• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

POPULASI KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus

Williams & Granara de Willink (HEMIPTERA:

PSEUDOCOCCIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA

TANAMAN PEPAYA DI KECAMATAN DRAMAGA DAN

RANCABUNGUR, KABUPATEN BOGOR

AISAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

AISAH. Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh PUDJIANTO dan DEWI SARTIAMI.

Kutu putih pepaya P. marginatus adalah hama penting di Indonesia yang memiliki daya rusak tinggi. Di tempat asalnya, populasi hama P. marginatus dapat dikendalikan oleh berbagai jenis musuh alaminya. Keberadaan musuh alami sangat penting untuk mengendalikan kutu putih pepaya. Namun, pemanfaatan musuh alami saat ini belum pernah diterapkan di lapangan, karena informasi mengenai musuh alami kutu putih pepaya masih sedikit. Oleh karena itu pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui populasi kutu putih pepaya dan musuh alaminya perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi kutu putih pepaya dan musuh alaminya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan Desa Babakan, Desa Cikarawang, dan Desa Caringin di Kecamatan Dramaga, serta Desa Rancabungur dan Desa Pasir Gaok di Kecamatan Rancabungur dilakukan secara acak. Sampel di Kecamatan Dramaga diambil dari tanaman pepaya di pekarangan. Sampel tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur diambil dari tanaman kebun yang dilakukan dengan pola diagonal. Daun pepaya yang diamati adalah daun nomor 4 yang dihitung dari bawah. Penghitungan populasi kutu putih pepaya dan musuh alaminya dilakukan di laboratorium. Jumlah populasi kutu putih pepaya ditemukan lebih banyak pada tanaman pepaya di Kecamatan Dramaga. Musuh alami yang ditemukan di lapangan adalah Acerophagus papayae, parasitoid famili Encyrtidae, dan kumbang Cryptolaemus montrouzieri. Selain parasitoid dan predator, ditemukan pula cendawan Entomophthorales yang menyerang kutu putih dan serangga hiperparasitoid yang menyerang Acerophagus papayae.

(3)

POPULASI KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus

Williams & Granara de Willink (HEMIPTERA:

PSEUDOCOCCIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA

TANAMAN PEPAYA DI KECAMATAN DRAMAGA DAN

RANCABUNGUR, KABUPATEN BOGOR

AISAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor

Nama : Aisah NIM : A34060711 Program Studi : Proteksi Tanaman

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir. Pudjianto, M. Si. Dra. Dewi Sartiami, M. Si NIP. 19580825 198503 1 002

Diketahui Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M. Si.

Tanggal Lulus :

NIP. 19641204 199103 2 001

(5)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul ”Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya Pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Oktober 2011, bertempat di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, serta di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dana penelitian berasal dari dana pribadi.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M. Si. dan Dra. Dewi Sartiami, M. Si., selaku dosen pembimbing dan Dr. Ir. Widodo, M. Si., selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu yang bermanfaat. Dr. Ir Abdul Muin Adnan, M. Si., selaku pembimbing akademik dan Ir. Djoko Prijono M.Agr.Sc. atas saran dalam perbaikan penulisan skripsi. Kepada Dr. Ir. Irmansyah, M. Si., selaku Kepala BPA Asrama TPB IPB yang telah memberikan semangat dan kasih sayangnya selama penulis tinggal di Asrama Putri TPB IPB. Terima kasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda Mansyur dan Ibunda Yayah tercinta, kakak (Iis Hasanah, Memed, Euis Hanipah, Rudiyanto, Rahmat, Ina, Lina, M. Faizin, Yakub, Rahmah, Suryadi, dan Idris) dan adik ‘Akayang telah memberikan semangat, do’a, cinta, dan kasih sayangnya.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Mba Nita, Novicha Sofriani, Fitri Kemala Sandra, Weny Rosmaya, Indri Ahdiaty, Didah faridah, Susi Sutardi, Aria Yudan Tara, Eka Praditya Juniar, Dhyaudzdzikrillah, Seztifa Miyasiwi, Dian Hermawati, Yusnia Purwaningrum, Nisrina Kharisma, Neneng, Noni Khusnayati, Elvira N., Rosyidamayanti, Arifah Rizqiani, Syafitri Hidayati, Yeni Rahma W., Lindasari, Anriani, Aslimah, Wulan, Ita Nita Amalia, Andi Rusmia S., Erri Dwi H., Febri Subhan, Diki Septerian, Bayu Candra W., Jenal, Heru, M. Habibullah, Kusmanto, M. Majid, M. Yusuf, Aminudi, Hasan, keluarga besar Senior Resident Asrama Putri TPB IPB, teman-teman Departemen Proteksi Tanaman Angkatan 43, teman-teman Rumah Cahaya (Agista, Ana, Ayu, Dhani, Dita, Fatimah, Feni, Ical, Susi, Nana, Risti, mba Munzilah, dan mba Luluk), mahasiswi lorong 8 dan 9 Asrama Putri TPB IPB Angkatan 47, serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, nasihat, motivasi, dan pengalaman terindah yang tidak akan pernah penulis lupakan.

Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1988 sebagai putri ke delapan dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Mansyur dan Ibu Yayah. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 43 Jakarta.

Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007, setelah menjalani masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman (PTN) Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa, penulis memiliki pengalaman menjadi asisten praktikum pada matakuliah Pendidikan Agama Islam pada 3 semester berturut-turut (semester genap 2008/2009, semester ganjil 2009, dan semester genap 2009/2010) dan pada matakuliah Dasar-dasar Proteksi Tanaman pada semester genap 2009/2010.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota dan pengurus KAMMI IZUDDIN AL QASSAM periode 2007-2008, LDF FKRD-A pada periode 2007-2008, dan sebagai Senior Resident Asrama TPB IPB pada periode 2009-2010. Penulis pernah menjadi panitia pada kegiatan Masa Perkenalan Departemen (MPD) Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB tahun 2008, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Pertanian IPB tahun 2008, Field Trip Mahasiswa

(7)

DAFTAR ISI

Persentase Serangan Paracoccus marginatus………..……… 21

Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus………... 23

Musuh Alami Paracoccus marginatus ……… 25

Parasitoid Acerophagus papayae ……… 25

Parasitoid Lain ……… 27

Kumbang Cryptolaemus montrouzieri ……… 27

(8)

Halaman

KESIMPULAN ………... 29

DAFTAR PUSTAKA ………... 30

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1 Persentase tanaman yang terserang kutu putih pepaya di

Kecamatan Dramaga dan Rancabungur..……….. 21

2 Rata-rata persentase daun yang terserang kutu putih pepaya di

Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Rancabungur..…………... 21

3 Rata-rata populasi kutu putih pepaya P. marginatus pada

tanaman pepaya di Kecamatan Dramaga..……… 23

4 Rata-rata populasi kutu putih pepaya P. marginatus pada

tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur..………. 23

5 Rata-rata populasi kutu putih pepaya pada beberapa umur

tanaman di Kecamatan Dramaga..……… 24

6 Rata-rata populasi kutu putih pepaya pada varietas California,

Bangkok, dan Taiwan di Kecamatan Dramaga..……….. 24

7 Rata-rata populasi musuh alami yang ditemukan di Kecamatan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Imago Paracoccus marginatus .……….. 5

2 Siklus hidup Paracoccus marginatus …………..………... 6

3 Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan Paracoccus marginatus pada daun papaya ….... 7 4 Imago kumbang Cryptolaemus montrouzieri ..……… 11

5 Alat yang digunakan dalam penelitian ………... 13

6 Pola diagonal untuk penarikan contoh pada kebun pepaya di Kecamatan Rancabungur ... 15

7 Lahan pepaya di Desa Rancabungur Kecamatan Rancabungur ………... 19

8 Lahan pepaya di Desa Pasir Gaok Kecamatan Rancabungur …. 20 9 Serangan hama kutu putih pepaya ……….. 22

10 Parasitoid A. papayae……….…... 26

11 Imago Encyrtidae ... 27

12 Imago hiperparasitoid ... 27

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Curah hujan harian bulan Juni hingga Oktober di Kecamatan

Dramaga ……….. 34

2 Curah hujan harian bulan Juni hingga Oktober di Kecamatan

Rancabungur ………

(12)

Latar Belakang

Pepaya (Carica pepaya L.) merupakan salah satu komoditas buah yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis dan menyegarkan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), dari data Direktorat Jendral Bina Hortikultura, produksi pepaya selama lima tahun terakhir ini termasuk dalam kelompok tiga besar produksi buah-buahan setelah mangga dan jeruk.

Selama masa pertumbuhannya tanaman pepaya banyak mendapatkan gangguan, baik hama maupun penyakit tanaman yang dapat menurunkan produksinya. Hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia adalah kutu putih pepaya Paracoccus marginatus William & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Sejak ditemukan pertama kali pada bulan Mei tahun 2008 di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, hama ini telah menyebar ke berbagai sentra produksi pepaya di Indonesia (Rauf 2008; 2009).

Kutu putih pepaya adalah hama polifag dan paling banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman pepaya. Selain pada tanaman pepaya, hama ini menimbulkan kerusakan berat pada tanaman kamboja, kembang sepatu, dan ubi kayu (Walker et al. 2003). Secara umum, tumbuhan inang P. marginatus meliputi anggota famili Acanthaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Arecaceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Lauraceae, Malpighiaceae, Malvaceae, Poaceae, Polygonaceae, Rubiaceae, Rutaceae, Solanaceae, Sterculiaceae, dan Verbenaceae (Ben-Dov 2010).

(13)

dan kelimpahan kutu putih pepaya. Temperatur dapat mempengaruhi perkembangan serangga, dinamika populasi hama dan musuh alaminya (Huffaker et al. 1999). Keberadaan musuh alami sangat penting untuk mengendalikan kutu putih pepaya. Namun, pemanfaatan musuh alami saat ini belum pernah diterapkan di lapangan karena informasi mengenai populasi dan musuh alaminya masih sedikit. Pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui populasi kutu putih pepaya dan musuh alaminya masih perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui populasi kutu putih pepaya P. marginatus dan musuh alaminya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Daerah Persebaran

Kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink merupakan hama yang berasal dari Meksiko. Kutu putih pepaya pertama kali dikoleksi di Meksiko pada tahun 1955 dan dideskripsikan pada tahun 1992 oleh Williams dan Granara de Willink (Muniappan et al. 2008). Sejak tahun 1992 hingga 2000, hama tersebut telah menyebar ke Amerika Tengah, Kepulauan Karibia, Florida, dan Amerika Selatan tropis. Hama tersebut ditemukan telah berkembang di wilayah Pasifik antara lain di Guam pada tahun 2002, di Republik Palau pada tahun 2003, dan di Kepulauan Hawaii pada tahun 2004 (Walker et al. 2003; Tanwar et al. 2010).

Kutu putih pepaya telah dilaporkan menyebar di Asia Tenggara dan Selatan antara tahun 2007 dan 2010. Pada tahun 2007, hama tersebut telah ditemukan di India (Tanwar et al. 2010). Pada tahun 2008, hama tersebut dilaporkan ditemukan pertama kali di Indonesia, tepatnya di Kebun Raya Bogor pada bulan Mei (Muniappan et al. 2008). Pada tahun 2010, hama tersebut ditemukan di Kamboja, Thailand, dan Filipina (Muniappan 2010).

Menurut Sartiami et al. (2009a) pertanaman pepaya di Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tangerang, termasuk Propinsi DKI Jakarta telah terinfestasi hama kutu putih pepaya. Sementara itu, dua kabupaten di sekitar Bogor yang belum terinfestasi hama tersebut adalah Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Lebak.

Kisaran Inang

(15)

(kangkung-kangkungan), Myrtaceae (jambu-jambuan), Moraceae, Rubiaceae, dan Apocynaceae (Sartiami et al. 2009a).

Selain menyerang tanaman pertanian, kutu putih pepaya juga menyerang gulma, yaitu Abutilon indicum, Achyranthus aspera, Cleome viscosa, Commelina benghalensis, Convolvulus arvensis, Euphorbia hirta, Phyllanthus niruri, Leucas aspera, Ocimum sanctum, Parthenium hysterophorus, Tridax procumbens, Trianthema portulacastrum, dan Canthium inerme (Tanwar et al. 2010).

Morfologi

Kutu putih pepaya memilliki telur berwarna kuning kehijauan di dalam kantung telur (ovisac) yang panjangnya dua kali lipat atau lebih daripada panjang tubuhnya. Keseluruhan kantung telur ditutupi oleh lilin putih (Miller & Miller 2002).

Nimfa kutu putih pepaya instar pertama disebut crawler dan belum dapat dibedakan jenis kelaminnya. Panjang tubuh nimfa instar pertama adalah rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,2 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm (Miller & Miller 2002).

Nimfa kutu putih pepaya instar kedua sudah dapat dibedakan jenis kelaminnya dengan melihat warna tubuhnya. Nimfa instar dua jantan tubuhnya berwarna merah muda, sedangkan yang betina berwarna kuning. Kutu putih pepaya instar kedua memiliki panjang tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,5-0,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm (Miller & Miller 2002).

Kutu putih pepaya instar ketiga betina memiliki panjang rata-rata 1,1 mm dengan kisaran 0,7-1,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,3-1,1 mm (Miller & Miller 2002). Secara umum kutu putih pepaya instar ketiga betina ukuran tubuhnya lebih besar dan lebih lebar dibandingkan dengan yang jantan (Friamsa 2009).

Imago betina memiliki permukaan tubuh yang dilapisi oleh lilin putih tipis, memiliki rangkaian filamen lilin di sekitar tepi tubuh bagian posterior yang berukuran 1/4 kali panjang tubuhnya dan tidak memiliki sayap (Gambar 1A).

(16)

lebar tubuh rata-rata 1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm (Miller & Miller 2002). Imago betina biasanya meletakkan 100-600 telur dalam satu kantung telur (ovisac). Peletakan telur biasanya berlangsung dalam 10 hari, dan pada hari kesepuluh nimfa instar satu atau crawler sudah mulai aktif mencari makan (Walker et al. 2003).

Imago jantan berwarna merah muda, terutama pada masa pra pupa dan pupa, sedangkan pada saat instar pertama dan kedua berwarna kuning. Panjang tubuh imago jantan rata-rata 0,6 mm dengan kisaran 0,5-1,0 mm dan lebar tubuh 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,6 mm (Gambar 1B). Imago jantan memiliki antena dengan 10 segmen, aedagus terlihat jelas, memiliki sejumlah pori lateral dan sayap berkembang dengan baik (Miller & Miller 2002).

A B

Gambar 1 Imago Paracoccus marginatus (A, betina; B, jantan; Sumber: Walker et al. 2003)

Siklus Hidup

(17)

tidak memiliki sayap. Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan satu generasi adalah sekitar satu bulan dan bergantung pada temperatur. Kutu putih pepaya jantan mengalami metamorfosis holometabola (metamorfosis sempurna), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama, instar kedua, instar ketiga yang disebut prapupa, dan instar keempat berupa pupa, dan stadium imago yang memiliki sepasang sayap (Tanwar et al. 2010).

Gambar 2 Siklus hidup Paracoccus marginatus (Sumber: Tanwar et al. 2010)

Gejala Kerusakan

(18)

pepaya mengakibatkan bunga dan buah pepaya gugur sebelum waktunya. Selain menyebabkan kerusakan pada daun, batang, buah, dan bunga, kutu putih pepaya menghasilkan embun madu yang dapat memicu tumbuhnya cendawan jelaga. Cendawan jelaga tumbuh dan berkembang menutupi permukaan daun sehingga menghambat proses fotosintesis (Miller & Miller 2002; Muniappan et al. 2010).

Gambar 3 Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan Paracoccus marginatus pada daun papaya (Sumber: Walker et al. 2003)

Musuh Alami Paracoccus marginatus

Menurut Muniappan et al. (2006), musuh alami untuk kutu putih pepaya di daerah asalnya di Meksiko adalah Acerophagus papayae Noyes and Schauff, Anagyrus loecki Noyes and Menezes, Pseudoleptomastix mexicana Noyes and Schauff. Coccinellid predator yang digunakan untuk mengendalikan kutu putih adalah Cryptolaemus montrouzieri (Coleoptera: Coccinellidae).

(19)

Eulophidae. Predator yang ditemukan dari wilayah Bogor sama dengan yang ditemukan di Sukabumi yaitu Scymnus sp., Curinus coeruleus, Chilocorus sp. dan Cryptolaemus montrouzieri.

Selain parasitoid dan predator, ditemukan juga cendawan yang menyerang kutu putih pepaya. Cendawan yang ditemukan menginfeksi kutu putih pepaya merupakan cendawan Ordo Entomophthorales (Keller dan Petrini 2007; Sartiami et al. 2009a).

Acerophagus pepayae Noyes & Schauff

Parasitoid Acerophagus pepayae Noyes & Schauff termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera, Super Famili Chalcidoidea dan Famili Encyrtidae. Parasitoid A. papayae dinamai berdasarkan inang kutu putih tersebut yaitu tanaman pepaya. Parasitoid ini awalnya ditemukan pada P. marginatus di Meksiko dan dideskripsikan untuk pertama kalinya oleh Noyes dan Schauff (2003).

Menurut Amarasekare (2007), parasitoid A. papayae dapat berkembang pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua, instar ketiga betina, dan imago betina kutu putih pepaya. Tidak ada keturunan parasitoid yang muncul pada nimfa instar pertama kutu putih pepaya. Parasitoid menyeleksi instar nimfa kutu putih pepaya pada saat melakukan oviposisi ketika parasitoid diberikan pilihan. Tingkat parasitisasi A. papayae tertinggi terjadi pada nimfa kutu putih instar kedua.

Imago A. papayae secara umum berwarna oranye pucat dengan sayap yang transparan. Parasitoid A. papayae memiliki tipe telur encyrtiform, tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa eksarata. Persentase kemunculan tertinggi imago parasitoid A. papayae, baik betina, jantan maupun keduanya yaitu pada kisaran jam 06.00-09.00 dengan nilai persentase lebih dari 85 %. Lama hidup imago betina yang diberi madu yaitu 7,55 hari dan lama hidup imago jantan yaitu 7,25. Lama hidup imago betina dan jantan yang dipelihara tanpa madu berkisar antara 1-3 hari (Sutardi 2011). Siklus hidup A. papayae berkisar antara 13-15 hari dengan siklus hidup parasitoid jantan yang lebih pendek bila dibandingkan dengan siklus hidup parasitoid betina (Amarasekare 2007).

(20)

ruas (skapus, pedisel, 5 ruas funikel, dan 3 ruas klava) yang menggada pada ujungnya, sedangkan imago jantan 8 ruas (skapus, pedisel, 5 ruas funikel, dan klava yang tidak beruas). Abdomen imago betina umumnya mempunyai warna yang lebih terang, sedangkan imago jantan berwarna lebih gelap pada bagian dorsal tubuhnya. Alat kelamin imago parasitoid dibedakan dengan adanya ovipositor pada imago betina di bagian ventral ujung abdomennya, sedangkan imago jantan tidak (Sutardi 2011). Imago betina A. papayae memiliki ukuran tubuh 0,85 mm, sedangkan imago jantan memiliki ukuran yang lebih kecil dari imago betina yaitu 0,44-0,66 mm (Noyes dan Schauff 2003).

Parasitoid A. papayae merupakan serangga asli Meksiko, diperkenalkan sebagai pengendali hayati kutu putih pepaya ke berbagai negara termasuk USA (Florida, Peurto Riko, Hawaii), Palau, Sri Lanka, dan lain-lain. Secara tidak sengaja parasitoid ini dimasukkan dan menetap di Maldives Asia Selatan. Telah dilaporkan juga bahwa secara tidak sengaja parasitoid ini masuk dan menetap di Bogor, Indonesia. Parasitoid ini diperkenalkan di India dan dilepas di lapangan pada bulan Juli 2010 setelah dikarantina di Andhra Pradesh, Karnataka, Kerala, Tamil Nadu, Maharashtra, dan Tripura (Muniappan 2010).

Anagyrus loecki Noyes & Menezes

(21)

Dominika dan Peurto Rico dan dilaporkan bahwa A. loecki telah menurunkan populasi kutu putih pepaya sebanyak 97% (Noyes 2000).

Pseudleptomastrix mexicana Noyes & Schauff

Parasitoid Pseudleptomastrix mexicana Noyes & Schauff merupakan parasitoid yang berasal dari Ordo Hymenoptera dan famili Encyrtidae. Imago betina P. mexicana memiliki tubuh dengan ukuran 1 mm, sedangkan imago jantan memiliki tubuh dengan ukuran antara 0,6-0,85 mm. Imago jantan maupun betina parasitoid P. mexicana memiliki tubuh berwarna coklat kehitaman hingga hitam mengkilat dan tegula berwarna krem hingga kekuningan. Di negara asalnya, inang parasitoid P. mexicana adalah P. marginatus. Parasitoid P. mexicana lebih menyukai inang P. marginatus nimfa instar dua. Penyebaran parasitoid P. mexicana telah dilakukan ke beberapa negara, antara lain Costa Rica, Meksiko, Amerika Serikat (Florida), Republik Kepulauan Palau, Hawaii, Sri Lanka, dan India (Amarasekare 2007).

Cryptolaemus montrouzieri Mulsant

Kumbang Cryptolaemus montrouzieri adalah kumbang predator yang berasal dari Ordo Coleoptera dan Famili Coccinellidae. Tidak seperti kumbang lainnya, kumbang ini hidup tidak berkelompok. Kumbang C. montrouzieri memiliki tubuh berwarna hitam mengkilap dengan kepala berwarna jingga tidak mengkilap (Gambar 4). Kumbang C. montrouzieri merupakan serangga yang menguntungkan karena dapat memakan hama seperti kutu putih. Beberapa hama yang menjadi mangsa kumbang C. montrouzieri adalah Planacoccus citri, Pseudococcus comstocki, P. obscurus, Phenacoccus solenopsis, P. gossypii, dan P. longispinus (Kalshoven 1981).

(22)

Gambar 4 Imago kumbang Cryptolaemus montrouzieri (Sumber: Tanwar et al. 2010)

Scymnus spp.

Kumbang Scymnus spp. merupakan predator dari Ordo Coleoptera famili Coccinellidae. Scymnus spp. merupakan kumbang predator pada beberapa kutu tanaman atau serangga lain yang lebih kecil. Kumbang tersebut memiliki tubuh dengan panjang kurang dari 2 mm (Kalshoven 1981).

Curinus coeruleus Mulsant

(23)

Chilocorus sp.

Kumbang Chilocorus sp. merupakan kumbang predator dari Ordo Coleoptera, famili Coccinellidae. Kumbang Chilocorus sp. memiliki panjang sekitar 5 mm dengan siklus hidup antara empat sampai delapan pekan. Kumbang Chilocorus sp. lebih suka pada lingkungan yang terlindungi dari panas yang ekstrim, kelembaban udara rendah, bebas debu, dan bebas pestisida (Crawford 2011).

Cendawan Entomophtorales

Ordo Entomophthorales termasuk ke dalam kelas Zygomycetes. Bagian terpenting dari cendawan Entomophthorales adalah kemampuannya dalam menyebabkan epizootics (menginfeksi banyak hewan atau serangga pada satu daerah dalam waktu bersamaan secara cepat) dan mengurangi populasi serangga pada inang dalam waktu singkat. Oleh karena itu, jenis cendawan ini sangat penting sebagai musuh alami dan efisien dalam mengendalikan serangga yang menyerang tanaman inang. Fakta yang ada menyebutkan bahwa ada sekitar 70 jenis cendawan yang telah dilaporkan menjadi musuh alami pada serangga hama dan tungau (Humber 1989).

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di dua kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Dramaga (Desa Darmaga, Desa Cikarawang, dan Desa Ciherang) dan Kecamatan Rancabungur (Desa Rancabungur dan Desa Pasir Gaok). Identifikasi dan penghitungan dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Juli sampai Oktober 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah madu 40% dan alkohol 70 %. Alat yang digunakan adalah kantung plastik bening dengan ukuran panjang 59 cm dan lebar 39 cm, tabung reaksi diameter 1,2 cm dan panjang 10 cm, cawan petri diameter 9 cm, karet, gunting, jarum mikro, mikroskop binokuler, mikroskop Compound, GPS (Global Positioning System) tipe Garmin, stiker label, hand counter dan kamera digital (Gambar 5).

(25)

Metode Penelitian

Daerah pengambilan sampel terletak di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur. Sampel tanaman pepaya di Kecamatan Dramaga berasal dari tanaman pekarangan. Sampel tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur diambil dari kebun pepaya. Pengambilan sampel kutu putih dilakukan di Desa Cikarawang, Babakan, dan Ciherang yang terletak di Kecamatan Dramaga, serta di Desa Rancabungur dan Pasir Gaok yang terletak di Kecamatan Rancabungur.

Jumlah tanaman pepaya yang diamati di Kecamatan Dramaga sebanyak 36 tanaman, yang terdiri dari 20 tanaman varietas Callina, 3 tanaman varietas Taiwan, dan 13 tanaman varietas Bangkok. Jumlah kebun yang diamati sebagai sampel penelitian di Kecamatan Rancabungur adalah 6 kebun yang terdiri dari 3 kebun dari Desa Rancabungur dan 3 kebun dari Desa Pasir Gaok.

Pengambilan sampel di Kecamatan Rancabungur dilakukan pada tanaman pepaya yang berada di kebun pepaya dengan menggunakan pola diagonal (Gambar 6). Kriteria kebun adalah jumlah tanaman pepaya yang ditanam minimal 30 tanaman. Jumlah tanaman inang yang diamati adalah 10% dari total populasi tanaman inang dengan harapan tingkat kesalahan pengamatan yang masih ditoleransi sampai 10%, tingkat kepercayaan 75% sampai 90 % (Krebs 1989), yang terbagi dalam 5 petak contoh.

Sebelum kegiatan pengumpulan sampel kutu putih pepaya dilakukan, terlebih dahulu digunakan GPS untuk mengetahui ketinggian dan ordinat lokasi pengambilan sampel. Persentase serangan kutu putih pada tanaman dihitung dengan cara menghitung jumlah tanaman yang terserang kutu putih pepaya dibagi dengan jumlah tanaman yang diamati.

Untuk menghitung persentase serangan kutu putih pepaya pada daun adalah dengan menghitung jumlah daun yang terserang kutu putih pepaya yang dibagi dengan total jumlah daun pepaya pada tanaman tersebut. Daun yang diamati adalah seluruh daun dari tanaman pepaya, dari daun muda sampai daun tua. Daun yang hanya terserang satu telur atau nimfa sudah dianggap terserang oleh kutu putih.

(26)

kemudian dimasukkan ke dalam plastik transparan. Penghitungan populasi nimfa dan pupa dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat hitung tangan dan mikroskop binokuler.

Pengamatan parasitoid dimulai dengan mengumpulkan nimfa kutu putih yang terparasit di lapang. Di laboratorium, nimfa terparasit selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipelihara sampai menjadi imago. Imago dimatikan dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi alkohol 70%, kemudian diidentifikasi. Pengamatan musuh alami predator dilakukan dengan memelihara predator tersebut sehingga menjadi imago yang selanjutnya diidentifikasi di laboratorium.

Gambar 6 Pola diagonal untuk penarikan contoh pada kebun pepaya diKecamatan Rancabungur

Keterangan

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis lokasi penelitian berada di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, pada ketinggian sekitar 159-221 m dpl (di atas permukaan laut).

Data dari BMKG Bogor memperlihatkan bahwa intensitas curah hujan harian rata-rata pada bulan Juni 2011 di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur masing-masing adalah 9,15 mm/hari dan 4,8 mm/hari. Pada bulan Juli 2011 curah hujan harian rata-rata di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur adalah 6,5 mm/hari dan 5,06 mm/hari. Pada bulan Agustus 2011 curah hujan harian rata-rata di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur adalah 4,57 mm/hari dan 2,35 mm/hari. Pada bulan September 2011 curah hujan harian rata-rata di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur adalah 3,53. mm/hari dan 5,03 mm/hari. Pada bulan Oktober 2011 curah hujan harian rata-rata di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur adalah 8,25 mm/hari dan 8 mm/hari (Lampiran Tabel 1 dan Lampiran Tabel 2). Bulan Juni sampai Agustus untuk daerah Bogor dan sekitarnya merupakan akhir musim kemarau.

Lahan Pepaya di Kecamatan Dramaga

Tanaman pepaya yang diamati di Kecamatan Dramaga terletak di Desa Babakan, Desa Cikarawang, dan Desa Ciherang yang merupakan tanaman pekarangan karena di ketiga desa tersebut tidak ditemukan kebun pepaya. Tanaman pepaya yang diamati terdiri dari varietas Callina, Taiwan dan Bangkok. Tanaman pepaya yang tumbuh di pekarangan dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya. Apabila tanaman pepaya tersebut berbuah, biasanya buahnya diambil untuk konsumsi pribadi.

(28)

dibandingkan Bangkok dan Taiwan adalah permukaan daunnya lebih kasar, ukuran buahnya lebih kecil, dan kulit buah berwarna jingga kekuningan. Ciri khas tanaman pepaya Taiwan dibandingkan Bangkok dan Callina adalah tinggi tanaman kurang dari 2 meter dan ukuran daunnya lebih lebar dan besar.

Lahan Pepaya di Kecamatan Rancabungur

Tanaman pepaya yang diamati di Kecamatan Rancabungur terletak di Desa Rancabungur dan Pasir Gaok, yang merupakan tanaman di kebun pepaya. Tanaman pepaya yang diamati terdiri dari varietas Callina. Pemeliharaan dilakukan dengan sanitasi, pemupukan, dan pemberian pestisida pada tanaman pepaya.

Pada lahan pertama desa Rancabungur, tanaman pepaya yang diamati adalah varietas Callina umur 24 bulan, dengan luas 320 m2, jarak tanam 2 m x 2 m, dan populasi 80 tanaman. Pepaya ditanam secara tumpangsari dengan tanaman singkong dan talas. Bibit pepaya pertama kali diperoleh dengan cara membeli di toko pertanian. Selanjutnya, yang digunakan sebagai bibit adalah biji dari buah pepaya yang telah masak dan berasal dari pohon pilihan dan diberi pupuk kandang setiap satu bulan sekali. Menurut informasi yang diperoleh dari pemilik lahan, penyakit paling merugikan adalah penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Sementara itu, hama yang paling merugikan adalah hama bereng (kutu putih pepaya). Dalam mengendalikan penyakit dan hama, petani pemilik kebun menyemprotkan pestisida yang berbahan aktif kalium fosfor, nitrogen, dan magnesium.

(29)

Pada lahan ke-3 di Desa Rancabungur, tanaman yang diamati merupakan pepaya varietas Callina umur 12 bulan, dengan luas 2.000 m2, jarak tanam 2 m x 2 m, dan populasi 300 tanaman. Pepaya ditanam secara monokultur. Pemeliharaan tanaman dengan memberikan pupuk kandang setiap satu bulan sekali. Menurut informasi yang diperoleh dari pemilik lahan, tanaman pepaya miliknya saat ini mengalami gagal panen karena faktor musim kemarau. Pada bulan Agustus tanaman kekurangan air karena hujan tidak turun pada bulan itu, sehingga menyebabkan daun tumbuh tidak optimal dan keriting. Sebelum terjadi gagal panen, petani menjadwalkan penyemprotan pestisida setiap satu bulan sekali dengan pestisida yang berbahan aktif kalium, fosfor, nitrogen, dan magnesium.

Pada lahan pertama di Desa Pasir Gaok, tanaman pepaya yang diamati merupakan pepaya varietas Callina umur 4 bulan, dengan luas 560 m2, jarak tanam 2 m x 2 m, dan populasi 140 tanaman. Pepaya ditanam secara tumpangsari dengan tanaman bayam dan kangkung. Bibit pepaya yang digunakan diperoleh dengan cara membeli di toko pertanian. Menurut informasi yang diperoleh dari pemilik lahan, penyakit yang paling merugikan adalah penyakit busuk batang. Penyakit ini belum dapat diatasi dan sangat mudah menular pada tanaman yang sehat, sedangkan serangan hama yang paling merugikan adalah hama kutu putih pepaya. Untuk mengendalikan hama dan penyakit tersebut pemilik lahan menggunakan pestisida berbahan aktif dimetoat, deltamethrin, kalium, fosfor, nitrogen, dan magnesium.

Pada lahan ke-2 di Desa Pasir Gaok, tanaman pepaya yang diamati merupakan pepaya varietas Callina umur 6 bulan, dengan luas 200 m2, jarak tanam 2 m x 2 m, dan populasi 50 tanaman. Pepaya ditanam secara monokultur. Bibit pepaya yang digunakan diperoleh dengan cara membeli di toko pertanian. Pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang dan pestisida yang diberikan adalah pestisida yang berbahan aktif kalium, fosfor, nitrogen, dan magnesium.

Pada lahan ke-3 di Desa Pasir Gaok, tanaman pepaya yang diamati merupakan pepaya varietas Callina umur 6 bulan, dengan luas 1.300 m2, jarak tanam 2 m x 2 m, dan populasi 325 tanaman. Pepaya ditanam secara monokultur.

(30)

pestisida yang diberikan adalah pestisida yang berbahan aktif kalium, fosfor, nitrogen, dan magnesium. Kondisi kedua lahan pada saat pengamatan telah disemprot pestisida dan diberi pupuk kandang. Dari pengamatan diketahui bahwa tanaman pepaya terawat dengan baik. Hal ini dapat diketahui berdasarkan kondisi tanaman yang bebas dari hama dan penyakit, lahan bersih dari gulma, dan pemberian pestisida dan pupuk yang terjadwal.

A

B

C

(31)

A

B

C

(32)

Persentase Serangan Paracoccus marginatus

Dari hasil eksplorasi yang dilakukan di beberapa desa yang terletak di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober 2011, diketahui persentase serangan kutu putih pepaya yang disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Persentase tanaman pepaya yang terserang kutu putih pepaya di Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Rancabungur

Kecamatan Desa Persentase Serangan (% tanaman)

Dramaga Babakan 100

Persentase serangan kutu putih pepaya pada tanaman pepaya di tiga desa di Kecamatan Dramaga adalah 100%. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh tanaman terserang kutu putih pepaya dan daun pepaya terserang berat, dan ini terjadi karena tanaman tidak dirawat oleh pemiliknya. Persentase serangan kutu putih pepaya pada tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur adalah kurang dari 20%, karena tanaman yang diamati dirawat dengan baik dan disemprot pestisida oleh pemiliknya.

(33)

yaitu 57,3%. Rendahnya persentase daun yang terserang kutu putih pepaya di Kecamatan Rancabungur diduga karena tanaman disemprot dengan pestisida secara berkala. Persentase daun yang terserang kutu putih pepaya berkolerasi dengan populasinya.

Populasi kutu putih pepaya biasanya ditemukan pada permukaan bawah daun dan berkumpul pada tulang daun (Gambar 9A). Tanwar et al. (2010) menyebutkan bahwa kutu putih pepaya menginfestasi pada bagian daun, batang, dan buah, tandan, berkelompok, dan menyerupai kapas. Selain pada daun, kutu putih juga dapat menyerang buah pepaya (Gambar 9B). Buah pepaya yang terserang kutu putih tidak dapat dikonsumsi karena rasanya yang pahit.

A B

Gambar 9 Serangan hama kutu putih pepaya (A, pada daun; B, pada buah pepaya)

(34)

Populasi Kutu Putih Pepaya

Rata-rata populasi kutu putih pepaya di beberapa desa yang terletak di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur pada bulan Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober 2011, disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Rata-rata populasi kutu putih pepaya pada tanaman pepaya di Kecamatan Dramaga

Tabel 4 Rata-rata populasi P. marginatus pada tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur

Keterangan : n = jumlah tanaman contoh

(35)

diketahui bahwa rata-rata jumlah telur dalam kantung telur (ovisac) adalah 206,5 butir.

Tabel 5 Rata-rata populasi kutu putih pepaya pada beberapa umur tanaman di Kecamatan Dramaga lebih tinggi bila dibandingkan dengan umur tanaman yang lainnya. Menurut Miller & Miller (2002) dan Muniappan et al. (2010) kutu putih pepaya merusak tanaman inang dengan cara menghisap cairan tanaman yang terdapat pada pembuluh floem.

Rata-rata populasi kutu putih pada tanaman pepaya varietas Callina, Bangkok, dan Taiwan disajikan pada Tabel 6.

(36)

Musuh Alami Lain Kutu Putih Paracoccus marginatus

Musuh alami dapat mengganggu kelangsungan hidup kutu putih pepaya. Musuh alami kutu putih pepaya baik berupa parsasitoid maupun predator. Musuh alami yang ditemukan terdiri dari parasitoid A. pepayae, parasitoid dari famili Encyrtidae, dan kumbang Cryptolaemus montrouzieri dan disajikan padaTabel 7. Tabel 7 Populasi musuh alami yang ditemukan di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur

Spesies Desa (ekor)

Babakan Cikarawang Ciherang Rancabungur Pasir Gaok

A. pepayae 72 5 3 - -

Encyrtidae 18 4 - - -

C. montrouzieri 2 - - - - Dari Desa Rancabungur dan Pasir Gaok tidak ditemukan musuh alami, baik dari golongan parasitoid maupun predator. Musuh alami yang paling dominan ditemukan adalah parasitoid A. papayae yaitu sebanyak 72 ekor.

Parasitoid Acerophagus papayae

Imago parasitoid A. papayae berwarna kuning kecokelatan (Gambar 10A). Imago jantan dan betina parasitoid ini dapat dibedakan berdasarkan ovipositor dan ukuran tubuhnya. Imago betina A. papayae memiliki ovipositor dan ukurannya lebih besar dibandingkan imago jantannya. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Sutardi (2011), bahwa kelamin imago parasitoid dibedakan dengan adanya ovipositor pada imago betina di bagian ventral abdomennya, sedangkan imago jantan tidak memiliki ovipositor. Noyes dan Schauff (2003) juga menyebutkan bahwa imago jantan memiliki ukuran yang lebih kecil dari imago betina.

(37)

A B

C

Gambar 10 Parasitoid A. papayae (A, imago; B, pupa; C, imago yang sedang memarasit kutu putih pepaya)

Pada pengamatan ditemukan pula imago parasitoid Acerophagus papayae yang sedang memarasit imago betina kutu putih pepaya. Ketika memarasit, parasitoid tersebut memanjangkan ovipositornya dan menusukkannya pada bagian dorsal tubuh kutu putih pepaya (Gambar 10C).

(38)

Parasitoid Lain

Parasitoid lain dari famili Encyrtidae merupakan musuh alami kedua yang banyak ditemukan setelah A. papayae. Imago Encyrtidae berwarna hitam, ukuran imago Encyrtidae lebih kecil dibandingkan imago A. papayae (Gambar 11). Ukuran toraks nya lebih besar dan cembung dibandingkan kepala.

Gambar 11 Imago Encyrtidae

Pada pemeliharaan pupa parasitoid A. papayae yang diambil dari Desa Babakan, Kecamatan Rancabungur ditemukan juga serangga lain, yang diketahui sebagai hiperparasitoid. Imago serangga ini memiliki warna dan ukuran yang relatif sama dengan A. papayae, sedangkan yang membedakannya adalah corak yang unik pada seluruh permukaan tubuhnya (Gambar 12). Berdasarkan identifikasi diketahui bahwa serangga ini adalah Marietta leopardina Motschulsky yang merupakan Ordo Hymenoptera, super famili Chalcidoidea, dan famili Aphelinidae (Pitkin 2003).

Gambar 12 Imago hiperparasitoid Kumbang Cryptolaemus montrouzieri

(39)

putih, dan memiliki rangkaian filamen lilin di sekitar tepi tubuh Larva kumbang C. montrouzieri aktif memangsa berbagai stadium kutu putih pepaya. Menurut Kalshoven (1981), kumbang C. montrouzieri merupakan serangga yang menguntungkan karena dapat memakan hama seperti kutu putih.

Cendawan

Pada pengamatan, ditemukan juga nimfa kutu putih pepaya yang terinfeksi cendawan. Nimfa yang terserang cendawan menjadi keras dan permukaan luarnya ditumbuhi hifa cendawan (Gambar 13). Cendawan ini diduga adalah Neozygites fumosa (Sartiami et al. 2009a).

(40)

KESIMPULAN

Persentase serangan kutu putih pepaya P. marginatus pada tanaman pepaya di Kecamatan Dramaga mencapai sebesar 100 %. Rata-rata populasi kutu putih pepaya di Kecamatan Dramaga lebih tinggi dibandingkan dengan di Kecamatan Rancabungur. Tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur dipelihara dengan baik, yaitu dengan penyiangan gulma, sanitasi kebun, penyemprotan pestisida, dan pemberian pupuk sehingga tanaman tumbuh sehat.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Amarasekare KG. 2007. Life history of papaya mealybug (Paracoccus marginatus), and the effectiveness of three introduced parasitoids (Acerophagus papayae, Anagyrus loecki, and Pseudleptomastix mexicana). [Disertasi]. University of Florida.

Amarasekare KG, Mannion CM, Epsky ND. 2009. Efficiency and establisment of three introduced parasitoids of the mealybug Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae). Biological Control 55: 91-95.

Amarasekare KG, Mannion CM, Osborne LS, Epsky ND. 2008. Life history of Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) on four host plant species under laboratory conditions. Environ. Entomol. 37: 630-635

Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi buah-buahan di Indonesia. http://www.bps. go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=3. [ 3 Juni 2011]

Ben-dov Y. 2010. ScaleNet, Paracoccus marginatus. http://www.sel.barc.usda .gov/catalogs/pseudoco/paracoccusmarginatus.htm [2 Agustus 2011]. Crawford D. 2011. Chilocorus. http//www.bugsforbugs.com.au [18 januari 2011]. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jendral Hortikultura. 2010. Kutu Putih Pada

Pepaya. http://www.hortikultura.deptan.go.id [6 juni 2011].

Friamsa N. 2009. Biologi dan statistic demografi kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink pada tanaman pepaya (Carica papaya L.) [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the world: An identificaton guide to families. Ottawa: Canada Communication Group.

Huffaker C, Berryman A, Turchin P. 1999. Dynamics and regulationn of insect populations ecological entomology. Ecological Entomol. 9: 269-312

Humber RA. 1989. Synopsis of a revised classification for the Entomophthorales (Zygomycotina). Mycotaxon 34:441-460.

Ivakdalam L. 2010. Dampak ekonomi serangan hama invasive Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada usaha tani pepaya di Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kalshoven LGE. 1981. The pests of crops in Indonesia. Laan PA van ser, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesia.

(42)

Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. University of Humber Columbia. Harper Collins Publisher.

Mahrub Edy. 1987. Studi Morfologi dan Biologi Predator Curinus coeruleus Mulsant di Laboratorium. Yogyakarta. Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada.

Meyerdirk, Muniappan R, Warkentin R, Bamba J, Reddy GVP. 2004. Biological Control of the Papaya Mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) in Guam. Plant Protection Quarterly, 19(3): 110-114. Miller DR, Miller GL. 2002. Redescription of Paracoccus marginatus Williams

and Granara de Willink (Hemiptera: Coccoidea: Pseudococcidae), including Deskription of the Immature Stages and Adult Male. Proc. Entomol. 104(1): 1-23.

Miller DR, Williams DJ, Hamon AB. 1999. Notes on a New Mealybug (Hemiptera: Coccoidea: Pseudococcidae) Pest in Florida and the Caribbean: the Papaya Mealybug, Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink. Insecta Mundi. 13: 3-4.

Muniappan R. 2010. Recent invasive hemipterans and their biological control in Asia. IPM CRSP, Virginia Tech.

Muniappan R, Meyerdirk DE, Sengebau FM, Berringer DD, Reddy GVP. 2006. Classical Biological Control of the Papaya Mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) in the Republic of Palau. Florida Entomologist. 89(2): 212-217.

Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Sartiami D, Rauf A, Hamming MD. 2008. First Report of the Papaya Mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae), in Indonesia and India. J. Agric. Urban Entomol. 25(1): 37–40.

Noyes, JS. 2000. Encyrtidae of Costa Rica (Hymenoptera: Chalcidoidea): 1. The subfamily Tetracneminae, parasitoids of mealybugs (Homoptera: Pseudococcidae). Mem. Am. Entomol. Inst. 62: 101-103

Noyes JS, Schauff ME. 2003. New Encyrtidae (Hymenoptera) from papaya mealybug (Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink) (Hemiptera: Sternorrhyncha: Pseudococcidae). Proc. Entomol. 105(1): 180-185.

Pitkin BR. 2003. Universal Chalcidoidea Database Notes on families

(43)

Agustus 2009. Bogor: Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu IPB. hlm 453-462.

Sartiami D, Pudjianto, D Buchori. 2009b. Penguatan musuh alami lokal hama pendatang baru kutu putih pepaya (Paracoccus marginatus). Laporan Akhir. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sutardi S. 2011. Ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid Acerophagus papaya Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Shylena Y. 2011. Potensi cendawan entomophthorales dalam mengendalikan kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams dan Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) di lapangan [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakulltas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tanwar RK, Jeyakumar P, Vennila S. 2010. Papaya mealybug and its management strategies. New Delhi: National Centre for integrated pest management.

(44)
(45)

Lampiran Tabel 1 Curah hujan harian bulan Juni hingga Oktober di Kecamatan Dramaga

Tanggal Bulan (mm)

Juni Juli Agustus September Oktober

(46)

Lampiran Tabel 2 Curah hujan harian bulan Juni hingga Oktober di Kecamatan Rancabungur

Tanggal Bulan (mm)

Juni Juli Agustus September Oktober

(47)

ABSTRAK

AISAH. Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh PUDJIANTO dan DEWI SARTIAMI.

Kutu putih pepaya P. marginatus adalah hama penting di Indonesia yang memiliki daya rusak tinggi. Di tempat asalnya, populasi hama P. marginatus dapat dikendalikan oleh berbagai jenis musuh alaminya. Keberadaan musuh alami sangat penting untuk mengendalikan kutu putih pepaya. Namun, pemanfaatan musuh alami saat ini belum pernah diterapkan di lapangan, karena informasi mengenai musuh alami kutu putih pepaya masih sedikit. Oleh karena itu pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui populasi kutu putih pepaya dan musuh alaminya perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi kutu putih pepaya dan musuh alaminya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan Desa Babakan, Desa Cikarawang, dan Desa Caringin di Kecamatan Dramaga, serta Desa Rancabungur dan Desa Pasir Gaok di Kecamatan Rancabungur dilakukan secara acak. Sampel di Kecamatan Dramaga diambil dari tanaman pepaya di pekarangan. Sampel tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur diambil dari tanaman kebun yang dilakukan dengan pola diagonal. Daun pepaya yang diamati adalah daun nomor 4 yang dihitung dari bawah. Penghitungan populasi kutu putih pepaya dan musuh alaminya dilakukan di laboratorium. Jumlah populasi kutu putih pepaya ditemukan lebih banyak pada tanaman pepaya di Kecamatan Dramaga. Musuh alami yang ditemukan di lapangan adalah Acerophagus papayae, parasitoid famili Encyrtidae, dan kumbang Cryptolaemus montrouzieri. Selain parasitoid dan predator, ditemukan pula cendawan Entomophthorales yang menyerang kutu putih dan serangga hiperparasitoid yang menyerang Acerophagus papayae.

(48)

Latar Belakang

Pepaya (Carica pepaya L.) merupakan salah satu komoditas buah yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis dan menyegarkan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), dari data Direktorat Jendral Bina Hortikultura, produksi pepaya selama lima tahun terakhir ini termasuk dalam kelompok tiga besar produksi buah-buahan setelah mangga dan jeruk.

Selama masa pertumbuhannya tanaman pepaya banyak mendapatkan gangguan, baik hama maupun penyakit tanaman yang dapat menurunkan produksinya. Hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia adalah kutu putih pepaya Paracoccus marginatus William & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Sejak ditemukan pertama kali pada bulan Mei tahun 2008 di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, hama ini telah menyebar ke berbagai sentra produksi pepaya di Indonesia (Rauf 2008; 2009).

Kutu putih pepaya adalah hama polifag dan paling banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman pepaya. Selain pada tanaman pepaya, hama ini menimbulkan kerusakan berat pada tanaman kamboja, kembang sepatu, dan ubi kayu (Walker et al. 2003). Secara umum, tumbuhan inang P. marginatus meliputi anggota famili Acanthaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Arecaceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Lauraceae, Malpighiaceae, Malvaceae, Poaceae, Polygonaceae, Rubiaceae, Rutaceae, Solanaceae, Sterculiaceae, dan Verbenaceae (Ben-Dov 2010).

(49)

dan kelimpahan kutu putih pepaya. Temperatur dapat mempengaruhi perkembangan serangga, dinamika populasi hama dan musuh alaminya (Huffaker et al. 1999). Keberadaan musuh alami sangat penting untuk mengendalikan kutu putih pepaya. Namun, pemanfaatan musuh alami saat ini belum pernah diterapkan di lapangan karena informasi mengenai populasi dan musuh alaminya masih sedikit. Pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui populasi kutu putih pepaya dan musuh alaminya masih perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui populasi kutu putih pepaya P. marginatus dan musuh alaminya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

(50)

TINJAUAN PUSTAKA

Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Daerah Persebaran

Kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink merupakan hama yang berasal dari Meksiko. Kutu putih pepaya pertama kali dikoleksi di Meksiko pada tahun 1955 dan dideskripsikan pada tahun 1992 oleh Williams dan Granara de Willink (Muniappan et al. 2008). Sejak tahun 1992 hingga 2000, hama tersebut telah menyebar ke Amerika Tengah, Kepulauan Karibia, Florida, dan Amerika Selatan tropis. Hama tersebut ditemukan telah berkembang di wilayah Pasifik antara lain di Guam pada tahun 2002, di Republik Palau pada tahun 2003, dan di Kepulauan Hawaii pada tahun 2004 (Walker et al. 2003; Tanwar et al. 2010).

Kutu putih pepaya telah dilaporkan menyebar di Asia Tenggara dan Selatan antara tahun 2007 dan 2010. Pada tahun 2007, hama tersebut telah ditemukan di India (Tanwar et al. 2010). Pada tahun 2008, hama tersebut dilaporkan ditemukan pertama kali di Indonesia, tepatnya di Kebun Raya Bogor pada bulan Mei (Muniappan et al. 2008). Pada tahun 2010, hama tersebut ditemukan di Kamboja, Thailand, dan Filipina (Muniappan 2010).

Menurut Sartiami et al. (2009a) pertanaman pepaya di Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tangerang, termasuk Propinsi DKI Jakarta telah terinfestasi hama kutu putih pepaya. Sementara itu, dua kabupaten di sekitar Bogor yang belum terinfestasi hama tersebut adalah Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Lebak.

Kisaran Inang

(51)

(kangkung-kangkungan), Myrtaceae (jambu-jambuan), Moraceae, Rubiaceae, dan Apocynaceae (Sartiami et al. 2009a).

Selain menyerang tanaman pertanian, kutu putih pepaya juga menyerang gulma, yaitu Abutilon indicum, Achyranthus aspera, Cleome viscosa, Commelina benghalensis, Convolvulus arvensis, Euphorbia hirta, Phyllanthus niruri, Leucas aspera, Ocimum sanctum, Parthenium hysterophorus, Tridax procumbens, Trianthema portulacastrum, dan Canthium inerme (Tanwar et al. 2010).

Morfologi

Kutu putih pepaya memilliki telur berwarna kuning kehijauan di dalam kantung telur (ovisac) yang panjangnya dua kali lipat atau lebih daripada panjang tubuhnya. Keseluruhan kantung telur ditutupi oleh lilin putih (Miller & Miller 2002).

Nimfa kutu putih pepaya instar pertama disebut crawler dan belum dapat dibedakan jenis kelaminnya. Panjang tubuh nimfa instar pertama adalah rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,2 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm (Miller & Miller 2002).

Nimfa kutu putih pepaya instar kedua sudah dapat dibedakan jenis kelaminnya dengan melihat warna tubuhnya. Nimfa instar dua jantan tubuhnya berwarna merah muda, sedangkan yang betina berwarna kuning. Kutu putih pepaya instar kedua memiliki panjang tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,5-0,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm (Miller & Miller 2002).

Kutu putih pepaya instar ketiga betina memiliki panjang rata-rata 1,1 mm dengan kisaran 0,7-1,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,3-1,1 mm (Miller & Miller 2002). Secara umum kutu putih pepaya instar ketiga betina ukuran tubuhnya lebih besar dan lebih lebar dibandingkan dengan yang jantan (Friamsa 2009).

Imago betina memiliki permukaan tubuh yang dilapisi oleh lilin putih tipis, memiliki rangkaian filamen lilin di sekitar tepi tubuh bagian posterior yang berukuran 1/4 kali panjang tubuhnya dan tidak memiliki sayap (Gambar 1A).

(52)

lebar tubuh rata-rata 1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm (Miller & Miller 2002). Imago betina biasanya meletakkan 100-600 telur dalam satu kantung telur (ovisac). Peletakan telur biasanya berlangsung dalam 10 hari, dan pada hari kesepuluh nimfa instar satu atau crawler sudah mulai aktif mencari makan (Walker et al. 2003).

Imago jantan berwarna merah muda, terutama pada masa pra pupa dan pupa, sedangkan pada saat instar pertama dan kedua berwarna kuning. Panjang tubuh imago jantan rata-rata 0,6 mm dengan kisaran 0,5-1,0 mm dan lebar tubuh 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,6 mm (Gambar 1B). Imago jantan memiliki antena dengan 10 segmen, aedagus terlihat jelas, memiliki sejumlah pori lateral dan sayap berkembang dengan baik (Miller & Miller 2002).

A B

Gambar 1 Imago Paracoccus marginatus (A, betina; B, jantan; Sumber: Walker et al. 2003)

Siklus Hidup

(53)

tidak memiliki sayap. Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan satu generasi adalah sekitar satu bulan dan bergantung pada temperatur. Kutu putih pepaya jantan mengalami metamorfosis holometabola (metamorfosis sempurna), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama, instar kedua, instar ketiga yang disebut prapupa, dan instar keempat berupa pupa, dan stadium imago yang memiliki sepasang sayap (Tanwar et al. 2010).

Gambar 2 Siklus hidup Paracoccus marginatus (Sumber: Tanwar et al. 2010)

Gejala Kerusakan

(54)

pepaya mengakibatkan bunga dan buah pepaya gugur sebelum waktunya. Selain menyebabkan kerusakan pada daun, batang, buah, dan bunga, kutu putih pepaya menghasilkan embun madu yang dapat memicu tumbuhnya cendawan jelaga. Cendawan jelaga tumbuh dan berkembang menutupi permukaan daun sehingga menghambat proses fotosintesis (Miller & Miller 2002; Muniappan et al. 2010).

Gambar 3 Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan Paracoccus marginatus pada daun papaya (Sumber: Walker et al. 2003)

Musuh Alami Paracoccus marginatus

Menurut Muniappan et al. (2006), musuh alami untuk kutu putih pepaya di daerah asalnya di Meksiko adalah Acerophagus papayae Noyes and Schauff, Anagyrus loecki Noyes and Menezes, Pseudoleptomastix mexicana Noyes and Schauff. Coccinellid predator yang digunakan untuk mengendalikan kutu putih adalah Cryptolaemus montrouzieri (Coleoptera: Coccinellidae).

(55)

Eulophidae. Predator yang ditemukan dari wilayah Bogor sama dengan yang ditemukan di Sukabumi yaitu Scymnus sp., Curinus coeruleus, Chilocorus sp. dan Cryptolaemus montrouzieri.

Selain parasitoid dan predator, ditemukan juga cendawan yang menyerang kutu putih pepaya. Cendawan yang ditemukan menginfeksi kutu putih pepaya merupakan cendawan Ordo Entomophthorales (Keller dan Petrini 2007; Sartiami et al. 2009a).

Acerophagus pepayae Noyes & Schauff

Parasitoid Acerophagus pepayae Noyes & Schauff termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera, Super Famili Chalcidoidea dan Famili Encyrtidae. Parasitoid A. papayae dinamai berdasarkan inang kutu putih tersebut yaitu tanaman pepaya. Parasitoid ini awalnya ditemukan pada P. marginatus di Meksiko dan dideskripsikan untuk pertama kalinya oleh Noyes dan Schauff (2003).

Menurut Amarasekare (2007), parasitoid A. papayae dapat berkembang pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua, instar ketiga betina, dan imago betina kutu putih pepaya. Tidak ada keturunan parasitoid yang muncul pada nimfa instar pertama kutu putih pepaya. Parasitoid menyeleksi instar nimfa kutu putih pepaya pada saat melakukan oviposisi ketika parasitoid diberikan pilihan. Tingkat parasitisasi A. papayae tertinggi terjadi pada nimfa kutu putih instar kedua.

Imago A. papayae secara umum berwarna oranye pucat dengan sayap yang transparan. Parasitoid A. papayae memiliki tipe telur encyrtiform, tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa eksarata. Persentase kemunculan tertinggi imago parasitoid A. papayae, baik betina, jantan maupun keduanya yaitu pada kisaran jam 06.00-09.00 dengan nilai persentase lebih dari 85 %. Lama hidup imago betina yang diberi madu yaitu 7,55 hari dan lama hidup imago jantan yaitu 7,25. Lama hidup imago betina dan jantan yang dipelihara tanpa madu berkisar antara 1-3 hari (Sutardi 2011). Siklus hidup A. papayae berkisar antara 13-15 hari dengan siklus hidup parasitoid jantan yang lebih pendek bila dibandingkan dengan siklus hidup parasitoid betina (Amarasekare 2007).

(56)

ruas (skapus, pedisel, 5 ruas funikel, dan 3 ruas klava) yang menggada pada ujungnya, sedangkan imago jantan 8 ruas (skapus, pedisel, 5 ruas funikel, dan klava yang tidak beruas). Abdomen imago betina umumnya mempunyai warna yang lebih terang, sedangkan imago jantan berwarna lebih gelap pada bagian dorsal tubuhnya. Alat kelamin imago parasitoid dibedakan dengan adanya ovipositor pada imago betina di bagian ventral ujung abdomennya, sedangkan imago jantan tidak (Sutardi 2011). Imago betina A. papayae memiliki ukuran tubuh 0,85 mm, sedangkan imago jantan memiliki ukuran yang lebih kecil dari imago betina yaitu 0,44-0,66 mm (Noyes dan Schauff 2003).

Parasitoid A. papayae merupakan serangga asli Meksiko, diperkenalkan sebagai pengendali hayati kutu putih pepaya ke berbagai negara termasuk USA (Florida, Peurto Riko, Hawaii), Palau, Sri Lanka, dan lain-lain. Secara tidak sengaja parasitoid ini dimasukkan dan menetap di Maldives Asia Selatan. Telah dilaporkan juga bahwa secara tidak sengaja parasitoid ini masuk dan menetap di Bogor, Indonesia. Parasitoid ini diperkenalkan di India dan dilepas di lapangan pada bulan Juli 2010 setelah dikarantina di Andhra Pradesh, Karnataka, Kerala, Tamil Nadu, Maharashtra, dan Tripura (Muniappan 2010).

Anagyrus loecki Noyes & Menezes

(57)

Dominika dan Peurto Rico dan dilaporkan bahwa A. loecki telah menurunkan populasi kutu putih pepaya sebanyak 97% (Noyes 2000).

Pseudleptomastrix mexicana Noyes & Schauff

Parasitoid Pseudleptomastrix mexicana Noyes & Schauff merupakan parasitoid yang berasal dari Ordo Hymenoptera dan famili Encyrtidae. Imago betina P. mexicana memiliki tubuh dengan ukuran 1 mm, sedangkan imago jantan memiliki tubuh dengan ukuran antara 0,6-0,85 mm. Imago jantan maupun betina parasitoid P. mexicana memiliki tubuh berwarna coklat kehitaman hingga hitam mengkilat dan tegula berwarna krem hingga kekuningan. Di negara asalnya, inang parasitoid P. mexicana adalah P. marginatus. Parasitoid P. mexicana lebih menyukai inang P. marginatus nimfa instar dua. Penyebaran parasitoid P. mexicana telah dilakukan ke beberapa negara, antara lain Costa Rica, Meksiko, Amerika Serikat (Florida), Republik Kepulauan Palau, Hawaii, Sri Lanka, dan India (Amarasekare 2007).

Cryptolaemus montrouzieri Mulsant

Kumbang Cryptolaemus montrouzieri adalah kumbang predator yang berasal dari Ordo Coleoptera dan Famili Coccinellidae. Tidak seperti kumbang lainnya, kumbang ini hidup tidak berkelompok. Kumbang C. montrouzieri memiliki tubuh berwarna hitam mengkilap dengan kepala berwarna jingga tidak mengkilap (Gambar 4). Kumbang C. montrouzieri merupakan serangga yang menguntungkan karena dapat memakan hama seperti kutu putih. Beberapa hama yang menjadi mangsa kumbang C. montrouzieri adalah Planacoccus citri, Pseudococcus comstocki, P. obscurus, Phenacoccus solenopsis, P. gossypii, dan P. longispinus (Kalshoven 1981).

(58)

Gambar 4 Imago kumbang Cryptolaemus montrouzieri (Sumber: Tanwar et al. 2010)

Scymnus spp.

Kumbang Scymnus spp. merupakan predator dari Ordo Coleoptera famili Coccinellidae. Scymnus spp. merupakan kumbang predator pada beberapa kutu tanaman atau serangga lain yang lebih kecil. Kumbang tersebut memiliki tubuh dengan panjang kurang dari 2 mm (Kalshoven 1981).

Curinus coeruleus Mulsant

(59)

Chilocorus sp.

Kumbang Chilocorus sp. merupakan kumbang predator dari Ordo Coleoptera, famili Coccinellidae. Kumbang Chilocorus sp. memiliki panjang sekitar 5 mm dengan siklus hidup antara empat sampai delapan pekan. Kumbang Chilocorus sp. lebih suka pada lingkungan yang terlindungi dari panas yang ekstrim, kelembaban udara rendah, bebas debu, dan bebas pestisida (Crawford 2011).

Cendawan Entomophtorales

Ordo Entomophthorales termasuk ke dalam kelas Zygomycetes. Bagian terpenting dari cendawan Entomophthorales adalah kemampuannya dalam menyebabkan epizootics (menginfeksi banyak hewan atau serangga pada satu daerah dalam waktu bersamaan secara cepat) dan mengurangi populasi serangga pada inang dalam waktu singkat. Oleh karena itu, jenis cendawan ini sangat penting sebagai musuh alami dan efisien dalam mengendalikan serangga yang menyerang tanaman inang. Fakta yang ada menyebutkan bahwa ada sekitar 70 jenis cendawan yang telah dilaporkan menjadi musuh alami pada serangga hama dan tungau (Humber 1989).

(60)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di dua kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Dramaga (Desa Darmaga, Desa Cikarawang, dan Desa Ciherang) dan Kecamatan Rancabungur (Desa Rancabungur dan Desa Pasir Gaok). Identifikasi dan penghitungan dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Juli sampai Oktober 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah madu 40% dan alkohol 70 %. Alat yang digunakan adalah kantung plastik bening dengan ukuran panjang 59 cm dan lebar 39 cm, tabung reaksi diameter 1,2 cm dan panjang 10 cm, cawan petri diameter 9 cm, karet, gunting, jarum mikro, mikroskop binokuler, mikroskop Compound, GPS (Global Positioning System) tipe Garmin, stiker label, hand counter dan kamera digital (Gambar 5).

Gambar

Gambar 1  Imago Paracoccus marginatus  (A, betina; B, jantan; Sumber:
Gambar 2  Siklus hidup Paracoccus marginatus (Sumber: Tanwar et al. 2010)
Gambar 3 Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan Paracoccus
Gambar 5  Alat yang digunakan dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan data khususnya terdiri dari perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan jus semangka pada setiap responden dengan menggunakan sphygmanometer

Analisa data menunjukkan bahwa nilai tekanan darah sebelum mengkonsumsi buah semangka merah berada pada kategori hipertensi stadium satu ditunjukkan dengan tekanan darah

Dari uraian di atas telah tampak dengan jelas bahwa tahnik (memasukkan kurma ke mulut bayi yang baru lahir) adalah praktik yang dilakukan Nabi. Hadis yang

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa perancangan media informasi Vaksinasi untuk OrangTua di Kota Bandung dengan berupa

132 Communicatus: Jurnal Ilmu Komunikasi 1(2) (2017) 119-138 Pada akun Facebook Komunitas Petani Padi Indonesia (KPPI) (https://www.facebook.com/groups/671706989656525/)

Harga Penawaran Rp 225,- /saham JADWAL Perkiraan Tanggal Efektif 28 Juni 2011 Perkiraan Masa Penawaran 1,4,5 Juli 2011 Perkiraan Tanggal Penjatahan 07 Juli 2011 Perkiraan

TUJUAN KRITERIA / EVALUASI RENCANA/ INTERVENSI UMUM KHUSU S KRITERIA STANDAR II. PELAKSANAAN NO DIAGNOSA KEPERAWATA N

Dengan alasan kita ketahuin dari kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit dahulunya telah menganut nilai-nilai pancasila yang dimana mereka telah memeluk agama yang di