• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN TINGKAT KEBERSIHAN MULUT TERHADAP

KEJADIAN TONSILITIS KRONIK PADA ANAK-ANAK DI

SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI 060922

Oleh :

SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT

NIM: 080100277

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERBEDAAN TINGKAT KEBERSIHAN MULUT TERHADAP

KEJADIAN TONSILITIS KRONIK PADA ANAK-ANAK DI

SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI 060922

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT

NIM: 080100277

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perbedaan Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Nama : Siti Noor Edayu bin Endut

NIM : 080100277

Pembimbing, Penguji I,

(dr. Farhat, Sp.THT-KL (K)) (dr. Ilhamd, Sp. PD) NIP : 19700316 200212 1 002 NIP: 19662304 199603 1 001

Penguji II

(dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp. KJ) NIP: 19780330 200501 1 003

Medan, 21 Desember 2011

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Tonsilitis kronik dapat terjadi akibat tonsilitis akut yang tidak diterapi, ataupun diterapi namun tidak adekuat, dan bisa juga dikarenakan adanya penyebaran dari infeksi kronik lainnya seperti sinusitis dan rinitis. Tonsilitis kronik pada anak kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang berulang, tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat dan kurangnya perawatan terhadap kebersihan mulut dapat menjadi salah satu faktor risikonya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling dimana populasinya terdiri dari siswa/siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan mulai dari kelas I sampai kelas VI dengan jumlah total 220 orang. Semua responden, baik yang penderita maupun yang bukan penderita tonsilitis kronik, dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya

Responden terdiri dari 44.1% laki-laki dan 55.9% responden perempuan. Tonsilitis kronik lebih sering dijumpai pada responden dengan jenis kelamin laki-laki (58.8%) dibandingkan yang perempuan (41.2%). Responden dengan kelompok usia 8 hingga 11 tahun tahun mempunyai persentasi tertinggi kasus tonsilitis kronik (69.4%). Responden yang berasal dari status ekonomi rendah paling banyak menderita tonsilitis kronik dengan persentase 67.1%. Didapatkan juga jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek mempunyai persentase menderita tonsilitis kronik yang lebih tinggi berbanding responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik (77.6%). Berdasarkan hasil uji Chi Square pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan.

Peneliti yang lain diharapkan dapat meneruskan penelitian ini dengan memperbanyak jumlah responden yang meliputi usia sekolah dan usia dewasa. Peneliti lain juga dapat menambahkan variabel-variabel lain seperti kelainan anatomis pada rongga mulut dan tonsil, akibat lahir premature, penyakit dan penggunaan obat-obat tertentu, dan lain-lain.

(5)

ABSTRACT

Chronic tonsillitis may be caused by untreated acute tonsillitis, treated acute tonsillitis with inadequate medicine, or spread chronic infection such as sinusitis or rhinitis. Chronic tonsillitis in children may be caused by repeated Acute Respiratory Tract Infection (ARTI) or untreated acute tonsillitis or treated acute tonsillitis with inadequate medicine with poor oral hygiene as risk factor. The aim of this study is to know the difference of oral hygiene level towards the incidence chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

This study uses Total Sampling technique where the population of the samples is all the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan with total samples 220. All the respondents that may have and may not have chronic tonsillitis were been checked based on the checklist form and got the image of their characteristic.

The respondents consist of 44.1% boys and 55.9% girls. Chronic tonsillitis is often found in the male respondents (58.8%) compared to female respondents (41.2%). The total number of respondents from the second group of age (pupils from 8 to 11 years old) has the highest percentage of having chronic tonsillitis (69.4%). Respondents from low economic status have the highest percentage of having chronic tonsillitis (67.1%). Also obtained the number of respondents with poor oral hygiene that have chronic tonsillitis is higher than the respondents with good oral hygiene (77.6%). Based on Chi Square Test, the result of this study indicates that there is difference of oral hygiene level towards the incidence of chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Other researchers are encouraged to continue this research by increasing the number of samples included children at school age and adolescents. Other researchers can also add other variables such as anatomy defect in oral cavity and tonsil, premature birth, diseases, medications and so forth.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia, rahmat

kesehatan dan keselamatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan

penelitian ini tepat pada waktunya. Judul yang dipilih adalah “Perbedaan Tingkat

Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di

Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922”.

Dalam penulisan hasil penelitian ini, peneliti telah banyak mendapat

bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin menyampaikan terima

kasih kepada :

1. dr. Farhat, SpTHT-KL(K) selaku dosen pembimbing, dr. Ilhamd, Sp.PD selaku

dosen penguji 1 dan dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ selaku dosen penguji 2

serta seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa

pendidikan.

2. Teman-teman kelompok satu bimbingan yaitu Yeong Huei Yiaw dan Siska

Febrina serta teman-teman peneliti lainnya yaitu Wan Alyaa Atiqah binti Wan

Zainalam, Syarifah Emirlia binti Sawaludin, Maidzatul Syima binti Mahadzir,

Farhana binti Mohd. Amirruddin dan Nazrul Amar bin Husin yang telah

banyak memberikan saran dan bantuan kepada peneliti selama penyusunan

hasil penelitian.

3. Orang tua peneliti yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun

material dan keluarga yang telah banyak memberikan motivasi kepada peneliti.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan hasil penelitian ini masih terdapat

banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan akibat keterbatasan ilmu pengetahuan

dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Oleh karena itu, semua saran dan kritik

akan menjadi sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan penelitian

(7)

Akhirnya peneliti ingin mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat

memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, bangsa dan negara, serta pengembangan ilmu

pengetahuan.

Medan, 21 Desember 2011,

Peneliti,

SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT

(8)

DAFTAR ISI

Daftar Istilah/Singkatan ... viii

Daftar Gambar ... ix

2.3.2. Pembersihan Rongga Mulut Secara Mekanik ... 12

2.3.3. Tingkat Kebersihan Mulut ... 13

2.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kebersihan Mulut . 15 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 16

3.1. Kerangka Konsep... 16

3.2. Defenisi Operasional... 16

3.3. Skala Pengukuran... 19

(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN... 20

4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 20

4.5. Pengolahan dan Analisa Data... 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 22

5.1. Hasil Penelitian ………... 22

5.1.1. Deskripsi Lokasi penelitian ………... 22 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden……….. 22 5.1.3. Hasil Analisa Data.…... 33

5.2. Pembahasan……….…. 35 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 37

6.1. Kesimpulan... 37

6.2. Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA... 39

(10)

DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN

1. GALT gut associated lymphoid tissue

2. GABHS group A β-hemolytic Streptococcus

3. ISPA infeksi saluran pernafasan akut

4. LED laju endap darah

5. OHI-S Oral Hygiene Index Simplified

6. UKG Ultra Korte Golof

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.3.3.1 Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1964)... 14

Tabel 2.3.3.2 Calculus Index (C.I.) Greene and Vermillion (1964)... 14

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin……… 23

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok

Umur……… 23

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status

Ekonomi……….. 24

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi 25

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat

Perawatan Gigi……… 25

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Kebersihan Mulut……… 26

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Dengan dan Tanpa

Tonsilitis Kronik………. 26

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut

Berdasarkan Kelompok Umur………. 27

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik

Berdasarkan Jenis Kelamin………. 28

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik

Berdasarkan Kelompok Umur………. 29

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik

(13)

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik

Berdasarkan Status Gizi……….. 31

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik

Berdasarkan Riwayat Perawatan Gigi………. 32

Tabel 5.14 Hasil Uji Tabulasi Silang Tingkat Kebersihan Mulut

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP………. 25

LAMPIRAN 2 FORMULIR PERSETUJUAN

(Informed Consent)... 26

LAMPIRAN 3 DAFTAR PEMERIKSAAN PENELITIAN.... 28

LAMPIRAN 4 TABEL INDEKS MASSA TUBUH – UMUR

(CDC 2000)……….. 30

LAMPIRAN 5 SURAT IZIN PENELITIAN

(Ethical Clearance)……… 49

LAMPIRAN 6 SURAT PERNYATAAN SEKOLAH……… 50

LAMPIRAN 7 DATA INDUK……… 51

LAMPIRAN 8 FREKUENSI DAN DESKRIPTIF

RESPONDEN………. 59

(15)

ABSTRAK

Tonsilitis kronik dapat terjadi akibat tonsilitis akut yang tidak diterapi, ataupun diterapi namun tidak adekuat, dan bisa juga dikarenakan adanya penyebaran dari infeksi kronik lainnya seperti sinusitis dan rinitis. Tonsilitis kronik pada anak kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang berulang, tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat dan kurangnya perawatan terhadap kebersihan mulut dapat menjadi salah satu faktor risikonya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling dimana populasinya terdiri dari siswa/siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan mulai dari kelas I sampai kelas VI dengan jumlah total 220 orang. Semua responden, baik yang penderita maupun yang bukan penderita tonsilitis kronik, dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya

Responden terdiri dari 44.1% laki-laki dan 55.9% responden perempuan. Tonsilitis kronik lebih sering dijumpai pada responden dengan jenis kelamin laki-laki (58.8%) dibandingkan yang perempuan (41.2%). Responden dengan kelompok usia 8 hingga 11 tahun tahun mempunyai persentasi tertinggi kasus tonsilitis kronik (69.4%). Responden yang berasal dari status ekonomi rendah paling banyak menderita tonsilitis kronik dengan persentase 67.1%. Didapatkan juga jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek mempunyai persentase menderita tonsilitis kronik yang lebih tinggi berbanding responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik (77.6%). Berdasarkan hasil uji Chi Square pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan.

Peneliti yang lain diharapkan dapat meneruskan penelitian ini dengan memperbanyak jumlah responden yang meliputi usia sekolah dan usia dewasa. Peneliti lain juga dapat menambahkan variabel-variabel lain seperti kelainan anatomis pada rongga mulut dan tonsil, akibat lahir premature, penyakit dan penggunaan obat-obat tertentu, dan lain-lain.

(16)

ABSTRACT

Chronic tonsillitis may be caused by untreated acute tonsillitis, treated acute tonsillitis with inadequate medicine, or spread chronic infection such as sinusitis or rhinitis. Chronic tonsillitis in children may be caused by repeated Acute Respiratory Tract Infection (ARTI) or untreated acute tonsillitis or treated acute tonsillitis with inadequate medicine with poor oral hygiene as risk factor. The aim of this study is to know the difference of oral hygiene level towards the incidence chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

This study uses Total Sampling technique where the population of the samples is all the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan with total samples 220. All the respondents that may have and may not have chronic tonsillitis were been checked based on the checklist form and got the image of their characteristic.

The respondents consist of 44.1% boys and 55.9% girls. Chronic tonsillitis is often found in the male respondents (58.8%) compared to female respondents (41.2%). The total number of respondents from the second group of age (pupils from 8 to 11 years old) has the highest percentage of having chronic tonsillitis (69.4%). Respondents from low economic status have the highest percentage of having chronic tonsillitis (67.1%). Also obtained the number of respondents with poor oral hygiene that have chronic tonsillitis is higher than the respondents with good oral hygiene (77.6%). Based on Chi Square Test, the result of this study indicates that there is difference of oral hygiene level towards the incidence of chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Other researchers are encouraged to continue this research by increasing the number of samples included children at school age and adolescents. Other researchers can also add other variables such as anatomy defect in oral cavity and tonsil, premature birth, diseases, medications and so forth.

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kebersihan (hygiene) merupakan satu bidang pengetahuan yang

berhubungan dengan lingkungan dan meneliti tentang kepentingan lingkungan

dan kesannya terhadap tubuh manusia. Dalam konsep yang lain, kebersihan mulut

merupakan faktor yang penting yang dapat mengelakkan seseorang daripada

menderita karies gigi dan penyakit-penyakit mulut yang lain. Edukasi tentang

kebersihan mulut juga sangat penting dalam bidang kedokteran gigi karena ia

merupakan satu cara dalam meningkatkan kesedaran dan memotivasi masyarakat

umum tentang mengekalkan kebersihan mulut yang bagus (Krawczyk et al.,

2006).

Tonsil adalah salah satu jaringan limfoid pada tubuh manusia selain

kelenjar limfe, limpa, timus, adenoid, apendiks (usus buntu), agregat jaringan

limfoid di lapisan dalam saluran pencernaan yang disebut bercak Peyer atau gut

associated lymphoid tissue (GALT), dan sum-sum tulang. Jaringan limfoid

mengacu secara kolektif pada jaringan yang menyimpan, menghasilkan, atau

mengolah limfosit. Limfosit yang menempati tonsil berada di tempat yang

strategis untuk menghalang mikroba-mikroba yang masuk melalui inhalasi atau

dari mulut (Sherwood, 2001).

Tonsilitis kronik pula merupakan peradangan pada tonsila palatina yang

lebih dari 3 bulan ataupun tonsilitis akut yang berulang. Menurut kajian yang

dilakukan oleh National Center of Health Statistics pada Januari 1997 di United

State, penyakit kronik pada tonsil dan adenoid adalah tinggi, dengan prevalensi

24,9% per 1000 orang anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. (Collin, 1997).

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi di Indonesia pada

tahun 1994-1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik adalah yang tertinggi

setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebanyak 3,8%. Insiden tonsilitis kronik di

RS Dr. Kariadi Semarang mencapai 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15

(18)

dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari

seluruh jumlah kunjungan (Farokah et al., 2007).

Mengingat pentingnya menjaga kebersihan mulut untuk mencegah

terjadinya infeksi pada rongga mulut terutama pada tonsil yang bertindak sebagai

sistem pertahanan tubuh, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini

dan melihat bagaimanakah perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian

tonsilitis kronik dikalangan anak-anak.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Diperlukan suatu penelitian evaluatif untuk menjawab pertanyaan

bagaimana perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik

dikalangan anak-anak. di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian

tonsilitis kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbedaan kelompok usia terhadap penjagaan kebersihan

mulut di kalangan anak-anak sekolah dasar

2. Mengetahui perbedaan kelompok usia terhadap kejadian tonsilitis kronik

di kalangan anak-anak sekolah dasar

3. Mengetahui perbedaan jenis kelamin terhadap kejadian tonsilitis kronik

di kalangan anak-anak sekolah dasar

4. Mengetahui perbedaan tingkat status ekonomi terhadap kejadian tonsilitis

kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar

5. Mengetahui perbedaan tingkat status gizi terhadap kejadian tonsilitis

kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar

6. Mengetahui perbedaan tingkat riwayat perawatan gigi terhadap kejadian

(19)

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini akan menjadi informasi dan masukan kepada masyarakat

terutama orang tua yang mempunyai anak-anak usia sekolah dasar dalam

menjaga dan meningkatkan kebersihan mulut yang merupakan salah satu

usaha pencegahan tonsilitis kronik.

2. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menerapkan ilmu

metode penelitian dan menambah wawasan pengetahuan tentang dampak

penjagaan kebersihan mulut yang kurang terhadap kejadian tonsilitis

kronik di kalangan anak-anak usia sekolah dasar.

3. Bagi Institusi

Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau sumber informasi untuk

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI RONGGA MULUT

Tonsil adalah satu struktur yang sangat penting dalam sistem pertahanan

tubuh terutama pada protein asing yang dimakan atau dihirup. Sifat mekanisme

pertahanan pada tonsil adalah secara spesifik atau non spesifik. Sel-sel fagositik

mononuklear akan mengenal dan mengeliminasi antigen apabila patogen

menembus lapisan epitel. Tonsil berbentuk oval dan berada di ruang berbentuk

segitiga yang dibentuk oleh palatum dan lidah (palatoglossus) yang juga dikenal

sebagai plika anterior dan ruang antara palatum dan faring (palatofaringeus) yang

juga dikenali sebagai plika posterior. Pada masa anak, ukuran tonsil adalah paling

besar dan ukuran ini akan mengecil secara bertahap pada saat pubertas (Farokah et

al., 2007).

Jaringan limfoid di dalam mulut tidak berhubungan dengan mulut, tidak

seperti jaringan limfoid pada usus yang berhubungan dengan usus (gut-associated

lymphoid tissues) serta jaringan limfoid pada paru-paru yang berhubungan dengan

bronkus. Agregasi limfoid di dalam mulut terdiri dari 3 tipe yang utama dan

berperanan sebagai pengawasan imunologi jaringan mulut.

1. Tonsil palatum : Tonsil palatum merupakan massa limfoid yang berpasangan

antara mulut dan faring yang tertanam di antara glosso-palatinal dan

lengkungan faringopalatinal. Tonsil ini dibungkus oleh sel-sel gepeng yang

menyusup ke dalam jaringan limfoid membentuk 10-20 lubang. Sel-sel

retikulum dan limfosit ditemukan di bawah epitel. Peningkatan permeabilitas

benda-benda asing dikawal oleh epitel kripta yang dapat ditemukan di dalam

makrofag. Folikel limfoid mengandung sel-sel B yang berpoliferasi dalam

pusat germinal dan bergerak sebagai limfosit B atau sel plasma; karena itu

sel-sel ini berkembang secara lokal di dalam tonsil. Studi imunofluresensi

menunjukkan bahwa sel selaput IgG yang terwarnai jauh lebih banyak

dibanding dengan IgA dan selaput IgA sebaliknya lebih banyak dibandingkan

(21)

serta mitogen sel-T dan sel-B yang dapat menimbulkan kekebalan primer dan

sekunder bereaksi in vintro dengan sel tonsil yang menyerupai kelenjar getah

bening. Jalur aferen antigen langsung melewati kripta, sehingga hanya antigen

lokal yang dapat masuk. Antibodi dan sel-sel yang peka dapat melewati epitel

dan oleh itu mempunyai fungsi perlindungan lokal dalam membentengi saluran

pencernaan dan pernafasan.

2. Tonsil lidah : Merupakan struktur yang kurang menonjol pada tiap sisi lidah, di

belakang papilla sirkumvalat. Kripta terhasil daripada epitel-epitel gepeng yang

menyusup masuk ke dalam jaringan limfoid. Sel-sel dibersihkan dengan

adanya duktus kelenjar mukosa yang bermuara ke dalam kripta. Semua ini

memungkinkan tonsil lidah bebas dari sisa-sisa kotoran dan infeksi.

3. Tonsil faring (adenoid) : Merupakan massa jaringan limfoid yang sederhana,

terdapat di bawah mukosa nasofaring. Walaupun terdapat di luar rongga mulut,

adenoid melengkapi cincin jaringan limfoid yang memisahkan mulut dan

hidung dari faring (Lehner, 1995).

2.2. TONSILITIS KRONIK

2.2.1. Definisi

Secara umum, tonsilitis kronik dapat didefinisikan sebagai infeksi atau

peradangan pada tonsila palatina lebih dari 3 bulan. Kronik yang dimaksudkan

adalah terjadinya perubahan histologi pada tonsil, dan terdapatnya jaringan

fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.

Mikroabses pada tonsilitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal infeksi

bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal infeksi

adalah sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana kuman atau

produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat

menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau

bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau

gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi (Siswantoro,

(22)

2.2.2. Etiologi

Tonsilitis kronik dapat disebabkan oleh tonsilitis akut yang tidak diterapi,

diobati dengan obat yang tidak adekuat, atau menyebarnya infeksi kronik seperti

sinusitis dan rinitis. Higiene mulut yang jelek, iritasi kronik akibat rokok atau

makanan, sistem imun tubuh yang rendah, dan pengaruh cuaca dapat menjadi

faktor risiko terjadinya tonsilitis kronik. Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak

mungkin disebabkan oleh karena anak sering menderita infeksi saluran pernafasan

akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat atau

dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat

pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. Dari hasil

penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) : streptokokus alfa merupakan penyebab

tersering dan diikuti stafilokokus aureus, streptokokus beta hemolitikus grup A,

stafilokokus epidermis dan kuman gram negatif yaitu enterobakter, pseudomonas

aeruginosa,klebsiella dan E. coli yang didapat ketika dilakukan kultur apusan

tenggorok. (Farokah et al., 2007)

Produksi bahan-bahan oksidasi terjadi semasa proses inflamasi

berlangsung. Antioksidan berperan dalam meneutralkan kerusakan yang berlaku

akibat proses inflamasi. Oleh karena tonsilitis kronik merupakan proses

peradangan yang kronik pada orofaring dan nasofaring, terdapat satu

kemungkinan yang bermakna pada keseimbangan bahan oksidan dan antioksidan

yang terlibat dalam proses dan tingkat keparahan penyakit ini. Walau

bagaimanapun, patogenesis bagaimana bahan oksidan dan antioksidan ini dalam

menyebabkan terjadinya tonsilitis kronik belum dapat difahami dengan sempurna

(Yılmaz et al., 2004).

2.2.3. Patofisiologi

Terdapat beberapa barier dalam rongga mulut yang dapat mencegah

terjadinya penetrasi bakteri dari plak gigi ke jaringan :

1. Barier fisis pada permukaan epitel mukosa

(23)

3. Barier elektrik dimana terdapat beda muatan pada dinding sel antara

pejamu dan mikroba

4. Barier imunologik dari sel-sel pembentuk imunologi

5. Barier fagosit yang terdiri dari sistem retikuloendotelial

Penetrasi bakteri dapat dicegah dan dikurangi oleh sistem barier ini yang

bekerjasama pada keadaan normal. Penurunan daya tahan tubuh secara sistemik

atau gangguan mikrobial lokal, misalnya kebersihan mulut buruk, maka bakteri

dan produknya yang merupakan faktor virulen (lipopolisakaraida=LPS) akan

melakukan interaksi dengan sel-sel tertentu di rongga mulut. Tonsil yang

bertindak sebagai mekanisme pertahanan tubuh di mulut akan berespons terhadap

stimulasi bakteri dan tubuh melakukan respons imunologis dengan mengaktivasi

sel-sel mediator inflamasi yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme

jaringan ikat sebagai tanda klinis awal radang pada tonsil (Santoso et al., 2009).

Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke

tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan

dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil

berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang tidak

memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa

membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan

akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Pada keadaan inilah fungsi

pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi.

Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan

imun yang menurun (Siswantoro, 2003).

2.2.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tonsilitis ditandai oleh gejala-gejala di hidung, nyeri

tenggorok, dan kemerahan yang menyeluruh pada tonsil. Umumnya disebabkan

oleh virus. Tonsilitis streptokokus lebih jarang ditemukan dan biasanya ditandai

(24)

Tonsilitis kronik dapat menimbulkan gejala lokal ataupun sistemik. Gejala

yang bisa terjadi adalah mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan

menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang akibat daripada gejala sistemik

tonsilitis kronik. Gejala lokal pula termasuklah nyeri tenggorok atau merasa tidak

enak di tenggorok, nyeri telan ringan kadang-kadang seperti benda asing

(pancingan) di tenggorok. Pada tonsil yang mengalami infeksi kronik, akan terjadi

fibrotasasi yaitu sebagian jaringan tonsil akan rusak dan digantikan oleh jaringan

ikat. Tarikan-tarikan pada lobuli tonsil akan terjadi karena adanya fibrosis

sehingga kripta akan melebar dan menyebabkan permukaan tonsil akan menjadi

tidak rata dan berbenjol-benjol. Pembesaran kelenjar limfe subangulus dapat

terjadi karena tonsil mempunyai saluran limfe eferen ke kelenjar tersebut dan

menyebabkan infeksi kelenjar subangulus (Farokah et al., 2007).

Tonsilitis kronik akan menyebabkan sakit tenggorokan rekuren, atau

persisten dan gangguan menelan atau pernafasan, walaupun yang terakhir

disebabkan oleh kelenjar adenoid yang membesar. Tonsila akan memperlihatkan

pelbagai darjat hipertrofi dan dapat bertemu di garis tengah. Nafas penderita

bersifat ofensif dan kalau terdapat hipertrofi yang hebat, mungkin terdapat

obstruksi yang cukup besar pada saluran pernafasan bagian atas yang dapat

menyebabkan hipertensi pulmonal (Delf dan Manning, 1996).

2.2.5. Pemeriksaan

Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi

kadang-kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus

atau detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher

dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan (Herawati dan Rukmini S, 2003).

Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau

atrofi. Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 – T4. Cody& Thane

(25)

T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar

anterior uvula

T2 = batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½

jarak pilar anterior-uvula

T3 = batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾

jarak pilar anterior-uvula

T4 = batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula atau lebih.

Fokal infeksi pada tonsil dapat diperiksa dengan melakukan beberapa tes.

Dasar dari tes-tes ini adalah adanya kuman yang bersarang pada tonsil dan apabila

tes dilakukan, terjadi transportasi bakteri, toksin bakteri, protein jaringan fokal,

material lymphocyte yang rusak ke dalam aliran darah ataupun dengan perkataan

lain akan terjadi bakterimia yang dapat menimbulkan kenaikan pada jumlah

lekosit dan LED. Dalam keadaan normal jumlah lekosit darah berkisar antara

4000-10000/mm3 darah.Tes yang dapat dilakukan adalah seperti :

1. Tes masase tonsil : salah satu tonsil digosok-gosok selama kurang lebih 5

menit dengan kain kasa, jikalau 3 jam kemudian didapati kenaikan lekosit lebih

dari 1200/mm3 atau kenaikan laju endap darah (LED) lebih dari 10 mm

dibandingkan sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.

2. Penyinaran dengan UKG : tonsil mendapat UKG selama 10 menit dan 4 jam

kemudian diperiksa jumlah lekosit dan LED. Jika terdapat kenaikan jumlah

lekosit lebih dari 2000/mm3 atau kenaikan LED lebih dari 10 mm dibandingkan

sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.

3. Tes hialuronidase : periksa terlebih dahulu jumlah lekosit, LED dan temperatur

oral. Injeksikan hialuronidase ke dalam tonsil. Satu jam setelah diinjeksi, jika

didapati kenaikan temperatur 0.3o C, kenaikan jumlah lekosit lebih dari

(26)

Terjadinya peningkatan lekosit karena lekosit terutama akan tertarik

terhadap produk-produk yang dihasilkan kuman dan dilepaskan oleh jaringan

yang cedera. Namun, bakterimia yang terjadi karena rangsang terhadap fokal

infeksi biasanya bersifat sementara dengan demikian akan terjadi kenaikan jumlah

lekosit dan LED yang bersifat sementara juga (Siswantoro, 2003).

2.2.6. Penatalaksanaan

Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering

dilakukan pasa pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan

pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi

dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi

seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi (Amarudin dan

Christanto, 2007).

Tonsilitis kronik merupakan salah satu penyakit otorinolaring yang paling

sering dan tonsilektomi merupakan satu dari bermacam prosedur operasi yang

dilakukan sebagai tatalaksana untuk pasien yang menderita penyakit tonsilitis

kronik. Masih terdapat kontroversi tentang keefektifan tonsilektomi yang

dilakukan pada pasien yang dewasa karena kurangnya bukti tentang hal tersebut.

Penelitian banyak menunjukkan bahwa kaedah tonsilektomi sangat efektif

dilakukan pada pasien anak-anak yang menderita tonsilitis berulang (Skevas et al.,

2010).

Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik.

Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala

yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh

streptokokus perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cefalosporin, makrolid,

klindamicin, atau injeksi secara intramuskular penisilin benzatin G. Terapi yang

menggunakan penisilin mungkin gagal (6-23%), oleh itu penggunaan antibiotik

(27)

2.2.7. Komplikasi

Tonsil dan adenoid yang sangat besar dapat menyebabkan obstruksi jalan

nafas sehingga menimbulkan apnea ketika tidur dan hipertensi pulmonal yang

jarang terjadi. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada pasien dengan tonsilitis

kronik adalah scarlet fever, glomerulonefritis akut dan demam rematik tetapi

jarang dijumpai (Hull dan Johnston, 2008).

Anak dengan tonsilitis kronik dapat terganggu fisiologisnya bahkan

kadang sampai tidak sekolah karena sakit yang selanjutnya dapat mempengaruhi

proses dan hasil belajarnya. Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan

obstruksi saluran nafas atas yang dapat mengakibatkan gangguan pada kondisi

fisiologis dan psikologis sehingga proses belajar menjadi terganggu yang pada

akhirnya mempengaruhi prestasi belajar. Ganong (1977) menyebutkan bahwa

dalam keadaan hipoksia maka otak merupakan salah satu organ yang pertama

terkena akibatnya. Hipoksia dapat menyebabkan mengantuk, gelisah, perasaan

sakit yang samar-samar, sakit kepala, anoreksia, nausea, takikardi dan hipertensi

pada hipoksia yang berat. (Farokah et al., 2007)

2.3. KEBERSIHAN MULUT

2.3.1. Definisi

Kebersihan mulut adalah kondisi atau perlakuan dalam menjaga jaringan

dan struktur dalam rongga mulut tetap berada di tahap yang sehat. Rongga mulut

telah diketahui dapat menjadi satu tempat yang efektif untuk patogen membiak.

Kebersihan mulut yang jelek dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti

tonsilitis, gingivitis, halitosis, xerostomia, pembentukan plak dan karies gigi.

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara infeksi

pada rongga toraks dengan kebersihan mulut yang jelek. Penjagaan kebersihan

mulut adalah sangat penting dan perlu dijadikan sebagai satu rutin kebersihan

secara general pada seseorang (Satku, 2004).

Penjagaan kebersihan mulut yang jelek dapat meningkatkan risiko

seseorang untuk mendapat penyakit pada mulut terutamanya akumulasi bakteri

(28)

infeksi terutamanya infeksi bakteri group A β-hemolytic Streptococcus (GABHS)

sehingga berlanjut ke komplikasi yang lebih parah telah lama diketahui. Satu

penelitian mendapati adanya hubungan antara infeksi GABHS yang persisten dan

penggunaan sikat gigi yang dicuci dengan cairan steril mendapati kultur GABHS

adalah negatif dalam masa 3 hari, dan pada sikat gigi yang tidak dicuci dengan

cairan steril, kultur GABHS adalah persisten hingga 15 hari (Desai et al., 2008).

2.3.2. Pembersihan Rongga Mulut Secara Mekanik

Kebersihan sisi-sisi mulut secara alami dipertahankan oleh kerja otot lidah,

pipi dan bibir. Aktivitas ini banyak dibantu oleh saliva dengan penambahan

lubrikasi pada pergerakan semasa berbicara, menghisap, menelan yang

memungkinkan bakteria, leukosit, jaringan dan sisa-sisa makanan ke dalam perut,

tempat di mana bakteria atau bahan-bahan yang dapat menyebabkan penyakit

menjadi tidak aktif.

Kebiasaan meludah, secara fisiologik adalah efektif bagi individu dalam

mempertahankan kebersihan mulut, tetapi berbahaya terhadap lingkungan karena

dapat menyebarkan jasad renik yang infeksius. Aliran terus-menerus dari saliva

tanpa stimulasi ataupun pada keadaan istirahat, menunjukkan rata-rata 19 ml/jam.

Jumlah ini akan meningkat dengan rangsangan psikis, seperti pada saat

memikirkan makanan. Walau bagaimanapun, terdapat perbedaan yang besar pada

aliran saliva pada masing-masing individu semasa keadaan istirahat

(0,5-111ml/jam). Pada suatu waktu penderita dengan demam dan dehidrasi sering

mengalami infeksi sepanjang duktus kelenjar liur, yang disebabkan oleh

penurunan aliran saliva dan seterusnya menyebabkan menurunnya tahap

kebersihan mulut. Hal ini akan mengakibatkan stasis dan infeksi pada duktus,

yang sering menyebabkan parotitis dan tonsilitis (Lehner, 1995).

Penggunaan sikat gigi merupakan lini pertama dalam pembersihan mulut

kecuali pada pasien yang sering mengalami perdarahan, nyeri atau aspirasi.

Rasional menggunakan sikat gigi karena sikat gigi sangat efektif untuk

mengurangkan plak dan mengelakkan terjadinya infeksi pada mulut. Selain itu,

(29)

aproksimal dan celah-celah gigi serta lebih ekonomis. Sikat gigi yang bagus

digunakan adalah sikat gigi yang mempunyai bulu yang lembut dan ujung yang

kecil karena dapat menyingkirkan plak dengan efisien dan meminimalkan

kejadian trauma pada gusi. Gigi harus disikat sekurang-kurangnya 2 kali sehari,

sebaiknya selepas bangun dari tidur dan sebelum tidur.

Busa pembersih (foam swabs) pula kebanyakannya digunakan apabila

penggunaan sikat gigi tidak direkomendasikan seperti pada orang-orang tua dan

pasien yang sering mengalami pendarahan gusi. Rasionalnya adalah karena busa

pembersih lebih lembut berbanding sikat gigi dan dapat mengurangkan terjadinya

trauma pada rongga mulut. Pasien dengan jumlah platlet yang kurang lebih rentan

terhadap terjadinya pendarahan gusi semasa menyikat gigi. Oleh itu, busa

pembersih dapat digunakan sebagai pengganti sikat gigi untuk tetap menjaga

kebersihan dan kesehatan mukosa pada rongga mulut serta mengurangkan

terjadinya abrasi dan trauma pada rongga mulut. Busa pembersih juga dapat

meningkatkan peredaran darah pada rongga mulut dan seterusnya meningkatkan

produksi saliva yang bertindak secara alami dalam menjaga rongga mulut agar

tetap bersih dan sehat. Walau bagaimanapun, perlu diingatkan bahwa penggunaan

busa pembersih tidak boleh digunakan berlama-lama tanpa keperluan. Berbanding

sikat gigi, busa pembersih menyingkirkan debris dan plak lebih sedikit pada gigi,

terutama di area yang terlindung pada gigi dan jaringan gusi. Penggunaan yang

berlama-lama boleh memperparah masalah gigi tersebut (Satku, 2004).

2.3.3. Tingkat Kebersihan Mulut

Secara klinis tingkat kebersihan mulut dinilai dalam suatu kriteria

penilaian khusus yaitu Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari Greene dan

Vermillion. Kriteria ini dinilai berdasarkan keadaan endapan lunak atau debris

dan karang gigi kalkulus. Indeks debris yang dipakai adalah Debris Index (D.I)

(30)

Tabel 2.3.3.1 Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1964)

NILAI KRITERIA DEBRIS LUNAK

0 tidak ada debris lunak

1 terdapat selapis debris lunak menutupi tidak lebih dari1/3 permukaan

gigi

2 terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi

tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Sumber : Indeks-indeks untuk penyakit gigi (Bahan Ajar). Medan: Bagian Ilmu

Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat FKG USU, 2001

Sedangkan indeks kalkulus yang digunakan adalah Calculus Index (C.I.)

Greene and Vermillion (1964) yaitu :

Tabel 2.3.3.2 Calculus Index (C.I.) Greene and Vermillion (1964)

NILAI KRITERIA KALKULUS SUPRAGINGIVA

0 tidak ada kalkulus

1 kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari ⅓ permukaan gigi

2 kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅓ permukaan gigi tetapi

tidak lebih dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus subgingival berupa

bercak hitam di sekitar leher gigi atau terdapat keduanya

3 kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅔ permukaan gigi atau

kalkulus subgingiva berupa cincin hitam di sekitar leher gigi atau

terdapat keduanya

Sumber : Indeks-indeks untuk penyakit gigi (Bahan Ajar). Medan: Bagian Ilmu

(31)

Kriteria debris lunak dan kalkulus supragingiva diperiksa pada 1 buah gigi

di setiap 6 segmen tertentu yaitu bukal kiri, labial dan bukal kanan untuk rahang

atas dan rahang bawah. Jadi, jumlah gigi yang diperiksa adalah 6 buah. Untuk

mengetahui indeks debris lunak, nilai kriteria debris lunak yang didapat pada

setiap segmen dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah segmen yaitu 6. Pengiraan

yang sama dilakukan untuk mengetahui indeks kalkulus supragingiva. Indeks

kebersihan mulut diperoleh dengan menjumlahkan nilai indeks debris dan indeks

kalkulus (Raharjanto, 2006).

2.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kebersihan Mulut

Kesehatan mulut tergantung pada keutuhan mukosa yang merupakan

kesatuan sejumlah struktur anatomi berkaitan dengan kesinambungan kulit bibir

pada pertemuan mukokutaneus dengan faring ataupun laring melalui orofaring.

Terdapat faktor lain yang berperan dalam mempertahankan kesehatan mulut

supaya tetap berada di tahap yang sehat yaitu aliran saliva, cairan saku gingival,

dan sistem pertahanan humoral dan selular (Lehner, 1995).

Pada bidang kesehatan gigi, kebersihan mulut mempunyai peranan

penting, karena kebersihan mulut yang buruk dapat mengakibatkan timbulnya

berbagai macam penyakit baik lokal maupun sistemik. Tingkat kebersihan mulut

yang telah dijelaskan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pola makan,

kebiasaan menggosok gigi secara benar dan teratur, susunan gigi geligi dan

(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEP

Yang menjadi kerangka konsep pada penelitian dengan judul “Perbedaan

Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik di

Kalangan Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922” dapat dilihat

pada bagan sebagai berikut:

3.2.1. Kebersihan mulut adalah kondisi atau perlakuan dalam menjaga jaringan

dan struktur dalam rongga mulut tetap berada di tahap yang sehat yang

dilihat berdasarkan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) Greene and

Vermillion (1964).

a) Cara ukur: Melakukan pemeriksaan debris dan kalkulus pada

responden sesuai daftar pemeriksaan dengan bantuan dokter

(33)

b) Hasil ukur:

3.2.2. Usia adalah karakteristik usia yang dikaji berdasarkan golongan usia

anak-anak di sekolah dasar yaitu 5 – 12 tahun.

3.2.3. Jenis kelamin adalah anak-anak laki-laki dan perempuan.

3.2.4. Status ekonomi adalah kemampuan suatu keluarga untuk memenuhi

kebutuhan sandang pangan dan kebutuhan lain yang menunjang dalam

hidup bermasyarakat.

a) Cara ukur: Menanyakan pada responden jumlah gaji orang tua dan

dibagikan kepada status ekonomi tinggi, sedang dan rendah

berdasarkan Upah Minimal Regional Kota Medan 2011.

b) Hasil ukur :

3.2.5. Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk

anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status

gizi anak dilihat pada tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index)

berdasarkan umur anak yang dikeluarkan oleh CDC tahun 2004.

HASIL JUMLAH INDEKS DEBRIS DAN

INDEKS KALKULUS

Baik 0,0 – 1,2

Sedang 1,3 – 3,0

Jelek 3,1 – 6,0

STATUS EKONOMI JUMLAH GAJI ORANG TUA

Tinggi >Rp2.000.000,00

Sedang Rp1.000.000,00 - Rp2.000.000,00

(34)

a) Cara ukur: Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan

responden kemudian dilakukan pengiraan Indeks Massa Tubuh bagi

setiap responden. Status gizi responden diinterpretasikan sesuai dengan

tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) berdasarkan umur anak

yang dikeluarkan oleh CDC tahun 2000.

b) Hasil ukur:

3.2.6. Riwayat perawatan gigi adalah upaya yang dilakukan agar gigi tetap

sehat dan dapat menjalankan fungsinya. Riwayat perawatan gigi dilihat

berdasarkan Indeks DMF-T (DMF-Teeth) yang menggambarkan

banyaknya karies yang diderita seseorang. Indeks DMF-T (DMF-Teeth)

diguna pakai untuk menilai tahap kesehatan gigi anak dan dewasa. Yang

dimaksudkan dengan DMF-T adalah:

- Decay :Jumlah gigi karies yang tidak ditambal / yang masih dapat

ditambal.

- Missing : Jumlah gigi yang indikasi untuk dicabut / gigi yang telah

hilang karena karies.

- Filling : Jumlah gigi yang telah ditambal dan masih baik.

a) Cara ukur: Menghitung indeks DMF-T pada responden yaitu dengan

STATUS GIZI INTERPRETASI PADA TABEL

Kurang < 5th percentile

Normal 5th – 85th percentile

(35)

3.2.7. Tonsilitis kronik adalah infeksi atau peradangan pada tonsila palatine

lebih dari 3 bulan.

a) Cara ukur: Menilai adanya tanda-tanda tonsilitis kronik pada tonsil

seperti kripta yang melebar, derajat hipertrofi tonsil, pembentukan

fibrotasi dan ada atau tidaknya dendritus.

b) Hasil ukur: YA atau TIDAK

3.3. SKALA PENGUKURAN

3.3.1. Skala nominal

Tingkatan skala yang paling lemah. Skala ini mengklasifikasikan obyek

pengamatan kepada beberapa kelompok dan obyek tersebut hanya masuk

ke salah satu kelompok saja. Pada penelitian ini, yang termasuk dalam

skala nominal adalah jenis kelamin.

3.3.2. Skala ordinal

Skala ini membagi obyek penelitian menjadi kelompok yang ada

hubungan (ranking) tetapi tidak tumpang tundik. Perkaitan antara

kelompok dapat dinyatakan dengan baik, cukup, dan kurang atau rendah,

menengah, dan tinggi. Skala ordinal yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kebersihan mulut, usia, tingkat kelas, status ekonomi, status gizi

dan riwayat perawatan gigi .

3.4. HIPOTESA

Terdapat 2 hipotesis yang dapat diperoleh:

1. Ho = Tidak ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian

tonsilitis kronik di kalangan anak-anak

2. Ha = Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian

(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. JENIS PENELITIAN

Penilitian ini adalah penelitian analitik yang telah dilakukan dengan

pendekatan pada desain cross sectional study, dimana akan dilakukan

pengumpulan data berdasarkan pemeriksaan dan survei terhadap

anak-anak yang menderita dan tidak menderita tonsilitis kronik.

4.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

4.2.1. Lokasi

Penelitian ini telah dijalankan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

4.2.2. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September hingga November

2011.

4.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa di Sekolah Dasar (SD)

Negeri 060922.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah semua populasi siswa yang menderita dan tidak menderita

tonsilitis kronik di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922. Sampel diambil

dengan cara total sampling dan mengikut keterbatasan waktu penelitian.

4.4. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

data primer yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan sesuai daftar

pemeriksaan yang telah dikonsultasi kepada dokter spesialis THT di RSUP

(37)

sampel-sampel penelitian. Responden juga perlu mengisi data berdasarkan

daftar pemeriksaan. Seterusnya, dilakukan pencatatan sesuai penelitian.

4.5. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel. Data

mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian dianalisis agar

memberikan arti yang berguna dalam memecahkan masalah dalam

penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan

bantuan program komputer yaitu Statistical Package for the Social

Sciences (SPSS) Version 17.0 for Windows.

(38)

BAB 5

sekolah yang berlokasi di Kecamatan Medan Sunggal, Kelurahan Tanjung Rejo.

Sekolah ini diselenggarakan oleh pemerintah dengan status Sekolah Negeri

dibawah selenggaraan DIKNAS. Selain itu, sekolah ini terletak bersebelahan

dengan sebuah sekolah negeri yang lain yaitu Sekolah Dasar (SD) Negeri 068083.

Kedua-dua sekolah ini terletak di dalam suatu kawasan yang sama.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling

dimana populasi sampel ini terdiri dari anak-anak siswa di Sekolah Dasar (SD)

Negeri 060922, Medan dari kelas I sehingga kelas VI dengan jumlah total 425

orang. Dari total sampel 425 orang, sebanyak 205 orang telah diekslusikan. Hal

ini karena 107 orang tidak menyerahkan kembali lembar pemeriksaan, 58 orang

tidak mengisi lembar pemeriksaan dengan lengkap dan 40 orang tidak diberikan

izin oleh orang tua mereka sehingga jumlah responden yang dapat dievaluasi

adalah sebanyak 220 orang.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan penelitian ini dijalankan

adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian

tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922,

Medan. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka diperlukan kelompok

responden yang tidak menderita tonsilitis kronik sebagai kelompok kontrol, dan

kelompok responden yang menderita tonsilitis kronik bertindak sebagai kelompok

(39)

Semua responden yang terdiri dari penderita dan bukan penderita tonsilitis

kronik dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai

karakteristiknya. Berikut adalah tabel-tabel yang mendiskripsikan karakteristik

responden dalam penelitian ini:

5.1.2.1. Jenis Kelamin Responden

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi

(orang)

jumlah responden dari jenis kelamin laki-laki adalah 97 orang (44.1%) dan jumlah

responden dari jenis kelamin perempuan adalah lebih tinggi dari responden

laki-laki yaitu 123 orang (55.9%).

5.1.2.2. Kelompok Umur Responden

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

No. Kelompok Umur Frekuensi

(40)

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,

jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun adalah

79 orang (35.9%). Jumlah responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8

hingga 11 tahun adalah yang paling tinggi yaitu 121 orang (55.0%) dan jumlah

responden dari kelompok umur 3 yaitu dari usia 12 hingga 15 tahun adalah paling

rendah dengan jumlah 20 orang (9.1%).

5.1.2.3. Status Ekonomi Responden

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Ekonomi

No. Status Ekonomi Frekuensi

(41)

5.1.2.4. Status Gizi Responden

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi

No. Status Gizi Frekuensi

(orang)

paling rendah dengan jumlah 9 orang (4.1%) dan jumlah responden dengan status

gizi yang jelek adalah 84 orang (38.2%).

5.1.2.5. Riwayat Perawatan Gigi Responden

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Perawatan Gigi

No. Riwayat

(42)

5.1.2.6. Tingkat Kebersihan Mulut Responden

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kebersihan Mulut

No. Tingkat Kebersihan

Jumlah responden dengan kebersihan mulut yang sedang adalah yang paling

tinggi yaitu 122 orang (55.5%) dan jumlah responden dengan kebersihan mulut

yang jelek adalah 46 orang (20.9%).

5.1.2.7. Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Responden

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Dengan dan Tanpa Tonsilitis Kronik

No. Tonsilitis kronik Frekuensi

(orang)

jumlah responden yang tidak menderita tonsilitis kronik adalah lebih tinggi

(43)

5.1.2.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut Berdasarkan

Kelompok Umur

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut Berdasarkan Kelompok

Umur

mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 15 orang (28.8%). Untuk

kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan

mulut yang sedang adalah 48 orang (39.3%) dan jumlah responden yang

mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 16 orang (34.8%). Jumlah

responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8 hingga 11 tahun yang

mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 34 orang (65.4%). Untuk

kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan

mulut yang sedang adalah 63 orang (51.6%) dan jumlah responden yang

mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 6 orang (13.0%). Jumlah

responden dari kelompok umur 3 yaitu dari usia 12 hingga 15 tahun yang

mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 3 orang (5.8%). Untuk

kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan

mulut yang sedang adalah 11 orang (9.0%) dan jumlah responden yang

(44)

5.1.2.9. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Jenis

Kelamin

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Jenis

Kelamin

Jenis

Kelamin

Tonsilitis Kronik

Ada Tiada

Frekuensi

(orang)

Persentase

(%)

Frekuensi

(orang)

Persentase

(%)

Laki-laki 50 58.8 47 34.8

Perempuan 35 41.2 88 65.2

Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,

jumlah responden laki-laki yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 50 orang

(58.8%) dan jumlah responden dari jenis kelamin laki-laki yang tidak mempunyai

tonsilitis kronik adalah 47 orang (34.8%). Jumlah responden perempuan yang

mempunyai tonsilitis kronik adalah 35 orang (41.2%) dan jumlah responden dari

jenis kelamin perempuan yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 88 orang

(45)

5.1.2.10. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan

Kelompok Umur

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan

Kelompok Umur

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,

jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun yang

mempunyai tonsilitis kronik adalah 20 orang (23.5%). Untuk kelompok usia yang

sama, jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 59 orang

(43.7%). Jumlah responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8 hingga 11

tahun yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 59 orang (69.4%). Untuk

kelompok usia yang sama, jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis

kronik adalah 62 orang (45.9%). Jumlah responden dari kelompok umur 3 yaitu

dari usia 12 hingga 15 tahun yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 6 orang

(7.1%) dan untuk kelompok usia yang sama, jumlah responden yang tidak

(46)

5.1.2.11. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status

Ekonomi

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status

Ekonomi

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,

jumlah responden dari status ekonomi tinggi yang mempunyai tonsilitis kronik

adalah 9 orang (10.6%) dan 14 orang (10.4%) dari status ekonomi tinggi tidak

mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dari status ekonomi sedang yang

mempunyai tonsilitis kronik adalah 9 orang (22.4%) dan 43 orang (31.9%) dari

status ekonomi sedang tidak mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dari

status ekonomi rendah yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 57 orang

(47)

5.1.2.12. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status

Gizi

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status

Gizi

Status Gizi

Tonsilitis Kronik

Ada Tiada

Frekuensi

(orang)

Persentase

(%)

Frekuensi

(orang)

Persentase

(%)

Baik 46 54.1 81 60.0

Lebih 3 3.5 6 4.4

Kurang 36 42.4 48 35.6

Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,

jumlah responden dengan status gizi baik yang mempunyai tonsilitis kronik

adalah 46 orang (54.1%) dan 81 orang (60.0%) tidak mempunyai tonsilitis kronik.

Jumlah responden dengan status gizi lebih yang mempunyai tonsilitis kronik

adalah 3 orang (3.5%) dan 6 orang (4.4%) tidak mempunyai tonsilitis kronik.

Jumlah responden dengan status gizi kurang yang mempunyai tonsilitis kronik

(48)

5.1.2.13. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan

Riwayat Perawatan Gigi

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Riwayat

Perawatan Gigi

jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik dan mempunyai

tonsilitis kronik adalah 19 orang (22.4%) dan 62 orang (45.9%) tidak mempunyai

tonsilitis kronik dengan riwayat perawatan gigi yang baik. Jumlah responden

dengan riwayat perawatan gigi yang jelek dan mempunyai tonsilitis kronik adalah

66 orang (77.6%) dan 73 orang (54.1%) tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan

(49)

5.1.3. Hasil Analisa Data

Untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian

tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922

digunakan uji chi-square. Hasil uji tabulasi silang antara kebersihan mulut dan

kejadian tonsilitis kronik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 5.14 Hasil Uji Tabulasi Silang Tingkat Kebersihan Mulut dan Kejadian

Tonsilitis Kronik

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa jumlah responden dengan tingkat

kebersihan mulut yang baik dan mempunyai tonsilitis kronik adalah 9 orang

(17.3%) dan jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan

tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 43 orang (82.7%). Jumlah responden

dengan tingkat kebersihan mulut yang sedang dan mempunyai tonsilitis kronik

adalah 50 orang (41.0%) dan jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis

kronik dengan tingkat kebersihan mulut yang sedang adalah 72 orang (59.0%).

Jumlah responden dengan tingkat kebersihan mulut yang jelek dan mempunyai

tonsilitis kronik adalah 26 orang (56.5%) dan jumlah responden yang tidak

mempunyai tonsilitis kronik dengan tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah

(50)

Di dalam penelitian ini, telah ditetapkan dua hipotesis:

- Ho = Tidak ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis

kronik di kalangan anak-anak

- Ha = Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut dan kejadian tonsilitis kronik di

kalangan anak-anak

Menguji hipotesis:

Dalam penelitian ini, uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square. Uji Chi

Square menyatakan bahwa:

Ho ditolak dan Ha diterima apabila nilai p (probabilitas) yang dihitung <

nilai α yang telah ditentukan. Nilai α adalah nilai kemaknaan dalam penelitian ini yang telah ditetapkan sebelumnya dengan nilai α = 5%

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 16.468a 2 .000

Likelihood Ratio 17.482 2 .000

Linear-by-Linear

Association

16.016 1 .000

N of Valid Cases 220

Berdasarkan hasil tes dalam penelitian ini, nilai p < 0.001 dan hubungan nilai p

dan nilai α adalah p < α  Ho ditolak.

Kesimpulan : Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis

(51)

5.2. PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan

mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar

(SD) Negeri 060922. Penelitian dilakukan secara deskriptif-retrospektif dan

mendapatkan data responden secara langsung dari pemeriksaan yang telah

dilakukan.

1. Penelitian menunjukkan responden dari status ekonomi rendah adalah paling

banyak yaitu 135 orang berbanding responden dari status ekonomi sedang dan

status ekonomi tinggi yaitu masing-masing 62 orang (28.2%) dan 23 orang

(10.5%). Menurut pendapat peneliti, hal ini disebabkan lokasi sekolah yang

terletak di kawasan perumahan yang mayoritasnya adalah penduduk dengan status

ekonomi rendah dan ini menyebabkan sekolah ini menjadi pilihan orangtua karena

biaya sekolah yang tidak mahal.

2. Penelitian ini menunjukkan responden dari kelompok umur 2 yaitu dari umur 8

hingga 11 tahun mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik, sedang dan jelek

yang paling tinggi yaitu masing-masing 34 orang (65.4%), 63 orang (51.6%) dan

24 orang (52.2%). Menurut pendapat peneliti, hal ini wajar karena responden dari

kelompok umur 2 merupakan responden yang paling banyak yaitu 121 orang jika

dibandingkan dengan responden dari kelompok 1 yang hanya berjumlah 79 orang

dan kelompok umur 3 yang berjumlah 20 orang.

3. Data menunjukkan kelompok umur yang paling tinggi menderita tonsilitis

kronik adalah kelompok umur 2 yaitu sebanyak 59 orang (69.4%). Hasil ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar (SD) Kota Semarang tentang

hubungan tonsilitis kronik dengan prestasi belajar siswa (Farokah et al., 2007).

Menurut pendapat peneliti, hal ini dikarenakan usia 8 tahun dan ke atas

Gambar

Tabel 2.3.3.1 Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1964)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) berdasarkan umur anak
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur dan doa setulus-tulusnya, penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, Tuhan semesta alam. Atas segala ridha, rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada kami

Penelitian berjudul “ Optimalisasi Integrasi Kebijakan Penggunaan Sarana Penal Dan Non Penal Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba Oleh Kepolisian Resor Demak

Sehubungan dengan proses Lelang sederhana paket pekerjaan Pengadaan Peralatan Administrasi dan Mesin pada Dinas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan

Lokasi penelitian Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Pandeglang dan Kecamatan Pandeglang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

•Saya, wahai Bhante, akan menjalani kehidupan suci di bawah bimbingan Begawan, Begawan akan menyatakan kepada saya — ‘Dunia adalah kekal,’ atau ‘‘dunia adalah tidak

Secara umum adsorpsi dapat diartikan sebagai peristiwa fisika pada permukaan suatu bahan, yang tergantung dari spesifikasi antara adsorben dengan zat yang diserap

Sementara itu, penelitian Magreta dan Poppy Nurmayanti (2009) yang memprediksi bahwa ada beberapa faktor akuntansi (ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas,

Sepeda motor matic menggunakan sistem transmisi otomatis, yaitu tenaga dari crankshaft (poros engkol) diteruskan ke roda belakang lewat bantuan dua buah pulley