• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik usaha gaharu alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu: studi kasus Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Seluma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik usaha gaharu alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu: studi kasus Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Seluma"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK USAHA GAHARU ALAM

(

Aquilaria malaccensis

) DI PROVINSI BENGKULU

(Studi Kasus di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur,

dan Kabupaten Seluma)

DWI MARYANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

(Studi Kasus di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur,

dan Kabupaten Seluma)

DWI MARYANI

E14062548

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

DWI MARYANI. E14062548. Karakteristik Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus: Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupetan Seluma). Dibimbing oleh IIN ICHWANDI.

Hutan merupakan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu hasil hutan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan adalah resin gaharu. Gaharu memiliki nilai jual tinggi dengan kualifikasi produksi yang terdiri dari kelas gubal, kemedangan dan abu. Masing-masing produk mengandung oleo resin dan chromone yang menghasilkan aroma khas, sehingga gaharu banyak digunakan di berbagai industri seperti industri parfum, kosmetik, obat-obatan dan keperluan ritual agama. Banyaknya kebutuhan akan gaharu menyebabkan permintaan terhadap gaharu juga meningkat sehingga proses pencarian gaharu yang juga semakin meningkat, sehingga berdampak pada populasi gaharu alam yang semakin berkurang. Walaupun populasi gaharu semakin berkurang, namun proses pengusahaan gaharu masih berlangsung sehingga perlu dilakukan pengkajian tentang karakteristik usaha gaharu alam saat ini.

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik usaha gaharu alam di Provinsi Bengkulu, yang meliputi karakteristik pelaku usaha gaharu (pencari, pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar), proses pencarian gaharu, jenis dan karakteristik kualitas, sistem pemasaran serta kebijakan dalam pengusahaan gaharu. Adapun metode yang dilakukan yaitu secara kualitatif dengan mendeskripsikan karakteristik usaha gaharu alam dan secara kauntitatif dengan menghitung marjin keuntungan.

Terdapat tiga kelompok pelaku usaha gaharu yaitu pencari gaharu, pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar. Kelompok pencari gaharu melakukan pencarian. Pada proses pencarian membutuhkan pengetahuan, khususnya mengenai ciri-ciri pohon yang mengandung gaharu. Hasil yang didapatkan kelompok pencari gaharu selanjutnya dijual ke pedagang pengumpul melalui saluran tataniaganya. Penjualan gaharu di awali dengan penentuan kualitas dan penetapan harga. Terdapat tujuh kelas kualitas yang disepakati, kelas kualitas tersebut sangat menentukan harga. Semakin baik kualitas gaharu maka harga semakin tinggi dan semakin rendah kualitas gaharu maka harga semakin rendah. Perbedaan harga dari setiap kualitas gaharu dapat mencapai 3-15 kali lipat dari setiap peningkatan kelas kualitasnya. Pelaku usaha yang paling berperan dalam menetapkan harga yaitu pedagang pengumpul besar sehingga marjin harga tertinggi diperoleh pedagang pengumpul besar yaitu 1,4-2 kali lipat dengan pendapatan yang diperoleh 28 kali lipat dari pendapatan kelompok pencari gaharu. Untuk mengatur pemasaranya pemerintah menetapkan kebijakan berupa penetapan kuota yang berlaku dalam kurun waktu satu tahun, izin yang diberikan pedagang pengumpul besar berlaku selama lima tahun dan tarif retribusi

ditetapkan berdasarkan kelas gubal Rp. 20.000/kg dan kemedangan sebesar Rp 20.00/kg.

(4)

Business Characteristics of Natural Agarwood (Aquilaria malaccensis) in Bengkulu Province (Case Study: South Bengkulu Regency, Kaur Regency, and seluma Regency). Guided by IIN ICHWANDI.

Forest is a natural resource that can be used for the people walfare. One of forest product which has potential to be used is resin agarwood. Gaharu has high sold price with production qualification that consist of gubal, kemedangan and ash. Each of product containsOleo Chromone which are produce unique aroma, so that it often used in many industries such as parfum industry, cosmetic industry and religion ritual need. High demand of agarwood cause the demand of it increase more, so that influence to the decrease more, but the agarwood exertion process still do so that it is important to do investigation of natural agarwood characteristics nowdays.

This Research aims to know the characteristic of the natural agarwood exertion in Bengkulu Province, that consist of the characteristic of agarwoodenterprenuer (finder small, collector seller and big collector seller), the process of agarwood exertion, kinds and quality characteristic, marketing system and also policy in agarwood exertion. The methodology of this research is qualitative by describing the characteristic of natural agarwood exertion and quantitative by counting the margin of profit.

There are three groups of gaharuenterprenuer namely: agarwood finder, small collector and big collector. The group of agarwood finders do the gaharu exertion. On the process of agarwood exertion need the specific skill about the characteristic of tree that contain agarwood. The products then sell to collector seller of agarwoodthrough its selling channel. The selling of agarwood begun by determining the condition and price, where there are seven agreed quality. This quality class is so determining the price, better quality of agarwood higher the price and lower quality of agarwood lower the price. The differences of price from each quality of agarwood can reach 3-15 times from the increasing each quality. Enterprenuer have role in determining namely big collector seller so that margin of highest price gotten by them is 1,4-2 multiple times with their income that they gottetn 28 times from income of agarwood finders group.

In order to manage marketing of agarwood, government determines policy in the form of quota in a year, the license that is given to big collector seller in 5 year and the rate of dues determined based on gubal class Rp 20.000,-/kg and kemedanganRp 2.000,-/kg.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Karakteristik Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus: Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Seluma).” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011 Dwi Maryani

(6)

Nama : Dwi Maryani NRP : E14062548

Menyetujui Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. F. Trop)

NIP. 119641217 199002 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB

(Dr. Ir. Didik Suharjito, MS)

NIP. 19630401 199403 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah yang berjudul “Karakteristik

Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus: Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten

Seluma)”.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, kakak-kakakku, dan kembaranku terimakasih atas doa, dukungan serta kasih sayang yang selalu diberikan. Semoga karya ini dapat menjadi bukti kasih sayangku terutama untuk Ibu dan Ayah.

3. Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. F. Trop selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Dosen dan Staf Departemen Manajem Hutan. Terimakasih atas semua ilmu pengetahuan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak Taher selaku pedagang pengumpul besar gaharu, Bapak Sarkawi selaku pedagang pengumpul kecil, Bapak Jefri dan semua staf BKSDA Provinsi Bengkulu, dan seluruh pelaku usaha gaharu yang telah memberikan izin, informasi dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.

6. Sahabat-sahabat seperjuangan Sofi, Muti, Iyis, Suke, Linda Z, Linda S, Copek dan semua teman-teman MNH 43. Terimakasih atas kebersamaan selama ini dan rasa persahabatan yang telah kalian berikan selama ini.

7. Dang Riswan, Emil, Febri, dan Ita terima kasih atas dukungan, semngat, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman satu bimbingan skripsi Aida dan Kiki terimakasih untuk masukan, semangat, dukungan, dan doa dalam menyusun skripsi ini.

(8)

Penulis dilahirkan di Bengkulu Selatan pada tanggal 2 Maret 1988 sebagai anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Baksin dan Ibu Ristahayati. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 17 Manna dari tahun 1994 sampai tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Kota Manna pada tahun 2000 sampai pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di SLTA Negeri 4 Kota Manna pada tahun 2003 sampai 2006. Pada tahun ini juga penulis melanjutkan pendidikan di Intitut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan masuk ke Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif di organisasi Forest Management Student Club (FMSC) staf kelompok DAS pada tahun 2007-2008. Penulis juga tergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Bumi Raflesia (IMBR). Kegiatan praktek yang diikuti penulis diantaranya Praktek Pengolahan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kamojang dan Sancang Jawa Barat. Praktek Pengelohan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sekabumi Jawa Barat. Praktek Kerja Lapang (PKL) di KPH Parengan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

(9)

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang merupakan aset multiguna yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat. Hasil hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ada dua yaitu, Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Hasil hutan kayu di antaranya kayu, veneer, pulp. Hasil hutan bukan kayu merupakan hasil hutan hayati maupun nonhayati selain kayu di antaranya adalah getah-getahan, resin, minyak hasil sulingan, kulit pohon, buah, biji, lebah madu, damar, dan lain-lain. Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, salah satunya adalah resin gaharu (Sumadiwangsa & Harbagung 2000).

Gaharu merupakan salah satu produk hasil hutan yang bernilai jual tinggi dalam bentuk gumpalan, cacahan, serpihan atau bubuk yang memiliki kualifikasi produksi yang terdiri dari kelas gubal, kemedangan dan bubuk atau abu. Masing-masing produk di dalamnya terkandung “oleo resin” dan “chromone” yang menghasilkan aroma khas. Dengan aroma khas yang sangat populer dan disukai di berbagai negara menyebabkan gaharu banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri parfum, kosmetik, obat-obatan, dan untuk keperluan ritual agama.

Banyaknya kebutuhan gaharu pada berbagai industri menyebabkan permintaan terhadap gaharu semakin meningkat. Meningkatnya permintaan terhadap gaharu tidak hanya pada pasar dalam negeri tetapi juga pada pasar internasional. Salah satu negara dengan permintaan gaharu yang sangat tinggi adalah negara Cina dengan permintaan 500 ton/tahun (ASGARIN 2002).

(10)

pengetahuan yang sangat minim melakukan penebangan pohon penghasil gaharu secara sembarangan tanpa diikuti dengan upaya pelestarian dan budidaya, sehingga mengakibatkan populasi gaharu alam semakin berkurang dan menuju kepunahan.

Melihat kondisi pohon penghasil gaharu yang semakin langka, maka Convention on International Trade of Endangered Species (CITES) pada konferensi ke IX di Florida, Amerika Serikat pada tahun 1994 memasukan Aquilaria malaccensis dan Aquilaria filarial ke dalam Appendix II sebagai tumbuhan yang terancam punah sehingga dalam pemungutannya harus dikendalikan dan ekspornya dibatasi kuota. Adapun legalitas CITES di Indonesia dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Departemen Kehutanan.

Pembatasan ekspor dengan kuota merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam perdagangan ekspor-impor. Berdasarkan data Ditjen PHKA tahun 2010 menetapkan kuota ekspor gaharu untuk jenis A. malaccensis yaitu 146,125 ton/tahun, sedangkan untuk jenis A. filarial sebesar 427 ton/tahun. Untuk memenuhi kuota yang telah ditetapkan banyak perkebunan yang telah membudidayakan gaharu. Budidaya ini dilakukan karena gaharu alam yang terus menyusut. Selama ini gaharu untuk kebutuhan ekspor berasal dari beberapa sentra produksi gaharu yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti Kalimantan Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Jambi, Bengkulu, Maluku, Mataram, Lombok, Riau, Jawa Barat dan beberapa daerah lainnya.

Hasil survey yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia (ASGARIN 2002) menunjukan bahwa persediaan gaharu alam di Sumatera tersisa 26%, Kalimantan 27%, Nusa Tenggara 5%, Sulawesi 4%, Maluku 6%, dan Papua 37%. Data tersebut menujukan bahwa Sumatera masih memiliki potensi dalam urutan ke tiga di Indonesia setelah Kalimantan dan Papua. Salah satu sentra produksi gaharu di Sumatera yaitu Bengkulu.

(11)

pengumpulan gaharu di Provinsi Bengkulu masih dilakukan secara tradisional dan masih bertumpu pada potensinya di hutan alam. Total produksi gaharu rata-rata di Provinsi Bengkulu pada tahun 2010 adalah 3,15 ton/tahun. Data produksi gaharu yang dihasilkan oleh pencari gaharu di Bengkulu sebanyak 3 ton/ tahun kelas kemedangan dan 150 kg/tahun kelas gubal yang berasal dari gaharu alam. Sedangkan kuota yang ditetapkan untuk Provinsi Bengkulu dalam pemenuhan ekspor gaharu Indonesia sebanyak 2 ton/tahun artinya Bengkulu dapat memberikan kontribusi sebesar 1,37% dalam memenuhi kuota gaharu yang ditetapkan untuk Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa Bengkulu masih memiliki potensi untuk memproduksi Gaharu terutama gaharu alam (Taher 5 Mei 2010, komunikasi pribadi).

Walaupun Bengkulu masih memiliki potensi untuk memproduksi gaharu alam, namun secara umum dapat dikatakan bahwa produksi gaharu alam bersifat fluktuatif dan tidak menentu. Permasalahan utama yang dihadapi dalam pemanfaatan gaharu alam adalah informasi tentang pengusahaan gaharu alam masih sangat terbatas terutama cara pengelolaan dalam pengusahaan gaharu alam yang dilihat dari proses pencarian gaharu, penentuan kualitas gaharu yang masih sangat beragam, sistem pemasaran gaharu dan kebijakan-kebijakan. Oleh karena itu, kajian tentang karakteristik usaha gaharu alam sangat diperlukan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil kebijakan yang berkaitan dengan pengusahaan gaharu alam di daerah dan pusat.

1.2 Perumasan Masalah

Pohon karas (A. malaccensis) merupakan salah satu pohon penghasil gaharu yang memiliki mutu yang sangat baik dan memiliki harga jual yang paling tinggi dibandingan dengan gaharu yang dihasilkan dari jenis tumbuhan penghasil gaharu

lainnya. Dengan harga yang tinggi inilah menyebabkan gaharu jenis A. malaccensis banyak dicari oleh para pelaku usaha gaharu mulai dari kelompok

pencari hingga eksportir.

(12)

tidak diimbangi dengan pembudidayaan menyebabkan populasi pohon karas tersebut semakin berkurang dan mengalami kepunahan. Berkaitan dengan hal tersebut maka CITES pada konferensinya ke IX di Florida tahun 1994 memasukan gaharu jenis A. malaccensis dalam kategori Apendix II sehingga pengusahaan gaharu alam jenis ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus.

Perhatian dalam penelitian ini dipusatkan pada pengusahaan gaharu alam dirumuskan dalam suatu perumusan masalah mengenai karakteristik pengusahaan gaharu alam yang meliputi karakteristik pelaku usaha gaharu (pencari, pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar), proses pencarian gaharu, kualitas gaharu, sistem pengusahaan gaharu, dan kebijakan-kebijakan dalam pengusahaan gaharu tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain sebagai berikut :

1. Mengetahui karakteristik pelaku usaha gaharu alam (pencari, pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar) di Provinsi Bengkulu 2. Mengetahui proses pencarian gaharu alam di Provonsi Bengkulu

3. Mengetahui kualitas gaharu yang terdapat di Provinsi Bengkulu 4. Mengetahui sistem tataniaga dalam usaha gaharu

5. Mengetahui kebijakan-kebijakan dalam usaha gaharu alam

1. 4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti adalah untuk melatih kemampuan meneliti dan menganalisis suatu masalah

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui karakteristik pengusahaan gaharu alam di Provinsi Bengkulu.

(13)

1. 5 Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka peneliti membatasi permasalahan tersebut pada :

1. Saluran tataniaga adalah saluran yang digunakan oleh lembaga tataniaga untuk menyalurkan gaharu dari pencari gaharu ke eksportir gaharu.

2. Lembaga tataniaga adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga mulai dari pencari gaharu, lembaga perantara sampai ke eksportir.

3. Penetapan harga jual gaharu adalah proses pembentukan dan unsur-unsur yang mempengaruhi pembentukan harga gaharu.

4. Marjin tataniaga adalah selisih harga disuatu lembaga pemasaran dengan harga di titik rantai pemasaran lainya.

5. Perilaku pasar adalah polah tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran.

6. Anak kapak (pencari gaharu) adalah sebutan orang/kelompok yang melakukan pencarian gaharu dan melakukan penjualan gaharu di Provinsi Bengkulu.

(14)

2.1 Gambaran Umum Gaharu

Kata gaharu berasal dari bahasa Melayu yang artinya harum, ada juga yang mengatakan bahwa kata gaharu berasal dari bahasa Sansekerta arguru yang berarti kayu berat (dapat tenggelam). Gaharu merupakan hasil dari jenis kayu tertentu yang terdapat dalam hutan. Dengan kata lain gaharu atau gubal (juga sering disebut sebagai aloeswood, englewood, agarwood) yang merupakan substein aromatik berupa gumpalan dan padatan berwarna coklat muda sampai coklat kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tertentu (Susilo 2003).

Pohon penghasil gaharu mencapai tinggi sampai 40 m dan diameter lebih dari 60 cm, dengan ciri batang yang lurus, bulat tidak berbanir, kulit batang halus, coklat keputih-putihan. Tajuknya bulat, lebat dengan percabangan yang horizontal. Daunnya tunggal, berseling, tebal, berbentuk jorong sampai jorong lanset. Permukaan bawah daunnya kadang-kadang berbulu halus, perbungaan berbentuk payung, bercabang, tumbuh pada ketiak daun, bunganya kecil berwarna hijau atau kuning kotor. Jenis ini tersebar dari India, Birma dan Malaysia (Semenanjung Malaya, Filipina, Sumatera sampai Kalimantan bagian Timur dan Utara, dan Papua). Tempat tumbuhnya adalah hutan primer tanah rendah, dengan ketinggian sampai kira-kira 300 m dpl (LIPI 1980).

Gaharu merupakan bagian dari kayu atau akar dari jenis tumbuhan tertentu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh karena pembentukannya hanya terjadi jika terkena infeksi jamur, maka tidak semua jenis penghasil gaharu mengandung gaharu (Nassendi &

Mas’ud 1996). Pohon yang mengandung gaharu adalah pohon yang sudah

terinfeksi jamur, yang memiliki ciri pohon yang mati, daun menguning, ranting bengkak berbintik-bintik sepanjang batang dan cabang, serta ditandai kulit yang sangat kering. (Barden et al. 2009).

(15)

saat ini dikenal 16 jenis pohon penghasil gaharu. Beberapa di antaranya yang

dikenal di Indonesia adalah: A. malaccensis (karas), A. hirta (gaharu), A. microcorpa, A. beccariana, A. filarial, A. cumingiani, Enklea malaccensis,

Gonystylus bancanus (kayu ramin), G. macrophyllus, W. androsalmifolia, Gyrinops verstegii, G cumingiani. Di samping terdapat beberapa jenis tanaman gaharu yang berpotensi sebagai penghasil gaharu ada juga gaharu yang belum banyak dikenal masyarakat yaitu: Aetoxylon sympetalum, W. polyantha dan W. tenuiramis.

Secara alami gaharu terbentuk akibat serangan jamur yang masuk ke dalam kayu melalui bagian-bagian batang yang rusak atau dahan-dahan yang rusak. Proses pembentukan gaharu pada pohon biasanya ditandai oleh terbentuknya garis-garis sejajar sumbu batang, berwarna merah sampai coklat sampai kehitam-hitaman pada jaringan batang. Selain itu, upaya pembentukkan gaharu biasa dilakukan secara buatan. Salah satunya teknologi yang digunakan untuk mempercepat terbentuknya gaharu adalah dengan inokulasi cendawan pembentuk gaharu (Siran & Nina 2004).

Nakanishi dan Ishihara (1991) dalam Susilo (2003) mengatakan bahwa ada

beberapa macam zat penting yang terkandung dalam gubal gaharu adalah (-Agarofuran, Nor-ketoagarofuran, (-)-10-Epi-y-eudesmol, Agarospirol, Jinkohol

eremol, Kusunol, Dihydrokaranone, Jinkohol II, serta Oxo agarospirol), selain zat penting tersebut juga terdapat senyawa yang penting di dalam gaharu. Terdapat lebih kurang 17 macam senyawa, antara lain noroxoagarofuran, agarospirol, 3,4-dihydroxy-dihydroagarufuran, p-methoxy-benzylacetone dan aquillochin (Susilo 2003).

Menurut Mandang dan Bambang (2002), gaharu dari jenis A. malaccensis, G. verteeghii, A. sympetalum, G. bancanus dan G. macrophylus, mempunyai persamaan ciri jari-jari dan pembulu: kelima jenis kayu gaharu ini sama-sama mempunyai serat dengan noktah halaman yang tegas pada bidang radial dan cenderung 2 baris; jari-jari umumnya satu seri, serta noktah antar pembuluh berukuran kecil, 4-7 mikron.

(16)

gaharu hingga saat ini masih dilakukan dengan cara cincang yaitu dengan mencincang bagian pohon yang diduga mengandung gaharu. Cara ini memerlukan banyak tenaga, waktu dan biaya. Dilain pihak hasil yang didapat terkadang tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan dan bahkan tidak ditemukan gaharu pada pohon tersebut, sehingga menyebabkan punahnya jenis tumbuhan penghasil gaharu tersebut (Yusliansyah 1997).

2.2 Sistem Perdagangan Gaharu

Perdagangan gaharu di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-5, dimana Cina merupakan pembeli terbesar. Namun demikian, perdagangan gaharu mulai marak pada abad ke-15 ketika hubungan Cina dan Kalimantan Bagian Utara terjalin dengan baik. Pada masa pemerintahan Belanda dari abad ke-18 sampai permulaan abad ke-19 juga terus berlangsung hingga sekarang. Perdagangannya dilakukan secara tradisional oleh penduduk lokal yang bertempat tinggal di sekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Soehartono &

Mardiastuti 2003).

Adapun negara-negara yang terlibat dalam perdagangan gaharu adalah Vietnam, Indonesia dan Malaysia. Menurut laporan CITES, yang menjadi pengekspor terbesar di dalam perdagangan gaharu internasional adalah negara Indonesia dengan total ekspor 900 ton pada tahun 1995-1997. Kemudian disusul dari Semenanjung Malaysia dengan total ekspor di atas 340 ton dari jenis Aquilaria malaccensis. Vietnam juga merupakan sumber dari perdagangan gaharu. Dari data impor menujukan bahwa Taiwan merupakan konsumer gaharu dari Vietnam dengan total impor di atas 500 ton pada tahun 1993-1998 (Barden et al. 2009).

(17)

Populasi gaharu yang semakin menurun menyebabkan CITES pada konferensinya yang ke IX memasukan gaharu kedalam Appendix II. Salah satu spesies penghasil Gaharu yang masuk dalam daftar Appendix II adalah Aquilaria malaccencis. Karena Aquilaria malaccencis dianggap langkah dan terancam punah maka CITES mengeluarkan peraturan perizinan bahwa semua eksportir gaharu diwajibkan memiliki surat ijin CITES (Keong 2006). Surat ijin CITES ini sesuai dengan Keputusan Presiden No.43 tahun 1978, Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Usaha (SIU) dari departemen teknis dan mengikuti ketentuan-ketentuan umum dalam dunia perdangan lainnya (Susilo 2003).

Adapun legalitas CITES di Indonesia dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan. Sedangkan perizinanan perdagangan komoditi gaharu di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan 447/KPTS-II/2003. Dimana izin pengumpulan atau pemungutan gaharu disetujui dan ditandatangani oleh Gubernur setelah mendapatkan pertimbangan dari:

1. Rekomendasi kuota dari BKSDA setempat.

2. Rekomendasi dari Bupati atau Walikota setempat.

3. Rekomendasi teknis dari Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/ Kota setempat. Prosedur perizinan gaharu tidak jauh berbeda dengan prosedur perizinan pengusahaan HHBK (non gaharu) hanya saja dalam perizinan gaharu ada penambahan persyaratan yaitu pengajuan proposal atau rencana kerja pengusahaan HHBK (Nurapriyanto et al. 2009).

(18)

Kuota perdagangan gaharu Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun, hal ini ditunjukan dari data PHKA dan CITES yang menunjukkan bahwa kuota ekspor pada tahun 2000-2008.

Tabel 1 Kuota ekspor gaharu

Tahun Aquilaria filarial Aquilaria malaccensis

Kuota (ton) Realisasi (ton) Kuota (ton) Realisasi (ton) 2010 Sumber : Majalah Trubus (2008) dan PHKA (2010)

Penurunan kuota ini disebabkan ketersediaan gaharu yang semakin menurun. Penetapan kuota merupakan pedoman dan pengendalian seluruh bentuk pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar yang diperoleh dari alam.

1.3 Pelaku Usaha Gaharu Alam

Menurut Sudiyono (2002) lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari porodusen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin.

(19)

pedagang besar (wholesaler) dan pedagang pengecer (retailer), sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang/jasa yang dipasarkan (Limbong & Sitorus 1987).

Pemasaran gaharu melibatkan beberapa pelaku usaha gaharu mulai dari pencari gaharu sebagai produsen, pengumpul kecil (tengkulak) dan pengumpul besar sebagai lembaga perantara, eksportir sebagai lembaga pengekspor. Pencari gaharu biasanya terdiri dari pencari bebas dan pencari terikat. Pencari bebas adalah pencari gaharu dengan modal kerja sendiri sehingga bebas di dalam menentukan waktu pencarian gaharu dan menjual hasil perolehannya baik kepada pedagang pengumpul di desa, di kecamatan, maupun langsung pada pedagang besar atau ekportir. Pencari terikat adalah pencari gaharu yang dimodali sehingga waktu pencarian dan perolehannya terikat pada pemberi modal yaitu pedagang pengumpul yang merupakan perpanjangan dari pedagang besar. Pengumpul kecil (tengkulak) biasanya lembaga atau individu yang langsung berhubungan dengan pencari gaharu yang langsung membeli gaharu dari pencari gaharu dan kemudian menjualnya kepada pengumpul besar. Pedagang pengumpul besar adalah pelaku pemasaran yang memiliki modal besar dan juga memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah(Yusliansyah et al. 2003).

2. 4 Kualitas dan Harga Gaharu

Penetapan harga gaharu di perdagangan internasional didasarkan pada kualitas gaharu tersebut. Semakin baik kualitas gaharu maka harga gaharu akan semakin mahal begitu juga sebaliknya semakin rendah kualitas gaharu maka harganya pun semakin rendah. Parameter yang digunakan dalam penentuan kualitas gaharu adalah warna, kadar resin, kadar minyak, dan ukuran bentuk serpihan (Barden et al. 2009).

(20)

Begitu juga dengan bentuk dan ukuran, ukuran yang lebih besar akan menunjukan kualitas gaharu yang lebih baik.

Penentuan kualitas gaharu pada umumnya dilakukan tidak seragam dan dilakukan secara visual saja, sehingga sifatnya lebih subyektif dan kualitas gaharu yang dihasilkan tergantung dari orang yang menentukannya. Untuk menghindari keragaman dari kualitas gaharu Badan Standarisasi Nasional (BSN) menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu gaharu. Dalam standar diuraikan mengenai definisi gaharu, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi, cara pemungutan, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji dan syarat penandaan. Klasifikasi mutu gaharu terdiri dari gubal gaharu, kemedangan dan abu gaharu. Setiap kelas mutu dibedakan lagi menjadi beberapa sub kelas, berdasarkan ukuran, warna, kandungan damar wangi, serat, bobot dan aroma ketika dibakar (Yusliansyah et al. 2003).

Menurut SNI 01-5009.1-1999 yang dimaksud dengan gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, dengan aroma yang kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitaman berseling coklat. Sedangkan kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh warnanya yang putih ke abu-abuan sampai kecoklatan, berserat kasar dan kayunya yang lunak. Abu gaharu adalah serbuk kayu sisa pemisahan gaharu dari kayu (BSN 2004).Sedangkan kualitas gaharu di provinsi Bengkulu dibedakan berdasarkan warna, bentuk, dan seratnya, persyaratan kualitas gaharu di provinsi Bengkulu pada penelitian Misran (1997) dapat dilihat pada Tabel 2.

(21)

Tabel 2 Persyaratan kualitas gaharu di Bengkulu No Kualitas gaharu Keterangan

1 Gaharu super Berwarna hitam, padat serta mengkilap, banyak mengandung

minyak, serta serat kayu tidak kelihatan

2 Kelas A Berwarna hitam agak mengkilap, padat, serat kayu agak kelihatan

3 Kelas B Berwarna hitam, dibandingkan dengan kelas A, kepingan kayu agak

tipis, sedikit terdapat alur atau bintik putih, pada bagian tengah

kepingan terdapat rongga

4 Kelas C Masih berwarna hitam, lebih banyak alur putih dibandingkan kelas

B, kepingan kayu tipis dan bila digenggam kuat menjadi rapuh atau

patah

5 Kemedangan

super

Berwana campur alur putih, serat kayu tampak jelas, dibandingkan

dengan kelas di atas walaupun agak padat tetapi bobotnya ringan

6 Kemedangan A Berwarna coklat tua, banyak terdapat alur atau bintik putih dan serat

kayunya kasar

tipis dan pendek serta serat kayunya kasar

11 Tri C Warna hitamnya lebih sedikit dibandingkan kualitas Tri B, kepingan kayunya lebih kecil dari Tri B dan serat kayunya kasar

Sumber: Misran (1987)

Di Nusa Tenggara Timur harga jual gaharu pada berbagai lembaga pemasaran mengalami perbedaan berdasarakan kualitas dan lembaga pemasaranya. perbedaan harga jual gaharu pada masing-masing lembaga dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Harga jual gaharu pada berbagai lembaga pemasaran (Rp/ Kg)

Kelas Pencari gaharu Pengumpul kecil Pengumpul besar (penguasa)

(22)

2.5 Biaya Produksi Gaharu

Sudarsono (1995) dalam Ratih (2009) menyatakan fungsi biaya adalah perilaku biaya yang mencerminkan hubungan antara besarnya biaya dengan kuantitas produksi. Disamping itu diketahui bahwa fungsi produksi dipengaruhi oleh faktor produksi. Jadi fungsi produksi dapat dianggap sebagai pembatas fungsi biaya. Fungsi biaya total memperlihatkan bahwa sekelompok biaya masukan dan untuk setiap tingkat keluaran. Jadi biaya produksi adalah total pengeluaran yang terjadi dalam mengorganisasikan dan melaksanakan proses produksi.

Firdaus (2008) menjelaskan biaya peroduksi akan berpengaruh pada harga yang akan terbentuk pada suatu produksi, harga pokok merupakan jumlah biaya memproduksi suatu produk ditambah biaya lainya sehingga barang itu berada di pasar. Unsur biaya pokok dalam pengusahaan gaharu dibagi ke dalam dua golongan yaitu:

1. Biaya tetap total (total fixed cost-TFC), yaitu keseluruhan biaya yang dikelurkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya.

2. Biaya variable total (total variable cost-TVC), yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.

Komponen-komponen biaya penjualan gaharu dari pencari sampai ke eksportir sangat mempengaruhi keuntungan yang akan diterima pada setiap pelaku usaha gaharu alam ini. Adapun yang termasuk biaya tetap dalam pengusahaan gaharu adalah biaya peralatan (kapak, parang, pisau raut, pahat cengkung, timbangan, alat angkutan), biaya perizinan dan biaya tempat/gudang. Sedangkan yang termasuk biaya variabel adalah biaya perbekalan, biaya transportasi, dan biaya tenaga kerja, biaya sortir, dan biaya administrasi (Subardi & Karyono

2004). Dari hasil penelitian yang dilakukan di Riau komponen dan nilai biaya pada setiap lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel 4, 5 dan 6.

Tabel 4 Biaya pencarian gaharu pada tingkat pencari di Riau

Alat dan bahan Biaya

- Perbekalan - Transportasi - Alat

(23)

Tabel 5 Biaya produksi gaharu di tingkat pedagang pengumpul kecil

Uraian Rata-rata Biaya/ kg (Rp) Keterangan

Transportasi 10.000 Pembelian dan pengangkutan

dari tingkat petani minimal 50 kg.

Akomodasi 1.000

Keamanan 1.000

Lain-lain 200

Sumber : Subardi dan Karyono ( 2004)

Tabel 6 Biaya produksi gaharu di tingkat pedagang pengumpul besar

Uraian Biaya (Rp/ Kg)

Gaharu Kemedangan

Sortir 1.000 1.000

Administrasi 1.700 1.700

Sekuriti 600 600

IHH 2.000 1.000

Bunga Bank 1.000 1.000

Sumber : Subardi dan Karyono (2004)

2.6 Marjin Usaha Gaharu

Marjin usaha dapat dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan sejak dari tingkat produsen hingga tingkat pedagang pengecer. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap pelaku usaha akan menyebabkan perbedaan harga jual antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha yang lain sampai tingkat konsumen akhir. Semakin banyak pelaku usaha yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditas dari titik produsen ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen dengan harga yang dibayarkan konsumen akhir (Limbong & Sitorus 1987).

(24)
(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pikir

Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten Seluma merupakan sentra produksi gaharu di Provinsi Bengkulu. Dari ketiga kabupaten ini tercatat hasil produksi gaharu sebanyak 3,15 ton/tahun dengan klasifikasi kelas kemedangan 3 ton dan 150 kg kelas gubal. Sedangkan kuota yang ditetapkan untuk Provinsi Bengkulu dalam pemenuhan ekspor gaharu Indonesia sebanyak 2 ton/tahun. Artinya ketiga kabupaten ini masih memiliki kemampuan untuk memproduksi gaharu terutama gaharu alam.

Proses pengusahaan gaharu mempunyai prosedur dan melibatkan pelaku-pelaku usaha. Adapun pelaku-pelaku yang terlibat dalam pengusahaan gaharu adalah pencari gaharu sebagai produsen, pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar sebagai perantara dan eksportir sebagai pengekspor. Tujuan penelitian ini akan dicapai dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mendiskripsikan karakteristik pelaku pengusahaan gaharu (pencari, pedagang

pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar) yang dilakukan dengan wawancara kepada semua pihak yang terlibat dalam usaha gaharu ini. Melalui pengkajian diskriptif dari pencari gaharu tentang karakterikstik pencari (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat tinggal, pekerjaan, pendapatan, sumber pendapatan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran rumah tangga per bulan), dan karakteristik pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar (sejarah usaha, modal, biaya, kegiatan usaha dan legalitas usaha).

2. Data kegiatan/proses pencarian gaharu (waktu pencarian, peralatan dan perbekalan dalam proses pencarian, teknik pencarian, jumlah gaharu yang didapatkan dalam proses pencarian gaharu, biaya-biaya dalam pencarian gaharu, pendapatan/harga jual gaharu, sistem pembagian hasil dalam kelompok).

(26)

harga, kegiatan-kegiatan usaha, dan biaya-biaya (biaya transportasi, biaya akomodasi, biaya keamanan) sehingga dapat dilihat marjin usaha yang diperoleh setiap pelaku usaha gaharu.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini merupakan tahapan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan di lapangan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka alur kerangka berpikir terkait dengan rencana penelitian tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1 Alur pelaksanaan penelitian.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga kabupaten provinsi Bengkulu yaitu kabupaten Bengkulu Selatan, kabupaten Kaur, dan kabupaten Seluma. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling), karena ketiga kabupaten tersebut merupakan daerah utama penghasil gaharu di provinsi Bengkulu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2010.

Eksportir

Pengumpul Besar Pencari

Terikat

Pencari

Pengumpul Kecil Pencari

Bebas

- Karakteristik pencari - Kegiatan pencarian gaharu - Biaya pencarian gaharu - Marjin pemasaran gaharu

-Karakteristik pedagang pngumpul kecil dan pedagang pengumpul besar

-Sistem sortir kualitas -Biaya-biaya produksi

(27)

3.3 Objek dan Alat Penelitian

Objek atau sasaran dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha gaharu (kelompok pencari, pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar) Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat tulis, alat hitung, komputer, kamera, dan pedoman wawancara (kuesioner).

3.4 Teknik Penentuan Responden

Pemilihan responden (pencari gaharu, pengumpul kecil, pengumpul besar dan informan) dilakukan secara sengaja (pusposive sampling) yang disesuaikan dengan kondisi yang diperlukan untuk penelitian. Kabupaten yang dijadikan sebagai studi kasus adalah Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Seluma. Pemilihan ketiga Kabupaten tersebut karena daerah ini merupakan hutan sentra produksi gaharu unggul dengan produksi yang telah diekspor keluar negeri. Begitu juga dengan pengambilan sampel kecamatan dan desa dilakukan dengan sengaja yaitu desa yang menurut informasi dari pengumpul besar merupakan desa-desa yang terdapat gaharu dan penduduknya ada yang berperan sebagai pencari dan juga sebagai pengumpul kecil.

Jumlah responden pencari gaharu yang diambil dari Kabupaten Kaur sebanyak 4 kelompok/27 orang, Kabupaten Seluma sebanyak 3 kelompok/25 orang dan Kabupaten Bengkulu Selatan sebanyak 1 kelompok/8 orang. Penentuan responden pedagang dan pelaku usaha lainnya dilakukan secara berantai (snowball sampling) mulai dari pencari gaharu sebagai produsen sampai ke eksportir. Jumlah responden pengumpul besar yang diambil adalah satu orang berasal dari Kabupaten Bengkulu Selatan Kota Manna. Responden pengumpul kecil diambil satu orang yang berasal dari Kabupaten Kaur. Struktur responden dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(28)

Gambar 2 Struktur responden dalam penelitian.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi :

1. Data karakteristik responden (nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, sumber pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan pengeluaran rumah tangga/bulan).

2. Data kegiatan pencarian gaharu (peralatan yang digunakan, waktu pemungutan dan lamanya waktu pemungutan, tempat mencari gaharu, jumlah anggota kelompok pencari, cara menduga pohon yang mengandung gaharu, cara melakukan pendugaan dan cara penentuan kualitas gaharu, jenis gaharu yang didapatkan, jumlah gaharu yang diperoleh dalam satu periode pencarian). 3. Data biaya dan pendapatan pencarian gaharu (biaya-biaya/komponen biaya dalam proses pencarian dan pemasaran pada setiap lembaga, pendapatan, dan sitem bagi hasil dalam kelompok pencarian).

4. Data mengenai sistem pengusahaan (pelaku usaha, sistem pengusahaan dan perizinan pengusahaan gaharu alam)

Data primer diperoleh langsung dari pencari gaharu, pedagang kecil dan pedagang besar, informan (BKSDA dan PHKA) dan semua lembaga pengusahaan gaharu yang terkait dalam proses pengusahaan gaharu. Data primer ini diperoleh dengan teknik wawancara terstruktur dan wawancara yang tidak tersetruktur.

2 Kelompok (Bebas dan terikat) Kabupaten Kaur

Pengumpul Kecil

Pengumpul Besar

3 Kelompok (terikat) Kabupaten Seluma

(29)

π = TR - TC TR = p.q

= p1.q1 + p2.q2 + p3.q3 + … + pn.qn

=

TC = TFC + TVC

TC = c1 + c2 + c3+ … + cn

π = TR - TC TR = p.q

= p1.q1 + p2.q2 + p3.q3 + … + pi.qi

=

TC = TFC + TVC

TC = c3 + c4 + c5 + … + ci

Sedangkan data sekunder adalah data yang menyangkut:

1. Kondisi umum Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten Seluma.

2. Data yang menyangkut keadaan lingkungan, baik fisik, sosial ekonomi masyarakat dan data mengenai perizinan pengusahaan gaharu.

3. Data skema perizinan, persyaratan perizinan, dan data statistik pemasaran gaharu dan data penetapan kuota.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data yang diperoleh dari data primer maupun data sekunder secara kuantitatif dan kulitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan karekteristik pelaku usaha gaharu alam, proses pencarian gaharu, mendeskripsikan kualitas gaharu, sistem usaha pemasaran gaharu mendeskripsikan kebijakan dalam pemasaran gaharu. Analisis secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui keadaan marjin pengusahaan dengan menggunakan bantuan kalkulator dan program Microsoft Excel 2007. Data yang terkumpul di tabulasikan dan dianalisis sesuai dengan keperluannya.

Menurut Gittinger (1986) untuk menghitung marjin keuntungan (profit margin) pemasaran gaharu dapat menggunakan rumus :

a. Marjin pada pencari Gaharu

(30)

dimana :

π = Profit margin TR = Total Revenue

p1 = harga gaharu kualitas super q1 = kuantitas gaharu kelas super

p2 = harga gaharu kelas A/B q2 = kuantitas gaharu kelas A/B

p3 = harga gaharu kelas B/C q3 = kuantitas gaharu kelas B/C

p4 = harga gaharu kelas C1 q4 = kuantitas gaharu kelas C1

p5 = harga gaharu kelas C2 q5 = kuantitas gaharu kelas C2

p6 = harga gaharu kemedangan super q6 = kuantitas gaharu kemedangan super

p7 = harga gaharu kelas teri q7 = kuantitas gaharu kelas teri

pn = harga gaharu kelas ke-n tingkat pencari

qn = kuantitas gaharu kelas ke-n tingkat pencari

pi = harga gaharu kelas ke-i tingkat pengumpul (besar/ kecil)

qi = kuantitas gaharu kelas ke-i pada tingkat pengumpul (besar/ kecil)

TFC = total fixed cost (total biaya tetap) TVC = total variabel cost (total biaya variabel) c1 = biaya perbekalan

c2 = biaya alat

c3 = biaya transfortasi

c4 = biaya administrasi

c5 = biaya pensortiran

cn = biaya ke-n pada tingkat pencarian gaharu

(31)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. 1 Letak dan Geografis

Secara geografis, Provinsi Bengkulu terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dan berada diantara 101020’-103059’ BT dan 2025’-5000’ LS. Secara administrasi Provinsi Bengkulu memiliki luas wilayah sebesar ± 1.978.870 ha. Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat sampai dengan perbatasan Provinsi Lampung yang jaraknya lebih kurang 567 kilometer. Provinsi Bengkulu berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia pada garis pantai sepanjang kurang lebih 433 kilometer. Bagian Timurnya berbukit-bukit dengan dataran tinggi yang subur, sedang bagian Barat merupakan dataran rendah yang relatif sempit, memanjang dari utara ke selatan serta diselingi daerah yang bergelombang.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian. Lokasi

Penelitian

(32)

4.2 Iklim dan Hidrologi

Kondisi iklim di provinsi Bengkulu ditandai dengan jumlah curah hujan yang cukup tinggi, yaitu: rata-rata 2000-3000 mm/tahun, dengan rata-rata hari hujan antara 100-250 hari/tahun. Hari hujan rata-rata 20 hari/bulan dengan jumlah hari hujan terendah 18 hari yang terjadi pada bulan Mei dan September, sedangkan hari hujan tertinggi selama 23 hari terjadi pada bulan November dan Desember. Curah hujan yang cukup tinggi di Provinsi Bengkulu dapat menyebabkan erosi, seperti yang telah diidentifikasi bahwa lebih kurang 22.647 ha lahan di wilayah Provinsi Bengkulu mengalami erosi yang tersebar tiap kabupaten. Erosi yang cukup besar terjadi di Kabupaten Rejang Lebong.

4.3 Topografi

Berdasarkan keadaan alam dan letaknya, maka wilayah provinsi Bengkulu mempunyai ketinggian dari permukaan laut yang berbeda-beda. Keadaan ketinggian wilayah Provinsi ini sangat bervariasi mulai dari 0-100 m, 100-500 m, 500-1000 m dan lebih besar 1000 m. Berdasarkan konsisi geologinya, pembagian kelas ketinggian tersebut dapat dibedakan dalam lima formasi, yaitu: formasi batuan andesit, formasi telisa atas, formasi telisa bawah, formasi kristalin, formasi neogen, dan formasi alluvial.

4.4 Morfologi

Secara geomorfologi atau bentuk permukaan bumi, Provinsi Bengkulu dapat dibedakan menjadi empat bentuk daerah, yaitu:

1. Dataran Pantai

Dataran ini terdapat di sepanjang pantai, yang membentang dari Muko-Muko sampai Padang Guci. Umumnya daerah ini sempit dan terdapat cekungan dan rawa- rawa.

2. Dataran Alluvial

(33)

3. Dataran Lipatan

Daerah ini hampir memanjang sejajar dengan dataran alluivial dengan ketinggian antara 100-400 m diatas permukaan laut. Daerah ini antara lain meliputi Lumbuk Pinang, Beringin Tambun dan Hulu Sungai Ipuh.

4. Daerah Vulkanik

Daerah ini menempati sebagian besar Pegunungan Bukit Barisan yang merupakan jalur pegunungan patahan dan kompleks vulkanik dengan pusat erupsi di luar Provinsi Bengkulu.

4.4.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Provinsi Bengkulu terdiri dari beberapa kabupaten, di antaranya yang merupakan lokasi penelitian adalah Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Seluma. Pertumbuhan penduduk sangat tinggi. Masyarakat Provinsi Bengkulu pada umumnya menggantungkan hidupnya dengan bertani. Dilihat dari tingkat pendapatan daerah per kapita, Provinsi Bengkulu mengalami perkembangan angka PDRB per kapita yang cukup tinggi. Penduduk provinsi Bengkulu sebagian besar berbudaya melayu, dengan titik berat kepada tradisi ninik mamak yang berorientasi pada tradisi minang. Sebagian besar penduduk Bengkulu masih matrilineal dengan keturunan garis keturunan ibu sebagai garis keturunan.

(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Pelaku Pemasaran Gaharu 5.1.1 Pencari Gaharu

Pencarian gaharu di provinsi Bengkulu telah dilakukan sejak tahun 1984 sampai sekarang. Pencarian ini biasanya dilakukan dengan cara berkelompok. Anggota kelompok pencari gaharu dalam setiap periode pencarian ke hutan berasal dari berbagai desa dan kecamatan. Kelompok pencari ini bisa dikatakan bukan kelompok yang tetap karena sering kali anggota kelompok bertukar-tukar. Pertukaran ini biasanya disesuaikan dengan waktu dan kegiatan setiap anggota yang saling mengajak untuk masuk ke hutan. Dalam pembentukan kelompok terdapat dua kepercayaan yang berbeda antara pencari gaharu, dimana ada beberapa kelompok yang mempercayai bahwa jumlah anggota kelompok tidak boleh ganjil dengan alasan apabila anggota kelompok berjumlah ganjil dikhawatirkan akan terjadi suatu musibah ketika pencarian. Selain itu, ada kelompok pencari gaharu yang tidak menghiraukan jumlah anggota kelompok yang berangkat dalam pencarian gaharu. Sehingga jumlah anggota dari berbagai kelompok pencari gaharu sangat bervariasi berdasarkan tempatnya. Untuk melihat keragaman jumlah anggota kelompok dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah anggota kelompok pencari gaharu

No Tempat Penelitian Jumlah Anggota Kelompok (orang)

1 Riau Subardi dan Karyono (2004) 3 – 5

2 Flores Universitas Nusa Cendana (1996) 3 – 5

Sumber : Data Sekunder

(35)

adalah pencari gaharu dengan modal kerja sendiri sehingga bebas dalam menentukan waktu pencarian gaharu dan menjual hasil perolehanya baik kepada pengumpul kecil ataupun pada pedagang pengumpul besar. Pencari terikat adalah pencari gaharu yang memiliki keterikatan berupa modal pinjaman yang diberikan oleh pedagang pengumpul besar, sehingga waktu pencarian dan penjualan hasil perolehannya terikat pada pemberi modal. Modal yang diberikan oleh pedagang pengumpul besar berkisar Rp 500.000 per orang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 200.000 dan Rp 300.000 untuk membeli perlengkapan yang akan digunakan selama perjalanan dan di dalam hutan.

Sebagian besar kelompok pencari gaharu berasal dari Kabupaten Kaur yaitu sebanyak empat kelompok dengan jumlah 27 orang atau sebanyak 45 % dari 60 orang responden, dengan status pencari bebas dua kelompok dan pencari terikat dua kelompok. Bengkulu Selatan hanya terdiri dari satu kelompok dengan jumlah anggota kelompok delapan orang (13 %) dari 60 responden yang ada, dengan status kelompok pencari bebas. Kelompok pencari yang berasal dari kabupaten Seluma hampir seimbang dengan kelompok pencari dari kabupaten Kaur yaitu sebanyak 3 kelompok dengan jumlah anggota kelompok sebanyak 25 orang (42 %) dari 60 jumlah responden yang ada. Sebaran kelompok pencari berdasarkan kabupaten dan status kelompok pencari dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kelompok pencari gaharu berdasarkan Kabupaten

Kabupaten

Jumlah Kelompok

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Status pencari Persentase (%) Terikat Bebas Terikat Bebas

Bengkulu S 1 8 13 - 1 - 12

Kaur 4 27 45 2 2 25 25

Seluma 3 25 42 3 - 38 -

Total 8 60 100 5 3 63 37

Sumber : Data Primer Diolah (2010)

(36)

5.1.1.1 Umur dan Pendidikan

Umur dan pendidikan pencari gaharu sangat beragam. Sebaran umur responden pencari yaitu dari umur 30 tahun sampai > 60 tahun sedangkan sebaran pendidikan responden pencari sangat beragam yaitu dari tidak sekolah sampai tingkat SMA. Adapun pengelompokan dan distribusi responden berdasarkan umur dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Distribusi Responden Pencari Gaharu Berdasarkan Umur dan Pendidikan

No TP

Selang Umur Total Persen

%

(37)

Selang umur responden pencari gaharu yang termasuk ke dalam selang umur produktif yaitu pada selang umur 41-50 tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok pencari gaharu yang memiliki anggota umur pencari yang produktif adalah kelompok pencari yang berasal dari Kabupaten Seluma yaitu sebanyak 14 orang (56 %) dari 25 responden. Responden pencari yang berada pada usia 41-50 tahun ini mempunyai kemampuan fisik yang baik untuk melakukan kegiatan pencarian gaharu. Hal ini berbeda dengan responden pencari yang berumur lebih dari 50 tahun, pencari ditingkat umur ini biasanya lebih berpengalaman dalam kegiatan pencarian akan tetapi memiliki kemampuan fisik yang lebih rendah.

Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh dalam pembentukan pola pikir pencari gaharu, dimana pencari yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih terbuka dan lebih mudah untuk mengadopsi pengetahuan-pegetahuan baru yang dapat meningkatkan produksi dan efektivitas pencaharian (Ratih 2009). Selain itu, pendidikan juga dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang dalam masyarakat. Secara umum tingkat pendidikan responden masih relatif rendah, hal ini terlihat dari masih banyaknya responden yang tidak memenuhi syarat pendidikan 9 tahun. Terdapat 30 orang (50%) dari 60 responden pencari yang tidak memenuhi syarat 9 tahun dari ketiga Kabupaten yaitu 13:5:12 atau (28%:62%:44%), pendidikan diatas 9 tahun yaitu 30 orang (50%) dari 60 responden yaitu 14:3:13 atau (51,85%:37,5%:48,15%) dari angka tersebut dapat dilihat bahwa taraf pendidikan yang baik antara ketiga kabupaten tersebut adalah Kabupaten Kaur dengan pendidikan responden lebih dari 9 tahun jauh lebih banyak daripada taraf pendidikan yang kurang dari 9 tahun.

5.1.1.2 Mata Pencaharian

(38)

Kabupaten Kaur Kabupaten B/S Kabupaten Seluma

Gambar 4 Karakteristik responden pencari gaharu berdasarkan mata pencaharian.

Gambar 4 menunjukan bahwa sebagian besar mata pencaharian responden adalah sebagai petani yaitu sebanyak 37 orang (62%) dengan masing-masing jumlah per kabupaten secara berurutan 17:5:15 atau (63% : 62% : 61%) sedangkan mata pencaharian responden yang lainya adalah sebagai buruh tani 11 orang (18,33%) dengan masing-masing kabupaten secara berurutan 4:3:5 (15%:23%:20%), buruh bangunan sebanyak 7 orang (12%) dengan rincian 4 orang dari Kabupaten Kaur dan 2 orang dari Kabupaten Seluma (15%:12%), pedagang sebanyak 4 orang (6 %) dari Kabupaten Kaur 2 orang dan 2 orang dari Kabupaten Seluma (7%:7%), dan sebagai honorer hanya 1 orang dari 60 responden (15%). Mata pencaharian responden yang beragam ini sangat mempengaruhi jumlah pendapatan dan pengeluaran responden pancari gaharu.

5.1.1.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

(39)

Tabel 10 Distribusi pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pencari gaharu

No Rentang (Rp) Pendapatan Pengeluaran

Kaur B/S Seluma Total Kaur B/S Seluma Total

1 250.000-500.000 3 1 1 5 2 2 5 9

2 500.000-750.000 5 2 8 15 18 3 16 37

3 750.000-1.000.000 4 1 9 14 4 2 1 7

4 1.000.000-1.250.000 6 - 4 10 3 1 3 7

5 1.250.000-1.500.000 6 2 2 10 - - - -

6 >1.500.000 3 2 1 6 - - - -

Sumber : Data Primer Diolah (2010)

Keterangan :

B/S : Bengkulu Selatan

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pencari memiliki penghasilan pada rentang Rp 500.000-Rp 1.000.000 per bulan yaitu sebanyak 29 orang dari 60 responden (48,33%). Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat seberan pendapatan pencari gaharu bahwa mayoritas pencari memiliki pendapatan pada rentang Rp 500.000-Rp 750.000 yaitu sebanyak 15 responden dan pencari yang memiliki pendapatan pada rentang Rp 750.000- Rp 1.000.000 yaitu 14 responden. Selain itu, terdapat beberapa responden yang memiliki pendapatan yang cukup tinggi yaitu lebih dari Rp 1.000.000 sebanyak 26 responden yang tersebar pada rentang yang berbeda. Grafik di atas menunjukan bahwa pencari yang memiliki pendapatan pada rentang Rp 1.000.000-Rp 1.250.000 adalah sebanyak sepuluh responden, dan pencari yang memiliki pendapatan pada rentang Rp 1.250.000-Rp 1.500.000 adalah sebanyak sepuluh responden, serta pencari yang memiliki pendapatan lebih besar dari Rp 1.500.000 adalah sebanyak enam responden.

Tabel 10 menunjukan bahwa mayoritas pencari memiliki pengeluaran sebesar Rp 500.000-Rp 750.000 yaitu sebanyak 37 responden, selain itu Tabel 10 juga menunjukan bahwa pengeluaran pencari paling besar adalah Rp 1.000.000-Rp 1.250.000 yaitu sebanyak tujuh responden.

5.1.2 Pedagang Pengumpul Kecil

(40)

penunjukan dari pedagang pengumpul besar untuk membantu pedagang pengumpul besar dalam mengumpulkan gaharu dari kelompok pencari gaharu. Penunjukan yang dimaksud adalah pedagang pengumpul kecil merupakan orang yang dipercaya oleh pedagang pengumpul besar dan merupakan rekomendasi dari pedagang pengumpul besar, sehingga pedagang pengumpul kecil mendapatkan izin dari BKSDA. Dengan adanya keterkaitan izin ini pedagang pengumpul kecil berkewajiban untuk melaporkan pembelian dan melakukan penjual kepada pedagang pengumpul besar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa hanya terdapat satu pedagang pengumpul kecil di tiga kabupaten lokasi penelitian yang terdapat di Kabupaten Kaur dan pedagang pengumpul kecil ini memulai usahanya sejak tahun 2000 sampai sekarang. Kegiatan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kecil mulai dari membeli gaharu dari kelompok pencari, melakukan pensortiran, pengaritan dan penjualan kepada pedagang pengumpul besar. Kegiatan pembelian gaharu ini tentu memerlukan modal yaitu berupa modal pegetahuan tentang kualitas, modal tunai dan modal investasi. Modal pengetahuan sangat diperlukan dalam melakukan pembelian gaharu dari kelompok pencari karena harga yang akan ditetapkan berdasarkan kualitas gaharu yang akan dibeli, sedangkan modal tunai juga sangat diperlukan karena dalam pembelian pedagang pengumpul kecil harus membayar langsung gaharu yang dibeli dari kelompok pencari gaharu, selain itu pedagang pengumpul kecil juga memberikan modal kepada kelompok pencari gaharu. Modal investasi ditingkat pedagang pengumpul kecil berupa modal gudang yang digunakan untuk menjadi tempat penyimpanan gaharu dan peralatan yang digunakan dalam proses penjualan gaharu berupa timbangan dan kendaraan roda dua.

(41)

5.1.3 Pedagang Pengumpul Besar

Pedagang pengumpul besar merupakan pusat sistem pemasaran gaharu di provinsi Bengkulu, pedagang pengumpul besar menerima penjualan gaharu dari pencari langsung maupun dari pedagang pengumpul kecil dan menjualnya langsung kepada eksportir yang ada di Kepulauan Riau.

Kegiatan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar sama halnya seperti yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kecil yaitu pengumpulan, pensortiran, pengaritan, pengemasan dan penjualan (pengangkutan). Pedagang pengumpul besar di Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu ini mulai bergerak sejak tahun 1984 sampai dengan sekarang. Jenis gaharu yang terdapat di Provinsi Bengkulu berupa gubal gaharu dan kemedangan gaharu. Rata-rata pembelian yang dilakukan dari kelompok pencari gaharu sebanyak 15-20 kg, sedangkan dari pedagang pengumpul kecil sebanyak 20 kg dalam satu periode penjualan. Rata-rata penjualan yang dilakukan pedagang pengumpul besar ke tingkat eksportir sebanyak 150-200 kg sekali penjualan. Kegiatan pensortiran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar melibatkan 4 orang dengan sistem upah pembayaran per barang masuk, pengaritan juga dilakukan pedagang pengumpul besar dengan melibatkan 5 orang dengan sistem pembayaran upah per kg pengaritan gaharu. Tenaga kerja ditingkat pedagang pengumpul besar merupakan anggota keluarganya sendiri dan kerabat. Pedagang pengumpul besar yang terdaftar memiliki izin yang resmi untuk melakukan pembelian dan penjualan gaharu. Untuk mendapatkan izin sebagai pedagang pengumpul ada beberapa hal yang harus dipenuhi dan dipatuhi sebagai pedagang pengumpul.

(42)

yang terkadang tidak sesuai dengan target dan perkiraan pedagang pengumpul besar.

5.2 Proses Pencarian Gaharu

Proses pencarian gaharu diawali dengan memasuki kawasan-kawasan hutan alam yang diduga banyak terdapat pohon penghasil gaharu, kawasan hutan di provinsi Bengkulu yang biasanya didatangi oleh kelompok pencari gaharu adalah kawasan hutan Air Tenam, Simpur, Air Kaghapan, Air Keruhan, Air kilighan, Ulu Alas, Kawasan hutan Bengkulu Selatan, Gunung Kumbang, Bukit Puguak, Gunung Bungkuk, sampai kawasan hutan Lampung bahkan kawasan hutan lindung. Pohon yang mengandung gaharu yang menjadi incaran oleh kelompok pencari gaharu di Provinsi Bengkulu adalah pohon karas (A. malaccensis).

5.2.1 Waktu Pencarian Gaharu

Pencarian gaharu biasanya dilakukan pada musim paceklik yaitu pada bulan Maret sampai September. Proses pencarian dilakukan di dalam hutan dengan lamanya waktu pencarian tergantung pada keahlian, kondisi topografi daerah yang didatangi, kondisi fisik dari anggota kelompok pencari serta jarak lokasi hutan yang akan didatangi. Terdapat perbedaan waktu pencaraian gaharu di Provinsi Bengkulu dengan tempat lain, sebagai contoh pencarian gaharu di Provinsi Bengkulu dilakukan selama 14-15 hari (1-2 minggu), di Kepulauan Riau mencapai 2-6 minggu, sedangkan di Kabupaten Manggarai Flores waktu pencarian hanya dalam hitungan hari yaitu 3-7 hari (1 minggu). Waktu pencarian gaharu di Bengkulu relatif lebih pendek daripada di Riau hal ini diduga karena jumlah anggota kelompoknya yang lebih banyak. Sedangkan di Kabupaten Manggarai waktu pencarian relatif sangat singkat dengan jumlah anggota juga sedikit dibandingkan dengan pencari di Bengkulu hal ini menyebabkan jumlah pendapatan pencari gaharu di Kabupaten Manggarai juga relatif lebih sedikit (0,7-2 kg) per periode pencarian.

(43)

5.2.2 Perbekalan dan Peralatan Pencarian Gaharu

Mengingat beban perjalanan yang berat dan lamanya perjalanan pada proses pencarian, maka setiap kelompok pencari membawa perbekalan masing-masing untuk memenuhi kebutuhan selama proses pencarian.

Tabel 11 Perbekalan pencarian gaharu dalam satu periode (2 minggu)

No Nama Barang Jumlah Satuan Harga

Sumber : Data Primer Diolah (2010)

Tabel 12 Peralatan pencarian gaharu di Bengkulu

No Nama Alat Kegunaan

- Membelah dan mencincang pohon yang menghasilkan gaharu

Membersihkan kayu dari bagian kayu

-

-Membersihkan batang/ kayu yang mengandung gaharu

-Membersihkan kayu yang tidak mengandung gaharu

(44)

7 Batu Asahan - Sumber : Data Primer Diolah (2010) dan BPK Samarinda

Gambar 5 Peralatan pencarian gaharu.

Peralatan yang digunakan oleh kelompok pencari gaharu di provinsi Bengkulu sedikit lebih banyak dibandingkan dengan peralatan yang digunakan oleh kelompok pencari di Samarinda, namun demikian perbedaan alat ini tidak begitu berpengaruh pada hasil dan kualitas yang diperoleh oleh kelompok pencari gaharu. Peralatan dan perlengkapan tersebut berupa alat-alat sederhana yang berukuran tidak terlalu besar, ringan, mudah dibawa dan harga yang murah. Walaupun perlengkapan tersebut sederhana, akan tetapi perlengkapan tersebut sangat berguna selama proses pencarian. Perbekalan akan digunakan untuk memenuhi kebutahan selama di dalam hutan, begitu juga dengan peralatan yang dibawa akan sangat berguna dalam proses pencarian gaharu ini.

5.2.3 Teknik Mencari Gaharu

(45)

5.2.3.1 Teknik Pendugaan Pohon

Proses pencarian gaharu diawali dengan pencarian pohon penghasil gaharu oleh setiap anggota kelompok di lokasi yang menyebar. Setalah menemukan pohon yang mengandung gaharu maka anggota kelompok yang lain akan diajak untuk melakukan penebangan pohon gaharu tersebut. Karena tidak semua pohon penghasil gaharu mengandung gaharu, maka sebelum pohon tersebut ditebang terlebih dahulu dilakukan pendugaan isi gaharu. Pengetahuan cara pendugaan pohon yang mengandung gaharu sangat diperlukan oleh setiap kelompok pencari gaharu terutama bagi para pencari gaharu pemula agar tidak terjadi salah tebang pada pohon yang tidak mengandung gaharu. Adapun ciri-ciri pohon yang mengandung gaharu dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Ciri-ciri pohon mengandung gaharu

No Bagian Bagian Pohon Ciri-Ciri

Bengkulu Kaltim dan NTB Manggarai

1 Luar Batang Terlihat tidak sehat

Ranting Keropos dan banyak patah - Kulit Kulit kering mengelupas,

Akar Mengelupas dan Keropos Mengelupas -

(46)

Dibakar Beraroma wangi dan khas - -

Sumber : Data Primer Diolah (2010), Balai Litbang Kehutanan Kalimantan(2003) dan Universitas Nusa Cendana (1995)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di beberapa tempat, ciri-ciri pohon yang mengandung gaharu dari tahun ke tahun mengalami perkembangan, seperti yang dilihat pada Tabel 13 bahwa penelitian pada tahun 1996 menunjukan hanya terdapat empat ciri pohon yang mengandung gaharu dan pada tahun 2004 ciri semakin banyak ditemukan, sedangkan pada tahun 2010 di Bengkulu ciri-ciri pohon yang mengandung gaharu tersebut semakin diperhatikan dari bagian-bagian pohon yang diduga mengandung gaharu tersebut. Hal ini menjukan bahwa adanya peningkatan pengetahuan tentang pendugaan pohon yang mengandung gaharu. Walaupun pengetahuan tersebut semakin berkembang tetapi pengetahuan mengenai ciri pohon yang mengandung gaharu tersebut belum menjadi solusi dalam kesalahan penebangan pohon penghasil gaharu. Hal ini disebabkan karena masih banyak pencari gaharu yang belum begitu ahli dan memahami ciri-ciri kayu yang mengandung gaharu tersebut. Selain itu juga kerena belum adanya keahlian pencari gaharu dalam pendugaan seberapa banyak dan kuat kandungan gaharu yang ada didalam pohon yang akan ditebang tersebut sehingga dapat mempercepat punahnya pohon penghasil gaharu.

5.2.3.2 Teknik Penebangan Pohon

Setelah melakukan pendugaan pohon yang menghasilkan gaharu dan menemukan pohon yang memenuhi kriteria tersebut selanjutnya dilakukan penebangan pohon. Penebangan pohon dilakukan secara tradisional yaitu dengan menggunakan kapak dan pisau yang tajam agar pohon dapat tumbang dengan cepat. Penebangan dimulai dari pangkal pohon, setelah pohon ditebang lalu dibersihkan. Bagian batang kayu yang telah dibersihkan tersebut dipotong-potong dan dibelah untuk diambil gaharunya. Bagian batang yang dipotong dan dicincang hanya pada bagian batang yang telah memiliki garis atau alur yang menunjukan tempat gaharu atau pada bagian batang atau cabang bekas luka dan membusuk.

(47)

dimana gaharu ditemukan. Gaharu yang ditemukan di daerah lembab biasanya mencapai kedalam 8-10 cm dari daging luar batang, sedangkan daerah tropis kedalamannya berkisar 5-6 cm.

Penebangan pohon gaharu yang dilakukan oleh kelompok pencari di beberapa tempat pada umumnya tidak mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh BSN yaitu cara pemungutan gaharu yang hanya boleh dilakukan pada pohon yang telah mati, sehingga akan sangat meminimalisai kesalahan dalam penebangan pohon. Karena pohon yang telah mati pasti akan menghasilkan damar wangi dengan kualitas yang bagus disebabkan infeksi pada pohon tersebut, namun kelompok pencari gaharu tidak bisa menerapkan prosedur yang telah ditetapkan tersebut dengan alasan bahwa sangat sulit menemukan pohon penghasil gaharu yang telah mati tersebut. Selain itu juga BSN tidak diterapkan oleh kelompok pencari gaharu karena tidak semua anggota kelompok mengetahui standar tersebut dan masih lemahnya keberlakukan aturan tersebut.

Gambar 6 Penebangan pohon penghasil gaharu. 5.2.3.3 Teknik Pembersihan

(48)

Gambar 7 Kayu mengandung gaharu yang telah di bersihkan.

5.2.3.4 Teknik Pengaritan

Gambar

Tabel 1 Kuota ekspor gaharu
Tabel 2  Persyaratan kualitas gaharu di Bengkulu
Tabel 6 Biaya produksi gaharu di tingkat pedagang pengumpul besar
Gambar 1  Alur pelaksanaan penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini, dapat dilihat bahwa limbah padat sawit merupakan biomas yang sangat berpotensi menghasilkan liquid yang dapat didefenisikan

 Manfaat bagi guru hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dalam melaksanakan pembelajaran berbicara khususnya untuk meningkatkan kemampuan

Berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh pembelajaran lintas minat Ekonomi terhadap prestasi belajar Ekonomi

Selain dapat digunakan untuk alat komunikasi, berdasakan fasilitas yang ada pada mobile phone berbasis android, juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang

INOVASI PRODUK ROTI GORENG ISI KACANG HIJAU (SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI DAGING DARI PROTEIN NABATI) SKRIPSI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Bahwa Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Pengadilan Negeri Cibinong Kelas I A Tahun 2017 adalah merupakan laporan pengukuran kinerja dan evaluasi secara

Berdasarkan hasil pengabdian masyarakat melalui pelatihan kader dan bimbingan konseling serta cara pemeriksaan pasien prolanis di posbindu wilayah kerja Puskesmas

The platform includes spatio-temporal resource data model, database maintenance via opportunistic peer-to-peer interactions, relevance evaluation for information prioritization,