PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP DIARE DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN
Oleh:
WIKA ERZARINA HASIBUAN 070100011
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP DIARE DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN
“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran ”
Oleh:
WIKA ERZARINA HASIBUAN 070100011
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Judul : PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP DIARE DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN
Nama : Wika Erzarina Hasibuan NIM : 070100011
Pembimbing Penguji I
(dr. Soegiarto Gani, SpPD) (dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes NIP. 19710322-200501-1-004 NIP. 19690609-199903-2-001
)
Penguji II
(dr. T Ibnu Alferraly, Sp.PA NIP. 19620212-198911-1-001
)
Medan, 15 Desember 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH NIP. 19540220-198011-1-001
)
Diare merupakan salah satu keluhan tersering pada orang dewasa dan merupakan permasalahan yang umum di seluruh dunia, dengan insiden yang tinggi. Diare juga merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berkunjung di Puskesmas Teladan Medan, dan sample dari penelitian berjumlah 100 orang yang diambil dengan menggunakan teknik simple
random sampling. Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner oleh responden,
kemudian data diolah dengan menggunakan program statistik dan tiap variable dideskripsikan dalam bentuk frekuensi dan presentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Teladan Medan memiliki pengetahuan baik 37 orang (37%), pengetahuan sedang 62 orang (62%) dan pengetahuan kurang 1 orang (1%). Memiliki sikap baik 50 orang (50%) dan sikap sedang 50 orang (50%). Tindakan baik 48 orang (48%), tindakan sedang 50 orang (50%) dan tindakan kurang 2 orang (2%).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, tingkat sikap baik dan sedang, serta memiliki tindakan sedang terhadap diare. Disarankan kepada petugas kesehatan yang ada di puskesmas untuk terus melakukan sosialisasi pada masyarakat untuk meningkatkan perilaku sehat agar angka kejadian diare semakin berkurang.
ABSTRACT
Diarrhea is one of the most common complaints in adults and is a common problem worldwide, with a high incidence. Diarrhea is also one environment-based disease is still the biggest health problems in Indonesia, due to very poor basic sanitary conditions, physical environment and lack of community attitudes to living clean and healthy.
This study is descriptive. Population in this research is that people who visit the community health center Teladan Medan, and samples from the study amounted to 100 people who were taken by using simple random sampling techniques. Data were collected through questionnaires by the respondents, then the data is processed by using a statistical program and each variable is described in the form of frequency and percentage.
The results showed that people who visited the health center Teladan Medan has a good knowledge 37 people (37%), medium knowledge is 62 people (62%) and knowledge of less than 1 person (1%). Having a good attitude 50 people (50%) and medium attitude were 50 people (50%). Good action 48 people (48%), medium action is 50 people (50%) and measures less than 2 persons (2%). Based on the results of this study concluded that the respondents had medium level of knowledge, good attitudes and medium level, and have the action was against diarrhea. It is suggested that health workers in community health centers to continue to socialize in the to increase healthy behaviors the incidence
of diarrhea decreased.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan pemilik alam semesta
dan ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya. Berkat rahmat dan karunia-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah ini.
Laporan hasil penelitian dengan judul “Perilaku Masyarakat Terhadap Diare
di Puskesmas Teladan Medan” ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas
akhir untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran pada program Pendidikan
Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Rasa kasih dan sayang disampaikan kepada ayahanda tercinta Zulfikar
Hasibuan, S.Pd, dan Ibunda tercinta Erlina Dewi atas curahan kasih sayang, doa,
bantuan dan dukungan yang tidak akan pernah terbalas. Serta adik-adik tersayang
M. Abdillah Zain Hasibuan, M. Alfi Syahrin Hasibuan, M. Hasby Alfath
Hasibuan yang selalu menghibur dan memberi semangat penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak
dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan, arahan serta dorongan moril
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang tulus terutama kepada :
1. Bapak Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD.KGEH selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Soegiarto Gani, SpPD selaku dosen pembimbing selama
pembuatan proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih atas segala
bimbingan, ilmu, dan waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis.
3. Ibu dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes dan Bapak dr. T Ibnu Alferraly,
Sp.PA selaku dosen penguji pada seminar hasil.
4. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara untuk semua jasa-jasanya dalam memberikan bantuan selama
perkuliahan.
5. Ibu dr. Refrini selaku Kepala Puskesmas Teladan yang telah memberikan
6. Para sahabat dan teman penulis, Ibah, Dara, Nanda, Pelangi, Arni, Putri,
Anggi, Noi, Eni, Amel, Ayu, Magda terima kasih banyak atas bantuan dan
semangatnya dan juga semua teman-teman seangkatan FK USU ’07.
7. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, penulis banyak mengucapkan terima kasih atas dukungan,
kerjasama dan doanya.
Penulis menyadari pada penelitian ini terdapat banyak kekurangan dan
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menjadi lebih
baik untuk ke depannya kelak. Akhir kata, semoga Allah SWT sentiasa
melimpahkan karunianya kepada kita semua dan semoga karya tulis Ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak demi perkembangan dan kemajuan Civitas
Akademika.
Medan, November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
2.4.4.2. Berdasarkan Mekanisme Patofisiologik... 11
2.4.4.2.1. Diare Osmotik... 11
2.4.4.3. Menurut Penyebab... 14
2.4.7.1. Penggantian Cairan dan Elektrolit... 22
2.4.7.2. Antibiotik... 23
2.4.8. Komplikasi Diare... 24
2.4.9. Prognosis... 25
2.4.10. Pencegahan... 25
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…. 26
3.1. Kerangka Konsep Penelitian………... 26
5.1.1. Deskripsi lokasi Penelitian... 33
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 33
5.1.3. Deskripsi Tingkat Pengetahuan... 35
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 57
6.1. Kesimpulan... 57
6.2. Saran... 58
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Obat-obat yang sering menimbulkan diare……… 8
Tabel 2.2 Etiologi Diare Akut ... 9
Tabel 2.3. Skor penilaian klinis dehidrasi menurut Daldiyono... 23
Tabel 2.4 Antibiotik Empiris untuk Diare Infeksi bakteri... 24
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan dan Sikap... 31
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik Responden di Puskesmas Teladan Medan... 34
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Diare di Puskesmas Teladan Medan... 35
Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden di Puskesmas Teladan Medan ……... 35
Tabel 5.4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Karakteristik di Puskesmas Teladan Medan... 38
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Diare di Puskesmas Teladan Medan…... 40
Tabel 5.6 Distribusi Tingkat Sikap Responden di Puskesmas Teladan Medan ... 41
Tabel 5.7 Distribusi Tingkat Sikap Responden Menurut Karakteristik Responden di Puskesmas Teladan Medan... 42
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Terhadap Diare di Puskesmas Teladan Medan ... 44
Tabel 5.9 Distribusi Tingkat Tindakan Responden di Puskesmas Teladan Medan ………... 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 Inform consent
Lampiran 4 Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 5 Master Data Penelitian
Lampiran 6 Output SPSS
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian
Diare merupakan salah satu keluhan tersering pada orang dewasa dan merupakan permasalahan yang umum di seluruh dunia, dengan insiden yang tinggi. Diare juga merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berkunjung di Puskesmas Teladan Medan, dan sample dari penelitian berjumlah 100 orang yang diambil dengan menggunakan teknik simple
random sampling. Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner oleh responden,
kemudian data diolah dengan menggunakan program statistik dan tiap variable dideskripsikan dalam bentuk frekuensi dan presentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Teladan Medan memiliki pengetahuan baik 37 orang (37%), pengetahuan sedang 62 orang (62%) dan pengetahuan kurang 1 orang (1%). Memiliki sikap baik 50 orang (50%) dan sikap sedang 50 orang (50%). Tindakan baik 48 orang (48%), tindakan sedang 50 orang (50%) dan tindakan kurang 2 orang (2%).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, tingkat sikap baik dan sedang, serta memiliki tindakan sedang terhadap diare. Disarankan kepada petugas kesehatan yang ada di puskesmas untuk terus melakukan sosialisasi pada masyarakat untuk meningkatkan perilaku sehat agar angka kejadian diare semakin berkurang.
ABSTRACT
Diarrhea is one of the most common complaints in adults and is a common problem worldwide, with a high incidence. Diarrhea is also one environment-based disease is still the biggest health problems in Indonesia, due to very poor basic sanitary conditions, physical environment and lack of community attitudes to living clean and healthy.
This study is descriptive. Population in this research is that people who visit the community health center Teladan Medan, and samples from the study amounted to 100 people who were taken by using simple random sampling techniques. Data were collected through questionnaires by the respondents, then the data is processed by using a statistical program and each variable is described in the form of frequency and percentage.
The results showed that people who visited the health center Teladan Medan has a good knowledge 37 people (37%), medium knowledge is 62 people (62%) and knowledge of less than 1 person (1%). Having a good attitude 50 people (50%) and medium attitude were 50 people (50%). Good action 48 people (48%), medium action is 50 people (50%) and measures less than 2 persons (2%). Based on the results of this study concluded that the respondents had medium level of knowledge, good attitudes and medium level, and have the action was against diarrhea. It is suggested that health workers in community health centers to continue to socialize in the to increase healthy behaviors the incidence
of diarrhea decreased.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan sesuai dengan sistem Kesehatan Nasional
adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud
derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum
(Depkes RI, 1999).
Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan terbesar di
Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan
fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat
(Hiswani , 2003).
Penyebab utama kematian pada diare adalah dehidrasi yaitu sebagai akibat
hilangnya cairan dan garam elektrolit pada tinja diare (Depkes RI, 1998).
Diare merupakan permasalahan yang umum di seluruh dunia, dengan
insiden yang tinggi baik di negara industri maupun di negara berkembang.
Biasanya ringan dan sembuh sendiri, tetapi diantaranya ada yang berkembang
menjadi penyakit yang mengancam nyawa (Friedman, 2005).
Diare merupakan salah satu keluhan tersering pada orang dewasa, dan
diperkirakan setiap tahunnya orang dewasa yang mengalami diare akut atau
gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan
8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di
rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena
diare atau gastroenteritis. Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan
dengan kejadian diare pada anak-anak atau pada lanjut usia, dimana kesehatan
pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang-berat (Simadibrata,
2006). Di seluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk mengalami satu atau lebih
episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta orang mengalami episode diare akut
pertahun. Statistik populasi untuk kejadian diare kronis belum pasti, kemungkinan
cukup tinggi. Di USA prevalensinya berkisar antara 2 - 7%. Sedangkan di negara
Barat, frekuensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia tua, termasuk pasien
dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh lebih tinggi yaitu 7
-14% (Wiryani, 2007)
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia 2003, penyakit diare menempati
urutan kelima dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit dan
menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit. Berdasarkan
data tahun 2003 terlihat bahwa frekuensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit diare
sebanyak 92 kasus dengan 3865 orang penderita, 113 orang meninggal, dan Case
Fatality Rate (CFR) 2,92% (Depkes RI 2005).
Dan data hasil survei awal peneliti ke Dinas Kesehatan Kota Medan,
jumlah penderita diare pada Januari hingga Desember 2009 di seluruh puskesmas
yang ada di Kota Medan adalah 36.448 orang. Dan di puskesmas Teladan Medan,
angka kejadian diare tahun 2008 sebanyak 110 orang, tahun 2009 sebanyak 851
orang, dan dari tahun 2009 sampai Maret 2010 tercatat 4 kasus yang meninggal
karena diare.
Fakta ini seolah mengatakan bahwa kesadaran penduduk Indonesia akan
kesehatan teramat minim. Dan bukan tidak mungkin bahwa kesadaran yang
minim tersebut disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang kurang tentang diare,
serta penanganan dan pencegahannya. Oleh sebab itu, maka peneliti merasa perlu
untuk meneliti bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terhadap
diare.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ingin digali peneliti dalam penelitian ini adalah:
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya perilaku masyarakat
terhadap diare.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat di Puskesmas Teladan
Medan tentang diare.
2. Mengetahui bagaimana sikap masyarakat di Puskesmas Teladan
Medan terhadap diare.
3. Mengetahui bagaimana tindakan masyarakat di Puskesmas Teladan
Medan mengenai diare.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi Pemerintah untuk merumuskan suatu langkah strategis yang dapat
dilakukan dalam menurunkan angka kejadian diare dan angka kematian
akibat penyakit ini.
2. Bagi tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan penyuluhan kepada
masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan untuk menurunkan angka
kejadian diare.
3. Bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai bahan penambah pengetahuan
jika terjangkit diare dan agar lebih memperhatikan kebersihan diri dan
kebersihan lingkungan.
4. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai penambah latihan dalam membuat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003).
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan, yaitu:
Tahu adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengingat sesuatu
yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah (Notoatmodjo, 2003).
Paham diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mampu
menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar (Notoatmodjo, 2003).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2003).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. misalnya mengelompokkan dan membedakan
(Notoatmodjo, 2003).
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
(Notoatmodjo, 2003).
2.2. Sikap
2.2.1 Definisi Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah
laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,
2003).
Dalam bagian lain Allport (1954) yang dikutip kembali oleh Notoatmodjo
menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave) (Notoatmodjo, 2003).
2.2.2. Tingkatan Sikap
Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat
dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah (Notoatmodjo, 2003).
Merespon yaitu memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif
terhadap objek atau stimulus. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkat tiga (Notoatmodjo, 2003).
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah sikap yang paling tinggi (Notoadmodjo, 2003).
2.3. Tindakan atau Praktik (Practice)
2.3.1 Definisi Tindakan
Suatu sikap belum terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (sarana dan
prasarana) (Notoatmodjo, 2003).
2.3.2. Tingkatan Tindakan
Tindakan atau praktik dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan, yaitu:
Persepsi, Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah praktik tingkat pertama. Misalnya: seorang ibu
dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya (Notoatmodjo,
2003).
Respon Terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. Misalnya:
seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar mulai dari cara mencuci dan
memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2003).
Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang sudah biasa
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa
mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya: ibu dapat memilih dan
memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan
sederhana (Notoatmodjo, 2003).
2.4. Diare
2.4.1. Defenisi Diare
Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cairan atau setengah cair (setengah cair setengah padat), kandungan air pada tinja
lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24jam. Defenisi lain
memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.
Buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa desertai lendir dan darah
(Simadibrata, 2006).
Reflex buang air besar dimulai dari pengembangan akut rectum di bawah
pusat supra spinal, dan kontraksi sigmoid akan meningkatkan tegangan rectum.
Bersamaan dengan kontraksi tersebut terjadi relaksasi otot spinkter ani eksterna
yang akan menyebabkan pengeluaran feses melalui anus. Pendorongan feses
keluar dari anus akan diperkuat oleh gerakan valsava (penutupan glottis, fiksasi
diafragma dan kontraksi otot dinding perut). Buang air besar secara sadar dapat
dicegah dengan melakukan kontraksi otot diafragma pelvis dan spinkter ani
eksterna (Tarigan, 1998). Frekuensi defekasi normal berkisar dari 3 kali seminggu
hingga 3 kali sehari. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat tinja, konsistensi dan
frekuensi defekasi mencakup kandungan serat dalam makanan, jenis kelamin
(berat tinja rata-rata per hari pada perempuan lebih kecil dibandingkan pada
laki-laki), obat-obat yang diminum dan kemungkinan pula latihan serta stress
(Friedman, 1999).
Diare harus dibedakan dengan pseudadiare atau hiperdefekasi yang
merupakan peningkatan frekuensi defekasi tanpa peningkatan berat tinja diatas
hipertiroidisme atau efek samping dari penggunaan obat (Tabel 2.1). Diare juga
harus dibedakan dengan inkontinensia fekal yang merupakan pelepasan isi rectum
tanpa disadari. Inkontinensia lebih sering terjadi kalau tinja berbentuk cair
daripada tinja padat dan mencerminkan fungsi anorektum atau otot pelvis yang
abnormal (Friedman, 1999).
Tabel 2.1 Obat-obat yang sering menimbulkan diare Obat-obat gastrointestinal
Obat-obat anti inflamasi nonsteroid
2.4.2. Etiologi Diare
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri,
parasit, virus), keracunan makanan, efek obat dan lain-lain. (Tabel 2.2). Menurut
World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, etiologi diare akut
dibagi atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit dan non-infeksi (Simadibrata,
2006).
Tabel 2.2 Etiologi Diare Akut
Infeksi 1). Enteral
Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia
enterocolytica, Campylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus, dll.
Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, Cytomegalovirus (CMV), Echovirus, HIV.
Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum,
Balantidium coli.
Cacing: A. Lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S.stercolaris,
Cestodiasis, dll.
Fungus: Kandida / Moniliasis
2). Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), penumonia. Traveller’s diarrhea:
E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.
Makanan :
Intoksikasi makanan : makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri / toksin seperti Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus,
Streptococcus anhaemolyticus dll.
Alergi : susu sapi, makanan tertentu.
Malabsorpsi / maldigesti : Karbohidrat (monosakarida dan disakarida), lemak, protein, vitamin dan mineral.
Imunodefisiensi : hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia, penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavycombination. Terapi obat : antibiotik, kemoterapi, antasida.
Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi.
Lain – lain : Sindrom Zolinger – Ellison, neuropati autonomik (neuropati diabetik), gangguan psikis.
2.4.3. Faktor Penyebab diare
Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar Kesehatan
Masyarakat modern yang meliputi semua aspek manusia dalam hubungannya
dengan lingkungan, yang terikat dalam bermacam–macam ekosistem. Lingkungan
hidup manusia sangat erat kaitannya antara host, agent dan enviroment untuk
timbulnya suatu masalah kesehatan seperti halnya dengan penyakit diare
(Hiswani, 2003).
Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau parasit. Diare dapat
juga disebabkan oleh malabsorpsi makanan, keracunan makanan, alergi ataupun
karena defisiensi (Harianto, 2004).
Bahaya utama diare adalah kematian yang disebabkan karena tubuh
banyak kehilangan air dan garam yang terlarut yang disebut dehidrasi. Kematian
lebih mudah terjadi pada anak yang bergizi buruk, karena gizi yang buruk
menyebabkan penderita tidak merasa lapar dan orang tuanya tidak segera
memberi makanan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang (Harianto,
2004).
Higiene dan sanitasi yang buruk mempermudah penularan diare baik
melalui makanan, air minum yang tercemar kuman penyebab diare maupun air
sungai. Faktor sosial budaya yang berupa pendidikan, pekerjaan dan kepercayaan
masyarakat membentuk perilaku positif maupun negatif terhadap berkembangnya
diare. Perilaku masyarakat yang negatif misalnya membuang tinja di kebun,
sawah atau sungai, minum air yang tidak dimasak dan melakukan pengobatan
sendiri dengan cara yang tidak tepat (Harianto, 2004).
Kepadatan penduduk dan sosial ekonomi yang rendah serta lingkungan
yang kurang mendukung sering menimbulkan wabah diare. Dehidrasi yang terjadi
pada penderita diare karena usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar
air dan zat-zat yang terlarut didalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya
2.4.4. Klasifikasi Diare
2.4.4.1. Berdasarkan Lama waktu diare
2.4.4.1.1. Diare Akut
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterologi Organisation global guiedelines 2005, diare
akut didefenisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari (Simadibrata, 2006).
2.4.4.1.2. Diare Kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya
para pakar didunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik
pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi
di Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat
menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat (Simadibrata, 2006).
2.4.4.1.3. Diare Persisten
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang
menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari
diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang
dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari) (Simadibrata, 2006).
2.4.4.2.Berdasarkan Mekanisme Patofisiologik
2.4.4.2.1. Diare Osmotik
Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa hal sebagai berikut, yang
dapat dipandang pula sebagai penyebab diare osmotik:
a. Keadaan intoleransi makanan
Situasi ini timbul bila seseorang makan berbagai jenis makanan dalam
jumlah besar sekaligus. Misalnya, seseorang yang baru makan durian lalu minum
eskrim dan makan roti yang banyak disertai bistik. Sekaligus beberapa makanan
tersebut masuk ke usus kecil dalam keadaan osmotik yang sangat tinggi dimana
keadaan osmotik yang sangat tinggi dimana campur aduknya berbagai jenis
makanan tidak menguntungkan untuk suatu proses pencernaan. Keadaan tersebut
diatas akan menimbulkan sekresi air yang berlebihan, sehingga menimbulkan
diare sementara, dikarenakan kondisi hipertonik akibat kandungan disakaridase
yang berlebihan (Daldiyono, 1997).
b. Waktu pengosongan lambung yang berlebihan
Dalam keadaan fisiologis, makanan yang masuk ke lambung selalu dalam
keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung dicampur dengan cairan lambung dan
diaduk menjadi bahan yang isotonis atau hipotonis. Hal ini diatur oleh
osmoreseptor yang ada pada duodenum yang mengatur proses pengosongan
lambung. Pada pasien yang sudah mengalami gastrektomi atau piroplasti atau
gastroenterostomi, maka makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus
halus akibatnya akan timbul sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini
mengakibatkan volume isi intestin yang bertambah dengan tiba-tiba sehingga
menimbulkan distensi usus. Yang kemudian mengakibatkan diare yang berat
disertai hipovolemi intravaskuler dan depresi. Jadi pada keadaan pengosongan
lambung yang cepat timbul distensi intestine, diare dan hipovolemi (Daldiyono,
1997).
c. Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal
Sebagai contoh keadaan ini adalah hal yang terjadi pada penyakit seliak
(gluten enterophaty). Akibat reaksi antigen antibodi terhadap protein gandum
(gluten), akan terdapaat kerusakan pada mukosa intestin sebagai akibat proses
absorbsi monosakarid dan oligosakarid yang terganggu yang akan menimbulkan
suasana hipertonik pada intestin lalu timbul diare (Daldiyono, 1997).
d. Defisiensi enzim
Suatu contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah
enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi
monosakarida glukose dan galaktose. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel
epitel intestin sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu lahir
Pada orang Eropa dan Amerika, produksi enzim lactase tetap bertahan
sampai pada usia tua, sedang pada orang Asia, Jahudi, Indian, produksi enzim
lactase cepat menurun. Hal ini dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia
tidak tahan susu. Sebaliknya orang Eropa sebang minum susu (Daldiyono, 1997).
e. Laksan osmotik
Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke
lumen. Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam inggris).
Beberapa karakteristik klinik diare osmotik:
1. Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena natrium diserap
secara aktif. Kadar natrium dalam darah cendrung tinggi, karena itu bila
didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus diperhatikan keadaan
hipernatremi tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %.
2. pH tinja menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh bakteri.
3. Diare akan berhenti bila pasien puasa. Efek berlebihan suatu laksan
(intoksikasi laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27 jam dan hanya diberi
cairan intravena (Daldiyono, 1997).
2.4.4.2.2. Diare Sekretorik
Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik, yaitu sekretorik pasif dan
diare sekretorik aktif. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik
dalam jaringan, hal ini terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal
ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem limfosik,
intestinal iskemia, bahkan pada proses peradangan (Daldiyono, 1997).
Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan (hambatan) aliran
(absorbsi) dari lumen ke plasma atau percepatan cairan air dari plasma atau
percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Seperti diketahui dinding usus selain
mengabsorbsi air juga dalam keadaan fisiologis terdapat keseimbangan dimana
aliran absorbsi selau lebih banyak dari pada aliran sekresi. Diare sekretorik bisa
juga disebabkan oleh pengaruh hormon seperti pada gastrinoma atau sindrom
Zollinger Ellison, pada Vipoma (vasoaktif intestinal peptide) dan pada penyakit
Karakteristik Klinik diare sekretorik
a. Diare jumlahnya sangat banyak, sehingga selalu menimbulkan gejala klinik
yang sangat jelas dengan dehidrasi sampai syok, asidosis dan lain-lain.
b. Kadar elektrolit pada tinja hampir sama dengan osmolaritas.
c. pH tinja normal.
d. Kehilangan natrium relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kehilangan
kalium.
e. Diare tetap berjalan sampai cairan tubuh habis (tidak dapat berhenti sendiri
dengan puasa), ini bedanya dengan diare osmotik (Daldiyono, 1997).
2.4.4.3.Menurut Penyebab
2.4.4.3.1. Diare Infeksiosa
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab terbesar (tersering) dari pada
diare. Dipandang dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi 2 golongan
yaitu: Non-invasif (yang tidak merusak mukosa) dan Invasif (yang merusak
mukosa) (Daldiyono, 1997).
Bakteri non invasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh
bakteri tersebut, yang juga disebut diare toksigenik. Sebagai prototip diare
toksigenik adalah pada kolera. Vibrio cholerae/Eltor memproduksi enterotoksin
berupa suatu protein dengan berat molekul 84.000 gr.mol. protein tersebut
mempunyai bagian (gugus) yang aktif yang dapat menempel pada epitel usus
15-30 menit sesudah diproduksi oleh vibrio. Atas pengaruh nikotinamid adenine
dinukleotide pada dinding sel usus, terbentuklah adenosine monofosfat siklik
(AMF siklik) yang makin lama makin banyak yang akibatnya terjadilah sekresi
aktif anion klorida yang diikuti oleh air, ion bikarbonat dan kation natrium dan
kalium. Namun demikian mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme
pompa kalium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diiringi oleh air,
ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan
pemberian larutan glukosa yang di absorbsi secara aktif oleh dinding sel usus.
2.4.4.3.2. Diare akibat Neoplasma
Banyak proses neoplasma yang ada pada mukosa maupun neoplasma
diluar gastrointestinal yang menyebabkan diare. Beberapa jenis neoplasma
tersebut antara lain adalah gastrinoma yang tumornya biasanya ada pada pankreas,
menimbulkan sindrom Zollinger-Ellison dan hipergastrinoma pada penyakit
Menitriere. Kedua penyakit tersebut menyebabkan sekresi HCl dan air secara
sangat berlebihan sehingga menimbulkan diare (Daldiyono, 1997).
Karsinoma tiroid meduler mensekresi prostaglandin E yang merangsang
sekresi air melalui peninggian AMF siklik. Adenoma visola pada kolon
mensekresi mucus dan air yang bisa banyak sekali menimbulkan dehidrasi,
hipoalbuminemi, hipokalemia. Vasoaktif peptic intestinal (VIPoma) menyebabkan
diare hebat dengan akibat dehidrasi hipokalemia, hipokloremia. Proses neoplasma
biasanya ada di pankreas sehingga sering disebut sebagai kolera pankreatik.
Mekanisme diare karena VPI tersebut meninggikan kadar AMF siklik yang
merangsang sekresi klorida dan air sekaligus menutup (memblokir) proses
absorbsi natrium dan air. Ini bedanya dengan pada kolera dimana enterotoksin
kolera hanya merangsang sekresi klorida dan air tanpa mengganggu proses
absorbsi natrium dan air (Daldiyono, 1997).
2.4.5. Patofisiologi Diare
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut :
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik
3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak
4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
6. Gangguan permeabilitas usus
7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik
8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi (Simadibrata, 2006).
Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
hiperosmotik, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus seperti
pada defisiensi disararidase, malabsorpsi glukosa atau galaktosa (Simadibrata,
2006).
Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus dan menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu
secara klinis ditemukan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap
berlangsung walaupun dilakukan puasa makan dan minum. Penyebab dari diare
tipe ini antara lain kerena efek dari enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau
Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum
(gangguan absorbsi garam empedu), dan efek obat laktasif (dioctyl sodium
sulfosuksinat dll) (Simadibrata, 2006).
Malabsorbsi asam empedu dan malabsorpsi lemak: diare tipe ini
didapatkan pada gangguan pembentukan micelle empedu dan penyakit – penyakit
saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).
Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit : diare
tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+ K+ ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006).
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi
yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes
mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006).
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus
yang abnormal akibat adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada
usus halus (Simadibrata, 2006).
Inflamasi dinding usus: diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan
mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang
berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen serta gangguan
absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi
(disenteri Shigella) dan noninfeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn)
Diare infeksi disebabkan infeksi oleh bakteri dan merupakan penyebab
tersering diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif
(tidak merusak mukosa) dan invasif ( merusak mukosa). Bakteri non invasive
menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang
disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik yaitu kolera (Eltor).
Enterotoksin yang dihasilkan kuman vibrio cholare/eltor merupaka protein yang
dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosine monofosfat
siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida
yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme
absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena
itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat
dikompensasi oleh meningg inya absorbsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium
dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian
larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus (Simadibrata,
2006).
2.4.6. Diagnosis Diare
Demi kepentingan pelayanan sehari-hari diagnosis kerja berdasarkan
gejala klinik seharusnya sudah memadai, dan sudah cukup untuk kepentingan
terapi. Hal ini sudah disebutkan dimuka bahwa diare karena infeksi dan karena
intoleransi makanan mencakup sebagian besar kasus diare. Namun demikian
diagnosis pasti/tetap perlu di upayakan, demi kepentingan penelitian, pendidikan
dan upaya pencegahan pada masyarakat. Langkah diagnosis sebagai berikut :
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium mencakup tinja, darah,
kultur tinja, serologi, juga dilakukan foto dan endoskopi (Daldiyono, 1997).
2.4.6.1.Anamnesis
Anamnesis pada penderita diare harus cermat dengan tujuan untuk
mengusahakan data yang mengarah pada penggolongan berdasarkan patofisiologi
maupun untuk mencari data penggolongan berdasarkan etiologi, serta derajat berat
ringannya penyakit secara rinci (Daldiyono, 1997).. Anamnesis yang perlu
a. Umur
Umur pederita perlu diketahui untuk semua keadaan. Pada masalah diare
pasien geriatrik biasanya akibat tumor, divertikulitis, laksan berlebihan. Pada
pasien muda biasanya infeksi, sindrom kolon iritatif (iritabel), investasi parasit,
intoleransi laktase, dan di Eropa suatu penyakit seliak (Daldiyono, 1997).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin tidak banyak bersangkutan dengan diare (Daldiyono, 1997).
c. Frekuensi Diare
Frekuensi diare sangat penting untuk diketahui. Frekuensi diare harus
dipertanyakan setiap hari dari awal penyakit sampai pasien datang kedokter.
Misalnya hari pertama beberapa kali, hari kedua dan seterusnya. Perlu diketahui
apakah frekuensi diare tersebut yang misalnya 4-5 kali sehari terbagi rata dalam
sehari atau hanya pagi hari saja misalnya. Frekuensi diare oleh infeksi bakteri
biasanya dari hari kehari makin sering, berbeda dengan diare akibat minum laksan
misalnya, atau akibat salah makan (Daldiyono, 1997).
d. Lamanya diare
Diare akut biasanya berlangsung cepat sedang kronik misalnya pada colitis
ulserosa, sindrom kolon iritabel, intoleransi laktase, malabsorbsi biasanya
berlangsung lama (Daldiyono, 1997).
e. Perjalanan penyakit
Diare akut biasanya cepat sembuh sedangkan beberapa penyakit misalnya
sindrom iritabel, hipertiroid, kolitis ulserasi mengalami perode remisi dan
eksaserbasi (Daldiyono, 1997).
f. Informasi tentang tinja
Informasi tentang tinja justru yang terpenting. Dengan mengetahui secara
tepat seluk beluk tinja yang dikeluarkan dapat memimpin fikiran untuk menuju
diagnosis. Idealnya dokter melihat dan membau tinja penderita, tapi ini sering
sukar, bahkan pasien sendiri banyak yang segan melihat tinjanya sendiri. Sebelum
dewasa dan bulat lonjong dengan diameter 2-4 cm. tinja berikut keluar sekaligus
secara berurutan tanpa mengejam, dengan berat sekitar 75-200 gr. Kandungan
tinja adalah bakteri, sisa makanan, air 70 %, sel-sel yang lepas, serat dan sisa
makanan lainnya. Bau tinja normal spesifik, akibat sterkobilin, indol dan skatol
serta gas lain yang banyak sekali (Daldiyono, 1997).
2.4.6.2.Pemeriksaan Fisik
Kelainan – kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat
berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare.
Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan
darah dan nadi, temperatur tubuh dan toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang
seksama merupakan hal yang penting. Kualitas bunyi usus dan ada atau tidaknya
distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan petunjuk penting bagi penentuan
etiologi (Simadibrata, 2006).
2.4.6.3.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan tinja selalu penting. Adanya parasit atau jamur hanya dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan kultur tinja haruslah
tertuju terhadap bakteri tertentu. Pemeriksaan serologi atau pemeriksaan
laboratorium lain banyak diperlukan bagi diare kronik atau berulang (Daldiyono,
1997). Pada pasien diare perlu dianalisis tinjanya sebagai berikut :
a. Volume
Frekuensi defekasi yang sering dengan tinja yang sedikit, berarti iritasi
kolon bagian distal atau rektum misalnya pada disentri, colitis ulserosa, tumor
rektum dan sigmoid dan pada sindrom usus irritable. Diare dengan tinja yang
banyak berarti berasal dari intestine misalnya pada kolera, atau diare bentuk
kolera (cholererform diarrhea), enteritis bacterial atau akibat laksan. Tinja pada
sindrom malabsorbsi biasanya banyak sekali seperti adonan roti pucat, lengket
dengan bau yang menyengat dan terapung pada air. Sedang pada keadaan lain
semisolid bisa normal dan tinja cair yang keluar sesudah tinja padat juga bisa
normal (Daldiyono, 1997).
b. Warna
Warna tinja normal tergantung makanan yang dikonsumsi. Sesudah
banyak makan pisang atau minum susu tinja berwarna kuning, bila banyak makan
daging, warna tinja coklat, sayuran hijau membuat tinja berwarna hijau, sedang
pepaya, wortel, tomat membuat warna tinja kemerahan, sedang bila ada
peradangan saluran cerna tinja berwarna hitam (Daldiyono, 1997).
c. Bau
Bau tinja perlu diketahui, bau yang menyengat busuk terdapat karsinoma
kolon, sedang pada kolera baunya anyir (seperti sperma), bau sekali (menyengat)
pada malabsorbsi (Daldiyono, 1997).
d. Sisa Makanan
Sisa sayuran pada tinja bisa normal, bila sisa makanan jelas terlihat hal ini
bisa terjadi pada sindrom usus atau fistula (Daldiyono, 1997).
e. Lendir dan Nanah
Tinja berlendir biasa terjadi pada sindrom usus iritabel, karena itu disebut
colitis mukoid. Lender (mucus) bersama dengan nanah bisa terjadi pada colitis
ulserosa dan disentri. Bedanya lendir dan nanah adalah lendir terlihat bening
transparan sedang nanah berwarna kuning keruh (Daldiyono, 1997).
f. Darah
Darah pada tinja terjadi pada disentri, infeksi kampilobakter, tumor dan
colitis ulserasi, hemoroid. Adanya darah pada tinja yang cair menunjukkan situasi
yang harus diperhatikan dengan seksama oleh dokter (Daldiyono, 1997).
2.4.6.4.Foto Sinar-X (Rontgen)
Foto Sinar-X (Rontgen) tidak perlu dilakukan pada diare akut. Terhadap
kasus diare akut peranan roentgen sudah digantikan oleh endoskopi. Lain halnya
pada diare kronik dimana pemeriksaan Sinar-X (Rontgen) memegang peranan
Gambar 2.1. Algoritma untuk evaluasi pasien dengan diare akut
(Sumber : Simadibrata, 2006)
Penyakit lain
Fecal occult blood test
2.4.7. Penatalaksanaan diare
2.4.7.1.Penggantian Cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak
dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena
yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g
Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g Kalium klorida, dan 20 g
gluko sa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam
paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan
secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok
makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak
mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan
normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan
suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus
dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan
urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan
rehidrasi oral sesegera mungkin (Zein, 2004).
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai
cara :
a. BD plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 x Berat badan (Kg) x 4 ml
0,001
b. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x KgBB
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x KgBB
c. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor
(Tabel 2.3 )
Tabel 2.3. Skor penilaian klinis dehidrasi menurut Daldiyono
Klinis Skor
Rasa haus / muntah
Tekanan darah sistolik 60 – 90 mmHg Tekanan darah sistolik < 60 mmHg Frekuensi nadi >120x/menit
Kesadaran apatis
Kesadaran somnolen, sopor atau koma Frekuensi nafas >30x/menit (Sumber : Simadibrata, 2006)
Kebutuhan cairan = Skor x 10% x KgBB x 1 liter
15
2.4.7.2.Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang di indikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan
gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan
jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (Tabel 2.4), tetapi terapi
antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Zein,
Tabel 2.4. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri
Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua
Campylobacter,
Eritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr
Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg oral 4x sehari, 3 hari
Eritromisin 250 mg oral 4x sehari 3 hari
Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari
Clostridium difficile Metronidazole 250-500 mg
4x sehari, 7-14 hari, oral atau IV
Vancomycin, 125 mg oral 4x sehari
7-14 hari
(Sumber : Umar Zein, 2004)
2.4.8. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat.
Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan
asidosis metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,
sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat
timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi
organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak
2.4.9. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia
(Zein, 2004).
2.4.10.Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya
dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan
ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan
penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang
digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk
memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan
air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
3.2. Defenisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini mencakup:
a. Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair
lebih dari 3 kali per hari, dapat atau tanpa disertai lendir dan darah.
b. Pengetahuan adalah hasil dari tahu mengenai diare. Pengetahuan didapat
setelah responden mendengar hal-hal yang berhubungan dengan diare.
c. Sikap adalah reaksi atau respon tertutup masyarakat/responden terhadap diare.
d. Tindakan adalah perwujudan yang nyata dari sikap masyarakat/responden
terhadap diare. Hal ini dilihat dari bagaimana tindakan masyarakat terhadap
diare dan penanganan saat terkena diare serta pencegahannya.
Cara Ukur : Angket
Alat Ukur : kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 30 pertanyaan, yang
masing-masing terdiri dari : 10 pertanyaan untuk pengetahuan, 10 pertanyaan
untuk sikap dan 10 pertanyaan untuk tindakan. Jika responden menjawab dengan
benar nilainya 1, dan jika salah nilainya 0. maka nilai tertinggi adalah 10. Pengetahuan
Sikap
Kategori : Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan dikategorikan dalam 3
tingkatan, yaitu:
Penilaian ( masing-masing dalam 10 pertanyaan) :
1. Pengetahuan
a. Baik, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian atau
seluruhnya (skor jawaban responden >75%), berarti responden menjawab
8-10 pertanyaan dengan benar.
b. Sedang, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian
(skor jawaban responden 40-75%), berarti responden menjawab 4-7
pertanyaan dengan benar.
c. Kurang, responden menjawab pertanyaan sebagian kecil (skor jawaban
responden <40%), berarti responden menjawab kurang dari 3 pertanyaan
dengan benar.
2. Sikap
a. Baik, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian atau
seluruhnya (skor jawaban responden >75%), berarti responden menjawab
8-10 pertanyaan dengan benar.
b. Sedang, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian
(skor jawaban responden 40-75%), berarti responden menjawab 4-7
pertanyaan dengan benar.
c. Kurang, responden menjawab pertanyaan sebagian kecil (skor jawaban
responden <40%), berarti responden menjawab kurang dari 3 pertanyaan
dengan benar.
3. Tindakan
a. Baik, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian atau
seluruhnya (skor jawaban responden >75%), berarti responden menjawab
b. Sedang, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebagian
(skor jawaban responden 40-75%), berarti responden menjawab 4-7
pertanyaan dengan benar.
c. Kurang, responden menjawab pertanyaan sebagian kecil (skor jawaban
responden <40%), berarti responden menjawab kurang dari 3 pertanyaan
dengan benar.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yakni menggambarkan pengetahuan,
sikap dan tindakan mengenai diare pada masyarakat yang berkunjung ke
Puskesmas Teladan Medan.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Teladan Medan dan penelitian ini
dilakukan selama bulan Juni-November 2010.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pengunjung Puskesmas Teladan
Medan.
4.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling.
Adapun kriteria inklusi adalah sebagai berikut:
a. Pengunjung Puskesmas Teladan Medan yang berusia lebih dari 20 tahun.
b. Pengunjung Puskesmas Teladan Medan yang pernah mengalami diare.
c. Pengunjung Puskesmas Teladan Medan yang bersedia diikutsertakan dalam
penelitian ini.
Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan adalah subjek tidak bersedia
4.3.3. Besar Sampel
Besarnya sampel ditentukan dari rumus :
Zα² PQ (1,96)² . 0,50 . (1-0.50)
n = n = n= 96,04 d2 (0,10)²
Keterangan :
n = Besar sampel
Zα² = deviasi baku alpha (1,96)
P = proporsi kategori (0,50)
Q = 1-P
d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (0,10)
Jadi, jumlah sampel di genapka n menjadi 100 orang.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti terlebih dahulu memperoleh
izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
dan kemudian surat izin yang diperoleh akan diberikan kepada Dinas Kesehatan
Kota Medan agar memberi izin untuk melakukan penelitian di Puskesmas Teladan
Medan sebagai populasi penelitian. Kemudian peneliti menentukan calon
responden sesuai dengan kriteria.
Setelah mendapatkan reponden, peneliti menjelaskan pada responden
tentang tujuan penelitian kemudian meminta persetujuan responden secara lisan
dan tulisan. Selanjutnya responden diminta mengisi kuesioner yang diberikan oleh
peneliti. Kuesioner yang diberikan telah lebih dahulu dilakukan uji validitas untuk
mengetahui apakah kuesioner yang digunakan menggambarkan tujuan dari
4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan
program SPSS. Hasil dari uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan dan Sikap
Variabel Nomor
Pertanyaan
Total
Person Correlation
Status Alpha Status
Pengetahuan 1 0.857 Valid 0.943 Reliabel
2 0.857 Valid Reliabel
3 0.692 Valid Reliabel
4 0.692 Valid Reliabel
5 0.857 Valid Reliabel
6 0.857 Valid Reliabel
7 0.872 Valid Reliabel
8 0.872 Valid Reliabel
9 0.857 Valid Reliabel
10 0.872 Valid Reliabel
Sikap 1 0.803 Valid 0.920 Reliabel
2 0.650 Valid Reliabel
3 0.685 Valid Reliabel
4 0.637 Valid Reliabel
5 0.867 Valid Reliabel
6 0.733 Valid Reliabel
7 0.703 Valid Reliabel
8 0.853 Valid Reliabel
9 0.867 Valid Reliabel
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa
tahap, yaitu tahap pertama editing, dengan mengecek nama dan kelengkapan
identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah di
isi sesuai petunjuk, tahap kedua cooding yaitu memberi kode atau angka tertentu
pada kuesioner untuk mempermudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan
analisa data, tahap ketiga entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam
program komputer dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and
Service Solution), tahap keempat melakukan cleaning yaitu mengecek kembali
data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Untuk
mendeskripsikan data demografi, perilaku masyarakat mengenai penyakit diare
dilakukan perhitungan frekuensi dan presentase. Hasil penelitian akan di
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian diambil di Puskesmas Teladan Medan. Puskesmas ini
merupakan salah satu puskesmas dari 39 puskesmas yang terdapat di Medan.
Puskesmas Teladan Medan ini berada di Kecamatan Medan Kota.
Menurut letak dan geografisnya, kecamatan Medan Kota luasnya 7,78
km2 yang terdiri dari 12 kelurahan. Terletak 30 meter di atas permukaan laut,
dengan posisi 20°-30° Lintang Utara dan 98°- 44° Bujur Timur. Adapun
batas-batas kecamatan ini, yaitu :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
dan kependudukannya berdasarkan data statistik pada Kecamatan Medan Kota
adalah sebesar 82.783 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 40.717
jiwa dan perempuan sebesar 42.066 jiwa.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Karakteristik responden dapat dilihat dengan menggunakan kuesioner
melalui wawancara yang meliputi jenis kelamin, kelompok umur responden,
tingkat pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Sebaran disribusi hal-hal tersebut
Tabel 5.1
Distribusi Responden Menurut Karakteristik Responden di Puskesmas Teladan Medan
Karakteristik Responden n (orang) % (persen)
Jenis Kelamin Laki-laki 49 49
Perempuan 51 51
Umur 20 – 30 tahun 48 48
31 – 40 tahun 23 23
>40 tahun 29 29
Pendidikan Terakhir SD 3 3
SMP 11 11
SMA 62 62
Diploma 5 5
Sarjana 19 19
Pekerjaan IRT 24 24
Wiraswasta 28 28
Pegawai 16 16
Mahasiswa 15 15
Supir 4 4
Tukang Becak 6 6
Tidak Bekerja 7 7
Dari tabel 5.1 di atas, dapat lihat dari karakteristik responden menurut
jenis kelamin, tampak bahwa responden yang paling banyak adalah responden
yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 51 orang (51%), sedangkan
responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 49 orang (49%). Dari
karakteristik responden menurut kelompok umur, tampak bahwa kelompok umur
kelompok umur 31 – 40 tahun yaitu sebanyak 23 orang (23 %). Dari karakteristik
responden menurut pendidikan terakhir, tampak bahwa sebagian besar tingkat
pendidikan terakhir responden adalah SMA yaitu sebanyak 62 orang (62 %),
sedangkan yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SD hanya ada 3 orang (3
%). Dari karakteristik responden menurut pekerjaan, tampak bahwa sebagian
besar responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 28 orang (28 %),
sedangkan responden yang bekerja sebagai supir yaitu 4 orang (4 %).
5.1.3 Deskripsi Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan responden tentang diare dinilai dari
jawaban-jawaban yang diberi oleh responden terhadap 10 pertanyaan tentang pengetahuan
diare yang terdapat dalam kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Diare di Puskesmas Teladan Medan
No Pertanyaan Benar Salah Jumlah
n % n % n %
1. Diare adalah buang air besar
berbentuk cair yang terjadi lebih dari
3 kali perhari.
55 55 45 45 100 100
2. Diare dapat disebabkan oleh bakteri, virus, keracunan makanan.
93 93 7 7 100 100
3. Pada buang air besar yang berbentuk cair yang disertai dengan lendir dan
darah juga disebut diare.
4. Proses terjadinya diare karena meningkatnya tekanan osmotik di
dalam lumen dari usus.
74 74 26 26 100 100
5. Diare bisa terjadi karena makan-makanan yang berbagai jenis
sekaligus (intoleransi makanan)
61 61 39 39 100 100
6. Pencegahan diare dengan makan makanan yang bersih
95 95 5 5 100 100
7. Akibat dan bahaya diare jika tidak segera diatasi adalah dapat
menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan.
71 71 29 29 100 100
8. Faktor resiko terekena diare adalah
lingkungan yang kotor dan banyak
sampah.
79 79 21 21 100 100
9. Pengganti oralit dengan setengah sendok teh garam, setengah sendok
teh baking soda, 2-4 sendok makan
gula, perliter air.
23 23 77 77 100 100
10. Diare bisa terjadi karena makan
obat-obat tertentu.
61 61 39 39 100 100
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah responden yang benar
dalam menjawab defenisi diare (pertanyaan nomor 1) ada 55 orang (55 %),
penyebab diare (pertanyaan nomor 2) ada 93 orang (93 %), bentuk lain
diare/disentri (pertanyaan nomor 3) ada 72 orang (72 %), proses terjadinya diare
(pertanyaan nomor 4) ada 74 orang (74%), penyebab lain diare (pertanyaan nomor
5) ada 61 orang (61 %), pencegahan diare (pertanyaan nomor 6) ada 95 orang (95
%), akibat diare (pertanyaan nomor 7) ada 71 orang (71 %), faktor resiko diare
ada 23 orang (23 %), dan diare karena obat (pertanyaan nomor 10) ada 61 orang
(61 %).
Berdasarkan jawaban responden tersebut, maka tingkat pengetahuan
responden digolongkan baik, sedang, dan kurang. Sebaran distribusi tingkat
pengetahuan tersebut dapat dilihat berupa frekuensi dan presentase dalam tabel
berikut :
Tabel 5.3
Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden di Puskesmas Teladan Medan
Tingkat Pengetahuan n (orang) % (persen)
Baik 37 37
Sedang 62 62
Kurang 1 1
Total 100 100
Dari tabel 5.3 tampak bahwa mayoritas responden memiliki tingkat
pengetahuan sedang yaitu sebanyak 62 orang (62 %), sedangkan yang memiliki
pengetahuan baik ada 37 orang (37 %), dan yang berpengetahuan kurang ada 1
orang (1 %).
Tingkat pengetahuan responden juga dideskripsikan berdasarkan
karakteristik responden yaitu jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan terakhir
dan pekerjaan. Sebaran distribusinya berupa frekuensi dapat dilihat dalam
Tabel 5.4
Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Karakteristik Responden di Puskesmas Teladan Medan
Karakteristik Responden Tingkat Pengetahuan TOTAL