KARAKTERISTIK GEJALA DYSMENORRHEA DAN
PENGARUHNYA TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR
MAHASISWI S1 KEPERAWATAN KELAS EKSTENSI
DI FAKULTAS KEPERAWATAN
USU
SKRIPSI
OlehDesni Roza 091121051
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini. Skripsi penelitian
disusun dengan tujuan untuk memenuhi penyelesaian tugas akhir dengan judul
“Karakteristik Gejala Dysmenorrhea dan Pengaruhya Terhadap Aktivitas Belajar
Mahasiswi S1 Keperawatan Kelas Ekstensi di Fakultas Keperawatan USU”.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian
proposal ini, sebagai berikut:
1. dr. Dedi Adinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS, pembantu Dekan I dan sekaligus dosen
pembimbing 1 yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan
skripsi penelitian ini .
3. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes sebagai dosen pembimbing 2 yang
telah membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini .
4. Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, S.Mat sebagai dosen penguji
5. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan USU yang lainnya, yang ikut serta
dalam membantu saya dalam skripsi penelitian ini.
6. Kepada kedua orang tua, kakak dan adek saya yang ikut memberikan
supor dan dukungannya dan terima kasih atas segala pengorbanan dan
dalam menggapai kesuksesan ananda, kasih sayang dan doa yang
selalu menyertai dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada teman-teman kuliah saya di Keperawatan yang ikut membantu
dalam penyelesaikan skripsi penelitian ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang Keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis
sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan
yang lebih baik di masa yang akan datang
Medan, Januari 2011
DAFTAR ISI
Bab 2. Tinjauan Pustaka 1. Siklus Menstruasi ... 5
1.1 Pengertian ... 5
1.2 Fisiologis Siklus Menstruasi ... 5
1.3 Bagian-bagian siklus Menstruasi ... 7
1.4 Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi ... 10
2. Dysmenorrhea ... 12
2.1 Pengertian ... 12
2.2 Patofisiologis Dysmenorrhea ... 12
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dysmenorrhea ... 13
2.4 Faktor Resiko Dysmenorrhea ... 15
2.5 Gejala Dysmenorrhea ... 15
2.6 Klasifikasi dan Karakteristik Gejala Dysmenorrhea ... 16
2.7 Terapi dan Penatalaksanaan Medik ... 18
3. Aktivitas Belajar ... 20
3.1 Pengertian Aktivitas Belajar ... 20
3.2 Klasifikasi Aktivitas Belajar ... 21
3.3 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar ... 22
3.4 Tahap-tahap dalam Proses Aktivitas Belajar ... 24
Bab 3. Kerangka Konseptual 1. Kerangka Konsep ... 26
2. Defenisi Operasional ... 28
Bab 4. Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian ... 29
4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 30
5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-reliabilitas ... 31
6. Pengumpulan Data ... 34
7. Analisa Data ... 34
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 37
2. Pembahasan ... 40
Bab 6 . Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ... 45
2. Saran ... 45
Daftar Pustaka ... 47
Lampiran-lampiran 1.. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian ... 50
2.. Instrumen Penelitian ... 51
3.. Daftar Riwayat Hidup ... 55
4.. Data Hasil SPSS Penelitian ... 56
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 28 Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi dan
status obstetri responden ... 38 Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik gejala
Judul : Karakteristik Gejala Dysmenorrhea dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Belajar Mahasiswi S1 Keperawatan Kelas Ekstensi di Fakultas Keperawatan USU
Nama Mahasiswa : Desni Roza NIM : 091121051
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011
ABSTRAK
Dysmenorrhea adalah nyeri saat menstruasi yang terjadi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram yang dimulai saat menstruasi datang sehingga dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Wanita yang mengalami dysmenorrhea mempunyai tingkat gejala nyeri yang berbeda-beda pada setiap wanita yang mengalaminya mulai dari gejala nyeri dysmenorrhea ringan sampai berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik gejala dysmenorrhea dan pengaruh terhadap aktifitas belajar mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi di Fakultas Keperawatan USU. Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu total sampling dengan jumlah responden 42 orang. Pengumpulan data dimulai dari bulan Juli-Agustus 2010 di Fakultas Keperawatan USU.
Data diperoleh dengan membagikan lembar kuesioner kepada 42 orang responden. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa karakteristik gejala dysmenorrhea yang dialami responden yang paling besar dysmenorrhea sedang sebanyak 23 orang (54,8%), sedangkan responden yang mengalami dysmenorrhea berat hanya 5 orang (11,9%). Untuk hasil penelitian terhadap aktivitas belajar responden yang mengalami dysmenorrhea dengan kriteria terbesar berada pada aktivitas belajar kategori terganggu sebanyak 30 orang (71,4%), sedangkan aktivitas belajar kategori tidak terganggu sedikit yaitu 2 orang (4,8%). Analisa pengaruh karakteristik gejala dysmenorrhea terhadap aktivitas belajar mahasiswi diuji dengan korelasi Spearman dengan hasil p value 0,816 (p>α) yang berarti tidak ada pengaruh kerakteristik gejala dysmenorrhea dengan aktivitas belajar mahasiswi. Perawat dan sebagai pendidik di Fakultas Keperawatan USU memahami bahwa dysmenorrhea yang dialami dapat juga mempengaruhi aktivitas belajar mahasiswi dan dapat mempertimbangkan kondisi mahasiswi yang sedang mengalami dysmenorrhea dalam proses belajar.
Judul : Karakteristik Gejala Dysmenorrhea dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Belajar Mahasiswi S1 Keperawatan Kelas Ekstensi di Fakultas Keperawatan USU
Nama Mahasiswa : Desni Roza NIM : 091121051
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011
ABSTRAK
Dysmenorrhea adalah nyeri saat menstruasi yang terjadi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram yang dimulai saat menstruasi datang sehingga dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Wanita yang mengalami dysmenorrhea mempunyai tingkat gejala nyeri yang berbeda-beda pada setiap wanita yang mengalaminya mulai dari gejala nyeri dysmenorrhea ringan sampai berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik gejala dysmenorrhea dan pengaruh terhadap aktifitas belajar mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi di Fakultas Keperawatan USU. Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu total sampling dengan jumlah responden 42 orang. Pengumpulan data dimulai dari bulan Juli-Agustus 2010 di Fakultas Keperawatan USU.
Data diperoleh dengan membagikan lembar kuesioner kepada 42 orang responden. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa karakteristik gejala dysmenorrhea yang dialami responden yang paling besar dysmenorrhea sedang sebanyak 23 orang (54,8%), sedangkan responden yang mengalami dysmenorrhea berat hanya 5 orang (11,9%). Untuk hasil penelitian terhadap aktivitas belajar responden yang mengalami dysmenorrhea dengan kriteria terbesar berada pada aktivitas belajar kategori terganggu sebanyak 30 orang (71,4%), sedangkan aktivitas belajar kategori tidak terganggu sedikit yaitu 2 orang (4,8%). Analisa pengaruh karakteristik gejala dysmenorrhea terhadap aktivitas belajar mahasiswi diuji dengan korelasi Spearman dengan hasil p value 0,816 (p>α) yang berarti tidak ada pengaruh kerakteristik gejala dysmenorrhea dengan aktivitas belajar mahasiswi. Perawat dan sebagai pendidik di Fakultas Keperawatan USU memahami bahwa dysmenorrhea yang dialami dapat juga mempengaruhi aktivitas belajar mahasiswi dan dapat mempertimbangkan kondisi mahasiswi yang sedang mengalami dysmenorrhea dalam proses belajar.
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Menstruasi merupakan satu bagian dari perjalanan hidup wanita yang
dimulai dari menarche sampai menopause. Siklus normal menstruasi lamanya
bervariasi anatara 21-45 hari, dan lama periode keluarnya darah berkisar antara 3
sampai 7 hari (Smith, 2000). Menurut Walsh (1997) 60% wanita sekitar usia
15-44 tahun yang mengalami menstruasi mengeluhkan adanya gangguan pada saat
menstruasi, salah satu diantaranya adalah dysmenorrhea. Suzannec (2001)
mendeskripsikan dysmenorrhea sebagai nyeri saat menstruasi pada perut bagian
bawah yang terasa seperti kram.
Berdasarkan derajat nyeri yang dirasakan sekitar 75% wanita yang
mengalami dysmenorrhea dengan intensitas kram ringan atau sedang, tetapi
pada 10-25% lagi mengalami nyeri berat yang disertai mual, muntah, dan diare
yang dapat membuat penderita tidak berdaya sehingga mengganggu aktivitas
kerja dan aktivitas sehari-hari (Jones, 2001 & Baradero, 2006).
Wanita yang mengalami dysmenorrhea pada saat menstruasi mempunyai
lebih banyak hari libur kerja dan prestasinya kurang begitu baik di sekolah
dibandingkan wanita yang tidak terkena dysmenorrhea. Di Amerika wanita
diperkirakan kehilangan 1,7 juta hari kerja setiap bulan karena dysmenorrhea
(Reeder, 1997).
Penelitian di Swedia yang dilakukan oleh Andersh, dkk (1982)
menyatakan bahwa angka kejadian pada 72% dari 596 wanita usia 19-21 tahun
mereka membatasi aktivitas harian ketika haid dan membutuhkan obat-obatan
penangkal nyeri, 8-10% tidak mengikuti atau masuk sekolah/kuliah (Varney,
2004). Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Samsul et al. (1997)
melaporkan bahwa angka kejadian dysmenorrhea pada pekerja wanita sebanyak
10% pekerja wanita mengalami sakit yang serius dan tidak boleh bekerja. Selain
itu, penelitian Kurniawati (2008) melaporkan dampak dari dysmenorrhea pada
pelajar di Surakarta sebanyak 52% pelajar tidak dapat melakukan aktivitas harian
dengan baik selama menstruasi. Jika dysmenorrhea terjadi pada saat kuliah maka
dampaknya akan mempengaruhi partisipasi mahasiswi terhadap angka
kehadirannya dalam proses belajar mengajar.
Survai awal yang dilakukan peneliti di S1 keperawatan kelas ekstensi
Fakultas Keperawatan USU pada minggu ketiga bulan April 2010 dengan jumlah
mahasiswi kelas ekstensi yang masih aktif kuliah pada tahun ajaran 2009/2010
sejumlah 71 orang. Hasil survei awal penelitian dengan pemberian angket pada
mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi untuk menentukan jumlah mahasiwi
yang mengalami dysmenorrhea didapatkan data sebanyak 59,15% (42 orang)
yang mengalami dysmenorrhea. Maka dari latar belakang tersebut penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang karakteristik gejala dysmenorrhea dan
2. Rumusan Masalah
Masalah penelitian yang dirumuskan dalam penelitian adalah:
“Bagaimanakah karakteristik gejala dysmenorrhea dan pengaruhnya terhadap
aktivitas belajar mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi di Fakultas
Keperawatan USU?
3. Hipotesis
Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah : karakteristik
gejala dysmenorrhea mempengaruhi aktivitas belajar mahasiswi S1 keperawatan
kelas ekstensi di Fakultas Keperawatan USU.
4. Tujuan Penelitian
4.1Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik gejala
dysmenorrhea dan pengaruh terhadap aktifitas belajar mahasiswi S1
keperawatan kelas ekstensi di Fakultas Keperawatan USU.
4.2Tujuan Khusus
4.2.1 Untuk mengidentifikasi karakteristik gejala dysmenorrhea pada
mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi di Fakultas
Keperawatan USU.
4.2.2 Untuk mengidentifikasi aktivitas belajar mahasiswi S1
5. Manfaat Penelitian
5.1Bagi Praktek Keperawatan
Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam praktek
keperawatan mengenai karakteristik gejala dysmenorrhea .
5.2Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan informasi pada pengajar di Fakultas
Keperawatan USU agar dapat mempertimbangkan kondisi mahasiswi
yang sedang mengalami dysmenorrhea dalam proses belajar.
5.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai informasi dasar sejauh mana pengaruh/dampak dysmenorrhea
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Siklus Menstruasi 1.1 Pengertian
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar
14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium
uterus (Bobak, 2004).
Suzannec (2001), mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses
kompleks yang mencakup reproduktif dan endokrin. Menurut Bobak (2004),
Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling
mempengaruhi dan terjadi secara simultan.
1.2Fisiologis Siklus Menstruasi
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan
sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting
dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan
perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Bobak, 2004).
Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan
progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium,
yang mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-sel yang
Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pemeliharaan
organ-organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan
dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan peranan penting dalam
perkembangan payudara dan dalam perubahan siklus bulanan dalam uterus.
Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam uterus
selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon yang paling penting
untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran mukosa yang
melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi
kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta dan untuk
mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan
oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam
perkembangan dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzannec,
2001).
Menstruasi disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-3
tahun setelah menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18 tahun. Dengan
memperhatikan komponen yang mengatur menstruasi dapat dikemungkakan
bahwa setiap penyimpangan system akan terjadi penyimpangan pada patrum
umun menstruasi. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari
selama ±7 hari. Lama perdarahannya sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang
hilang sekitar 30-40 cc. Puncak pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat
dilihat dari jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi
1.3 Bagian-bagian Siklus Menstruasi
Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi,
yaitu:
1.3.1 Siklus Endomentrium
Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase,
yaitu :
a. Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan
disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata
fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase
menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau
pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating
Hormon) baru mulai meningkat.
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang
berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya
hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari.
Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau
menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi
setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat
ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari
c. Fase sekresi/luteal
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari
sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium
sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru
yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi
kelenjar.
d. Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai
10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus
luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan
kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme,
sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis.
Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi
dimulai.
1.3.2 Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon).
Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel
primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi,
satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan
estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang
terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel
mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik
hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus
luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional
endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.
1.3.3 Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan
progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah
ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone
(Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone
(FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi
estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu
hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai
puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak
terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut,
oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi
Gambar 1. Siklus menstruasi
1.4 Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi
Menurut Praworohardjo (1999), ada beberapa faktor yang memegang
peranan dalam siklus menstruasi antara lain:
1.4.1 Faktor enzim
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya
enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen
pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian
bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang
berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah
berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak
zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk
implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka
dengan menurunnya kadar progesterone, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan,
karena itu timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang
mengakibatkan regresi endomentrium dan perdarahan.
1.4.2 Faktor vaskuler
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi
dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut
tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi endometrium timbul statis
dalam vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan
akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baik
dari arteri maupun dari vena.
1.4.3 Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2. dengan
desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan
berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan
2. Dysmenorrhea
2.1 Pengertian
Suzannec (2001) mendeskripsikan dysmenorrhea sebagai nyeri saat
menstruasi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram. Menurut Manuaba
dkk (2006) dysmenorrhea adalah rasa sakit yang menyertai menstruasi sehingga
dapat menimbulkan gangguan pekerjaan sehari-hari. Dysmenorrhea merupakan
menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah
dan punggung bawah yang terasa seperti kram (Varney, 2004).
2.2 Patofisiologis Dysmenorrhea
Dysmenorrhea terjadi pada saat fase pramenstruasi (sekresi). Pada fase
ini terjadi peningkatan hormon prolaktin dan hormon estrogen. Sesuai dengan
sifatnya, prolaktin dapat meningkatkan kontraksi uterus. Hormon yang juga
terlibat dalam dysmenorrhea adalah hormon prostaglandin. Prostaglandin sangat
terkait dengan infertilitas pada wanita, dysmenorrhea, hipertensi,
preeklamsi-eklamsi, dan anafilaktik syok. Pada fase menstruasi prostaglandin meningkatkan
respon miometrial yang menstimulasi hormon oksitosin. Dan hormon oksitosin
ini juga mempunyai sifat meningkatkan kontraksi uterus. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dysmenorrhea sebagian besar akibat kontraksi uterus
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dysmenorrhea
Menurut Prawirohardjo (1999), ada beberapa faktor diduga berperan
dalam timbulnya dysmenorrhea yaitu:
2.3.1 Faktor psikis
Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer
mudah terjadi. Kondisi tubuh erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini
dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Seringkali segera setelah
perkawinan dysmenorrhea hilang, dan jarang sekali dysmenorrhea menetap
setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan
melahirkan) membawa perubahan fisiologis pada genitalia maupun perubahan
psikis. Disamping itu, psikoterapi terkadang mampu menghilangkan
dysmenorrhea primer.
2.3.2 Vasopresin
Kadar vasopresin pada wanita dengan dysmenorrhea primer sangat
tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa dysmenorrhea. Pemberian vasopresin
pada saat menstruasi menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya
aliran darah pada uterus, dan menimbulkan nyeri. Namun, peranan pasti
vasopresin dalam mekanisme terjadinya dysmenorrhea masih belum jelas.
2.3.3 Prostaglandin
Penelitian pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa
prostaglandin memegang peranan penting dalam terjadinya dysmenorrhea.
Prostaglandin yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 (PGE2) dan F2α
rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim. Prostaglandin menyebabkan
peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri.
Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan
miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan
menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi
miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah,
sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya
nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke
dalam peredaran darah, maka selain dysmenorrhea timbul pula diare, mual, dan
muntah.
2.3.4 Faktor hormonal
Umumnya kejang atau kram yang terjadi pada dysmenorrhea primer
dianggap terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan. Tetapi teori ini tidak
menerangkan mengapa dysmenorrhea tidak terjadi pada perdarahan disfungsi
anovulatoar, yang biasanya disertai tingginya kadar estrogen tanpa adanya
progesteron. Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2α
dalam jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus
luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga
meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator
dalam sintesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam
archidonat. Peningkatan prostaglandin pada endometrium yang mengikuti
turunnya kadar progesteron pada fase luteal akhir menyebabkan peningkatan
2.4 Faktor Resiko Dysmenorrhea
Menurut Damianus (2006), ada beberapa faktor resiko yang bisa
meningkatkan terjadinya dysmenorrhea yaitu:
a. Wanita yang merokok
b. Wanita yang minum alkohol selama menstruasi karena alkohol akan
memperpanjang nyeri pada saat menstruasi
c. Wanita yang kelebihan berat badan dan obesitas
d. Wanita yang tidak memiliki anak
e. Menarche dini (wanita yang pertama menstruasi sebelum umur 12
tahun)
f.Mempunyai riwayat yang sama dalam keluarga
2.5 Gejala Dysmenorrhea
Menurut Kasdu (2005), gejala dysmenorrhea yang sering muncul
adalah :
a. Rasa sakit yang dimulai pada hari pertama menstruasi
b. Terasa lebih baik setelah pendarahan menstruasi mulai
c. Terkadang nyerinya hilang setelah satu atau dua hari. Namun, ada
juga wanita yang masih merasakan nyeri perut meskipun sudah dua
hari haid.
d. Nyeri pada perut bagian bahwa, yang bisa menjalar ke punggung
e. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri
tumpul yang terus menerus.
f. Terkadang disertai rasa mual, muntah, pusing atau pening.
2.6 Klasifikasi dan Karakteristik Gejala Dysmenorrhea
Menurut Jones (2001), dysmenorrhea berdasarkan penyebabnya
diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
2.6.1 Dysmenorrhea primer
Dysmenorrhea primer merupakan nyeri haid tanpa kelainan
anatomis genitalis yang dapat diidentifikasi. Dysmenorrhea primer timbul
pada masa remaja, yaitu sekitar usia 2-3 tahun setelah menarche dan
mencapai maksimal antara usia 15-25 tahun. Akan tetapi, dysmenorrhea
primer juga mengenai sekitar 50-70% wanita yang masih menstruasi.
Dysmenorrhea primer diduga sebagai akibat dari pembentukan
prostaglandin yang berlebih, yang menyebabkan uterus untuk berkontraksi
secara berlebihan dan juga mengakibatkan vasospasme anteriolar. Nyeri
dymenorrhea primer seperti mirip kejang spasmodik, yang dirasakan pada
perut bagian bawah (area suprapubik) dan dapat menjalar ke paha dan
pinggang bawah dapat juga disertai dengan mual, muntah, diare, nyeri
kepala, nyeri pinggang bawah, iritabilitas, rasa lelah dan sebagainya. Nyeri
mulai dirasakan 24 jam saat menstruasi dan bisa bertahan selama 48-72 jam
2.6.2 Dysmenorrhea sekunder
Dysmenorrhea sekunder merupakan nyeri haid sebelum
menstruasi yang disertai kelainan anatomis genitalis. Dysmenorrhea
sekunder terjadi pada wanita berusia 30-45 tahun dan jarang sekali terjadi
sebelum usia 25 tahun. Nyeri dysmenorrhea sekunder dimulai 2 hari atau
lebih sebelum menstruasi, dan nyerinya semakin hebat serta mencapai
puncak pada akhir menstruasi yang bisa berlangsung selama 2 hari atau
lebih. Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah
tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran
darah, atau karena iritasi peritoneum pelvis. Proses ini berkombinasi dengan
fisiologi normal dari menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan.
Ketika gejala ini terjadi pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber
rasa nyeri. Penyebab dysmenorrhea sekunder seperti: endometriosis,
adenomiosis, radang pelvis, sindrom menoragia, fibroid dan polip dapat
pula disertai dengan dispareuni, kemandulan, dan perdarahan yang
abnormal.
Karakteristik Gejala dysmenorrhea berdasarkan derajat nyerinya menurut
Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:
2.6.3 Dysmenorrhea ringan
Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu
menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh
hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian,
2.6.4 Dysmenorrhea sedang
Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan tersebut
merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar
di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat
penangkal nyeri, dan hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri,
kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.
2.6.5 Dysmenorrhea berat
Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah
pada saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh lain juga
disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dysmenorrhea berat
memerlukan istirahat sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas
sehari-hari selama 1 hari atau lebih, dan memerlukan pengobatan
dysmenorrhea.
2.7 Terapi dan Penatalaksanaan Medik
Terapi dysmenorrhea terbagi atas dua macam yaitu:
2.7.1 Terapi Farmakologi
Untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan
non-steroid (misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat anti
peradangan non steroid akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari
sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi. Untuk
mengatasi mual dan muntah bisa diberikan obat anti mual, tetapi mual dan
dirasakan dan mengganggu kegiatan sehari-hari, maka diberikan pil KB
dosis rendah yang mengandung estrogen dan progesteron atau diberikan
medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan untuk
mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan
prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dysmenorrhea.
Jika obat ini juga tidak efektif, maka dilakukan pemeriksaan tambahan
(misalnya laparoskopi). Jika dysmenorrhea sangat berat bisa dilakukan
ablasio endometrium, yaitu suatu prosedur dimana lapisan rahim dibakar
atau diuapkan dengan alat pemanas
2.7.2 Terapi nonfarmakologi
Terapi pengobatan yang bisa dilakukan dalam mengurangi gejala
Dysmenorrhea yang bersifat nonfarmakologi yaitu:
a. Istirahat yang cukup
b. Olah raga yang teratur (terutama berjalan). Olah raga Mampu
meningkatkan produksi endorphin otak yang dapat menurunkan stress
sehingga secara tidak langsung juga mengurangi nyeri
c. Pemijitan. Pijatan lembut pada bagian tubuh klien yang nyeri dengan
menggunakan tangan akan menyebabkan relaksasi otot dan
memberikan efek sedasi.
d. Yoga
f. Kompres hangat di daerah perut. Suhu panas dapat memperingan
keluhan. Lakukan pengompresan dengan handuk panas atau botol air
panas pada perut atau punggung bawah atau mandi dengan air hangat
g. TENS ( Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation). Tindakan ini
melalui pendekatan gate control of pain atau gerbang transmisi nyeri
yaitu memblok stimuli nyeri dengan stimuli kurang nyeri kepada
serabut-serabut besar. Stimuli listrik dapat mengakibatkan opiat dan
non opiat jalur yang menurun.
h. Distraksi pendengaran. Diantaranya mendengarkan musik yang
disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan
untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik
klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu.
Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama
lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.
3 Aktivitas Belajar
3.1 Pengertian Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar,
mulai dari kegiatan fisik berupa keterampilan-keterampilan dasar sampai
kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi (Dimyati, 2002).
Menurut Sardiman (2004) aktivitas belajar merupakan prinsip atau azas
yang sangat penting didalam interaksi belajar mengajar. Aktivitas yang
mental. Pada kegiatan belajar, kedua aktivitas tersebut saling berkait. Aktivitas
fisik ialah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu,
bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau
hanya pasif. Peserta didik yang mempunyai aktivitas psikis (kejiwaan) adalah
jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya dalam rangka pengajaran.
Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan supaya daya itu tetap
aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal. Berdasarkan pendapat
tersebut, aktivitas belajar dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan fisik
maupun mental yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan
adanya perubahan pada dirinya baik yang tampak maupun yang tidak tampak.
3.2 Klasifikasi Aktivitas Belajar
Sardiman (2004), yang dikutip dari Paul B. Diendrich menggolongkan
aktivitas sebagai berikut.
3.2.1 Visual activity, yang termasuk didalamnya seperti membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan.
3.2.2 Oral activity, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat mengadakan wawancara, diskusi,
interuksi.
3.2.3 Listening activity, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, music, pidato.
3.2.4 Writing activity, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket,
3.2.5 Drawing activity, seperti menggambarkan, membuat grafik, peta,
diagram.
3.2.6 Motor activity, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain,
berkebun, beternak.
3.2.7 Mental activity, sebagai contoh misalnya: mengingat, memecahkan
soal, menganalisa, mengambil keputusan.
3.2.8 Emotional activity, seperti minat, merasa bosan, berani, tenang,
gugup, gembira, bersemangat.
3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar
Menurut Suryabrata (2002), secara global faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas belajar dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni:
3.3.1 Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa
sendiri meliputi dua aspek, yakni:
a. Aspek Fisiologis
Aspek fisiologis adalah yang berkaitan dengan kondisi umum jasmani
dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran
organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, yang dapat mempengaruhi semangat
dan intensitas mahasiswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi
organ-organ khusus mahasiswa, seperti tingkat kesehatan indera
kemampuan mahasiswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan,
khususnya yang disajikan di kelas.
b. Aspek Psikologis
Aspek psikologis adalah aspek yang berkaitan dengan keadaan
psikologi mahasiswa. Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis
yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar
mahasiswa. Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang
mendorong seseorang untuk balajar itu adalah sebagai berikut:
- Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih
luas;
- Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan
untuk selalu maju;
- Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua,
guru, dan teman-teman;
- Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu
dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan
kompetisi;
- Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran;
3.3.2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri mahasiswa
yang terdiri atas dua macam, yakni:
a. Lingkungan Sosial.
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi,
dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar
seorang siswa. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi
kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.
Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga,
dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi
dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang
dicapai oleh siswa.
b. Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung dan
leteknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat
belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa.
3.4 Tahap-tahap dalam Proses Aktivitas Belajar
Syah (2006) mengutip dari Witing (1981) dalam bukunya Psychology of
Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:
3.4.1 Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi)
Pada tingkatan ini seorang siswa mulai menerima informasi sebagai
pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini terjadi pula asimilasi antara
pemahaman dengan perilakunya. Proses Acquisition dalam belajar merupakan
tahap yang paling mendasar. Kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan
kegagalan pada tahap-tahap berikutnya.
3.4.2 Storage (tahap penyimpanan informasi)
Pada tingkat ini seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses
penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani
proses acquisition.
3.4.3 Retrieval (tahap mendapat kembali informasi)
Pada tingkat ini seorang siswa akan mengaktifkan kembali
fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau
memecahkan masalah. Proses ini pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa
mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang
tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol, pemahaman, dan perilaku
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada
atau tidaknya pengaruh kerakteristik gejala dysmenorrhea terhadap aktivitas
belajar mahasiswi. Dysmenorrhea didefenisikan sebagai nyeri saat menstruasi
yang terjadi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram yang dimulai saat
menstruasi datang. Pengaruh dari gejala ini berbeda pada setiap orang, sebagian
wanita merasa sangat tidak nyaman dengan munculnya gejala dysmenorrhea
setiap bulannya, tetapi pada beberapa wanita lainnya tidak berpengaruh terhadap
aktivitas keseharian mereka. Karakteristik gejala dysmenorrhea dibedakan
menjadi 3 yaitu: ringan yang berlangsung beberapa saat dan masih dapat
meneruskan aktivitas sehari-hari, sedang diperlukan obat untuk menghilangkan
rasa sakit, tetapi masih dapat meneruskan pekerjaannya, berat: rasa nyerinya hebat
sehingga memerlukan istirahat dan pengobatan untuk menghilangkan nyerinya.
Dysmenorrhea yang dirasakan mahasiswi setiap bulannya dapat mengganggu
aktivitas belajar seperti visual activity, oral activity, listening activity, writing
activity, mental activity, emotional activitiy, motorik activity, dan drawing
activity.
Faktor yang mempengaruhi dysmenorrhea antara lain: psikis,
prostaglandin, vasopresin, hormonal, sedangkan aktivitas belajar dipengaruhi oleh
faktor internal (aspek fisiologis dan psikologis) dan faktor eksternal yang dalam
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan antara variabel
Skema 1. Kerangka penelitian karakteristik gejala dysmenorrhea dan
2. Defenisi Operasional
Table 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Defenisi operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Variabel independen: Karakteristik gejala
dysmenorrhea
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi
yang bertujuan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya pengaruh karakteristik
gejala dysmenorrhea terhadap aktivitas belajar mahasiswi.
2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan dalam membuat suatu penelitian (Nursalam, 2008). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi yang
mengalami dysmenorrhea di Fakultas Keperawatan USU yang masih mengikuti
kuliah pada tahun 2010 dengan jumlah populasi sebanyak 42 orang.
2.2 Sampel Penelitian
Sampel para peserta yang terpilih dari suatu populasi tertentu untuk
sebuah penelitian yang terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek peneliti melalui sampling (Brockopp & Hasting,
2000). Menurut Arikunto (2006) jika jumlah populasi kurang dari 100, maka
diambil semua populasi untuk dijadikan sampel penelitian (total sampling).
Sehingga didapat jumlah sampel 42 orang.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Fakultas Keperawatan USU. Alasan
peneliti memilih Fakultas Keperawatan USU bahwa populasi yang dipilih sudah
mewakili tujuan penelitian, dan hasil penelitian tersebut bisa bermanfaat bagi
Fakultas tersebut dalam proses belajar-mengajar, dan belum pernah dilakukan
penelitian mengenai karakteristik gejala dysmenorrhea dan pengaruhnya terhadap
aktivitas belajar mahasiswi. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember
2010.
4. Pertimbangan Etik
Untuk menjaga kerahasian responden peneliti tidak mencatumkan nama
responden pada lembar penggumpulan data yang diisi oleh peneliti. Lembar
tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasian informasi yang diberikan
responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2008). Etika penelitian sangat penting
dalam pelaksanaan penelitian ini karena objek penelitian ini adalah manusia.
Pertimbangan etik pada penelitian ini meliputi hal-hal berikut : Adanya
penjelasaan dari penelitian kepada objek penelitian tentang tujuan penelitian yang
dilaksanakan, penelitian yang dilaksanakan tidak menimbulkan resiko apapun
bagi objek penelitian, adanya persetujuan suka rela dari objek penelitan yang
dibuktikan dengan formulir persetujuan yang ditandatangani oleh objek penelitian,
peneliti melindungi hak privasi dan martabat objek penelitian, dimana penelitian
tidak merendahkan diri pasien serta catatan yang didapatkan dijamin
objek penelitian tidak dipublikasikan saat pengumpulan data dan pembahasan
hasil penelitian.
5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-reliabilitas
5.1 Kuesioner Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk
kuesioner yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuesioner ini terdiri dari
tiga bagian, yaitu kuesioner karakteristik calon responden/subjek yang berisi
identitas calon responden, kuesioner karakteristik gejala dysmenorrhea, dan
kuesioner aktivitas belajar mahasiswi.
5.1.1 Kuesioner Karakteristik Responden/Subjek
Kuesioner data demografi meliputi: data karakteristik responden (usia,
agama, suku, status perkawinan),dan data obstetri responden (usia menarche, lama
pendarahan menstruasi, sifat nyeri haid yang dirasakan). Data demografi
responden bertujuan untuk mengetahui karakteristik calon responden dan
mendeskripsikan distribusi frekuensi dan persentase demografi terhadap gejala
dysmenorrhea dan pengaruhnya terhadap aktivitas belajar mahasiswi.
5.1.2 Kuesioner Karakteristik Gejala Dysmenorrhea
Kuesioner karakteristik gejala dysmenorrhea bertujuan untuk
mengidentifikasi karakteristik gejala dysmenorrhea responden. Kuesioner ini
terdiri dari 4 pernyataan dan cara pengisian dengan cheklist (√) pada salah satu
pilihan yang tersedia dari pernyatan yang ada berkaitan dengan kondisi
Untuk pernyataan karakteristik gejala dysmenorrhea ringan terdapat
pada pernyataan nomor 1 [a], 2 [a], 3 [a], dan 4 [a], untuk karakteristik gejala
dysmenorrhea sedang terdapat pada peryataan nomor 1 [b], 2 [b/c], 3 [b], dan 4
[b], sedangkan untuk karakteristik gejala dysmenorrhea berat pada pernyataan
nomor 1 [c], 2 [b, c], 3 [c] , 4 [c].
5.1.3 Kuesioner Aktivitas Belajar Mahasiswi
Kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktivitas belajar
mahasiswi. Kuesioner ini terdiri dari 32 pernyataan yang berbentuk skala likert
dengan jawaban tidak, kadang-kadang, sering, dan sering sekali, serta cara
pengisian dengan cheklist (√) pada tabel jawaban yang tersedia. Pernyataan positif
dengan jawaban tidak diberi skor 0, untuk jawaban kadang-kadang diberi skor 1,
dan untuk jawaban sering diberi skor 2, dan untuk jawaban sering sekali diberi
skor 3. Pernyataan negatif untuk jawaban tidak diberi skor 3, untuk jawaban
kadang-kadang diberi skor 2, untuk jawaban sering diberi skor 1, dan untuk
jawaban sering sekali diberi skor 0.
Untuk pernyataan visual activity terdapat pada nomor 5-8, pernyataan
oral activity terdapat pada nomor 13-16, pernyataan writing activity terdapat pada
nomor 17-20, pernyataan mental activity terdapat pada nomor 25-28, pernyataan
listening activity terdapat pada nomor 9-12, untuk pernyataan emotional activitiy
terdapat pada nomor 1-4, untuk peryataan drawing activity terdapat pada nomor
21-24, dan untuk peryataan motorik activity terdapat pada pada nomor 29-32.
5.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas dapat diuraikan sebagai tindakan ukuran penelitian yang
sebenarnya, yang memang didesain untuk mengukur. Validitas berkaitan dengan
nilai sesungguhnya dari hasil penelitian dan merupakan karakteristik yang
penting dari penelitian yang baik (Slevin, dkk, 2005). Uji validitas penelitian ini
tidak dilakukan, namun telah di konsultasikan kepada dosen keperawatan yang
ahli dibidangnya di Fakultas Keperawatan USU dan dinyatakan sudah sesuai
dengan acuan yang digunakan dalam tinjauan pustaka.
Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana suatu instrumen akan menghasilkan suatu hasil yang
sama/konsistensi dalam penggunaannya secara berulang kali, sehingga dapat
digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama
(Dempsey & Dempsey, 2002). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini adalah
dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan instrumen
sekali saja, kemudian hasilnya dianalisa. Pada penelitian ini pengujian
reliabilitas yaitu digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya
bukan 1 dan 0. Instrumen dikatakan reliabel bila nilai alpha 0,6-0,9 (Polit &
Hugler, 1995).
Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian dilakukan setelah pengumpulan
data terhadap 30 orang mahasiswi yang mengalami dysmenorrhea. Hasil uji
reliabilitas instrumen karakteristik gejala dysmenorrhea yaitu 0,6 dan hasil
reliabilitas instrumen aktivitas belajar mahasiswi yaitu 0,9, hasil sudah
6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mengikuti langkah-langkah
pengumpulan data yaitu: pertama mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) dan
mengirimkan izin tersebut ke institusi tempat penelitian. Setelah mendapatkan izin
dari institusi tempat penelitian, pengumpulan data dilaksanakan. Penelitian akan
menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya.
Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan
kepada calon responden mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan
penelitian, lalu calon responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan
(informed concent) untuk ikut serta dalam penelitian yang akan dilaksanakan.
Peneliti mengambil data dari responden dengan cara memberikan kuesioner
kepada responden. Responden juga diberi kesempatan untuk bertanya tentang
pertanyaan yang tidak dipahami. Setelah responden selesai mengisi kuesioner,
peneliti kemudian memeriksa kelengkapan data, dan ada data yang kurang
lengkap dapat segera dilengkapi. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisa.
7. Analisa Data
Setelah data terkumpul kemudian analisa data dilakukan melalui tahapan
editing untuk mengecek dan memastikan bahwa kuesioner telah diisi oleh
responden sesuai dengan petunjuk. Kemudian dilanjutkan dengan koding dan
menganalisa data. Selanjutnya peneliti memasukan data ke dalam komputer dan
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu
dengan menggunakan SPSS.
Metode statistik untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini
adalah:
7.1 Statistik Univariat
Statistik univariat adalah suatu metode untuk menganalisa data dari suatu
variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit &
Hugler, 2002). Pada penelitian ini metode statistik univariat digunakan untuk
menganalisa variabel dependen yaitu aktivitas belajar mahasiswi. Untuk
menganalisa variabel aktivitas belajar mahasiswi dianalisa dengan menggunakan
skala ordinal dan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.
Untuk menganalisa variabel independen yaitu karakteristik gejala
dysmenorrhea dianalisa dengan menggunakan skala ordinal dan ditampilkan
dalam distribusi frekuensi. Sedangkan data mengenai aktivitas belajar mahasiswi
dikategorikan atas 3 kelas interval. Nilai terendah yang dicapai adalah 0 dan nilai
tertinggi adalah 96.
Berdasarkan rumus statistik untuk menentukan panjang kelas dengan
rumus sebagai berikut:
Dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang
tergangguan, sangat terganggu, maka diperoleh panjang kelas 32. Maka aktivitas
belajar digolongkan menjadi 3 kelas interval sebagai berikut:
0-32 = sangat terganggu
33-64 = terganggu
65-96 = tidak terganggu
7.2 Statistik Bivariat
Statistik bivariat adalah suatu metode analisa data untuk menganalisa
hubungan antara dua variabel independen dan dependen. Untuk melihat hubungan
antar variabel independen dan dependen dalam penelitian ini digunakan uji
Spearman adalah ukuran erat/tidaknya kaitan antara dua yaitu variabel independen
dan dependen. Dimana nilai korelasi terletak antara -1 dan +1. Bila nilai korelasi
mendekati +1 atau -1 maka korelasi makin kuat, sebaliknya bila nilai korelasi
mendekati 0 maka korelasi makin lemah. Dengan nilai derajat kemaknaan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
karakteristik gejala dysmenorrhea dan hubungannya dengan aktivitas belajar
mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi Fakultas Keperawatan USU.
1. Hasil Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2010
dengan jumlah responden sebanyak 42 orang. Berikut ini akan diuraikan
karakteristik demografi responden, karakteristik gejala dysmenorrhea dan
aktivitas belajar mahasiswi, serta analisa pengaruh karakteristik gejala
dysmenorrhea terhadap aktivitas belajar mahasiswi dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.1 Karakteristik demografi responden dan status obstetri
Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri dari usia, agama, suku,
status perkawinan, status obstetri (usia menarche, lama pendarahan menstruasi,
dan sifat nyeri yang dirasakan). Berdasarkan hasil penelitian yang menjadi
responden adalah seluruh mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi yang
mengalami dysmenorrhea.
Berdasarkan hasil penelitian yang di dapat responden yang terbanyak
mengalami dysmenorrhea berada pada rentang usia 20-25 tahun sebanyak 38
orang (90,5%). Agama yang dianut responden paling banyak adalah Islam yaitu
28 orang (66,7%). Responden yang paling banyak bersuku Batak yaitu 24 orang
rentang usia menarche responden terbesar berada pada rentang usia 10-15 tahun
sebanyak 40 orang (95,2%). Lama pendarahan menstruasi yang dialami responden
dengan rentang 3-5 hari dan 6-8 hari sama banyak. Kategori sifat nyeri
dysmenorrhea yang dirasakan responden terbanyak bersifat hilang-timbul yaitu 34
orang (81%).
Sebaran karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel 1
sebagai berikut:
Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden
dan status obstetri (n = 42)
Karakteristik Demografi Responden Frekuensi (n) Persentase (%)
1.Usia 5.Status obstetri
a. Usia Menarche
b. Lama Pendarahan Menstruasi 3-5 hari c. Sifat Nyeri yang Dirasakan
1.2 Karakteristik Gejala Dysmenorrhea dan Aktivitas Belajar Mahasiswi
Penelitian yang dilakukan pada responden sebanyak 42 orang didapatkan
bahwa karakteristik gejala dysmenorrhea yang dialami responden yang paling
besar dysmenorrhea sedang sebanyak 23 orang (54,8%), sedangkan responden
yang mengalami dysmenorrhea berat hanya 5 orang (11,9%). Untuk hasil
penelitian terhadap aktivitas belajar responden yang mengalami dysmenorrhea
dengan kriteria terbesar berada pada aktivitas belajar kategori terganggu
sebanyak 30 orang (71,4%), sedangkan aktivitas belajar kategori tidak terganggu
sedikit yaitu 2 orang (4,8%).
Sebaran karakteristik gejala dysmenorrhea dan aktivitas belajar mahasiswi
dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik gejala dysmenorrhea
dan aktivitas belajar mahasiswi
Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Karakteristik gejala dysmenorrhea Ringan
1.3 Analisa Pengaruh Karakteristik Gejala Dysmenorrhea Terhadap Aktivitas Belajar mahasiswi
Penelitian telah dilakukan terhadap mahasiswi S1 keperawatan kelas
ekstensi yang mengalami dysmenorrhea dengan jumlah responden sebanyak 42
orang. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik gejala dysmenorrhea terhadap
aktivitas belajar mahasiswi digunakan analisa uji korelasi Spearman.
Dari hasil analisa data didapatkan besar korelasi (r) antara kedua variabel
adalah -0,037 dengan p-value adalah 0,816, angka ini lebih besar daripada batas
kritis α=0,05 (p>α). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan bermakna antara
kedua variabel . Hasilnya dapat dilihat dari tabel berikut:
Table 4. Analisa karakteristik gejala dysmenorrhea dan pengaruhnya terhadap
aktivitas belajar mahasiswi
Dalam pembahasan ini terlebih dahulu akan diuraikan beberapa karakteristik
demografi responden yaitu usia responden, dan sifat nyeri dysmenorrhea.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi
yang mengalami dysmenorrhea sebagian besar usia responden berada pada
rentang usia 20-25 tahun, dan hanya sebagian kecil berada pada rentang usia
26-30 tahun, dan usia 31-36 tahun. Hal ini dapat dikatakan bahwa kecenderungan
usia responden yang mengalami dysmenorrhea adalah yang berada pada usia
Baradero (2006) & Suzannec (2001) yang mengatakan bahwa dysmenorrhea itu
timbul pada rentang usia 15-25 tahun, kemudian berkurang dengan bertambahnya
usia dan wanita yang telah melahirkan.
Berdasarkan sifat nyeri yang dirasakan responden didapatkan bahwa
sebagian besar responden mengalami nyeri yang hilang timbul dan hanya sedikit
responden yang merasakan nyeri menetap. Hasil ini sesuai dengan penjelasan
yang dikemukakan oleh Kasdu (2005) tentang sifat nyeri dysmenorrhea yang
hilang timbul. Hanya saja Kasdu (2005) menggambarkan gejala dysmenorrhea
yang dirasakan wanita yaitu nyeri yang dirasakan sebagai kram yang
hilang-timbul.
2.1 Karakteristik Gejala Dysmenorrhea dan Aktivitas Belajar Mahasiswi
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 42 orang mahasiswi S1
Keperawatan kelas Ekstensi Fakultas Keperawatan USU menunjukkan bahwa
karakteristik gejala dysmenorrhea yang paling banyak dialami adalah sedang dan
ringan, sedangkan dysmenorrhea berat hanya sedikit. Menurut Manuaba dkk
(2006) bahwa dysmenorrhea adalah rasa sakit yang menyertai menstruasi
sehingga dapat menimbulkan gangguan pekerjaan sehari-hari. Jones (2001)
menyebutkan bahwa derajat nyeri yang dirasakan adalah 75% wanita yang
mengalami dysmenorrhea adalah dengan intensitas ringan atau sedang, 10-25%
mengalami intensitas nyeri berat. Dysmenorrhea yang dialami wanita dengan
intensitas nyeri berat disertai mual, muntah, dan diare, bahkan juga dapat
membuat wanita tidak berdaya sehingga mengganggu aktivitas kerja dan aktivitas
Aktivitas belajar dipengaruhi juga oleh aspek fisiologis yaitu aspek yang
berkaitan dengan kondisi umum jasmani yang menandai tingkat kebugaran, dan
dapat mempengaruhi semangat dan intensitas mahasiswa dalam mengikuti
pelajaran. Kondisi tubuh mahasiswa juga sangat mempengaruhi kemampuan
mahasiswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang
disajikan di kelas (Suryabrata, 2002).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi yang mengalami
dysmenorrhea aktivitas belajarnya yang paling banyak adalah terganggu dan
sangat terganggu, sedangkan aktivitas belajar mahasiswi yang tidak terganggu
akibat dysmenorrhea yang dialami hanya sedikit. Varney (2004) menyebutkan
bahwa dampak dari dysmenorrhea itu 15% dari wanita yang mengalami
membatasi aktivitas harian ketika haid dan membutuhkan obat-obatan penangkal
nyeri, 8-10% tidak mengikuti atau masuk sekolah/kuliah. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Kurniawati pada tahun 2008 terhadap pelajar di Surakarta yang
mendapatkan bahwa sebanyak 52% pelajar tidak dapat melakukan aktivitas
harian dengan baik selama menstruasi.
2.2 Analisa Pengaruh Karakteistik Gejala Dysmenorrhea Terhadap Aktivitas Belajar mahasiswi
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: karakteristik gejala dysmenorrhea
mempengaruhi aktivitas belajar mahasiswi S1 keperawatan kelas ekstensi di
Fakultas Keperawatan USU. Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan uji
korelasi Spearman. Dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh
antara variabel kerekteristik gejala dysmenorrhea dengan aktivitas belajar
Hasil analisa ini menunjukkan bahwa karakteristik gejala dysmenorrhea tidak
mempengaruhi aktivitas belajar mahasiswi, namun hampir keseluruhan responden
dalam penelitian ini mengalami gangguan aktivitas belajar karena dysmenorrhea
yang dialami. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan karakteristik gejala
dysmenorrhea yang dialami mahasiswi dapat menimbulkan gangguan aktivitas
belajar pada mahasiswi baik dysmenorrhea ringan, sedang maupun berat.
Hal ini juga diungkapkan oleh Manuaba (2001) bahwa dysmenorrhea ringan
adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang berlangsung beberapa
saat dan tidak memerlukan obat untuk menghilangkan nyeri, serta memerlukan
waktu untuk istirahat. Jika wanita mengalami dysmenorrhea sedang memerlukan
istirahat yang hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri, dan kadang-kadang
mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. Apa lagi jika wanita yang mengalami
dysmenorrhea berat dimana mereka memerlukan obat untuk menghilangkan rasa
nyeri dan memerlukan istirahat sedemikian lama serta meninggalkan aktivitasnya
sehari-hari selama 1 hari atau lebih.
Menurut penelitian yang diungkapkan Varney (2004) yang menyebutkan
bahwa dysmenorrhea yang dialami wanita mempunyai dampak terhadap aktifitas
harian wanita dimana ditemukan 15% dari wanita yang mengalami dysmenorrhea
harus membatasi aktivitas hariannya ketika haid dan membutuhkan obat-obatan
penangkal nyeri, 8-10% tidak mengikuti sekolah/kuliah.
Pada umumnya wanita akan mengalami gangguan beraktivitas karena
adanya dysmenorrhea. Walaupun pada umumnya dysmenorrhea tidak berbahaya
fisiologis dysmenorrhea dapat menyebabkan/menimbulkan gangguan pada
wanita. Menurut Prawirohardjo (1999) ada empat faktor penyebab yang
mangakibatkan dysmenorrhea dapat sangat mengganggu aktivitas yaitu: faktor
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah:
1.1Penelitian menunjukkan bahwa karakteristik dysmenorrhea yang paling
banyak dialami responden yaitu dysmenorrhea ringan dan sedang,
sedangkan dysmenorrhea berat hanya sedikit.
1.2Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi yang mengalami
dysmenorrhea aktivitas belajarnya yang paling banyak adalah tingkat
terganggu dan sangat terganggu, sedangkan aktivitas belajar mahasiswi
yang tidak terganggu akibat dysmenorrhea yang dialami hanya sedikit.
1.3Hasil analisa statistik uji korelasi Spearman menunjukkan tidak adanya
hubungan signifikan antara karakteristik gejala dysmenorrhea dengan
aktivitas belajar mahasiswi, hal ini dibuktikan dengan nilai p=0,816,
angka ini lebih besar daripada batas kritis α=0,05 (p>α), yang berarti
bahwa karakteristik gejala dysmenorrhea tidak mempengaruhi aktivitas
belajar mahasiswi, namun apapun karakteristik gejala dysmenorrhea yang
dialami mahasiswi menyebabkan gangguan aktivitas belajar.
2. Saran
2.1Bagi Praktek Keperawatan
Diharapkan dalam praktek keperawatan dapat mengenal bagaimana
sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terlaksana secara
optimal.
2.2Bagi Pendidikan
Hasil penelitian menunjukan bahwa apapun karakteristik gejala
dysmenorrhea yang dialami mahasiswi cenderung mengalami gangguan
terhadap aktivitas belajar. Hal ini dapat sebagai bahan masukan dan informasi
pada pengajar di Fakultas Keperawatan USU bahwa dysmenorrhea yang dialami
dapat juga mempengaruhi aktivitas belajar mahasiswi dan dapat
mempertimbangkan kondisi mahasiswi yang sedang mengalami dysmenorrhea
dalam proses belajar.
2.3Bagi Peneliti Selajutnya
Penelitian ini hanya dilakukan pada mahasiswi S1 ekstensi di Fakultas
Keperawatan USU. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pada populasi seluruh
mahasiswi keperawatan sehingga dapat digeneralisasikan. Metode penelitian
yang dilakukan berikutnya sebaiknya perlu menggunakan metode sampling yang
lebih mewakili populasi. Misalnya dengan metode acak (simple random
sampling). Dalam penelitian ini tidak diteliti dengan menghubungkan prestasi
belajar mahasiswi, diharapkan untuk peneliti selanjutnya menghubungkan
dengan prestasi belajar mahasiswi dan mencari tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi karakteristik gejala dysmenorrhea yang dapat menyebabkan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta
Almazini, A. (2009). Prevalensi Gangguan Menstruasi pada Siswa SMU di Jakarta. Diambil tanggal 14 Februari 2010 dari http://www.scribd.com
Baradero, dkk. (2006). Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gangguan Sistem Reproduksi dan Seksualitas, Jakarta: EGC
Bobak, L dan Jansen. (2004). Buku ajar Keperawatan Maternitas (terjemahan ed.4), Jakarta: EGC
Burroughs, A & Gloria, L. (2000). Maternity Nursing: an Introductory Text. Ed.8, Philadelphia: W.B. Saunders Company
Dahlan, S. (2004). Statistika untuk Kedokteran dan kesehatan, Jakarta: ARKAS.
Dempsey, P.A dan Dempsey, A.D. (2002). Riset Keperawatan: Buku Ajar dan Latihan (edisi 4), Jakarta: EGC
Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dunnihoo, D.R. (1990). Fundamentals of Gynecology and Obstetric,Philadelphia: J.B Lippincott Company
Heriani, T. (2009). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Siswa Kelas 1 Tentang Dismenore. Diambil tanggal 3 Maret 2010 dari http://www.scribd.com
Kasdu, D. (2005). Solusi Problem Wanita Dewasa, Jakarta: Puspa Suara
Kurniawati, D. (2008). Pengaruh Dismenorea Terhadap Aktivitas pada Siswa SMK Batik 1 Surakarta. Diambil tanggal 3 Maret 2010 dari http://www.scribd.com
Jones, D.L. (2001). Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Ed.6, Jakarta: EGC
______. (2005). Setiap Wanita, Jakarta: PT. Delapratasa Publishing