• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan Sebagai Upaya Revitalisasi Sungai di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan Sebagai Upaya Revitalisasi Sungai di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan"

Copied!
259
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP SUNGAI KELAYAN

SEBAGAI UPAYA REVITALISASI SUNGAI

DI KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN

(2)

5

RINGKASAN

KUKUH WIDODO. Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan Sebagai Upaya Revitalisasi Sungai di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh SETIA HADI dan VERA DIAN DAMAYANTI.

Sungai Kelayan merupakan salah satu sungai dalam kategori sungai kecil di Kota Banjarmasin. Seiring dengan adanya arus urbanisasi, sempadan sungai ini menjadi sasaran bagi masyarakat pendatang untuk mendirikan rumah. Hal ini berimplikasi pada penurunan kualitas lingkungan biofisik kawasan. Oleh karena itu, perencanaan lanskap Sungai Kelayan perlu dilakukan untuk mendukung upaya revitalisasi sungai di Kota Banjarmasin agar dapat mengembalikan fungsi ekologi sungai dan dapat mendukung terciptanya waterfront city di perkotaan. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan dan potensi lanskap yang ada di kawasan Sungai Kelayan, menganalisis kondisi biofisik, sosial, dan budaya serta ekonomi Sungai Kelayan yang berpengaruh terhadap proses perencanaan lanskap sungai berbasis pendekatan biofisik, dan membuat suatu rencana lanskap sungai berbasis pendekatan biofisik yang dapat mencirikan waterfront city di perkotaan.

Metode yang digunakan dalam studi ini meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis, sintesis dan perencanaan lanskap (modifikasi Simonds, 1983). Batas tapak dalam studi ini mencakup kawasan Sungai Kelayan yang memiliki panjang 4.400 m dengan mengambil bagian kanan kiri sungai selebar 15 m (berdasarkan Peraturan Daerah No. 2 tahun 2007 tentang pengelolaan sungai dan PP Republik Indonesia No. 35 tahun 1991 tentang sungai). Pendekatan yang dipakai dalam studi ini adalah pendekatan biofisik yang dimodifikasi dari Soedjoko dan Fandeli (2009), dimana aspek biofisik yang dianalisis meliputi curah hujan, penutupan lahan (Indeks Penutupan Lahan/ IPL), daerah genangan banjir, penggunaan lahan (Kesesuaian Penggunaan Lahan/ KPL), vegetasi dan satwa. Selain itu aspek sosial budaya dan ekonomi juga menjadi pertimbangan dalam studi ini.

(3)

(Maryono, 2008). Sedangkan konsep waterfront city yang dimaksud dalam studi ini adalah penataan suatu kawasan yang berorientasi pada air, dimana dalam tata ruangnya air menjadi bagian depan. Untuk mencapai kondisi tersebut, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan merehabilitasi dan mengkonservasi nilai biofisik lanskap Sungai Kelayan pada masing-masing zona. Selain itu, implementasi metode teknik bio-engineering juga akan diterapkan untuk mewujudkan kondisi biofisik kawasan yang lebih baik.

Pada rencana ruang, kawasan dibagi dalam beberapa ruang dengan tujuan untuk peningkatan kualitas aspek biofisik dengan cara menentukan tindakan konservasi, rehabilitasi dan peruntukan ruang pada masing-masing zona yang terdiri atas: (1) zona rehabilitasi non intensif (1,74 Ha/16%), berfungsi sebagai pengaman daerah sungai yang dikembangkan sebagai sabuk hijau sungai; (2) zona rehabilitasi semi intensif (3,57 Ha/33%), merupakan areal peralihan (transisi) antara zona rehabilitasi non intensif dan zona rehabilitasi intensif yang mengakomodir ruang untuk pemukiman sebesar 15%; dan (3) zona rehabilitasi intensif (5,49 Ha/51%), sebagai areal yang mengakomodasikan kegiatan manusia namun tetap memperhatikan aspek biofisik kawasan sehingga tidak menimbulkan efek negatif pada tapak dan ruang untuk pemukiman sebesar 30%. Untuk tujuan menunjang perbaikan kualitas fisik dan amenitas sempadan sungai, vegetasi yang dikembangkan meliputi vegetasi riparian dan vegetasi darat. Rencana sirkulasi dikembangkan menjadi sirkulasi air dan darat yang integratif untuk mengakomodir pergerakan manusia dan melestarikan fungsi sungai sebagai alat transportasi. Pada rencana pemukiman dilakukan penataan, penetapan arah orientasi dan perbaikan sanitasi yang bertujuan untuk peningkatan kualitas biofisik kawasan sehingga mendukung fungsi sungai sebagaimana mestinya. Dari hasil perencanaan lanskap Sungai Kelayan ini diharapkan dapat mendukung upaya revitalisasi sungai di Kota Banjarmasin agar dapat mengembalikan fungsi biofisik sungai dan dapat mendukung terciptanya waterfront city di perkotaan.

(4)

3

PERENCANAAN LANSKAP SUNGAI KELAYAN

SEBAGAI UPAYA REVITALISASI SUNGAI

DI KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN

KUKUH WIDODO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan Sebagai Upaya Revitalisasi Sungai di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada “Daftar Pustaka” skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(6)

4

Judul : Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan Sebagai Upaya Revitalisasi Sungai di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan

Nama : Kukuh Widodo

NRP : A44063371

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Setia Hadi, MS Vera Dian Damayanti, SP., MLA NIP.19600424 198601 1 001 NIP. 19740716 200604 2 004

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1987 di kota Nganjuk, Jawa Timur sebagai putra keempat dari empat bersaudara dari ayah Imbran dan ibu Kalimah (Almarhummah).

Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Kampung Baru IV, Kampung Baru, Tanjung Anom, Nganjuk. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 5 Kertosono, Kertosono, Nganjuk dan menyelesaikan pendidikan di SMAN 2 Nganjuk, Nganjuk pada tahun 2006.

(8)

8

® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Perencanaan Lanskap Sungai Kalayan Sebagai Upaya Revitalisasi Sungai di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan” dengan baik dan tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak, Ibu, Mas Lan, Mbak Lip, dan Mbak Rul serta kakak-kakak iparku atas segala dorongan, dukungan semangat, doa dan bantuannya, sehingga laporan studi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS dan Ibu Vera Dian Damayanti, SP, MLA selaku dosen pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian laporan penelitian ini.

3. Instansi pemerintah terkait Daerah Kota Banjarmasin atas segala bantuannya untuk mendapatkan data laporan.

4. Teruntuk Chandra Nurnovita yang telah memberikan motivasi dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan studi ini.

5. Teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 43 (Ado,Ika dan Sisi serta Tengtongers lainnya) dan di Nganjuk, serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian laporan studi ini.

(10)

10

DAFTAR LAMPIRAN ... ...vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Manfaat Studi ... 3

1.4. Kerangka Pikir Studi ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Lanskap Sungai ... 5

2.2. Kota ... 8

2.3. Urbanisasi ... 10

2.4. Kerusakan Sungai di Perkotaan ... .13

2.5. Perencanaan Lanskap ... .14

2.6. Revitalisasi Sungai ... .14

III. METODOLOGI ... ...17

3.1. Lokasi Studi ... ...17

3.2. Batasan Studi ... …....18

3.3. Bahan dan Alat ... …....18

3.4. Metode Studi ... …...19

3.4.1. Persiapan ... ...20

3.4.2. Pengumpulan Data ... …...20

3.4.3. Analisis dan Sintesis ... ...21

3.4.4. Perencanaan Lanskap ... …...27

IV. KONDISI UMUM WILAYAH ... ...28

4.1. Kota Banjarmasin ... …....28

4.2. Kecamatan Banjarmasin Selatan ... …....29

4.2.1. Batas Administrasi ... ...29

4.2.2. Topografi ... ...30

(11)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ………...40

5.1. Data dan Analisis ... ………...40

5.1.1. Kondisi Sungai Kelayan ... …...40

5.1.2. Aspek Biofisik Sungai Kelayan ... …...44

5.1.3. Aspek Sosial dan Budaya ... …...63

5.1.4. Aspek Ekonomi ... ...68

5.1.5. Hasil Analisis ... ...70

5.2. Sintesis ... ...74

5.3. Konsep Perencanaan ... ...78

5.3.1. Konsep Dasar Perencanaan ... ...78

5.3.2. Pengembangan Konsep ... ...80

5.4. Perencanaan Lanskap ... ...88

5.4.1. Rencana Ruang ... ...96

5.4.2. Rencana Sirkulasi ... …...98

5.4.3. Rencana Vegetasi ... ...100

5.4.4. Rencana Aktivitas dan Fasilitas ... ...107

5.4.5. Rencana Pemukiman ... ...111

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... ...114

6.1. Kesimpulan ... ...114

6.2. Saran ... ...115

DAFTAR PUSTAKA ... ...116

(12)

12

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data ... 21

2. Luasan Area Pada Masing-Masing Segmen ... 22

3. Indikator dan Parameter Perencanaan Lanskap Sungai...26

4. Luas Penggunaan Lahan Banjarmasin Selatan Tahun 2007... 35

5. Luas Daerah Genangan Banjir Pada Tapak...46

6. Penutupan Lahan di Tapak Tahun 2009...52

7. Daftar Nama Vegetasi yang Berada di Tapak ... 55

8. Luasan Penutupan Lahan oleh Vegetasi ... 57

9. Penggunaan Lahan di Tapak Tahun 2009 ... 60

10. Penggunaan Lahan yang Sesuai dan Nilai KPL ... 61

11. Hasil Skoring Kualitas Biofisik ... 70

12. Klasifikasi Segmen Hasil Overlay Peta Spasial ... 71

13. Pembagian Zona pada Sintesis ... 74

14. Matrik Hubungan Jenis Vegetasi dengan Fungsi ... 86

15. Kriteria Penilaian Kondisi Bangunan ... 87

16. Pembagian Penggunaan Lahan pada masing-masing Zonasi pada Tapak .... 96

17. Pembagian Zona pada Tapak ... 97

18. Perubahan Luasan Zona Sebelum dan Sesudah Perencanaan ... 98

19. Zona, Fungsi, Aktivitas, dan Fasilitas yang Akan Diakomodasikan pada Tapak ... .108

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. ...

Kerangka Pikir Studi ... ..4

2. Lokasi Studi ... 17

3. Profil Melintang Sungai dan Batasan Studi Pada Tapak ... 18

4. Tahapan Proses Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan ... 19

5. Pembagian Segmen pada Tapak ... 22

6. Peta Administrasi Kota Banjarmasin ... 28

7. Peta Administrasi Kecamatan Banjarmasin Selatan ... 30

8. Ilustrasi Penataan Kawasan Tepi Air Perkotaan Berdasarkan Peraturan Bangunan Tepi Air Perkotaan ... 39

9. Warga yang Memanfaatkan Air Sungai untuk MCK ... 41

10. Jalur Sirkulasi pada Tapak ... 42

11. Peta Kondisi Tapak ... 43

12. Peta Daerah Genangan Banjir ... 47

13. Peta Analisis Daerah Genangan Banjir ... 49

14. Peta Penutupan Lahan ... 51

15. Peta Analisis Penutupan Lahan ... 53

16. Peta Kontinyuitas Vegetasi ... 56

17. Peta Analisis Kontinyuitas Vegetasi ... 58

18. Peta Analisis Penggunaan Lahan ... 62

19. Pola Pemukiman Masyarakat Lokal Pada Tahun 1894 ... 63

20. Pola Pemukiman Masyarakat Lokal dan Pendatang Pada Tahun 1957 ... 64

21. Pola Pemukiman Masyarakat Lokal dan Pendatang Pada Tahun 2000 ... 65

22. Aktivitas Masyarakat di Tapak ... 67

23. Lokasi Pasar Baimbai di Segmen Kelayan Timur ... 69

24. Peta Komposit ... 73

25. Peta Rencana Blok (Block Plan) ... 75

26. Diagram Konsep Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan ... 79

27. Ilustrasi Pengembangan Konsep Ruang Pada Tapak ... 81

28. Ilustrasi Pengembangan Konsep Sirkulasi Pada Tapak ... 83

29. Ilustrasi Pengembangan Konsep Vegetasi Pada Tapak ... 85

30. Gambar Ringkasan Sistem Komunal ... 88

31. Rencana Lanskap (Landscape Plan) ... 89

32. Rencana Detail 1 (Detail Plan 1) ... 90

(14)

14

41. Gabungan (Ikatan) Batang dan Ranting Pohon Membujur ... 104

42. Ikatan Batang Pohon dengan Batu dan Tanah Didalamnya ... 105

43. Pagar Datar yang Dikombinasikan dengan Tanaman ... 105

44. Penutup Tebing yang Dikombinasikan dengan Tanaman ... 106

45. Tanaman Tebing yang Dikombinasikan dengan Tanaman ... 106

46. Ilustrasi Rencana Vegetasi pada Tapak ... 107

47. Rencana Penataan Pemukiman pada Tapak... 109

48. Rencana Penempatan Mushola pada Tapak... 110

49. Rencana Area Olahraga pada Tapak ... 110

50. Rencana Area playground pada Tapak ... 111

51. Rencana Area Pemukiman pada Tapak ... 112

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuisioner studi ... 119

(16)

1

I. PENNDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Urbanisasi merupakan sebuah bagian dari perkembangan dan pertumbuhan sebuah kota yang melibatkan proses alih fungsi atau konversi lahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota akan infrastruktur dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pengembangan sebuah kota. Perubahan penutupan dan penggunaan lahan yang terjadi akibat urbanisasi pada suatu kota merupakan sebuah interaksi kompleks dari faktor-faktor sosial ekonomi, politik, dan adat budaya yang pada akhirnya mempengaruhi terjadinya perubahan lingkungan secara global (Meyer dan Turner, 1994). Dalam prosesnya, konversi lahan yang dilakukan adalah dengan mengubah tata guna lahan yang dinilai memiliki nilai ekonomi rendah menjadi tataguna lahan yang dinilai memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan ruang untuk tempat tinggal, maka manusia cenderung mengekspansi ruang yang masih tersisa termasuk di dalamnya bantaran dan badan sungai sebagai tempat tinggal, distrik perdagangan, perkantoran, dan sebagainya. Hal ini menjadikan lanskap sungai tersebut mati dan keseimbangan ekosistem yang ada menjadi terganggu, selain itu juga menyebabkan fungsi-fungsi sungai berubah, sebagaimana yang terjadi pada lanskap sungai di Kota Banjarmasin.

(17)

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, permasalahan ruang kota dan lingkungan pada kawasan ini memerlukan penanganan yang baik, Pemerintah Kota Banjarmasin telah berupaya untuk menangani masalah kerusakan lingkungan khususnya pada bantaran sungai melalui program revitalisasi sungai dan pencanangan waterfront city. Dalam rangka revitalisasi sungai, salah satu aspek yang perlu diperbaiki yaitu kualitas biofisik lingkungan sungai, yang mana hal tersebut dapat dicapai melalui penataan lanskap kawasan sungai melalui pendekatan aspek biofisik. Oleh karena itu, perencanaan lanskap Sungai Kelayan perlu dilakukan untuk mendukung upaya revitalisasi sungai di Kota Banjarmasin agar dapat mengembalikan fungsi biofisik sungai dan dapat mendukung terciptanya waterfront city di perkotaan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengidentifikasi permasalahan dan potensi lanskap yang ada di kawasan Sungai Kelayan.

2. Menganalisis kondisi biofisik, sosial, dan budaya serta ekonomi Sungai Kelayan yang berpengaruh terhadap proses perencanaan lanskap sungai berbasis pendekatan biofisik.

3. Membuat suatu rencana lanskap sungai berbasis pendekatan biofisik yang dapat mencirikan waterfront city di perkotaan.

1.3. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah

(18)

3

1.4. Kerangka Pikir

(19)

Banjarmasin, Kota Seribu Sungai

Sungai Kelayan, Banjarmasin Selatan

(Terjadi okupasi sempadan/ badan sungai menjadi pemukiman)

Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan Sebagai Upaya Revitalisasi Sungai (Melalui Pendekatan Biofisik

Aspek Biofisik Sungai Aspek Sosial & Budaya

Aspek Ekonomi Aspek Legal Daerah Genangan

Banjir

Penutupan Lahan Kontinyuitas Vegetasi

Penggunaan Lahan

Iklim (Curah Hujan)

Satwa Vegetasi

(20)

5

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanskap Sungai

Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu, dimana elemennya dibagi menjadi elemen lanskap utama dan elemen-elemen lanskap penunjang. Elemen lanskap utama adalah elemen-elemen yang tidak dapat diubah atau sukar sekali diubah seperti gunung, lembah, sungai, daratan, pantai, danau, lautan, dan sebagainya. Elemen lanskap penunjang adalah elemen lanskap yang dapat diubah sesuai keinginan perencana atau pemakainya seperti bukit, anak sungai dan aliran air yang kecil (Simonds, 1983).

Siti Nurisjah dan Aziz, S. (1989) menyatakan bahwa berdasarkan campur tangan manusia, lanskap dapat berbentuk (1) lanskap alami seperti lanskap pegunungan, rawa, riverscape, (2) lanskap buatan seperti lanskap kota (urbanscape), lanskap permukiman penduduk kota, lingkungan pabrik dan (3) perpaduan harmonis antara lanskap alami dan buatan seperti suatu lanskap pedesaan dengan permukiman manusia, terasering persawahan padi dengan pondok pelepas lelah dan sebagainya.

(21)

Selain itu, sungai merupakan refleksi dari daerah yang dilaluinya. Faktor-faktor seperti kualitas air (unsur kimia dan temperatur), habitat yang ada (flora dan fauna), kondisi hidraulik sungai (debit, muka air, frekuensi aliran dan lain-lain) dan morfologi sungai dapat dijadikan sebagai indikator untuk menganalisis kondisi daerah aliran sungai tersebut. Jika di daerah sekitar sungai banyak aktivitas industri dengan kualitas penjernihan air limbah yang tidak memadai, maka kualitas air sungai (terutama sungai kecil dan sedang) tersebut akan terlihat jelas menurun. Jika suatu daerah relatif tandus, maka kondisi tersebut akan direkam oleh sungai kecil yang direfleksikan ke dalam bentuk kurva hidografnya dengan waktu mencapai puncak yang pendek dan debit puncak yang tinggi serta waktu kering yang lama (Maryono, 2008).

Dalam proses morfologi pembentukan sungai, sungai terbentuk sesuai dengan kondisi geografi, ekologi dan hidrologi daerah setempat, serta dalam perkembangannya akan mencapai kondisi keseimbangan dinamiknya (Kern dalam Maryono, 2008). Kondisi geografi banyak menentukan letak dan bentuk alur sungai memanjang dan melintang. Ekologi menentukan tampang melintang dan keragaman hayati serta faktor resistensi sungai. Sedangkan hidrologi menentukan besar kecil dan frekuensi aliran air di sungai. Namun ketiga faktor tersebut saling terkait dan berpengaruh secara integral membentuk morfologi, ekologi dan hidraulika sungai alamiah. Morfologi, ekologi dan hidraulika sungai kecil dalam suatu sistem menentukan morfologi, ekologi dan hidraulika sungai orde berikutnya. Dengan demikian kondisi morfologi, ekologi dan hidraulika suatu sungai besar pada umumnya memiliki korelasi dengan kondisi sungai kecil di atasnya (Leopold et aldalam Maryono, 2008).

(22)

7

 

1. Sebagai pemasok air perkotaan 2. Sebagai pemasok oksigen perkotaan 3. Sebagai tempat rekreasi masyarakat kota

4. Sebagai tempat praktikum, penelitian dan kebutuhan pendidikan lainnya

5. Sebagai sumber inspirasi bidang seni dan kebudayaan 6. Sebagai sarana drainase air hujan kawasan

7. Sebagai kekayaan lanskap

8. Sebagai habitat ekologi yang paling kondusif 9. Sebagai sarana transportasi yang handal

Namun fungsi sungai di perkotaan tersebut sangat jarang dipertahankan, justru aktivitas kontra produktif yang dewasa ini berkembang. Misalnya fungsi sebagai pemasok sumber air tidak ada lagi karena pencemaran kualitas air sungai perkotaan yang sudah sangat buruk. Fungsi sebagai pemasok oksigen hancur karena pembabatan vegetasi sempadan sungai. Fungsi sebagai tempat rekreasi hilang karena taludisasi sungai, sehingga sungai menjadi selokan teknis yang tidak menarik. Fungsi sebagai tempat penelitian berkurang karena sungai sudah berubah menjadi selokan, sehingga diversifikasi masalah atau tema penelitian menjadi sempit. Fungsi sebagai kekayaan lanskap dan habitat hancur karena perubahan lanskap dan ekologi yang drastis, sehingga sungai menjadi selokan yang monoton. Fungsi sebagai sarana transportasi lambat laun hilang karena banyak pembangunan jembatan rendah melintang sungai sehingga sungai tidak dapat dimanfatkan (Maryono, 2008).

(23)

dan padat. Dengan kondisi sungai kecil di perkotaan dan pinggiran di seluruh Indonesia pada umumnya dan kawasan Sungai Kelayan pada khususnya yang sudah hancur ini, tidak ada upaya lain yang lebih penting untuk dilakukan kecuali memperbaiki kembali kondisi ekologi dan hidrologi sungai kecil tersebut (Maryono, 2008).

Sungai Kelayan tergolong dalam segmen hilir (muara) yang terpengauhi oleh komponen hidraulik berupa pasang surut. Pengaruh hidraulik air asin dan sekaligus pasang atau surut dapat menyediakan diversifikasi hidraulik sepanjang sungai. Disamping itu juga berpengaruh terhadap diversivikasi kadar garam (salinitas) yang tentu saja akan berpengaruh terhadap habitat sekitar muara sungai tersebut. Komposisi pasang surut dan komposisi salinitas sangat berperan dalam pembentukan jenis dan jumlah flora dan fauna di sungai yang bersangkutan (Maryono, 2008).

2.2. Kota

(24)

9

 

pemerintahan atau pusat agama (Marbun, 1994). Berlanjut pada kedatangan Portugis dan Belanda yang menjajah Indonesia, kota-kota di Indonesia kemudian berkembang dengan pola yang merupakan kombinasi dari tiga kebudayaan berbeda, yaitu kebudayaan Indonesia, kebudayaan Belanda dan Asia lainnya yang didominasi oleh bangsa Cina.

Peranan yang paling dominan dalam membentuk wajah kota di Indonesia terutama adalah pengaruh gaya Eropa yang dibawa oleh Belanda. Pola ini terlihat pada bagian kota yang teratur, bersih dengan prasarana jalan yang teratur dan pola perumahan yang ideal, yang pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi orang Eropa atau mereka yang disamakan dengan orang Eropa. Daerah kampung di kota yang dihuni oleh masyarakat pribumi cenderung kumuh dan kotor serta kurang teratur, sementara pusat kota atau perdagangan didiami oleh masyarakat Cina atau India dengan pola memagari koridor jalan raya (Marbun, 1994).

Pada masa kini, kota menjadi sebuah pusat perdagangan, sebuah tempat sebagai pusat kebudayaan baru dan pencampuran antara kebudayaan Nusantara dan internasional. Lapangan hidup baru tercipta bagi masyarakat pribumi di kota. Berbagai fasilitas, sarana dan prasarana bagi kepentingan permukiman, perdagangan, jasa pelayanan, transportasi dan lain sebagainya mulai dibangun. Akan tetapi pembangunan sarana dan prasarana perkotaan tersebut lebih ditujukan kepada kelancaran arus bahan atau barang hasil jajahan. Sehingga perkembangan kota pada waktu itu dibangun berdasarkan konsep atau model yang ada di Eropa. Pola-pola pengaruh Eropa tersebut dapat dilihat di hampir semua kota besar di Indonesia, seperti Bogor, Palembang, Ujung Pandang, Jakarta, Bandung, dan lain-lain (Marbun, 1994).

(25)

dan pemeliharaan kota yang cukup. Sehingga pada masa itu penempatan lokasi hampir tanpa rencana dan pengalaman. Arus migrasi dari desa ke kota mulai deras, akibatnya banyak kota di Indonesia harus menampung beban berat secara mendadak, mulai dari masalah tempat tinggal, perkantoran, markas tentara, sekolah, rumah sakit, da lalu lintas (Marbun, 1994).

Kurangnya kemampuan dan pengalaman pemerintah kota pada masa itu telah menimbulkan masalah tata ruang kota dan pengembangannya. Sementara arsip dan pedoman pemerintah banyak yang hilang sebagai akibat dari perang. Dari sejarah yang ada, kekacauan penataan kota menjadi masalah yang berlanjut hingga kini (Marbun, 1994).

2.3. Urbanisasi

Proses urbanisasi sering disalahartikan sebagai proses perpindahan penduduk dari desa ke kota. Istilah urbanisasi dalam bahasa Indonesia sering diartikan sebagai pengkotaan. Menurut Warpani (1984), dalam pengertian kependudukan, urbanisasi dapat dilihat sebagai suatu perubahan pola pemencaran penduduk yang menyangkut pertambahan relatif penduduk daerah kota. Lebih lanjut, urbanisasi juga berarti pertambahan jumlah penduduk dan luas perkotaan, dan suatu peningkataan konsentrasi penduduk di tempat-tempat tersebut.

(26)

11

 

tata guna lahan yang memiliki fungsi penting bagi suatu kawasan urban mendominasi.

Dampak dari pengkotaan yang merubah pola penggunaan lahan terdiri dari dampak langsung dan tidak langsung (De Sherbinin, 2002). Dampak langsung meliputi munculnya permukiman penduduk yang tidak teratur, peruntukan lahan industri dan infrastruktur lain yang mengakibatkan terjadinya konversi lahan, baik sungai, lahan pertanian maupun ruang terbuka hijau. Area terbangun pada kawasan urban memiliki dampak langsung terutama pada siklus hidrologis. Hal ini disebabkan perkerasan dan bangunan akan meningkatkan run-off permukaan dan menurunkan laju infiltrasi air ke dalam tanah. Akibatnya adalah penurunan tingkat ketersediaan air tanah dan terjadinya banjir. Area terbangun juga memiliki kecenderungan untuk menyerap radiasi panas dan menyebabkan terjadinya pulau bahag yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kesejahteraan penduduk urban. Dampak tidak langsung dari pengkotaan juga tidak kalah penting, diantaranya kebutuhan akan pembuangan sampah akhir untuk menampung besarnya volume sampah yang dihasilkan oleh penduduk kota. Selain itu tidak jarang sungai akhirnya menjadi target utama sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini dapat menyebabkan banjir dan sedimen yang terakumulasi yang pada akhirnya dapat menyebabkan sungai tersebut mati.

2.3.1. Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan

(27)

nilai-nilai sosial dalam hubungan dengan penggunaan tanah yang dapat berhubungan dengan kebiasaan, sikap moral, pantangan, pengaturan pemerintah, peninggalan kebudayaan, pola tradisional, dan sebagainya.

Lebih lanjut Jayadinata (1992) menyatakan bahwa tindakan manusia menunjukkan cara bagaimana manusia atau suatu masyarakat bertindak dalam hubungannya dengan nilai (value) dan cita-cita (ideas) mereka. Nilai dan cita-cita tersebut adalah hasil dari pengalaman manusia dalam perekonomian dan kebudayaan tertentu dan dalam keadaan alam tertentu, dan merupakan pelengkap dari naluri-naluri dasar dalam kehidupan manusia. Tindakan manusia dalam tata guna lahan disebabkan oleh kebutuhan dan keinginan manusia dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Misalnya kemudahan atau kenyamanan yang sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat, dicerminkan dalam pengaturan lokasi tempat tinggal, tempat bekerja, dan rekreasi.

Berkaitan dengan penggunaan lahan, kehidupan kota yang dinamis mengharuskan terjadinya perubahan tata guna lahan dalam rangka pengembangan wilayah kota. Ada perubahan yang paling sering terjadi yaitu konversi lahan konservasi, terutama hutan menjadi area pertanian, permukiman, atau bahkan perdagangan. Kegiatan konversi lahan ini dimaksudkan untuk mendukung tersedianya sarana dan prasarana kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya. Namun demikian, perubahan ekosistem yang terjadi sebagai akibat dari perubahan penutupan dan penggunaan lahan tersebut juga akan mengubah kemampuan alam dalam mendukung keberadaan manusia diatasnya (De Sherbinin, 2002).

(28)

13

 

2.4. Kerusakan Lingkungan Sungai di Perkotaan

Kehidupan manusia tidak terlepas dari lingkungannya. Antara makluk hidup dengan lingkungannya selalu terdapat hubungan timbal balik dalam suatu ekosistem, ia dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan hidupnya (Soemarwoto, 1987). Kota sebagai suatu bentukan lingkungan hidup dapat dilihat sebagai hasil dari proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Manusia sebagai makluk hidup mempunyai sifat utama yaitu sifat biologis dan budidaya. Kedua sifat ini sangat berpengaruh dalam proses pemanfaatan lingkungan alam untuk menopang kehidupan bersamanya dengan menciptakan lingkungan hidup perkotaan.

Penduduk yang berdiam di daerah aliran sungai merupakan faktor penting bagi berhasilnya suatu manajemen daerah aliran sungai yang baik dan sehat. Masyarakat sebagai bagian dari ekosistem daerah aliran sungai berusaha untuk memanfaatkan semua sumberdaya alam yang ada didalamnya. Hasilnya tidak selalu positif dalam arti kata kelestarian, namun kadang-kadang negatif yaitu karena adanya pengurasan sumber daya alam yang ada (Manan, 1984). Dengan semakin bertambahnya kepadatan penduduk di perkotaan dan kurangnya daya resap tanah dan kondisi sampah yang tinggi di sungai, cara-cara pembuangan setempat merupakan hal yang tidak efektif. Air tanah dan air sungai menjadi tercemar dan mengakibatkan polusi terhadap air sumur dan tanah serta air sungai (Atkinson, 1990).

Amsyari (1985) menyatakan bahwa pada dasarnya peristiwa pencemaran mempunyai beberapa komponen pokok untuk dapat disebut pencemaran, yaitu : (1) lingkungan yang terkena adalah lingkungan hidup manusia, (2) yang terkena akibat negatif adalah manusianya, (3) di dalam lingkungan tersebut terdapat bahan berbahaya yang yang juga disebakan oleh aktivitas manusia.

(29)

menyebabkan terjadinya perubahan lanskap, hal ini terjadi karena perubahan penggunaan lahan (land use) yang berorientasi terhadap kepentingan manusia yang antara lain digunakan untuk pembangunan, pengadaan pemukiman, sarana dan fasilitas lain yang menunjang kehidupan manusia.

2.5. Perencanaan Lanskap

Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk awal suatu keadaan dan merupakan cara terbaik untuk mencapai suatu keadaan tersebut.

Nurisjah dan Pramukanto (2008) berpendapat bahwa perencanaan lanskap adalah satu kegiatan utama dalam arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap merupakan kegiatan penataan yang berbasis lahan (land base planning) melalui kegiatan pemecahan masalah dan merupakan proses pengambilan keputusan jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional, estetik dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan.

Menurut Knudson (1980) perencanaan adalah kegiatan mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.

2.6. Revitalisasi Sungai

(30)

15

 

konsep yang diperlukan dalam pengelolaan wilayah keairan. Konsep eko-hidraulik merupakan suatu konsep pengelolaan sungai yang menfaatkan sungai sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia dan lingkungan secara integral dan berkesinambungan, tanpa menyebabkan kerusakan rezim dan kondisi ekologi sungai yang bersangkutan. Konsep ini akan menjadi pengembangan konsep dalam studi ini. Untuk Indonesia sangat penting kalau masyarakat bisa menjaga kealamihan sungai yang ada, sekaligus mengerem laju pembangunan sungai dan wilayah keairan umumnya yang menggunakan pendekatan rekayasa parsial hidraulik murni tanpa pertimbangan lingkungan ekologi (Maryono, 2007).

Berbagai jenis aktivitas dalam revitalisasi sungai telah dilakukan di berbagai tempat seperti di Jerman, Jepang, dan Amerika. Revitalisasi sungai sampai penghujung tahun 2003 belum dapat sepenuhnya menanggulangi dampak negatif akibat dekade pembangunan sebelumnya. Namun secara simultan dilaporkan dapat mengatasi berbagai krisis lingkungan sungai yang sekarang ada. Revitalisasi sungai dilakukan secara selektif, dimulai dari sungai-sungai kecil dan menengah kemudian mengarah ke sungai besar yang dilakukan dengan hati-hati. Masalahnya adalah bahwa dalam revitalisasi sungai diperlukan pemahaman integratif biotik dan abiotik. Kegiatan revitalisasi sungai disini meliputi: (1) meningkatkan daerah retensi sungai baik sungai kecil maupun sungai besar, (2) meningkatkan ruang resistensi bantaran banjir alamiah, (3) mendukung proses dinamik sungai secara alamiah, (4) membelok-belokan sungai yang telah diluruskan, (5) membuka kembali wilayah sungai yang terisolir, (6) menstabilisasi muka air tanah, dan (7) implementasi metode teknik biologi (ekoengineering) dalam pengelolaan sungai (Maryono, 2007).

(31)

bagian hilir akan mengalami sedimentasi secara cepat dan bagian yang diluruskan mengalami erosi intensif.

Di samping itu untuk mengadakan revitalisasi semakin lama semakin sulit karena perubahan geografis akan terjadi. Dengan demikian disarankan tidak melakukan sudetan dan pelurusan sungai, karena dampak negatifnya sangat besar. Dana untuk pelurusan dan sudetan dapat digunakan untuk aktivitas reboisasi. Dana untuk reboisasi akan jauh lebih murah dibanding dengan biaya konstruksi sudetan dan pelurusan sungai (Maryono, 2007).

(32)

17

 

Peta Kecamatan Banjarmasin Selatan

III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi

Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2). Kedalaman Sungai Kelayan adalah 5 m, lebar 16 m dan panjangnya 4.400 m. Studi ini dilakukan selama 6 bulan, dimulai pada Bulan Februari hingga Bulan Juli 2010.

Peta Kota Banjarmasin

Peta Sungai Kelayan

Lokasi Studi

Kecamatan Banjarmasin Selatan

No Scale

(33)

Batas tapak dalam studi ini mencakup kawasan Sungai Kelayan yang memiliki panjang 4.400 m dengan mengambil bagian kanan kiri sungai selebar 15 m (berdasarkan Peraturan Daerah No. 2 tahun 2007 tentang pengelolaan sungai dan PP Republik Indonesia No. 35 tahun 1991 tentang sungai) yang diukur dari badan sungai ke arah luar. Batasan perencanaan lanskap dalam studi ini, kaitannya dengan revitalisasi sungai, akan menitikberatkan pada aspek biofisik untuk mengembalikan fungsi biofisik sungai. Namun aspek sosial budaya dan ekonomi menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan perencanaan dengan tujuan untuk mendapatkan perencanaan lanskap yang lestari. Gambar 3 mengilustrasikan batasan studi tentang sempadan Sungai Kelayan.

Gambar 3. Profil Melintang Sungai dan Batasan Studi Pada Tapak Sumber: Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase

3.3. Bahan dan Alat

(34)

19

 

Tahapan studi mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Simonds (1983) yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan perencanaan lanskap Sungai Kelayan sebagai upaya revitalisasi sungai, dengan menggunakan pendekatan biofisik. Gambar 4 memperlihatkan alur perencanaan lanskap yang dijelaskan secara diagramatis.

Gambar 4. Tahapan Proses Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan.

Data Sosial & Budaya: - Sejarah kawasan - Klasifikasi

Masyarakat lokal & pendatang -Tutupan lahan -Flora dan Fauna -Daerah Banjir

Potensi

Analisis Sintesis Perencanaan Lanskap

- Peraturan Pemerintah

(35)

Pada tahap ini dilakukan perumusan masalah dan penetapan tujuan studi sebagai langkah awal untuk melakukan perencanaan lanskap Sungai Kelayan. Kemudian dilakukan pengumpulan informasi awal mengenai lokasi studi. Selain itu juga dilakukan persiapan administrasi guna mengurus perijinan survey lapang.

3.4.2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada tahapan ini berupa data fisik mengenai kondisi tapak, aspek sosial, ekonomi, budaya dan data pendukung lain yang mempengaruhi proses perencanaan lanskap kawasan Sungai Kelayan (Tabel 1). Jenis data yang digunakan ialah data primer dan sekunder. Pengumpulan data ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan kendala yang ada pada lokasi studi.

(36)

fasilitas-21

 

3.4.3. Analisis dan Sintesis

Kegiatan analisis data dilakukan untuk menentukan potensi dan kendala No.

Kelompok Data

Jenis Data Bentuk Data

Sumber Data Cara Pengambilan

Data

1. Biofisik a.Iklim Sekunder Badan Meteorologi & Geofisika

Studi pustaka b.Tutupan lahan Sekunder Dinas Pengelolaan

Sungai & Drainase

Studi pustaka c.Daerah genangan

banjir

a. Masyarakat lokal & pendatang c.Sejarah kawasan Primer

Sekunder

Sekunder Pemda, Bappeda Studi pustaka

b.RDTRK Kecamatan Banjarmasin Selatan

Sekunder Pemda, Bappeda Studi pustaka

c.Peraturan Pemerintah

Sekunder Pemda, Bappeda, Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase

(37)

Raya adalah kelurahan-kelurahan yang dilalui dan menggunakan Sungai Kelayan sebagai batas wilayah administratif. Sehingga akan terdapat 7 segmen yang akan dijadikan unit dalam analisis. Ilustrasi dari pembagian segmen di tapak dapat dilihat pada Gambar 5 dan Tabel 2 yang menunjukkan batas segmen dan luasan masing-masing segmen .

Gambar 5. Pembagian Segmen pada Tapak

Tabel 2. Luasan Area Pada Masing-Masing Segmen

No. Nama Segmen Total Luas Segmen

Luas (ha) Persentase (%)

Segmen Kelayan Luar Segmen Kelayan Barat Segmen Kelayan Dalam Segmen Kelayan Tengah Segmen Murung Raya Segmen Kelayan Timur

(38)

23

 

Oleh karena itu dalam studi ini diasumsikan bahwa dari hasil analisis terhadap aspek biofisik akan menggambarkan kondisi biofisik pada kawasan tersebut.

Analisis aspek biofisik dilakukan untuk mengetahui kondisi kualitas biofisik sungai, dimana seluruh parameter dianalisis secara deskriptif maupun secara spasial. Parameter aspek biofisik yang dianalisis meliputi curah hujan, dominasi penutupan lahan, daerah genangan banjir, satwa perairan, kondisi vegetasi dan tata guna lahan. Pemilihan parameter ini didasarkan pada studi Kriteria, Indikator dan Parameter Kerusakan Ekosistem Daerah Aliran Sungai oleh Soedjoko dan Fandeli (2009) yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan perencanan lanskap sungai. Dalam indikator penutupan lahan dimana pada studi ini mendapatkan bobot 30% dari aspek biofisik yang menjadi parameter ialah Indeks Penutupan Lahan (IPL) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 52 Tahun 2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang perhitungannya adalah sebagai berikut:

Luas Vegetasi Permanen (LVP) yang dimaksud di sini adalah luasan lahan yang bervegetasi tetap (permanen) dimana informasinya dapat diperoleh dari peta penutupan lahan. Parameter indikator penggunaan lahan ialah Kesesuaian Penggunaan Lahan (KPL) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 52 Tahun 2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang mana perhitungannya adalah sebagai berikut:

IPL Luas AreaLVP %

Keterangan: IPL = Indeks Penutupan Lahan LVP= Luas Vegetasi Permanen

(39)

RDTRK Tahun 2009 atau Perda No. 2 tentang Pengelolaan Sungai. Penggunaan parameter ini diasumsikan bahwa koridor sungai merupakan bagian dari suatu DAS sehingga parameter analisis yang digunakan pada analisis pengelolaan DAS dapat digunakan dalam menganalisis aspek-aspek yang terdapat dalam koridor sungai mengingat asumsi kejadian-kejadian yang terjadi pada koridor sungai dapat terjadi pada suatu DAS.

Analisis secara spasial dilakukan terhadap parameter penutupan lahan (bobot 30%), kontinyuitas vegetasi (bobot 20%), daerah genangan banjir (bobot 20%) dan tata guna lahan (bobot 30%). Sedangkan parameter lainnya tidak dianalisis secara spasial karena kriteria yang didapat secara umum menunjukan kesamaan kriteria/homogen, seperti curah hujan, fauna perairan, aspek sosial budaya dan ekonomi. Walaupun tidak dianalisis secara spasial parameter tersebut akan dipertimbangkan saat pembuatan block plan.

Analisis akan dilakukan dengan skoring terhadap perbedaan tingkat kondisi parameter aspek biofisik tersebut. Penggunaan skor dari sangat kritis-sangat bagus yaitu 1-5. Nilai ini mewakili kriteria dari masing-masing segmen eksisting pada tapak. Misalkan pada parameter penutupan lahan, IPL pada segmen tertentu nilainya 0 maka akan mendapat skor 1 (sangat kritis) sedangkan penutupan lahan dengan IPL 1-25% akan mendapat skor 2 (kritis) dan seterusnya. Kriteria dan parameter yang digunakan pada studi ini terdapat pada Tabel 3.

(40)

25

 

Kelayan dan untuk menonjolkan karakter tempat (sense of place) kawasan Sungai Kelayan.

Data dan informasi aspek biofisik yang telah dispasialkan melalui skoring tersebut akan di overlay. Dari hasil overlay tersebut akan didapat peta komposit yang menunjukan zona kualitas biofisik sungai, yang selanjutnya akan disintesis untuk menghasilkan alternatif pengembangan dan pemecahan masalah terhadap kondisi lanskap kawasan yang sesuai dengan tujuan perencanaan yaitu mendukung upaya revitalisasi lanskap Sungai Kelayan dengan pendekatan biofisik. Dalam menentukan kriteria dari peta tersebut akan dicari selang kriteria berdasarkan klasifikasi penilaian akan dihitung dengan menggunakan persamaan statistik sebagai berikut:

Keterangan: S = Selang dalam penetapan selang klasifikasi penilaian Smaks = Skor maksimal

Smin = Skor minimal

K = Banyaknya klasifikasi

Hasil sintesis berupa rencana blok (block plan) yang mencakup pembagian dan rencana pengembangan ruang untuk mendapat perencanaan lanskap kawasan Sungai Kelayan yang sesuai dengan kondisi biofisik sungai dan kondisi sosial budaya serta ekonomi masyarakat setempat (zonasi lanskap kawasan).

(41)

Tabel 3. Indikator dan Parameter Perencanaan Lanskap Sungai

No. Indikator Parameter Penskalaan Kualitas

(42)

27

 

3.4.4. Perencanaan Lanskap

(43)

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

4.1. Kota Banjarmasin

Secara geografis Kota Banjarmasin terletak pada posisi antara 3 15’ LS - 3 22’ LS dan 114 52’ LS - 114 98’ LS. Adapun jika ditinjau secara administratif Kota Banjarmasin memiliki batas wilayah administratif sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Kabupaten Barito Kuala,

• Sebelah Selatan : Kabupaten Banjar,

• Sebelah Barat : Kabuaten Barito Kuala,

• Sebelah Timur : Kabupaten Banjar.

(44)

27

 

Dari gambaran kondisi geografis dan administrasi, Kota Banjarmasin berada di tepi Sungai Barito dan merupakan pintu masuk untuk 2 provinsi yang ada di Pulau Kalimantan yaitu Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Kalimantan Tengah, sehingga sangat berpotensi sebagai pusat perdagangan baik lingkup lokal maupun regional. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, disebutkan bahwa dalam Sistem Perkotaan Nasional Kota Banjarmasin ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN), dengan fungsi dan peranannya sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

Dalam studi ini, yang menjadi objek studi adalah lanskap Sungai Kelayan. Sungai ini berada di wilayah administrasi Kecamatan Banjarmasin Selatan yang mengaliri 7 kelurahan yaitu Kelurahan Kelayan Barat, Kelayan Luar, Kelayan Tengah, Kelayan Dalam, Kelayan Timur, Tanjung Pagar dan Murung Raya.

4.2. Kecamatan Banjarmasin Selatan 4.2.1. Batas Administrasi

(45)

Gambar 7 . Peta Administrasi Kecamatan Banjarmasin Selatan

Sumber: RTDRK Banjarmasin Selatan, 2007

4.2.2. Topografi

Kecamatan Banjarmasin Selatan terletak sekitar 50 km dari muara Sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura, sehingga secara umum kondisi morfologi Banjarmasin didominasi oleh daerah yang relatif datar dan berada di dataran rendah.

Daerah ini terletak di bawah permukaan laut rata-rata 0,16 m (dpl) dengan tingkat kemiringan lahan 0–2%. Satuan morfologi ini merupakan daerah dominan yang terdapat di wilayah Kota Banjarmasin, sedangkan jika dibandingkan dengan

(46)

27

 

4.2.3. Geologi dan Jenis Tanah

Struktur geologi dapat dibagi ke dalam beberapa formasi, dimana masing-masing formasi ini tersebar secara acak di Kota Banjarmasin. Kondisi geologi ini ditentukan berdasarkan peta geologi dan data pengujian teknis pada satuan batuan di wilayah perencanaan, dan diketahui bahwa sebagian besar formasi batuan dan tanah di wilayah Banjarmasin Selatan adalah jenis Alluvium (Qa) yang dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur.

Adapun kondisi dan struktur geologi di Banjarmasin Selatan adalah sebagai berikut :

1. Formasi Berai (tomb); terbentuk dari batu gamping putih berlapis dengan ketebalan 20–200 cm. Formasi ini mengandung fosil berupa batu koral dan ganggang, dengan sisipan napal berlapis berketebalan 10–15 cm dan batuan lempung berlapis dengan ketebalan 2–74 cm.

2. Formasi Dahor (Tqd); dibentuk oleh batu pasir kwarsa, konglomerat, dan batu lempung, dengan sisipan lignit berketebalan 5–10 cm.

3. Formasi Karamaian (Kak); dibentuk oleh perselingan batu lanau dan batu lempung. Formasi ini bersisipan dengan batu gamping yang memiliki ketebalan berkisar 20–50 cm.

4. Formasi Pudak (Kap); dibentuk oleh lava yang ditambah perselingan antara bleksi/konglomerat dan batu pasir dengan olistolit (masa batuan asing) berupa batu gamping, basal, batuan malihan dan ultramafik.

5. Formasi Tanjung (Tet); dibentuk oleh batu pasir kwarsa berlapis (50–150 cm) dengan sisipan batu lempung kelabu yang memiliki ketebalan

30–150 cm pada bagian atas, serta batubara hitam mengkilap dengan ketebalan 50–100 cm pada bagian bawah.

(47)

Secara umum, jenis tanah yang dominan Alluvial dan sebagian berupa tanah Organosol Glei Humus. Jenis tanah ini mempunyai ciri tanah dengan tingkat kesuburan yang baik, sehingga potensial untuk pengembangan budidaya tanaman pangan (khususnya padi sawah dan hortikultura). Masalahnya dominasi jenis tanah ini terdapat pada lahan datar, sehingga kendala yang sering terjadi adalah tanah ini akan tergenang air pada musim hujan.

4.2.4. Hidrologi

Secara hidrologi (terutama air permukaan), Banjarmasin Selatan dikelilingi oleh sungai-sungai besar beserta cabang-cabangnya, mengalir dari arah utara dan timur laut ke arah barat daya dan selatan. Sungai-sungai tersebut mengalir dan membentuk pola aliran mendaun (dendritic drainage patern). Sungai utama yang besar adalah Sungai Barito dengan beberapa cabang utama seperti Sungai Martapura, Sungai Alalak dan sebagainya. Muka air Sungai Barito dan Sungai Martapura dipengaruhi oleh pasang surut Laut Jawa, sehingga mempengaruhi drainase kota dan apabila air laut pasang sebagian wilayah digenangi air. Rendahnya permukaan lahan (–0,16 dpl) menyebabkan air sungai menjadi payau dan asin di musim kemarau, karena terjadi intrusi air laut.

(48)

27

 

Variasi tinggi permukaan air pasang surut, berkisar antara 2,0 m pada pasang purnama sampai 0,6 m pasang surut biasa (P3KT Kalimantan, 1990), sedangkan permukaan air Sungai Barito pada saat pasang maksimum mempunyai level +0,82 dpl, dan pada saat surut -0,10 dpl (Laporan Hasil Pengukuran Muka Air dan Analisa Kualitas Air di Banjarmasin, DHV/MLD, 1997). Pada daerah permukiman ketinggian muka air pasang surut tergantung dari jarak ke sungai terdekat.

Untuk sungai di Banjarmasin, ketinggian permukaan air sungai umumnya mengacu pada pasang surut air di muara (ambang luar) Sungai Barito, karena semua sungai yang ada di Banjarmasin dipengaruhi oleh pasokan air dari muara sungai. Kondisi muka air sungai maupun rawa di wilayah Banjarmasin sebagai berikut:

1. Sungai Barito

Sungai Barito terjadi perbedaan muka air pada waktu pasang dan surut di muara sungai Kuin 177 cm dan ke arah hulu di muara Sungai Alalak adalah 191 cm.

2. Sungai Martapura

Sungai Martapura terjadi perbedaan muka air pasang dan surut masing-masing di lokasi Sungai Basirih 179 cm dan 18 cm di atas tanah rata-rata. Kecepatan arus permukaan sungai relatif lamban, tergantung kepada kondisi pasang surut. Ketika kondisi surut arus mengarah ke bagian hilir dan sebaliknya ketika pasang arus kembali ke bagian hulu. Kecepatan arus ketika pasang berkisar antara 0,28–0,37 m/s (rata-rata 0,34 m/s), sedangkan pada saat surut antara 0,32–0,39 m/s (rata-rata 0,36 m/s).

(49)

delta yang terbentuk akibat bertemunya arus Sungai Barito dengan Sungai Martapura.

4.2.5. Iklim

Secara klimatologi, wilayah perencanaan beriklim tropis dengan klasifikasi tipe iklim A dengan nilai Q= 14,29% (rasio jumlah rata-rata bulan kering dengan bulan basah). Temperatur udara bulanan di wilayah ini rata-rata 26° C–38° C dengan sedikit variasi musiman. Curah hujan tahunan rata-rata mencapai 2.400 mm–3.500 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600 mm–3.500 mm.

Penyinaran matahari rata-rata pada saat musim hujan 2,8 jam/hari dan di musim kemarau 6,5 jam/hari. Kelembaban udara relatif bulanan rata-rata tersebar jatuh pada bulan Januari yaitu ± 74–91% dan terkecil pada bulan September yaitu ± 52%. Evaporasi dari permukaan air bebas karena penyinaran matahari dan pengaruh angin, rata-rata harian sebesar 3,4 mm/hari di musim hujan dan 4,1 mm/hari di musim kemarau. Evaporasi maksimum yang pernah terjadi sebesar 11,4 mm/hari dan minimum 0,2 mm/hari.

4.2.6. Tata Guna lahan

(50)

27

 

Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Banjarmasin Selatan Tahun 2007

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Bangunan dan Halaman 8.131 4,50

2 Persawahan 56.911 31,53

3 Tegalan/Kebun 7.150 3,96

4 Ladang/Huma 10.602 5,87

5 Padang Rumput/Pengembalaan 2.457 1,36

6 Rawa-rawa 43.272 23,97

7 Kolam/Tabat/Empang 512 0,28

8 Lahan Tidak Diusahakan 3.299 1,83

9 Hutan Rakyat 7.136 3,95

10 Hutan Negara 20.139 11,16

11 Perkebunaan 12.630 7,00

12 Lain-lain 8.255 4,57

Jumlah 180.494 100,00

Sumber: Kec. Banjamasin dalam angka 2007

4.2.7. Aspek Kependudukan

4.2.7.1. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk

Menurut Data BPS Kota Banjarmasin data kependudukan, menunjukkan jumlah penduduk tahun 2007 di Banjarmasin Selatan 190.157 jiwa, dengan rata-rata jiwa dalam keluarga 3-5 jiwa. Penduduk dengan 3 jiwa/ keluarga terdapat di Kelayan Selatan dan Kelayan Dalam, sedangkan 5 jiwa/ keluarga terdapat di Pemurus Baru dan Kelayan Tengah. Sedangkan kawasan lainnya 4 jiwa/ keluarga.

4.2.7.2. Kepadatan Penduduk

Kepadatan rata-rata di kawasan perencanaan Banjarmasin Selatan adalah 23.751 jiwa/ km2. persebaran kepadatan pada masing-masing kelurahan rata-rata yang ada dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kepadatan, yaitu :

1. Kawasan dengan kepadatan sangat tinggi diatas rata-rata kepadatan Banjarmasin Selatan, yaitu :

(51)

- Kawasan Murung Raya 24.566 jiwa/ km2.

3. Kawasan dengan kepadatan sedang dibawah rata-rata kepadatan Banjarmasin Selatan, yaitu :

- Kawasan Kelayan Timur 14.292 jiwa/ km2. - Kawasan Pemurus Baru 9.334 jiwa/ km2.

4. Kawasan dengan kepadatan rendah dibawah rata-rata kepadatan Banjarmasin Selatan, yaitu :

- Kawasan Kelayan Selatan 6.158 jiwa/ km2. - Kawasan Pemurus Dalam 5.174 jiwa/ km2. - Kawasan Pekauman 5.809 jiwa/ km2. - Kawasan Tanjung Pagar 2.211 jiwa/ km2. - Kawasan Mantuil 1.4217 jiwa/ km2. 4.2.8. Aspek Transportasi

Ulasan mengenai aspek transportasi di kawasan RDTRK Banjarmasin Selatan meliputi sistem transportasi darat dan sistem transportasi sungai, dengan kondisi sebagai berikut :

A.Transportasi Darat

Sebagai bagian dari sistem jaringan jalan Kota Banjarmasin, di kawasan Kecamatan Banjarmasin Selatan terdapat beberapa jalan utama dengan fungsi arteri maupun kolektor, yaitu terdiri dari jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, dan jalan kolektor sekunder.

B.Transportasi Sungai

(52)

27

 

Dalam usaha untuk melestarikan fungsi sungai yang serba guna yang mengalir di bagian selatan Kota Banjarmasin yang sedang berkembang pesat dan untuk menjaga kelestarian lingkungan secara menyeluruh dan terpadu, maka perlu adanya peraturan dalam penentuan penggunaan lahan daerah sempadan dan penggunaan alur sungai. Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan sehubungan dengan hal diatas adalah Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Sungai. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m sampai dengan 20 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 m dihitung dari tepi sungai waktu ditetapkan.

Prinsip-prinsip penggunaan lahan sempadan dan alur sungai yang terdapat dalam Perda No. 2 Tahun 2007, adalah:

1. Membangun bangunan di bantaran dan sempadan sungai dilarang, kecuali untuk memberikan perlindungan terhadap sungai dan manfaat lainnya yang sifatnya tidak merusak sungai

2. Diatur pembuangan limbah secara tidak langsung, dengan terlebih dahulu dilakukan pengolahan sehingga tidak mencemarkan air sungai

3. Bebas dari adanya pemukiman liar

4. Bebas dari pembuangan sampah ke dalam daerah sempadan sungai

(53)

pribadi/ perorangan) juga dapat dijadikan acuan dalam perencanaan luasan ruang terbuka hijau di perkotaan, khusunya pada tapak.

Selain kebijakan di atas, ada beberapa kebijakan terkait aksesibilitas, yang dapat dilihat pada Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Tepi Air (Dirjen Cipta Karya, 2000), yaitu:

1) Akses berupa jalan kendaraan berada diantara batas terluar dari sempadan tepi air dengan area terbangun.

2) Jarak antara area masuk menuju ruang publik atau tepi air dari jalan raya sekunder atau tersier minimum 300 m.

3) Jaringan jalan terbebas dari area parkir kendaraan roda empat. 4) Lebar minimum pedestrian way disepanjang tepi air adalah 3 m.

Berdasarkan Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan di kawasan Tepi Air (Dirjen Cipta Karya, 2000), kebijakan peruntukan lahan di kawasan tepi air adalah:

1) Peruntukan bangunan diprioritaskan atas jenjang pertimbangan: a) Penggunaan lahan yang bergantung dengan air.

b) Penggunaan lahan yang bergantung dengan adanya air.

c) Penggunaan lahan yang sama sekali tidak berhubungan dengan air. 2) Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pengembangan area publik yaitu

antara 00-150. Sedangkan untuk kemiringan lahan di atas 15% perlu penanganan khusus.

(54)

27

 

3) Orientasi bangunan harus menghadap tepi air dengan mempertimbangkan posisi bangunan terhadap matahari dan arah tiupan angin.

4) Bentuk dan desain bangunan disesuaikan dengan kondisi dan bentuk tepi air serta variabel lainnya yang menentukan penerapannya.

5) Warna bangunan dibatasi pada warna-warna alami.

6) Tampak bangunan didominasi oleh permainan bidang transparan seperti tampilan elemen teras, jendela dan pintu.

7) Fasilitas yang dapat dikembangkan pada area sempadan tepi air berupa taman atau ruang rekreasi adalah area bermain, tempat duduk, atau sarana olah raga.

8) Bangunan yang ada di area sempadan tepi air hanya berupa tempat ibadah, bangunan fasilitas umum (MCK), bangunan penjaga sungai/ pantai, bangunan tanpa dinding dengan luas maksimum 50 m2/unit.

9) Tidak dilakukan pemagaran pada area terbangun. Bila pemagaran diperlukan maka tinggi pagar yang diijinkan maksimum 1 meter dengan menggunakan pagar transparan atau dengan tanaman hidup.

(55)

5.1. Kondisi Tapak

Sungai Kelayan merupakan cabang dari Sungai Martapura yang memiliki pola aliran sungai pasang surut dan merupakan salah satu kategori sungai kecil di kota Banjarmasin. Sungai ini memiliki panjang 4.400 m, lebar 16 m, dan kedalaman 5 m.

Keberadaan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin yang melintas di tengah kota digunakan oleh beberapa wilayah kelurahan sebagai batas wilayah administratif. Kelurahan Kelayan Barat, Kelayan Luar, Kelayan Tengah, Kelayan Dalam, Kelayan Timur, Tanjung Pagar dan Murung Raya adalah kelurahan-kelurahan yang dilalui dan menggunakan Sungai Kelayan sebagai batas wilayah administratif. Penggunaan lahan yang terdapat di sekitar Sungai Kelayan menurut urutan luasan terbesar adalah pemukiman, perniagaan, gedung-gedung umum, pasar dan industri kayu. Pemukiman penduduk berupa rumah panggung yang badan rumahnya mengambil ruang sungai, sehingga secara fisik badan sungai menjadi sempit. Pengunaan lahan untuk perniagaan berupa pasar, warung atau kios-kios, dan pertokoan atau rumah toko.

Keberadaan Sungai Kelayan mempunyai arti penting bagi masyarakat Kelayan, baik sebagai lanskap alami yang masih bertahan di tengah pesatnya pembangunan kota dan sebagai daerah tangkapan air. Vegetasi alami masih ditemui di beberapa titik di tepian sungai. Dalam hal aspek sejarah, Sungai Kelayan merupakan salah satu bagian terpenting bagi perkembangan kota Banjarmasin, yaitu merupakan sarana transportasi air untuk mendukung kegiatan perniagaan pada awal perkembangan kota.

(56)

27

 

oleh pemerintah (Gambar 9). Namun masih banyak juga penduduk yang memanfaatkan air sungai untuk minum ataupun memasak walaupun secara fisik dan fisiologis air sungai sudah tak layak pakai.

Sungai Kelayan ini diapit oleh dua jalan lokal yang menghubungkan kelurahan-kelurahan yang ada di kawasan ini. Untuk menghubungkan kedua jalan tersebut dibuatlah jembatan yang melintasi Sungai Kelayan. Dari hasil pengamatan di tapak, di sepanjang Sungai Kelayan terdapat 4 buah jembatan yang dapat dilalui oleh kendaraan dan 3 jembatan yang hanya dapat dilalui oleh manusia (Gambar 10). Jembatan yang dapat dilalui kendaraan memilki kontruksi dari beton sedangkan untuk jembatan yang hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki terbuat dari pasangan kayu ulin. Jembatan yang dapat dilalui kendaraan terdapat pada Segmen Kelayan Barat-Kelayan Luar, Segmen Kelayan Tengah-Kelayan Dalam dan Segmen Kelayan Timur-Murung Raya. Jembatan yang hanya dapat dilalui pejalan kaki ketiga-tiga terdapat pada Segmen Tanjung Pagar-Murung Raya.

(57)

Pada Gambar 11 diperlihatkan kondisi eksisting tapak dimana pada gambar tersebut didapat informasi mengenai penutupan lahan eksisting yang didominasi oleh ruang terbangun dengan komposisi yang sangat padat.

(a) Jalan lokal (b) Jembatan

(58)

27

 

1 2 3

4

5

(59)

5.2. Aspek Biofisik Sungai Kelayan 5.2.1. Iklim

Iklim adalah gabungan dari keadaan cuaca yang diamati dalam jangka waktu yang lama dan meliputi daerah yang luas. Pengamatan terhadap iklim dalam perencanaan suatu lanskap dilakukan untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi aktivitas di luar ruangan (Brooks, 1988). Dalam studi ini yang menjadi parameter elemen iklim yang dikaji adalah Curah hujan.

Curah hujan tahunan di kawasan perencanan rata-rata mencapai 2.400-3.500 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600–2.400-3.500 mm. Berdasarkan kriteria dan parameter perencanaan lanskap sungai (Soedjoko dan Fandeli, 2009), curah hujan di tapak tergolong sangat bagus (skor 5). Kondisi iklim ini berlaku untuk semua segmen mengingat kondisi iklimnya sama pada masing-masing segmen. Curah hujan yang tinggi merupakan potensi di dalam tapak, karena air hujan adalah salah satu sumber air dalam tapak. Curah hujan menambah ketersediaan air dalam tanah bagi tapak. Perubahan tata guna lahan di sepanjang tepian sungai mempengaruhi kemampuan tanah menyerap dan mengalirkan air hujan. Permukaan berupa perkerasan yang mendominasi kawasan pemukiman menyebabkan berkurangnya tempat peresapan air. Air hujan yang jatuh akan cepat mengalir meninggalkan lahan. Pergerakan cepat ini akan menyebabkan berkurangnya sumber air cadangan dalam tanah dan erosi tepian sungai. Untuk itu struktur/ perkerasan harus dikurangi sehingga tersedia areal bagi peresapan air.

(60)

27

 

5.2.2 Daerah Genangan Banjir

Kawasan ini terletak di bawah permukaan laut rata-rata 0,16 m (dpl) dengan tingkat kemiringan lereng 0–2%. Namun, ketinggian di bawah permukaan laut menyebabkan sebagian besar wilayah pada tapak merupakan rawa tergenang yang sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air.

Secara hidrologi (terutama air permukaan), tapak dikelilingi oleh sungai-sungai besar beserta cabang-cabangnya, mengalir dari arah utara dan timur laut ke arah barat daya dan selatan. Sungai-sungai tersebut mengalir dan membentuk pola aliran mendaun (dendritic drainage patern). Sungai utama yang besar adalah Sungai Barito dengan beberapa cabang utama seperti Sungai Martapura, Sungai Alalak dan sebagainya. Muka air Sungai Barito dan Sungai Martapura dipengaruhi oleh pasang surut Laut Jawa, sehingga mempengaruhi drainase kota dan apabila air laut pasang sebagian wilayah digenangi air. Rendahnya permukaan lahan (–0,16 dpl) menyebabkan air sungai menjadi payau dan asin di musim kemarau, karena terjadi intrusi air laut.

(61)

Tabel 5. Luas Daerah Genangan Banjir Pada Tapak

Sumber: Survey Lapang dan Interpretasi Peta Citra Kota Banjarmasin Tahun 2009

No. Nama Segmen

Luas Total

Daerah Genangan Banjir

Skor

Segmen Kelayan Luar Segmen Kelayan Barat Segmen Kelayan Dalam Segmen Kelayan Tengah Segmen Murung Raya Segmen Kelayan Timur Segmen Tanjung Pagar

(62)

27

 

1 2

3

4

5

(63)

Dari data daerah genangan banjir pada tapak tersebut akan dianalisis dengan cara membandingkannya dengan parameter perencanaan (Soedjoko dan Fandeli, 2009). Dari hasil analisis akan didapat Peta Analisis Daerah Genangan Banjir yang diperlihatkan pada Gambar 13. Pada Gambar 13 diperlihatkan bahwa pada Segmen Kelayan Luar dan Kelayan Barat tergolong sangat kritis (skor 1) sedangkan pada Segmen Kelayan Dalam dan Kelayan Timur tergolong kritis (skor 2). Segmen Kelayan Tengah tergolong sedang (skor 3) dan Tanjung Pagar tergolong bagus (skor 4).

Kondisi kritis terjadi pada saat muka air pasang tertinggi waktunya bersamaan dengan curah hujan maksimum. Aliran air yang terbendung di bagian hilir sungai yang menyebabkan debit air sungai naik dan menyebar ke daerah-daerah resapan, debitnya akan mendapat tambahan dari air hujan. Apabila kondisi daerah resapan tidak mampu lagi menampung air, maka air akan bertambah naik dan meluap ke daerah-daerah permukiman dan jalan. Pada keadaan seperti ini, hampir seluruh tapak terendam air.

Hal ini merupakan kendala yang harus dipecahkan. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah memfungsikan kembali kantong-kantong air yang ada di sekitar tapak dan normalisasi Sungai Pekapuran, melakukan pengerukan dasar sungai, merelokasi rumah-rumah penduduk yang berada di bantaran sungai dan memberlakukan kebijakan yang bertujuan untuk melindungi sungai.

 

 

 

(64)

27

 

1 2

3

4

5

(65)

5.2.2.Penutupan Lahan

Secara umum di masing-masing segmen berdasarkan pengamatan dan identifikasi dengan menggunakan peta citra, penutupan lahan di daerah studi merupakan daerah terbangun yang didominasi oleh pemukiman dengan kerapatan bangunan yang sangat rapat dan sedikit ruang terbuka. Pola penutupan lahan pemukiman dengan KDB tinggi (80-100%) mendominasi pada Segmen Kelayan Luar, Kelayan Barat, Kelayan Dalam, Kelayan Tengah, Kelayan Timur dan Murung Raya. Semakin menjauhi muara tersebut kerapatan bangunan semakin renggang, hal ini dapat dilihat pada Segmen Tanjung Pagar. Penutupan lahan oleh pemukiman di sempadan sungai dapat menyebabkan kualitas lingkungan di sungai menjadi turun, yang akan berimbas pada keberlangsungan kehidupan ekosistem yang ada. Oleh karena itu perlu adanya relokasi terhadap rumah-rumah penduduk dan perbaikan kualitas lingkungan di kawasan sungai.

(66)

27

 

1

2 3

4

5

(67)

Dalam proses analisis dari Peta Penutupan Lahan tersebut akan dihitung luasan lahan yang bervegetasi pada masing-masing segmen. Hal ini dilakukan untuk menentukan nilai Indeks Penutupan Lahan (IPL) pada tapak yang mana untuk rumusan perhitungannya sudah disebutkan dalam metodologi studi. Tabel 6 menjelaskan komposisi luasan lahan bervegetasi pada masing-masing segmen beserta persentase Indeks Penutupan Lahan (IPL).

Tabel 6. Penutupan Lahan di Tapak Tahun 2009

Sumber: Interpretasi Peta Citra Kota Banjarmasin Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa IPL tertinggi yakni 32,18% yang terdapat pada Segmen Tanjung Pagar. Hal ini mengindikasikan bahwa berdasarkan analisis penggunaan lahan yang di bandingkan dengan parameter dalam penskalaan kualitatas, indikator dan parameter perencanaan lanskap sungai pada segmen ini tergolong sedang (skor 3). Sedangkan IPL terendah terdapat pada Segmen Kelayan Barat, dimana tergolong kritis (skor 2). Gambar 15 mengilustrasikan peta analisis penutupan lahan pada tapak.

No Nama Segmen Luas

Segmen Kelayan Luar Segmen Kelayan Barat Segmen Kelayan Dalam Segmen Kelayan Tengah Segmen Murung Raya Segmen Kelayan Timur Segmen Tanjung Pagar

(68)

27

 

 

1 2

3

4

5

(69)

5.2.3. Satwa

Satwa liar di sekitar Sungai Kelayan sangat jarang ditemui. Satwa liar yang dijumpai di sungai berdasarkan pengamatan lapang dan wawancara dengan penduduk sekitar misalnya beberapa jenis ikan yaitu ikan lele, sapu-sapu, patin, gabus, wader, sepat dan beberapa jenis serangga (belalang dan capung) serta ular air. Satwa di lingkungan selain sungai umumnya merupakan satwa budidaya seperti bermacam-macam jenis burung (jalak, merpati, kakak tua, elang putih dan parkit), anjing, kucing dan ayam. Keberadaan satwa perairan di tapak ini tergolong sedang. Hal ini perlu dijaga dan dikembangkan habitat-habitatnya agar keberadaan satwa perairan ini tetap lestari dan berkembang biak.

Keberadaan unsur air merupakan potensi bagi habitat satwa, terutama burung dan satwa-satwa air lainnya. Burung adalah salah satu satwa yang dapat hidup berdampingan dengan manusia di kota. Introduksi jenis burung yang sesuai dengan kondisi di tapak juga dapat dilakukan untuk menembah keanekaragaman hayati pada tapak. Keberadaan satwa-satwa ini harus dipertahan dan terus ditingkatkan untuk menjaga keanekaragaman hayati yang ada di tapak. Usaha-usaha yang dapat dilakukan diantaranya adalah mempertahankan atau menyediakan habitat burung, penataan tata hijau diarahkan pada penyediaan vegetasi tempat hidup atau sumber makanan satwa tersebut.

(70)

27

 

5.2.4. Vegetasi

Berdasarkan pengamatan di lapang, vegetasi yang ditemui di tepian Sungai Kelayan tergolong kritis. Vegetasi alami yang hidup di tepian sungai hanya di temukan di beberapa titik lokasi yang keberadaannya juga tidak terlalu banyak seperti yang terlihat pada peta kontinyuitas vegetasi. Hal ini dikarenakan terjadi okupasi sempadan dan badan sungai untuk dijadikan rumah. Sempadan yang dulunya ditanami tanaman sebagai sabuk hijau sungai, seiring dengan tingkat urbanisasi yang tinggi akhirnya sempadan sungai tersebut berubah menjadi bangunan rumah yang kualitas visualnya sangat rendah. Tabel 7 menunjukan jenis vegetasi yang terdapat di tapak. Peta kontinyuitas vegetasi dapat dilihat pada Gambar 16. Tabel 8 menunjukkan luasan area vegetasi pada masing-masing segmen.

Tabel 7. Daftar Nama Vegetasi yang Berada di Tapak

(71)

1 2

3

4

(72)

27

 

Tabel 8. Luasan Penutupan Lahan oleh Vegetasi

Sumber: Interpretasi Peta Citra Kota Banjarmasin Tahun 2009

Vegetasi di tepian sungai merupakan potensi yang perlu dipertahankan karena mempunyai fungsi antara lain (Adriana, 1992):

1. Pengaman bantaran sungai

2. Penyejuk udara sekitar karena vegetasi tersebut menurunkan suhu panas di siang hari

3. Pengarah angin sistem koridor yang berhembus di atas sungai 4. Habitat satwa liar perkotaan.

Di kawasan pemukiman yang didominasi oleh rumah dan perkerasan jarang ditemui vegetasi alami. Vegetasi yang sering dijumpai adalah vegetasi budidaya terutama jenis tanaman hias. Suhu yang panas di siang hari di kawasan pemukiman antara lain disebabkan karena kurangnya vegetasi, hal ini merupakan kendala bagi tapak yang mana hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengguna tapak.

Di dalam peta kontinyuitas vegetasi diperlihatkan bahwa jumlah area No. Nama Segmen

Ruang Terbuka Hijau Luas Total

Segmen Kelayan Luar Segmen Kelayan Barat Segmen Kelayan Dalam Segmen Kelayan Tengah Segmen Murung Raya Segmen Kelayan Timur Segmen Tanjung Pagar

(73)

1 2

3

Gambar

Gambar 2. Lokasi Studi
Tabel 2. Luasan Area  Pada Masing-Masing Segmen
Tabel 3. Indikator dan Parameter Perencanaan Lanskap Sungai
Gambar 7 . Peta Administrasi Kecamatan Banjarmasin Selatan Sumber: RTDRK Banjarmasin Selatan, 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

: Perencanaan Interpretasi Ungkungan untuk Ekoturisme di Kawasan WlSata Loksado Kabupaten Hulu Sungai.. Selatan Provinsi Kalimantan Selatan

Dengan demikian sungai sebagai jalur transportasi juga memberikan efek positif bagi para warga yang tinggal di atas sungai, yaitu efek ekonomis dan juga sosial.. Efek

Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) bidang kesehatan untuk anak usia 0-6 tahun di Kelurahan Kelayan Timur Kecamatan Banjarmasin Selatan Kota Banjarmasin secara umum

Konsep Perencanaan Riparian Konsep dasar perencanaan lanskap riparian Sungai Martapura adalah untuk revitalisasi fungsi riparian Su- ngai Martapura dan peningkatkan

Dari lima kecamatan yang ada di Kota Banjarmasin yaitu Banjarmasin Barat, Banjarmasin Timur, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin Utara dan Banjarmasin Selatan semua wilayah

Waterfront sungai atau kanal di dalam kota disamping berfungsi sebagai kawasan saluran utama pengendali banjir dan saluran pembuangan limbah air kotor bagi penduduknya, juga

Infrastruktur yang dibangun dari hasil perencanaan berfungsi secara baik beroperasional sebesar 78,38% KESIMPULAN Pada penelitian evaluasi ruang bantaran sungai pasca penataan

Konflik Pembebasan Lahan Menurut Hassan Wardi, Kepala Urusan Pemerintahan Kecamatan Banjarmasin Selatan, dampak negatif yang terjadi dari perubahan jalur transportasi sungai ke darat