• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Masyarakat Terhadap Diare Di Puskesmas Teladan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Masyarakat Terhadap Diare Di Puskesmas Teladan Medan"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP DIARE DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN

Oleh:

WIKA ERZARINA HASIBUAN 070100011

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP DIARE DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN

“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran ”

Oleh:

WIKA ERZARINA HASIBUAN 070100011

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

(3)

Judul : PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP DIARE DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN

Nama : Wika Erzarina Hasibuan NIM : 070100011

Pembimbing Penguji I

(dr. Soegiarto Gani, SpPD) (dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes NIP. 19710322-200501-1-004 NIP. 19690609-199903-2-001

)

Penguji II

(dr. T Ibnu Alferraly, Sp.PA NIP. 19620212-198911-1-001

)

Medan, 15 Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH NIP. 19540220-198011-1-001

)

(4)

Diare merupakan salah satu keluhan tersering pada orang dewasa dan merupakan permasalahan yang umum di seluruh dunia, dengan insiden yang tinggi. Diare juga merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berkunjung di Puskesmas Teladan Medan, dan sample dari penelitian berjumlah 100 orang yang diambil dengan menggunakan teknik simple

random sampling. Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner oleh responden,

kemudian data diolah dengan menggunakan program statistik dan tiap variable dideskripsikan dalam bentuk frekuensi dan presentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Teladan Medan memiliki pengetahuan baik 37 orang (37%), pengetahuan sedang 62 orang (62%) dan pengetahuan kurang 1 orang (1%). Memiliki sikap baik 50 orang (50%) dan sikap sedang 50 orang (50%). Tindakan baik 48 orang (48%), tindakan sedang 50 orang (50%) dan tindakan kurang 2 orang (2%).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, tingkat sikap baik dan sedang, serta memiliki tindakan sedang terhadap diare. Disarankan kepada petugas kesehatan yang ada di puskesmas untuk terus melakukan sosialisasi pada masyarakat untuk meningkatkan perilaku sehat agar angka kejadian diare semakin berkurang.

(5)

ABSTRACT

Diarrhea is one of the most common complaints in adults and is a common problem worldwide, with a high incidence. Diarrhea is also one environment-based disease is still the biggest health problems in Indonesia, due to very poor basic sanitary conditions, physical environment and lack of community attitudes to living clean and healthy.

This study is descriptive. Population in this research is that people who visit the community health center Teladan Medan, and samples from the study amounted to 100 people who were taken by using simple random sampling techniques. Data were collected through questionnaires by the respondents, then the data is processed by using a statistical program and each variable is described in the form of frequency and percentage.

The results showed that people who visited the health center Teladan Medan has a good knowledge 37 people (37%), medium knowledge is 62 people (62%) and knowledge of less than 1 person (1%). Having a good attitude 50 people (50%) and medium attitude were 50 people (50%). Good action 48 people (48%), medium action is 50 people (50%) and measures less than 2 persons (2%). Based on the results of this study concluded that the respondents had medium level of knowledge, good attitudes and medium level, and have the action was against diarrhea. It is suggested that health workers in community health centers to continue to socialize in the to increase healthy behaviors the incidence

of diarrhea decreased.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan pemilik alam semesta

dan ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya. Berkat rahmat dan karunia-Nya lah

penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah ini.

Laporan hasil penelitian dengan judul “Perilaku Masyarakat Terhadap Diare

di Puskesmas Teladan Medan” ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas

akhir untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran pada program Pendidikan

Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Rasa kasih dan sayang disampaikan kepada ayahanda tercinta Zulfikar

Hasibuan, S.Pd, dan Ibunda tercinta Erlina Dewi atas curahan kasih sayang, doa,

bantuan dan dukungan yang tidak akan pernah terbalas. Serta adik-adik tersayang

M. Abdillah Zain Hasibuan, M. Alfi Syahrin Hasibuan, M. Hasby Alfath

Hasibuan yang selalu menghibur dan memberi semangat penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak

dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan, arahan serta dorongan moril

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terimakasih yang tulus terutama kepada :

1. Bapak Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD.KGEH selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Soegiarto Gani, SpPD selaku dosen pembimbing selama

pembuatan proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih atas segala

bimbingan, ilmu, dan waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis.

3. Ibu dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes dan Bapak dr. T Ibnu Alferraly,

Sp.PA selaku dosen penguji pada seminar hasil.

4. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara untuk semua jasa-jasanya dalam memberikan bantuan selama

perkuliahan.

5. Ibu dr. Refrini selaku Kepala Puskesmas Teladan yang telah memberikan

(7)

6. Para sahabat dan teman penulis, Ibah, Dara, Nanda, Pelangi, Arni, Putri,

Anggi, Noi, Eni, Amel, Ayu, Magda terima kasih banyak atas bantuan dan

semangatnya dan juga semua teman-teman seangkatan FK USU ’07.

7. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, penulis banyak mengucapkan terima kasih atas dukungan,

kerjasama dan doanya.

Penulis menyadari pada penelitian ini terdapat banyak kekurangan dan

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menjadi lebih

baik untuk ke depannya kelak. Akhir kata, semoga Allah SWT sentiasa

melimpahkan karunianya kepada kita semua dan semoga karya tulis Ilmiah ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak demi perkembangan dan kemajuan Civitas

Akademika.

Medan, November 2010

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

2.4.4.2. Berdasarkan Mekanisme Patofisiologik... 11

2.4.4.2.1. Diare Osmotik... 11

(9)

2.4.4.3. Menurut Penyebab... 14

2.4.7.1. Penggantian Cairan dan Elektrolit... 22

2.4.7.2. Antibiotik... 23

2.4.8. Komplikasi Diare... 24

2.4.9. Prognosis... 25

2.4.10. Pencegahan... 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…. 26

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………... 26

5.1.1. Deskripsi lokasi Penelitian... 33

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 33

5.1.3. Deskripsi Tingkat Pengetahuan... 35

(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 57

6.1. Kesimpulan... 57

6.2. Saran... 58

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Obat-obat yang sering menimbulkan diare……… 8

Tabel 2.2 Etiologi Diare Akut ... 9

Tabel 2.3. Skor penilaian klinis dehidrasi menurut Daldiyono... 23

Tabel 2.4 Antibiotik Empiris untuk Diare Infeksi bakteri... 24

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan dan Sikap... 31

Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik Responden di Puskesmas Teladan Medan... 34

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Diare di Puskesmas Teladan Medan... 35

Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden di Puskesmas Teladan Medan ……... 35

Tabel 5.4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Karakteristik di Puskesmas Teladan Medan... 38

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Diare di Puskesmas Teladan Medan…... 40

Tabel 5.6 Distribusi Tingkat Sikap Responden di Puskesmas Teladan Medan ... 41

Tabel 5.7 Distribusi Tingkat Sikap Responden Menurut Karakteristik Responden di Puskesmas Teladan Medan... 42

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Terhadap Diare di Puskesmas Teladan Medan ... 44

Tabel 5.9 Distribusi Tingkat Tindakan Responden di Puskesmas Teladan Medan ………... 46

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Inform consent

Lampiran 4 Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 5 Master Data Penelitian

Lampiran 6 Output SPSS

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

(14)

Diare merupakan salah satu keluhan tersering pada orang dewasa dan merupakan permasalahan yang umum di seluruh dunia, dengan insiden yang tinggi. Diare juga merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berkunjung di Puskesmas Teladan Medan, dan sample dari penelitian berjumlah 100 orang yang diambil dengan menggunakan teknik simple

random sampling. Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner oleh responden,

kemudian data diolah dengan menggunakan program statistik dan tiap variable dideskripsikan dalam bentuk frekuensi dan presentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Teladan Medan memiliki pengetahuan baik 37 orang (37%), pengetahuan sedang 62 orang (62%) dan pengetahuan kurang 1 orang (1%). Memiliki sikap baik 50 orang (50%) dan sikap sedang 50 orang (50%). Tindakan baik 48 orang (48%), tindakan sedang 50 orang (50%) dan tindakan kurang 2 orang (2%).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, tingkat sikap baik dan sedang, serta memiliki tindakan sedang terhadap diare. Disarankan kepada petugas kesehatan yang ada di puskesmas untuk terus melakukan sosialisasi pada masyarakat untuk meningkatkan perilaku sehat agar angka kejadian diare semakin berkurang.

(15)

ABSTRACT

Diarrhea is one of the most common complaints in adults and is a common problem worldwide, with a high incidence. Diarrhea is also one environment-based disease is still the biggest health problems in Indonesia, due to very poor basic sanitary conditions, physical environment and lack of community attitudes to living clean and healthy.

This study is descriptive. Population in this research is that people who visit the community health center Teladan Medan, and samples from the study amounted to 100 people who were taken by using simple random sampling techniques. Data were collected through questionnaires by the respondents, then the data is processed by using a statistical program and each variable is described in the form of frequency and percentage.

The results showed that people who visited the health center Teladan Medan has a good knowledge 37 people (37%), medium knowledge is 62 people (62%) and knowledge of less than 1 person (1%). Having a good attitude 50 people (50%) and medium attitude were 50 people (50%). Good action 48 people (48%), medium action is 50 people (50%) and measures less than 2 persons (2%). Based on the results of this study concluded that the respondents had medium level of knowledge, good attitudes and medium level, and have the action was against diarrhea. It is suggested that health workers in community health centers to continue to socialize in the to increase healthy behaviors the incidence

of diarrhea decreased.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Kesehatan sesuai dengan sistem Kesehatan Nasional

adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud

derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum

(Depkes RI, 1999).

Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit

yang berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan terbesar di

Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan

fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat

(Hiswani , 2003).

Penyebab utama kematian pada diare adalah dehidrasi yaitu sebagai akibat

hilangnya cairan dan garam elektrolit pada tinja diare (Depkes RI, 1998).

Diare merupakan permasalahan yang umum di seluruh dunia, dengan

insiden yang tinggi baik di negara industri maupun di negara berkembang.

Biasanya ringan dan sembuh sendiri, tetapi diantaranya ada yang berkembang

menjadi penyakit yang mengancam nyawa (Friedman, 2005).

Diare merupakan salah satu keluhan tersering pada orang dewasa, dan

diperkirakan setiap tahunnya orang dewasa yang mengalami diare akut atau

gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan

8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di

rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena

diare atau gastroenteritis. Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan

dengan kejadian diare pada anak-anak atau pada lanjut usia, dimana kesehatan

pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang-berat (Simadibrata,

2006). Di seluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk mengalami satu atau lebih

episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta orang mengalami episode diare akut

pertahun. Statistik populasi untuk kejadian diare kronis belum pasti, kemungkinan

(17)

cukup tinggi. Di USA prevalensinya berkisar antara 2 - 7%. Sedangkan di negara

Barat, frekuensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia tua, termasuk pasien

dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh lebih tinggi yaitu 7

-14% (Wiryani, 2007)

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia 2003, penyakit diare menempati

urutan kelima dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit dan

menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit. Berdasarkan

data tahun 2003 terlihat bahwa frekuensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit diare

sebanyak 92 kasus dengan 3865 orang penderita, 113 orang meninggal, dan Case

Fatality Rate (CFR) 2,92% (Depkes RI 2005).

Dan data hasil survei awal peneliti ke Dinas Kesehatan Kota Medan,

jumlah penderita diare pada Januari hingga Desember 2009 di seluruh puskesmas

yang ada di Kota Medan adalah 36.448 orang. Dan di puskesmas Teladan Medan,

angka kejadian diare tahun 2008 sebanyak 110 orang, tahun 2009 sebanyak 851

orang, dan dari tahun 2009 sampai Maret 2010 tercatat 4 kasus yang meninggal

karena diare.

Fakta ini seolah mengatakan bahwa kesadaran penduduk Indonesia akan

kesehatan teramat minim. Dan bukan tidak mungkin bahwa kesadaran yang

minim tersebut disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang kurang tentang diare,

serta penanganan dan pencegahannya. Oleh sebab itu, maka peneliti merasa perlu

untuk meneliti bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terhadap

diare.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ingin digali peneliti dalam penelitian ini adalah:

(18)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya perilaku masyarakat

terhadap diare.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat di Puskesmas Teladan

Medan tentang diare.

2. Mengetahui bagaimana sikap masyarakat di Puskesmas Teladan

Medan terhadap diare.

3. Mengetahui bagaimana tindakan masyarakat di Puskesmas Teladan

Medan mengenai diare.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Bagi Pemerintah untuk merumuskan suatu langkah strategis yang dapat

dilakukan dalam menurunkan angka kejadian diare dan angka kematian

akibat penyakit ini.

2. Bagi tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan penyuluhan kepada

masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan untuk menurunkan angka

kejadian diare.

3. Bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai bahan penambah pengetahuan

jika terjangkit diare dan agar lebih memperhatikan kebersihan diri dan

kebersihan lingkungan.

4. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai penambah latihan dalam membuat

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan, yaitu:

Tahu adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengingat sesuatu

yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah (Notoatmodjo, 2003).

Paham diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mampu

menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar (Notoatmodjo, 2003).

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2003).

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. misalnya mengelompokkan dan membedakan

(Notoatmodjo, 2003).

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

(20)

Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2003).

2.2. Sikap

2.2.1 Definisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap itu

masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah

laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,

2003).

Dalam bagian lain Allport (1954) yang dikutip kembali oleh Notoatmodjo

menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

c. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave) (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat

dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah (Notoatmodjo, 2003).

Merespon yaitu memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena

dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide

(21)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif

terhadap objek atau stimulus. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi

sikap tingkat tiga (Notoatmodjo, 2003).

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko adalah sikap yang paling tinggi (Notoadmodjo, 2003).

2.3. Tindakan atau Praktik (Practice)

2.3.1 Definisi Tindakan

Suatu sikap belum terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (sarana dan

prasarana) (Notoatmodjo, 2003).

2.3.2. Tingkatan Tindakan

Tindakan atau praktik dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan, yaitu:

Persepsi, Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil adalah praktik tingkat pertama. Misalnya: seorang ibu

dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya (Notoatmodjo,

2003).

Respon Terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang

benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. Misalnya:

seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar mulai dari cara mencuci dan

memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2003).

Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan

benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah

mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang sudah biasa

(22)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa

mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya: ibu dapat memilih dan

memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan

sederhana (Notoatmodjo, 2003).

2.4. Diare

2.4.1. Defenisi Diare

Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk

cairan atau setengah cair (setengah cair setengah padat), kandungan air pada tinja

lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24jam. Defenisi lain

memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.

Buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa desertai lendir dan darah

(Simadibrata, 2006).

Reflex buang air besar dimulai dari pengembangan akut rectum di bawah

pusat supra spinal, dan kontraksi sigmoid akan meningkatkan tegangan rectum.

Bersamaan dengan kontraksi tersebut terjadi relaksasi otot spinkter ani eksterna

yang akan menyebabkan pengeluaran feses melalui anus. Pendorongan feses

keluar dari anus akan diperkuat oleh gerakan valsava (penutupan glottis, fiksasi

diafragma dan kontraksi otot dinding perut). Buang air besar secara sadar dapat

dicegah dengan melakukan kontraksi otot diafragma pelvis dan spinkter ani

eksterna (Tarigan, 1998). Frekuensi defekasi normal berkisar dari 3 kali seminggu

hingga 3 kali sehari. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat tinja, konsistensi dan

frekuensi defekasi mencakup kandungan serat dalam makanan, jenis kelamin

(berat tinja rata-rata per hari pada perempuan lebih kecil dibandingkan pada

laki-laki), obat-obat yang diminum dan kemungkinan pula latihan serta stress

(Friedman, 1999).

Diare harus dibedakan dengan pseudadiare atau hiperdefekasi yang

merupakan peningkatan frekuensi defekasi tanpa peningkatan berat tinja diatas

(23)

hipertiroidisme atau efek samping dari penggunaan obat (Tabel 2.1). Diare juga

harus dibedakan dengan inkontinensia fekal yang merupakan pelepasan isi rectum

tanpa disadari. Inkontinensia lebih sering terjadi kalau tinja berbentuk cair

daripada tinja padat dan mencerminkan fungsi anorektum atau otot pelvis yang

abnormal (Friedman, 1999).

Tabel 2.1 Obat-obat yang sering menimbulkan diare Obat-obat gastrointestinal

Obat-obat anti inflamasi nonsteroid

(24)

2.4.2. Etiologi Diare

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri,

parasit, virus), keracunan makanan, efek obat dan lain-lain. (Tabel 2.2). Menurut

World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, etiologi diare akut

dibagi atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit dan non-infeksi (Simadibrata,

2006).

Tabel 2.2 Etiologi Diare Akut

Infeksi 1). Enteral

Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia

enterocolytica, Campylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus, dll.

Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, Cytomegalovirus (CMV), Echovirus, HIV.

Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum,

Balantidium coli.

Cacing: A. Lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S.stercolaris,

Cestodiasis, dll.

Fungus: Kandida / Moniliasis

2). Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), penumonia. Traveller’s diarrhea:

E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.

Makanan :

Intoksikasi makanan : makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri / toksin seperti Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus,

Streptococcus anhaemolyticus dll.

Alergi : susu sapi, makanan tertentu.

Malabsorpsi / maldigesti : Karbohidrat (monosakarida dan disakarida), lemak, protein, vitamin dan mineral.

Imunodefisiensi : hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia, penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavycombination. Terapi obat : antibiotik, kemoterapi, antasida.

Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi.

Lain – lain : Sindrom Zolinger – Ellison, neuropati autonomik (neuropati diabetik), gangguan psikis.

(25)

2.4.3. Faktor Penyebab diare

Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar Kesehatan

Masyarakat modern yang meliputi semua aspek manusia dalam hubungannya

dengan lingkungan, yang terikat dalam bermacam–macam ekosistem. Lingkungan

hidup manusia sangat erat kaitannya antara host, agent dan enviroment untuk

timbulnya suatu masalah kesehatan seperti halnya dengan penyakit diare

(Hiswani, 2003).

Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau parasit. Diare dapat

juga disebabkan oleh malabsorpsi makanan, keracunan makanan, alergi ataupun

karena defisiensi (Harianto, 2004).

Bahaya utama diare adalah kematian yang disebabkan karena tubuh

banyak kehilangan air dan garam yang terlarut yang disebut dehidrasi. Kematian

lebih mudah terjadi pada anak yang bergizi buruk, karena gizi yang buruk

menyebabkan penderita tidak merasa lapar dan orang tuanya tidak segera

memberi makanan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang (Harianto,

2004).

Higiene dan sanitasi yang buruk mempermudah penularan diare baik

melalui makanan, air minum yang tercemar kuman penyebab diare maupun air

sungai. Faktor sosial budaya yang berupa pendidikan, pekerjaan dan kepercayaan

masyarakat membentuk perilaku positif maupun negatif terhadap berkembangnya

diare. Perilaku masyarakat yang negatif misalnya membuang tinja di kebun,

sawah atau sungai, minum air yang tidak dimasak dan melakukan pengobatan

sendiri dengan cara yang tidak tepat (Harianto, 2004).

Kepadatan penduduk dan sosial ekonomi yang rendah serta lingkungan

yang kurang mendukung sering menimbulkan wabah diare. Dehidrasi yang terjadi

pada penderita diare karena usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar

air dan zat-zat yang terlarut didalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya

(26)

2.4.4. Klasifikasi Diare

2.4.4.1. Berdasarkan Lama waktu diare

2.4.4.1.1. Diare Akut

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan

menurut World Gastroenterologi Organisation global guiedelines 2005, diare

akut didefenisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih

banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari (Simadibrata, 2006).

2.4.4.1.2. Diare Kronik

Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya

para pakar didunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik

pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi

di Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat

menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat (Simadibrata, 2006).

2.4.4.1.3. Diare Persisten

Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang

menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari

diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang

dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari) (Simadibrata, 2006).

2.4.4.2.Berdasarkan Mekanisme Patofisiologik

2.4.4.2.1. Diare Osmotik

Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa hal sebagai berikut, yang

dapat dipandang pula sebagai penyebab diare osmotik:

a. Keadaan intoleransi makanan

Situasi ini timbul bila seseorang makan berbagai jenis makanan dalam

jumlah besar sekaligus. Misalnya, seseorang yang baru makan durian lalu minum

eskrim dan makan roti yang banyak disertai bistik. Sekaligus beberapa makanan

tersebut masuk ke usus kecil dalam keadaan osmotik yang sangat tinggi dimana

(27)

keadaan osmotik yang sangat tinggi dimana campur aduknya berbagai jenis

makanan tidak menguntungkan untuk suatu proses pencernaan. Keadaan tersebut

diatas akan menimbulkan sekresi air yang berlebihan, sehingga menimbulkan

diare sementara, dikarenakan kondisi hipertonik akibat kandungan disakaridase

yang berlebihan (Daldiyono, 1997).

b. Waktu pengosongan lambung yang berlebihan

Dalam keadaan fisiologis, makanan yang masuk ke lambung selalu dalam

keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung dicampur dengan cairan lambung dan

diaduk menjadi bahan yang isotonis atau hipotonis. Hal ini diatur oleh

osmoreseptor yang ada pada duodenum yang mengatur proses pengosongan

lambung. Pada pasien yang sudah mengalami gastrektomi atau piroplasti atau

gastroenterostomi, maka makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus

halus akibatnya akan timbul sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini

mengakibatkan volume isi intestin yang bertambah dengan tiba-tiba sehingga

menimbulkan distensi usus. Yang kemudian mengakibatkan diare yang berat

disertai hipovolemi intravaskuler dan depresi. Jadi pada keadaan pengosongan

lambung yang cepat timbul distensi intestine, diare dan hipovolemi (Daldiyono,

1997).

c. Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal

Sebagai contoh keadaan ini adalah hal yang terjadi pada penyakit seliak

(gluten enterophaty). Akibat reaksi antigen antibodi terhadap protein gandum

(gluten), akan terdapaat kerusakan pada mukosa intestin sebagai akibat proses

absorbsi monosakarid dan oligosakarid yang terganggu yang akan menimbulkan

suasana hipertonik pada intestin lalu timbul diare (Daldiyono, 1997).

d. Defisiensi enzim

Suatu contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah

enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi

monosakarida glukose dan galaktose. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel

epitel intestin sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu lahir

(28)

Pada orang Eropa dan Amerika, produksi enzim lactase tetap bertahan

sampai pada usia tua, sedang pada orang Asia, Jahudi, Indian, produksi enzim

lactase cepat menurun. Hal ini dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia

tidak tahan susu. Sebaliknya orang Eropa sebang minum susu (Daldiyono, 1997).

e. Laksan osmotik

Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke

lumen. Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam inggris).

Beberapa karakteristik klinik diare osmotik:

1. Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena natrium diserap

secara aktif. Kadar natrium dalam darah cendrung tinggi, karena itu bila

didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus diperhatikan keadaan

hipernatremi tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %.

2. pH tinja menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh bakteri.

3. Diare akan berhenti bila pasien puasa. Efek berlebihan suatu laksan

(intoksikasi laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27 jam dan hanya diberi

cairan intravena (Daldiyono, 1997).

2.4.4.2.2. Diare Sekretorik

Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik, yaitu sekretorik pasif dan

diare sekretorik aktif. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik

dalam jaringan, hal ini terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal

ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem limfosik,

intestinal iskemia, bahkan pada proses peradangan (Daldiyono, 1997).

Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan (hambatan) aliran

(absorbsi) dari lumen ke plasma atau percepatan cairan air dari plasma atau

percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Seperti diketahui dinding usus selain

mengabsorbsi air juga dalam keadaan fisiologis terdapat keseimbangan dimana

aliran absorbsi selau lebih banyak dari pada aliran sekresi. Diare sekretorik bisa

juga disebabkan oleh pengaruh hormon seperti pada gastrinoma atau sindrom

Zollinger Ellison, pada Vipoma (vasoaktif intestinal peptide) dan pada penyakit

(29)

Karakteristik Klinik diare sekretorik

a. Diare jumlahnya sangat banyak, sehingga selalu menimbulkan gejala klinik

yang sangat jelas dengan dehidrasi sampai syok, asidosis dan lain-lain.

b. Kadar elektrolit pada tinja hampir sama dengan osmolaritas.

c. pH tinja normal.

d. Kehilangan natrium relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kehilangan

kalium.

e. Diare tetap berjalan sampai cairan tubuh habis (tidak dapat berhenti sendiri

dengan puasa), ini bedanya dengan diare osmotik (Daldiyono, 1997).

2.4.4.3.Menurut Penyebab

2.4.4.3.1. Diare Infeksiosa

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab terbesar (tersering) dari pada

diare. Dipandang dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi 2 golongan

yaitu: Non-invasif (yang tidak merusak mukosa) dan Invasif (yang merusak

mukosa) (Daldiyono, 1997).

Bakteri non invasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh

bakteri tersebut, yang juga disebut diare toksigenik. Sebagai prototip diare

toksigenik adalah pada kolera. Vibrio cholerae/Eltor memproduksi enterotoksin

berupa suatu protein dengan berat molekul 84.000 gr.mol. protein tersebut

mempunyai bagian (gugus) yang aktif yang dapat menempel pada epitel usus

15-30 menit sesudah diproduksi oleh vibrio. Atas pengaruh nikotinamid adenine

dinukleotide pada dinding sel usus, terbentuklah adenosine monofosfat siklik

(AMF siklik) yang makin lama makin banyak yang akibatnya terjadilah sekresi

aktif anion klorida yang diikuti oleh air, ion bikarbonat dan kation natrium dan

kalium. Namun demikian mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme

pompa kalium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diiringi oleh air,

ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan

pemberian larutan glukosa yang di absorbsi secara aktif oleh dinding sel usus.

(30)

2.4.4.3.2. Diare akibat Neoplasma

Banyak proses neoplasma yang ada pada mukosa maupun neoplasma

diluar gastrointestinal yang menyebabkan diare. Beberapa jenis neoplasma

tersebut antara lain adalah gastrinoma yang tumornya biasanya ada pada pankreas,

menimbulkan sindrom Zollinger-Ellison dan hipergastrinoma pada penyakit

Menitriere. Kedua penyakit tersebut menyebabkan sekresi HCl dan air secara

sangat berlebihan sehingga menimbulkan diare (Daldiyono, 1997).

Karsinoma tiroid meduler mensekresi prostaglandin E yang merangsang

sekresi air melalui peninggian AMF siklik. Adenoma visola pada kolon

mensekresi mucus dan air yang bisa banyak sekali menimbulkan dehidrasi,

hipoalbuminemi, hipokalemia. Vasoaktif peptic intestinal (VIPoma) menyebabkan

diare hebat dengan akibat dehidrasi hipokalemia, hipokloremia. Proses neoplasma

biasanya ada di pankreas sehingga sering disebut sebagai kolera pankreatik.

Mekanisme diare karena VPI tersebut meninggikan kadar AMF siklik yang

merangsang sekresi klorida dan air sekaligus menutup (memblokir) proses

absorbsi natrium dan air. Ini bedanya dengan pada kolera dimana enterotoksin

kolera hanya merangsang sekresi klorida dan air tanpa mengganggu proses

absorbsi natrium dan air (Daldiyono, 1997).

2.4.5. Patofisiologi Diare

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut :

1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik

2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik

3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak

4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal

6. Gangguan permeabilitas usus

7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik

8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi (Simadibrata, 2006).

Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik

(31)

hiperosmotik, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus seperti

pada defisiensi disararidase, malabsorpsi glukosa atau galaktosa (Simadibrata,

2006).

Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya sekresi air dan

elektrolit dari usus dan menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu

secara klinis ditemukan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap

berlangsung walaupun dilakukan puasa makan dan minum. Penyebab dari diare

tipe ini antara lain kerena efek dari enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau

Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum

(gangguan absorbsi garam empedu), dan efek obat laktasif (dioctyl sodium

sulfosuksinat dll) (Simadibrata, 2006).

Malabsorbsi asam empedu dan malabsorpsi lemak: diare tipe ini

didapatkan pada gangguan pembentukan micelle empedu dan penyakit – penyakit

saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).

Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit : diare

tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+ K+ ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006).

Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan

hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi

yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes

mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006).

Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus

yang abnormal akibat adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada

usus halus (Simadibrata, 2006).

Inflamasi dinding usus: diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan

mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang

berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen serta gangguan

absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi

(disenteri Shigella) dan noninfeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn)

(32)

Diare infeksi disebabkan infeksi oleh bakteri dan merupakan penyebab

tersering diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif

(tidak merusak mukosa) dan invasif ( merusak mukosa). Bakteri non invasive

menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang

disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik yaitu kolera (Eltor).

Enterotoksin yang dihasilkan kuman vibrio cholare/eltor merupaka protein yang

dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosine monofosfat

siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida

yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme

absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena

itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat

dikompensasi oleh meningg inya absorbsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium

dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian

larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus (Simadibrata,

2006).

2.4.6. Diagnosis Diare

Demi kepentingan pelayanan sehari-hari diagnosis kerja berdasarkan

gejala klinik seharusnya sudah memadai, dan sudah cukup untuk kepentingan

terapi. Hal ini sudah disebutkan dimuka bahwa diare karena infeksi dan karena

intoleransi makanan mencakup sebagian besar kasus diare. Namun demikian

diagnosis pasti/tetap perlu di upayakan, demi kepentingan penelitian, pendidikan

dan upaya pencegahan pada masyarakat. Langkah diagnosis sebagai berikut :

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium mencakup tinja, darah,

kultur tinja, serologi, juga dilakukan foto dan endoskopi (Daldiyono, 1997).

2.4.6.1.Anamnesis

Anamnesis pada penderita diare harus cermat dengan tujuan untuk

mengusahakan data yang mengarah pada penggolongan berdasarkan patofisiologi

maupun untuk mencari data penggolongan berdasarkan etiologi, serta derajat berat

ringannya penyakit secara rinci (Daldiyono, 1997).. Anamnesis yang perlu

(33)

a. Umur

Umur pederita perlu diketahui untuk semua keadaan. Pada masalah diare

pasien geriatrik biasanya akibat tumor, divertikulitis, laksan berlebihan. Pada

pasien muda biasanya infeksi, sindrom kolon iritatif (iritabel), investasi parasit,

intoleransi laktase, dan di Eropa suatu penyakit seliak (Daldiyono, 1997).

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin tidak banyak bersangkutan dengan diare (Daldiyono, 1997).

c. Frekuensi Diare

Frekuensi diare sangat penting untuk diketahui. Frekuensi diare harus

dipertanyakan setiap hari dari awal penyakit sampai pasien datang kedokter.

Misalnya hari pertama beberapa kali, hari kedua dan seterusnya. Perlu diketahui

apakah frekuensi diare tersebut yang misalnya 4-5 kali sehari terbagi rata dalam

sehari atau hanya pagi hari saja misalnya. Frekuensi diare oleh infeksi bakteri

biasanya dari hari kehari makin sering, berbeda dengan diare akibat minum laksan

misalnya, atau akibat salah makan (Daldiyono, 1997).

d. Lamanya diare

Diare akut biasanya berlangsung cepat sedang kronik misalnya pada colitis

ulserosa, sindrom kolon iritabel, intoleransi laktase, malabsorbsi biasanya

berlangsung lama (Daldiyono, 1997).

e. Perjalanan penyakit

Diare akut biasanya cepat sembuh sedangkan beberapa penyakit misalnya

sindrom iritabel, hipertiroid, kolitis ulserasi mengalami perode remisi dan

eksaserbasi (Daldiyono, 1997).

f. Informasi tentang tinja

Informasi tentang tinja justru yang terpenting. Dengan mengetahui secara

tepat seluk beluk tinja yang dikeluarkan dapat memimpin fikiran untuk menuju

diagnosis. Idealnya dokter melihat dan membau tinja penderita, tapi ini sering

sukar, bahkan pasien sendiri banyak yang segan melihat tinjanya sendiri. Sebelum

(34)

dewasa dan bulat lonjong dengan diameter 2-4 cm. tinja berikut keluar sekaligus

secara berurutan tanpa mengejam, dengan berat sekitar 75-200 gr. Kandungan

tinja adalah bakteri, sisa makanan, air 70 %, sel-sel yang lepas, serat dan sisa

makanan lainnya. Bau tinja normal spesifik, akibat sterkobilin, indol dan skatol

serta gas lain yang banyak sekali (Daldiyono, 1997).

2.4.6.2.Pemeriksaan Fisik

Kelainan – kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat

berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare.

Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan

darah dan nadi, temperatur tubuh dan toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang

seksama merupakan hal yang penting. Kualitas bunyi usus dan ada atau tidaknya

distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan petunjuk penting bagi penentuan

etiologi (Simadibrata, 2006).

2.4.6.3.Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan tinja selalu penting. Adanya parasit atau jamur hanya dapat

didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan kultur tinja haruslah

tertuju terhadap bakteri tertentu. Pemeriksaan serologi atau pemeriksaan

laboratorium lain banyak diperlukan bagi diare kronik atau berulang (Daldiyono,

1997). Pada pasien diare perlu dianalisis tinjanya sebagai berikut :

a. Volume

Frekuensi defekasi yang sering dengan tinja yang sedikit, berarti iritasi

kolon bagian distal atau rektum misalnya pada disentri, colitis ulserosa, tumor

rektum dan sigmoid dan pada sindrom usus irritable. Diare dengan tinja yang

banyak berarti berasal dari intestine misalnya pada kolera, atau diare bentuk

kolera (cholererform diarrhea), enteritis bacterial atau akibat laksan. Tinja pada

sindrom malabsorbsi biasanya banyak sekali seperti adonan roti pucat, lengket

dengan bau yang menyengat dan terapung pada air. Sedang pada keadaan lain

(35)

semisolid bisa normal dan tinja cair yang keluar sesudah tinja padat juga bisa

normal (Daldiyono, 1997).

b. Warna

Warna tinja normal tergantung makanan yang dikonsumsi. Sesudah

banyak makan pisang atau minum susu tinja berwarna kuning, bila banyak makan

daging, warna tinja coklat, sayuran hijau membuat tinja berwarna hijau, sedang

pepaya, wortel, tomat membuat warna tinja kemerahan, sedang bila ada

peradangan saluran cerna tinja berwarna hitam (Daldiyono, 1997).

c. Bau

Bau tinja perlu diketahui, bau yang menyengat busuk terdapat karsinoma

kolon, sedang pada kolera baunya anyir (seperti sperma), bau sekali (menyengat)

pada malabsorbsi (Daldiyono, 1997).

d. Sisa Makanan

Sisa sayuran pada tinja bisa normal, bila sisa makanan jelas terlihat hal ini

bisa terjadi pada sindrom usus atau fistula (Daldiyono, 1997).

e. Lendir dan Nanah

Tinja berlendir biasa terjadi pada sindrom usus iritabel, karena itu disebut

colitis mukoid. Lender (mucus) bersama dengan nanah bisa terjadi pada colitis

ulserosa dan disentri. Bedanya lendir dan nanah adalah lendir terlihat bening

transparan sedang nanah berwarna kuning keruh (Daldiyono, 1997).

f. Darah

Darah pada tinja terjadi pada disentri, infeksi kampilobakter, tumor dan

colitis ulserasi, hemoroid. Adanya darah pada tinja yang cair menunjukkan situasi

yang harus diperhatikan dengan seksama oleh dokter (Daldiyono, 1997).

2.4.6.4.Foto Sinar-X (Rontgen)

Foto Sinar-X (Rontgen) tidak perlu dilakukan pada diare akut. Terhadap

kasus diare akut peranan roentgen sudah digantikan oleh endoskopi. Lain halnya

pada diare kronik dimana pemeriksaan Sinar-X (Rontgen) memegang peranan

(36)

Gambar 2.1. Algoritma untuk evaluasi pasien dengan diare akut

(Sumber : Simadibrata, 2006)

Penyakit lain

Fecal occult blood test

(37)

2.4.7. Penatalaksanaan diare

2.4.7.1.Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang

adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan

rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak

dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena

yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g

Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g Kalium klorida, dan 20 g

gluko sa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam

paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan

secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan

menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok

makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk

mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak

mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan

normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan

suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus

dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan

urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan

rehidrasi oral sesegera mungkin (Zein, 2004).

Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang

keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai

cara :

a. BD plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 x Berat badan (Kg) x 4 ml

0,001

b. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x KgBB

Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x KgBB

(38)

c. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor

(Tabel 2.3 )

Tabel 2.3. Skor penilaian klinis dehidrasi menurut Daldiyono

Klinis Skor

Rasa haus / muntah

Tekanan darah sistolik 60 – 90 mmHg Tekanan darah sistolik < 60 mmHg Frekuensi nadi >120x/menit

Kesadaran apatis

Kesadaran somnolen, sopor atau koma Frekuensi nafas >30x/menit (Sumber : Simadibrata, 2006)

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x KgBB x 1 liter

15

2.4.7.2.Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang di indikasikan pada diare akut

infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa

pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan

gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,

mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan

jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.

Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (Tabel 2.4), tetapi terapi

antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Zein,

(39)

Tabel 2.4. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri

Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua

Campylobacter,

Eritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr

Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg oral 4x sehari, 3 hari

Eritromisin 250 mg oral 4x sehari 3 hari

Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari

Clostridium difficile Metronidazole 250-500 mg

4x sehari, 7-14 hari, oral atau IV

Vancomycin, 125 mg oral 4x sehari

7-14 hari

(Sumber : Umar Zein, 2004)

2.4.8. Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan

cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat.

Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan

asidosis metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,

sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat

timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi

organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak

(40)

2.4.9. Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,

dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya

sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan

penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia

(Zein, 2004).

2.4.10.Pencegahan

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya

dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering

mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah

makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan

ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan

penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang

digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk

memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan

air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus

dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau

(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah :

3.2. Defenisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini mencakup:

a. Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair

lebih dari 3 kali per hari, dapat atau tanpa disertai lendir dan darah.

b. Pengetahuan adalah hasil dari tahu mengenai diare. Pengetahuan didapat

setelah responden mendengar hal-hal yang berhubungan dengan diare.

c. Sikap adalah reaksi atau respon tertutup masyarakat/responden terhadap diare.

d. Tindakan adalah perwujudan yang nyata dari sikap masyarakat/responden

terhadap diare. Hal ini dilihat dari bagaimana tindakan masyarakat terhadap

diare dan penanganan saat terkena diare serta pencegahannya.

Cara Ukur : Angket

Alat Ukur : kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 30 pertanyaan, yang

masing-masing terdiri dari : 10 pertanyaan untuk pengetahuan, 10 pertanyaan

untuk sikap dan 10 pertanyaan untuk tindakan. Jika responden menjawab dengan

benar nilainya 1, dan jika salah nilainya 0. maka nilai tertinggi adalah 10. Pengetahuan

Sikap

(42)

Kategori : Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan dikategorikan dalam 3

tingkatan, yaitu:

Penilaian ( masing-masing dalam 10 pertanyaan) :

1. Pengetahuan

a. Baik, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian atau

seluruhnya (skor jawaban responden >75%), berarti responden menjawab

8-10 pertanyaan dengan benar.

b. Sedang, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian

(skor jawaban responden 40-75%), berarti responden menjawab 4-7

pertanyaan dengan benar.

c. Kurang, responden menjawab pertanyaan sebagian kecil (skor jawaban

responden <40%), berarti responden menjawab kurang dari 3 pertanyaan

dengan benar.

2. Sikap

a. Baik, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian atau

seluruhnya (skor jawaban responden >75%), berarti responden menjawab

8-10 pertanyaan dengan benar.

b. Sedang, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian

(skor jawaban responden 40-75%), berarti responden menjawab 4-7

pertanyaan dengan benar.

c. Kurang, responden menjawab pertanyaan sebagian kecil (skor jawaban

responden <40%), berarti responden menjawab kurang dari 3 pertanyaan

dengan benar.

3. Tindakan

a. Baik, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian atau

seluruhnya (skor jawaban responden >75%), berarti responden menjawab

(43)

b. Sedang, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian

(skor jawaban responden 40-75%), berarti responden menjawab 4-7

pertanyaan dengan benar.

c. Kurang, responden menjawab pertanyaan sebagian kecil (skor jawaban

responden <40%), berarti responden menjawab kurang dari 3 pertanyaan

dengan benar.

(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yakni menggambarkan pengetahuan,

sikap dan tindakan mengenai diare pada masyarakat yang berkunjung ke

Puskesmas Teladan Medan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Teladan Medan dan penelitian ini

dilakukan selama bulan Juni-November 2010.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pengunjung Puskesmas Teladan

Medan.

4.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling.

Adapun kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

a. Pengunjung Puskesmas Teladan Medan yang berusia lebih dari 20 tahun.

b. Pengunjung Puskesmas Teladan Medan yang pernah mengalami diare.

c. Pengunjung Puskesmas Teladan Medan yang bersedia diikutsertakan dalam

penelitian ini.

Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan adalah subjek tidak bersedia

(45)

4.3.3. Besar Sampel

Besarnya sampel ditentukan dari rumus :

Zα² PQ (1,96)² . 0,50 . (1-0.50)

n =  n = n= 96,04 d2 (0,10)²

Keterangan :

n = Besar sampel

Zα² = deviasi baku alpha (1,96)

P = proporsi kategori (0,50)

Q = 1-P

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (0,10)

Jadi, jumlah sampel di genapka n menjadi 100 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti terlebih dahulu memperoleh

izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

dan kemudian surat izin yang diperoleh akan diberikan kepada Dinas Kesehatan

Kota Medan agar memberi izin untuk melakukan penelitian di Puskesmas Teladan

Medan sebagai populasi penelitian. Kemudian peneliti menentukan calon

responden sesuai dengan kriteria.

Setelah mendapatkan reponden, peneliti menjelaskan pada responden

tentang tujuan penelitian kemudian meminta persetujuan responden secara lisan

dan tulisan. Selanjutnya responden diminta mengisi kuesioner yang diberikan oleh

peneliti. Kuesioner yang diberikan telah lebih dahulu dilakukan uji validitas untuk

mengetahui apakah kuesioner yang digunakan menggambarkan tujuan dari

(46)

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan

program SPSS. Hasil dari uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4.1

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan dan Sikap

Variabel Nomor

Pertanyaan

Total

Person Correlation

Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0.857 Valid 0.943 Reliabel

2 0.857 Valid Reliabel

3 0.692 Valid Reliabel

4 0.692 Valid Reliabel

5 0.857 Valid Reliabel

6 0.857 Valid Reliabel

7 0.872 Valid Reliabel

8 0.872 Valid Reliabel

9 0.857 Valid Reliabel

10 0.872 Valid Reliabel

Sikap 1 0.803 Valid 0.920 Reliabel

2 0.650 Valid Reliabel

3 0.685 Valid Reliabel

4 0.637 Valid Reliabel

5 0.867 Valid Reliabel

6 0.733 Valid Reliabel

7 0.703 Valid Reliabel

8 0.853 Valid Reliabel

9 0.867 Valid Reliabel

(47)

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa

tahap, yaitu tahap pertama editing, dengan mengecek nama dan kelengkapan

identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah di

isi sesuai petunjuk, tahap kedua cooding yaitu memberi kode atau angka tertentu

pada kuesioner untuk mempermudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan

analisa data, tahap ketiga entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam

program komputer dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and

Service Solution), tahap keempat melakukan cleaning yaitu mengecek kembali

data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Untuk

mendeskripsikan data demografi, perilaku masyarakat mengenai penyakit diare

dilakukan perhitungan frekuensi dan presentase. Hasil penelitian akan di

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian diambil di Puskesmas Teladan Medan. Puskesmas ini

merupakan salah satu puskesmas dari 39 puskesmas yang terdapat di Medan.

Puskesmas Teladan Medan ini berada di Kecamatan Medan Kota.

Menurut letak dan geografisnya, kecamatan Medan Kota luasnya 7,78

km2 yang terdiri dari 12 kelurahan. Terletak 30 meter di atas permukaan laut,

dengan posisi 20°-30° Lintang Utara dan 98°- 44° Bujur Timur. Adapun

batas-batas kecamatan ini, yaitu :

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

dan kependudukannya berdasarkan data statistik pada Kecamatan Medan Kota

adalah sebesar 82.783 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 40.717

jiwa dan perempuan sebesar 42.066 jiwa.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Karakteristik responden dapat dilihat dengan menggunakan kuesioner

melalui wawancara yang meliputi jenis kelamin, kelompok umur responden,

tingkat pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Sebaran disribusi hal-hal tersebut

(49)

Tabel 5.1

Distribusi Responden Menurut Karakteristik Responden di Puskesmas Teladan Medan

Karakteristik Responden n (orang) % (persen)

Jenis Kelamin Laki-laki 49 49

Perempuan 51 51

Umur 20 – 30 tahun 48 48

31 – 40 tahun 23 23

>40 tahun 29 29

Pendidikan Terakhir SD 3 3

SMP 11 11

SMA 62 62

Diploma 5 5

Sarjana 19 19

Pekerjaan IRT 24 24

Wiraswasta 28 28

Pegawai 16 16

Mahasiswa 15 15

Supir 4 4

Tukang Becak 6 6

Tidak Bekerja 7 7

Dari tabel 5.1 di atas, dapat lihat dari karakteristik responden menurut

jenis kelamin, tampak bahwa responden yang paling banyak adalah responden

yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 51 orang (51%), sedangkan

responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 49 orang (49%). Dari

karakteristik responden menurut kelompok umur, tampak bahwa kelompok umur

(50)

kelompok umur 31 – 40 tahun yaitu sebanyak 23 orang (23 %). Dari karakteristik

responden menurut pendidikan terakhir, tampak bahwa sebagian besar tingkat

pendidikan terakhir responden adalah SMA yaitu sebanyak 62 orang (62 %),

sedangkan yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SD hanya ada 3 orang (3

%). Dari karakteristik responden menurut pekerjaan, tampak bahwa sebagian

besar responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 28 orang (28 %),

sedangkan responden yang bekerja sebagai supir yaitu 4 orang (4 %).

5.1.3 Deskripsi Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan responden tentang diare dinilai dari

jawaban-jawaban yang diberi oleh responden terhadap 10 pertanyaan tentang pengetahuan

diare yang terdapat dalam kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Diare di Puskesmas Teladan Medan

No Pertanyaan Benar Salah Jumlah

n % n % n %

1. Diare adalah buang air besar

berbentuk cair yang terjadi lebih dari

3 kali perhari.

55 55 45 45 100 100

2. Diare dapat disebabkan oleh bakteri, virus, keracunan makanan.

93 93 7 7 100 100

3. Pada buang air besar yang berbentuk cair yang disertai dengan lendir dan

darah juga disebut diare.

(51)

4. Proses terjadinya diare karena meningkatnya tekanan osmotik di

dalam lumen dari usus.

74 74 26 26 100 100

5. Diare bisa terjadi karena makan-makanan yang berbagai jenis

sekaligus (intoleransi makanan)

61 61 39 39 100 100

6. Pencegahan diare dengan makan makanan yang bersih

95 95 5 5 100 100

7. Akibat dan bahaya diare jika tidak segera diatasi adalah dapat

menyebabkan kematian karena

kekurangan cairan.

71 71 29 29 100 100

8. Faktor resiko terekena diare adalah

lingkungan yang kotor dan banyak

sampah.

79 79 21 21 100 100

9. Pengganti oralit dengan setengah sendok teh garam, setengah sendok

teh baking soda, 2-4 sendok makan

gula, perliter air.

23 23 77 77 100 100

10. Diare bisa terjadi karena makan

obat-obat tertentu.

61 61 39 39 100 100

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah responden yang benar

dalam menjawab defenisi diare (pertanyaan nomor 1) ada 55 orang (55 %),

penyebab diare (pertanyaan nomor 2) ada 93 orang (93 %), bentuk lain

diare/disentri (pertanyaan nomor 3) ada 72 orang (72 %), proses terjadinya diare

(pertanyaan nomor 4) ada 74 orang (74%), penyebab lain diare (pertanyaan nomor

5) ada 61 orang (61 %), pencegahan diare (pertanyaan nomor 6) ada 95 orang (95

%), akibat diare (pertanyaan nomor 7) ada 71 orang (71 %), faktor resiko diare

(52)

ada 23 orang (23 %), dan diare karena obat (pertanyaan nomor 10) ada 61 orang

(61 %).

Berdasarkan jawaban responden tersebut, maka tingkat pengetahuan

responden digolongkan baik, sedang, dan kurang. Sebaran distribusi tingkat

pengetahuan tersebut dapat dilihat berupa frekuensi dan presentase dalam tabel

berikut :

Tabel 5.3

Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden di Puskesmas Teladan Medan

Tingkat Pengetahuan n (orang) % (persen)

Baik 37 37

Sedang 62 62

Kurang 1 1

Total 100 100

Dari tabel 5.3 tampak bahwa mayoritas responden memiliki tingkat

pengetahuan sedang yaitu sebanyak 62 orang (62 %), sedangkan yang memiliki

pengetahuan baik ada 37 orang (37 %), dan yang berpengetahuan kurang ada 1

orang (1 %).

Tingkat pengetahuan responden juga dideskripsikan berdasarkan

karakteristik responden yaitu jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan terakhir

dan pekerjaan. Sebaran distribusinya berupa frekuensi dapat dilihat dalam

(53)

Tabel 5.4

Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Karakteristik Responden di Puskesmas Teladan Medan

Karakteristik Responden Tingkat Pengetahuan TOTAL

Gambar

Tabel 2.1 Obat-obat yang sering menimbulkan diare
Gambar 2.1.  Algoritma untuk evaluasi pasien dengan diare akut
Tabel 2.3. Skor penilaian klinis dehidrasi menurut Daldiyono
Tabel 2.4. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang didapatkan hasil bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan baik sebesar 71,9% serta yang melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan diare dengan

responden tentang kanker leher rahim dan sikap ibu terhadap pemeriksaan papsmear, yang paling banyak dijumpai pada responden dengan tingkat pengetahuan sedang memiliki

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan berupa penyuluhan terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku responden mengenai diare

Responden positif filariasis memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih rendah serta memiliki sikap dan tindakan tidak sejalan terhadap upaya

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan tingkat pengetahuan keluarga pasien terhadap donor darah adalah sedang, sikap dan tindakan adalah baik.. Pihak RSUP H.Adam Malik

Jika dilihat dari pekerjaan, pekerjaan yang mendapatkan kategori sikap baik adalah responden yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta yaitu sebanyak 9 responden

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan baik terhadap kejadian diare pada anak di Puskesmas Bahu Manado

Hasil uji statistik dengan Chi-Square antara tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan Ibu dengan kejadian diare pada Balita di Puskesmas Cempaka Putih Kota