banyak dibandingkan dengan E. kamerunicus betina. Daya kecambah polen yang dibawa oleh kumbang jantan dan kumbang betina berkisar 7.90-8.65%. Rata-rata fruit set kelapa sawit di kebun Sukamaju Blok 133 sebesar 77.87%. Frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina berpengaruh terhadap fruit set kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA

Adiguno S. 1998. Pengadaan dan pengawasan mutu internal kecambah dan bibit kelapa sawit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dan PT Socfindo Medan Sumatera Utara [laporan keterampilan profesi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Agenginardi EB. 2011. Jumlah polen kelapa sawit dan viabilitasnya pada tubuh kumbang betina Elaeidobius kamerunicus Faust. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Aminah. 2011. Frekuensi kunjungan serangga penyerbuk Elaeidobius kamerunicus (Faust.) pada bunga betina tanaman kelapa sawit di perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Atmowidi T, Kurniawan Y. 2010. Population of oil palm pollinator (Elaeidobius kamerunicus Faust.) in Banten and West Java [catatan penelitian]. Working paper No.25: 1-7.

Corley RHV. 1986. Oil Palm. In: Monselise SP. 1986. CRC Hand Book of Fruit Set and Development. Boca Raton, Florida: CRC Press, Inc.

Dafni A. 1992. Pollination Ecology: A Practical Approach. New York: Oxford University Press.

Gardner VR, Bradford FC, Hooker HD Jr. 1939. The Fundamentals of Fruit Production. New York and London: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Hartley CWS. 1967. The Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). London: Longman Group Limited.

Harun MH, Noor MRMD. 2002. Fruit set and oil palm bunch components.

Journal of Oil Palm Research. 14(2): 24-33.

Heinrich B. 1940. Bumblebee Economics. USA: Harvard University Press.

Kevan PG. 1999. Pollinators as bioindicators of the state of the environment: species, activity and diversity. Agriculture, Ecosystems and Environment. 74: 373-393.

Komal. 2011. Frekuensi kunjungan serangga penyerbuk Elaeidobius kamerunicus

(23)

13 Kusnandarsyah I. 2011. Populasi nematoda parasit pada kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Labarca MV, Portillo E, Narvaez YZ. 2007. Relationship between inflorescens, climate and the pollinating in oil palm (Elaeis gueneensis Jacquin) plantations located in South lake of Maracaibo, Zulia State. Revista De La Faculted De Agronomia (LUZ). 24: 303-320.

Lajis NH, Hessein MY, Toia RF. 1985. Extraction and identification of the main compound present in Elaeis guineensis flower volatiles. Pertanika. 8(1): 105-108.

Nabilah S. 2011. Jumlah polen kelapa sawit dan viabilitasnya pada tubuh kumbang jantan Elaeidobius kamerunicus Faust. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

O’brien CW, Woodruff RE. 1986. First record in the United State and South America of the African oil palm weevils, Elaeidobius subvittatus (Faust) and

Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleoptera: Curculionidae). Entomology Circular. no: 284.

Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rihova L, Hrabetova E, Tupy J. 1996. Optimization of conditions for in vitro pollen growth in potatoes. International Journal of Plant Sciences. 157: 561-566.

Siregar AZ. 2006. Kelapa sawit: Minyak nabati berprospek tinggi. USU Repository.

Susanto A, Purba RY, Prasetyo AE. 2007. Elaeidobius kamerunicus: Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Syed RA, Law IH, Corley RHV. 1982. Insect pollination of oil palm introduction, establishment, and pollinating efficiency of Eleidobius kamerunicus in Malaysia. Planter. 58:547-561.

Tandon R, Manohara TN, Nijalingappa BHM , Shivanna KR. 2001. Pollination and pollen-pistil interaction in oil palm, Elaeis guineensis. Annals of Botany. 87: 831-838.

Tuo Y, Koua HK, Hala Nklo. 2011. Biology of Elaeidobius kamerunicus and

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 14 Juni 1991 dari Ayah yang bernama Hartono dan Ibu yang bernama Surani. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1996 di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Unit Dharma Wanita, kemudian melanjutkan pendidikan SDS Bakau Estate, Kotabaru pada tahun 1997. Selanjutnya pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan menengahnya di SMPN 1 Pamukan Utara Kotabaru, dan pada tahun 2006 melanjutkan pendidikannya di SMAN 1 Kotabaru. Pada tahun 2009 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD sebagai mahasiswa Mayor di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Gambar

Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina kelapa
Tabel 2  Parameter lingkungan di PTPN VIII kebun Sukamaju, Sukabumi
Gambar 6  Tipe buah kelapa sawit: grade A (a), grade B (b), dan grade C (c)
Tabel 4  Jumlah buah per tandan berdasarkan grade buah dan nilai  fruit set kelapa

Referensi

Dokumen terkait

Diperoleh 14 kom- binasi padi hibrida yang menunjukkan keragaan yang lebih baik dan memiliki standar heterosis lebih tinggi dari varietas kontrol Ciherang dan

Menurut Sumarno dan Sutisna (2010), penelitian padi non hibrida pada musim kemarau di Sukamandi menunjukkan tinggi tanaman saat panen dan umur panen ber- korelasi

Sedangkan pada parameter tajuk, hasil uji rata-rata bobot basah tajuk menunjukkan bahwa kedua perlakuan dengan pemberian larutan PEG 6000 dengan konsentrasi 25%

Birokrasi Nomor 18 Tahun 2017tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2016 tentang Nomenklatur

Faktor yang mempengaruh lokasi pengelolaan sampah rumah tangga, antara lain: a. Lokasi shaft sampah berada di sisi kanan dan kiri bangunan seperti pada gambar 3.8, Renkonbang

Hasil dari pengujian notifikasi untuk pengisian air dapat dilihat pada

Molekul karbohidrat terdiri atas atom-atom karbon, hydrogen dan oksigen. Jumlahatom hydrogen dan oksigen merupakan perbandingan 2:1 seperti pada molekul air.

Dikarenakan hal tersebut, maka diperlukannya suatu penelitian yang dapat melihat tingat kesadaran dan pemahaman para pengguna teknologi khususnya kalangan Mahasiswa FTK UIN