• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis daya saing ekspor produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat periode 2000-2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis daya saing ekspor produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat periode 2000-2009"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

UKKE HENTRESNA LESTARI H14062739

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

UKKE HENTRESNA LESTARI. Analisis Daya Saing Ekspor Produk Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat Periode 2000-2009 (dibimbing oleh

ALLA ASMARA).

Produk Alas Kaki merupakan salah satu produk unggulan ekspor Indonesia. Keunggulan produk – produk alas kaki Indonesia berupa harga yang kompetitif, desainnya yang unik dan bervariasi menjadikan produk Indonesia dikenal memiliki positioning yang baik di pasar dunia. Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia. Namun dalam perkembangan kegiatan ekspor ke negara tersebut adanya liberalisasi perdagangan menyebabkan produk alas kaki Indonesia mendapat ancaman persaingan yang serius dari negara-negara yang juga berperan sebagai produsen alas kaki ke pasar Amerika Serikat. Liberalisasi perdagangan seharusnya dapat dijadikan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor produk alas kaki, namun disisi lain hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing agar dapat menghasilkan produk-produk alas kaki yang semakin kompetitif di pasar internasional.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat (dibandingkan dengan Cina sebagai negara pesaing utama). Metode yang digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif Alas Kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat yakni dengan menggunakan metode Revealed Comparatif Advantage (RCA). Sedangkan metode yang digunakan untuk menganalisis daya saing khususnya dalam mengukur dinamika tingkat daya saing suatu industri alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat adalah metode Constant Market Share Analysis (CMSA). Penggunaan kedua metode tersebut diolah dengan bantuan software Microsoft Excel 2007.

(3)
(4)

PERIODE 2000-2009

Oleh:

Ukke Hentresna Lestari H14062739

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Nama Mahasiswa : Ukke Hentresna Lestari

NIM : H14062739

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Alla Asmara , SPt, M.Si. NIP 19730113 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

Ukke Hentresna Lestari

(7)

Penulis bernama Ukke Hentresna Lestari lahir pada tanggal 7 Agustus 1988 di Jakarta. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Erwin Hendarwin dan Erniawati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Pelita Harapan, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Babelan dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Mutiara 17 Agustus Bekasi dan lulus pada tahun 2006.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas seluruh rahmat, hidayah, serta karunia-Nya yang selalu dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Skripsi ini berjudul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat Periode 2000-2009 disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi Ilmu Ekonomi Strata Satu (S-1) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis banyak mendapatkan bimbingan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak dalam penuyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta, Bapak H. Erwin Hendarwin dan Ibu Erniwati yang selalu memberi kasih sayang, motivasi dan perhatian yang besar secara moril, materil, dan doa sehingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Alla Asmara M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian. 3. DR. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku Dosen Penguji utama dan

Fifi Diana Thamrin, M.Si sebagai komisi pendidikan yang telah banyak memberikan masukan untuk skripsi ini.

4. Badan Pusat Statistik, Departemen Perdagangan, serta instansi-instansi terkait yang banyak membantu selama penelitian berlangsung.

5. Adik-adikku Ilham Henjanuar Putra dan Regita Hentryana Sari. 6. Irawan yang selalu memberikan dukungan, motivasi serta keceriaan

(9)

8. Ullin, Pika, Bubu, Pupi, Vivi dan Dini sahabat- sahabat yang selalu memberikan motivasi serta keceriaan dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi.

9. Semua teman-teman IE 43 yang selalu memberikan semangat pada penulis dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan yang dimiliki penulis, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Bogor, Juni 2011

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Manfaat Penelitian ... 9

1.5.Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

2.1. Pengertian Industri ... 12

2.2. Pengertian Daya Saing ... 12

2.3. Konsep Perdagangan Internasional ... 13

2.3.1. Teori Keunggulan Komparatif ... 15

2.3.2. Teori Keunggulan Kompetitif ... 17

2.4. Analisis Keunggulan Komparatif (RCA) ... 17

2.5. Teori Constant Market Share (CMS) ... 19

2.6. Penelitian Terdahulu ... 21

2.6.1 Penelitian mengenai Alas Kaki ... 21

2.6.2 Penelitian Mengenai Daya Saing ... 21

2.7. Kerangka Pemikiran ... 24

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 27

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 27

3.2.1. Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 28

(11)

IV. GAMBARAN UMUM ... 32

4.1. Karakteristik Industri Alas Kaki ... 32

4.1.1. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Alas Kaki ... 35

4.1.2. Jumlah Perusahaan Industri Alas Kaki ... 37

4.1.3. Efisiensi Industri Alas Kaki ... 38

4.1.4 Perkembangan Investasi Sektor Industri Alas Kaki ... 39

4.2.Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Dunia Tahun 2000-2009 ... 41

4.3.Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Indonesia Tahun 2000-2009 ... 42

4.3.1. Perkembangan Perdagangan Alas Kaki untuk Sepatu Olah Raga Bahan Kulit (HS 640319) Tahun 2000-2009 ... 44

4.3.2. Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Untuk Sepatu Olah Raga Bahan Kulit Atau Plastik (HS 640219) Tahun 2000-2009 ... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

5.1. Perbandingan Keunggulan Komparatif Alas Kaki Indonesia Dan Cina ... 54

5.2. Analisis Constant Market Share Indonesia Dan Cina ... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Nilai Ekspor Non Migas Indonesia (Menurut Sektor)... 2

1.2. Presentase Peran Sub- Sektor Industri Pengolahan terhadap PDB Nasional Tahun 2008 ... 3

1.3. Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia ke Berbagai Negara ... 4

1.4. Nilai Impor Produk Alas Kaki ke Amerika Serikat ... 5

1.5. Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia dan Cina Tahun 2000-2009 ... 8

4.1 Perkembangan Realisasi Investasi Industri Alas Kaki ... 39

5.1. Keunggulan Komparatif Alas Kaki Komoditi HS 640319 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat ... 56

5.2. Keunggulan Komparatif Alas Kaki Komoditi HS 640219 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat ... 68

5.3. Constant Market Share Alas Kaki Komoditi HS 640219 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat ... 81

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional ... 14 2.2 Kerangka Pemikiran ... 26 4.1 Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar Sedang Komoditi

Alas Kaki Tahun 2000-2008... 36 4.2 Jumlah Perusahaan Industri Besar Sedang Komoditi

Alas Kaki Tahun 2000-2008... 37 4.3 Nilai Efisiensi Industri Besar dan Sedang Komoditi

Alas Kaki Tahun 2000-2008... 38 4.4 Perkembangan Perdagangan Industri Alas Kaki Dunia

Tahun 2000-2009 ... 42 4.5 Kontribusi Ekspor Alas Kaki Beberapa Negara Terhadap

Total Ekspor Alas Kaki Dunia Tahun 2000-2009 ... 43 4.10 Kontribusi Ekspot Beberapa Negara yang Mengekspor

Alas Kaki HS 640319 ke Amerika Serikat Tahun 2000-2009 ... 48 4.11 Perkembangan Nilai Ekspor Alas Kaki HS 640219

ke Dunia Tahun 2000-2009 ... 49 4.12 Perkembangan Nilai Impor Alas Kaki HS 640219 ke Dunia

Tahun 2000-2009 ... 50 4.13 Perkembangan Volume Ekspor Alas Kaki HS 640219 ke Dunia

Tahun 2000-2009 ... 51 4.14 Pangsa Pasar Utama Ekspor Alas Kaki HS 640219

dari Indonesia ke Beberapa Negara Tahun 2000-2009 ... 52 4.15 Kontribusi Ekspor Beberapa Negara yang Mengekspor

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit (HS 640319) Indonesia

ke Amerika Serikat ... 91 2 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga

yang menggunakan Bahan Kulit atau Plastik (HS 640219)

Indonesia ke Amerika Serikat ... 92 3 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga

yang menggunakan Bahan Kulit (HS 640319)

Cina ke Amerika Serikat ... 93 4 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga

yang menggunakan Bahan Kulit atau Plastik (HS 640219)

Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan

Bahan Kulit atau Plastik Indonesia di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) ... 97 8 Perhitungan Efek Daya Saing Sepatu Olah Raga yang

Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik Cina di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) ... 98 9 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS 640319 Indonesia ke Amerika Serikat

Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) ... 99 10 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS 640219

Indonesia ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan

2005-2009 (Juta US$) ... 100 11 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang

Menggunakan Bahan Kulit HS 640319 Cina ke Amerika Serikat

(15)

12 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS 640219

Cina ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam

pembangunan nasional. Selain sektor Pertanian, kontribusi sektor Industri

terhadap pembangunan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kontribusi yang

signifikan. Pada beberapa negara yang tergolong maju, peranan sektor Industri

lebih dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor Industri memegang

peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor Industri memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain. Produk- produk industri dinilai

selalu memiliki nilai tukar yang tinggi atau lebih menguntungkan serta

menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk- produk

sektor lain.

Adanya pembangunan industri dan perdagangan yang dilaksanakan saat

ini merupakan bagian dari pembangunan yang berkelanjutan dalam menghadapi

adanya tantangan era perdagangan dan investasi dunia yang semakin bebas. Daya

saing yang tinggi benar- benar diperlukan dalam menghadapi era persaingan

bebas tersebut agar tetap dapat unggul khususnya dalam bidang industri dan

perdagangan. Salah satu indikator berhasilnya suatu produk dalam persaingan

adalah semakin lakunya produk tersebut di pasaran, yang dapat ditandai dengan

semakin meningkatnya penjualan atau dalam perdagangan internasional semakin

meningkatnya produk ekspor tersebut.

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang bergantung pada

(17)

Seperti yang terlihat pada Tabel 1.1 peranan sektor industri terhadap ekspor non

migas Indonesia menduduki peringkat nilai ekspor yang lebih unggul dengan nilai

ekspor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

Tabel 1.1 Nilai ekspor non migas Indonesia (menurut sektor) tahun 2004 -2009 (Juta US$)

Sektor 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian 2.512,9 2.880,2 3.364,9 3.657,9 4.584,6 4.352,8

Pertamba-ngan

4.761 7.955,7 11.191.5 11.884,9 14.906,2 19.692,3

Industri 48.660,2 55.593.7 62.023,9 76.460,4 88.393,5 73.435,8

Komoditi lainnya

4,2 7,6 8,9 8,8 9,9 10,8

Sumber : Statistik Keuangan dan Ekonomi, BI ( diolah oleh PUSDATA, Departemen Perdagangan)

Salah satu sektor industri yang memiliki kontribusi serta peranan yang

cukup besar terhadap ekspor adalah industri produk alas kaki, menurut laporan

daya saing USAID SENADA 2008 sedikitnya terdapat beberapa kategori produk

alas kaki yang dinilai mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap

besarnya nilai devisa. Sesuai dengan ketentuan kode Harmony System (HS) produk- produk tersebut ialah HS 640219, HS 640319 dan HS 640411, HS

640299 dan HS 640399, kelima produk tersebut mendominasi sebesar 83 persen

dari keseluruhan total ekspor produk alas kaki.

Selain kontribusi yang cukup besar terhadap nilai ekspor, produk alas kaki

juga memiliki peranan yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

nasional, berdasarkan pada Tabel 1.2 presentase peran sub sektor industri

pengolahan terhadap PDB nasional industri alas kaki bersama dengan produk

(18)

karet, industri alas kaki memberikan kontribusinya sebesar 2,45 persen terhadap

PDB nasional dengan nilai sebesar 50.994 milyar rupiah.

Tabel 1.2 Presentase Peran Sub- Sektor Industri Pengolahan Terhadap PDB Nasional Tahun 2008

No. Sub- Sektor Industri Pengolahan Nilai Peran Thd

(Milyar Rp.) PDB Nasional (%)

A. INDUSTRI MIGAS 47.664,0 2,29

1 pengilangan Minyak Bumi 20.973,0 1,01

2 Gas Alam Cair 26.691,0 1,28

B. INDUSTRI TANPA MIGAS 510.102,0 24,50

1 Makanan, Minuman dan Tembakau 139.992,0 6,72

2

Sumber : Kementrian Perindustrian (2008)

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengekspor alas kaki

terpenting di kawasan Asia serta menduduki peringkat 10 besar pengekspor

terbesar di dunia. Produk- produk yang dihasilkan para produsen Indonesia

dikenal telah memiliki positioning yang baik di pasar dunia. Salah satu faktor yang membuat produk Indonesia unggul dari produk lainnya ialah harga yang

kompetitif, desain produk yang unik, tahan lama serta memiliki bahan yang

eksotik dan bervariasi (SNI Penguat Daya Saing, 2009).

Memasuki era globalisasi yang semakin berkembang dewasa ini, adanya

liberalisasi perdagangan tentu membuka peluang yang cukup besar bagi Indonesia

(19)

yang menjadi pasar utama dalam kegiatan ekspor alas kaki Indonesia antara lain,

Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Jepang, Jerman dan Itali. Namun dari

keseluruhan negara tersebut, Amerika Serikat merupakan negara yang menjadi

tujuan utama kegiatan ekspor Indonesia, hal ini lebih disebabkan karena besarnya

kontribusi dari nilai ekspor alas kaki Indonesia yang cukup tinggi ke negara

tersebut dibandingkan nilai ekspor ke negara lainnya ( Tabel 1.3).

Tabel 1.3 Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia ke berbagai negara tahun 2004-2009 (Juta US$)

untuk negara Amerika Serikat mengalami penurunan dari Tahun 2004 sampai

dengan Tahun 2007, namun jumlahnya kembali meningkat pada Tahun 2008 dan

2009. Berdasarkan persentase besarnya nilai ekspor produk alas kaki Indonesia ke

Amerika Serikat dari Tahun 2004 sampai 2009 adalah sebesar 26,76 persen, nilai

ini merupakan nilai tertinggi jika dibandingkan ekspor alas kaki Indonesia untuk

negara lainnya.

Dalam perkembangan kegiatan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat,

selain Indonesia terdapat banyak negara lain yang juga merupakan penghasil alas

kaki, seperti Cina, Thailand, Itali, Brazil, Hongkong, dan Uni Eropa. Adanya

liberalisasi perdagangan tentu membuka peluang yang cukup besar negara lain

(20)

negara yang mampu mengekspor produk alas kaki dalam jumlah yang cukup besar

ke Amerika, kini mulai menghadapi tantangan berupa persaingan dari

negara-negara lain.

Tabel 1.4 Nilai Impor Produk Alas Kaki ke Amerika Serikat tahun 2005-2009 (Juta US$)

Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009

China 5962,16 6791,21 7616,18 8245,05 9339,80 8832,21

Indonesia 468,80 472,21 450,37 384,00 394,01 401,59

Thailand 247,90 308,21 284,43 242,96 234,14 129,52

Italy 1307,88 1107,77 1067,71 1112,04 989,16 692,08

Brazil 1046,48 968,32 867,05 730,11 497,34 361,33

Hongkong 2817,91 2837,84 2732,61 2638,37 2456,79 1789,75 European 1955,73 1695,11 1649,84 1725,65 1510,63 1057,14

Sumber : UN COMTRADE (2010)

Berdasarkan Tabel 1.4 salah satu negara pesaing utama untuk kegiatan

ekspor produk alas kaki negara Indonesia dari asia adalah negara Cina (selain

Thailand dan Hongkong), negara ini menempati posisi utama untuk besarnya nilai

ekspor yang tinggi dibandingkan dengan negara lainnya.

Liberalisasi perdagangan telah menyebabkan persaingan yang ketat antar

pengekspor alas kaki. Oleh karena itu agar produk alas kaki Indonesia tidak kalah

dalam pasar Amerika Serikat, Indonesia harus dapat meningkatkan daya saingnya

pada komoditi tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan industri alas kaki nasional ternyata mengalami banyak

kendala-kendala, munculnya hambatan secara eksternal dan internal telah

membawa dampak pengaruh yang cukup besar terhadap berlangsungnya kegiatan

produksi dan perdagangan. Hambatan yang muncul secara eksternal adalah

(21)

tarif, seperti larangan menggunakan bahan baku toxid yang dapat menghambat laju ekspor alas kaki Indonesia terutama ke negara-negara industri maju seperti

Amerika Serikat, selain itu adanya liberalisasi perdagangan sehingga

menyebabkan adanya masalah persaingan dari negara pesaing baru seperti Cina,

Vietnam dan Thailand yang mempromosikan produknya yang secara tidak

langsung membawa dampak yang cukup besar terhadap kinerja ekspor alas kaki di

pasar tujuan utama Amerika Serikat.

Selain hambatan eksternal produsen alas kaki nasional juga menghadapi

hambatan- hambatan internal seperti kekurangan bahan baku kulit akibat

ketentuan pungutan ekspor serta bahan baku kulit mentah impor harus terkena

ketentuan Certificate Inspection Approval (CIA) mengakibatkan terhambatnya kelancaran bahan baku industri, selain itu masih kurangnya ketersediaan tenaga

ahli bidang desain produk dan teknologi produksi berkelas internasional,

kurangnya kepercayaan lembaga pembiayaan, serta mesin/ peralatan yang

digunakan sebgaian besar sudah tua juga berpengaruh terhadap produktivitas,

efisiensi dan mutu produk yang dihasilkan.

Dalam perkembangan kegiatan ekspor alas kaki Indonesia ke pasar

Amerika Serikat, ternyata kinerja ekspor alas kaki Indonesia beberapa tahun

terakhir banyak mengalami penurunan, hal ini diduga akibat adanya persaingan

yang serius dari negara-negara yang juga berperan sebagai produsen alas kaki ke

pasar Amerika Serikat. Semakin meningkatnya persaingan ternyata berdampak

terhadap besarnya nilai ekspor Indonesia, hal ini terbukti dengan semakin

menurunnya nilai ekspor Indonesia akan tetapi disisi lain nilai ekspor pesaingnya

(22)

Cina merupakan salah satu negara yang mendominasi ekspor produk alas

kaki dan juga salah satu pesaing terkuat Indonesia di pasar Amerika Serikat.

Berdasarkan Tabel 1.5 dalam perkembangan beberapa tahun terakhir pertumbuhan

ekspor industri alas kaki Indonesia mengalami pertumbuhan yang jauh lebih

lambat dibandingkan dengan Cina, perkembangan nilai ekspor alas kaki Cina ke

Amerika selalu jauh di atas nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat,

selain itu rata-rata ekspor alas kaki Cina ke Amerika mengalami pertumbuhan

yang sangat tinggi dan jauh diatas Indonesia.

Pada Tahun 2000 nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat

sebesar US$ 692,34 juta, kemudian turun menjadi US$ 611,88 juta pada tahun

2001 yang menyebabkan pertumbuhan ekspornya turun sebesar 0,11 persen, pada

saat yang bersamaan Cina justru mengalami pertumbuhan ekspor sampai 3,23

persen. Memasuki Tahun 2002 nilai ekspor Indonesia kembali mengalami

penurunan sebesar US$ 475,49 juta, hal ini menyebabkan pertumbuhan ekspor

alas kaki Indonesia menurun sampai 22,2 persen. Sementara Cina mengalami

peningkatan pertumbuhan ekspor sampai 0,21 persen. Tahun 2003 pertumbuhan

ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan sampai 2,74 persen dan Cina

mengalami kenaikan sampai 6,38 persen.

Pada Tahun 2004, nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat

meningkat sebesar US$ 468,80 juta, menyebabkan pertumbuhannya naik sebesar

1,37 persen, namun tertinggal jauh oleh Cina yang mengalami pertumbuhan

sebesar 10,86 persen dengan nilai ekspor US$ 5,962 miliar. Begitu juga pada

tahun 2005 pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat

(23)

sedangkan Cina mengalami pertumbuhan sebesar 13,90 persen dengan nilai

Nilai Perubahan(%) Nilai Perubahan (%)

2000 692,34 - 4886,5 -

Memasuki Tahun 2006, nilai ekspor Indonesia kembali mengalami

penurunan sebesar US$ 450,37 juta, hal ini menyebabkan pertumbuhan ekspor

Indonesia turun sebesar 4,62 persen. Sementara Cina tetap mengalami

pertumbuhan ekspor yang positif sebesar 12,14 persen dengan nilai ekspor US$

7,616 miliar. Tahun 2007 nilai ekspor alas kaki Indonesia di pasar Amerika

serikat tetap mengalami penurunan sebesar US$ 384 juta, sedangkan Cina nilai

ekspornya kembali mengalami peningkatan sebesar US$ 8,245 miliar. Tahun 2008

dan 2009 pertumbuhan nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar

2,60 persen dan 1,92 persen. Sementara Cina mengalami pertumbuhan ekspor

sebesar 13,27 persen pada Tahun 2008 dan mengalami penurunan pada Tahun

2009 sebesar 5,43 persen.

Secara keseluruhan pertumbuhan total ekspor Indonesia dari Tahun 2000

(24)

ekspor pada Tahun 2000 sebesar US$ 692,34 juta dan US$ 401,60 juta pada tahun

2009. Sementara jika dibandingkan dengan Cina, pertumbuhan total ekspor Cina

cenderung terus mengalami peningkatan sampai 80,74 persen dengan nilai ekspor

US$ 4,885 milliar pada tahun 2000 dan US$ 8,832 milliar pada Tahun 2009.

Berdasarkan uraian diatas, hal ini menunjukkan bahwa alas kaki Indonesia

harus memiliki daya saing yang lebih tinggi agar dapat bersaing dengan alas kaki

dari negara pesaing seperti Cina. Sehingga penting untuk di analisis bagaimana

posisi daya saing produk alas kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari permasalahan yang telah dipaparkan pada perumusan

permasalahan di atas, maka tujuan utama dari penelitian ini adalah :

1. Mengukur daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat

berdasarkan keunggulan komparatif yang dimiliki serta membandingkan

secara komparatif dengan negara Cina sebagai negara pesaing utama.

2. Mengetahui faktor-faktor yang dominan dalam mempengaruhi

pertumbuhan ekspor produk alas kaki Indonesia dan Cina berdasarkan

analisis pangsa pasar konstan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi serta bukti

nyata mengenai daya saing Alas Kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat.

(25)

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

yang lebih jelas mengenai daya saing industri Alas Kaki Indonesia di pasar

Amerika Serikat khususnya setelah memasuki era globalisasi, sehingga

pemerintah mendapat informasi dan bahan masukan dalam merumuskan

berbagai kebijakan yang bersifat kompetitif di masa yang akan datang.

2. Bagi para pelaku pasar, hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi

tambahan atas kondisi industri Alas Kaki di Indonesia saat ini dan dapat

mengetahui langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing industri Alas

Kaki Indonesia ke depannya.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran

untuk memahami industri Alas Kaki secara lebih mendalam. Selain itu juga

untuk membuka wawasan dan pemahaman untuk mencari jawaban atas

perumusan masalah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan data yang diperoleh dari laporan daya saing ekspor 2008

dari 27 produk yang ditetapkan dalam enam digit kode HS, terdapat beberapa

produk dari alas kaki yang memiliki jumlah ekspor yang cukup besar jika

dibandingkan dengan produk-produk alas kaki lainnya, produk tersebut

dikategorikan dalam kode perdagangan Harmony System (HS) 6 digit dengan kode Harmony System (HS) sebagai berikut:

1. Sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit (HS 640319)

(26)

Ruang lingkup penelitian hanya pada kedua komoditi di atas karena

komoditi tersebut merupakan komoditi yang memiliki nilai ekspor yang terbesar

jika dibandingkan dengan kategori komoditi alas kaki lainnya, selain itu untuk

pangsa pasar Amerika Serikat, Indonesia merupakan salah satu negara yang

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Pengertian Industri

Industri dapat diartikan sebagai sekumpulan perusahaan serupa atau

sekelompok produk yang berkaitan erat (Lipsey et al.,1997). Dalam bukunya, Dumairy (1996) menjelaskan bahwa industri memiliki dua arti. Pertama, industri

dapat diartikan sebagai himpunan perusahaan sejenis. Dalam konteks ini industri

alas kaki maksudnya himpunan pabrik atau perusahaan alas kaki. Kedua, industri

dapat juga diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat

kegiatan produktif yang mengelola bahan mentah menjadi barang jadi atau barang

setengah jadi. Menurut Dumairy (1996), sektor industri diyakini sebagai sektor

yang dapat memimpin sektor lain dalam suatu perekonomian menuju kemajuan.

Produk industri selalu lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang

lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lainnya. Hal ini disebabkan

karena sektor ini memberikan manfaat marjinal kepada pemakainya.

2.2 Pengertian Daya Saing

Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing dapat diidentikkan dengan

produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang

digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan

jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang

digunakan, dan peningkatan teknologi (total factor productivity).

(28)

kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa yang berskala

internasional melalui mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus

menjaga dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang.

Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku usaha suatu

negara sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada dasarnya

berhubungan dengan biaya sehingga yang memenangkan kompetisi adalah negara

yang mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau berkualitas

baik. Biaya berhubungan dengan harga faktor-faktor input (seperti nilai tukar,

upah domestik, biaya material), produktivitas, kemampuan untuk memproduksi

barang berkualitas, biaya transportasi, biaya komunikasi, kendala perdagangan,

strategi perdagangan, dan kemampuan untuk memenuhi spesifikasi pasar (

Butir-Butir Pemikiran Perdagangan Indonesia ,2009).

2.3 Konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah suatu proses pertukaran barang

(perdagangan) yang timbul antar negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

di negara-negara tersebut. Menurut Waluya (1995) perdagangan internasional

dapat di definisikan terdiri dari kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara

asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh

perusahaan multinasional corporation untuk melakukan perpindahan barang dan

jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan tekhnologi

(pabrik) dan perpindahan merek dagang.

Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya perdagangan

(29)

negara. Perbedaan ini terjadi karena : (a) tidak semua negara memiliki dan mampu

menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara

tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis serta kandungan buminya dan

(b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu

pada tingkat yang lebih efisien.

P3 ---

P2 ---

P1 ---

Gambar 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 2.1 menggambarkan perdagangan antara Negara P dan Negara Q.

Dp dan Sp adalah kurva penawaran dan permintaan untuk negara P dan DQ dan SQ

adalah kurva penawaran dan permintaan untuk negara Q. Gambar 2.1

menunjukkan bahwa adanya kondisi harga yang lebih besar dari P1, menyebabkan

negara P akan mengalami kelebihan penawaran dari komoditi X ( Alas Kaki),

sehingga kurva penawaran ekspornya atau S yang diperlihatkan oleh panel B

mengalami peningkatan.

Dilain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara Q

akan mengalami peningkatan permintaan (konsumen akan meminta lebih banyak

akibat harga yang relatif murah), sehingga tingkat permintaan lebih tinggi

(30)

daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong Negara Q untuk

mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi alas kaki tersebut dari negara

yang mengalami kelebihan produksi komoditi yaitu Negara P.

Berdasarkan harga relatif P1, kuantitas komoditi alas kaki yang ditawarkan

akan sama dengan kuantitas yang diminta. Pada saat berlangsungnya perdagangan

internasional antara Negara p dan Q tingkat harga berada di titik P2 dan

mengambil asumsi bahwa tidak ada biaya transportasi dalam proses perdagangan

tersebut, maka negara P akan mengekspor hasil kelebihan produksinya yang

ditunjukkan oleh garis BE.

Sementara itu karena tingkat harga domestik Negara Q, maka negara Q akan mengimpor kekurangan produksinya sebesar garis B’E’. Hubungan

penawaran dan permintaan kedua negara tersebut pada tingkat harga P2 akan

menyebabkan terjadinya keseimbangan internasional di titik E* ( Panel B). Kurva

S dan D pada panel B menunjukkan tingkat penawaran dan permintaan yang

terjadi dalam perdagangan internasional. Pada tingkat keseimbangan, kuantitas

ekspor yang ditawarkan oleh Negara P sama dengan yang diminta Negara Q.

Perdagangan internasional sebuah negara harus memiliki keunggulan

komparatif dan keunggulan kompetitif guna menciptakan daya saing yang baik.

Daya saing yang baik tercipta lewat mutu dan kualitas suatu produk serta besarnya

permintaan terhadap produk tersebut. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai

teori keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

2.3.1 Teori Keunggulan Komparatif

Teori ini merupakan teori yang menyempurnakan kelemahan dari teori

(31)

teori comparative advantage atau keunggulan komparatif menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja ( labor theory of value ) yang menyatakan hanya ada satu faktor produksi yang menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor

tenaga kerja. Menurut teori nilai tenaga kerja, nilai atau harga sebuah komoditi

tergantung dari jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk membuat komoditi

tersebut ( Salvatore, 1997). Teori ini tidak dapat digunakan karena tenaga kerja

bukanlah satu-satunya faktor produksi dan tenaga kerja tidak bersifat homogen.

Teori keunggulan komparatif ini didasari oleh beberapa asumsi yaitu (1)

hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3)

terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada

mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya

transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, (7) menggunakan teori nilai

tenaga kerja (Salvatore, 1997)

Pemikiran para ekonom klasik mengenai keunggulan komparatif masih

memiliki kekurangan karena menurut mereka keunggulan komparatif di suatu

negara bersumber dari perbedaan tingkat produktivitas tenaga kerja ( satu-satunya

faktor produksi yang secara eksplisit mereka perhitungkan). Namun, penjelasan

yang cukup rinci mengenai sebab-sebab perbedaan tingkat produktivitas itu

sendiri tidak diberikan. Hal ini lah yang menyebabkan munculnya penyempurnaan

yang dilakukan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, dimana menurut keduanya

sebuah negara mampu berproduksi dengan biaya yang lebih rendah (mempunyai

keunggulan komparatif) pada produk-produk yang dalam proses produksinya

(32)

mengeskpor komoditi yang peoduksinya lebih banyak menyerap faktor produksi

yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan

negara tersebut akan mengimpor komoditi yang diproduksinya memerlukan

sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).

2.3.2 Teori Keunggulan Kompetitif

Konsep mengenai keunggulan kompetitif dikemukakan oleh Porter (1990)

dalam bukunya The Competitive Advantage Of Nations. Porter mendefinisikan industri sebuah negara akan sukses secara internasional jika memiliki keunggulan

kompetitif relatif terhadap para pesaing terbaik di seluruh dunia. Sebagai indikator

ia memilih keberadaan ekspor yang besar dan bertahan lama dan atau investasi

asing diluar wilayah yang signifikan berdasarkan pada keterampilan dan aktiva

yang diciptakan di negara asal. Porter menyimpulkan bahwa beberapa negara

berhasil dalam industri tertentu karena lingkungan asalnya bersifat forward- looking, dinamis dan menantang. Secara spesifik, beberapa penentunya adalah kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi

perusahaan, struktur dan persaingan. Sebagai tambahan terdapat dua variabel luar

: pemerintah dan peluang.

2.4 Analisis Keunggulan Komparatif (RCA)

Revelead Comparatif Advantage (RCA) atau keunggulan komparatif yang terungkap, merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur

keunggulan komparatif di suatu wilayah (negara, propinsi dan lain-lain) yang

(33)

tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara di

refleksikan atau terungkap dalam ekspornya (Syahresmita dalam Pamudito, 2004).

Metode RCA di dasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar

wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh

suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap

total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai

produk dalam perdagangan dunia.

Rumus RCA adalah sebagai berikut :

RCA=

……….………..(2.1)

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i dari negara j

Xit= Nilai total ekspor (komoditi i dan lainnya) negara j

Wj= Nilai ekspor dunia komoditi i

Wt= Nilai total ekspor dunia

Setiap metode tentunya ada keunggulan dan kelemahannya, sama halnya

dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Keunggulan metode ini adalah :

1. Data yang diperlukan untuk keperluan analisis mudah diperoleh.

2. Metode ini bersifat demokratis dalam menentukan keunggulan komparatif

karena melibatkan lebih banyak parameter, dibandingkan jika keunggulan

komparatif hanya dilihat berdasarkan kinerja ekspor dari suatu negara.

sedangkan kelemahan yang dimiliki dari metode RCA yaitu:

1. Asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua komoditi artinya

(34)

2. Indeks RCA memang dapat menjelaskan pola-pola perdagangan yang

telah atau sedang berlangsung namun tidak dapat menjelaskan apakah pola

tersebut telah optimal.

3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi

di masa yang akan datang.

4. Keunggulan komparatif tercermin dari hasil perhitungan ini bisa jadi

bukan merupakan keunggulan komparatif yang sesungguhnya, namun bisa

saja akibat adanya kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan

perdagangan, seperti nilai tukar yang dibuat under value, proteksi ekspor dan sebagainya.

2.5 Teori Constant Market Share (CMS)

Pendekatan Constant Market Share (CMS) digunakan untuk mengetahui daya saing ekspor di pasar dunia dari suatu negara relatif terhadap negara

pesaingnya. Pada analisis CMS kegagalan ekspor suatu negara yang pertumbuhan

ekspornya lebih rendah dari pertumbuhan ekspor dunia disebabkan oleh ekspor

terkonsentrsai pada komoditas- komoditas yang pertumbuhan permintaanya

relative rendah, ekspor lebih ditujukan ke wilayah yang mengalami stagnasi dan

ketidakmampuannya bersaing dengan negara-negara pengekspor lainnya.

Suprihartini (2005) menyatakan bahwa asumsi dasar dari analisis CMS

adalah bahwa pangsa pasar ekspor suatu negara di pasar dunia tidak berubah antar

waktu. Oleh karena itu, perbedaan antara pertumbuhan ekspor aktual suatu negara

dengan pertumbuhan yang mungkin terjadi apabila suatu negara dapat

(35)

saing yang negatif menggambarkan bahwa negara tersebut gagal dalam

mempertahankan pangsa pasarnya, dan sebaliknya untuk nilai positif.

Jadi dalam analisis CMS, lambat atau tingginya laju pertumbuhan ekspor

suatu negara dibandingkan laju pertumbuhan standar (rata-rata dunia) diuraikan

menjadi tiga faktor, yakni komposisi komoditi ekspor, pertumbuhan impor dan

daya saing. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Efek Pertumbuhan impor:

mXijk1……….………(2.2)

Dimana m = Persentase peningkatan impor umum di negara k

Xijk1 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)

Efek Komposisi komoditi ekspor:

{(mi – m) Xijk1}………(2.3)

Dimana m = Persentase peningkatan impor umum di negara j

mi = Persentase peningkatan impor komoditi i di negara k

Xijk1 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)

Efek daya saing :

{Xij2 – Xij1– mi Xijk1}………...……….(2.4)

Dimana m = Persentase peningkatan impor komoditi I di negara j

Xijk1 = Ekspor komoditi I dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)

Xijk2 = Ekspor komoditi I dari negara j ke negara k tahun ke- (t)

Constant Market Share memiliki beberapa kelemahan, beberapa kelemahannya antara lain bahwa persamaan yang digunakan sebagai basis untuk

menguraikan pertumbuhan ekspor adalah persamaan identitas. Oleh karena itu,

(36)

dengan hanya menggunakan analisis CMS saja. Kelemahan analisis CMS lainnya

adalah mengabaikan perubahan daya saing pada titik waktu yang terdapat diantara

dua titik waktu yang digunakan. Namun demikian, analisis ini sangatberguna

untuk mengkaji kecenderungan daya saing produk yang dihasilkan suatu negara.

2.6 Penelitian Terdahulu

2.6.1 Penelitian mengenai Alas kaki

Khair (2000) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing produk

alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat. Analisis yang digunakan adalah

metode Revealed Comparative Advantage (RCA), dari analisis dengan menggunakan metode ini dapat diketahui bahwa kekuatan daya saing produk alas

kaki Indonesia semakin melemah, ini ditandai dengan nilai RCA yang semakin

menurun.

2.6.2 Penelitian Mengenai Daya saing.

Ingco (2003) melakukan penelitian mengenai Kinerja ekspor Bangladesh

di pasar Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Metode analisis yang digunakan

yakni Costant Market Share dimana hasil analisis menunjukkan bahwa total pangsa pasar di ketiga negara tersebut lebih dipengaruhi oleh kurangnya daya

saing dalam mengadaptasi permintaan dari mitra dagang. Namun selama putaran

Uruguay peningkatan impor komoditas tersebut di pasar Amerika Serikat

menunjukkan bahwa ada prospek pasar ekspor Bangladesh, meskipun

permintaannya berfluktuasi.

Widodo (2000) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing kakao

(37)

menggunakan Constant Market Share dimana hasil dari penelitian tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki spesialisasi ekspor untuk komoditas

kakao biji, kakao pasta dan kakao butter, dengan daya saing yang kuat, komoditas

kakao bubuk berada pada tahap mengimpor kembali dengan daya saing rendah,

sedangkan komoditas cokelat dan produk cokelat berada pada perluasan ekspor

dengan daya siang yang kuat.

Mardianto (2004) melakukan penelitian mengenai analisis komparasi daya

saing produk ekspor pertanian antar negara Asean dalam era perdagangan bebas

AFTA. Penelitian tersebut menggunakan metode constant market share, dimana hasil dari analisis yaitu pertumbuhan ekspor Indonesia ke kawasan ASEAN

selama periode 1997-1999 adalah yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN,

bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama,

sedangkan pada periode 1999-2001 menurun dan lebih rendah dibanding

Thailand, Philiphina dan dunia.

Selanjutnya komposisi produk ekspor Indonesia adalah yang terbaik di

antara negara-negara ASEAN, walaupun melemah pada periode 1999-2001

dibanding 1997-1999, distribusi pasar ekspor Indonesia pada periode 1997-1999

hanya kalah dari Singapura, tetapi pada periode 1999-2001 melemah dan kalah

dari Singapura dan Vietnam. Daya saing ekspor Indonesia pada periode

1997-1999 paling kuat di antara negara- negara ASEAN tetapi melemah pada periode

1999-2001 dan kalah dari Filipina dan Thailand.

Wawan dan Puji (2003) melakukan analisis mengenai ekspor manufaktur

(38)

dalam ekspor manufaktur Indonesia. Ekspor manufaktur cenderung terkonsentrasi

pada produk- produk yang permintaannya relatif rendah di dunia. Hal ini

ditunjukkan dengan fakta bahwa produk-produk pada kode SITC 6 dan SITC 8

lebih dari 50 persen ekspor manufaktur Indonesia memiliki pertumbuhan ekspor

dunia yang lebih rendah dibandingkan produk lainnya. Ekspor manufaktur

Indonesia cenderung terkonsentrasi pada pasar tertentu seperti Jepang, Amerika

Serikat, ASEAN dan Cina. Pasar tersebut menyerap lebih dari 60 persen dari

total ekspor manufaktur Indonesia, secara tidak langsung pasar-pasar tersebut

memberikan dampak yang cukup kuat terhadap kinerja ekspor manufaktur

Indonesia.

Ahmad (2007) melakukan penelitian mengenai ekspor tekstil dan produk

tekstil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi daya saing tekstil dan

produk tekstil (TPT) Indonesia di pasar Amerika Serikat (dibandingkan dengan

Cina sebagai negara pesaing). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daya saing

secara komparatif untuk komoditi pakaian jadi Indonesia lebih baik dibanding

komoditi pakaian jadi Cina. Hal ini disebabkan ekspor pakaian jadi Indonesia ke

Amerika Serikat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total ekspor

Indonesia ke Amerika Serikat. Namun, untuk komoditi kain dan benang Cina

lebih memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan indeks RCA menunjukkan

bahwa pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi,

kain dan benang cenderung berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa

(39)

2.7 Kerangka Pemikiran

Industri alas kaki merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki

potensi yang cukup besar dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian di

Indonesia. Sesuai dengan rekomendasi Kadin industri alas kaki merupakan salah

satu industri yang diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian

sebesar 7 persen. Industri ini juga merupakan industri yang diandalkan dari

kelompok industri manufaktur sebab memiliki peran yang besar dalam perluasan

lapangan pekerjaan, peningkatan kesejahteraan dan juga peningkatan devisa.

Keunggulan- keunggulan produk alas kaki Indonesia berupa harga yang

kompetitif, desain yang unik dan bervariasi menyebabkan negara Indonesia

menjadi salah satu negara pengekspor alas kaki yang dikenal memiliki positioning yang baik di pasar internasional.

Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan utama dalam kegiatan

ekspor alas kaki Indonesia. Akan tetapi memasuki era globalisasi yang semakin

berkembang dewasa ini, adanya liberalisasi perdagangan ternyata membuka

peluang yang cukup besar bagi negara-negara lain untuk mengekspor produk yang

serupa ke negara Amerika, Indonesia yang merupakan salah satu negara yang

mampu mengekspor produk alas kaki dalam jumlah yang cukup besar ke pasar

Amerika, kini mulai menghadapi ancaman berupa persaingan dari negara-negara

pesaing lain.

Cina merupakan salah satu negara yang bersaing cukup kuat dengan

Indonesia, dimana produk- produk dari negara tersebut mampu membanjiri pasar

Amerika Serikat dengan harga dan kualitas produk yang cukup bersaing, Cina

(40)

Munculnya persaingan yang semakin tinggi secara tidak langsung berdampak

terhadap kondisi daya saing produk alas kaki Indonesia di Amerika. Berdasarkan

hal tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin menganalisis daya saing

produk alas kaki Indonesia serta mengadakan perbandingan dengan negara Cina

yang dinilai sebagai pesaing terkuat Indonesia di pasar Amerika Serikat.

Pertumbuhan ekspor dari suatu negara dipengaruhi oleh efek pertumbuhan

dunia atau efek ekspansi dan efek daya saing, dimana efek ekspansi

mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekspor suatu negara akan terjadi bila

mempertahankan pangsa pasarnya, artinya ekspor akan meningkat di pasar yang

sedang mengalami peningkatan permintaan, sedangkan efek daya saing yaitu daya

saing relatifnya. Efek ekspansi terbagi menjadi dua, yakni efek pangsa makro dan

efek pangsa mikro. Pangsa makro berhubungan dengan posisi produk alas kaki

terhadap total impor dunia, sedangkan pangsa mikro adalah posisi alas kaki

Indonesia di pasar dunia. Ketiga efek yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor

produk alas kaki Indonesia tersebut (efek pangsa makro, efek pangsa mikro dan

efek daya saing) dapat dianalisis dengan menggunakan analisis Constant Market Share.

Analisis untuk mengetahui keunggulan komparatif dari produk alas kaki

dilakukan dengan menggunakan analisis RCA (Revealed Comparatif Advantage). Dimana dilakukan perbandingan antara pangsa pasar produk alas kaki di

Indonesia dengan pangsa pasar produk alas kaki tersebut di dunia, nilai RCA yang

diperoleh lebih dari satu berarti produk alas kaki Indonesia memiliki daya saing

yang kuat di pasar Internasional, sedangkan nilai RCA yang kurang dari satu

(41)

Internasional. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran operasional dapat

Produk Alas Kaki merupakan produk Unggulan Ekspor Indonesia

Produk-produk

Amerika Serikat sebagai salah satu tujuan ekspor utama

Ancaman persaingan dari negara pesaing yang juga mengekspor produk yang sama(Cina)

Bagaimana Posisi daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat untuk mengetahui faktor- faktor

dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor alas kaki

Indonesia

(42)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah jenis data tahunan, yakni dari

Tahun 2000 sampai Tahun 2009, adapun data- data utama yang digunakan adalah

berupa data nilai ekspor komoditi alas kaki khususnya untuk komoditi HS 640319

dan HS 640219 untuk negara Indonesia dan negara Cina ke pasar Amerika

Serikat, serta data-data dari nilai impor komoditi alas kaki negara Amerika Serikat

dan nilai impor total umum negara Amerika Serikat.

Adapun data- data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari United Nations Commodity Trade Statistics Division (UN COMTRADE) melalui situsnya www.comtrade.un.org, World Integrated Trade Solution (WITS), Badan Pusat Statistik, Departemen Perdagangan, Kementrian Perindustrian dan studi

literatur yang di dapat dari buku-buku yang berhubungan dengan industri alas kaki

dan teori mengenai daya saing.

3.2 Metode Analisis Dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis

kuantitatif. Pendekatan dengan metode kuantitatif yang digunakan pada penelitian

ini adalah dengan menggunakan metode Constant Market Share Analysis (CMSA) yaitu suatu model analisis yang membagi pertumbuhan ekspor dalam aspek

(43)

khususnya pasar Amerika Serikat. Perhitungan- perhitungan baik RCA maupun

CMS tersebut diharapkan dapat menjawab sampai sejauh mana daya saing dan

tingkat spesialisasi komoditi alas kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika

Serikat.

3.2.1 Revalead Comparatif Advantage (RCA)

Metode RCA merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui

keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara (Balasa, 1989). Perhitungan

dengan metode RCA pada penelitian ini antara lain untuk mengetahui bagaimana

posisi ekspor dari produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat, adapun

variabel-variabel yang diukur pada perhitungan dengan metode RCA adalah

berupa besarnya kinerja nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika serikat

terhadap keseluruhan total nilai ekspor produk dari negara Indonesia ke Amerika

Serikat yang kemudian dibandingkan dengan keseluruhan total ekspor semua

negara yang melakukan kegiatan ekspor produk alas kaki ke negara Amerika

Serikat terhadap keseluruhan total produk yang di impor oleh Amerika Serikat

dari seluruh negara.

Rumusnya adalah sebagai berikut:

RCA=

………..……..………..(3.1)

Dimana : Xij = Nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat

Xit= Nilai total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat

Wj= Nilai ekspor dunia produk alas kaki di Amerika Serikat

(44)

Metode ini merupakan metode yang berdasarkan pada konsep bahwa perdagangan

antar negara sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh

suatu negara. Hasil perhitungan dari nilai RCA yang lebih dari satu menandakan

suatu produk dikatakan memiliki daya saing yang kuat di pasar tujuan, sedangkan

nilai RCA yang kurang dari satu menandakan produk tersebut memiliki daya

saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCA suatu produk yang diekspor oleh

suatu negara menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara

tersebut semakin tinggi.

Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan

nilai RCA tahun lalu. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut :

IndeksRCA=

……….……..(3.2)

RCAt = Nilai RCA tahun ke- (t)

RCA t-1 = Nilai RCA tahun ke (t-1)

Indeks RCA berkisar antara nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA

sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor alas kaki

Indonesia di pasar Amerika Serikat tahun sekarang sama dengan tahun lalu.

3.2.2 Constant Market Share (CMS)

Pada penelitian ini juga menggunakan metode pangsa pasar konstan

(Constant Market Share) yang digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif suatu negara. Perhitungan ditujukan untuk mengetahui faktor- faktor

yang menyebabkan kenaikan dan penurunan besarnya nilai ekspor alas kaki

negara Indonesia ke Amerika Serikat jika dilihat dari beberapa komponen faktor

(45)

saing. Sisi permintaan dari variabel- variabel yang diukur dibagi menjadi efek

pangsa makro yang merupakan pertumbuhan impor dan juga efek pangsa mikro

yang merupakan efek komposisi komoditi, selanjutnya dari sisi penawaran yang

menerangkan efek persaingan atau efek daya saing Rumusnya adalah sebagai

berikut:

Xij2 – Xij1 =

m

Xijk1 + {(

m

i –

m

) Xijk1 } + {Xij2 – Xij1– mi Xijk1}………(3.3)

(1) (2) (3)

Dimana: Xij1 = Ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat tahun ke-(t-1)

Xij2 = Ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat tahun ke- (t)

m = Persentase peningkatan impor umum di Amerika Serikat

mi = Persentase peningkatan impor alas kaki di Amerika Serikat

(1)= Efek pertumbuhan impor, (2)= Efek Komposisi, (3)= Efek daya saing

Efek pertumbuhan impor menjelaskan besarnya kenaikan atau penurunan

ekspor produk suatu negara yang disebabkan pertumbuhan yang lebih cepat dari

impor dunia untuk komoditi tertentu yang dibandingkan dengan impor komoditi

lainnya. Nilai yang positif mengindikasikan ekspor suatu negara meningkat

karena adanya peningkatan permintaan terhadap komoditi yang diekspor tersebut.

Efek komposisi komoditas menjelaskan besarnya perbandingan antara

besarnya persentase kenaikan permintaan negara tujuan ekspor untuk komoditi

tertentu terhadap persentase kenaikan permintaan keseluruhan komoditi total di

negara tujuan ekspor yang kemudian nilai ini di kalikan dengan keseluruhan total

ekspor untuk komoditi tertentu pada tahun dasar negara pengekspor. Nilai yang

positif menunjukkan pertumbuhan ekspor untuk negara tertentu sebagian

(46)

menunjukkan bahwa ekspor suatu negara ditujukan ke negara-negara yang

besarnya permintaan tidak secepat pertumbuhan dunia.

Efek daya saing merupakan perhitungan dari perbedaan besarnya

pertumbuhan ekspor suatu negara untuk komoditi tertentu menuju negara tujuan

ekspor atau pasar tujuan utama dan tingkat pertumbuhan total impor dari komoditi

tersebut. Pertumbuhan ekspor suatu negara dikatakan memiliki daya saing di

negara tujuan ekspor atau pasar tujuan utama apabila ekspor tersebut tumbuh lebih

cepat dari impor negara tujuan untuk komoditi tersebut, hal ini secara tidak

(47)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Karakteristik Industri Alas Kaki

Gambaran mengenai industri alas kaki di Indonesia sangat beragam dan

tersebar di berbagai propinsi dalam bentuk industri kecil, menengah dan besar

dengan pembagian masing- masing segmen industri. Menurut data kementrian

perindustrian Menperin, Industri alas kaki nasional saat ini berjumlah 386

perusahaan yang tersebar di beberapa propinsi yaitu Sumatera Utara, Riau,

Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa

Timur, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara, dimana Jawa Timur merupakan

klaster Industri sepatu terbesar dengan wilayah produksi tersebar mulai dari

Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Magetan, Malang dan Jombang (SNI

Penguat Daya Saing Bangsa, 2009)

Industri alas kaki dalam skala kecil memiliki karakteristik bersifat padat

tenaga kerja, sensitif terhadap perubahan model dan menggunakan teknologi yang

sederhana. Biasanya industri alas kaki dalam skala kecil merupakan usaha warisan

keluarga yang melibatkan seluruh anggota keluarga dan memiliki pekerja kurang

dari 20 orang. Usaha tersebut masih belum bisa berkembang menjadi lebih besar

karena masih kurangnya kesadaran dalam mengutamakan kualitas produk serta

keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran dan distribusi penjualan produk alas

kaki. cakupan mengenai industri alas kaki dalam skala usaha kecil terdiri dari

beberapa jenis diantaranya sepatu kulit/kasual dan sandal kulit yang sebagian

(48)

Berbeda dengan industri alas kaki dalam skala kecil/UKM, Industri alas

kaki dalam skala usaha besar pada umumnya berupa pabrikan untuk membuat

produk bermerek (branded) berdasarkan job order dari pemegang merek terkenal (buyer) di luar negeri, contohnya produk alas kaki Nike, Adidas atau Reebok. Keseluruhan desain , bahan baku dan teknologi bersumber dari pihak principal

(buyer) sehingga tidak memberikan keleluasaan bagi pabrikan untuk mengembangkan merek dan desain sendiri. Jenis produk yang dihasilkan oleh

industri besar pada umumnya berupa sepatu olah raga, alas kaki yang berbahan

sintetis atau karet dan sepatu kulit yang dirancang khusus misalnya ski-boot untuk melayani pasar internasional terutama Amerika dan Uni-Eropa.

Dalam perkembangannya industri alas kaki merupakan industri yang

memiliki kelemahan dan kelebihan, adapun kelebihan yang dimiliki oleh industri

alas kaki yaitu:

1. Permintaan produk alas kaki dunia secara umum dari tahun ke tahun terus

meningkat.

2. Kebutuhan alas kaki nasional diperkirakan akan terus meningkat

3. Industri alas kaki banyak menyerap tenaga kerja

4. Tersedianya SDM yang mudah untuk dididik menjadi tenaga kerja terampil

dengan upah yang bersaing.

5. Telah berkembangnya industri kulit imitasi/ synthetis berkualitas baik sebgai

bahan baku bagi industri alas kaki non kulit.

Sedangkan untuk kelemahan yang dimiliki oleh industri alas kaki adalah sebagai

(49)

1. Membanjirnya produk impor di pasar dalam negeri dengan harga murah yang

masuknya diduga secara illegal atau tidak wajar yang mendistorsi pasar

industri alas kaki nasional.

2. Masih tingginya ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong

serta komponen terutama bagi produk tujuan ekspor karena terbatasnya

kemampuan industri pemasok dalam negeri.

3. Kemampuan dan perkembangan indsutri pendukung masih terbatas, sehingga

ketergantungan terhadap impor tinggi terutama untuk produk tujuan ekspor.

4. Masih terbatasnya kemampuan SDM dalam penguasaan teknologi peroduksi

dan desain, sehingga lamban dalam mengantisipasi perkembangan kebutuhan

pasar.

5. Masih terbatasnya kemampuan Industri Kecil dan Menengah (IKM)

disebabkan antara lain:

a. Peralatan produksi yang dimiliki sangat sederhana

b. Belum dikelola secara professional dan sebgaian dianggap sebgai

usaha sampingan.

c. Profesionalisme dan jiwa kewirausahaan masih lemah.

d. Kemampuan SDM terbatas.

e. Kemampuan penguasaan jaringan pasar dan promosi lemah.

f. Lemahnya akses dengan sumber pembiayaan.

6. Terbatasnya kemampuan untuk menciptakan dan mempromosikan merk

sendiri melalui kepersertaan pada pameran internasional di dalam maupun di

(50)

Sedangkan jika dibandingkan dengan negara-negara pesaing utama Indonesia

seperti Cina, beberapa hal yang membuat industri di negara tersebut lebih maju

jika dibandingkan dengan Indonesia yaitu :

1. Cina mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sehingga

menciptakan permintaan pasar dalam negeri yang besar, selain itu

pertumbuhan ekonomi di negara tersebut cukup signifikan.

2. Pengaruh masuknya modal asing yang disertai dengan alih teknologi dan

peran aktif dari investornya telah menghasilkan keterampilan dan

produktivitas kerja yang meningkat dengan upah buruh yang masih relatif

rendah.

3. Daya beli masyarakat Cina yang rendah, maka diperlukan harga sepatu yang

murah, sehingga tuntutan kualitasnya tidak terlalu tinggi.

4. Cina mempunyai Hongkong sebagai salah satu pintu gerbang pasar

internasionalnya.

5. Pemerintah Cina memberikan dukungan penuh kepada sektor Industri

sepatunya (Depperindag, 2000).

4.1.1. Penyerapan Tenaga Kerja industri alas kaki.

Salah satu kelebihan yang dimiliki industri alas kaki yaitu Industri alas

kaki merupakan salah satu industri yang bersifat padat karya, dimana penyerapan

tenaga kerja pada sektor industri ini sangatlah besar. Berdasarkan Gambar 4.1

penyerapan tenaga kerja pada komoditi alas kaki dari Tahun 2000 sampai dengan

2007 cenderung fluktuatif, jumlahnya cenderung mengalami penurunan terus-

(51)

Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)

Gambar 4.1. Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008 (Orang)

Pada Tahun 2005 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 6,37

persen jika dibandingkan tahun sebelumnya, adanya masalah perburuhan yang

mengakibatkan stagnasi produksi menjadi semakin tidak terhindarkan. Berbagai

kondisi tersebut pada akhirnya tentu menyebabkan banyak industri sepatu dan alas

kaki domestik yang harus mengurangi produksinya bahkan mengalami

kebangkrutan1.

Data pada Aprisindo sendiri menunjukan terjadinya pengurangan jumlah

perusahaan pada Tahun 2005, jika pada Tahun 2003 jumlah perusahaan yang

menjadi anggota dalam organisasi tersebut sebanyak 107 perusahaan maka pada

tahun 2005 hanya tinggal 98 unit perusahaan. pengurangan jumlah perusahaan

secara tidak langsung berdampak pada besarnya jumlah tenaga kerja.

Setelah mengalami penurunan jumlah tenaga kerja terus- menerus sampai

pada Tahun 2005, menginjak tahun berikutnya jumlah tenaga kerja pada Tahun

2006 mengalami kenaikan sebesar 12,78 persen, namun untuk tahun berikutnya

mengalami penurunan sebesar 10,70 persen pada Tahun 2007.

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

(52)

Pada Tahun 2008 jumlah tenaga kerja kembali mengalami kenaikan sebesar

4,8 persen, meningkatnya jumlah tenaga kerja pada Tahun 2008 secara tidak

langsung disebabkan oleh adanya kenaikan upah buruh di Cina khususnya di

sektor alas kaki yang menjadikan beberapa pabrik besar mengalihkan modal

usahanya ke negara lain yang mampu menawarkan tenaga kerja yang lebih murah,

hal ini tentu memberikan peluang bagi Indonesia mengingat pasokan tenaga kerja

yang cukup besar dan juga upah yang stabil2.

4.1.2. Jumlah Perusahaan Industri Alas Kaki.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik untuk industri

besar sedang, data mengenai jumlah perusahaan alas kaki cenderung fluktuaif

nilainya (Gambar 4.2). Jumlah perusaahan alas kaki cenderung menurun dari

Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2005.

Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)

Gambar 4.2. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008 (Unit)

Namun, jumlahnya kembali meningkat tajam ketika memasuki Tahun 2006,

kenaikan jumlah perusahaan alas kaki tertinggi berada pada Tahun 2006 dimana

pertumbuhan jumlah perusahaan mencapai 74 persen, bertambahnya jumlah

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

(53)

perusahaan tersebut disebabkan karena adanya minat investor dari negara luar

yang membuka perusahaannya di Indonesia.3

Pada Tahun 2007 jumlah perusahaan alas kaki kembali menurun dari

sebelumnya berjumlah 569 perusahaan pada Tahun 2006 menjadi 535 perusahaan,

penurunan jumlah perusahaan semakin menurun pada Tahun 2008, jumlahnya

menjadi 437 perusahaan atau turun 11,58 persen.

4.1.3. Efisiensi Industri Alas Kaki.

Efisiensi merupakan perbandingan yang terbaik antara input ( masukan)

dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan),

seperti halnya juga hasil optimalnya yang dicapai dengan penggunaan sumber

yang terbatas4. Badan Pusat Statistik merumuskan nilai efisiensi berdasarkan

perbandingan antara nilai input terhadap nilai output, dengan kata lain semakin

kecil nilai efisiensi menandakan kegiatan proses produksi semakin efisien,

semakin efisien menandakan perusahaan mampu memproduksi suatu produk

dengan input yang rendah serta mampu menghasilkan output yang tinggi.

Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Gambar

Gambar 2.1 menggambarkan perdagangan antara Negara P dan Negara Q.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 4.1. Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang komoditi Alas
Gambar 4.2. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Komoditi Alas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan posisi daya saing Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia dengan TPT Cina di pasar Amerika Serikat serta

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing ekspor pada sektor dan komoditas Indonesia apabila dibandingkan dengan negara ASEAN-5 di pasar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing ekspor pada sektor dan komoditas Indonesia apabila dibandingkan dengan negara ASEAN-5 di pasar

Bagi Indonesia, Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama komoditas udang beku, hal ini ditunjukkan dari persentase nilai ekspor udang beku ke negara tersebut

Untuk menganalisis tujuan ketiga digunakan pendekatan dengan melihat keberhasilan daya saing komparatif, kompetitif, posisi daya saing, serta dinamika daya saing ekspor lada

saing produk olahan tuna dunia ke pasar Amerika Serikat,sehingga dapat dipergunakan sebagai komoditi ekspor unggulan Indonesia untuk kedepannya serta dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi daya saing Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di pasar Amerika Serikat (dibandingkan dengan Cina sebagai negara

Pada artikel ini, nilai ekspor suatu produk Indonesia terhadap total ekspor Indonesia ke pasar Amerika Serikat dibandingkan dengan nilai ekspor TCT dunia ke AS terhadap total nilai