• Tidak ada hasil yang ditemukan

The effect of different doses of thyroxine hormone solution towards to the development, survival rate, and growth of Botia fish larvae Chromobotia macracanthus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The effect of different doses of thyroxine hormone solution towards to the development, survival rate, and growth of Botia fish larvae Chromobotia macracanthus"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERENDAMAN LARVA IKAN BOTIA

Chromobotia macracanthus

DALAM LARUTAN HORMON

TIROKSIN DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP

PERKEMBANGAN, KELANGSUNGAN HIDUP DAN

PERTUMBUHAN

MARDIAN PUTRI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PENGARUH PERENDAMAN LARVA IKAN BOTIA

Chromobotia macracanthus

DALAM LARUTAN HORMON

TIROKSIN DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP

PERKEMBANGAN, KELANGSUNGAN HIDUP DAN

PERTUMBUHAN.

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

(3)

ABSTRAK

MARDIAN PUTRI. Pengaruh perendaman larva ikan botia Chromobotia macracanthus dalam larutan hormon tiroksin dengan dosis yang berbeda terhadap perkembangan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR dan AGUS PRIYADI.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perkembangan, tingkat kelangsungan hidup, dan pertumbuhan larva ikan botia dengan perendaman dalam larutan hormon tiroksin. Metode penelitian ini menggunakan 1500 ekor larva ikan botia yang berumur satu hari umur tetas. Larva ikan botia diberi perlakuan dengan perendaman selama 24 jam di dalam larutan hormon tiroksin dengan dosis yang berbeda-beda, masing-masing 0 mg/L; 0,01 mg/L; dan 0,1 mg/L. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dengan hormon tiroksin berdosis 0,01 mg/L dan 0,1 mg/L dapat meningkatkan laju penyerapan kuning telur masing-masing 84,64% dan 86,36% pada jam ke-48, sedangkan laju penyerapan kuning telur pada kontrol adalah 72,35%. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dosis hormon tiroksin terbaik adalah 0,01 mg/L karena memiliki perkembangan tercepat, tingkat kelangsungan hidup tertinggi (39±6,54%) dan pertumbuhan tertinggi (1,06±0,14 cm). Penelitian ini dilakukan selama 7 hari pemeliharaan di ruang inkubasi. Kemudian dilanjutkan dengan 40 hari pemeliharaan larva ikan botia di akuarium.

Kata kunci: tiroksin, Chromobotia macracanthus, perendaman, perkembangan, kelangsungan hidup, pertumbuhan.

(4)

ABSTRACT

MARDIAN PUTRI. The effect of different doses of thyroxine hormone solution towards to the development, survival rate, and growth of Botia fish larvae

Chromobotia macracanthus. Supervised by MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR and AGUS PRIYADI.

The aimed of this research were to enhance the development, survival rate, and the growth of Botia fish larvae by immersion in a solution of the hormone thyroxine. The method of this research were used 1500 Botia fish larvae aged one day of age hatching. Botia fish larvae treated by immersion for 24 hours with the variety dose of thyroxine hormone respectively: 0 mg/L; 0.01 mg/L; and 0.1 mg /L. Each treatment was repeated 5 times. The results showed that immersion of the thyroxine hormone with dose 0.01 mg/L and 0.1 mg/L can increased the rate of the yolk absorption respectively by 84.64% and 86.36% at 48 hours, while the rate of yolk absorption controls by 72.35%. This research can be concluded that the best dose of thyroxine hormone was 0.01 mg/L because it had the fastest development, the highest survival rate (39±6.54%), and the highest growth (1.06±0.14 cm) compared to the other doses. The research was conducted for 7 days maintenance at incubation room. Then continued with 40 days of maintenance Botia fish larvae in the aquarium.

Keywords: thyroxine hormone, Chromobotia macracanthus, immersion, development, survival rate, growth.

(5)

PENGARUH PERENDAMAN LARVA IKAN BOTIA

Chromobotia macracanthus

DALAM LARUTAN HORMON

TIROKSIN DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP

PERKEMBANGAN, KELANGSUNGAN HIDUP DAN

PERTUMBUHAN

MARDIAN PUTRI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Perendaman Larva Ikan Botia Chromobotia macracanthus dalam Larutan Hormon Tiroksin dengan Dosis Berbeda terhadap Perkembangan, Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Nama : Mardian Putri NIM : C14080014

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Muhammad Zairin Junior Drs. Agus Priyadi NIP.19590218 198601 1 001 NIP.19590316 198603 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda. M.Sc. NIP 19671013199302 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah, rahmat dan karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zairin Junior sebagai Pembimbing I atas segala bimbingan dan arahannya selama studi dan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Agus Priyadi sebagai Pembimbing II atas arahannya selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Muhammad Agus Suprayudi sebagai Dosen tamu dalam ujian akhir skripsi dan arahannya selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Irzal Effendi, MS sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan segala nasihat.

5. Kedua Orang Tua yang sangat penulis sayangi dan banggakan, Kakanda Mega Putri Armanesa, S.Pi, Ricky Putra Armando, S.P dan Kakanda Wastu Ayu Diamahesa, S.Pi serta Adinda Nerissa Arviana yang selalu mendukung satu sama lain.

6. Pegawai di BPPBIH Depok : Bapak Asep, Bapak Hasan, Kakak Santy, Kakak Rinal, Kakak Rona, Mas Roni, Mas Angga, Mas Danio, Mas Dwi, Mas Yogi, Mas Ruby atas bantuannya selama penelitian.

7. Bapak Maryanta, Ibu Yuli, Bapak Asep dan Bapak Adhi saat mengurus administrasi studi hingga lulus.

8. Rekan-rekan angkatan 45, khususnya Ai Tety, Anisa Dwi, Ulfa , Desil, Dila, Dian, Taqin, Erizza, Widayati, Olivita, Lintang, Ida, Dea, Yani, Ulfah, Baher, Dinis dan Ka Kiki.

Bogor, November 2012

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, 1 Maret 1990 dari pasangan Bapak Arsyam dan Ibu Asnimar. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis adalah SD Negeri Tanah Tinggi II (1996-2002), SLTP Negeri 19 Bekasi (2002-2005) dan SMU Negeri 10 Bekasi (2005-2008). Penulis melanjutkan kuliah pada tahun 2008 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yakni menjadi Koordinator Informasi dan Komunikasi Dewan Gedung Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB (2008-2009), anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Voli IPB (2008-2009), pengurus Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (2009-2011), pengurus Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan BEM FPIK (2010-2011). Penulis pernah menjadi asisten Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik Semester Ganjil 2012/2013 dan Industri Perbenihan Organisme Akuatik Semester Ganjil 2012/2013. Selain itu, penulis menjadi anggota Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) yang didanai DIKTI dengan judul “ Produksi Benih Ikan Nila Oreochromis niloticus dengan Teknologi Bio-Flocs (2010)”. Dalam usaha menambah wawasan dan pengetahuan di bidang akuakultur, penulis mengikuti Praktik Lapangan Akuakultur di Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok, Jawa Barat dengan komoditas ikan botia. Penulis juga penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA 2011, 2012). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi yang berjudul Pengaruh Perendaman Larva Ikan Botia Chromobotia macracanthus dalam Larutan

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 3

2.2 Materi Uji ... 3

2.3 Rancangan Penelitian ... 3

2.4 Prosedur Penelitian ... 4

2.4.1 Persiapan Wadah Penetasan ... 4

2.4.2 Persiapan Wadah Perlakuan Perendaman Hormon ... 4

2.4.3 Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Botia di Akuarium ... 4

2.4.4 Penyediaan Hormon Tiroksin ... 5

2.5 Perlakuan Ikan Uji dan Pemeliharaan larva ... 5

2.6 Parameter Uji ... 6

2.6.1 Volume Kuning Telur ... 6

2.6.2 Laju Penyerapan Kuning Telur ... 7

2.6.2 Perkembangan Larva ... 7

2.6.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Larva ... 7

2.6.4 Pertumbuhan larva ... 8

2.6.5 Kualitas Air ... 8

2.7 Analisa Data ... 8

III.HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil ... 9

3.1.1 Volume Kuning Telur ... 9

3.1.2 Laju Penyerapan Kuning Telur ... 9

3.1.3 Perkembangan Larva ... 10

3.1.4 Tingkat Kelangsungan Hidup ... 11

3.1.5 Panjang Total Ikan Botia ... 12

3.1.6 Kualitas Air ... 12

3.2 Pembahasan ... 13

IV.KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tata letak wadah penelitian... 3

2. Wadah penetasan ikan botia di BPPBIH Depok... 4

3. Persiapan wadah pemeliharaan ikan botia di akuarium... 5

4. Penebaran dan pemeliharaan larva botia... 6

5. Volume kuning telur (mm3) larva ikan botia setelah direndam dengan hormon tiroksin selama 24 jam... 9 6. Laju penyerapan kuning telur (%) larva ikan botia setelah direndam dengan hormon tiroksin selama 24 jam... 10 7. Perkembangan larva ikan botia yang direndam dengan hormon tiroksin selama 24 jam... 10 8. Kelangsungan hidup larva ikan botia di ruang inkubasi... 11

9. Kelangsungan hidup benih ikan botia di akuarium... 11

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Kelangsungan hidup (Survival Rate % larva ikan botia pada

penelitian pendahuluan setelah direndam hormon tiroksin selama 72 jam...

21

2. Volume Kuning Telur larva ikan botia setelah direndam dengan hormon tiroksin selama 24 jam...

22

3. Laju Penyerapan Kuning Telur larva ikan botia setelah direndam dengan hormon tiroksin selama 24 jam...

26

4. Perkembangan larva ikan botia... 30

5. Tingkat Kelangsungan hidup (Survival Rate %) larva ikan botia setelah direndam dengan hormon troksin selama 24 jam di ruang inkubasi...

31

6. Tingkat Kelangsungan hidup (Survival Rate %) benih ikan botia di akuarium...

33

(13)

I.

PENDAHULUAN

 

Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia dan patut dibanggakan adalah keanekaragaman ikan hias, baik ikan hias air laut maupun ikan hias air tawar. Jumlah ikan hias air tawar Indonesia diperkirakan sekitar 400 spesies dari 1.100 spesies ikan hias yang ada di seluruh dunia (DKP 2008). Salah satu komoditas ikan hias air tawar asal Indonesia yang menjadi favorit adalah botia (Chromobotia macrachantus).

Satyani et al (2007) menyatakan ikan botia merupakan jenis ikan hias air tawar asli dari Sumatera dan Kalimantan yang memiliki daya tarik yakni bentuk badannya seperti torpedo dengan punggung agak melengkung, mulut kecil meruncing ke arah bawah dan warna tubuh yang berbelang kuning dan hitam. Selain itu, Slembrouck 2010 menyatakan bahwa ikan botia merupakan ikan yang sangat populer dikalangan pecinta ikan hias dan merupakan komoditas utama dalam ekspor dibidang organisme perairan dari Indonesia. Pada pertemuan jejaring ikan hias yang dilaksanakan September 2011, para eksportirpun mengatakan bahwa ikan botia menempati urutan pertama dalam komoditas ekspor ikan hias air tawar (Permana 2011).

Permintaan terhadap ikan hias botia cukup banyak, baik di dalam maupun luar negeri. Menurut United Nation Commodity Trade Statistics Database (2010) yang dikutip Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perikanan (2011), nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2006 sebesar USD 9,4 juta dan naik menjadi USD 11,66 juta pada tahun 2009. Permintaan yang tinggi, tetapi tidak diiringi ketersediaan benih dan induk botia.

Pada saat ini ketersediaan benih dan induk botia masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Penangkapan yang terlalu berlebihan dan intensif serta adanya pengaruh musim yang tidak menentu menyebabkan populasi ikan botia di alam semakin menurun. Oleh sebab itu, untuk mengatasi produksi benih botia yang mengandalkan dari alam maka produksi benih ikan botia akan diarahkan ke sistem budidaya yang terkontrol (BRBIH 2010).

(14)

ukuran 2–2,5 inci memerlukan waktu pemeliharaan 6 bulan (BRBIH 2010). Oleh sebab itu dibutuhkan solusi untuk meningkatkan laju tumbuh dan kelangsungan hidup ikan. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan laju tumbuh ikan, salah satunya dengan rekayasa hormonal menggunakan hormon tiroksin yang merupakan produksi kelenjar tiroid dan berperan meningkatkan proses metamorfosa serta merangsang perkembangan maupun pertumbuhan ikan terutama pada fase larva (Evans 1993). Pada larva ikan nila pemberian tiroksin dapat memacu penyerapan kuning telur (Nacario 1983). Menurut Lam dan Reddy (1992), larva ikan maskoki yang diberi perlakuan tiroksin mengalami proses pembentukan organ yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Astutik (2002) menyatakan perendaman larva dengan dosis 0,01 mg/L tiroksin dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada benih ikan gurami, namun pemberian tiroksin dengan dosis yang lebih tinggi yaitu 1 mg/L dapat menurunkan kelangsungan hidup benih. Affandi dan Tang (2002) menyatakan tiroksin dapat pula meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh. Pada ikan gabus, pertumbuhan yang paling cepat dan kelangsungan hidup yang tertinggi ditunjukkan pada ikan uji yang mendapatkan perlakuan perendaman tiroksin 0,1 mg/L (Megahanna 2010). Semua penelitian yang dilakukan ini menunjukkan adanya peranan tiroksin dalam proses pertumbuhan dan perkembangan larva.

(15)

II.

BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian

dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat.

2.2 Materi Uji

Ikan uji yang digunakan berupa larva ikan botia yang berasal dari pemijahan

buatan di BPPBIH Depok. Pada penelitian pendahuluan larva ikan botia yang

berumur satu hari umur tetas direndam dalam larutan hormon tiroksin pada dosis

0 mg/L; 0,01 mg/L dan 0,1 mg/L selama 72 jam dengan tiga kali ulangan.

Perendaman dilakukan dalam ember bervolume dua setengah liter. Kepadatan

larva pada setiap ember sebanyak 50 ekor. Hasil dari penelitian pendahuluan,

perlakuan yang memberikan kelangsungan hidup tertinggi digunakan dalam

penelitian utama (Lampiran 1).

2.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari tiga

perlakuan dengan lima kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada

larva ikan botia (Gambar 1), yaitu :

a. Perlakuan A : perendaman larva ikan botia yang tidak diberi tiroksin 0 mg/L

b. Perlakuan B : perendaman larva ikan botia dengan tiroksin 0,01 mg/L

c. Perlakuan C : perendaman larva ikan botia dengan tiroksin 0,1 mg/L

Keterangan : A, B, C = Label Dosis Perlakuan T = Tandon 1, 2, 3,4 dan 5 = Ulangan Perlakuan

Gambar 1 Tata Letak Wadah Penelitian. A3 C2 B1 A2 C4 B3 B4

B2 A1 C1 B5 A4 C3 C5 A5

 

(16)

2.4 Prosedur Penelitian

2.4.1 Persiapan Wadah Penetasan

Persiapan wadah yang dilakukan meliputi kegiatan persiapan wadah

inkubasi berupa corong penetasan, pemasangan hapa dan perbaikan sistem aerasi.

Peralatan yang digunakan harus direndam dengan larutan desinfektan klorin

dengan dosis 0,5 ppm selama 20 menit dan dibilas dengan air bersih yang

mengalir. Corong penetasan yang digunakan terbuat dari fibberglass berukuran 3 liter yang dimasukkan ke dalam hapa yang terbuat dari kain katun berukuran

100×50×50 cm yang diletakkan di dalam bak beton berukuran 4,8×1,5×0,9 m.

Hapa diikat di sebuah transek berbentuk persegi panjang yang terbuat dari pipa

PVC berdiametar 1 inci. Pemasangan styrofoam berguna untuk tempat penyangga corong penetasan yang mampu memuat 2 buah corong penetasan

sehingga corong penetasan tidak tenggelam ke dasar bak inkubasi. Setelah itu,

sistem aerasi dan pengairan air diperiksa sehingga corong penetasan dapat

berfungsi dengan baik (Gambar 2).

Wadah inkubasi telur Corong fiberglass Pemasangan hapa Gambar 2 Wadah penetasan ikan botia di BPPIH Depok

2.4.2 Persiapan Wadah Perlakuan Perendaman Hormon

Persiapan wadah untuk perlakuan perendaman hormon dilakukan dengan

cara membersihkan ember menggunakan klorin sebanyak 20 ppm selama 15

menit. Ember yang telah didesinfeksi dicuci dengan air bersih hingga baunya

hilang.

2.4.3 Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Botia di Akuarium

Persiapan wadah untuk pemeliharaan ikan botia dilakukan dengan cara

membersihkan akuarium dan sistem resirkulasi yang digunakan. Pembersihan

akuarium dilakukan dengan cara menggosok seluruh permukaan akuarium dengan

spon dan dilanjutkan dengan pengeluaran air yang berada di dalam akuarium

(17)

sebanyak ¾ volume dan direndam bersama larutan desinfektan klorin sebanyak 20

ppm selama 15 menit. Akuarium yang telah didesinfeksi dicuci dengan air bersih

hingga baunya hilang. Filter yang digunakan berupa karang, bioball dan dakron terlebih dahulu dibersihkan dengan cara direndam selama 12 jam di dalam tong

fibber besar. Setelah itu, karang, bioball dan dakron dicuci dengan air yang mengalir hingga bersih. Karang, bioball dan dakron yang telah bersih dapat disusun kembali pada sistem resirkulasi (Gambar 3).

Setelah akuarium dan filter telah siap, maka sitem resirkulasi yang akan

digunakan dijalankan terlebih dahulu selama dua minggu dengan tujuan

mengendapkan gas-gas yang merugikan (berbahaya) dan menstabilkan resirkulasi.

Pompa diletakkan di akuarium resirkulasi yang memompa air dari akuarium

resirkualsi ke tandon. Air yang dikeluarkan dari akuarium pemeliharaan kemudian

masuk ke dalam talang lalu dialirkan ke akuarium resirkulasi secara vertikal (dari

atas ke bawah).

Pembersihan akuarium Pencucian karang Pencucian bioball Gambar 3 Persiapan wadah pemeliharaan ikan botia di akuarium

2.4.4 Penyediaan Hormon Tiroksin

Perlakuan yang diberikan berupa pemberian hormon tiroksin komersial

(Thyrax) yang mengandung bahan aktif hormon tiroksin 0,1 mg/tablet. Penyiapan

media perlakuan dilakukan dengan melarutkan satu tablet Tyrax (Levothyroxine sodium) ke dalam satu liter air sehingga diperoleh larutan hormon tiroksin dengan konsentrasi 0,1 mg/L. Selanjutnya konsentrasi yang lebih kecil didapatkan dengan

teknik pengenceran sampai didapat konsentrasi yang diinginkan.

2.5 Perlakuan Ikan Uji dan Pemeliharaan Larva

Larva satu hari umur tetas direndam dengan dosis 0 mg/L; 0,01 mg/L dan

0,1 mg/L selama 24 jam. Kepadatan larva pada setiap ember sebanyak 100 ekor.

(18)

tetas. Pada ember dipasang aerasi secara terus-menerus. Pemindahan larva 7 hari

umur tetas dilakukan pada akuarium yang berukuran 20×30×20 cm dengan

volume air 6 liter dan ketinggian air 10 cm (Gambar 4). Pemeliharaan larva di

akuarium dilakukan selama 40 hari. Pada akuarium dipasang aerasi secara

terus-menerus. Akuarium diset membentuk suatu sistem resirkulasi (wadah filter

berukuran 100x50x40 cm yang berisi pompa, bioball dan karang). Proses pemeliharaan ikan meliputi pemberian pakan alami Artemia sp lima kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 10.00, 12.00, 15.00 dan 17.00 WIB. Pakan diberikan

secara sekenyangnya (ad libitum).

Wadah perlakuan dengan aerasi Akuarium pemeliharaan ikan botia

Gambar 4 Penebaran dan pemeliharaan larva botia

2.6 Parameter Uji

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi volume kuning telur,

laju penyerapan kuning telur, perkembangan larva yang meliputi : bintik mata,

gelembung renang, sirip ekor, sirip dada dan pigmentasi, derajat kelangsungan

hidup, pertumbuhan larva dan kualitas air.

2.6.1 Volume Kuning Telur

Pengukuran diameter kuning telur dilakukan pada lima hari awal perlakuan

larva yakni pada hari ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5. Pengamatan

menggunakan mikroskop binokuler Olympus dengan perbesaran 4x dan 10x yang

dilengkapi dengan kamera digital Panasonic WF-CP240EX dan terhubung dengan

komputer. Hasil pemotretan dari mikroskop dianalisa dengan software “ImageJR”

untuk mendapatkan data pengukuran berdasarkan perbesaran. Sampling untuk

pengukuran diameter kuning telur dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak

(19)

Perhitungan volume kuning telur tersebut dilakukan berdasarkan metode

Hemming dan Buddington (1988), yaitu:

Keterangan :

V = Volume kuning telur (mm3)

L = Sumbu panjang terpanjang kuning telur (mm)

H = Sumbu pendek terlebar kuning telur (mm)

2.6.2 Laju Penyerapan Kuning Telur

Perhitungan laju penyerapan kuning telur tersebut dilakukan berdasarkan

metode Hemming dan Buddington (1988), yaitu:

Keterangan :

V0 = Volume kuning telur hari ke-0 (mm3)

Vn = Volume kuning telur hari ke-n (mm3)

2.6.3 Perkembangan Larva

Perkembangan larva diamati setiap 12 jam sekali. Sampling untuk

pengamatan perkembangan larva dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak

lima ekor larva per perlakuan. Parameter yang diukur untuk perkembangan larva

adalah perkembangan bintik mata, gelembung renang, sirip dan pigmentasi.

Pengamatan terhadap perkembangan bintik mata, gelembung renang, sirip dan

pigmentasi dilakukan dengan melihat kecepatan pembentukan organ tersebut.

2.6.4 Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate

Survival rate (SR) dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan Huisman (1987), yaitu :

Keterangan:

SR = Survival Rate

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan

No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan

SR = [ Nt / No ] x 100% V = 0,1667πLH2

LPK = Vn-V0 x 100%

(20)

2.6.5 Pertumbuhan Larva

Sebanyak lima ekor larva dari masing-masing ulangan diambil secara acak

untuk diukur panjang totalnya. Pengukuran panjang total dilakukan setelah ikan

dipelihara di akuarium yaitu setelah 7 hari umur tetas. Pengamatan pertumbuhan

larva dilakukan selama 40 hari yakni hari ke-1, 10, 20, 30 dan 40 pemeliharaan

ikan di akuarium.

2.6.6 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air meliputi parameter fisika kimia air, diukur setiap

hari untuk parameter suhu sedangkan parameter lainnya seperti oksigen terlarut,

pH, amoniak (NH3) dan nitrit dilakukan pada awal, tengah dan akhir

pemeliharaan.

2.7 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak

Lengkap dengan lima ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan

program MS. Excel 2007, SPSS 17.0. Dilakukan analisis ragam dengan tingkat

kepercayaan 95%. Dan untuk melihat perbedaan perlakuan maka dilakukan uji

lanjut dengan uji Duncan. Selain itu, analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan perkembangan larva ikan botia dan kelayakan media pemeliharaan

(21)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Volume Kuning Telur

Hasil penelitian (Gambar 5 dan Lampiran 2) menunjukkan bahwa pemakaian hormon tiroksin (0 mg/L; 0,01 mg/L dan 0,1 mg/L) tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada volume kuning telur larva ikan botia jam ke-36, jam ke-72, jam ke-78, jam ke-84, jam ke-90 dan jam ke-96 (P>0,05). Sedangkan terdapat perbedaan yang nyata pada volume kuning telur jam ke-48, jam ke-60, jam ke-108 dan jam ke-120 (P<0,05).

Gambar 5 Volume kuning telur (mm3) larva ikan botia setelah direndam dengan hormon tiroksin selama 24 jam

3.1.2 Laju Penyerapan Kuning Telur

(22)

 

Gambar 6 Laju penyerapan kuning telur (%) larva ikan botia setelah direndam dengan hormon tiroksin selama 24 jam

3.1.3 Perkembangan Larva

Hasil penelitian (Gambar 7 dan Lampiran 4) menunjukkan bahwa perkembangan larva yang diberi hormon tiroksin lebih cepat dibandingkan larva kontrol. Hal ini dapat dilihat dari terbentuknya bintik mata, gelembung renang, sirip ekor, sirip dada dan pigmentasi.

(23)

 

3.1.4 Tingkat Kelangsungan Hidup

Hasil pengamatan (Gambar 8 dan Lampiran 5) terhadap kelangsungan hidup larva ikan botia yang dipelihara 7 hari umur tetas di ruang inkubasi berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05).

*Huruf superscript yang berbeda menujukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

Gambar 8 Kelangsungan hidup larva ikan botia di ruang inkubasi

Tingkat kelangsungan hidup pemeliharaan ikan botia di akuarium tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman tiroksin 0,01 mg/L yaitu sebesar 39±6,54% sedangkan nilai terendah pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 13±4,82%. Secara statistik penggunaan tiroksin (0,01 mg/L dan 0,1 mg/L) memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (P<0,05). Berikut grafik mengenai tingkat kelangsungan hidup ikan botia yang disajikan pada Gambar 9 dan Lampiran 6.

*Huruf superscript yang berbeda menujukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

(24)

 

3.1.5 Panjang Total Ikan Botia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman hormon tiroksin 0,01 mg/L memiliki panjang total larva akhir tertinggi yaitu sebesar 1,06±0,14 cm dan berbeda nyata dengan kontrol (P<0,05). Berikut grafik panjang total ikan botia yang disajikan pada Gambar 10 dan Lampiran 7.

*Huruf superscript yang berbeda menujukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

Gambar 10 Panjang total ikan botia selama 40 hari pemeliharaan di akuarium

3.1.6 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air media pemeliharaan ikan botia dilakukan di awal, tengah dan akhir penelitian. Beberapa parameter kualitas air menunjukkan nilai yang berada di luar kisaran optimum tetapi masih dapat ditoleransi ikan botia yakni pada wadah pemeliharaan parameter pH lebih tinggi (7,6-7,9) dan DO lebih rendah (3,50-7,49 mg/L).

Tabel 1 Kualitas air pada wadah pemeliharaan ikan botia Parameter Satuan Wadah

Penetasan

Pustaka (Satyani et al.2007)

Wadah Pemeliharaan

Pustaka (Satyani et al.2007)

Suhu 0C 25-26 24-26 27-28 25-29 pH - 7,0-7,9 6,5-7,0 7,6-7,9 6,5-7,5 DO mg/L 7,25-7,31 6,0-9,0 3,50-7,49 5,5-8,0 NH3 mg/L 0,00-0,055 0,00-0,15 0,00-0,103 0,00-0,20

(25)

 

3.2 Pembahasan

Pada volume kuning telur ikan botia di awal (jam ke-0) didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan (P>0,05; Gambar 5). Namun pada jam ke-48, jam ke-60, jam ke-108 dan jam ke-120 menunjukkan perbedaan yang nyata antara kontrol dengan perlakuan tiroksin (P<0,05; Gambar 5). Volume kuning telur mengalami penyusutan dikarenakan larva menggunakan kuning telur sebagai sumber energi. Dilihat dari laju penyerapan kuning telur, didapatkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05), antara perlakuan tiroksin (0,01 mg/L dan 0,1 mg/L) dengan kontrol (0 mg/L) terutama pada jam 48, jam 60, jam 72, jam ke-108 dan jam ke-120. Penyerapan kuning telur terus semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur larva, dan seiring dengan itu panjang total larva juga mengalami peningkatan (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Nacario (1993) bahwa pemberian hormon tiroksin dengan dosis tinggi dapat memacu laju penyerapan kuning telur. Laju penyerapan kuning telur yang tinggi diakibatkan karena kandungan tiroksin yang tinggi dalam tubuh, yang mengakibatkan metabolisme meningkat. Peningkatan metabolisme memerlukan energi, sehingga kuning telur lebih cepat menyusut. Hal ini menunjukkan bahwa tiroksin efektif dalam meningkatkan laju metabolisme tubuh sehingga penggunaan kuning telurpun akan semakin meningkat (Affandi dan Tang 2002).

Namun pada jam ke-78, jam ke-84, jam ke-90 dan jam ke-96 bila dilihat dari laju penyerapan kuning telurnya, tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0,05; Gambar 6). Diduga bahwa differensiasi jaringan pada larva ikan botia tidak mempengaruhi peningkatan metabolisme. Hal ini berdasarkan Turner dan Bagnar (1976) dalam Astutik (2002) yang melaporkan bahwa adanya stadium-stadium tertentu pada metamorfosis yang digiatkan oleh hormon tiroid tanpa dipengaruhi peningkatan laju metabolisme membuktikan bahwa kemampuan hormon tiroid dalam meningkatkan differensiasi jaringan tidak meningkatkan secara langsung aksi kalorigenik.

(26)

 

0,01 mg/L terjadi pada jam ke-48 setelah menetas, lebih cepat 12 jam dari larva ikan kontrol. Dengan demikian diduga pada masa ini larva botia yang diberi perlakuan tiroksin mengalami proses pembentukan organ yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lam dan Reddy (1992) bahwa pemberian tiroksin mempercepat proses differensiasi dan pertumbuhan pada sirip ikan mas koki serta memacu pembentukan jari-jari sirip dorsal dan anal. Serta Astutik (2002) menyatakan bahwa larva gurame yang diberi perlakuan tiroksin 1 ppm pada hari ke-2 mulai menampakkan adanya sirip kaudal, sedangkan pada kontrol belum.

Pada larva ikan botia yang direndam di dalam tiroksin 0,01 mg/L, pigmen lebih cepat menyebar keseluruh tubuh. Pigmentasi larva ikan botia selama pengamatan mulai terjadi pada jam ke-72 setelah menetas, yang mana lebih cepat 6 jam dari perlakuan perendaman tiroksin 0,1 mg/L. Gelembung renang larva ikan botia yang diberi tiroksin 0,01 mg/L dan 0,1 mg/L sudah memperlihatkan pembentukan pada jam ke-60 yang lebih cepat 12 jam dibandingkan kontrol. Lam dan Reddy (1992) menyatakan bahwa pemberian tiroksin dapat mempercepat terbentuknya bintik mata dan pigmen kulit yang berwarna hitam pada ikan mas koki. Selain itu, menurut Norfirdaus (1997) pembentukan bintik mata, gelembung renang, dan pigmentasi lebih cepat terjadi pada larva ikan betutu yang diberi hormon tiroksin konsentrasi 0,1 mg/L.

Peran tiroksin dalam differensiasi organ yaitu sebagai pengaktivasi enzim polimerase yang digunakan untuk transkripsi DNA. Tiroksin terlebih dahulu dikonversi menjadi triiodotironin. Peningkatan sintesis RNA terutama mRNA dari hasil transkripsi tersebut memacu proses sintesa protein, protein digunakan untuk differensiasi dan penambahan jaringan (Djojosoebagio 1996). Sehingga proses perkembangan larva yang diberi tiroksin lebih cepat bila dibandingkan dengan kontrol.

(27)

 

feeding ke eksogenus feeding. Pada masa kritis tersebut ada kemungkinan larva masih belum siap untuk mengambil makanan dari lingkungannya, hal ini dapat diakibatkan karena belum sempurnanya proses differensiasi organ dan jaringan. Oleh karena itu pemberian tiroksin berfungsi untuk mempercepat pembentukan jaringan, sehingga setelah kuning telur habis larva dapat memanfaatkan makanan dari lingkungannya.

Pada minggu pertama, penurunan tingkat kelangsungan hidup diduga terjadi karena masa kritis larva ikan yaitu pada saat kuning telur habis dan larva harus mengambil pakan dari luar. Pada saat itu kemampuan larva mengkonsumsi pakan dari luar sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pakan yang dimakan sangat sedikit.

(28)

 

Menurut Matty (1985) pada umumnya hormon tiroksin berpengaruh meningkatkan daya tahan larva terhadap lingkungannya pada dosis yang rendah. Hasil penelitian Lam (1980) yang menggunakan hormon tiroksin pada ikan mujair dengan kadar 0,1 ppm diperoleh tingkat kelangsungan hidup lebih baik dibandingkan kontrol. Selain itu, Megahanna (2010) menyatakan bahwa perendaman larva dalam larutan tiroksin 0,1 ppm terhadap larva ikan gabus memberikan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi dibandingkan dengan kontrol. Adanya perbedaan uji kelangsungan hidup larva ikan perlakuan dengan kontrol menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian hormon tiroksin terhadap kelangsungan hidup larva ikan botia.

(29)

 

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pemberian hormon tiroksin meningkatkan perkembangan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan botia. Dosis terbaik yaitu 0,01 mg/L karena memiliki perkembangan tercepat, tingkat kelangsungan hidup tertinggi (39±6,54%) dan pertumbuhan tertinggi (1,06±0,14 cm).

4.2 Saran

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Universitas Riau. Riau.

Astutik Y. 2002. Pengaruh perendaman larva gurami dalam larutan hormon tiroksin dengan dosis berbeda terhadap perkembangan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

BRBIH. 2010. Pembenihan Ikan Botia Chromobotia macracanthus Bleeker Skala Laboratorium. BRBIH. Depok. Jawa Barat.

Daneyanti R. 2001. Pengaruh lama perendaman di dalam larutan hormon tiroksin terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan larva kerapu tikus. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2011. Pengembangan Pemasaran Ikan Hias. Jakarta.

Djojosoebagio S. 1996. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Jakarta :UI-Press. Hal 97.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Komoditas ikan hias asal Indonesia. http://www.dkp.go.id. [diakses 7 Juni 2011].

Evans, D. A. 1993. The Physiology of Fishes. CRC Press Inc. Boca Raton, Florida.

Hemming T.A and R.K. Buddington. 1988. Yolk Absorption In Embrionic and Larval Fishes. p: 407-445.In W.S. Hoar and D.J. Randall (Eds). Fish Physiology, Vol XI:The Physiology of Developing Fish. Part A. Eggs and Larvae. Academic Press Inc. New York.

Huisman EA. 1987. Principle of Fish Production. Departement of Fish Culture and Fisheries. Wageningen Agricultural University, The Netherlands.

Lam, T.J. 1980. Thyroxine enhance larval development and survival in

Sarotherodon (Tilapia) mossambicus Ruppel. Aquaculture, 21: 287-291.

Lam T.J, Reddy, P.K. 1992.Effect of thyroid hormone on morphogenesis and growth of larvae and fry of telescopic-eye black goldfish, Carassius auratus. Aquaculture, 107: 384-394.

(31)

Megahanna. 2010. Pengaruh perendaman di dalam larutan hormon hormon tiroksin terhadap laju penyerapan kuning telur, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup ikan gabus (Chana striata Blonch). Padang : Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas.

Muttaqin M. 2012. Efektivitas perendaman hormon tiroksin (T4) dan rekombinan

growth hormone (rgh) terhadap larva ikan patin Pangasius Hypopthalamus.[Skripsi]. Bogor :Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Nacario J. 1983. The effect of thyroxine on the larvae and fry of Sarotherodon niloticus L. Aquaculture, 34:73-83.

Norfirdaus A. 1997. Pengaruh perendaman di dalam larutan hormon tiroksin terhadap perkembangan dan kelangsungan hidup larva ikan betutu (Oxyeleotris marmorata). [Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Permana, A., R. Vidia Kusumah & A. Priyadi. 2011. Budidaya ikan botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) sebagai model konservasi ex-situ.

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III. Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Bandung.

Pramono, T.B. dan Marnani, S. 2006. Pola penyerapan kuning telur dan perkembangan organogenesis pada stadia awal larva ikan berk (Puntius orphoides). Program Sarjana Kelautan dan Perikanan. Universitas Jendral Soedirman.

Satyani D, Mundriyanto H, Subandiyah S, Chumaidi, Sudarto, Taufik P, Slembrouck J, Legendre M, Pouyaud L,. 2007. Teknologi Pembenihan Ikan Hias Botia Chromobotia macracanthus Bleeker Skala Laboratorium. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. Depok.

Setyono B. 2009. Pengaruh perbedaan konsentrasi bahan pada pengencer sperma ikan “skim kuning telur” terhadap laju fertilisasi, laju penetasan dan sintasan ikan mas Cyprinus carpio L. [Skripsi]. Malang: Fakultas Pertanian dan Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang.

(32)
(33)

Lampiran 1. Kelangsungan hidup (survival rate/SR) larva ikan botia Chromobotia macracanthus pada penelitian pendahuluan setelah direndam hormon tiroksin selama 72 jam

Perlakuan Ulangan Kelangsungan hidup (%) Larva Ikan Botia Setelah Perendaman Hormon Tiroksin Jam

ke-0 6 12 18 24 28 32 36 4ke-0 44 48 52 56 6ke-0 64 68 72

0 mg/L

1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 98 98 98 98 98 98 2 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 98 98 94 88 88 80 3 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 96 96 86

0,01 mg/L

1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 90 86 78 2 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 94 94 90 3 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 98 98 98 98 98 98 98

0,1 mg/L

1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 86

2 100 100 100 100 100 98 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 58

(34)

Lampiran 2. Volume kuning telur (mm3) larva ikan botia Chromobotia macracanthus setelah direndam dengan hormon tiroksin selama 24 jam

Lampiran 2.1 Volume kuning telur (mm3)

Perlakuan Rata-rata Volume Kuning Telur (mm3

) Larva Ikan Botia Jam ke-

0 12 24 36 48 60 72 78 84 90 96 108 120

0 mg/L 0,402±0,029a 0,236±0,114a 0,176±0,114a 0,111±0,023a 0,111±0,023a 0,071±0,018a 0,052±0,026a 0,022±0,022a 0,020±0,020a 0,010±0,003a 0,008±0,004a 0,005±0,003a 0,004±0,003a

0,01 mg/L 0,402±0,0293a

0,236±0,114a

0,176±0,114a

0,068±0,055a

0,055±0,042a

0,026±0,027ab

0,019±0,021a

0,009±0,010a

0,007±0,004a

0,006±0,004a

0,003±0,004a

0,001±0,0008ab

0,000±0,0004ab

0,1 mg/L 0,402±0,029a

0,236±0,114a

0,176±0,114a

0,071±0,045a

0,061±0,038b

0,045±0,027b

0,032±0,022a

0,018±0,008a

0,010±0,002a

0,008±0,004a

0,006±0,002a

0,003±0,002b

0,002±0,0016b

(35)

Lampiran 2.2 Tabel ANOVA

Jumlah kuadrat Df Kuadrat

tengah

Fhitung Ftabel

Jam 0 Antara

kelompok ,000 2 ,000 ,000 1,000

Dalam

kelompok ,010 12 ,001

Total ,010 14

Jam 12 Antara

kelompok ,000 2 ,000 ,000 1,000

Dalam

kelompok ,082 12 ,007

Total ,082 14

Jam 24 Antara

kelompok ,000 2 ,000 ,000 1,000

Dalam

kelompok ,156 12 ,013

Total ,156 14

Jam 36 Antara

kelompok ,006 2 ,003 1,567 ,248

Dalam

kelompok ,022 12 ,002

Total ,028 14

Jam 48 Antara

kelompok ,010 2 ,005 3,870 ,050

Dalam

kelompok ,015 12 ,001

Total ,025 14

Jam 60 Antara

kelompok ,005 2 ,003 4,082 ,044

Dalam

kelompok ,008 12 ,001

Total ,013 14

Jam 72 Antara

kelompok ,003 2 ,001 2,460 ,127

Dalam

kelompok ,007 12 ,001

Total ,009 14

,000 2 ,000 ,994 ,399

Jam 78 Antara

kelompok ,003 12 ,000

Dalam

kelompok ,003 14

Total ,000 2 ,000 1,570 ,248

Jam 84 Antara

kelompok ,002 12 ,000

Dalam

kelompok ,002 14

Total ,000 2 ,000 1,173 ,342

(36)

Dalam

kelompok ,000 14

Total ,000 2 ,000 1,908 ,191

Jam 96 Antara

kelompok ,000 12 ,000

Dalam

kelompok ,000 14

Total ,000 2 ,000 3,523 ,063

Jam 108 Antara

kelompok ,000 12 ,000

Dalam

kelompok ,000 14

Total ,000 2 ,000 3,318 ,071

Jam 120 Antara

kelompok ,000 12 ,000

Dalam

kelompok ,000 14

(37)

Lampiran 2.3 Uji Lanjut (Duncan)

Keterangan : Kelompok yang homogen per waktu pengamatan dalam volume kuning telur larva ikan botia terdapat pada kolom yang sama

Perlakuan Jam ke- N Pasangan untuk α = 0.05

1 (a) 2 (b)

0 mg/L 0 5 ,4020

0,01 mg/L 5 ,4020

0,1 mg/L 5 ,4020

0 mg/L 12 5 ,2356

0,01 mg/L 5 ,2356

0,1 mg/L 5 ,2356

0 mg/L 24 5 ,1756

0,01 mg/L 5 ,1756

0,1 mg/L 5 ,1756

0 mg/L 36 5 ,0684

0,01 mg/L 5 ,0706

0,1 mg/L 5 ,1114

0 mg/L 48 5 ,0546

0,01 mg/L 5 ,0608

0,1 mg/L 5 ,1114

0 mg/L 60 5 ,0262

0,01 mg/L 5 ,0446 ,0446

0,1 mg/L 5 ,0712

0 mg/L 72 5 ,0190

0,01 mg/L 5 ,0322

0,1 mg/L 5 ,0518

0 mg/L 78 5 ,0088

0,01 mg/L 5 ,0176

0,1 mg/L 5 ,0220

0 mg/L 84 5 ,0070

0,01 mg/L 5 ,0106

0,1 mg/L 5 ,0204

0 mg/L 90 5 ,0064

0,01 mg/L 5 ,0082

0,1 mg/L 5 ,0104

0 mg/L 96 5 ,0032

0,01 mg/L 5 ,0064

0,1 mg/L 5 ,0078

0 mg/L 108 5 ,0012

0,01 mg/L 5 ,0034 ,0034

0,1 mg/L 5 ,0050

0 mg/L 120 5 ,0002

0,01 mg/L 5 ,0022 ,0022

(38)

Lampiran 3 Laju penyerapan kuning telur (%/jam) larva ikan botia Chromobotia macracanthus setelah direndam dengan hormon tiroksin selama 24 jam

Lampiran 3,1 Laju penyerapan kuning telur (%/jam)

Perlakuan Laju penyerapan kuning telur (%/jam) larva ikan botia jam ke-

12 24 36 48 60 72 78 84 90 96 108 120

0 mg/L 41,79± 17,398 a

56,84±25,727a

72,35±4,694a

72,35±4,694a

82,36±3,867a

87,21±6,040a

94,61±5,042a

95,05±4,760a

97,40±0,910a

98,06±1,060a

98,78±0,703a

99,14±0,725 a

0,01 mg/L 41,79±17,398 a

56,84±25,727a

83,26±12,761a

86,36±10,550b

93,40±6,736ab

95,45±5,175ab

97,79±2,701a

98,30±0,911a

98,37±1,092a

99,24±0,943a

99,71±0,202ab

99,95±0,1073 ab

0,1 mg/L 41,79±17,398 a 56,84±25,727a 82,25±11,457a 84,64±9,940b 88,60±7,790b 91,92±5,462b 95,51±2,424a 97,36±0,549a 97,92±1,320a 98,38±0,813a 99,16±0,509b 99,46±0,385 b

(39)

Lampiran 3.2 Tabel ANOVA Jumlah kuadrat Df Kuadrat tengah Fhitung Ftabel

Jam 12 Antara

kelompok ,000 2 ,000 ,000 1,000

Dalam

kelompok 3632,365 12 302,697

Total 3632,365 14

Jam 24 Antara

kelompok ,000 2 ,000 ,000 1,000

Dalam

kelompok 7942,815 12 661,901

Total 7942,815 14

Jam 36 Antara

kelompok 363,510 2 181,755 1,725 ,220

Dalam

kelompok 1264,735 12 105,395

Total 1628,244 14

Jam 48 Antara

kelompok 583,980 2 291,990 3,773 ,054

Dalam

kelompok 928,645 12 77,387

Total 1512,624 14

Jam 60 Antara

kelompok 306,643 2 153,322 3,800 ,053

Dalam

kelompok 484,150 12 40,346

Total 790,793 14

Jam 72 Antara

kelompok 170,834 2 85,417 2,752 ,104

Dalam

kelompok 372,446 12 31,037

Total 543,280 14

26,932 2 13,466 1,047 ,381

Jam 78 Antara

kelompok 154,390 12 12,866

Dalam

kelompok 181,322 14

Total 27,942 2 13,971 1,761 ,213

Jam 84 Antara

kelompok 95,193 12 7,933

Dalam

kelompok 123,135 14

Total 2,336 2 1,168 ,931 ,421

Jam 90 Antara

kelompok 15,062 12 1,255

Dalam

kelompok 17,398 14

Total 3,737 2 1,868 2,094 ,166

(40)

Dalam

kelompok 14,447 14

Total 2,191 2 1,095 4,134 ,043

Jam 108 Antara

kelompok 3,180 12 ,265

Dalam

kelompok 5,370 14

Total 1,687 2 ,844 3,688 ,056

Jam 120 Antara

kelompok 2,745 12 ,229

Dalam

kelompok 4,432 14

(41)

Lampiran 3.3 Uji Lanjut (Duncan)

Keterangan : Kelompok yang homogen per waktu pengamatan dalam laju penyusutan kuning telur larva ikan botia terdapat pada kolom yang sama

Perlakuan Jam ke- N Pasangan untuk α = 0,05

1 (a) 2 (b)

0 mg/L 12 5 41,7880

0,01 mg/L 5 41,7880

0,1 mg/L 5 41,7880

0 mg/L 24 5 56,8440

0,01 mg/L 5 56,8440

0,1 mg/L 5 56,8440

0 mg/L 36 5 72,3520

0,01 mg/L 5 82,2520

0,1 mg/L 5 83,2640

0 mg/L 48 5 72,3520

0,01 mg/L 5 84,6440

0,1 mg/L 5 86,3640

0 mg/L 60 5 82,3620

0,01 mg/L 5 88,6020 88,6020

0,1 mg/L 5 93,4060

0 mg/L 72 5 87,2120

0,01 mg/L 5 91,9240 91,9240

0,1 mg/L 5 95,4500

0 mg/L 78 5 94,6100

0,01 mg/L 5 95,5040

0,1 mg/L 5 97,7920

0 mg/L 84 5 95,0520

0,01 mg/L 5 97,3620

0,1 mg/L 5 98,3000

0 mg/L 90 5 97,4020

0,01 mg/L 5 97,9160

0,1 mg/L 5 98,3680

0 mg/L 96 5 98,0560

0,01 mg/L 5 98,3840

0,1 mg/L 5 99,2400

0 mg/L 108 5 98,7760

0,01 mg/L 5 99,1660 99,1660

0,1 mg/L 5 99.7080

0 mg/L 120 5 99,1360

0,01 mg/L 5 99,4620 99,4620

(42)

Lampiran 4 Perkembangan larva ikan botia Chromobotia macracanthus

Parameter Perendaman Waktu pembentukan (jam) dan ulangan ke-

1 2 3 4 5

Bintik mata

0 mg/L 60 60 60 60 60

0,01 mg/L 48 48 48 48 48

0,1 mg/L 60 60 60 60 60

Gelembung renang

0 mg/L 72 72 72 72 72

0,01 mg/L 60 60 60 60 60

0,1 mg/L 60 60 60 60 60

Sirip ekor

0 mg/L 60 60 60 60 60

0,01 mg/L 48 48 48 48 48

0,1 mg/L 60 60 60 60 60

Sirip dada

0 mg/L 90 90 90 90 90

0,01 mg/L 84 84 84 84 84

0,1 mg/L 90 90 90 90 90

Sirip punggung

0 mg/L 78 78 78 78 78

0,01 mg/L 78 78 78 78 78

0,1 mg/L 78 78 78 78 78

Pigmentasi

0 mg/L 78 78 78 78 78

0,01 mg/L 72 72 72 72 72

(43)

Lampiran 5 Tingkat Kelangsungan hidup (Survival Rate %) larva ikan botia

Chromobotia macracanthus setelah direndam dengan hormon troksin selama 24 jam di ruang inkubasi

Lampiran 5.1 Kelangsungan hidup (%) larva botia di ruang inkubasi

1. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05). 2. Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata + simpangan baku.

Perlakuan awal akhir SR (%)

0 mg/L 100 33 33

100 35 35

100 27 27

100 36 36

100 29 29

Rata-rata+SD 32+3,872a

0,01 mg/L 100 65 65

100 59 59

100 67 67

100 71 71

100 56 56

Rata-rata+SD 64+6,0663b

0,1 mg/L 100 54 54

100 59 59

100 61 61

100 36 36

100 53 53

(44)

Lampiran 5.2 Tabel ANOVA

Lampiran 5.3 Uji lanjut (Duncan)

Perlakuan N Pasangan untuk α = 0,05

1 (a) 2 (b) 3 (c)

0 mg/l 5 32,0000

0,1 mg/l 5 52,6000

0,01 mg/l 5 63,6000

Keterangan : Kelompok yang homogen per waktu pengamatan dalam tingkat kelangsungan hidup larva ikan botia yang terdapat pada kolom yang sama

Jumlah

kuadrat

Df Kuadrat tengah

Fhitung Ftabel

Awal Antara

kelompok ,000 2 ,000

Dalam

kelompok ,000 12 ,000

Total ,000 14

Akhir Antara

kelompok 2573,200 2 1286,600 25,887 ,000

Dalam

kelompok 596,400 12 49,700

Total 3169,600 14

SR (%) Antara

kelompok 2573,200 2 1286,600 25,887 ,000

Dalam

kelompok 596,400 12 49,700

(45)

Lampiran 6 Tingkat Kelangsungan hidup (Survival Rate %) benih ikan botia

Chromobotia macracanthus di akuarium Lampiran 6.1 Kelangsungan hidup larva botia di akuarium

1. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05). 2. Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata + simpangan baku.

Perlakuan awal akhir SR (%)

0 mg/L 33 20 20

35 10 10

27 11 11

36 17 17

29 9 9

Rata-rata+SD 13+4,827a

0,01 mg/L 65 45 45

59 33 33

67 47 47

71 33 33

75 39 39

Rata-rata+SD 39+6,542b

0,1 mg/L 54 24 24

59 29 29

61 41 41

36 28 28

53 24 24

(46)

Lampiran 6.2 Tabel ANOVA

Lampiran 6.3 Uji lanjut (Duncan)

Perlakuan N Pasangan untuk α = 0,05

1 (a) 2 (b) 3 (c)

0 mg/l 5 13,4000

0,1 mg/l 5 29,2000

0,01 mg/l 5 39,4000

Keterangan : Kelompok yang homogen per waktu pengamatan dalam tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia di akuarium yang terdapat pada kolom yang sama

Jumlah

kuadrat

Df Kuadrat tengah

Fhitung Ftabel

Awal Antara

kelompok 3160,933 2 1580,467 31,800 ,000

Dalam

kelompok 596,400 12 49,700

Total 3757,333 14

Akhir Antara

kelompok 1716,133 2 858,067 22,423 ,000

Dalam

kelompok 459,200 12 38,267

Total 2175,333 14

SR (%) Antara

kelompok 1716,133 2 858,067 22,423 ,000

Dalam

kelompok 459,200 12 38,267

(47)

Lampiran 7 Panjang total ikan botia Chromobotia macracanthus selama 40 hari pemeliharaan di akuarium Lampiran 7.1 Panjang total ikan botia

Perlakuan Tiroksin Panjang Ikan Botia (cm) pada Sampling Hari ke-

0 10 20 30 40

0 mg/L 0,590 0,737 0,853 0,839 0,861

0,618 0,611 0,807 0,851 0,862

0,558 0,732 0,746 0,848 0,877

0,559 0,757 0,748 0,859 0,846

0,626 0,614 0,703 0,820 0,848

Rata-rata+SD 0,590+ 0,080a 0,690+0,099a 0,771+0,092a 0,843+0,029a 0,859+0,297a

0,01 mg/L 0,694 0,755 1,021 1,053 1,124

0,510 0,648 1,043 1,028 1,080

0,571 0,728 0,923 1,046 1,097

0,614 0,776 0,831 1,043 1,190

0,609 0,724 0,869 1,054 0,826

Rata-rata+SD 0,600+0,083a 0,726+0,0992a 0,937+0,110b 1,045+0,259b 1,063+0,142b

0,1 mg/L 0,586 0,698 0,844 0,969 0,968

0,617 0,703 0,894 0,992 0,953

0,622 0,731 0,792 0,989 0,965

0,660 0,726 0,849 0,932 0,944

0,586 0,783 0,835 0,871 0,963

Rata-rata+SD 0,615+0,064a 0,728+0,0892a 0,843+0,107c 0,951+0,637c 0,959+0,028c

(48)

Lampiran 7.2 Tabel ANOVA

Jumlah

kuadrat

Df Kuadrat tengah

Fhitung Ftabel

hari ke-0 Antara

kelompok ,009 2 ,004 ,731 ,485

Dalam

kelompok ,424 72 ,006

Total ,432 74

hari ke-10 Antara

kelompok ,023 2 ,011 1,235 ,297

Dalam

kelompok ,666 72 ,009

Total ,689 74

hari ke-20 Antara

kelompok ,346 2 ,173 16,177 ,000

Dalam

kelompok ,771 72 ,011

Total 1,117 74 hari ke-30 Antara

kelompok ,512 2 ,256 137,022 ,000

Dalam

kelompok ,134 72 ,002

Total ,646 74

hari ke-40 Antara

kelompok ,523 2 ,261 35,670 ,000

Dalam

kelompok ,527 72 ,007

(49)

Lampiran 7.3 Uji Lanjut (Duncan)

Keterangan : Kelompok yang homogen per waktu pengamatan dalam panjang total ikan botia selama 40 hari pemeliharaan di akuarium yang terdapat pada kolom yang sama

Perlakuan Hari ke- N Pasangan untuk α = 0,05

1 (a) 2 (b) 3 (c)

0 mg/L 0 25 ,5901

0,1 mg/L 25 ,5940

0,01 mg/L 25 ,6145

0 mg/L 1 0 25 ,6902

0,1 mg/L 25 ,7263

0,01 mg/L 25 ,7280

0 mg/L 2 0 25 ,7714

0,1 mg/L 25 ,8430

0,01 mg/L 25 ,9373

0 mg/L 3 0 25 ,8428

0,1 mg/L 25 ,9503

0,01 mg/L 25 1,0450

0 mg/L 4 0 25 ,8589

0,1 mg/L 25 ,9588

(50)

ABSTRAK

MARDIAN PUTRI. Pengaruh perendaman larva ikan botia Chromobotia macracanthus dalam larutan hormon tiroksin dengan dosis yang berbeda terhadap perkembangan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR dan AGUS PRIYADI.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perkembangan, tingkat kelangsungan hidup, dan pertumbuhan larva ikan botia dengan perendaman dalam larutan hormon tiroksin. Metode penelitian ini menggunakan 1500 ekor larva ikan botia yang berumur satu hari umur tetas. Larva ikan botia diberi perlakuan dengan perendaman selama 24 jam di dalam larutan hormon tiroksin dengan dosis yang berbeda-beda, masing-masing 0 mg/L; 0,01 mg/L; dan 0,1 mg/L. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dengan hormon tiroksin berdosis 0,01 mg/L dan 0,1 mg/L dapat meningkatkan laju penyerapan kuning telur masing-masing 84,64% dan 86,36% pada jam ke-48, sedangkan laju penyerapan kuning telur pada kontrol adalah 72,35%. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dosis hormon tiroksin terbaik adalah 0,01 mg/L karena memiliki perkembangan tercepat, tingkat kelangsungan hidup tertinggi (39±6,54%) dan pertumbuhan tertinggi (1,06±0,14 cm). Penelitian ini dilakukan selama 7 hari pemeliharaan di ruang inkubasi. Kemudian dilanjutkan dengan 40 hari pemeliharaan larva ikan botia di akuarium.

Kata kunci: tiroksin, Chromobotia macracanthus, perendaman, perkembangan, kelangsungan hidup, pertumbuhan.

(51)

ABSTRACT

MARDIAN PUTRI. The effect of different doses of thyroxine hormone solution towards to the development, survival rate, and growth of Botia fish larvae

Chromobotia macracanthus. Supervised by MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR and AGUS PRIYADI.

The aimed of this research were to enhance the development, survival rate, and the growth of Botia fish larvae by immersion in a solution of the hormone thyroxine. The method of this research were used 1500 Botia fish larvae aged one day of age hatching. Botia fish larvae treated by immersion for 24 hours with the variety dose of thyroxine hormone respectively: 0 mg/L; 0.01 mg/L; and 0.1 mg /L. Each treatment was repeated 5 times. The results showed that immersion of the thyroxine hormone with dose 0.01 mg/L and 0.1 mg/L can increased the rate of the yolk absorption respectively by 84.64% and 86.36% at 48 hours, while the rate of yolk absorption controls by 72.35%. This research can be concluded that the best dose of thyroxine hormone was 0.01 mg/L because it had the fastest development, the highest survival rate (39±6.54%), and the highest growth (1.06±0.14 cm) compared to the other doses. The research was conducted for 7 days maintenance at incubation room. Then continued with 40 days of maintenance Botia fish larvae in the aquarium.

Keywords: thyroxine hormone, Chromobotia macracanthus, immersion, development, survival rate, growth.

(52)

I.

PENDAHULUAN

 

Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia dan patut dibanggakan adalah keanekaragaman ikan hias, baik ikan hias air laut maupun ikan hias air tawar. Jumlah ikan hias air tawar Indonesia diperkirakan sekitar 400 spesies dari 1.100 spesies ikan hias yang ada di seluruh dunia (DKP 2008). Salah satu komoditas ikan hias air tawar asal Indonesia yang menjadi favorit adalah botia (Chromobotia macrachantus).

Satyani et al (2007) menyatakan ikan botia merupakan jenis ikan hias air tawar asli dari Sumatera dan Kalimantan yang memiliki daya tarik yakni bentuk badannya seperti torpedo dengan punggung agak melengkung, mulut kecil meruncing ke arah bawah dan warna tubuh yang berbelang kuning dan hitam. Selain itu, Slembrouck 2010 menyatakan bahwa ikan botia merupakan ikan yang sangat populer dikalangan pecinta ikan hias dan merupakan komoditas utama dalam ekspor dibidang organisme perairan dari Indonesia. Pada pertemuan jejaring ikan hias yang dilaksanakan September 2011, para eksportirpun mengatakan bahwa ikan botia menempati urutan pertama dalam komoditas ekspor ikan hias air tawar (Permana 2011).

Permintaan terhadap ikan hias botia cukup banyak, baik di dalam maupun luar negeri. Menurut United Nation Commodity Trade Statistics Database (2010) yang dikutip Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perikanan (2011), nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2006 sebesar USD 9,4 juta dan naik menjadi USD 11,66 juta pada tahun 2009. Permintaan yang tinggi, tetapi tidak diiringi ketersediaan benih dan induk botia.

Pada saat ini ketersediaan benih dan induk botia masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Penangkapan yang terlalu berlebihan dan intensif serta adanya pengaruh musim yang tidak menentu menyebabkan populasi ikan botia di alam semakin menurun. Oleh sebab itu, untuk mengatasi produksi benih botia yang mengandalkan dari alam maka produksi benih ikan botia akan diarahkan ke sistem budidaya yang terkontrol (BRBIH 2010).

(53)

ukuran 2–2,5 inci memerlukan waktu pemeliharaan 6 bulan (BRBIH 2010). Oleh sebab itu dibutuhkan solusi untuk meningkatkan laju tumbuh dan kelangsungan hidup ikan. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan laju tumbuh ikan, salah satunya dengan rekayasa hormonal menggunakan hormon tiroksin yang merupakan produksi kelenjar tiroid dan berperan meningkatkan proses metamorfosa serta merangsang perkembangan maupun pertumbuhan ikan terutama pada fase larva (Evans 1993). Pada larva ikan nila pemberian tiroksin dapat memacu penyerapan kuning telur (Nacario 1983). Menurut Lam dan Reddy (1992), larva ikan maskoki yang diberi perlakuan tiroksin mengalami proses pembentukan organ yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Astutik (2002) menyatakan perendaman larva dengan dosis 0,01 mg/L tiroksin dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada benih ikan gurami, namun pemberian tiroksin dengan dosis yang lebih tinggi yaitu 1 mg/L dapat menurunkan kelangsungan hidup benih. Affandi dan Tang (2002) menyatakan tiroksin dapat pula meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh. Pada ikan gabus, pertumbuhan yang paling cepat dan kelangsungan hidup yang tertinggi ditunjukkan pada ikan uji yang mendapatkan perlakuan perendaman tiroksin 0,1 mg/L (Megahanna 2010). Semua penelitian yang dilakukan ini menunjukkan adanya peranan tiroksin dalam proses pertumbuhan dan perkembangan larva.

(54)

II.

BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian

dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat.

2.2 Materi Uji

Ikan uji yang digunakan berupa larva ikan botia yang berasal dari pemijahan

buatan di BPPBIH Depok. Pada penelitian pendahuluan larva ikan botia yang

berumur satu hari umur tetas direndam dalam larutan hormon tiroksin pada dosis

0 mg/L; 0,01 mg/L dan 0,1 mg/L selama 72 jam dengan tiga kali ulangan.

Perendaman dilakukan dalam ember bervolume dua setengah liter. Kepadatan

larva pada setiap ember sebanyak 50 ekor. Hasil dari penelitian pendahuluan,

perlakuan yang memberikan kelangsungan hidup tertinggi digunakan dalam

penelitian utama (Lampiran 1).

2.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari tiga

perlakuan dengan lima kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada

larva ikan botia (Gambar 1), yaitu :

a. Perlakuan A : perendaman larva ikan botia yang tidak diberi tiroksin 0 mg/L

b. Perlakuan B : perendaman larva ikan botia dengan tiroksin 0,01 mg/L

c. Perlakuan C : perendaman larva ikan botia dengan tiroksin 0,1 mg/L

Keterangan : A, B, C = Label Dosis Perlakuan T = Tandon 1, 2, 3,4 dan 5 = Ulangan Perlakuan

Gambar 1 Tata Letak Wadah Penelitian. A3 C2 B1 A2 C4 B3 B4

B2 A1 C1 B5 A4 C3 C5 A5

 

(55)

2.4 Prosedur Penelitian

2.4.1 Persiapan Wadah Penetasan

Persiapan wadah yang dilakukan meliputi kegiatan persiapan wadah

inkubasi berupa corong penetasan, pemasangan hapa dan perbaikan sistem aerasi.

Peralatan yang digunakan harus direndam dengan larutan desinfektan klorin

dengan dosis 0,5 ppm selama 20 menit dan dibilas dengan air bersih yang

mengalir. Corong penetasan yang digunakan terbuat dari fibberglass berukuran 3 liter yang dimasukkan ke dalam hapa yang terbuat dari kain katun berukuran

100×50×50 cm yang diletakkan di dalam bak beton berukuran 4,8×1,5×0,9 m.

Hapa diikat di sebuah transek berbentuk persegi panjang yang terbuat dari pipa

PVC berdiametar 1 inci. Pemasangan styrofoam berguna untuk tempat penyangga corong penetasan yang mampu memuat 2 buah corong penetasan

sehingga corong penetasan tidak tenggelam ke dasar bak inkubasi. Setelah itu,

sistem aerasi dan pengairan air diperiksa sehingga corong penetasan dapat

berfungsi dengan baik (Gambar 2).

[image:55.595.110.508.137.694.2]

Wadah inkubasi telur Corong fiberglass Pemasangan hapa Gambar 2 Wadah penetasan ikan botia di BPPIH Depok

2.4.2 Persiapan Wadah Perlakuan Perendaman Hormon

Persiapan wadah untuk perlakuan perendaman hormon dilakukan dengan

cara membersihkan ember menggunakan klorin sebanyak 20 ppm selama 15

menit. Ember yang telah didesinfeksi dicuci dengan air bersih hingga baunya

hilang.

2.4.3 Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Botia di Akuarium

Persiapan wadah untuk pemeliharaan ikan botia dilakukan dengan cara

membersihkan akuarium dan sistem resirkulasi yang digunakan. Pembersihan

akuarium dilakukan dengan cara menggosok seluruh permukaan akuarium dengan

spon dan dilanjutkan dengan pengeluaran air yang berada di dalam akuarium

(56)

sebanyak ¾ volume dan direndam bersama larutan desinfektan klorin sebanyak 20

ppm selama 15 menit. Akuarium yang telah didesinfeksi dicuci dengan air bersih

hingga baunya hilang. Filter yang digunakan berupa karang, bioball dan dakron terlebih dahulu dibersihkan dengan cara direndam selama 12 jam di dalam tong

fibber besar. Setelah itu, karang, bioball dan dakron dicuci dengan air yang mengalir hingga bersih. Karang, bioball dan dakron yang telah bersih dapat disusun kembali pada sistem resirkulasi (Gambar 3).

Setelah akuarium dan filter telah siap, maka sitem resirkulasi yang akan

digunakan dijalankan terlebih dahulu selama dua minggu dengan tujuan

mengendapkan gas-gas yang merugikan (berbahaya) dan menstabilkan resirkulasi.

Pompa diletakkan di akuarium resirkulasi yang memompa air dari akuarium

resirkualsi ke tandon. Air yang dikeluarkan dari akuarium pemeliharaan kemudian

masuk ke dalam talang lalu dialirkan ke akuarium resirkulasi secara vertikal (dari

atas ke bawah).

Pembersihan akuarium Pencucian karang Pencucian bioball Gambar 3 Persiapan wadah pemeliharaan ikan botia di akuarium

2.4.4 Penyediaan Hormon Tiroksin

Perlakuan yang diberikan berupa pemberian hormon tiroksin komersial

(Thyrax) yang mengandung bahan aktif hormon tiroksin 0,1 mg/tablet. Penyiapan

media perlakuan dilakukan dengan melarutkan satu tablet Tyrax (Levothyroxine sodium) ke dalam satu liter air sehingga diperoleh larutan hormon tiroksin dengan konsentrasi 0,1 mg/L. Selanjutnya konsentrasi yang lebih kecil didapatkan dengan

teknik pengenceran sampai didapat konsentrasi yang diinginkan.

2.5 Perlakuan Ikan Uji dan Pemeliharaan Larva

Larva satu hari umur tetas direndam dengan dosis 0 mg/L; 0,01 mg/L dan

0,1 mg/L selama 24 jam. Kepadatan larva pada setiap ember sebanyak 100 ekor.

(57)

tetas. Pada ember dipasang aerasi secara terus-menerus. Pemindahan larva 7 hari

umur tetas dilakukan pada akuarium yang berukuran 20×30×20 cm dengan

volume air 6 liter dan ketinggian air 10 cm (Gambar 4). Pemeliharaan larva di

akuarium dilakukan selama 40 hari. Pada akuarium dipasang aerasi secara

terus-menerus. Akuarium diset membentuk suatu sistem resirkulasi (wadah filter

berukuran 100x50x40 cm yang berisi pompa, bioball dan karang). Proses pemeliharaan ikan meliputi pemberian pakan alami Artemia sp lima kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 10.00, 12.00, 15.00 dan 17.00 WIB. Pakan diberikan

secara sekenyangnya (ad libitum).

Wadah perlakuan dengan aerasi Akuarium pemeliharaan ikan botia

Gambar 4 Penebaran dan pemeliharaan larva botia

2.6 Parameter Uji

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi volume kuning telur,

laju penyerapan kuning telur, perkembangan larva yang meliputi : bintik mata,

gelembung renang, sirip ekor, sirip dada dan pigmentasi, derajat kelangsungan

hidup, pertumbuhan larva dan kualitas air.

2.6.1 Volume Kuning Telur

Pengukuran diameter kuning telur dilakukan pada lima hari awal perlakuan

larva yakni pada hari ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5. Pengamatan

menggunakan mikroskop binokuler Olympus dengan perbesaran 4x dan 10x yang

dilengkapi dengan kamera digital Panasonic WF-CP240EX dan terhubung dengan

komputer. Hasil pemotretan dari mikroskop dianalisa dengan software “ImageJR”

untuk mendapatkan data pengukuran berdasarkan perbesaran. Sampling untuk

pengukuran diameter kuning telur dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak

(58)

Perhitungan volume kuning telur tersebut dilakukan berdasarkan metode

Hemming dan Buddington (1988), yaitu:

Keterangan :

V = Volume kuning telur (mm3)

L = Sumbu panjang terpanjang kuning telur (mm)

H = Sumbu pendek terlebar kuning telur (mm)

2.6.2 Laju Penyerapan Kuning Telur

Perhitungan laju penyerapan kuning telur tersebut dilakukan berdasarkan

metode Hemming dan Buddington (1988), yaitu:

Keterangan :

V0 = Volume kuning telur hari ke-0 (mm3)

Vn = Volume kuning telur hari ke-n (mm3)

2.6.3 Perkembangan Larva

Perkembangan larva diamati setiap 12 jam sekali. Sampling untuk

pengamatan perkembangan larva dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak

lima ekor larva per perlakuan. Parameter yang diukur untuk perkembangan larva

adalah perkembangan bintik mata, gelembung renang, sirip dan pigmentasi.

Pengamatan terhadap perkembangan bintik mata, gelembung renang, sirip dan

pigmentasi dilakukan dengan melihat kecepatan pembentukan organ tersebut.

2.6.4 Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate

Survival rate (SR) dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan Huisman (1987), yaitu :

Keterangan:

SR = Survival Rate

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan

No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan

SR = [ Nt / No ] x 100% V = 0,1667πLH2

LPK = Vn-V0 x 100%

(59)

2.6.5 Pertumbuhan Larva

Sebanyak lima ekor larva dari masing-masing ulangan diambil secara acak

untuk diukur panjang totalnya. Pengukuran panjang total dilakukan setelah ikan

dipelihara di akuarium yaitu setelah 7 hari umur tetas. Pengamatan pertumbuhan

larva dilakukan selama 40 hari yakni hari ke-1, 10, 20, 30 dan 40 pemeliharaan

ikan di akuarium.

2.6.6 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air meliputi parameter fisika kimia air, diukur setiap

hari untuk parameter suhu sedangkan parameter lainnya seperti oksigen terlarut,

pH, amoniak (NH3) dan nitrit dilakukan pada awal, tengah dan akhir

pemeliharaan.

2.7 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak

Lengkap dengan lima ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan

program MS. Excel 2007, SPSS 17.0. Dilakukan analisis ragam dengan tingkat

kepercayaan 95%. Dan untuk melihat perbedaan perlaku

Gambar

Gambar 2 Wadah penetasan ikan botia di BPPIH Depok
Gambar 5 Volume kuning telur (mm3) larva ikan botia setelah direndam dengan
Gambar 6 Laju penyerapan kuning telur (%) larva ikan botia setelah direndam
Gambar 8 Kelangsungan hidup larva ikan botia di ruang inkubasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data pengamatan menunjukkan frekuensi penyiraman berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur 4-12 MST, sedangkan pemangkasan serta interaksi kedua

[r]

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ ANALISA PENGARUH HARGA, CITRA MEREK, DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP MINAT BELI MOTOR SUZUKI SATRIA FU DI SURABAYA BARAT

Temuan- temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kurang adanya perhatian orang tua terhadap motivasi anak untuk belajar dan pemahaman tentang pendidikan masih

Grammatically, we use to be going to for making report predictions about activities or events over which we have no control (we can ‟ t arrange these); so, in this sentence we

Berbagai jenis lampu penerangan memiliki karakter yang berbeda-beda, dengan memperhatikan daya yang diperlukan dan tingkat pencahayaan yang dihasilkan dapat dilihat

Dalam kesempatan lain terungkap pengakuan karyawan dari hasil wawancara pada tanggal 19 September 2007 pukul 12:25 - 15:35 dengan beberapa karyawan di perusahaan

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang peneliti berikan adalah sebagai berikut: (1)Kepada guru mata pelajaran, guru harus terus aktif mengikuti pelatihan dan menggali