• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model otoregresi simultan dan otoregresi bersyarat untuk analisis kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model otoregresi simultan dan otoregresi bersyarat untuk analisis kemiskinan di Provinsi Jawa Timur"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI

BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI

PROVINSI JAWA TIMUR

MIRA MEILISA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Otoregresi Simultan dan Otoregresi Bersyarat untuk Analisis Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2011

Mira Meilisa G151080051

(3)

ABSTRACT

MIRA MEILISA. Model Simultaneously Autoregressive (SAR) and Conditional Autoregressive (CAR) for Poverty Analysis in East Java Province. Under direction of MUHAMMAD NUR AIDI, and ANIK DJURAIDAH

Poverty is one of the biggest problems in Indonesia. An approach to overcome this problem is determining the factors that affect poverty usually using ordinary least square regression model. However, poverty is not only influenced by explanatory variables but also poverty at surrounding locations. Therefore, this research employed spatial autoregressive models, i.e. Simultaneously Autoregressive (SAR) and Conditional Autoregressive (CAR). Spatial weighting matrix used in this study is the contiguity matrix. The statistics used for selection criteria model are the Akaike Information Criterion (AIC), the significancy of coefficient regression and variance parameters. The results show that they have same quality for spatial autoregressive models. The factors that affect poverty are the percentage of people who did not complete primary school (SD), the percentage of people who drink another kind of water instead of drinking water, and the percentage of people that getting healthy insurance, the percentage of people that getting subsidized rice, and the percentage of people that have poverty letter. LISA shows that hotspot of poverty on the island of Madura.

(4)

Analisis Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan ANIK DJURAIDAH

Kemiskinan sudah lama menjadi masalah bangsa Indonesia yang belum terselesaikan. Hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2008 menyatakan jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 34.96 juta jiwa atau 15.42 persen dari total jumlah penduduk. Strategi penanggulangan kemiskinan lebih efektif dengan pendekatan geografis yang akan berhubungan dengan sumber daya alam dan manusia.

Kemiskinan suatu wilayah dipengaruhi oleh kemiskinan di wilayah sekitarnya. Hal ini berdasarkan hukum geografi yang dikemukakan Tobler (1979) yang

berbunyi ”Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat mempunyai pengaruh dari sesuatu yang jauh”. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, ini berarti bahwa wilayah yang satu mempengaruhi wilayah lainnya. Dalam statistika model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari hasil Pendataan Potensi Desa/Kelurahan tahun 2008 yang dilakukan oleh BPS dan telah dipublikasikan oleh BPS pada Provinsi Jawa Timur. Peubah respon pada penelitian ini adalah Headcount Index kemiskinan di tingkat kabupaten. Peubah-peubah penjelas yang digunakan adalah: persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar, persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung, persentase penduduk yang mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan, persentase penduduk yang diperbolehkan membeli beras dengan harga murah bersubsidi, dan persentase penduduk yang mendapat surat miskin.

Penelitian ini akan menganalisis mengenai faktor-faktor kemiskinan pada Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan model spasial otoregresif. Model spasial otoregresif diantaranya adalah Otoregresi Simultan/Simultaneously Autoregressive (SAR) dan Otoregresi Bersyarat/Conditional Autoregressive (CAR). Model SAR adalah model spasial yang mengamati peubah acak pada suatu lokasi secara simultan sedangkan model CAR adalah model yang mengamati peubah acak pada setiap lokasi bersyarat tertentu pada lokasi tetangga sekitarnya.

Wilayah Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan, sedangkan wilayah Madura hanya sekitar 10 persennya. Oleh karena itu, penelitian ini akan dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok pertama Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif dan kelompok kedua Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan Pulau Madura.

(5)

kemiskinan di Jawa Timur adalah : persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar, persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung, persentase penduduk yang mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan, persentase penduduk yang diperbolehkan membeli beras dengan harga murah bersubsidi, dan persentase penduduk yang mendapat surat miskin. Pencilan spasial kemiskinan pada peubah disebabkan oleh Pulau Madura. Pencilan itu terdapat pada: Kabupaten Bangkalan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administrasi. Sedangkan apabila Pulau Madura di hilangkan pencilan spasial terdapat pada pada Kabupaten Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, kota Probolinggo. Kabupaten Jombang, Nganjuk, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Kota Probolinggo.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI

BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI

PROVINSI JAWA TIMUR

MIRA MEILISA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Model Otoregresi Simultan dan Otoregresi Bersyarat untuk

Analisis Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Nama : Mira Meilisa

NIM : G151080051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S Ketua Anggota

Diketahui ,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Statistika

Dr. Ir. Erfiani, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(10)

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah model spasial, dengan judul

“Model Otoregresi Simultan dan Otoregresi Bersyarat untuk Analisis Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur”. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan bagian dari payung Hibah Penelitian Pascasarjana Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor yang didanai Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, MS dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, kesabaran dan waktunya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, MS selaku penguji luar dan Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc. sebagai Ketua Tim Peneliti Hibah Pascasarjana tahun 2009-2010 dengan topik

“Pengembangan dan Aplikasi GeoInformatika Bayesian pada Data Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus di Jawa Timur)”, atas segala motivasi dan masukannya, serta ijin yang diberikan kepada penulis untuk turut terlibat di dalam hibah penelitian ini.

Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada orang tua dan seluruh keluarga atas do’a, dukungan, dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada teman-teman Statistika angkatan 2008 dan keluarga besar Statistika dan semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, waktu dan kebersamaannya. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, pada tanggal 25 Mei 1983 sebagai anak ke empat dari pasangan Bapak Drs. H. Rusdi Adnan dan Ibu Hj. Nursida Rasyid.

(12)

Halaman

Model Otoregresif Simultan ... 4

Model Otoregresif Bersyarat ... 5

Matriks Pembobot Spasial ... 6

Pendugaan Korelasi Spasial pada SAR dan CAR ... 6

Pendugaan Parameter dan Pengujian Hipotesis untuk ... 7

Pengujian Hipotesis SAR dan CAR ... 9

Analisis Perbandingan Model SAR dan CAR ... 21

Analisis Indeks Morans ... 23

Analisis LISA ... 24

Penentuan Pencilan Spasial Faktor Kemiskinan ... 26

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Analisis perbandingan SAR ... 19

2 Analisis perbandingan CAR ... 21

3 Perbandingan analisis model SAR dan CAR Provinsi Jawa Timur ... 22

4 Indeks Moran Global Peubah Bebas ... 23

5 Hasil Analisis LISA untuk Provinsi Jawa Timur dengan seluruh wilayah administratif ... 24

(14)

Halaman

1 Sumbu koordinat pencaran Moran ... 12

2 Peta administratif wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur ... 14

3 Deskripsi peubah yang digunakan kabupaten/kota di Jawa Timur ... 18

4 Plot antara Plot antara z dengan dan ……….. 22

5 Plot antara dan ... 23

6 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X2 ... 27

7 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X3 ... 28

8 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X6 ... 29

9 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X7 ... 30

10 Pencaran Morans dan peta tematik peubah X8 ... 31

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur dengan

melibatkan seluruh wilayah administratif ………... 35

2 Hasil model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur tanpa

melibatkan pulau Madura ………

36

3 Hasil analisis regresi untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan

seluruh wilayah administratif ………..

37

4 Hasil analisis regresi untuk Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan

Pulau Madura ………...

(16)

Latar Belakang

Kemiskinan sudah lama menjadi masalah bangsa Indonesia yang belum

terselesaikan. Hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2008 menyatakan

jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 34.96 juta jiwa atau 15.42 persen dari

total jumlah penduduk (BPS 2008). Rangkaian perubahan kondisi sosial,

ekonomi, budaya, dan politik telah membentuk kekhasan karakter kemiskinan di

Indonesia. Kemiskinan memberikan dampak negatif ke semua sektor,

diantaranya: meningkatkan penganguran, kriminalitas, menjadi pemicu timbulnya

bencana sosial, dan menghambat kemajuan suatu daerah. Oleh karena itu

diperlukan suatu kajian mendalam yang mempertimbangkan faktor-faktor

penyebab kemiskinan, sehingga dapat memberikan gambaran penyelesaian yang

aplikatif bagi penanganan penanggulangan kemiskinan.

Strategi penanggulangan kemiskinan lebih efektif dengan pendekatan geografis

yang akan berhubungan dengan sumber daya alam dan manusia. Hakim & Zuber

(2008) menyatakan bahwa lokasi tempat tinggal, akses ke teknologi, dan

ketersediaan sumber alam berpengaruh terhadap kemiskinan. Suparlan (1993)

dalam studinya menunjukkan bahwa dampak negatif tata kelola pemerintah

daerah yang buruk menyebabkan kerugian secara sistematik dalam

penanggulangan kemiskinan.

Kemiskinan suatu wilayah dipengaruhi oleh kemiskinan di wilayah sekitarnya.

Hal ini berdasarkan hukum geografi yang dikemukakan Tobler (1979) yang

berbunyi ”Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi

sesuatu yang lebih dekat mempunyai pengaruh dari sesuatu yang jauh”. Adanya

efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah

yang lain, ini berarti bahwa wilayah yang satu mempengaruhi wilayah lainnya.

Dalam statistika model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu wilayah

dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial.

Analisis spasial telah banyak dikembangkan oleh beberapa peneliti di

Indonesia diantaranya, Ardiansa (2010) memeriksa asosiasi spasial untuk melihat

(17)

2

legislatif 2009. Rahmawati (2010) menyimpulkan bahwa model regresi terboboti

geografis lebih baik digunakan untuk memodelkan rata-rata pengeluaran perkapita

per bulan desa atau kelurahan dibandingkan analisis regresi. Model regresi

terboboti geografis merupakan bagian dari analisis spasial dengan pembobotan

berdasarkan posisi atau jarak satu lokasi pengamatan dengan lokasi pengamatan

yang lain. Arisanti (2010) menyatakan bahwa model otoregresif lag spasial lebih

baik dalam menentukan faktor-faktor kemiskinan di provinsi Jawa Timur

dibandingkan regresi linier klasik. Ketiga penelitian ini menyimpulkan bahwa

perubahan spasial berpengaruh terhadap pola asosiasi yang terbentuk.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini akan

menganalisis mengenai faktor-faktor kemiskinan pada provinsi Jawa Timur

dengan menggunakan model spasial otoregresif. Model spasial otoregresif di

antaranya adalah Otoregresif Simultan/Simultaneously Autoregressive (SAR) dan

Otoregresif Bersyarat/Conditional Autoregressive (CAR). Model SAR adalah

model spasial yang mengamati peubah acak pada suatu lokasi secara simultan

sedangkan model CAR adalah model yang mengamati peubah acak pada setiap

lokasi bersyarat tertentu di lokasi tetangga sekitarnya (Cressie 1993). Wilayah

provinsi Jawa Timur terdiri atas 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan

Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari

luas keseluruhan, sedangkan sisanya adalah wilayah Pulau Madura. Oleh karena

itu, penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok pertama Provinsi

Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif dan kelompok

kedua Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan Pulau Madura.

Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Membentuk model otoregresif simultan dan otoregresif bersyarat

kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

2. Menentukan faktor-faktor kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

3. Mengetahui pola penyebaran kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dengan

(18)

Kemiskinan

Bappenas (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan

yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan

yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Menurut Suparlan

(1993) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah,

yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan

orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam

masyarakat yang bersangkutan. Masalah kemiskinan merupakan salah satu

persoalan yang mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah. Data yang

berkaitan dengan penduduk miskin belum tersedia secara komprehensif sesuai

dengan kebutuhan. Oleh karena itu, salah satu aspek penting untuk mendukung

strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang

akurat dan tepat sasaran.

Tujuan pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup

penduduk, maka tujuan dasar dan paling esensial dari pembangunan tidak lain

adalah meningkatkan kehidupan penduduk yang berada pada lapisan paling bawah

atau penduduk miskin. Segala usaha dan kegiatan pembangunan telah dilakukan

dan dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian

masih sering dipertanyakan apakah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini

telah dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan harkat

kehidupan. Tujuan pembangunan tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi

yang tinggi, tetapi juga memberikan penekanan dengan bobot yang sama pada

aspek peningkatan tingkat pendapatan masyarakat dan aspek pemerataan.

Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat bisa diartikan sebagai upaya

mengurangi kemiskinan dan pemerataan. Hal ini berarti pengurangan kesenjangan

pendapatan kelompok berpenghasilan rendah dan tinggi. Kondisi penduduk yang

menyebar tersebut menyebabkan biaya pembangunan infrastruktur menjadi tinggi,

sehingga jangkauan pelayanan yang dapat diberikan rendah. Rangkaian perubahan

kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik telah membentuk karakter

(19)

4

faktor-faktor penyebab kemiskinan sebagai landasan awal dalam penanganan

masalah kemiskinan. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan

menurut Hartomo dan Aziz (1997) yaitu : pendidikan yang terlampau rendah,

malas bekerja, keterbatasan sumber alam, terbatasnya lapangan kerja, keterbatasan

modal, keterbatasan modal, dan beban keluarga.

Model Regresi

Regresi linier adalah persamaan matematika yang menggambarkan hubungan

antara peubah respon y dan peubah bebas X (X1, X2,…, Xp). Hubungan antara

kedua peubah tersebut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

dengan merupakan konstanta, merupakan nilai peubah bebas ke-p pada

amatan ke-i, merupakan nilai koefisien peubah penjelas dan merupakan

galat acak pengamatan ke-i. Bila dituliskan dalam bentuk matriks:

dengan .

Model Otoregresif Simultan

Model otoregresif simultan (SAR) adalah model spasial yang berasal dari

persamaan regresi linear dimana galatnya dimodelkan dalam bentuk model

otoregresif. Model otoregresif dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

Model SAR mengamati peubah acak pada satu lokasi dengan lokasi lainnya secara

simultan. Misalkan { : Si (S1… Sn)} adalah proses Gaussian acak dimana

{ S1… Sn} bentuk lattice D. D = S1 S2 … Sn dan Si Sj = 0 ;

(20)

dimana menyebar distribusi normal ganda dengan rataan 0 dan matriks ragam peragam ( dengan I adalah matriks identitas dan dapat disimbolkan

dengan . Element dilambangkan dengan lokasi lattice

{si : 1, …, n}.B = adalah matriks korelasi spasial untuk model simultan dan

W adalah matrik pembobot spasial. Apabila dituliskan dalam bentuk matriks:

didefinisikan dan dengan E( =

dan Var = sehingga z .

Model Otoregresif Bersyarat

Model Otoregresif bersyarat (CAR) sama dengan model otoregresif simultan

(SAR), tetapi pada model CAR, peluang pada satu lokasi ada apabila peluang

pada lokasi lain diketahui. Model CAR merupakan model bersyarat yang

mengamati peubah acak pada satu lokasi apabila lokasi lain telah diketahui (Besag

1974, diacu dalam Wall 2004). Jika z menyebar normal maka fungsi peluang

bersyaratnya adalah :

dengan f adalah fungsi peluang bersyarat dari | , j=1,…, n ; i j. dan

masing-masing adalah nilai tengah dan variansi kondisional. Model otoregresif

bersyarat dapat dituliskan dalam bentuk:

dimana E( ) = dan adalah variansi kondisional. Apabila dituliskan

dalam bentuk matriks:

Matriks korelasi spasial dengan B = . Sebaran gabungan z dengan sebaran peluang bersyarat , (I-C) dapat

dibalik, simetrik dan definit positif. adalah

(21)

6

Matriks Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial pada dasarnya merupakan matriks ketergantungan

spasial (contiguity). Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang

menggambarkan hubungan antar daerah. Kedekatan suatu daerah berdasarkan

ketergantungan spasial biner, dimana

Nilai menggambarkan pengaruh alami yang diberikan wilayah ke-i untuk

wilayah ke-j. Nilai 1 artinya daerah i dan daerah j berada bersebelahan dan nilai 0

artinya daerah i dan daerah j tidak bersebelahan (Lee dan Wong 2001). Baris

pada matrik ketergantungan spasial menunjukkan hubungan spasial suatu daerah

dengan daerah lain, sehingga jumlah nilai pada baris ke- i merupakan jumlah

tetangga yang dimiliki oleh daerah i yang dinotasikan:

dimana ci. adalah total nilai baris ke-i dan cij = nilai pada baris ke-i kolom ke-j.

Untuk melihat seberapa besar pengaruh masing-masing tetangga terhadap

suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara nilai pada daerah tertentu dengan

total nilai daerah tetangganya. Nilai pembobot ini menunjukkan kekuatan

interaksi antar wilayah. Nilai pembobotan (wij) sesuai persamaan:

ij =

nilai ij ini adalah elemen matriks yang sudah dibakukan dimana jumlah setiap

baris sama dengan 1.

Pendugaan Korelasi Spasial ( ) pada SAR dan CAR

(22)

Fungsi log-likelihood korelasi spasial adalah:

Fungsi log-likelihood pada H0 adalah

Statistik uji Likelihood Rasio Test (LRT) merupakan selisih dari kedua fungsi likelihood di atas, sehingga

sehingga apabila diturunkan terhadap diperoleh penduga korelasi spasial

( ) yaitu:

z z z

zTWTW ) 1 TWT (

ρˆ

Untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi spasial ( ) digunakan LRT.

Pengujian hipotesisnya adalah

H0 : ρ= 0 (tidak ada korelasi spasial)

H1 : ρ 0 ( ada korelasi spasial)

Kesimpulan : Tolak H0 jika nilai LRT >

Pendugaan Parameter dan Pengujian Hipotesis untuk a. Pendugaan Parameter SAR

Pendugaan parameter pada model CAR adalah menggunakan metode

kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood Estimator). Jika z menyebar

(23)

8

dengan fungsi kemungkinan maksimum

dengan meminimumkan fungsi maksimum likelihood diperoleh pendugaan

parameter:

Apabila diturunkan terhadap , maka

Apabila diturunkan terhadap , maka

b.Pendugaan Parameter CAR

Pendugaan parameter pada model CAR diperoleh dengan menggunakan

metode kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood Estimator). Penduga

kemungkinan maksimum disebut juga penduga kuadrat terkecil

umum/Generalized Least Squares (GLS) pada Waller dan Gotway (2004). Jika z

(24)

dengan fungsi kemungkinan maksimum

dengan meminimumkan fungsi maksimum likelihood diperoleh pendugaan

parameter:

Apabila diturunkan terhadap , maka:

Apabila diturunkan terhadap maka:

Pengujian Hipotesis Model Otoregresif Simultan SAR dan CAR

Hipotesis untuk parameter koefisien pada model SAR dan CAR adalah :

dengan statistik uji F:

Jika Fh > F(k-1;n-k) maka tolak , dengan k adalah banyak koefisien regresi dan

n adalah ukuran contoh.

Asosiasi Spasial

Asosiasi spasial pada beberapa literatur tidak dibedakan dengan sebutan

autokorelasi spasial, karena pada dasarnya secara definisi mengacu pada

pemaknaan yang sama yaitu usaha mengukur hubungan antara dua objek di

dalam suatu ruang yang saling berhubungan. Pada kasus spasial digunakan istilah

asosiasi jika suatu data berbasis pada data areal (polygon) dan memiliki hubungan

(25)

10

hubungan yang mengacu pada jarak. Silk (1979) dalam bukunya menjelaskan

tentang autokorelasi berbasis pada data area ada yang bersifat positif dan negatif.

Apabila dalam suatu daerah yang berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan

bersifat menggerombol dikatakan positif. Jika dalam suatu daerah yang

berdekatan nilainya berbeda dan tidak mirip maka dikatakan negatif.

a. Indikator Lokal dan Asosiasi Spasial

Indikator Lokal dan Asosiasi Spasial/ Local Indicator of Spatial Association (LISA) merupakan metode yang dikembangkan oleh Anselin (1995) dalam suatu

software yang dinamakan SpaceStat. Metode ini merupakan suatu metode eksplorasi data (area) untuk menguji kestasioneran dan mendeteksi pencilan

spasial atas (hotspot) dan bawah (coldspot). Metode ini juga mampu

menyajikannya data dalam bentuk visual. Pencilan spasial atas merupakan suatu

wilayah yang memiliki nilai pengamatan dengan pengukuran tertinggi sedangkan

pencilan spasial bawah merupakan pengukuran terendah jika dibandingkan

dengan area sekitarnya pada suatu gugus data berbasis areal. Analisis ini bertujuan

untuk menghasilkan pengelompokan wilayah (clustering) berdasarkan identifikasi

terhadap wilayah pencilan spasial dan menemukan pola hubungan spasial yang

berbasis lokal area. Pengertian dari basis lokal area adalah menguji setiap areal

dan pengaruhnya terhadap aspek globalnya. nilai pengukuran diperoleh melalui

Indeks Local Moran. Nilai ini merupakan penguraian dari nilai spasial global

(Indeks Global Moran). Secara komputasi LISA diperoleh melalui

dengan merupakan fungsi komputasi dari dan , adalah nilai observasi

dari wilayah ke- , sedangkan adalah nilai observasi dari wilayah lain ke- dari

area . Ada beberapa asumsi dan metode yang dikombinasikan dalam LISA yaitu

penggunaan matriks ketergantungan spasial sebagai pembobot spasial,

penghitungan indeks lokal Moran dan pencaran Moran, serta penggunaan simulasi

Monte Carlo. Pengujian statistik LISA dilakukan berdasarkan nilai pengamatan

(26)

simulasi Monte Carlo, kalkulasi tersebut untuk melihat nilai observasi lebih tinggi

atau lebih rendah dari nilai standar distribusi nol.

Patas = Pbawah =

dengan merupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik ≥ dari hasil observasi,

merupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik ≤ dari hasil observasi, dan

merupakan total dari simulasi Monte Carlo yang dilakukan. Sementara

pengujian hipotesis dirumuskan sebagai berikut

H0 : Tidak ada asosiasi antara nilai observasi pada lokasi dengan nilai observasi

pada area sekitar lokasi.

H1: Lokasi terdekat memiliki nilai yang mirip atau berbeda (jauh), baik

bernilai positif atau negatif.

b.Moran Lokal dengan Pembobot Matriks Ketergantungan Spasial

Statistik Moran lokal berguna untuk pendeteksian pencilan spasial pada data

area diskret, selain itu jika ada pengelompokkan dari beberapa pencilan spasial

akan teridentifikasi sebagai gerombol lokal (local cluster). Moran lokal dengan

pembobot matriks ketergantungan spasial didefinisikan sebagai berikut:

dengan ;

merupakan nilai pengamatan pada lokasi ke- , Nilai pengamatan pada lokasi

lain ke– adalah nilai rataan dari peubah pengamatan, dan adalah ukuran

pembobot antara wilayah ke- dan wilayah ke- , serta merupakan nilai kolom

ke- dan ke- .

c. Pencaran Moran

Pencaran Moran menyediakan suatu analisis eksplorasi secara visual untuk

mendeteksi autokorelasi spasial (Anselin, 1995). Hasil yang ditampilkan adalah

data yang telah dibakukan dalam nilai z, dan bukan menggunakan data aslinya.

Perolehan nilai z ini merupakan beda nilai antara pengamatan dengan nilai

(27)

12

nilai rataan dari peubah pada semua lokasi dan adalah simpangan baku dari

peubah . Pencaran Morandisajikan berbasis pada data nilai z suatu lokasi pada satu sumbu, dan nilai nilai z rata-rata tetangganya pada sumbu yang lain. Secara

visual pencaran Moran terbagi atas 4 kuadran seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Sumbu koordinat pencaran Moran

Kuadran pertama, terletak di kanan atas yang disebut juga kuadran

tinggi-tinggi. Hal ini berarti memiliki autokorelasi positif, karena nilai pengamatan

lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga tinggi. Pola visual

yang terbentuk adalah pola gerombol antara area bernilai pengamatan tinggi dan

dilambangkan dengan warna merah tua. Kuadran kedua, terletak di kanan bawah

yang disebut kuadran tinggi-rendah. Kuadran ini memiliki autokorelasi negatif,

karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar

yang memiliki nilai rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola pencilan

dengan nilai pengamatan tinggi (pencilan spasial) dilambangkan dengan warna

(28)

rendah. Artinya kuadran ketiga memiliki autokorelasi positif, karena nilai

pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga

rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol (cluster) antara area

pengamatan yang rendah diberi lambang dengan warna biru tua. Kuadran

keempat, terletak di kiri atas yang disebut kuadran rendah-tinggi, artinya memiliki

autokorelasi negatif. Hal ini disebabkan nilai pengamatan lokasi tersebut rendah

dan dikelilingi oleh area yang tinggi. Pola visual yang terbentuk adalah pola

pencilan dengan nilai pengamatan rendah yang dilambangkan dengan warna biru

(29)

METODOLOGI

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data dan Informasi

Kemiskinan tahun 2008 yang telah dipublikasikan oleh BPS. Data ini adalah data

sekunder yang berasal dari data Potensi Desa tahun 2008 yang dilakukan oleh

BPS provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten dan 9

kota seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta administratif wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur

Keterangan kode wilayah 38 kabupaten/kota di Jawa Timur:

Kode Kabupaten

01. Pacitan 09. Jember 17. Jombang 25. Gresik 02. Ponorogo 10. Banyuwangi 18. Nganjuk 26. Bangkalan 03. Trenggalek 11. Bondowoso 19. Madiun 27. Sampang 04. Tulungagung 12. Situbondo 20. Magetan 28. Pamekasan 05. Blitar 13. Probolinggo 21. Ngawi 29. Sumenep 06. Kediri 14. Pasuruan 22. Bojonegoro

07. Malang 15. Sidoarjo 23. Tuban 08. Lumajang 16. Mojokerto 24. Lamongan Kode Kota

71. Kota Kediri 74. Kota Probolinggo 77. Kota Madiun 72. Kota Blitar 75. Kota Pasuruan 78. Kota Surabaya 73. Kota Malang 76. Kota Mojokerto 79. Kota Batu

Peubah respon pada penelitian ini adalah Headcount Index kemiskinan di tingkat kabupaten. Headcount Index adalah persentase penduduk yang berada di

(30)

Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan GKNM.

Penduduk yang yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah

GK dikategorikan penduduk miskin (BPS, 2008). GKM adalah jumlah nilai

pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk

referensi, kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari.

Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan

menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. GKNM adalah

penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan

terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Peubah bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Pendidikan

Angka buta huruf (X1) yaitu persentase penduduk yang tidak dapat membaca.

Penduduk yang berpendidikan rendah (X2) adalah persentase penduduk yang

mempunyai pendidikan di bawah SD.

2. Fasilitas Perumahan

Rumah tangga pengguna air bersih (X3) adalah persentase rumah tangga yang

menggunakan air minum yang berasal dari air mineral, air PAM, pompa air,

sumur atau mata air terlindung. Luas lantai per kapita (X4) dimana departemen

kesehatan menyatakan bahwa sebuah rumah dikategorikan sebagai rumah sehat

apabila luas lantai per kapita yang ditempati minimal 8 m2.

3. PDRB

PDRB perkapita (X5) adalah jumlah pendapatan domestik regional bruto yang

dibagi jumlah penduduk. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh

seluruh unit usaha dalam suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Salah satu

metode yang digunakan yaitu dengan menjumlahkan semua nilai produk barang

dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang dikelompokkan

dalam 9 sektor yaitu: pertanian, pertambangan, dan penggalian; industri

pengolahan; listrik, gas, dan air minum; konstruksi; perdagangan, hotel, dan

restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa

(31)

16

4. Program Pemerintah

Askeskin (X6) adalah persentase penduduk yang mendapatkan jaminan

pemeliharaan kesehatan yang ditandai dengan memiliki kartu peserta jaminan

pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin. Raskin (X7) adalah persentase

penduduk yang diperbolehkan membeli beras dengan harga murah bersubsidi.

Surat Miskin (X8) adalah persentase penduduk yang mendapat surat miskin yang

merupakan kelompok rumah tangga di bawah 20 persen kelompok pengeluaran

terbawah.

Metode Analisis

Langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Memeriksa peubah yang masuk ke dalam model dengan menggunakan

metode stepwise.

2. Membentuk matriks pembobot spasial W dengan nilai 0 atau 1 yang

menggambarkan struktur tetangga terdekat untuk masing-masing unit.

Nilai 1 artinya daerah i dan daerah j bersebelahan dan nilai 0 artinya daerah i

dan daerah j tidak bersebelahan.

3. Membentuk model SAR dan CAR.

4. Menguji korelasi spasial ).

5. Mencari model terbaik dengan menggunakan metode Akaike’s Information

Criterion (AIC). Metode AIC didasarkan pada metode penduga kemungkinan maksimum. Untuk menghitung nilai AIC digunakan rumus sebagai berikut :

-2 log L + 2p

dengan L adalah log-likelihood dan p adalah banyaknya parameter dalam

model

6. Memetakan pola penyebaran kemiskinan berdasarkan peubah yang signifikan

di provinsi Jawa Timur dengan menggunakan Indeks Moran.

7. Menarik kesimpulan.

Analisis dilakukan dengan menggunakan software R.2.11.0, Arcview GIS 3.3, dan

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data

Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa yang terdiri

dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. Secara umum wilayah provinsi Jawa Timur dapat

dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas

wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan,

sedangkan wilayah Madura hanya sekitar 10 persen. Sehingga penelitian ini

dibagi kedalam dua kelompok, kelompok pertama Provinsi Jawa Timur dengan

melibatkan seluruh wilayah administratif dan kelompok kedua Provinsi Jawa

Timur tanpa melibatkan pulau Madura untuk melihat model yang dihasilkan dan

pola spasial yang terjadi.

Pembentukan model SAR dan CAR diawali dengan pemilihan peubah yang

digunakan dalam model menggunakan metode stepwise. Hasil pemeriksaan metode stepwise menunjukkan dari delapan peubah yang digunakan terdapat lima

peubah yang signifikan yaitu X2, X3, X6, X7, dan X8. Diagram kotak garis untuk

peubah yang diamati memperlihatkan pola penyebaran data yang disajikan pada

Gambar 3. Keragaman data yang besar terdapat pada peubah bebas X2

(penduduk yang berpendidikan di bawah SD), X3 (rumah tangga yang

menggunakan air bersih), X6 (penduduk yang mendapat asuransi kesehatan), X8

(penduduk yang mendapat surat miskin), dan peubah respon Z (persentase

penduduk di bawah garis kemiskinan). Nilai keragaman data yang kecil terdapat

pada peubah bebas X7 (penduduk yang membeli beras bersubsidi) .

Pencilan data pada peubah X2 (penduduk yang berpendidikan di bawah SD)

terdapat pada Kabupaten Sampang dan Sumenep yang mempunyai persentase

yang lebih besar dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Hal ini menunjukkan

bahwa perkembangan pendidikan pada kabupaten ini belum cukup baik. Berbeda

dengan peubah X7 (penduduk yang membeli beras bersubsidi), pencilan terdapat

pada Kabupaten Sampang dan Bangkalan. Nilai Persentase penduduk yang

membeli beras bersubsidi pada daerah ini memperlihatkan persentase

(33)

18

Gambar 3 Deskripsi peubah yang digunakan kabupaten/kota di Jawa Timur

Analisis Model SAR

Analisis model SAR pada provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh

wilayah administratif memperlihatkan bahwa persentase penduduk miskin

dipengaruhi beberapa peubah yang signifikan. Uji Likelihood Ratio Test (LRT)

memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun 2008

diperoleh nilai korelasi spasial = 0.121 dengan nilai LR test = 4.476 dan nilai

p = 0.034. Hal ini menunjukkan model nyata pada taraf α = 10%. Pengamatan

suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap pengamatan

pada lokasi di sekitarnya (Tobler, 1979). Uji signifikansi peubah pada Tabel 1

menunjukkan bahwa semua peubah yang dimasukkan dalam model adalah

signifikan yaitu : X2, X3, X6, X7, dan X8.

Kenaikan X2 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase

penduduk miskin sebesar 0.85 persen. Pendidikan merupakan faktor penting

dalam meningkatkan sumber daya manusia. Rendahnya mutu pendidikan

merupakan salah satu faktor penghambat penyediaan sumber daya manusia yang

mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di

berbagai bidang. Kenaikan X3 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan

persentase penduduk miskin sebesar 0.13 persen. Kenaikan X6 sebesar satu

satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.11

persen. Kenaikan X7 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase

penduduk miskin sebesar 0.36 persen. Kenaikan X8 sebesar satu satuan akan

menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.36 persen.

Banyaknya program bantuan yang dilakukan pemerintah untuk penduduk berupa

pemberian surat miskin, jaminan kesehatan (Askeskin), dan bantuan beras

(34)

Semakin banyak penduduk yang memperoleh bantuan, memperlihatkan tingginya

tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Hal ini menyebabkan peningkatan

persentase penduduk di bawah garis kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

Analisis pada Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura menggunakan uji

LRT memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun 2008

diperoleh nilai korelasi spasial = 0.022 dengan nilai LRT = 0.057 dan nilai

p = 0.812. Hal ini menunjukkan model tidak nyata pada taraf α = 10% yang

mengindikasikan tidak terdapat pengaruh spasial. Berdasarkan hasil yang

diperoleh terlihat kemiskinan pada satu wilayah tidak mempengaruhi wilayah

lain. Uji signifikansi peubah pada Tabel 1 menunjukkan bahwa peubah yang

signifikan adalah X2, X3, dan X7.

Kenaikan X2 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase

penduduk miskin sebesar 0.40 persen. Kenaikan X3 sebesar satu satuan akan

menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.20 persen dan

kenaikan X7 sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase

penduduk miskin sebesar 0.59 persen apabila peubah lain dianggap konstan.

Peningkatan persentase penduduk yang berpendidikan di bawah SD, persentase

penduduk yang menggunakan fasilitas air bersih, dan persentase penduduk yang

menerima beras bersubsidi akan meningkatkan persentase penduduk miskin di

wilayah tersebut.

Tabel 1 Analisis perbandingan SAR

Provinsi Jawa Timur

Melibatkan seluruh

wilayah administratif Tanpa pulau Madura

(35)

20

Analisis Model CAR

Uji LRT untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah

administratif memperlihatkan dari lima peubah bebas yang digunakan pada tahun

2008 nilai korelasi spasial = 0.157 dengan nilai LRT = 3.739 dan nilai

p = 0.053. Hal ini menunjukkan model nyata pada taraf α = 10%. Uji signifikansi

menunjukkan semua peubah signifikan untuk semua peubah yang digunakan

dalam model (Tabel 2). Kenaikan peubah X2 sebesar satu satuan akan

menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0.83 persen

Kenaikan peubah X3 satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase sebesar

0.14 persen. Apabila dilihat dari peubah X6 , X7, dan X8 , menunjukkan kenaikan

peubah ini sebesar satu satuan akan menaikkan persentase penduduk miskin

sebesar 0.11 persen , 0.35 persen, dan 0.36 persen apabila peubah lain dianggap

konstan.

Peubah yang mempengaruhi persentase penduduk di bawah garis kemiskinan

adalah jumlah penduduk yang berpendidikan di bawah SD, rumah tangga yang

menggunakan air bersih, penduduk yang mendapatkan asuransi kesehatan, beras

bersubsidi, dan surat miskin. Peningkatan penduduk yang berpendidikan rendah

akan menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah,

sehingga akan mempengaruhi kemampuan daerah itu meningkatkan kesejahteraan

penduduknya. Peningkatan rumah tangga yang menggunakan air mineral, PAM,

sumur yang menyebabkan kenaikan persentase penduduk di bawah garis

kemiskinan sangat bertentangan dengan teori yang ada. Peningkatan rumah tangga

yang menggunakan air mineral, PAM, sumur sama sekali tidak menurunkan

persentase penduduk di bawah garis kemiskinan. Kenaikan persentase penduduk

yang mendapatkan surat miskin juga merupakan hal yang berpengaruh dalam

meningkatkan persentase penduduk di bawah garis kemiskinan. Semakin banyak

penduduk yang mendapatkan surat miskin semakin memperlihatkan bahwa

banyak terdapat penduduk miskin di daerah tersebut. Kenaikan persentase

penduduk yang menerima asuransi kesehatan dan penerima beras miskin

menyebabkan kenaikan persentase kemiskinan pada model CAR.

Uji LRT untuk Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura memperlihatkan dari

(36)

= 0.029 dengan nilai LRT = 0.039 dan nilai p = 0.843. Hal ini menunjukkan

model tidak nyata pada taraf α = 10%. Uji signifikansi menunjukkan peubah

signifikan yang digunakan dalam model (Tabel 2). Kenaikan peubah X2 sebesar

satu satuan akan menyebabkan kenaikan persentase penduduk miskin sebesar

0.39 persen. Kenaikan peubah X3 dan X7 sebesar satu satuan akan menyebabkan

kenaikan persentase sebesar 0.20 persen dan 0.58 persen apabila peubah lain

dianggap konstan.

Tabel 2 Analisis perbandingan CAR

Provinsi Jawa Timur Melibatkan seluruh

wilayah administratif Tanpa pulau Madura

Analisis perbandingan Model SAR dan CAR

Beberapa kiteria yang digunakan dalam melihat uji kebaikan model dalam

model SAR dan CAR adalah AIC, penduga ragam, nilai koefisien korelasi spasial,

dan plot antara z dengan dan . Selain itu pengujian hipotesis terhadap z

dengan juga bisa digunakan untuk melihat kebaikan model. Hipotesis yang

dipakai adalah H0 : = 1 vs H1 : .

Tabel 3 memperlihatkan uji kebaikan model AIC model SAR lebih baik

daripada model CAR. Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah

administratif memperlihatkan nilai AIC model SAR = 111.95 lebih kecil

dibandingkan model CAR = 112.69. Dilihat dari nilai penduga ragam model

SAR = 0.82 yang lebih kecil dibandingkan dengan model CAR = 0.83. Plot

antara dengan peubah z seperti terlihat pada Gambar 4a memperlihatkan model

SAR dan model CAR cenderung linier. Hal ini terlihat dengan titik-titik yang

(37)

22

Uji kebaikan model pada Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura terlihat

nilai AIC model SAR = 94.781 lebih kecil dibandingkan model CAR = 94.799.

Dilihat dari nilai penduga ragam model SAR dan model CAR mempunyai nilai

yang sama yaitu 0.77. Plot antara z dengan dan seperti terlihat pada

Gambar 4b memperlihatkan model SAR dan CAR cenderung lebih linier. Hal ini

juga didukung dengan pola linier yang terbentuk dari plot dan pada

terlihat pada Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah

administratif dan tanpa melibatkan Pulau Madura sehingga dapat disimpulkan

bahwa model SAR dan CAR sama baiknya.

Tabel 3 Perbandingan analisis Model SAR dan CAR Provinsi Jawa Timur

Seluruh wilayah administratif Tanpa Pulau Madura

(38)

35

berdasarkan seluruh wilayah administrasi sebaran masing-masing peubah bebas

yang digunakan pada model SAR dan CAR menunjukkan nilai yang signifikan

kecuali X7. Sedangkan Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan Pulau Madura

menunjukkan nilai yang signifikan untuk semua peubah kecuali X6 dan X7.

Signifikansi pada tiap peubah menunjukkan terjadi asosiasi spasial antara wilayah

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.

Tabel 4 Indeks Moran global peubah bebas

Provinsi Jawa Timur

(39)

24

Analisis LISA

Berdasarkan hasil analisis LISA untuk peubah bebas di Provinsi Jawa Timur

menunjukkan nilai yang signifikan pada beberapa wilayah (Tabel 5). Peubah X2

mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Bangkalan,

Sampang, dan Pamekasan. Peubah X3 mengindikasikan terjadinya pencilan

spasial atas pada Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

Peubah X6 mengindikasikan terjadinya pencilan spasial pada Kabupaten Sampang,

Pamekasan dan Sumenep. Hal ini memperlihatkan bahwa nilai pengamatan berada

di atas rata-rata wilayah lain.

Tabel 5 Hasil analisis LISA untuk Provinsi Jawa Timur dengan seluruh wilayah

administratif Pamekasan 0.915 2.185 1.999 Tinggi-tinggi 0.012 X3 Bangkalan 2.3085 1.346 3.108 Tinggi-tinggi 0.081

Sampang 1.346 2.060 2.774 Tinggi-tinggi 0.009 Pamekasan 1.812 1.527 2.767 Tinggi-tinggi 0.022 Sumenep 1.707 1.812 3.094 Tinggi-tinggi 0.052 X6 Sampang 1.626 1.459 2.373 Tinggi-tinggi 0.063

Pamekasan 2.449 1.119 2.742 Tinggi-tinggi 0.047 Sumenep 0.613 2.449 1.502 Tinggi-tinggi 0.042 X7 Pamekasan -0.393 1.952 -0.768 Rendah-tinggi 0.045

X8 Sumenep 0.977 1.590 1.554 Tinggi-tinggi 0.081

K.probolinggo -0.193 2.162 -0.417 Rendah-tinggi 0.002 Z Bangkalan 2.125 2.383 5.065 Tinggi-tinggi 0.019 Pamekasan 1.225 2.026 2.482 Tinggi-tinggi 0.018 Sampang 2.383 1.675 3.992 Tinggi-tinggi 0.014 *) signifikan pada = 10%

Berbeda dengan peubah yang lainnya, pada peubah X7 dan X8 terdeteksi

pencilan spasial bawah yang artinya pada wilayah tersebut nilai observasi berada

di bawah nilai rata-rata wilayah lain. Pada peubah X7 pencilan spasial bawah

terdeteksi pada Kabupaten Pamekasan sedangkan peubah X8 terdeteksi pada Kota

(40)

terdeteksi pencilan spasial atas pada Kabupaten Sumenep. Peubah respon Z juga

mendeteksi pencilan spasial atas pada Kabupaten Bangkalan, Pamekasan, dan

Sampang.

Tabel 6 Hasil analisis LISA untuk Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau Madura

Peubah Banyuwangi 0.059 1.107 0.065 Tinggi-tinggi 0.04 Bondowoso 1.425 1.281 1.826 Tinggi-tinggi 0.005 Situbondo 1.000 1.551 1.551 Tinggi-tinggi 0.018 Probolinggo 3.169 0.649 2.059 Tinggi-tinggi 0.04 K.Probolinggo -0.218 3.169 -0.689 Rendah-tinggi 0.002 X3 Jombang 0.409 0.808 0.330 Tinggi-tinggi 0.055

Nganjuk 1.666 0.732 1.219 Tinggi-tinggi 0.072 Magetan 0.715 1.004 0.718 Tinggi-tinggi 0.08 Ngawi 1.654 0.984 1.627 Tinggi-tinggi 0.074 Bojonegoro 1.402 1.025 1.436 Tinggi-tinggi 0.021 Tuban 0.336 1.326 0.445 Tinggi-tinggi 0.028 Lamongan 1.249 0.899 1.123 Tinggi-tinggi 0.021 X6 Bojonegoro -0.266 0.850 -0.227 Rendah-tinggi 0.098

X7 K. Probolinggo 0.359 2.678 0.962 Tinggi-tinggi 0.08

X8 Banyuwangi -0.431 0.689 -0.297 Rendah-tinggi 0.096

Bojonegoro 1.513 0.790 1.195 Tinggi-tinggi 0.07 Tuban 1.790 1.231 2.205 Tinggi-tinggi 0.076 K. Probolinggo -0.084 2.304 -0.195 Rendah-tinggi 0.02 Z Tuban 1.713 1.247 2.137 Tinggi-tinggi 0.033 K. Probolinggo -0.141 2.467 -0.348 Rendah-tinggi 0.002 *) signifikan pada = 10%

Berdasarkan analisis LISA untuk peubah bebas di Provinsi Jawa Timur

menunjukkan nilai yang signifikan pada beberapa wilayah (Tabel 6). Peubah X2

mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Lumajang,

Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, dan Probolinggo. Sedangkan

pencilan spasial bawah terdapat pada Kota Probolinggo. Peubah X3

mengindikasikan terjadinya pencilan spasial atas pada Kabupaten Jombang,

Nganjuk, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan. Peubah X6

(41)

26

Hal ini memperlihatkan bahwa nilai observasi berada di bawah rata-rata wilayah

lain. Peubah X7 memperlihatkan terjadinya pencilan spasial atas di Kota

Probolinggo. Berbeda dengan peubah yang lainnya, pada peubah X8 terdeteksi

pencilan spasial atas dan pencilan spasial bawah. Pencilan spasial bawah

mengindikasikan pada wilayah tersebut nilai observasi berada di bawah nilai

rata-rata wilayah lain tepatnya pada Kabupaten Banyuwangi dan Kota

Probolinggo, sedangkan pencilan spasial atas terdapat Kabupaten Bojonegoro dan

Tuban. Peubah respon Z memperlihatkan adanya nilai pencilan spasial atas dan

pencilan spasial bawah. Nilai pencilan spasial terdeteksi pada Kabupaten Tuban

dan pencilan spasial pada Kota Probolinggo.

Penentuan Pencilan Spasial Faktor Kemiskinan

Perbandingan dalam bentuk asosiasi spasial pada masing-masing peubah

berdasarkan wilayah administrasi dapat dilihat pada pencaran Moran dan peta

tematik. Pencaran Moran dan peta tematik dapat memperlihatkan bentuk sebaran

peubah pada masing-masing kabupaten/kota adalah:

Pulau Madura terjadi proses penggerombolan wilayah (Clustering) yang

melibatkan 3 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan

Pamekasan.

Proses penggerombolan antar wilayah terbentuk karena korelasi yang bersifat

positif antar tiga kebupaten tersebut. Label tinggi-tinggi yang diberikan untuk

wilayah berwarna merah mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah tersebut

memiliki nilai pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain di sekitar

penggerombolan yang terbentuk. Pencaran Moran pada Gambar 6 menunjukkan

pola titik pada kuadran yang berbeda. Wilayah kabupaten/kota pada Gambar 5b

(42)

Timur. Sebelumnya wilayah tersebut secara spasial tidak teridentifikasi sebagai

label tinggi-tinggi. Menggunakan analisis LISA dengan menghilangkan Pulau

Madura wilayah tersebut bergabung dalam penggerombolan tinggi-tinggi.

Penggerombolan wilayah (clustering) terdapat pada Kabupaten Lumajang,

Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, dan Kota

Probolinggo.

a. Seluruh wilayah administrasi

b. Tanpa Pulau Madura

Gambar 6 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X2

2. Peubah air bersih (X3)

Pencaran Moran yang ditunjukkan pada Gambar 7 menunjukkan pola titik

yang berada pada satu kuadran yang sama. Pada wilayah kabupaten/kota yang

yang terletak pada Pulau Madura terjadi proses penggerombolan wilayah

(clustering) yang melibatkan 3 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bangkalan,

Sampang, dan Pamekasan (Gambar 7a). Proses penggerombolan antar wilayah

(43)

28

Label tinggi-tinggi yang diberikan untuk wilayah berwarna merah

mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai pengamatan

yang tinggi dibanding wilayah lain di sekitar penggerombolan yang terbentuk.

Pada Gambar 7b Penggerombolan wilayah (clustering) terdapat Kabupaten

Jombang, Nganjuk, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan.

a. Seluruh wilayah administrasi

d. b. Tanpa Pulau Madura

Gambar 7 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X3

3. Peubah Askeskin (X6)

Analisis pencaran Moran yang ditunjukkan pada Gambar 8 menunjukkan pola

titik yang berada pada kuadran yang berbeda. Pada Gambar 8b terdapat nilai

pangamatan terdeteksi sebagai pencilan yang bersifat rendah. Hal ini

menunjukkan pada wilayah tersebut merupakan titik terlemah dibandingkan

wilayah lain. Warna biru muda, mengindikasikan rendah-tinggi yang artinya

wilayah tersebut rendah dibandingkan wilayah disekitarnya. Wilayah tersebut

adalah kabupaten Subang.

Pada wilayah kabupaten/kota yang yang terletak pada pulau Madura terjadi

proses penggerombolan wilayah (clustering) yang melibatkan 3 kabupaten/kota

(44)

penggerombolan antar wilayah terbentuk karena korelasi yang bersifat positif

antar empat kebupaten tersebut. Label tinggi-tinggi yang diberikan untuk wilayah

berwarna merah mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai

pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain di sekitar penggerombolan yang

terbentuk. Pada Gambar 8b pencilan terlihat pada Kabupaten Bojonegoro yang

bersifat rendah, artinya pada wilayah tersebut merupakan titik terlemah

dibandingkan wilayah lain.

a. Seluruh wilayah administrasi

b. Tanpa Pulau Madura Gambar 8 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X6

4. Peubah beras miskin (X7)

Analisis pencaran Moran yang ditunjukkan pada Gambar 9 menunjukkan pola

titik yang berada pada satu kuadran yang berbeda. Terdapat nilai pangamatan

terdeteksi sebagai pencilan spasial yang bersifat rendah pada Gambar 9a yang

(45)

30

wilayah lain. Warna biru muda, mengindikasikan rendah-tinggi yang artinya

wilayah tersebut rendah dibandingkan wilayah di sekitarnya. Wilayah tersebut

adalah Kabupaten Pamekasan. Berbeda dengan pencilan spasial atas yang terlihat

pada Gambar 9b yang terdapat pada Kota Probolinggo. Label tinggi-tinggi yang

diberikan untuk wilayah berwarna merah mengindikasikan bahwa

wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai pengamatan yang tinggi dibanding wilayah-wilayah lain.

a. Seluruh wilayah administrasi

b. Tanpa Pulau Madura Gambar 9 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X7

5. Peubah surat miskin (X8)

Analisis pencaran Moran yang ditunjukkan pada Gambar 10 menunjukkan

pola titik yang berada pada kuadran yang sama, terdapat nilai pangamatan

terdeteksi sebagai pencilan spasial yang bersifat rendah dan pengamatan yang

besifat tinggi. Pada wilayah kabupaten/kota yang yang terletak pada Pulau

Madura tepatnya Kabupaten Sumenep terlihat wilayah bewarna merah

(46)

pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain. Gambar 10b terlihat adanya

pengamatan yang terdeteksi sebagai pencilan spasial yang bersifat tinggi dan

rendah. Penggerombolan untuk pencilan spasial atas terjadi pada Kabupaten

Bojonegoro dan Tuban, sedangkan pencilan spasial bawah terdapat pada

Kabupaten Banyuwangi.

a. Seluruh wilayah administrasi

b. Tanpa Pulau Madura Gambar 10 Pencaran Moran dan peta tematik peubah X8

6. Peubah persentase penduduk miskin ( )

Analisis pada plot yang ditunjukkan pada Gambar 11 menunjukkan pola titik

yang berada pada kuadran yang sama. Terdapat nilai pangamatan terdeteksi

sebagai pencilan spasial atas. Pada wilayah kabupaten/kota yang terletak pada

Pulau Madura tepatnya Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan terlihat

wilayah bewarna merah (Gambar 11a) mengindikasikan bahwa wilayah tersebut

memiliki nilai pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain. Pada Gambar 11b

terlihat adanya pengamatan yang terdeteksi sebagai pencilan spasial atas tepatnya

(47)

32

a. Seluruh Wilayah Administrasi

(48)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Korelasi spasial pada model otoregresif simultan dan otoregresif bersyarat

mempunyai nilai yang signifikan yang mampu menggambarkan hubungan

antara masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur untuk seluruh

wilayah administrasi. Sedangkan korelasi spasial wilayah Provinsi Jawa

Timur tanpa melibatkan Pulau Madura mempunyai nilai yang tidak signifikan.

Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Madura adalah merupakan wilayah yang

sangat berpengaruh dalam menentukan nilai korelasi spasial.

2. Model CAR dan SAR sama baiknya dalam menentukan faktor-faktor

kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Faktor-faktor yang berpengaruh pada

peningkatan kemiskinan pada model SAR dan CAR adalah peubah penduduk

yang berpendidikan di bawah SD, rumah tangga yang menggunakan air

bersih, penduduk yang mendapat asuransi kesehatan, penduduk yang

membeli beras bersubsidi, dan penduduk yang mendapat surat miskin.

3. Pencilan spasial terpusat pada Pulau Madura untuk Provinsi Jawa Timur

dengan melibatkan seluruh wilayah administrasi. Jika Pulau Madura

dihilangkan maka pencilan spasial terdapat pada Kabupaten Lumajang,

Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Kota

Probolinggo. Kabupaten Jombang, Nganjuk, Magetan, Ngawi, Bojonegoro,

Tuban, Lamongan, dan kota Probolinggo

Saran

Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan peubah lain dalam

menentukan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan persentase kemiskinan

wilayah. Selain itu dapat menggunakan matriks pembobot spasial yang lain untuk

(49)

34

DAFTAR PUSTAKA

Arab A, Hooten B M, Wikle K Christopher. 2010. Hierarchical Spatial Models.

Ardiansa, Dirga. 2010. Faktor Yang Mempengaruhi Sebaran Suara Dan Perolehan Kursi Partai pada Pemilu Legislatif 2009 di Wilayah DKI Jakarta & Jawa Barat [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Arisanti, Restu. 2010. Model Regresi Spasial untuk Deteksi aktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anselin L. 1995. Local Indicators of Spatial Association. Research Paper 9331 Regional Research Institute West Virginia.

Banerjee S, Carlin BP, Gelfan AE . 2004. Hierarchical Modeling and Analysis for Spatial Data. Chapman & Hall/CRC Press Company.

Bappenas. 1993. Panduan Program Inpres Desa Tertinggal. Jakarta.

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2008. Penduduk Miskin Kabupaten Sukarami 2008/2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2008. Data dan Informasi Kemiskinan 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Cressie Noel A C. 1993. Statistics for Spatial Data. Revised Edition. John Wiley & Sons, Inc.

Dormann F Carsten et al. 2007. Method to Account for Spatial Autocorrelation in the Analysis of Species Distributional Data: a Review. Ecography 30 : 609-628.

Grasa A.A. 1989. Econometric Model Selection: A New Approach. Academic Publisher, Dordrecht.

Haining Robert. 2004. Spatial Data Analysis Theory and Practice. Cambridge University Press.

Hakim L, Zuber A. 2008. Dimensi Geografis dan Pengentasan Kemiskinan Pedesaan. Media Ekonomi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti. Hartomo dan, Aziz. 1997. Ilmu Sosial Dasar. Bumi Aksara, Jakarta

(50)

Oliviera de Victor. 2008. Bayesian Analysis of Simultaneous Autoregressive Models. The Indian Journal of Statistics volume 70-B part 2 pp 323-350.

Schabenberger O, Gotway AC. 2005. Statistical Methods for Spatial Data Analysis. New York: Chapman & Hall/CRC Press Company.

Pace Kelley R, Lesage P James. Conditional Autoregressions with Doubly Stochastic Weight Matrices.

Rahmawati, Rita. 2010. Model Regresi Terboboti Geografis dengan Pembobot Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda untuk Data Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember) [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ripley D Brian. 2004. Spatial Statistics. Hoboken, New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Silk J. 1979. Statistical Concept in Geography. London: George Allen & Unwin.

Suparlan, Parsudi. 1993. Kemiskinan di Perkotaan. Yayasan Obor, Indonesia.

Suryawati, C.2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. [Tesis]. Universitas Diponegoro, Jawa Tengah.

Tobler W. 1979. Cellular Geography in Philosophy in Geography. Edited by S. Galc and G Olsson, pp. 379-386.

Tognelli F Marcelo, Kelt A Douglas. Analysis of Determinan of Mammalian Species Richness in South America Using Spatial Autoregressive Models. 2004. Ecography 27 : 427-436.

Wall M Melanie. 2004. A Close Look At The Spatial Structure Implied By The CAR And SAR Models. Journal of Statistical Planning and inference 121, 311-324.

Waller A Lance, Gotway A Carol. 2004. Applied Spatial Statistics for public Health Data. John Wiley & Sons, Inc.

(51)

36

Lampiran 1 Hasil Model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur dengan

melibatkan seluruh wilayah administratif

SAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.269434 0.41091 7.9566 1.78E-15 Pen_Rendah 0.849997 0.066 12.8788 < 2.2e-16 Air_Bersih 0.133117 0.068172 1.9527 0.05086 Askeskin 0.114345 0.047632 2.4006 0.01637 Surat_Miskin 0.357912 0.044731 8.0014 1.33E-15 Raskin 0.357205 0.089521 3.9902 6.60E-05

Rho : 0.12138 Nilai test LR : 4.4763 Nilai p: 0.034369 AIC: 111.95

CAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.212527 0.416325 7.7164 1.20E-14 Pen_Rendah 0.836077 0.065677 12.7301 < 2.2e-16 Air_Bersih 0.145888 0.069268 2.1061 0.03519 Askeskin 0.119084 0.049956 2.3838 0.01714 Surat_Miskin 0.353306 0.04429 7.9772 1.55E-15 Raskin 0.363437 0.092652 3.9226 8.76E-05

(52)

Lampiran 2 Hasil Model SAR dan CAR untuk Provinsi Jawa Timur tanpa

melibatkan pulau Madura

SAR

Koefisien Penduga Galat Nilai z Nilai p (Intercept) 3.071196 0.389345 7.8881 3.11E-15 Pen_Rendah 0.399489 0.141923 2.8148 0.00488 Air_Bersih 0.203039 0.062204 3.2641 0.001098 Askeskin 0.052333 0.052749 0.9921 0.321145 Surat_Miskin 0.588169 0.078971 7.4479 9.48E-14 Raskin 0.091992 0.140416 0.6551 0.512378 Rho : 0.021735Nilai test LR : 0.056799 Nilai p: 0.81164

AIC: 94.781

CAR

(53)

38

Lampiran 3 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan

seluruh wilayah administratif

Analisis regresi: z versus zsar Persamaan regresi: z = 0.995 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 0.995058 0.008056 123.52 0.000

S = 0.947427

Analisis Variansi

Sumber DF Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 13695 13695 15256.81 0.000

Galat 37 33 1

Total 38 13728

Analisis regresi: z versus zcar persamaan regresi

z = 0.994 zcar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 0.993807 0.007966 124.76 0.000

S = 0.938025

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 13695 13695 15564.94 0.000

Galat 37 33 1

(54)

Lampiran 4 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur tanpa melibatkan

pulau Madura

Analisis regresi: z versus zcar persamaan regresi: z = 1.63 zcar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 1.63328 0.02796 58.41 0.000

S = 1.69578

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 9810.9 9810.9 3411.69 0.000

Galat 33 94.9 2.9

Total 34 9905.8

Analisis regresi: z versus zsar Persamaan regresi: z = 1.63 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

Zsar 1.63280 0.02790 58.52 0.000

S = 1.69251

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 9811.2 9811.2 3425.00 0.000

Galat 33 94.5 2.9

(55)

40

Lampiran 5 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur dengan seluruh

wilayah administrasi

Analisis regresi: zcar versus zsar

persamaan regresi: zcar = 1.00 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

zcar 1.00128 0.0003 2584.87 0.000

S = 0.0455560

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 13867 13867 6681555.94 0.000

Galat 37 0 0

(56)

Lampiran 6 Hasil Analisis Regresi untuk Provinsi Jawa Timur tanpa Pulau

Madura

Analisis regresi: zcar versus zsar

Persamaan regresi: zcar = 1.01 zsar

Prediksi Koefisien Koefisien galat Nilai t Nilai p Konstan

Zsar 1.00869 0.00033 3086.35 0.000

S = 1.69251

Analisis Variansi

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai f Nilai p

Regresi 1 3643.4 3643.4 9525530.59 0.000

Galat 33 0.0 0.0

Gambar

Gambar 2  Peta administratif  wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur
Tabel 2  Analisis perbandingan CAR
Tabel 3  Perbandingan analisis Model SAR dan CAR Provinsi Jawa Timur
Gambar 5 Plot antara  dan   Provinsi Jawa Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Derajat keanggotaan yang paling tinggi di antara ketiga katagori (cepat, normal, dan lama) diambil sebagai indikator pengkelasan. Misalkan untuk metode Centroid, telah diperoleh

Sistem evaluasi ditekankan pada proses pembelajaran sehingga setiap tahapan proses mahasiswa akan dinilai baikoleh dosen maupunasistende ngan aturan penilaian dan

Pendekatan ini yang dimulai dari awal tahun 1970, pendekatan terstruktur dilengkapi dengan alat-alat dan teknik- teknik yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem, sehingga

Persentase dan kriteria indikator penduduk tidak tamat sekolah dasar dan berumur &gt; 15 tahun di Kecamatan Wonotunggal ... Persentase dan kriteria indikator penduduk tidak

Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sistem persediaan obat pada Apotek Adya, maka dapat disimpulkan bahwa menggunakan sistem yang

Menurut Struat Hall (1980), untuk mengetahui bagaimana media mempe- ngaruhi audiens setelah menerima pesan yang disampaikan adalah dengan melalui proses encoding

(7) Hubungan fleksibilitas punggung, kekuatan tungkai, tinggi jangkauan, koordinasi mata-tangan, daya ledak otot lengan dan kekuatan genggaman terhadap kemampuan servis

Setiap penelitian yang sudah dilakukan terhadap metode clustering k-Means, masalah yang belum dibahas adalah nilai threshold berapakah yang optimal dalam menggunakan metode