DEEPARTEM FAKUL
BUDI S
MEN MANA LTAS PERI
INSTITU
i
RIRAHAY
SKRIP
AJEMEN S IKANAN D UT PERTA
BOGO 2011
YU TARIG
PSI
SUMBERD DAN ILMU ANIAN BOG
OR 1
GAN
DAYA PER U KELAUT
GOR
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
Kajian Biologi Reproduksi Ikan Samgeh (Pennahia anea Bloch, 1793) Di
Pe-rairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
iii
Budi Srirahayu Tarigan. C24070042. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Sam-geh (Pennahia anea Bloch, 1793) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Dibawah bimbingan Yunizar Ernawati dan Ridwan Affandi.
lkan samgeh termasuk dalam kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis dan ekologis. Salah satu wilayah penyebaran ikan samgeh adalah perairan Teluk Jakarta. Penangkapan yang tidak memperhatikan aspek kelestarian dapat menyebabkan jumlah rekruitmen (individu baru) terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan informasi mengenai aspek biologi reproduksi ikan samgeh yang meliputi nisbah kelamin, ukuran ikan pertama kali matang gonad, potensi reproduksi, pola pemijahan, serta dugaan waktu pemijahan. Hasil peneli-tian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan ikan tersebut agar te-tap lestari.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai dengan Novem-ber 2010. Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta yang daerah penangkapannya di sekitar Pulau Damar. Pen-gambilan ikan contoh dilakukan dengan selang waktu 2 minggu sekali dan setiap pengambilan ikan contoh diambil 50 ekor, sehingga total ikan contoh yang diam-bil selama penelitian adalah 400 ekor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan samgeh jan-tan dan betina bersifat isometrik. Nilai faktor kondisi yang dihubungkan dengan selang panjang berkisar antara 1,37-1,51 (ikan betina) dan 1,31-1,41 (ikan jantan). Hasil uji chi-square terhadap nisbah kelamin ikan jantan dengan ikan betina TKG IV adalah 1:1,06. Ukuran pertama kali matang gonad ikan samgeh betina dan jantan dengan menggunakan metode Spearman-Karber masing-masing 152,72 mm dan 151,5 mm yang berada pada selang kelas panjang 147-154 mm (tinggi tubuh ikan 3,769 – 3,937 cm). Waktu pemijahan ikan samgeh berlangsung Agus-tus-November dengan puncak pemijahan pada bulan November. Potensi repro-duksi ikan samgeh berkisar antara 22.359 – 225.744 butir. Pola pemijahan ikan samgeh adalah total (total spawning).
Aternatif pengelolaan yang dapat dilakukan antara lain pengaturan ukuran mata jaring. Ukuran mata jaring yang diperbolehkan harus lebih besar dari 1,55 inchi (> 3,937) agar ikan yang pertama kali matang gonad tidak ikut tertangkap. Pengaturan waktu penangkapan dengan cara melakukan pembatasan penangkapan pada bulan November (puncak pemijahan).
v
Judul Skripsi : Kajian Biologi Reproduksi Ikan Samgeh (Pennahia anea, Bloch, 1793) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara
Nama Mahasiswa : Budi Srirahayu Tarigan
NIM : C24070042
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA NIP . 19490617 197911 2 001 NIP. 19541105 198003 1 002
Mengetahui :
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002
vi
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi-kan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaimemberi-kan skripsi yang berjudul “Kajian Biologi Reproduksi Ikan Samgeh (Pennahia anea Bloch, 1793) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pi-hak yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan dalam menyelesai-kan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dika-renakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan se-bagai bahan rujukan bagi penelitian dan pengelolaan ikan tersebut.
Bogor, Mei 2011
vii
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbin-gan, arahan, serta saran dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ir. Zairion, M.Sc. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan perta-nyaan, kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan atas saran,
nasehat, serta perbaikan yang diberikan.
4. Dr. Ir. Bambang Widigdo selaku dosen pembimbing akademik atas arahan, motivasi, dan nasehat selama masa perkuliahan.
5. Keluarga tercinta dan keluarga besar, Ayah (Bapak Tarigan), Mama (Ibu Ita), abangku (Rizki Valentino T), adikku (Anggun Sri Yuliana T), atas doa, moti-vasi, dan kasih sayangnya.
6. Seluruh staf Tata Usaha MSP serta Ibu Siti selaku staf Laboratorium Biologi Mikro I (BIMI I) yang telah membantu memperlancar proses penelitian serta penulisan skripsi ini.
7. Bapak Giri (Kepala TPI Kalibaru), Mas Maman, Mas Frendly, serta seluruh pihak di TPI Kalibaru yang membantu dalam penelitian.
8. Sahabat-sahabatku yang tersayang, seperjuangan, selalu bersama dalam suka dan duka di waktu proses penelitian, Dara Anjani Larasati dan Glentina DH Togatorop, serta Riri Enggraini yang telah banyak membantu dalam memberi saran dan bantuan dalam proses penyelesaian skripsi.
9. Sahabat-sahabatku MSP 44 seluruhnya atas perhatian, motivasi, dan nasehat-nya.
viii
Penulis dilahirkan di Rantauprapat, 11 Mei 1989 dari pasan-gan Bapak Drs. Budiman Taripasan-gan dan Ibu Samaita Sebayang. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidi-kan formal yang telah ditempuh yaitu SDN 112162 Rantau-prapat (1995-2001). Penulis kemudian melanjutkan pendidi-kan formal di SLTPN 1, Rantauprapat (2001-2004) dan SMAN 1 Rantau Utara (2004-2007). Pada tahun 2007, penulis lulus seleksi masuk ke perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di De-partemen Manajemen Sumberdaya perairan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota organisasi IMKA (2007/2008) dan HIMLAB (2007/2008), anggota divisi kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) (2008/2009) dan (2009/2010), serta aktif mengikuti berbagai macam kepanitiaan. Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Metode Penarikan Contoh (2009/2010).
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penu-lis melaksanakan penelitian yang berjudul “Kajian Biologi Reproduksi Ikan Samgeh (Pennahia anea Bloch, 1793) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta
ix
2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis….……….. 3
2.1.1. Klasifikasi ………... 3
3.2.2. Analisis laboratorium ……….……… 10
3.2.2.1. Pengukuran panjang, berat, dan tinggi tubuh ikan contoh ……… 10
3.3.5. Penentuan ukuran ikan pertama kali matang gonad ……… 14
3.3.6. Indeks kematangan gonad (IKG) ………..…….. 15
x
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ……… 17
4.2. Hubungan Panjang Berat dan Hubungan Panjang Tinggi Ikan ….. 18
4.2.1. Hubungan panjang berat ……….. 18
4.2.2. Hubungan panjang tinggi ikan ………. 19
4.3. Faktor Kondisi ………... 19
4.4. Nisbah Kelamin ………. 22
4.5. Ukuran Ikan Pertama Kali Matang Gonad ..……….………. 24
4.6. Waktu Pemijahan ……….. 26
4.7. Potensi Reproduksi ……… 29
4.8. Pola Pemijahan ………. 32
4.9. Implementasi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Samgeh ………….. 35
5. KESIMPULAN DAN SARAN ……….…………. 37
5.1. Kesimpulan ……… 37
5.2. Saran Pengelolaan ……….…..…… 37
5.3. Saran Melengkapi Informasi ……….. 37
xi
Halaman
xii
Halaman
1. Ikan samgeh (P. anea) ……...……….. 3 2. Peta lokasi penelitian ………..……… 8 3. Prosedur pengukuran dan pengamatan ikan contoh …..………….. 9 4. Hubungan panjang berat ikan samgeh (P. anea) di perairan Teluk
Jakarta ……….………. 18
5. Hubungan ukuran panjang dengan tinggi ikan samgeh (P. anea)
di perairan Teluk Jakarta ………. 19 6. Faktor kondisi rata-rata ikan samgeh (P. anea) pada setiap waktu
penelitian di perairan Teluk Jakarta ……….……….. 20 7. Faktor kondisi rata-rata ikan samgeh (P. anea) pada setiap selang
kelas ukuran panjang di perairan Teluk Jakarta ……….. 20 8. Faktor kondisi rata-rata ikan samgeh (P. anea) pada setiap TKG
di perairan Teluk Jakarta ……..………. 21 9. Persentase jumlah jenis kelamin ikan samgeh (P. anea) di perairan
Teluk Jakarta ………...……….. 22 10.Nisbah kelamin J/B ikan samgeh (P. anea) pada setiap bulan
penelitian di perairan Teluk Jakarta ……… 23 11.Persentase tingkat kematangan gonad ikan samgeh (P. anea) pada
setiap selang panjang di perairan Teluk Jakarta ………. 24 12.Persentase tingkat kematangan gonad ikan samgeh (P. anea)
berdasarkan waktu penelitian di perairan Teluk Jakarta …………. 26 13.Hubungan nilai TKG, IKG, HSI, dan faktor kondisi rata-rata
dengan waktu penelitian ikan samgeh (P. anea) di perairan Teluk
Jakarta ……… 28
14.Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan samgeh (a) dan hubungan fekunditas dengan berat total ikan samgeh (b) di perairan
Teluk Jakarta ……….. 29
15.Fekunditas rata-rata ikan samgeh betina(P. anea) dengan rata-rata ukuran panjang yang berbeda (x) pada setiap waktu penelitian di
perairan Teluk Jakarta ……… 31 16.Fekunditas rata-rata ikan samgeh betina(P. anea) dengan rata-rata
ukuran panjang yang sama (x) pada setiap waktu penelitian di
xiii
TKG I, II, III, dan IV ..……… 34 19.Perkembangan struktur histologis gonad ikan samgeh jantan
xiv
1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ... 42
2. Metode pembuatan preparat histologis (Hermawati 2006) …………. 43
3. Uji t untuk hubungan panjang-berat ikan samgeh ……… 44
4. Hubungan tinggi dan panjang tubuh ikan ………. 45
5. Contoh perhitungan faktor kondisi ……… 46
6. Contoh perhitungan nisbah kelamin ………. 46
7. Perhitungan Spearman-Karber Ikan Jantan ……… 48
8. Perhitungan Spearman-Karber Ikan Betina ………..…. 48
9. Contoh perhitungan TKG IV (%) ………. 49
10.Contoh perhitungan Indeks kematangan gonad (IKG) ……….. 50
11.Contoh perhitungan Hepatosomatik Indeks (HSI) ………. 50
12.Contoh perhitungan fekunditas (F) ……… 50
13.Fekunditas berdasarkan selang kelas panjang dan berat ……… 50
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teluk Jakarta merupakan lingkungan perairan pesisir yang terletak di bagian utara Kota Jakarta dan salah satu lokasi kegiatan perikanan yang terdiri atas perikanan pelagis, demersal, dan karang. Ikan-ikan yang ditangkap dari perairan Teluk Jakarta kemudian didaratkan di beberapa tempat pendaratan ikan yang terdapat di DKI Jakarta, salah satunya yaitu tempat pendaratan ikan (TPI) Kalibaru. Arifin (2004) menyatakan bahwa Teluk Jakarta merupakan ekosistem perairan yang menyediakan berbagai produk dan jasa lingkungan bagi kehidupan manusia, potensi wisata bahari, pendidikan, budaya, perdagangan, dan pelayaran.
Ikan samgeh merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis dan ekologis. Ikan tersebut bernilai ekonomis karena selain dapat dipasarkan secara langsung juga dapat diolah menjadi ikan asin seperti yang telah dilakukan kelompok nelayan di Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing. Hasil laut yang diolah dengan keuletan dan kreativitas nelayan Kalibaru dapat menghasilkan cita rasa tinggi di bidang kuliner. Ikan samgeh yang telah diolah menjadi ikan asin tersebut kemudian dipasarkan dengan harga mulai Rp 5.000/kg sampai dengan Rp 15.000/kg (Majen 2010).
Penelitian mengenai ikan samgeh (Pennahia anea) di perairan Teluk
1.2. Perumusan Masalah
Informasi yang belum ada mengenai biologi ikan samgeh di perairan Teluk Jakarta menyebabkan tidak diketahuinya kondisi ikan di perairan, hal ini tentu saja berakibat terhadap kegiatan penangkapan yang dilakukan tanpa ada batasan-batasan tertentu seperti penggunaan alat tangkap dogol dengan ukuran mata jaring yang dapat menangkap berbagai jenis ukuran ikan mulai dari ikan muda, ukuran matang gonad pertama kali sampai dengan ukuran dewasa. Proses rekruitmen ikan samgeh akan terganggu apabila hal ini dibiarkan secara terus-menerus dan dikhawatirkan terjadi penurunan populasi karena sebelum melakukan pemijahan ikan ini sudah tertangkap. Penelitian mengenai kajian biologi reproduksi diharapkan dapat memberi informasi biologi sebagai dasar pengelolaan yang dapat menjamin proses reproduksi ikan samgeh dapat berjalan dengan baik di perairan. Pengelolaan dilakukan terkait dengan nilai ekonomis serta ekologis ikan samgeh bagi masyarakat setempat dan dalam rangka melestarikan jenis-jenis ikan lain yang terdapat di Teluk Jakarta.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek biologi reproduksi ikan samgeh yang meliputi nisbah kelamin, ukuran ikan pertama kali matang gonad, waktu pemijahan, potensi reproduksi, serta pola pemijahan.
1.4. Manfaat Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis
2.1.1. Klasifikasi
Klasifikasi ikan samgeh (Gambar 1) menurut Bloch (1793) in
www.zipcodezoo.com adalah sebagai berikut :
Filum : Pisces
Ordo : Percomorphi
Subordo : Peroidea
Divisi : Perciformes
Famili : Scienidae
Genus : Pennahia
Spesies : Pennahia anea Bloch, 1793
Nama FAO : Bigeye croaker
Nama Indonesia : Samgeh
Bleaker (1850) in FAO (1983) menyatakan bahwa sinonim dari ikan
samgeh adalah Pennahia macropthalmus, sedangkan berdasarkan Day (1876) in
FAO (1983) sinonim lainnya yang masih digunakan adalah Sciaena aneus (non
Bloch). Ikan samgeh masih termasuk ke dalam famili yang sama dengan ikan tetet (Johnius belangerii) dan Johnius vogleri.
Gambar 1. Ikan samgeh (P. anea)
2.1.2. Struktur morfologis
Ikan ini memiliki bentuk mulut terminal, rahang bagian atas menjangkau
sampai bagian bawah belakang mata ikan, terdapat 2 pasang mental pores yang
kecil pada bagian anterior tepatnya di bawah dagu ikan. Gigi ikan dapat dibedakan menjadi kecil dan besar pada kedua rahang ikan tersebut. Pada rahang bagian atas terdapat terdapat gigi ikan yang besar berbentuk rangkaian ke arah luar dan rangkaian ke arah dalam pada rahang bagian bawah. Ikan ini memiliki tapis insang sebanyak 9-12 buah yang berbentuk melengkung. Sirip dorsal ikan ini terdiri atas 9 sampai dengan 10 jari-jari keras yang menakik, kemudian pada bagian sirip dorsal kedua terdiri atas 21 sampai dengan 28 jari-jari lemah, sirip pektoral lebih panjang yakni sekitar 25% sampai dengan 28% dari panjang standar. Sirip anal terdiri atas 2 jari-jari keras dan 7 sampai dengan 8 jari-jari lemah, sirip ekor berbentuk tegak. Sisik sikloid terdapat pada bagian moncong ikan sedangkan pada tubuh bagian lainnya merupakan sisik ktenoid. Warna tubuh ikan ini yaitu putih seperti perak (FAO 1983).
2.2. Habitat, Penyebaran, dan Siklus Hidup
Ikan samgeh tergolong ikan demersal yang hidup bergerombol dan banyak terdapat di perairan pantai (Genisa 1999), sedangkan menurut FAO (1983) jenis ikan samgeh banyak mendiami perairan pantai sampai dengan kedalaman 60 meter. Genisa (1999) kemudian mengungkapkan bahwa penyebaran ikan samgeh antara lain di Laut Jawa, bagian timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, Sulawesi Selatan, Laut Arafuru sampai ke utara Teluk Benggala, Teluk Siam, dan sepanjang pantai Laut Cina Selatan.
Siklus hidup ikan dari famili Sciaenidae pada musim pemijahan dan ketika ukuran larva banyak di perairan estuari dan sungai-sungai, kemudian pada saat dewasa ikan dari famili Sciaenidae banyak di perairan pantai (Sasaki 1994). Siklus hidup ikan dari famili Sciaenidae cukup pendek yaitu 2 sampai dengan 3
tahun, kecuali pada spesies seperti P. diachantus dan O. biauritus. Ikan-ikan dari
famili Sciaenidae merupakan karnivora yang bersifat predator, ketika masih muda
makanan utamanya adalah crustacean khususnya udang dan ketika tumbuh
(Batcha et al. 2008). Penangkapan ikan samgeh ini dilakukan dengan menggunakan alat tangkap berupa trawl, dogol, pancing, cantrang dan sejenisnya (Genisa 1999).
2.3. Aspek Biologi Reproduksi
2.3.1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan betina dalam suatu populasi. Nisbah 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan suatu kondisi yang ideal, namun pada kenyataannya kondisi ideal tersebut sering menyimpang yang disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhannya (Ball dan Rao 1984). Perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan (Nikolsky 1963).
2.3.2. Ukuran pertama kali matang gonad
Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan dan pada saat tersebut sebagian besar hasil metabolisme digunakan untuk perkembangan gonad. Ikan dengan spesies yang sama pada waktu pertama kali matang gonad memiliki ukuran yang berbeda-beda, hal ini terlihat dari ikan yang spesiesnya sama jika tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat maka akan terdapat perbedaan ukuran dan umur ketika mencapai tingkat kematangan gonad pertama kalinya (Effendie 2002).
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan, seperti bilamana ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad sebagai indikator ketersediaan stok reproduktif
(Budimawan et al. 2004).
Hasil penelitian pada ikan Bigeye Croaker (Pennahia macropthalmus yang
merupakan sinonim dari Pennahia anea) di Kakinada menunjukkan bahwa ukuran
yang diteliti di Kakinada dan masih satu famili dengan Pennahia anea
memperlihatkan ikan mengalami matang gonad pertama kali pada ukuran 190 mm (Murty dan Ramalingam 1986). Faktor-faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad terdiri dari dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yang mempengaruhi adalah hubungan antara lamanya terang dan
gelap (photoperiodicity), suhu, arus dan makanan. Tingkat kematangan gonad
pada tiap waktu akan bervariasi, yang tertinggi umumnya didapatkan pada saat pemijahan akan tiba yang biasanya pada saat musim penghujan (Effendie 2002).
2.3.3. Potensi reproduksi
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa jumlah telur dalam ovarium ikan diartikan sebagai fekunditas individu, mutlak dan fekunditas total, sedangkan fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang akan
dikeluarkan tahun itu pula. Brojo et al. (2002) menyatakan bahwafekunditas ikan
di alam akan bergantung pada kondisi lingkungannya, apabila ikan hidup pada kondisi yang banyak ancaman predator maka jumlah telur yang dikeluarkan akan semakin banyak atau fekunditas akan semakin tinggi sebagai bentuk upaya untuk mempertahankan regenerasi keturunannya, sedangkan ikan yang hidup di habitat yang sedikit predator maka telur yang dikeluarkan akan sedikit atau fekunditas rendah.
2.3.4. Waktu pemijahan
Penelitian pada Pennahia macrophthalmus dan Johnius vogleri yang dilakukan di Kakinada menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut sedikitnya 2 kali melakukan pemijahan dalam setahun selama musim pemijahan. Musim
pemijahan Pennahia macrophthalmus berlangsung selama bulan Oktober sampai
dengan Juni, sedangkan musim pemijahan Johnius vogleri berlangsung selama
bulan November sampai dengan Juni (Murty dan Ramalingam 1986).
2.3.5. Pola pemijahan
Pola pemijahan tiap-tiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang
berlangsung dalam waktu singkat atau disebut juga dengan total spawning
(isochronal) dan ada pula dalam waktu yang panjang dimana atau disebut dengan
pemijahan sebagian (partial spawning = heterochronal). Ikan betina biasanya
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu dari bulan Agustus
sampai dengan November 2010. Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta yang daerah penangkapannya di sekitar Pulau Damar (Gambar 2).
Gambar 2. Peta lokasi penelitian Sumber : Google Earth 2011
3.2. Metode Kerja
3.2.1. Pengumpulan ikan contoh
Berikut adalah skema pengambilan data ikan yang diperoleh dari hasil penelitian :
Gambar 3. Prosedur pengukuran dan pengamatan ikan contoh
Keterangan : informasi yang tidak dikaji dalam penelitian
Pengukuran panjang dan berat ikan
Pembedahan ikan
Pengamatan dan pengukuran organ ikan
pemijahan Ukuran pertama kali matang gonad Pola
Kaitkan dengan tempat Kaitkan dengan ukuran Ikan contoh hasil tangkapan
nelayan Hubungan panjang berat
Faktor kondisi
TKG IKG
HSI Fekunditas Sebaran
3.2.2. Analisis laboratorium
3.2.2.1. Pengukuran panjang, berat, dan tinggi tubuh ikan contoh
Pengukuran panjang total dan tinggi ikan contoh dilakukan dengan menggunakan penggaris yang memiliki tingkat ketelitian 1 milimeter. Penimbangan berat total ikan kemudian dilakukan dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki ketelitian 1 gram.
3.2.2.2. Pembedahan ikan contoh
Pembedahan ikan dimulai dari bagian anus sampai dengan tutup insang dan dilakukan dengan menggunakan gunting yang ujungnya runcing terlebih dahulu dan setelah ada celah kemudian diganti dengan ujungnya yang tumpul, hal ini bertujuan agar tidak merusak organ dalam pada ikan yang dianalisis. Organ gonad dan hati yang diperoleh setelah pembedahan kemudian dipisahkan dan diawetkan menggunakan formalin 5% dalam botol film.
3.2.2.3. Penentuan jenis kelamin
Penentuan jenis kelamin ikan dilakukan setelah pembedahan ikan dan melakukan pengamatan gonad. Penentuan dari jenis kelamin ikan akan diperoleh nisbah kelamin ikan tersebut.
3.2.2.4. Pengamatan struktur anatomis organ gonad
Tabel 1. Perkembangan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan samgeh
TKG Morfologi Gonad Jantan Morfologi Gonad Betina
I Testes seperti benang, lebih
pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih.
Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih, permukaan licin
II Ukuran testes lebih besar,
warna putih seperti susu, bentuk lebih jelas daripada TKG I
Ukuran ovari lebih besar, warna lebih kemerah-merahan, telur belum terlihat jelas tanpa kaca pembesar
III Permukaan testes bergerigi,
warna makin putih dan makin besar. Dalam keadaan diawetkan mudah putus
Butir-butir telur mulai kelihatan dengan mata. Butir-butir minyak makin kelihatan. Ovari berwarna kuning.
IV Seperti TKG III tampak
lebih jelas, testes makin pejal
Ovari bertambah besar, telur berwarna kuning, mudah dipisah-pisahkan, butir minyak tidak tampak. Ovary mengisi
½-2
/3 rongga perut dan rongga
perut terdesak
3.2.2.5. Penimbangan bobot gonad dan hati
Bobot gonad dan hati yang sudah diawetkan sebelumnya kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Timbangan digital yang digunakan memiliki tingkat ketelitian 0,0001 gram.
3.2.2.6. Penghitungan jumlah telur
3.2.2.7. Pengukuran diameter telur
Pengukuran diameter telur dilakukan pada telur yang telah mencapai TKG IV. Telur contoh yang merupakan bagian dari sub gonad diambil pada bagian posterior, median, dan anterior. Contoh telur yang telah diambil tersebut disusun pada gelas objek dan diamati di bawah mikroskop yang sudah dilengkapi dengan mikrometer okuler, kemudian jumlah telur dihitung dengan menggunakan metode sensus.
3.3. Analisis Data
3.3.1. Sebaran frekuensi panjang
Analisis sebaran frekuensi panjang berdasarkan ukuran panjang dapat diketahui dengan melakukan analisa data sebagai berikut (Walpole 1993) :
a. Menentukan lebar kelas, r = pb-pk (r = lebar kelas, pb = panjang tertinggi,
pk = panjang terpendek)
b. Menentukan jumlah kelas 1 + 3,32 log N (N = jumlah data)
c. Menghitung lebar kelas, L = r / jumlah kelas (L = lebar kelas, r = wilayah
kelas)
d. Memilih ujung bawah kelas interval
e. Menentukan frekuensi jumlah masing-masing selang kelas yaitu jumlah
frekuensi dibagi jumlah total dikalikan 100.
3.3.2. Hubungan panjang berat
Hubungan panjang berat dapat dianalisis dengan rumus sebagai berikut :
W = aLb
Keterangan :
W = berat tubuh ikan (gram) L = panjang tubuh ikan (mm) a = intercept
b = slope
H0 : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik
H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik
Penarikan keputusan untuk nilai thitung dibandingkan dengan ttabel pada
selang kepercayaan 95%, jika :
Thitung > ttabel : tolak hipotesis nol (H0) Thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis nol
Thitung =
Keterangan :
b1 = diperoleh dari nilai b (dari persamaan hubungan panjang berat)
b0 = 3
Sb1 = koefisien b
3.3.3. Faktor kondisi
Rumus faktor kondisi jika pertumbuhan ikan termasuk isometrik (b = 3)
adalah sebagai berikut :
K =
Pertumbuhan ikan apabila dinyatakan allometrik (b ≠ 3) maka digunakan
rumus faktor kondisi sebagai berikut:
K =
Keterangan :
K = faktor kondisi
W = berat ikan contoh (gram) L = panjang ikan contoh (mm) a = konstanta regresi
b = konstanta regresi
3.3.4. Nisbah kelamin
X = B
Keterangan :
X = nisbah kelamin
J = jumlah ikan jantan (ekor) B = jumlah ikan betina (ekor)
Hubungan antara jantan-betina dari suatu populasi ikan yang diteliti dapat
diketahui dengan melakukan analisis nisbah kelamin ikan menggunakan uji
Chi-square (X2) (Walpole 1993) :
Χ2
= ∑
Keterangan :
X2 = nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya
menghampiri sebaran Khi-kuadrat
oi = jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang teramati pada data ke-i ei = jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina pada data ke-i
3.3.5. Penentuan ukuran ikan pertama kali matang gonad
Pendugaan rata-rata ukuran pertama kali ikan matang gonad dapat diduga dengan memisahkan kelompok belum matang gonad (TKG I dan II) dan
kelompok matang gonad (TKG III dan IV). Udupa (1986) in Heriyanti dan
Waluyo (1993) menyatakan bahwa metode yang digunakan dalam penentuan ukuran pertama kali matang gonad adalah metode Sperman-Karber dengan rumus sebagai berikut:
2
Keterangan :
m = log panjang ikan pada kematangan gonad pertama
xk = log nilai tengah kelas panjang terakhir ukuran ikan telah matang gonad
pi = proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-I dengan jumlah ikan
pada selang panjang ke-i
qi = 1 – pi
ni = jumlah ikan pada kelas ke-i
M = panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar antilog m, dan jika a = 0,05 maka selang kepercayaanya 95% dari m adalah :
antilog m = m ± 1,96
3.3.6. Indeks kematangan gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad dapat diukur dengan membandingkan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan seperti yang terlihat pada rumus sebagai berikut :
IKG (%) = B
B x 100
Keterangan :
BG = bobot gonad (gram) BT = bobot tubuh
3.3.7. Fekunditas
Fekunditas ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
F =
Q
Keterangan :
F = fekunditas total G = berat gonad (gram) V = volume pengenceran (ml) X = jumlah telur tiap ml (butir) Q = berat gonad contoh (gram)
Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang tubuh daripada berat karena penyusutan panjang relatif lebih kecil sekali, tidak seperti berat yang dapat berkurang dengan mudah (Effendie 2002). Hubungan seperti itu dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
F = fekunditas total (butir) a = konstanta
b = konstanta
L = panjang total ikan
Model di atas selanjutnya diformulasikan dalam model persamaan sebagai berikut :
Log F = log a + b log L
3.3.8. Indeks hepatosomatik (HSI)
Indeks hepatosomatik (HSI) merupakan rasio antara berat hati dengan berat tubuh ikan dengan rumus sebagai berikut :
HSI = B
B x 100
Keterangan :
BH = berat hati BT = berat tubuh
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5o4’40’’- 6o00’40’’ Lintang
Selatan (LS) serta 106o40’45’’- 107o01’19’’ Bujur Timur (BT). Batas-batas
wilayah Teluk Jakarta yaitu di sebelah barat dibatasi oleh Tanjung Pasir dan di sebelah timur dibatasi oleh Tanjung Karawang, serta memiliki rentang pantai
sepanjang kurang lebih 40 km dengan luas kira-kira 490 km2. Teluk Jakarta
merupakan muara dari 13 sungai, beberapa diantaranya adalah sungai-sungai besar seperti Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, dan Sungai Bekasi. Pulau-pulau kecil banyak terdapat pada perairan Teluk Jakarta antara lain Pulau Bidadari, Pulau Damar, Pulau Anyer, Pulau Lancang dan lain-lain (PPLH IPB 1997).
Perairan teluk Jakarta dikenal memiliki keanekaragaman sumberdaya alam yang merupakan aset pembangunan yaitu sumberdaya alam yang dapat dipulihkan (renewable resources) dan sumberdaya alam yang tidak dapat dipulihkan (nonrenewable resources). Wilayah pesisir dan perairan Teluk Jakarta memiliki peranan penting di berbagai sektor kegiatan seperti kegiatan perikanan, industri,
pertanian, pariwisata dan sebagainya. Nelwan et al. (2004) mengungkapkan
bahwa secara geografis perairan laut DKI Jakarta bersifat strategis dan merupakan suatu ekosistem spesifik dengan potensi sumber alam kelautan yang beranekaragam.
4.2. Hubungan Panjang Berat dan Hubungan Panjang Tinggi Ikan
4.2.1. Hubungan panjang berat
Analisa hubungan panjang dan berat untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan parameter panjang dan berat (Effendi 2002). Hubungan panjang dan berat ikan samgeh betina dan jantan dapat seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan panjang berat ikan samgeh (P. anea) di perairan Teluk
Jakarta
Berdasarkan persamaan tersebut diketahui nilai b untuk ikan betina
sebesar 3,083 dan ikan jantan sebesar 2,980 dengan koefisien determinasi (R2)
masing-masing model persamaan yang menyatakan sekitar 94,8% (ikan betina) dan 90,1% (ikan jantan) mewakili dengan kondisi di alam. Koefisien korelasi antara panjang dengan berat ikan diketahui sangat erat dengan nilai r untuk ikan samgeh betina sebesar 0,973 dan nilai r untuk ikan samgeh jantan sebesar 0,949. Hasil uji-t yang dilakukan terhadap nilai b ikan samgeh betina dan jantan pada
selang kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan pola pertumbuhan ikan samgeh
betina dan jantan adalah isometrik (Lampiran 3), hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Murty dan Ramalingam (1986) pada Pennahia macrophthalmus
(sinonim dari Pennahia anea) di Kakinada yang menunjukkan nilai b untuk ikan
samgeh betina sebesar 2,863 dan jantan sebesar 2,931 yang kemudian dari hasil uji-t terhadap nilai b kedua jenis kelamin ikan samgeh tersebut menunjukkan pola
pertumbuhan P. macrophthalmus adalah isometrik.
W = 0,00001L3,083 R2= 0,948
4.2.2. Hubungan panjang tinggi ikan
Pengelolaan ukuran mata jaring membutuhkan ukuran tinggi ikan untuk mengetahui hubungan antara panjang dengan tinggi ikan. Persamaan dari hubungan antara panjang dengan tinggi ikan seperti yang disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan ukuran panjang dengan tinggi ikan samgeh (P. anea) di
perairan Teluk Jakarta
Berdasarkan persamaan pada Gambar 5 diketahui sekitar 92,8% model hubungan tersebut mewakili dengan kondisi di alam, selain itu terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan tinggi ikan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,96, hal ini berarti seiring dengan meningkatnya ukuran panjang ikan maka tinggi ikan juga akan semakin meningkat. Pengaturan perbesaran atau pengecilan ukuran mata jaring dapat ditentukan berdasarkan ukuran tinggi badan ikan pertama kali matang gonad yang dapat lolos dari mata jaring tersebut.
4.3. Faktor Kondisi
Faktor kondisi menggambarkan keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data panjang dan berat (Effendie 2002). Faktor kondisi ikan samgeh betina cenderung mengalami penurunan terhadap perubahan waktu, sedangkan faktor kondisi ikan samgeh jantan mengalami penurunan dari bulan Agustus sampai Oktober, kemudian meningkat pada bulan November (Gambar 6), hal ini dapat disebabkan oleh pola adaptasi
0 1 2 3 4 5
0 50 100 150 200
T
inggi
(cm)
Panjang ikan (mm)
y = 0,024x + 0,241 R2= 0,928
ikan samgeh betina dapat berbeda dengan ikan samgeh jantan. Faktor kondisi dipengaruhi juga oleh jenis kelamin ikan.
Gambar 6. Faktor kondisi rata-rata ikan samgeh (P. anea) pada setiap waktu
penelitian di perairan Teluk Jakarta
Faktor kondisi ikan samgeh betina dan jantan yang dihubungkan dengan ukuran panjang terlihat berfluktuasi (Gambar 7), hal ini dikarenakan ikan memiliki kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan pada setiap ukuran panjang. Ketersediaan makanan di perairan juga salah satu faktor yang mempengaruhi nilai faktor kondisi seperti pernyataan Effendi (2002) yang menjelaskan bahwa nilai faktor kondisi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad.
Gambar 7. Faktor kondisi rata-rata ikan samgeh (P. anea) pada setiap selang kelas
Nilai faktor kondisi ikan samgeh mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya panjang yaitu pada selang kelas 131-138 (betina) dan 123-130 (jantan). Peningkatan nilai faktor kondisi kemudian terjadi pada selang kelas 139-146 mm, hal ini dikarenakan ditemukan ikan yang mengalami TKG IV, kemudian pada selang kelas 179-186 nilai faktor kondisi untuk kedua jenis kelamin ikan samgeh terjadi peningkatan kembali karena ukuran ikan pada saat tersebut telah selesai melakukan proses pemijahan. Harahap and Djamali (2005) menyatakan bahwa faktor kondisi dapat meningkat kembali setelah pemijahan karena ikan yang telah mengalami pemijahan akan menggunakan energi yang diperoleh untuk pertumbuhan.
Kisaran nilai faktor kondisi rata-rata ikan samgeh betina pada setiap selang kelas panjang yaitu antara 1,37-1,51 sedangkan kisaran faktor kondisi rata-rata ikan samgeh jantan yaitu 1,31-1,41. Nilai faktor kondisi ikan samgeh betina secara keseluruhan lebih besar bila dibandingkan dengan ikan samgeh jantan. Effendie (2002) mengungkapkan bahwa nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan diduga karena ikan betina mengisi
gonadnya dengan cell sex untuk proses reproduksi dibandingkan dengan ikan
jantan.
Gambar 8. Faktor kondisi rata-rata ikan samgeh (P. anea) pada setiap TKG di
perairan Teluk Jakarta
Kisaran nilai faktor kondisi rata-rata pada setiap TKG ikan samgeh betina antara 1,43-1,49 dan ikan samgeh jantan antara 1,41-1,48 (Gambar 8). Nilai faktor kondisi ikan samgeh betina cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya TKG sampai dengan menjelang pemijahan meskipun peningkatan
nilai faktor kondisi tersebut tidak terlalu besar. Faktor kondisi akan terus meningkat karena semakin tinggi TKG maka ikan terus memanfaatkan makanan di sekitarnya, namun begitu memasuki waktu pemijahan akan menurun karena menggunakan cadangan lemaknya untuk memijah, hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2002) nilai faktor kondisi ikan akan meningkat seiring dengan naiknya TKG dan kembali menurun setelah pemijahan. Harahap dan Djamali (2005) menyatakan bahwa faktor kondisi ikan akan menurun pada saat makanan berkurang jumlahnya sehingga ikan menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan.
4.4. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin ikan 1:1 menunjukkan bahwa terdapat 50% ikan jantan dan 50% ikan betina yang merupakan suatu kondisi ideal di perairan (Ball dan Rao 1984). Jumlah jenis kelamin ikan samgeh yang dihubungkan dengan waktu penelitian menunjukkan hasil yang berbeda untuk semua TKG sedangkan untuk ikan samgeh TKG IV menunjukkan jumlah yang hampir sama pada setiap bulan (Gambar 9).
Gambar 9. Persentase jumlah jenis kelamin ikan samgeh (P. anea) di perairan
Teluk Jakarta
Perbedaan jumlah jenis kelamin ikan samgeh pada semua TKG dapat disebabkan faktor penangkapan dan sifat ikan samgeh yang bergerombol, hal ini didukung oleh pernyataan Bal dan Rao (1984) yang menyatakan bahwa
0
Agustus September Oktober November
Jum
Agustus September Oktober November
penyimpangan rasio kelamin dari kondisi ideal disebabkan pola tingkah laku ikan yang bergerombol antara ikan jantan dan betina, kondisi lingkungan, dan penangkapan. Jumlah persenan ikan jantan dan betina yang memijah dapat dilihat dari persentase TKG IV.
Gambar 10. Nisbah kelamin J/B ikan samgeh (P. anea) pada setiap bulan
penelitian di perairan Teluk Jakarta
Nisbah kelamin Jantan/Betina (J/B) ikan samgeh untuk semua TKG berubah-ubah setiap bulan sedangkan untuk TKG IV menunjukkan perbandingan yang sama (Gambar 10). Effendie (2002) menyatakan bahwa pada kenyataannya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan.
Ikan samgeh semua TKG terdiri atas 204 ekor ikan betina dan 196 ekor
ikan jantan. Hasil uji chi-square pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05)
terhadap nisbah kelamin ikan tersebut dapat dinyatakan bahwa nisbah kelamin ikan samgeh ideal antara 1 : 1,04 meskipun dalam penentuan ideal atau tidaknya membutuhkan beberapa penelitian yang dapat memastikan dan mendukung perbandingan tersebut. Ikan samgeh TKG IV terdiri atas 88 ekor ikan betina dan
83 ekor ikan jantan dan berdasarkan hasil uji chi-square pada selang kepercayaan
95% (α = 0,05) terhadap nisbah kelamin ikan jantan dan betina TKG IV dari
seluruh waktu penelitian menunjukkan perbandingan yang ideal antara 1 : 1,06 (lampiran 6).
Agustus September Oktober November
Perbandingan jenis kelamin ikan dapat berubah menjelang dan selama
pemijahan. Hasil penelitian Mohan (1977) pada Pennahia macropthalmus di
Mandapan menunjukkan bahwa nisbah kelamin ikan jantan dengan betina adalah ideal dengan perbandingan yang sama.
4.5. Ukuran Ikan Pertama Kali Matang Gonad
Ukuran ikan pertama kali matang gonad dapat ditentukan berdasarkan persentase tingkat kematangan gonad ikan pada setiap selang kelas panjang dan metode Spearman-Karber. Berdasarkan grafik persentase TKG yang dihubungkan dengan selang kelas panjang diperoleh informasi bahwa ikan samgeh betina dan jantan mulai memasuki TKG IV pada ukuran panjang 139 mm (Gambar 11).
Gambar 11. Persentase tingkat kematangan gonad ikan samgeh (P. anea) pada
setiap selang panjang di perairan Teluk Jakarta 0
Selang kelas panjang (mm) Betina
Selang kelas panjang (mm) Jantan
TKG IV
TKG III
TKG II
Ukuran pertama kali matang gonad yang didasarkan pada grafik persentase TKG tersebut terdapat pada selang kelas ukuran 139-146 mm, hal ini mengindikasikan bahwa ikan samgeh betina dan jantan memiliki ukuran panjang yang sama pada saat pencapaian matang gonad pertama kali, namun pada selang kelas tersebut hanya ditemukan sekitar 36% ikan betina dan 17% ikan jantan yang sedang memasuki TKG IV. Berdasarkan metode Spearman-Karber maka diketahui ukuran ikan samgeh pertama kali matang gonad adalah 152,72 mm (betina) sebanyak 51,4% dan 151,50 mm (jantan) sebanyak 49,1%. Ukuran pertama kali matang gonad untuk kedua jenis kelamin ikan samgeh terletak pada selang kelas yang sama yaitu 147-154 mm (Lampiran 7 dan 8).
Jumlah ikan yang lebih banyak memasuki tahap matang gonad menunjukkan hasil yang lebih akurat dan mewakili kondisi yang sebenarnya di perairan sehingga penentuan ukuran pertama kali matang gonad pada penelitian
menggunakan acuan metode Spearman-Karber. Hasil penelitian Peristiwady et al.
(1991) menunjukkan bahwa ukuran ikan sudah dapat dikatakan matang gonad pertama kali apabila terdapat sekitar 50% dari populasi ikan yang mengalami kematangan gonad pada selang kelas ukuran tertentu. Nikolsky (1963) mengungkapkan bahwa ukuran ikan pertama kali matang gonad dipengaruhi kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, periode, cahaya dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil penelitian Murty dan Lamalingam (1986) pada
Pennahia macropthalmus (sinonim dari Pennahia anea) di Kakinada menunjukkan bahwa ukuran ikan pertama kali matang gonad adalah 147 mm.
Hasil penelitian Tapparao et al. (1992) pada Pennahia macropthalmus di Waltair
dan Palk Bay memperlihatkan ukuran ikan pertama kali yang berbeda yaitu 150 mm dan 135 mm.
dapat meloloskan ukuran ikan pertama kali matang gonad yang terdapat pada selang kelas ukuran 147-154 mm dengan tinggi tubuh ikan yaitu 3,769-3,937 cm (Lampiran 4).
4.6. Waktu Pemijahan
Tahapan tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan proses penting dalam reproduksi ikan, oleh karena itu sangat dibutuhkan pencatatan perubahan terhadap tahap-tahap kematangan gonad tersebut untuk mengetahui waktu pemijahan ikan di perairan. Penentuan waktu pemijahan dapat dilihat pada saat kapan persentase TKG IV ditemukan.
Gambar 12. Persentase tingkat kematangan gonad ikan samgeh (P. anea)
berdasarkan waktu penelitian di perairan Teluk Jakarta 0
Agustus September Oktober November
TKG (%
Agustus September Oktober November
Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa tingkat kematangan gonad IV pada ikan samgeh betina dan jantan selalu ditemukan pada setiap bulan. Perkembangan telur yang sudah memasuki TKG IV mengindikasikan ikan akan mmelakukan pemijahan, sehingga waktu pemijahan ikan samgeh berlangsung Agustus sampai dengan November.
Penentuan waktu pemijahan serta puncak pemijahan didukung juga dengan hubungan nilai TKG, IKG, HSI, serta faktor kondisi rata-rata ikan samgeh betina dan ikan samgeh jantan terhadap waktu penelitian, sehingga dapat diduga waktu pemijahan ikan samgeh berlangsung Agustus-November dengan puncak pemijahan November (Gambar 13). Penurunan nilai IKG ikan samgeh jantan dikarenakan sudah ada ikan yang memijah terlebih dahulu, hal ini didukung oleh pernyataan Effendie (2002) yang menyatakan bahwa berat gonad akan mencapai maksimum saat ikan memijah kemudian akan mengalami penurunan secara cepat selama berlangsungnya pemijahan sampai pemijahannya selesai. Nilai HSI ikan samgeh betina dan jantan akan menurun ketika memasuki puncak pemijahan karena pada saat tersebut banyak terdapat ikan samgeh TKG IV. Energi dari makanan yang dimakan oleh ikan dideposit di dalam hati sehingga hati membesar.
Hati kemudian memproduksi vitelogenin sehingga menyebabkan gonad ikan
membesar pula. Pembesaran gonad berlangsung karena adanya transfer energi lemak dari hati menuju gonad, hal ini terjadi sampai dengan ikan TKG III sehingga HSI ikan samgeh pada saat tersebut paling tinggi. Peran hati untuk
membentuk vitelogenin berhenti pada saat memasuki TKG IV sehingga nilai HSI
juga menurun. Hati berhenti memproduksi vitelogenin karena tidak ada
rangsangan lagi dari hormon estrogen. Hormon estrogen berasal dari sel theca
yang terdapat pada gonad, adapun bahan baku untuk membentuk hormon estrogen
adalah kolesterol yang berasal dari makanan ikan samgeh seperti crustacea.
Penurunan HSI ikan samgeh betina diikuti pula dengan penurunan faktor kondisi
ikan. Sulistiono et al. (2001) menyatakan bahwa pada saat mulai pematangan
gonad, organ aktif menentukan kebutuhan vitelogenin sehingga organ hati
Gambar 13. Hubungan nilai TKG, IKG, HSI, dan faktor kondisi rata-rata dengan
waktu penelitian ikan samgeh (P. anea) di perairan Teluk Jakarta
Kagawa et al. 1984 mengungkapkan bahwa tahap awal yang harus dilalui
dalam pengembangbiakan adalah tahap pematangan gonad yang dimulai dari 0
20 40 60 80
Agustus September Oktober November
TKG IV
Agustus September Oktober November
TKG IV
Agustus September Oktober November
IKG (%
Agustus September Oktober November
IKG (%
Agustus September Oktober November
HSI (%
Agustus September Oktober November
proses vitelogenesis (proses sintesis kuning telur) yang terjadi di dalam hati.
Nagahama (1987) kemudian menambahkan setelah disintesis vitelogenin dilepas
ke aliran darah kemudian secara selektif akan diserap oleh oosit, sehingga akibat penyerapan ini sel telur akan membesar. Nilai HSI akan menurun pada saat memasuki TKG IV ketika ikan akan melakukan pemijahan dikarenakan akumulasi materi bersama energi tersebut mulai digunakan untuk persiapan melakukan pemijahan, hal ini didukung oleh pernyataan Royce (1972) yang menjelaskan bahwa kebanyakan biota perairan menghabiskan energi untuk melakukan pemijahan. Ikan menghabiskan energinya dalam jumlah yang besar pada saat memproduksi sperma dan telur dalam jumlah yang banyak.
4.7. Potensi Reproduksi
Jumlah telur dalam ovarium ikan diartikan sebagai fekunditas individu, mutlak dan fekunditas total (Nikolsky 1963). Fekunditas mutlak ikan sering dihubungkan dengan berat, karena berat lebih mendekati kondisi ikan daripada panjangnya, meskipun demikian berat juga dapat mengalami perubahan setiap saat apabila terjadi perubahan lingkungan dan kondisi fisiologis pada ikan (Adisti 2010). Hubungan fekunditas ikan samgeh dengan ukuran panjang dan berat ikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14.
Berdasarkan koefisien determinasi menunjukkan sekitar 40,6% dari keragaman nilai fekunditas ikan samgeh dapat dijelaskan oleh panjang tubuh dan sekitar 49,8% dari keragaman nilai fekunditas dapat dijelaskan oleh berat tubuh ikan. Nilai koefisien korelasi (r) antara fekunditas dengan panjang total ikan samgeh adalah 0,637 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara fekunditas dengan panjang total, sedangkan nilai koefisien korelasi antara fekunditas dengan berat ikan samgeh adalah 0,705 yang memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara fekunditas dengan berat ikan. Berdasarkan kedua persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran panjang dan berat ikan mempengaruhi fekunditas ikan. Pengaruh ukuran panjang dan berat terhadap fekunditas yaitu semakin meningkat ukuran panjang dan berat ikan maka jumlah fekunditas ikan juga meningkat, hal ini sesuai dengan pernyataan Gandhi (1982) yang menyatakan bahwa pertambahan berat tubuh dan panjang ikan meningkatkan fekunditas secara linier.
Rata-rata fekunditas ikan samgeh paling sedikit terdapat pada selang kelas
139-146 mm yaitu 22.359 butir, kemudian seiring dengan meningkatnya ukuran panjang ikan maka ditemukan fekunditas terbesar yaitu 225.744 butir yang berada pada selang kelas 179-186 mm. Berdasarkan hubungan antara fekunditas ikan dengan berat ikan diketahui fekunditas ikan terkecil yaitu 20.229 butir yang berada pada selang kelas berat 36-42 gram dan fekunditas terbesar sebanyak 265.781 butir yang berada pada selang kelas berat 85-91 gram (Lampiran 13).
Hasil penelitian Gandhi (1982) pada Pennahia anea di Porto-Novo menunjukkan
bahwa peningkatan jumlah fekunditas seiring dengan peningkatan ukuran tubuh ikan. Jumlah fekunditas terbesar yaitu 79.835 yang ditemukan pada panjang ikan 252 mm dengan berat ikan 85 gram dan jumlah fekunditas terkecil yaitu 11.423 pada panjang ikan 189 mm dengan berat 231,7 gram.
Gambar 15. Fekunditas rata-rata ikan samgeh betina (P. anea) dengan rata-rata ukuran panjang yang berbeda (x) pada setiap waktu penelitian di perairan Teluk Jakarta
Wootton (1984) mengungkapkan bahwa pada ukuran ikan yang lebih besar memiliki fekunditas yang lebih tinggi sehingga potensi reproduksi ikan berukuran besar lebih tinggi daripada ikan berukuran kecil. Kondisi lingkungan perairan yang berubah-ubah pada setiap waktu yang berbeda juga mempengaruhi fekunditas ikan samgeh (Gambar 16).
Gambar 16. Fekunditas rata-rata ikan samgeh betina(P. anea) dengan rata-rata
ukuran panjang yang sama (x) pada setiap waktu penelitian di perairan Teluk Jakarta
x = 152,58
Agustus September Oktober November
Fekunditas
Agustus September Oktober November
Jumlah telur maksimum ikan samgeh terbentuk ketika TKG I dan II, pada saat tersebut belum terjadi pembesaran sel, namun hanya sebatas pembentukan jumlah telur saja. Fekunditas ikan samgeh pada ukuran yang sama setelah memasuki TKG III dan IV tidak bertambah lagi, namun terjadi pembesaran sel sehingga pada TKG IV ukuran diameter telur ikan bertambah. Pembentukan jumlah telur pada saat TKG I dan II terjadi pada bulan-bulan sebelumnya sehingga apabila pada saat pembentukan tersebut kondisi lingkungan buruk dan ketersediaan makanan sedikit akan berpengaruh terhadap pembentukan jumlah telur. Jumlah fekunditas yang paling sedikit yakni pada bulan November, hal ini diduga ketika pembentukan jumlah telur pada saat TKG I dan II di bulan Agustus ataupun November kondisi lingkungan tidak begitu baik dan ketersediaan makanan sedikit sehingga tidak begitu mendukung untuk pembentukan tersebut. Fekunditas ikan yang terhitung di bulan November merupakan pembesaran dari sel telur yang telah dibentuk pada saat TKG I dan II (bulan-bulan sebelumnya). Bulan Oktober menunjukkan fekunditas dengan jumlah yang banyak, diduga pada saat pembentukan telur di bulan-bulan sebelumnya kondisi perairan dan ketersediaan makanan mendukung untuk pembentukan jumlah telur tersebut, hal
ini sesuai dengan pernyataan Moyle et al. (2004) yang menyatakan bahwa
pengurangan makanan menyebabkan pengurangan jumlah telur. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa untuk ikan tertentu yang berukuran sama atau berbeda dapat terjadi variasi fekunditas sehubungan dengan persediaan makanan tahunan.
4.8. Pola Pemijahan
Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan total atau bertahap. Sebaran frekuensi diameter telur diamati untuk menduga sebaran pemijahan yaitu pada TKG IV seperti yang terlihat pada Gambar 17. Pola
pemijahan ikan samgeh adalah total (total spawning), artinya pemijahan ikan
menunjukkan diameter ikan sama menjadi pendukung pola pemijahan ikan samgeh bersifat total. Wootton (1984) menyatakan bahwa tipe perkembangan
oosit synchronous artinya semua oosit yang mengalami kematangan pada waktu
yang bersamaan sehingga dapat disimpulkan bahwa tipe perkembangan yang
demikian merupakan ciri dari pola pemijahan ikan yang bersifat total (total
spawning).
Gambar 18. Perkembangan struktur histologis gonad ikan samgeh betina (P. anea) TKG I, II, III, dan IV
Keterangan : Og = oogenium ; Os = Oosit ; Ot = ootid ; N = nukleus; Bm = butiran minyak ; Bk = butir kuning telur
Histologis gonad jantan (Gambar 19) pada TKG I menunjukkan spermatogonia dengan jaringan ikat yang kuat, kemudian ketika memasuki TKG II jaringan ikat sudah mulai berkurang dan gonad juga lebih berkembang. Spermatocyst primer yang terletak di dalam kantung tubulus seminiferus dan merupakan hasil pembelahan spermatogonia secara mitosis terlihat pada TKG II. Pembelahan terjadi dua kali ketika memasuki TKG III, pembelahan yang pertama adalah spermatocyst primer membelah secara meiosis menjadi spermatocyst sekunder yang meliputi proses duplikasi DNA dan rekombinasi dari informasi
TKG I
Og
N
Os
TKG II
TKG III
N
Ot
N
Ot
Bm
genetik, dan yang kedua adalah pembelahan secara meiosis tanpa melibatkan duplikasi DNA menjadi benih sel yang disebut dengan spermatid. Spermatid melakukan proses spermiogenesis menjadi spermatozoa pada saat TKG IV yang
siap dikeluarkan untuk membuahi sel telur (Cabrita et al. 2008). Spermatozoa
yang terbentuk dan siap membuahi sel telur mengindikasikan memasuki waktu pemijahan ikan samgeh.
Gambar 19. Perkembangan struktur histologis gonad ikan samgeh jantan (P.
anea) TKG I, II, III, dan IV
Keterangan : Sg = Spermatogonia ; Sp = Spermatocyst primer; Ss =
Spermatocyst sekunder, Spt = Spermatid ; S = Spermatozoa
4.9. Implementasi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Samgeh
Kegiatan penangkapan dapat menyebabkan keberlangsungan hidup ikan samgeh menjadi terganggu, namun ikan samgeh mempunyai kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan cara bereproduksi. Sumberdaya ikan samgeh akan mengalami kepunahan jika tidak dapat melakukan proses reproduksi dengan baik, oleh karena itu dibutuhkan penelitian mengenai aspek reproduksi ikan samgeh sebagai informasi biologi untuk pengelolaan yang dapat menjamin kelestarian ikan samgeh di masa yang akan datang.
Sg
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
S
Ss
Sp
Ikan samgeh merupakan salah satu ikan demersal yang selalu tertangkap dalam jumlah yang cukup banyak oleh nelayan Kalibaru. Permintaan terhadap ikan samgeh terus meningkat meskipun ikan samgeh hanya sebatas hasil
tangkapan sampingan. Ikan samgeh (Pennahia anea) memiliki nilai ekonomis
bagi masyarakat setempat karena dapat dijadikan bahan konsumsi dalam bentuk segar dan olahan yaitu ikan asin dan dijadikan juga sebagai pakan ikan. Pengelolaan yang dapat dilakukan dalam rangka melindungi populasi ikan samgeh yaitu pengaturan waktu penangkapan dan pengaturan alat tangkap.
Berdasarkan hasil penelitian, ukuran ikan pertama kali matang gonad banyak ditemukan pada selang kelas panjang 147-154 mm dengan tinggi tubuh 3,769-3,937 cm (betina dan jantan). Terkait dengan aktivitas nelayan Kalibaru yang menggunakan mata jaring dogol berukuran 1 inchi sehingga menyebabkan ± 61% ikan betina dan ± 73% ikan jantan yang masih muda tertangkap, dengan demikian ukuran mata jaring yang diperbolehkan harus lebih besar dari 3,937 cm (1,55 inchi) agar ikan yang pertama kali matang gonad tidak ikut tertangkap. Hal ini dilakukan agar ikan yang matang gonad pertama kali diberi kesempatan untuk memijah terlebih dahulu sehingga keberadaan ikan samgeh di perairan tetap lestari.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nisbah kelamin ikan samgeh Jantan/Betina (J/B) TKG IV adalah 1:1,06.
2. Ukuran ikan pertama kali matang gonad berdasarkan metode
Spearman-Karber adalah 152,72 mm (ikan betina) dan 151,50 mm (ikan jantan) yang terletak pada selang kelas yang sama yaitu 147-154 mm.
3. Waktu pemijahan ikan samgeh berlangsung dari bulan Agustus sampai dengan
bulan November dengan puncak pemijahan pada bulan November.
4. Ikan samgeh memiliki potensi reproduksi yang cukup tinggi dengan rata-rata
fekunditas terkecil adalah 22.359 butir (139-146 mm) dan terbesar adalah 225.744 butir (179-186 mm).
5. Pola pemijahan ikan samgeh adalah pemijahan total (total spawning).
5.2. Saran Pengelolaan
Ukuran mata jaring yang diperbolehkan lebih besar dari 3,937 cm (1,55
inchi) agar ukuran ikan yang pertama kali matang gonad tidak ikut tertangkap. Pembatasan penangkapan perlu dilakukan terutama pada bulan November yang merupakan puncak pemijahan ikan samgeh.
5.3. Saran Melengkapi Informasi
DAFTAR PUSTAKA
Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis
Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hlm 4-12.
Arifin Z. 2004. Local millennium ecosystem assessment: condition and trend of the greater Jakarta bay ecosystem. The Ministry of Environment, Republic
of Indonesia. Jakarta. http://www.milleniumassessment.org/document_sga/Indonesia%20MA.200
4.final.pdf [3 Juni 2011].
Bal DV & Rao KV. 1984. Marine species. Tata Mc Graw Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 470p.
Batcha H, Gomathy, & Mohanraj G. 2008. Sciaenids. In : Joseph MM &
Jayaprakash AA (Editor), Readings in status of exploited marine fishery
resources of India. [terhubung berkala]. http://eprints.cmfri.org.in/31/1/17.pdf [3 Ferbruari 2011].
Budimawan, Indar MYN, Mallawa A, & Najamuddin. 2004. Pendugaan ukuran
pertama kali matang gonad ikan layang deles (Decapterus macrosoma
Bleeker). J.Sains dan Teknologi 4 (1) : 1-8.
Brojo M & Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus
tambuloides Blkr.) yang didaratkan di tempat pelelangan ikan Labuan, Pandeglang. Jurnal Iktiologi Indonesia 2(1) : 9-13.
Cabrita E, Robles V, & Herraez P (Ed.). 2008. Methods in reproductive aquaculture marine and freshwater species. USA. 549 p.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hlm.
FAO. 1983. FAO species identification sheets. [terhubung berkala]. ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/009/ad468e/AD468eKL.pdf [8 Agustus 2010].
Gandhi V. 1982. Studies on the biometry and biology of Pennahia aneus Bloch.
Indian Journal of Fisheries 29 (1 & 2) : 79-84.
Harahap TSR & Djamali A. 2005. Pertumbuhan ikan terbang (Hirundichthys oxycephalus) di perairan Binuangen, Banten. Jurnal Iktiologi Indonesia 5(2) : 49-54.
Heriyanti HI dan Waluyo. 1993. Pendugaan ikan pertama kali matang gonad beberapa jenis ikan demersal di Perairan Utara Jawa. Jurnal penelitian perikanan laut 78 : 46-58.
Hermawati L. 2006. Studi biologi reproduksi ikan terbang (Hirundichthys
oxycephalus) di perairan Binuangen, Kecamatan Malingpingi, Kabupaten Lebak, Banten [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hlm 8-10.
Kagawa H, Graham Y, & Yoshitaka N. 1984. Invitro 17ß-estradiol and
testosterone production by the ovarian vollicles of the gold fish, Carassius
auratus. General and Comparative Endocrinology 554 : 139-143.
Lagler KF. 1972. Freshwater fishery biology. WMC Brown Company Publisher. 421p.
Majen. 2010. Ikan asin khas Kalibaru dibuat tanpa formalin. [terhubung berkala]. http://lintasjakut.com/2010/11/ikan-asin-khas-kalibaru-dibuat-tanpa.html [21 Desember 2010].
Mohan RSL. 1977. Studies on the fishes of family Sciaenidae of India [tesis]. Madurai University.
Moyle PB & Cech JJJR. 2004. Fishes an introduction to ichthyology fifth edition. Prentice Hall, Englewood. New Jersey. 726p.
Murty VS dan Ramalingam P. 1986. Observation on some aspect of biology of
Johnius (Johnieops) vogleri (Bleeker) and Pennahia macrophthalmus
(Bleeker) in the Kakinada region. J.mar.biol.Ass.India 28 (1 & 2) : 57-62.
Nagahama Y. 1987. Gonadothropin action on the gametogenesis and streoidgenesis in teleost gonads. Zoological Sciennce 4 : 209-222.
Nelwan A, Sigid H, Mia S, Untung B, Syaifuddin, Jeffry JM, Syahroma HN, Johannes L, Kemal M, Iriani S, Bernatal S, & Meity M. 2004. Pencemaran perairan teluk Jakarta dan strategi penanggulangannya. Makalah kelompok. [terhubung berkala]. http://rudyct.com [2 Juni 2011].
Nikolsky GV. 1963. The ecology of fishes. Academic Press. London. p.147-187.
Peristiwady T, Suwartana A, Wouthuyzen S. 1991. Beberapa aspek reproduksi
ikan tuing-tuing (Cypselurus sp.) di Teluk Tuhaha, Saparua. LIPI Ambon.
PPLH IPB. 1997. Studi potensi kawasan perairan teluk Jakarta. Laporan final. 110 hlm.
Royce WF. 1972. Introduction to the fishery science. Academic Press. New York, USA. p.129-137.
Sasaki K. 1994. Sciaenidae croakers (drums). [terhubung berkala]. ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/009/y0770e/y0770e34.pdf [17 Februari 2011].
Sulistiono, Tri HK, Etty R, & Seiichi W. 2001. Kematangan gonad beberapa jenis
ikan buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di perairan
Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia 1(2) : 25-30.
Tapparao, Mohan RSL, Chakraborty SK, Murty VS, Nair KVS, Vivekanan, & E, Raje SG. 1992. Stock assessment of sciaenid resources of India. Indian journal of fisheries 39 (1 & 2) : 85-103.
Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. PT Gramedia Pustaka Jaya. Jakarta. p. 48-53.
Wootton RJ. 1984. Introduction : tactics and strategies in fish reproduction. In : Wootton RJ & Potts GW (editor). Fish reproduction : strategies and tactics. Academic Press. London. 403p.
www.zipcodezoo.com. Pennahia anea. [terhubung berkala].
Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
Alat Bedah Timbangan Digital Mikroskop Gelas Objek
Penggaris
Hand Tally Counter Gelas Ukur Pipet Tetes
Botol Film
Cawan Petri Baki
Kamera Digital
Lampiran 2. Metode pembuatan preparat histologis (Hermawati 2006)
Fiksasi
Gonad difiksasi dengan larutan Bouin selama 24 jam, setelah itu dipindahkan ke alcohol 70% selama 24 jam
Dehidrasi I
Gonad direndam dengan alkohol 70% (24 jam), alkohol 80% (2 jam), alkohol 90% (2 jam), alkohol 95% (2 jam), alkohol 100% (12 jam)
Clearing I (Penjernihan)
Gonad direndam dalam alkohol 100% + Xylol (1:1) selama 30 menit, kemudian
diendam dalam Xylol I, Xylol II, Xylol III masing-masing selama 30 menit
Embedding (Penyusupan/infiltrasi)
Gonad direndam dalam Parafin – Xylol (1:1) selama 45 menit dalam oven suhu
65-75 °C, selanjutnya direndam dalam Parafin I, Parafin II, Parafin III selama
masing-masing 45 menit yang dipanaskan dalam oven suhu 65-75 °C dan
kemudian jaringan dicetak dalam cetakan selama 12 jam (proses blocking)
Pemotongan
Spesimen dipotong sebesar 4-6 µm dengan mikrotom, diapungkan dalam air suam
kuku dan diletakkan diatas hot plate 40 °C sampai agak kering
Defarafinasi
Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I dan Xylol II masing-masing selama
5 menit
Dehidrasi II
Preparat direndam berturut-turut dalam alkohol 100% I, alkohol 100% II, alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 75%, alkohol 71%, alkohol 50% masing-masing 3 menit, setelah itu preparat dibersihkan dengan akuades sampai
putih
Pewarnaan
Preparat direndam dalam larutan Haematoxylin selama 5-7 menit, selanjutnya
Lampiran 2 (Lanjutan)
Dehidrasi III
Preparat direndam berturut-turut dengan alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 85%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol 100% I, alkohol 100% II
masing-masing selama 2 menit
Clearing II
Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I, Xylol II dan Xylol III
masing-masing selama 2 menit
Mounting
Jaringan dilekatkan dengan gelas penutup dan zat perekat
Lampiran 3. Uji t untuk hubungan panjang-berat ikan samgeh
a. Ikan Betina
Hipotesis :
H0 : b = 3, pertumbuhan isometrik
H1 : b ≠ 3, pertumbuhan allometrik
Statistik Regresi
R2 0,948
Tabel Sidik Ragam (TSR)
db
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah
(KT) F Hitung
Regresi 1 45238,4755 45238,4755 0,0924
Sisa 202 98848560,95 489349,31
Total 203 98893799,43
Simpangan baku
Intersep -5,01 0,11 Slope 3,08 0,05
Thit < Ttab maka terima hipotesis nol (H0), yang artinya pola pertumbuhan bersifat
isometrik.
b. Ikan Jantan
Hipotesis :
H0 : b = 3, pertumbuhan isometrik
H1 : b ≠ 3, pertumbuhan allometrik
Statistik Regresi
R2 0,901
Tabel Sidik Ragam (TSR)
Db
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah
(KT) F Hitung
Regresi 1 7178,48 37,002 0,68
Sisa 194 15781,21 53,67
Total 195 22959,69
Simpangan baku
Intersep -4,79 0,15 Slope 2,98 0,07
T hitung = (2,98-3)/0,07 = -0,28 T table = TINV(0,05;196) = 1,97
Thit < Ttab maka terima hipotesis nol (H0), yang artinya pola pertumbuhan bersifat
isometrik
Lampiran 4. Hubungan tinggi dan panjang tubuh ikan
Data panjang dan tinggi ikan samgeh
No Panjang ikan (mm) Tinggi (cm)
1 109 2,8
2 115 3,2
3 121 4.2
No Panjang ikan (mm) Tinggi (cm
5 130 3,6
6 138 3,7
7 147 4
8 148 3,9
9 158 4
10 160 4,2
11 163 4,3
Setelah melakukan regresi antara panjang dengan tinggi ikan maka diperoleh persamaan : y = 0,024x + 0,241
Maka dapat diketahui :
• Tinggi ikan samgeh betina dan jantan pada saat ukuran pertama kali
matang gonad 147-154 mm
Pada saat panjang 147 mm : y = 0,024 (147) + 0,241 = 3,769 cm Pada saat panjang 154 mm : y = 0,024 (154) + 0,241 = 3,937 cm
Terkait dengan penngunaan mata jaring nelayan Kalibaru dengan ukuran 1 inchi (2,54 cm) sehingga masih ada ukuran ikan pertama kali mtang gonad yang dapat tertangkap, sehingga dianjurkan untuk memperbesar ukuran mata jaring >1,55 inchi (> 3,937 cm).
Lampiran 5. Contoh perhitungan faktor kondisi
K = = . = 1,3808
Lampiran 6. Contoh perhitungan nisbah kelamin
Contoh perhitungan nisbah kelamin semua TKG
JK Frekuensi (Oi) Frekuensi harapan (Ei)
Jantan 196 200
Betina 204 200
Total 400