• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah secara berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah secara berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok Jawa Barat"

Copied!
266
0
0

Teks penuh

(1)

MULYO HANDONO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

Saya yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok- Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Januari 2010

(3)

iii

Djoefrie as chairman, Etty Riani, and Siti Amanah as members.

TPA Cipayung has been operated since 1992, at Cipayung, Pancoran Mas, Kota Depok. To face the problem around TPA Cipayung, it is important to development management some analysis. The research purpose of this research were: 1) to explain environmental quality, socia l, economic and health condition around Cipayung garbage’s TPA area at Depok city. 2) to analyse policy strategy that related to effort of managemant of Cipayung garbage’s TPA at Depok city. 3) to design alternative policy of management of Cipayung garebage’s TPA at Depok city. The research methods used descriptive analysis to analyze the quality of up down wells, BAP, lindi water, and microbiology. Then, the results were compared with Permenkes RI No. 416/MenKes//Per/IX/1990, Kriteria Mutu Air PPRI No.28/2001. Gol. III, Baku Mutu: SK Gubernur Jawa Barat No. 6/1999. Sampel water analysis was conducted in laboratory of PT. Mutu Agung Lestari. The condition of social economy and health in location around of TPA Cipayung were analyzed by descriptive analyzed. Data of interview result with profesional about policy of management TPA Cipayung was analyzed with AHP method, using expert choice 2000 program. Analysis of garbage management model in TPA Cipayung using Microsoft Office Excel and Stimulation model analysis of dinamic system using Stella software vertion 8.0. The result of this analysis show the physical variabel of water quality in three location still under NAB that were permitted. Except the temperatur variabel have rather high than NAB. The result of many chemical variabel in three location sampel have high then NAB that permitted, such as Fe, Mn, NO2-N, BOD5, COD, DO, Zn, and Fenol. The result of social economy aspect are there is some problems around TPA Cipayung and the benefiit of economy that TPA Cipayung’s society can get. Health of society in location around TPA Cipayung in general, suffering diare, fever, skin infection and ispa.The result of Analysis Hierarchy Process (AHP) showed that (1) alternative of policy is the optimalization of garbage management, (2) the optimalization of cleaning service, (3) third priority is the increase of stakeholder’s participation. (4) law enforcement. The result of garbage management strategy analisys in TPA Cipayung recomendation program 3R+1P, start from the garbage source, until the garbage that throw in to TPA getting low and can minimalize the garbage transportation cost to TPA.

(4)

iv

Amanah sebagai anggota.

Kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dimulai dari tahap pengumpulan sampah dari sumber-sumber sampah, pengangkutan, dan proses pengolahan sampah di TPA Cipayung. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mewujudkan Kota Depok yang bersih, sehat, dan nyaman. Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah 1) Mendapatkan informasi tentang kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat di sekitar kawasan TPA Sampah Cipayung, 2) Mendapatkan rancangan strategi kebijakan yang berkaitan dengan upaya pengelolaan TPA Sampah Cipayung di Kota Depok, 3) Mendapatkan rancangan model kebijakan pengelolaan TPA Sampah Cipayung secara berkelanjutan.

Penelitian dilakukan dengan metode survei yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan dan proses pengelolaan sampah di TPA Cipayung. Selain itu, penelitian dilakukan dengan menganalisis kualitas air sumur, badan air permukaan (BAP), air lindi, dan mikrobiologi, yang kemudian dibandingkan dengan peraturan Permenkes RI No. 416/MenKes//Per/IX/1990, Kriteria Mutu Air PPRI No.28/2001. Gol. III, Baku Mutu: SK Gubernur Jawa Barat No. 6/1999. Sampel air dianalisis di Laboratorium PT. Mutu Agung Lestari. Kondisi sosial ekonomi dan kesehatan di sekitar kawasan TPA Cipayung dianalisi secara deskriptif. Data hasil wawancara dengan pakar mengenai kebijakan pengelolaan TPA Cipayung diolah dengan menggunakan metode AHP, dengan program expert choice 2000. Sementara itu, analisis model menggunakan Microsoft Office Excel dan analisis simulasi model sistem dinamik dengan menggunakan software Stella versi 8.0.

Hasil analisis menunjukkan kualitas air pada tiga lokasi sampel variabel fisik masih di bawah NAB yang diizinkan, kecuali variabel suhu sudah di atas NAB. Hasil pengukuran beberapa variabel kimia pada tiga lokasi sampel sudah di atas NAB yang diizinkan, di antaranya adalah Fe, Mn, NO2

-N, BOD5, COD, DO, Zn, dan Fenol. Hasil analisis pemeriksaan coliform pada kualitas air sumur dan BAP masih di bawah nilai NAB. Dilihat dari aspek sosial ekonomi, keberadaan TPA Cipayung menimbulkan dampak positif dan negatif bagi kehidupan masyarakat sekitar. Salah satu dampak yang dapat dirasakan secara langsung adalah adanya gangguan terhadap lingkungan yang disebabkan oleh kurang terkoordinasinya pengelolaan sampah di TPA Cipayung. Selain itu, jika dilihat dari segi kesehatan, pada umumnya masyarakat di sekitar kawasan TPA Cipayung menderita penyakit diare, demam, infeksi kulit, dan ispa.

(5)

v

membuat fungsi perencanaan dan pengendalian pengelolaan sampah menjadi sangat lemah. c). Peningkatan partisipasi pemangku kepentingan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa partisipasi dari semua pemangku kepentingan dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung Kota Depok sangat penting. Bentuk partisipasi dapat dimulai dengan peran aktif masyarakat dan swasta sebagai pengelola sampah. Kegiatan pengurangan sampah dari sumbernya dengan melakukan peningkatan pola-pola penanganan sampah berbasis masyarakat. d). Penegakan hukum. Hukum adalah pegangan yang pasti, positif dan pengarah bagi tujuan-tujuan program yang akan dicapai. Semua peri kehidupan diatur dan harus tunduk pada prinsip-prinsip hukum, sehingga dapat tercipta masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. Selain sebagai sarana pengatur ketertiban, hukum juga dipandang sebagai sarana untuk memperbaharui dan mengubah masyarakat ke arah hidup yang lebih baik. Peraturan perundang-undangan di antaranya PP/Kepres/Kepmen/Perda mengatur tata cara pengelolaan sampah mulai dari sumber sampah sampai ke TPA, mengatur posisi, hak, dan kewajiban masing-masing pemangku kepentingan serta mengatur sanksi jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan sampah.

(6)

vi

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(7)

vii

Oleh:

MULYO HANDONO P062059474

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

viii

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H.M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr Ketua

Dr. Ir. Etty Riani, MS Anggota

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Anggota

Ketua Program Studi PSL Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(9)

Penguji Luar Ujian Tertutup :

1. Prof. Dr. Ir. Soemardjo. M.S

2. Prof. Dr. Ir. Surjono H.Sutjahjo. M.S

Penguji Luar Ujian Terbuka :

(10)

ix

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini dengan judul Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok Jawa Barat.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada bapak Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Etty Riani, MS dan Dr. Ir. Siti Amanah, MSc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan mulai dari penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan disertasi ini. Semoga ilmu yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.

Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi, dan kepada Prof. Dr Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarajan IPB yang memberikan arahan dan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan di IPB.

Ucapan terima kasih kepada seluruh anggota keluarga, khususnya istri yang tercinta Rusmalia dan anakku yang tersayang Muliawan dan Rizky Mulia yang senantiasa mewarnai kehidupan penulis, atas kesabarannya menemani dalam suka dan duka selama mengikuti pendidikan dan doa yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga kepada ayahanda S. Hardjomartono (alm.) dan ibunda Askinah (alm.) atas bimbingan dan curahan kasih sayang semasa hidupnya. Terima kasih kepada rekan-rekan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, Dhona dan semua pihak yang telah membantu penyusunan penelitian ini. Penulis mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Depok dan pihak yang membutuhkan.

Wassalamu ’Alaikum Wr. Wbr.

(11)

x

Tengah lulus tahun 1975. SMPN 1 Pati Jawa Tengah lulus tahun 1979, SMAN 1 Pati Jawa Tengah lulus tahun 1982. Penulis mengikuti pendidikan sarjana (S1) Jurusan Manajemen Informatika di Universitas Budi Luhur lulus tahun 1994, Pendidikan Magister Manajemen (S2) Jurusan SDM di STIE IPWI Jakarta lulus tahun 1998. Sejak tahun 2005 mengikuti Program Doktor (Dr) pada Institut Pertanian Bogor, program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Penulis juga mengikuti kursus tentang Environmental Technology Assessment for Waste Water Treatment and Collection System di United States Environmental Training Institue tahun 1996, Introduction to Construction Project Management di National University of Singapore tahun 1996, Jica Training Course in the Field of Operation and Maintenance Sewerage Facilities pada tahun 1998 di Sapporo, Jepang.

Riwayat pekerjaan yang pernah dilakukan di antaranya Departemen Pekerjaan Umum tahun 1991-1999, Bappeda Kota Depok tahun 1999-2002, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok tahun 2002-2005, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Sejahtera Kota Depok tahun 2005-2007, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok tahun 2007- 2009, tahun 2009 sampai sekarang di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok.

(12)

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Kerangka Pemikiran ... 3

1.3. Perumusan Masalah... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.6. Novelty/Kebaruan ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Klasifikasi Sampah... 8

2.1.1. Penggolongan Sampah... 8

2.1.2. Komposisi Sampah... 10

2.1.3. Manfaat Sampah ... 12

2.2. Pengelolaan Sampah... 14

2.3. Tempat Pembuangan Akhir ... 18

2.4. Pencemaran Lingkungan ... 19

2.5. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ... 20

2.6. Pembangunan Berwawasan Lingkungan ... 22

2.7. Analisis Kebijakan ... 23

2.8. Analisis AHP ... 26

2.9. Pemodelan... 28

2.10. Kajian Penelitian Terdahulu ... 36

III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 3.1. Letak, Luas, dan Batas Administrasi ... 38

3.2. Kondisi Geografis, Geologi, Topografi, Hidrologi, dan Iklim ... 38

3.2.1. Kondisi Geografis ... 38

3.2.2. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah ... 39

3.2.3. Kondisi Topografi ... 40

3.2.4. Klimatologi dan Curah Hujan ... 40

3.3. Kesesuaian Lokasi dengan Tata Ruang ... 40

3.4. Penggunaan Lahan di Kota Depok ... 41

3.5. Kondisi Demografi ... 42

3.5.1. Penduduk ... 42

3.5.2. Tenaga Kerja ... 43

3.5.3. Pendidikan... 44

3.5.4. Agama ... 44

3.5.5. Kesehatan ... 45

3.5.6. Fasilitas Transportasi ... 45

(13)

xii

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 61

4.1. Lokasi dan Waktu dan Penelitian ... 61

4.2. Rancangan Penelitian... 61

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 62

4.3.1. Keadaan Kualitas Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Kesehatan Masyarakat di Sekitar TPA Cipayung... 62

4.3.2. Kebijakan Pengelolaan Sampah di TPA Cipayung ... 62

4.3.3. Sistem Pengelolaan Sampah ... 63

4.4. Metode Analisis ... 63

4.4.1. Analisis Keadaan Kualitas Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Kesehatan Masyarakat di Sekitar TPA Cipayung ... 63

4.4.2. Analisis Kebijakan Pengelolaan Sampah di TPA Cipayung 63 4.4.3. Analisis Sistem Pengelolaan Sampah ... 64

4.4.3.1. Tahapan Pemodelan Sistem Dinamik... 64

V. KEADAAN KUALITAS LINGKUNGAN, SOSIAL, EKONOMI, DAN KESEHATAN MASYARAKAT DI SEKITAR TPA CIPAYUNG ... 70

5.1. Pendahuluan ... 70

5.2. Metode Evaluasi Kualitas Lingkungan ... 71

5.2.1. Data Primer ... 72

5.2.1.1. Fisik dan Kimia ... 72

5.2.1.2. Mikrobiologi Lingkungan... 74

5.2.1.3 Sosial Ekonomi Masyarakat... 75

5.2.2. Data Sekunder ... 77

5.3. Kondisi Kualitas Lingkungan ... 77

5.3.1. Fisik dan Kimia Air ... 77

5.3.1.1. Kualitas Air Sumur ... 77

5.3.1.2. Kualitas badan air penerima (BAP) ... 91

5.3.1.3. Kualitas Air Lindi ... 96

5.3.2. Mikrobiologi Air ... 100

5.4 Keadaan Responden di Kawasan TPA Cipayung ... 101

5.4.1. Jarak Rumah Responden dengan TPA Cipayung ... 101

(14)

xiii

5.4.4.2.2. Analisis Fin ansial Anaerobik Komposting 118

5.5. Kondisi Sosial Budaya... 121

5.6. Kesehatan Masyarakat ... 122

5.7. Kesimpulan ... 124

5.8. Daftar Pustaka ... 125

VI. KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH... 127

6.1. Latar Belakang ... 127

6.2. Metode Analisis AHP ... 128

6.3. Hasil Analisis Data Penilaian Tingkat Kepentingan ... 129

6.4. Alternatif Kebijakan Pengelolaan TPA Cipayung ... 133

6.5. Kesimpulan ... 147

6.6. Daftar Pustaka ... 148

VII. SISTEM PENGELOLAAN TPA SAMPAH ... 150

7.1. Latar Belakang ... 150

7.2. Metode Analisis ... 151

7.3. Kondisi Eksisting Pengelolaan Persampahan Kota Depok ... 151

7.3.1. Sub Sistem Kelembagaan dan Organisasi... 152

7.4. Model Sistem Pengelolaan Sampah ... 161

7.4.1. Parameter dan Variabel Model Sistem Pengelolaan Sampah ... 161

7.4.2. Diagram Input-Output... 161

(15)

xiv

7.6. Implementasi Pengelolaan dan Pengolahan Sampah... 180

7.6.1. Unit Pengolahan Sampah (UPS) Skala Kawasan... 180

7.7. Alternatif Pengolahan Sampah ... 189

7.7.1. Konseps i Penanganan Sampah dari Sumber ... 189

7.8. Pengelolaan Sampah dengan Memanfaatkan Teknologi... 192

7.9. Konsep Penanganan Sampah Berbasis Masyarakat ... 193

7.10. Rekomendasi Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Kota Depok ... 197

7.12. Daftar Pustaka... 208

VIII. PEMBAHASAN UMUM ... 210

(16)
(17)

xvi

2 Skala banding secara berpasangan dalam AHP ... 27

3 Rencana pemanfaatan ruang Kota Depok tahun 2010 ... 41

4. Keadaan penduduk di Kota Depok ... 43

5. Banyaknya tempat ibadah menurut jenisnya di Kota Depok ... 44

6. Pola pembongkaran sampah di TPA Cipayung ... 52

7. Komposisi kepegawaian DKP Kota Depok ... 58

8. Jumlah sukwan DKP Kota Depok menurut jabatan ... 59

9. Kualitas air sumur yang akan dianalisis di TPA Cipayung ... 72

10. Kualitas badan air penerima (BAP) yang akan dianalisis di TPA Cipayung ... 73

11. Kualitas air lindi yang akan dianalisis di TPA Cipayung ... 74

12. Mikrobiologi yang akan dianalisis di air sumur dan BAP TPA Cipayung ... 75

13. Pengambilan jumlah responden... 76

14. Badan air penerima (BAP) di TPA Cipayung ... 92

15. Kualitas air lindi di TPA Cipayung... 97

16. Dampak ekologis berbagai limbah yang potensial masuk ke perairan.... 99

17. Hasil pengujian terhadap mikrobiologi di TPA Cipayung ... 101

18. Biaya pembuatan kompos 5 tahun ... 117

19. Biaya produksi Dranco per tahun ... 119

20. Nilai prioritas kelompk pemangku kepentingan ... 129

21. Nilai pembobotan pada aspek (level 3) masing-masing kelompok pemangku kepentingan... 132

22. Nilai gabungan pembobotan pada level aspek ... 132

23. Nilai prioritas alternatif kebijakan pengelolaan TPA Cipayung ... 134

24. Karakteristik sampah yang masuk ke TPA Cipayung ... 157

25. Target dan realisasi retribusi persampahan Kota Depok 2001-2005 ... 178

(18)

xvii

2. Tiga elemen sistem kebijakan ... 24

3. Mencari pengungkit tertinggi ... 30

4. Pemodelan sistem dinamik ... 35

5. Stock flow diagram ... 36

6. Pembagian lahan TPA Cipayung ... 49

7. Struktur hirarki perumusan strategi pengelolaan TPAS ... 62

8. Alur tahapan pemodelan ... 64

9. Jarak tempat tinggal responden ke TPA ... 101

10. Tanggapan responden di sekitar TPA Cipayung ... 102

11. Tingkat pendidikan responden di TPA Cipayung ... 105

12. Model pengelolaan sampah... 107

13. Jenis pekerjaan responden ... 110

14. Grafik hubungan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial... 133

15. Sistem peraturan perundangan pengelolaan sampah ... 145

16 Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok ... 152

17. Diagram input-output sistem pengelo laan sampah di TPA Cipayung.. 162

18. Causal loop model pengelolaan sampah ... 164

19. Diagram model pengelolaan sampah berkelanjutan ... 165

20. Grafik prediksi perkembangan jumlah sampah di TPS dan sampah di TPA, sampah rumah tangga, sampah yang tidak terangkut dan sampah yang tidak tertampung di TPA... 168

21. Grafik prediksi usia TPA pada berbagai pola (%)... 170

22. Grafik prediksi usia TPA dengan pola 3R+1P pada berbagai skenario (%) ... 171

23. Grafik prediksi jumlah sampah di TPA pada berbagai skenario recycle ... 172

24. Grafik prediksi jumlah sampah yang tidak tertampung di TPA pada berbagai skenario (m3) ... 173

25. Sistem mekanisme peran serta masyarakat ... 176

26. Sistem pemanfaatan teknologi... 193

27. Kerjasama pemangku kepentingan... 194

(19)

xviii

3 Rumah tangga responden yang mendapat pelayanan angkutan sampah

dan Penerapan 3R per Kecamatan ... 231

4 Cara pengolahan pada rumah tangga yang tidak mendapat Pelayanan angkutan sampah ... 234

5 Pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Depok... 237

6 Pengelolaan sampah takakura ... 242

7 Kegiatan di kawasan TPA Cipayung ... 243

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Depok merupakan salah satu kota yang sedang berkembang di Propinsi Jawa Barat. Sebagaimana umumnya kota yang sedang berkembang, cukup banyak kegiatan yang dilakukan tanpa memperhitungkan keseimbangan lingkungan seperti kondisi fisik tanah, air, udara, kelestarian flora dan fauna, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

Salah satu dampak perkembangan pembangunan yang paling menonjol dan memerlukan perhatian yang sangat besar adalah masalah persampahan. Hal ini dibuktikan dengan masih ditemukannya tumpukan sampah di berbagai sudut Kota sebagai potret buram buruknya penanganan sampah di negeri ini. Berdasarkan data DKLH Kota Depok (2008), timbulan sampah yang dihasilkan Kota Depok semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduknya yang telah mencapai lebih dari 1,3 juta jiwa. Pada tahun 2006 timbunan sampah di Kota Depok mengalami kenaikan sebesar 43% dari tahun 2005, yaitu dari ± 2,409 m3/hari (879.318 m3/tahun) menjadi ± 3,445 m3/hari (1,257,425 m3/tahun).

Hal ini terjadi di karenakan pola hidup masyarakat yang semakin konsumtif sehingga mengakibatkan bertambahnya jumlah timbulan sampah yang pada akhirnya meningkatkan beban TPA karena adanya ketidaksanggupan TPA menampung jumlah timbulan sampah yang semakin hari semakin bertambah. Keterbatasan sarana dan prasarana pengolahan serta lemahnya manajemen pengelolaan mengakibatkan tidak terurusnya tumpukan sampah yang meng-gunung di TPA. Kondisi tersebut pada akhirnya memicu timbulnya konflik antara TPA dan masyarakat yang tidak dapat terelakkan lagi. Tingkat penolakan masyarakat terhadap keberadaan TPA semakin meningkat, begitu pula yang terjadi pada TPA Cipayung di Kota Depok.

(21)

menjadi hanya ditumpuk dan dibiarkan saja. Hal ini menimbulkan protes dari warga sekitar TPA.

Semakin meningkatnya volume timbulan sampah tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk Kota Depok. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang terkelola dengan baik dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, timbulnya berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pada pernapasan, dan menurunnya nilai estetika lingkungan. Sedangkan dampak tidak langsung yang dapat terjadi di antaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai.

Mengatasai permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan usaha pengu-rangan sampah mulai dari sumbernya. Saat ini Pemerintah Kota Depok telah menetapkan pengelolaan persampahan menjadi program utama yang termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam RPJMD tersebut Pemerintah Kota Depok berinisiatif membuat suatu pengolahan sampah pada tingkat kawasan Kelurahan yang sekarang dikenal dengan Unit Pengolahan Sampah (UPS). Pembangunan UPS tersebut juga merupakan bentuk implementasi dari UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Melalui UPS tersebut sampah yang dihasilkan oleh warga akan diolah seluruhnya.

Penanganan masalah sampah tidak hanya menjadi tanggungjawab Dinas Kebersihan Pertamanan Kota Depok saja, akan tetapi menjadi tanggungjawab bersama. Masyarakat sebagai produsen sampah diharapkan mampu mengelola dan mengurangi jumlah sampah yang ada. Kegiatan yang telah dilakukan di antaranya memilah sampah dan mengolahnya kembali menjadi barang yang berguna. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat membantu Pemerintah dalam mewujudkan kota yang bersih dan teratur.

(22)

perubahan dalam pemikiran dan tindakan setiap individu dalam meningkatkan kebersihan di lingkungan tempat tinggal mereka masing-masing.

Meskipun upaya pengelolaan sampah telah dilakukan dengan sebaik-baiknya, namun masih banyak permasalahan yang timbul seperti rendahnya kepedulian dan peran serta masyarakat serta kurangnya dukungan kebijakan perundangan yang proporsional yang dapat diterapkan, khususnya di lingkungan TPA Sampah Cipayung, Kota Depok. Menindak lanjuti hal tersebut di atas, perlu diciptakan suatu model pengelola an tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah secara berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok.

1.2. Kerangka Pemikiran

Pesatnya pembangunan di berbagai bidang mempengaruhi laju per-tumbuhan penduduk Kota Depok. Berdasarkan data BPS Kota Depok (2007), jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2007 mencapai 1.470.002 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan hidup yang berdampak terhadap peningkatan sisa-sisa buangan atau sampah dari aktivitas yang dilakukan. Di wilayah Kota Depok juga terdapat fasilitas umum seperti pasar, terminal, pertokoan, jalan raya serta industri yang semua aktivitasnya menghasilkan sampah. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah akan menjadi sumber masalah dalam kehidupan di antaranya menjadi sumber pencemar lingkungan hidup. Untuk itu, perlu dilakukan analisis kualitas

air sumur, badan air penerima (BAP), dan kualitas air lindi serta mikrobiologi di kawasan TPA Cipayung.

(23)

bersangkutan atau bekerjasama dengan pihak lain (Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup, 2008).

Pemerintah Kota Depok telah menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan berbagai aplikasi teknologi, akan tetapi pada kenyataannya masih ada timbulan sampah yang tidak terangkut ke TPA Cipayung. Timbulnya per-masalahan tersebut karena masih banyak masyarakat Kota Depok yang belum perduli dan menyadari akan permasalahan yang timbul sebagai akibat dari timbulan sampah yang dihasilkan.

Dikarenakan adanya keterbatasan tenaga kerja dan biaya operasional pengangkutan sampah, permasalahan sampah tidak hanya menjadi tanggungjawab Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok (DKP). Oleh sebab itu, diperlukan adanya partisipasi masyarakat dalam upaya mengurangi jumlah timbulan sampah yang ada di Kota Depok. Selain itu, partisipasi masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk menanggulangi permasalahan sampah perkotaan yang semakin komplek, sehingga diperlukan adanya kebijakan untuk pengelolaan sampah, mengingat kontribusi penyumbang sampah yang paling besar adalah sektor pemu-kiman/perumahan. Sampah yang paling dominan dihasilkan dari kegiatan rumah tangga adalah jenis sampah organik. Pengelolaan sampah organik seharusnya dapat ditangani lebih mudah dari tingkat rumah tangga. Dengan mereduksi sampah dari sumbernya, diharapkan volume sampah yang dihasilkan dapat berkurang sedikit demi sedikit.

(24)

dibuat kebijakan yang baru atau mengembangkan kebijakan-kebijakan yang telah ada, sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Kebijakan yang sudah ditetapkan harus dapat dilaksanakan dan perlu adanya pemantauan yang ketat agar kualitas lingkungan tetap terjaga, tidak terjadi konflik, dan mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan TPA Cipayung, Kota Depok. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran model pengelolaan TPA sampah secara berkelanjutan.

1.3. Perumusan Masalah

Sampah telah menjadi permasalahan nasional, seiring dengan pertumbuhan yang terjadi di segala bidang yang berdampak pada pertumbuhan jumlah produksi

Perumahan sampah

Pengelolaan TPA sampah Cipayung Pencemaran lingkungan :

pembentukan air lindi, degradasi, limpasan serta peresapan, gas metan

Ekologi

- kualitas air sungai, sumur dan lindi - mikrobiologi

Sosial

- persepsi - kesehatan - Partisipasi

- Pendidikan lingkungan - Budaya

Ekonomi

- pendapatan - peluang bekerja Masalah sosial, kesehatan

MODEL PENGELOLAAN TPA SAMPAH SECARA BERKELANJUTAN

(25)

sampah yang dihasilkan. Jumlah sampah yang terus meningkat dari tahun ke tahun membuat masalah sampah menjadi salah satu prioritas yang sangat penting untuk ditangani oleh semua pihak khususnya Pemerintah Kota Depok. Penanganan sampah pada dasarnya adalah tanggungjawab seluruh pihak termasuk masyarakat, dunia usaha, lembaga pendidikan, swasta, LSM, dan Pemerintah.

Organisasi pengelolaan sampah di Kota Depok secara formal termasuk dalam Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Secara operasional Dinas Kebersihan dan Pertamanan bekerjasama dengan Dinas Pengelolaan Pasar dengan mengikut sertakan masyarakat, baik di tingkat Kecamatan, RT/RW, Kelurahan maupun di tingkat swasta yang perduli terhadap lingkungan. Tugas utama Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok adalah menyelenggarakan kebersihan dengan cara memberikan pelayanan secara maksimal melalui mekanisme pengangkutan, pembuangan, dan pemrosesan sampah ke TPA Cipayung.

Pembangunan TPA Sampah Cipayung diharapkan akan membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar maupun bagi warga Kota Depok secara umum, sehingga permasalahan persampahan di Kota Depok dapat ditangani dengan baik. Selain dampak positif terhadap masyarakat sekitar, keberadaan TPA Sampah Cipayung juga menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem di kawasan tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain terjadinya penurunan kualitas lingkungan, baik fisik, kimiawi maupun penurunan kesehatan masyarakat. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah:

1. Kondisi kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat di sekitar kawasan TPA Sampah Cipayung Kota Depok;

2. Rancangan strategi kebijakan yang berkaitan dengan upaya pengelolaan kawasan TPA Sampah Cipayung di Kota Depok;

(26)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah membuat rumusan model pengelolaan sampah berkelanjutan di Kota Depok agar dapat dijadikan pedoman dalam kegiatan pengelolaan sampah yang selama ini telah dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapat informasi tentang kualitas lingkungan, sosial ekonomi, dan kesehatan masyarakat di sekitar kawasan TPA Sampah Cipayung, (2) mendapat rancangan strategi kebijakan yang berkaitan dengan upaya pengelolaan TPA Sampah Cipayung di Kota Depok, (3) mendapat rancangan model kebijakan pengelolaan TPA Sampah Cipayung secara berkelanjutan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penentu kebijakan dan pelaksana pengelola persampahan agar pelaksanaan pengelolaan sampah dapat berjalan dengan baik dan dapat menuntaskan atau meminimalisir permasalahan persampahan yang selalu muncul di perkotaan di Indonesia.

1.6. Novelty (Kebaruan)

(27)
(28)

Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Limbah itu sendiri pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Sampah mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, di samping itu juga mencemari lingkungan (Sa’id, 1998). Dewi (2008) mengemukakan sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia, namun pada prinsipnya sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sampah lebih rinci dibagi menjadi:

1. Sampah manusia, merupakan buangan yang dikeluarkan oleh tubuh manusia

sebagai hasil pencernaan. Tin ja dan air seni adalah hasilnya. Sampah manusia tersebut dapat berbahaya bagi kesehatan karena bisa

menjadi vektor penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus;

2. Limbah, merupakan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun pabrik. Limbah cair rumah tangga umumnya dialirkan ke saluran tanpa proses penyaringan seperti sisa air mandi, bekas cucian, dan limbah dapur. Sementara itu, limbah pabrik perlu diolah secara khusus sebelum dilepas ke alam bebas agar lebih aman. Namun tidak jarang limbah bahaya tersebut disalurkan ke sungai atau laut tanpa penyaringan;

3. Refuse (sampah), diartikan sebagai bahan sisa proses industri atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga. Sampah tersebut dibagi menjadi sampah lapuk, sampah tidak lapuk, dan tidak mudah lapuk;

(29)

Menurut Suriawiria (2003) sampah berdasarkan sumbernya digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu:

1. Sampah domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang bersumber dari aktivitas manusia secara langsung, baik dari rumah tangga, pasar, sekolah, pusat keramaian, pemukiman, dan rumah sakit;

2. Sampah non-domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang bersumber dari aktivitas manusia secara tidak langsung, baik dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, dan transportasi.

Berdasarkan bentuknya, sampah digolongkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu:

1. Sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa tanaman, hewan, kotoran ataupun benda-benda lainnya yang bentuknya padat;

2. Sampah cair, yaitu sampah yang berasal dari buangan pabrik, industri, pertanian, perikanan, peternakan atau pun manusia yang berbentuk cair, misalnya air buangan dan air seni;

3. Sampah gas, yaitu sampah yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor, dan cerobong pabrik yang semuanya berbentuk gas atau asap.

Berdasarkan jenisnya, sampah dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:

1. Sampah organik, yaitu jenis sampah yang sebagian besar tersusun oleh senyawa organik (sisa tanaman, hewan atau kotoran);

2. Sampah anorganik, yaitu jenis sampah yang tersusun oleh senyawa anorganik (plastik, botol, logam).

Berdasarkan jenisnya, sampah memiliki dua sifat yang berbeda, yaitu:

1. Sampah yang bersifat degradabel, yaitu sifat sampah yang secara alami dapat/mudah diuraikan oleh jasad hidup (khususnya mikroorganisme), contohnya sampah organik;

(30)

2.1.2. Komposisi Sampah

Suriawiria (2003) mengemukakan sampah mengandung senyawa kimia yang terdiri atas air, organik, dan anorganik yang persentasenya tergantung kepada sifat dan jenisnya, dari beberapa data analisis yang telah dilakukan di lingkungan ITB, kandungan kimia sampah antara lain sebagai berikut:

1. Sampah berbentuk sisa tanaman terdiri atas air, senyawa organik, nitrogen, fosfor, kalium, kapur, dan karbon;

2. Sampah berbentuk kotoran manusia terdiri atas tinja dan air seni.

Senyawa kimia yang terkandung di dalam sampah, merupakan sumber senyawa bagi kehidupan makhluk hidup, khususnya mikroorganisme, sehingga di dalam sampah terkandung pula kehidupan yang tersusun oleh bakteri dan jamur (paling besar), protozoa, cacing, virus, mikroalge serta serangga. Pada umumnya kelompok kehidupan yang didapatkan di dalam sampah tersusun oleh:

1. Kelompok pengurai adalah bakteri dan jamur yang mampu untuk mengurai senyawa organik menjadi senyawa atau unsur lain yang lebih sederhana;.

2. Kelompok patogen penyebab penyakit adalah bakteria, jamur, virus dan protozoa penyebab penyakit perut, kulit dan pernapasan;

3. Kelompok penghasil racun adalah bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan keracunan pada air ataupun bahan kimia;

(31)

organik dan sisanya anorganik. Hasil survei di Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi sampah

No Komposisi Jumlah

1 Volume sampah 2-2,5 lt/kapita/hari

2 Bobot sampah 0,5 kg/kapita/hari

3 Kerapatan 200-300 kg/m3

4 Kadar air 65-75 %

5 Sampah organik 75-95 %

6 Komponen lain : - Kertas

- Kayu - Plastik - Gelas - Lian-lain

6 % 3 % 2 % 1 % 4 %

Sumber : Sudrajat (2006)

Dewi (2008) mengemukakan volume tumpukan sampah memiliki nilai sebanding dengan tingkat konsumsi masyarakat sehari-hari. Jenis sampah yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis material yang dikonsumsi. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap volume sampah beserta komposisinya.

Sampah selalu timbul menjadi persoalan rumit dalam masyarakat yang kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Ketidakdisiplinan mengenai kebersihan dapat menciptakan suasana kotor akibat timbunan sampah. Kondisi tersebut menyebabkan timbulnya bau tidak sedap, lalat berterbangan, gangguan berbagai penyakit, pencemaran lingkungan, serta penurunan kualitas estetika (Dewi, 2008).

(32)

2.1.3. Manfaat Sampah

Suriawiria (2003) mengemukakan bahwa sampah, apapun jenis dan sifatnya, mengandung senyawa kimia yang sangat diperlukan oleh manusia secara langsung atau tidak langsung, yang terpenting sampai berapa jauh manusia, dapat menggunakan dan memanfaatkannya. Penggunaan dan pemanfaatan sampah untuk kesejahteraan manusia, sudah sejak lama dilakukan, antara lain yaitu:

1. Pengisi tanah

Di Jakarta sekarang pertumbuhan tempat-tempat pemukiman baru yang asalnya rawa ataupun tanah berair lainnya. Akibat adanya timbunan sampah yang kemudian digunakan untuk menimbun rawa yang berlubang akhirnya menjadi tempat permukiman.

2. Sumber pupuk organik

Kompos adalah sejenis pupuk organik yang sangat dibutuhkan khususnya oleh petani sayuran. Kompos banyak dibuat dari sampah, walaupun akhir-akhir ini kehadiran plastik merupakan masalah yang belum sepenuhnya teratasi.

3. Sumber humus

Bahan dari galian dapat meningkatkan kerekahan, kimia, hidrologi dalam fisik tanah. Hal tersebut menjadi tujuan utama para petani. Kehadiran bahan organik dalam bentuk humus di dalam tanah, dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap dan mempertahankan air, serta lebih effisiensi dalam menggunakan pupuk, menggunakan sampah sebagai sumber humus telah sejak lama digunakan.

4. Media penanaman jamur

Sampah dapat digunakan sebagai media/tempat penanaman jamur. 5. Penyubur plankton

(33)

dalam kolam ikan akan meningkatkan has il ikan di India dan Pakistan (Suriawiria, 2003).

6. Bahan pembuat biogas

Sampah merupakan sumber energi baru yang saat ini telah dicoba di- gunakan. Peranan sampah di dalam program penyediaan energi telah lama diketahui yaitu:

a. Bahan bakar untuk penggerak mesin pembangkit listrik; b. Bahan baku untuk proses fermentasi dalam pembuatan biogas. 7. Bahan baku pembuat bata

Jepang dan Jerman Barat merupakan negara pelopor penggunaan sampah sebagai bahan baku di dalam pembuatan bata (briket). Ternyata tanah bahan yang dic ampur dengan hancuran sampah mempunyai nilai bata yang lebih baik kalau dibandingkan dengan hanya tanah atau sampah saja (Suriawiria, 2003).

8. Media produksi vitamin

Salah satu jenis mikroorganisme penghasil vitamin (Vitamin B12) ternyata sangat subur pertumbuhannya di dalam media yang dicampur dengan ekstrak sampah. Untuk hal ini telah banyak lembaga peneliti yang mencoba meneliti lebih lanjut peranan sampah sebagai bahan media pertumbuhan jasad penghasil vitamin tersebut, antara lain yang sudah berhasil adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman Barat dan Swedia (Suriawiria, 2003).

9. Bahan makanan ternak

Sampah dapat disamakan sebagai bahan makanan ternak baik secara langsung maupun melalui proses fermentasi.

10. Media produksi PST (protein sel tunggal)

(34)

di dalam media yang terbuat dari sampah, seperti yang dibuktikan di Jepang dan Amerika Serikat (Suriawiria, 2003).

2.2. Pengelolaan Sampah

Dewi (2008) mengemukakan tahap distribusi mempunyai peranan penting dalam proses pengelolaan sampah. Hierarki lalu lintas sampah dimulai dari tingkat terendah, yaitu rumah tangga hingga tempat pembuangan akhir (TPA). Sebelum diolah, sampah menyusuri tiga alur pendistribusian yang saling berkaitan, yaitu: 1. Penampungan sampah

Penampungan sampah di tingkat rumah tangga memegang posisi terdepan. Sejak awal pengelolaan sampah telah dipilah berdasarkan jenisnya, yaitu sampah organik atau anorganik. Selain itu, sampah yang hendak dibuang harus dikemas rapih dalam kantong khusus (bioplastik) atau kantong plastik biasa. Di beberapa taman lingkungan dan lokasi publik strategis, pemisahan sampah dapat dilakukan dengan menyediakan dua tempat sampah kering dan basah sekaligus. Sebelum diangkut oleh petugas kebersihan, sampah ditampung sementara dalam wadah. Agar lebih efisien dan efektif, tempat sampah dapat pula dibuat dengan pemanfaatan barang bekas seperti karung plastik, drum, kotak kayu, dan ember. Wadah yang digunakan untuk penampungan sampah haruslah memiliki empat kriteria utama, yaitu: (a) mudah dibersihkan; (b) tidak mudah rusak; (c) dapat ditutup rapat; (d) ditempatkan di luar rumah.

2. Pengumpulan dan pembuangan sampah

(35)

sekali. Sementara itu, jadwal pengambilan sampah di lokasi rumah yang terpencar-pencar dilaksanakan sekitar satu kali perminggu sampai sampah terkumpul agak banyak. Sampah diangkut dengan menggunakan truk sampah atau gerobak tarik menuju lokasi yang telah disepakati.

3. Pengolahan sampah

Proses pengolahan sampah terpadu dilakukan dengan menerapkan upaya cegah (reduce) dan upaya pakai ulang (reuse) dengan tujuan agar sampah tidak sampai terbentuk. Upaya tersebut dilakukan pada tingkat terendah, yaitu pada pemakaian barang, dan proses daur ulang sampah dilakukan dengan sangat sederhana. Setelah dicacah dan dilelehkan, materi tersebut dicetak menjadi bahan siap pakai. Metode untuk memusnahkan dan pemanfaatan sampah dilakukan dengan beberapa cara di antaranya: (1) membuang dalam lubang dan ditutup dengan selapis tanah, yang dilakukan lapis demi lapis, sehingga sampah tidak di ruang terbuka; (2) sampah dibuang ke dalam lubang tanpa ditimbun oleh lapisan tanah; (3) membuka dan membuang sampah di atas permukaan tanah; (4) membuang sampah di perairan, misalnya di sungai atau di laut; (5) pembakaran sampah secara besar-besaran dan tertutup dengan menggunakan insinerator; (6) pembakaran sampah dengan insinerator yang dilakukan oleh perorangan dalam rumah tangga; (7) sampah sayuran diolah untuk pakan ternak; (8) pengelolaan sampah organik menjadi pupuk yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah; (9) sampah dihaluskan kemudian dibuang ke dalam saluran air; (10) pendaur ulang sampah dengan cara memanfaatkan kembali barang-barang yang masih bisa dipakai; (11) reduksi, menghancurkan sampah menjadi bagian kecil-kecil dan hasilnya dimanfaatkan.

(36)

sampah harus diperhatikan ketersediaan tempat sampah di rumah, ketersediaan TPS, ketaatan pembayaran iuran, dan ketaatan membuang sampah di tempat yang telah ditentukan.

Sudradjat (2006) mengemukakan model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu: urugan dan tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan. Urugan atau model buang dan pergi ini bisa dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila tidak ada pemukiman di bawahnya, tidak menimbulkan polusi udara, polusi pada air sungai, longsor, atau penurunan estetika lingkungan. Urugan merupakan model pengelolaan sampah yang umum dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak begitu besar. Pengelolaan sampah yang kedua yaitu tumpukan. Model tersebut dilaksanakan secara lengkap, sama dengan tekhnologi aerobik. Pada model tersebut dilengkapi dengan unit saluran air buangan, pengolahan air buangan (leachate), dan pembakaran akses gas metan (flare). Model tersebut banyak diterapkan di kota-kota besar. Namun pada kenyataannya di lapangan model tumpukan umumnya tidak lengkap, tergantung dari kondisi keuangan dan keperdulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat. Berikut ini beberapa model pengolahan sampah di beberapa Kota di Pulau Jawa:

a. DKI Jakarta

(37)

2005 penduduk sekitar TPA terserang penyakit dermatitis sebanyak 2.710 orang. Permasalahan sampah DKI Jakarta saat ini adalah volume sampah yang sudah tidak bisa ditampung lagi oleh areal yang ada. Perluasan areal ke daerah lain, terutama lintas propinsi tidak akan memecahkan persoalan, tetapi akan memindahkan persoalan. Dengan pendekatan ilmiah diharapkan akan ada jalan keluar yang lebih arif dan efektif.

b. Surabaya

Model TPA di Surabaya sama dengan DKI Jakarta. Pada tahun 1980 TPA Sukolilo mendapat protes oleh masyarakat setempat karena menimbulkan polusi bau, padahal masyarakat datang ke lokasi setelah TPA tersebut berjalan beberapa tahun. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengimpor 1 unit pembakar sampah dari Inggris. Alat tersebut tidak efektif karena biaya pembakaran sangat besar dan polusi bau berubah menjadi asap dan debu, bahkan partikulat. Aplikasi pembakar sampah di Indonesia kurang sesuai karena kadar air sampah yang sangat tinggi (>80%) sehingga sebagian besar energi yang digunakan untuk membakar adalah untuk menguapkan air. Hal tersebut mengakibatkan biaya operasional alat tersebut menjadi sangat tinggi.

c. Solo

Model pengolahan di Kota Solo seperti daerah lain yaitu dengan cara tumpukan, kelebihannya, sampah pada gundukan yang telah menjadi kompos dibagi-bagikan secara gratis kepada masyarakat. Masyarakat menyaring kompos dari bahan organik yang tidak terurai serta kotoran kasar, kemudian dijual. Dengan cara tersebut ada sistem input dan sistem output sehingga luasan areal TPA untuk timbunan sampah akan lebih lama penuh karena output berupa kompos keluar areal tersebut.

(38)

d. Daerah lain

Beberapa Kota di Jawa Barat yang penduduknya tidak begitu padat dan memiliki topografi lembah dan pegunungan seperti di Kota Kuningan, Sumedang, Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya, sampah dibuang ke lembah. Cara tersebut juga dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur karena cukup efektif dan murah.

Pengelolaan sampah di Yogyakarta dilakukan dengan cara tumpukan dan dilengkapi dengan unit pengolahan sampah masinal (mesin) yang dikelola oleh Pemda setempat. Cara tumpukan telah dilakukan secara profesional. Di Malang pengelolaan cara tumpukan dibangun dengan bantuan dana asing dan dirancang secara modern dengan mengambil lokasi di suatu lembah. Pengelolaan sampah di TPA daerah Gunung Galuga, Leuwiliang Bogor, juga menggunakan cara tumpukan, tetapi karena tingginya curah hujan maka sampah kota memerlukan waktu cukup lama untuk pembusukannya. Model pembakar sampah yang diimpor dari Perancis pernah dicoba, tetapi akhirnya kembali gagal seperti di Surabaya. Kasus di Bandung sama dengan DKI Jakarta, yaitu kemampuan TPA di daerah Lembang sudah tidak bisa mengatasi volume sampah yang begitu besar, disamping cuaca yang sangat dingin mempengaruhi pembusukan yang akan berjalan sangat lambat.

2.3. Tempat Pembuangan Akhir

Widyatmoko (2001) mengatakan tempat pemrosesan akhir (TPA) yang dikenal dengan sanitary landfill adalah sistem pembuangan sampah dengan cara dipadatkan dan ditutupi serta dilapisi tanah setiap hari. Dalam sistem TPA akan terjadi proses dekomposisi sampah secara kimia, biologi, dan fisik yang menghasilkan gas-gas dan bahan organik. Air hujan yang jatuh pada lokasi TPA akan berinfiltrasi ke dalam sistem sampah dan melarutkan hasil dekomposisi berupa cairan yang disebut air lindi. Komposisi air lindi bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya.

(39)

pada kolam sanitary landfill dapat diperkecil dan akhirnya dapat menghemat penggunaan lahan TPA. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan beberapa macam teknologi, di antaranya menggunakan salah satu metodologi aerasi, turning over bahan kompos (membolak balik bahan kompos) dan open air atau reactor based.

Pemilihan jenis metodologi yang tepat perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu: 1) proses yang digunakan haruslah ramah terhadap lingkungan; 2) biaya investasi tidak terlalu tinggi/ terjangkau; 3) biaya operasional dan perawatan pembuatan kompos cukup murah; 4) kualitas kompos yang dihasilkan cukup baik; 5) harga kompos dapat terjangkau oleh masyarakat dan

penggunaannya dapat bersaing dengan pupuk kimia buatan; dan 6) menggunakan tenaga kerja yang bersifat padat karya.

2.4. Pencemaran Lingkungan

(40)

perkotaan, dan kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang disebabkan oleh polutan tersebut.

Tchobanoglous et al. (1993) mengatakan pencemaran tersebut umumnya akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama, sebagai contoh di sekeliling TPA akan terjadi pencemaran oleh gas yang berasal dari sampah dan lindi. Pencemaran oleh lindi akan terus berlangsung selama 30-50 tahun walaupun TPA tersebut sudah ditutup. Gas di TPA mempunyai resiko yang signifikan dan berdampak negatif terhadap lingkungan. Gas metan merupakan 50% gas yang ada di TPA yang akan masuk ke atmosfer dan menyumbangkan 2-4% dari pemanasan global gas rumah kaca.

Zat pencemar secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian. Pertama pencemar yang tidak dapat terurai (nondegredable pollutan) antara lain kaleng aluminium, garam merkuri, bahan kimia yang berantai panjang, DDT, yang tak dapat dikurangi kadarnya di alam atau penurunan kadarnya di alam lamban sekali. Ke dua adalah pencemar mudah terurai (degradable pollutan) antara lain limbah rumah tangga, yang dapat mengalami penguraian secara cepat, secara alamiah atau melalui rekayasa seperti di pengolahan limbah. Limbah rumah tangga umumnya merupakan limbah pangan dan tidak membahayakan bagi kesehatan. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam limbah rumah tangga dapat menjadi sumber makanan bagi mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Apabila perkembangannya signifikan, akan mereduksi oksigen terlarut dalam air (Betty dan Rahayu, 1990). Keadaan tersebut mengurangi oks igen terlarut dan selanjutnya mengganggu kehidupan mikroba.

2.5. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Partisipasi berasal dari Bahasa Inggris “participation” yang berarti ambil

bagian atau melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Kamus Webster, menyebutkan arti partisipasi “ adalah mengambil bagian atau

(41)

akan ikut merasakan sesuatu bersama-sama dengan orang lain sebagai akibat adanya interaksi sosial. Secara harfiah, partisipasi berarti “ turut berperan serta dalam suatu kegiatan “, “ keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefenisikan secara luas sebagai “ bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan” (Moeliono, 2004).

Tjokroamidjojo et al. (1980) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijakan kegiatan, memikul beban dan pelaksanaan kegiatan, memetik hasil serta manfaat kegiatan secara adil. Partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut serta menentukan arah atau tujuan pembangunan, yang ditekankan adalah hak dan kewajiban setiap orang. Koentjaraningrat (1984) berpendapat bahwa partisipasi mempunyai arti memberi sumbangan dan turut menentukan arah tujuan pembangunan, ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi setiap masyarakat.

(42)

2.6. Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup adalah agar manusia hidup lebih nyaman, sehat, tenteram, dan bebas beraktiv itas. Sumber daya alam sering dieksploitasi secara berlebihan, sehingga menyebabkan lingkungan tidak seimbang.

Menurut Salim (1985) mengatakan bahwa hal-hal yang dapat menggangu keseimbangan lingkungan hidup adalah: (1) perkembangan teknologi yang berhasil diwujudkan oleh akal dan otak manusia dan; (2) adanya pertambahan jumlah penduduk. Selama pertambahan jumlah penduduk dalam batas kewajaran maka, pertambahan relatif tidak akan mengganggu keseimbangan lingkungan.

(43)

2.7. Analisis Kebijakan

Kebijakan adalah peraturan yang sudah lama dirumuskan dan disetujukan untuk dila ksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan (mempengaruhi pertumbuhan) baik besaran maupun arahnya melingkupi kehidupan masyarakat umum. Kebijakan dihasilkan karena adanya kebutuhan untuk pengaturan sesuai dengan kewenangan dan lingkup kerangka kebutuhan sosial kelompoknya. Pengaturan tersebut merupakan bentuk intervesi atau aplikasi tindakan umum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah (Ress, 1990). Kebijakan merupakan pengaturan yang sifatnya berlakunya umum, kalau diartikan dengan pengertian “publik” hal itu akan mencakup upaya pengaturan bagi semua dimensi kegiatan manusia dalam suatu wilayah (Tangkilisan, 2004).

Analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan (Quade dalam Dunn, 2003). Menurut Anderson dalam Tangkilisan (2004) kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan.

Banyak faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan Pemerintah. Proses pembentukan kebijakan Pemerintah yang rumit dan sulit harus diantisipasi sehingga akan mudah dan berhasil sewaktu diimplementasikan. Para pembuat kebijakan harus menentukan identitas permasalahan kebijakan. Mengidentifikasi masalah yang timbul, kemudian merumuskannya. Perumusan kebijakan Pemerintah, yaitu kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah.

(44)

proses kebijakan sistem politik, akan tetapi merupakan bagian dari proses antar hubungan, sehingga kebijakan dapat dikatakan sebagai suatu alat Pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran.

Analisis kebijakan merupakan sejumlah faktor di dalam suatu sistem kebijakan. Sistem kebijakan (policy system) merupakan pola institusional yang terdiri atas hubungan timbal balik antara tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan (Gambar 2).

Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subjektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Gambar hubungan tiga elemen penting di dalam suatu sistem kebijakan (Dye dalam Dunn, 2003) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tiga Elemen Sistem Kebijakan (Dyen dalam Dunn, 2003)

Kebijakan publik (public policies) merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan Pejabat Pemerintah, yang diformulasikan di dalam berbagai bidang, termasuk lingkungan hidup (Dunn, 2003).

Definisi dari masalah kebijakan tergantung pula pada pola keterlibatan pengambil kebijakan yaitu para individu atau kelompok individu yang mempunyai andil di dalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah (Dun, 2003).

Selanjutnya lingkungan kebijakan (policy environment) yaitu konteks khusus kejadian-kejadian disekelilingi isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan

PELAKU KEBIJAKAN

LINGKUNGAN KEBIJAKAN

(45)

dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Kebijakan operasional dari suatu lembaga didasarkan pada suatu pijakan landasan kerja. Landasan kerja tersebut merupakan dasar dari kebijakan yang ditempuh atau dengan kata lain kebijakan merupakan dasar bagi pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan. Menurut Wahab dalam Tangkilisan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan adalah (a) organisasi atau kelembagaan; (b) kemampuan politik dari penguasa; (c) pembagian tugas, tanggungjawab dan wewenang; (d) kebijakan Pemerintah yang bersifat tak remental; (e) proses perumusan kebijakan Pemerintah yang baik; (f) aparatur evaluasi yang bersih dan berwibawa serta profesional; (g) biaya untuk melakukan evaluasi; (h) tersedianya data dan informasi sosial ekonomi yang siap dimanfaatkan oleh penilai kebijakan (Dunn, 2003).

Dalam pelaksanaan suatu kebijakan formal sangat tergantung pada bagaimana kebijakan diimplementasikan dan diberlakukan kepada masyarakat. Pengimplementasian penyusunan suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah (1) seberapa jauh wewenang yang diberikan oleh badan eksekutif; (2) karakteristik dan badan eksekutif; (3) metode dan peraturan yang digunakan untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Dengan adanya faktor-faktor tersebut membuat kebijakan menjadi dinamis.

Pemilihan dalam pengambilan kebijakan yang baik dan tepat dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa kriteria kebijakan, menurut Abidin (2000) ada beberapa kriteria kebijakan yang bisa digunakan di antaranya adalah: (1) Efektifitas (efectiveness). Apakah suatu pemilihan sasaran yang dicapai dengan satu alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir yang diinginkan. Satu strategi kebijakan dipilih dan dilihat dari kapasitasnya untuk memenuhi tujuan dalam rangka memecahkan permasalahan. (2) Efisiensi (economic rationality). Besarnya efektifitas biaya yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan. (3) Cukup (adequacy). Pencapaian hasil sesuai dengan harapan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. (4) Adil (equity). Berhubungan dengan

(46)

masyarakat. (6) Tepat (apropriateness). Merupakan kombinasi dari kriteria-kriteria di atas.

2.8. Analisis AHP

Salah satu tekhnik yang digunakan dalam pengambilan suatu keputusan adalah analisis hirarki proses (AHP), yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an. Analisis AHP merupakan analisis yang digunakan untuk memformulasikan masalah-masalah yang tidak terstruktur, baik dalam bidang ekonomi, sosial maupun ilmu pengetahuan, dan manajemen, serta masalah yang memerlukan pendapat (judgment) pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi di mana data dan informasi sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman atau intuisi. AHP juga banyak digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi-strategi dalam situasi konflik (Saaty, 1993).

Marimin (2004) mengemukakan bahwa metode AHP juga memodelkan masalah dan pendapat-pendapat sedemikian rupa sehingga dapat dinyatakan secara jelas, yang selanjutnya akan dievaluasi, dan dikaji.

Menurut Eriyatno (2007) metode AHP digunakan untuk memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terarah, sehingga memungkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Metode tersebut mempunyai keunggulan karena mampu menyederhanakan persoalan yang kompleks menjadi persoalan yang terstruktur, sehingga mendorong dipercepatnya proses pengambilan keputusan yang terkait.

(47)

penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Proses tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa demi pengambilan keputusan yang sehat dalam situasi yang

komplek diperlukan penetapan prioritas dan melakukan perimbangan. AHP mengidentifikasi, memahami, dan menilai interaksi- interaksi suatu sistem

sebagai suatu keseluruhan.

Tabel 2. Skala Banding Secara Berpasangan Dalam AHP Tingkat

§Kedua elemen sama

pentingnya

§Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lain

§Ele men yang satu lebih penting daripada elemen yang lain

§ Elemen yang satu jelas lebih penting

§ Penting dari pada elemen yang lain

§Elemen yang satu mutlak lebih penting dari pada elemen yang lain

§ Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

§Jika untuk aktivitas i

mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

§Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan

§Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya

§Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya

§Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya

§Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek

§Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

§Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

(48)

Data hasil keputusan dari struktur hirarki berdasarkan hasil wawancara dengan kuisioner AHP menggunakan pendekatan komparasi berpasangan, sehingga menghasilkan gambar an perbandingan berpasangan berpengaruh relatif atau berpengaruh pada setiap elemen terhadap masing-masing tujuan. Tujuan di atas didasarkan pada perbandingan pemutusan dari para pengambil keputusan terhadap penilaian yang dilakukan pada tingkat kepentingan antara satu elemen dib andingkan dengan elemen lainnya dengan menggunakan pembobotan berdasarkan skala prioritas AHP.

Untuk mendapatkan skenario optimal dalam pengelolaan TPAS di Cipayung digunakan pendekatan AHP yang dirancang untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu yang tidak terstruktur seperti dalam bidang ekologi, ekonomi, dan sosial, melalui suatu prosedur yang dirancang untuk sampai pada suatu skala preferensi di antara berbagai set alternatif.

Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari bobot 1 sampai dengan 9. Jika nilai hasil perhitungan menunjukkan consistency ratio (CR) < 0,10 artinya penilaian pada pengisian kuesioner tergolong konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Untuk menganalisis data tersebut digunakan komputer dengan bantuan program expert choice 2000.

2.9 Pemodelan A. Sistem Dinamik

(49)

(holistik). Tidak seperti metodologi lain yang mengkaji permasalahan dengan memilahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan saling membatasi. Konsep utama sistem dinamik adalah pemahaman tentang bagaimana semua objek dalam suatu sistem saling berinteraksi satu sama lain. Sistem dinamik menurut masyarakat sistem dinamik (system dynamics society) adalah metodologi untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang kompleks, seperti yang biasa ditemui dalam dunia bisnis dan sistem sosial lainnya.

Sterman (2000) mendefinisikan sistem dinamik adalah metode untuk meningkatkan pembelajaran dalam sistem yang kompleks. Lebih lanjut, metode tersebut diilustrasikan seperti sebuah simulasi dalam kokpit pesawat bagi manajemen untuk memahami dalam belajar dinamika yang kompleks, memahami sumber resistensi (hambatan) dalam kebijakan, dan merancang kebijakan yang lebih efektif. Untuk memahami kekomplekan tersebut, maka sistem dinamik didasarkan atas teori dinamika non- linier dan kontrol umpan balik yang dikembangkan dalam disiplin ilmu matematika, fisika, dan kerekayasaan.

B. Berpikir Sistem

Berpikir sistem adalah paradigma sistem dinamik. Berpikir secara sistemik yang mempelajari keterkaitan objek dari pengamatan dan penyelidikan dalam dunia nyata. Berpikir sistem telah ada pada proses berpikir manusia dalam memecahkan permasalahan hidupnya dengan mencari tahu (know) terhadap realitas yang dihadapinya. Dalam menyelidiki dan mengamati realitas, manusia senantiasa melihat keterkaitan antara faktor-faktor yang diamatinya dengan memilah-milah (analisis) kemudian merangkainya (sintesis). Dengan cara tersebut akan dicapai sebuah solusi yang komprehensif (menyeluruh).

(50)

keuangan disebabkan oleh faktor kinerja non-keuangan (kekayaan intelektual, kepuasan pelanggan, karyawan, R&D dan proses bisnis).

Berpikir sistem adalah upaya memahami sebuah sistem dengan cara mengamati kemudian mempelajari pola prilaku untuk diambil sebuah kesimpulan dari kejadian yang terjadi pada sistem tersebut. Beranjak atas pemahaman tersebut dapat ditemukan pengungkit (leverage) yang mempengaruhi sistem yang terjadi untuk dijadikan dasar proses perbaikan struktural (Gambar 3).

Struktur sistem

Pola perilaku

Kejadian

Pengunkit tertinggi untuk

perubahan terakhir

Gambar 3. Mencari pengungkit tertinggi (Kirkwood, 1998)

Menurut Senge (1995) menyatakan pengungkit merupakan sebuah pilar dalam sistem dinamik. Menurutnya melihat aksi dan perubahan dalam struktur yang menjadi pemicu signifikan, sehingga akan memperbaiki sebuah masalah. Seringkali pengungkit mengikuti prinsip eknonomi, artinya hasil terbaik tidak datang dari usaha berskala besar melainkan dari kegiatan kecil yang berfokus dengan baik.

(51)

multidisipliner dan hal terpenting dari tim tersebut adalah adanya komunikasi interpersonal dan pengorganisasian (Eriyatno, 1998).

Menurut Hartisari (2007) pendekatan sistem merupakan cara pandang yang bersifat menyeluruh (holistic) yang memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar komponen. Pendekatan tersebut dapat mengubah cara pandang dan pola berpikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model yang merupakan penyederhanaan sebuah sistem. Menurut Aminullah (2004) berpikir sistemik mempunyai corak sangat tergantung dari pelaku yang menerapkannya, dan akan terkait pada kebiasaaan dan kebutuhannya. Kebiasaan terkait dengan bidang pengetahuan yang dimiliki seseorang, akan tetapi kebutuhan berpikir berhubungan dengan pembelajaran dari pengalaman dalam pekerjaan yang membutuhkan corak berpikir tertentu, seperti bidang teknik dan ekonomi memiliki corak berpikir yang berbeda. Masing-masing corak memiliki kelebihan dan kekurangan, biasanya ada yang menggunakannya dengan menggabungkan menjadi satu. Tiga corak yang dimaksud adalah berpikir sistem masukan-keluaran, berpikir sistem umpan balik dan berpikir sistem umpan balik adaptif. Corak pertama tidak menjadikan keluaran untuk mempengaruhi masukan. Kedua, penyempurnaan corak pertama menghasilkan keluaran yang akan jadikan sebagai umpan kembali untuk mempengaruhi masukan. Ketiga, seperti corak kedua hanya saja pengaruh lingkungan luar turut dijadikan pertimbangan.

1. Umpan Balik

Kerangka kerja berpikir sistem menggunakan beberapa alat konseptual untuk merepresentasikan dan menguraikan sebuah realita agar mudah dipahami. Umpan balik sebagai konsep utama berpikir sistem yang lebih dari sekedar berpikir. Untuk menggambarkan sebuah konsep umpan balik pada struktur sistem, dalam sistem dinamik dikenal diagram kausal causal loop diagrams (CLD). Menurut Sterman (2000) causal loop diagrams sangat baik untuk:

1. Menangkap secara cepat sebuah hipotesis tentang penyebab dinamika;

(52)

3. Komunikasi merupakan sebuah umpan balik yang sangat penting dianggap sebagai penanggungjawab untuk sebuah masalah.

2. Pola Dasar Perilaku Sistem

Struktur sistem yang terbentuk dari beberapa gabungan simpul kausal dan dengan kombinasi pengaruh yang diberikan memberi corak terhadap perilaku sistem. Perilaku sistem berbeda-beda, sehingga menghasilkan kinerja sistem yang berbeda pula seiring perubahan waktu. Terdapat empat pola dasar perilaku sistem yang telah dipelajari dan diidentifikasi oleh para ahli sistem dinamik, yaitu: pertumbuhan eksponensial, mencari tujuan, bergelombang, dan S-shaped growth. Interaksi dari keempat pola dasar dapat membentuk pola lagi yang lebih kompleks (Senge, 1995; Kirkwood, 1998; Balle, 1994; Muhammadi, et al., 2001).

Pola perilaku pertumbuhan eksponensial atau disebut juga pola bola salju dibangkitkan oleh dominasi pengaruh positif. Umpan balik positif memberi efek perubahan penguatan dengan kejadian perubahan. Perubahan pertumbuhan sering dikenal dengan eksponensial. Tahap awal perubahan lambat kemudian bergerak cepat. Pola perilaku mencari tujuan dibentuk oleh umpan balik negatif yang simpulnya mencari tujuan keseimbangan dan statis. Simpul umpan balik negatif bekerja memberikan keadaan terhadap sistem untuk mencapai tujuan atau keadaan yang diinginkan.

C. Pemodelan Sistem Dinamik

(53)

Sistem adalah serangkaian metode, prosedur atau teknik yang disatukan oleh interaksi yang teratur, sehingga membentuk satu kesatuan yang terpadu (Squire, 1992). Sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari bagian-bagian yang saling berhubungan, bekerja untuk mencapai tujuan dalam lingkungan yang kompleks. Keuntungan menggunakan sistem adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja serta pengambilan keputusan (Winardi, 1999).

Eriyatno (1998) mendefinisikan sistem totalitas himpunan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta dimensional terutama dalam dimensi ruang dan waktu. Pendekatan sistem merupakan suatu kerangka berfikir yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; (2) menyusun suatu model untuk membantu pengambilan keputusan secara rasional. Karakteristik pendekatan sistem adalah: kompleks karena adanya interaksi antar komponen dan dinamis, menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan.

Muhammadi et al. (2001) mengartikan sistem sebagai gugus atau kumpulan elemen yang berinteraksi dan terorganisasi dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh jam adalah gugus elemen yang terdiri atas gir, jarum petunjuk, per-per yang saling berinteraksi untuk tujuan petunjuk waktu.

Suratmo (2001) mengemukakan bahwa model merupakan gambaran dari suatu sistem yang ada di alam dan merupakan penyederhanaan dari interaksi antara komponen di alam. Ford (1999) mengatakan bahwa model sebagai pengganti sistem yang sebenarnya untuk memudahkan kerja. Model adalah gambaran abstrak tentang suatu sistem. Hubungan antara peubah-peubah dalam sistem digambarkan sebagai hubungan sebab akibat. Penggunaan model bermanfaat bila menghadapi suatu sistem yang rumit karena model yang baik harus dapat memprediksi perilaku sistem yang dikaji.

Gambar

Tabel 2. Skala Banding Secara Berpasangan Dalam AHP
Tabel 3.  Rencana pemanfaatan ruang Kota Depok tahun 2010
Tabel 6. Pola pembongkaran sampah di TPA Cipayung
Tabel 7. Komposisi kepegawaian DKP Kota Depok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Harianja (2006) tentang WTA masyarakat terhadap TPAS Bantar Gerbang Kota Bekasi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA

memberi gambaran kualitas air lindi dari inlet dan outlet kolam IPAL TPA Jetis Purworejo Jawa Tengah, ditinjau dari parameter pH, BOD, COD, TSS, N-Total,

Hasil Penelitian : Personal hygiene masyarakat disekitar lokasi pengelolaan sampah di TPA kota Muara Enim secara umum upaya untuk menciptakan personal hygiene

Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Harianja (2006) tentang WTA masyarakat terhadap TPAS Bantar Gerbang Kota Bekasi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA