• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN

TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG

KOTA DEPOK JAWA BARAT

GARNA YUANA SUHAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

i

RINGKASAN

GARNA YUANA SUHAN. Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan

terhadap Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat. Dibimbing Oleh PINI WIJAYANTI

Kondisi TPAS Cipayung yang merupakan satu-satunya TPAS di Kota Depok sudah mengalami over limit, sehingga terdapat gunungan sampah yang menimbulkan dampak negatif di sekitar TPAS Cipayung. Dampak negatif tersebut berupa penurunan kualitas lingkungan yang berdampak pada harga lahan. Harga lahan menjadi menarik karena semakin meningkatnya kebutuhan lahan untuk tempat tinggal.

Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan adanya dampak negatif pencemaran lingkungan terhadap harga lahan dan menghitung nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung. Tujuan penelitian ini yaitu: 1) mengkaji penilaian responden mengenai kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung dengan menggunakan skala perbedaan semantik, 2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung dengan menggunakan Hedonic Price Method (HPM), 3) menghitung besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung digunakan metode dose-respon.

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Cipayung Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dikarenakan di daerah tersebut terdapat TPAS Cipayung yang diduga menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang berdampak pada harga lahan di sekitar TPAS Cipayung. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Mei 2008 sampai Juni 2008.

Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat sekitar TPAS Cipayung secara umum menilai keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan, hal ini dapat ditunjukkan dengan penurunan hasil perhitungan nilai rata-rata semantic differential setelah adanya TPAS Cipayung. Selain itu diketahui bahwa responden mengalami beberapa dampak negatif dari keberadaan TPAS Cipayung yang tidak dikelola dengan baik sehingga dapat mengganggu terhadap kehidupan responden.

Penurunan kualitas lingkungan tersebut berpengaruh terhadap harga lahan. Berdasarkan HPM diketahui bahwa harga lahan di Kelurahan Cipayung dipengaruhi oleh jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung, biaya kesehatan, luas bangunan, dan status lahan. Nilai implisit dari jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung, luas bangunan, dan status lahan bertanda positif, sedangkan nilai implisit dari biaya kesehatan bertanda negatif.

Hasil perhitungan menggunakan metode dose-respon diperoleh nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung di Kelurahan Cipayung adalah Rp 97.870.215,00 setiap bulan. Namun demikian nilai ini belum mencerminkan seluruh nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan.

(3)

ii

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN

TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG

KOTA DEPOK JAWA BARAT

GARNA YUANA SUHAN H44050913

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(4)

iii Judul Skripsi : Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat

Nama : Garna Yuana Suhan

NRP : H44050913

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Pini Wijayanti SP., M.Si. NIP. 19810919 200701 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. NIP. 19620421 198603 1 003

(5)

iv

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH

CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN

PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN

UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA

JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA

SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH

DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI

BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, September 2009

Garna Yuana Suhan H44050913

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1987. Penulis

adalah putra pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Bermanto Suhan dan

Ibu Nining Yuaningsih.

Penulis mengawali pendidikan formal di SDN Sukamanah Subang pada

tahun 1993-1999. Pendidikan menengah pertama penulis bertempat di MTsN

Subang pada tahun 1999-2002, sedangkan pendidikan menengah atas penulis

dapatkan di SMAN 1 Subang pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2005, penulis

diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Akhir semester dua penulis memilih dan diterima di Departeman

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswi IPB, penulis mengikuti beberapa kepanitiaan

dalam kegiatan kampus. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa Unit

Kegiatan Mahasiswa (UKM) diantaranya yaitu Forum for Scientific Study

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul ” Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah mendeskripsikan kondisi lingkungan

pemukiman di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden dan

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS

Cipayung dengan menggunakan Hedonic Price Method (HPM). Dihitung juga

besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan

TPAS Cipayung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum

sempurna. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,

khususnya pihak yang terkait dengan penelitian ini.

Bogor, September 2009

(8)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Pini Wijayanti, SP., M.Si. atas bimbingan dan arahan serta motivasi yang

diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Nindyantoro, MSP. dan Nuva, SP., M.Sc. atas kesediaannya menjadi

dosen penguji.

3. Pihak Pemerintah Kota Depok dan Kelurahan Cipayung yang telah

memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian serta bantuan

yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu (Nining Yuaningsih), Bapak (Bermanto Suhan), adik (Rania Yuani

Suhan), bibi (Ndeunk), kakek (Suhanta) dan seluruh keluarga yang telah

melimpahkan kasih sayang, doa serta dukungan yang tak terhingga

nilainya.

5. Eva Nursusandhari dan teman-teman lainnya atas kesediaannya menemani

dan membantu penulis dalam melakukan penelitian sehingga penelitian ini

dapat berjalan dengan lancar serta pengaruh positif yang sangat berharga.

6. Keluarga Bapak Suprapto atas doa dan dukungannya sehingga penelitian

ini dapat berjalan dengan lancar.

7. Teman-teman di Saung Kuring, ESL 42, ESL 43, dan kelas A18 TPB atas

kebersamaannya selama ini dan juga semua keceriaan yang pernah kita

lewati bersama.

(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEORISINILAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Sampah ... 9

2.1.1 Macam-macam Sampah ... 10

2.1.2 Pengelolaan Sampah ... 11

2.1.3 Dampak yang Ditimbulkan oleh Sampah ... 15

2.1.4 Konsep Ideal Tempat Pembuangan Akhir Sampah 18 2.2 Harga Lahan ... 20

2.3 Hedonic Price Method ... 22

2.3.1 Keunggulan dan Keterbatasan Hedonic Price Method ... 25

2.3.2 Masalah dalam Hedonic Price Method ... 26

2.4 Skala Perbedaan Semantik (Semantic Differential) ... 27

2.5 Metode Dose-Respon (Dose-Response Method) ... 28

2.6 Penelitian Terdahulu ... 28

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 33

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 33

3.2 Hipotesa ... 34

IV. METODE PENELITIAN ... 35

(10)

ix

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 35

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 35

4.4 Metode dan Prosedur Analisis ... 36

4.4.1 Penilaian Masyarakat terhadap Kondisi Lingkungan Pemukiman di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung ... 36

4.4.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung ... 38

4.4.3 Estimasi Besarnya Nilai Ekonomi Dari Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung ... 39

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 41

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

5.1.1 Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung ... 43

5.1.2 Gambaran Kondisi Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung ... 45

5.2 Karakteristik Responden ... 46 5.2.1 Jenis kelamin ... 46 5.2.2 Usia ... 46 5.2.3 Jumlah Tanggungan ... 47 5.2.4 Pendidikan Formal ... 47 5.2.5 Jenis Pekerjaan ... 48 5.2.6 Sumber Pendapatan ... 49 5.2.7 Tingkat Pendapatan ... 49 5.2.8 Kategori Penduduk ... 50 5.2.9 Lama Tinggal ... 50 5.2.10 Waktu Tinggal ... 50 5.2.11 Status Lahan ... 50

VI. DESKRIPSI LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG DAN PENILAIAN LINGKUNGAN OLEH RESPONDEN ... 51

6.1 Harga Lahan ... 51

6.2 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Kelurahan Cipayung ... 52

6.3 Penilaian Responden terhadap Kondisi Air ... 54

6.4 Penilaian Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung ... 55

6.5 Tingkat Gangguan yang Dialami Responden ... 58

VII. ANALISIS FUNGSI HEDONIS DAN NILAI EKONOMI LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG ... 60

7.1 Analisis Harga Lahan ... 60

(11)

x 7.3 Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan di Sekitar

Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung ... 67

7.4 Upaya Meminimalisir Dampak Negatif Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung ... 68

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

8.1 Kesimpulan ... 72

8.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1` Volume Sampah yang Masuk Tempat Pembuangan Akhir

Sampah Cipayung Bulan Juli-September Tahun 2004 ... 3 2 Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis

Data ... 36 3 Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di

Kelurahan Cipayung Tahun 2008 ... 42

4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan

Cipayung Tahun 2008 ... 42

5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencahariannya di Kelurahan

Cipayung Tahun 2008 ... 43 6 Penilaian Dampak Negatif Tempat Pembuangan Akhir

Sampah Cipayung yang Dirasakan Responden Tahun 2009 ... 57 7 Hasil Estimasi Fungsi Hedonis Harga Lahan di Kelurahan

Cipayung Tahun 2009 ... 61 8 Sepuluh jenis penyakit terbesar di Kelurahan Cipayung Kota

Depok Tahun 2003 ... 66 9 Statistik Deskriptif Biaya Kesehatan Responden Setiap Bulan .. 66

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kurva Harga Implisit Lingkungan ... 25 2 Diagram Alur Berpikir ... 34 3 Peta TPAS Cipayung di Kota Depok Tahun 2008... 44

4 Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Kelurahan Cipayung Tahun 2009 ... 48 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di

Kelurahan Cipayung Tahun 2009 ... 48 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di

Kelurahan Cipayung Tahun 2009 ... 49 7 Distribusi Harga Lahan Responden di Kelurahan Cipayung

Tahun 2009 ... 52 8 Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Responden terhadap

Kebersihan Lingkungan di Kelurahan Cipayung Jaya Tahun

2009... 53 9 Persepsi Responden terhadap Kondisi Air di Kelurahan

Cipayung Tahun 2009 ... 54

10 Persepsi Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat

Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Tahun 2009 ... 56

11 Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian terhadap Tingkat Gangguan yang Dialami Responden di Kelurahan Cipayung

Jaya Tahun 2009 ... 58 12 Kurva Demand Harga Lahan Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil Pendugaan Variabel Harga Lahan ... 78

2 Tabulasi Karakteristik Responden Masyarakat di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun 2009... 80

3 Tabulasi Informasi Faktor Harga Lahan di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun 2009 ... 83

4 Tabulasi Persepsi Responden Masyarakat Cipayung terhadap Kondisi Lingkungan di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun 2009 ... 84

5 Peta Kelurahan Cipayung Tahun 2008 ... 86

6 Kuesioner Penelitian ... 87

(15)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sampah merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh

masyarakat karena dapat menyebabkan kotornya lingkungan yang pada akhirnya

akan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Baik kuantitas maupun kualitasnya,

sampah sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan masyarakat (Wahyuningsih,

2004). Kegiatan ini berupa konsumsi dan aktivitas lainnya yang akan

menghasilkan sisa/buangan.

Sampah dan pengelolaannya di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia (Suprihatin et al. 1999) dalam Utari (2006), menunjukkan ciri-ciri

sebagai berikut: 1) kandungan persentase bahan organik dalam sampah tergolong

tinggi (50 persen–75 persen). 2) pengumpulan ulang, daur ulang, serta

pengelolaan sampah lainnya tidak efisien dan tidak terorganisasi secara aman. 3)

kondisi sarana pelayanan umum yang rendah. 4) industri besar dan kecil tidak

memberikan perhatian yang cukup dalam pengelolaan sampah, sedangkan

pemerintah sulit untuk membiayai pengelolaan sampah. 5) belum diterapkannya

prinsip bahwa produsen barang harus mengelola sampahnya sendiri.

Penelitian Pramono (2009) menunjukkan bahwa timbulan sampah sebesar

80.235,87 ton/hari dari 384 kota di Indonesia hanya 4,2 persen yang tertangani

(dibuang dan diangkut) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selebihnya adalah

37,6 persen dibakar, 4,9 persen dibuang ke sungai dan tidak tertangani sebesar

53,3 persen.

Persoalan sampah terjadi di beberapa kota besar di Indonesia. Jakarta

(16)

2 tersebut tidak dapat terangkut semuanya yang menyebabkan pencemaran

lingkungan. Persoalan sampah juga terjadi di Bandung dengan penolakan dari

masyarakat terhadap pabrik sampah yang menggunakan teknologi incenerator di

Kecamatan Gedebage. Beberapa kasus persoalan sampah juga telah menyebabkan

pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), baik yang terkait dengan hak

atas lingkungan sebagai bagian dari hak ekonomi, sosial dan budaya, maupun sipil

dan politik. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya intimidasi dan penembakan

terhadap masyarakat, juga ancaman dalam kurun waktu yang panjang di Tempat

Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bojong. Bencana ekologis juga dapat

ditimbulkan akibat buruknya manajemen pengelolaan sampah, longsor sampah

dan banjir menjadi permasalahan di kota-kota besar yang memproduksi banyak

sampah, seperti yang terjadi di Leuwigajah dan Bantar Gebang.

Kota Depok sebagai kota besar di Indonesia mengalami permasalahan

mengenai pengelolaan sampah. Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan

Pertamanan (DKP) Kota Depok setiap hari timbulan sampah yang dihasilkan di

Kota Depok mencapai 3.445 m3. Sampah ini dibuang ke Tempat Pembuangan

akhir sampah Cipayung (TPAS) yang merupakan satu-satunya TPA di kota ini.

Setiap harinya sampah yang mampu diangkut berjumlah 1.200 m3 dimana sampah

tersebut diangkut dengan menggunakan 54 truk sebanyak dua putaran setiap

harinya. Sedangkan sisanya tidak bisa dilayani karena kurangnya sarana dan

prasana pembuangan sampah di TPAS Cipayung. Sampah yang tidak terangkut

biasanya dimusnahkan dengan cara dibakar atau dijadikan kompos oleh

masyarakat atau pihak swasta. TPAS seluas 10,1 ha ini melayani enam

(17)

3 adalah Kecamatan Sukmajaya. Lebih lanjut data wilayah pelayanan TPAS

Cipayung dan volume sampah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Volume Sampah yang Masuk Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Bulan Juli-September Tahun 2004

No Kecamatan Volume Sampah Bulan Juli 2004 (m3) Volume Sampah Bulan Agustus 2004 (m3) Volume Sampah Bulan September 2004 (m3) Korcam TPAS Korcam TPAS Korcam TPAS

1 Cimanggis 1.877 4.264 2.916 3.630 3.300 2.028 2 Sukmajaya 4.812 8.008 4.703 6.076 4.812 6.326 3 Pancoran Mas 2.328 2.808 2.089 2.448 2.313 2.584 4 Beji 1.740 2.184 1.717 2.038 1.882 2.082 5 Sawangan 350 1.040 420 542 422 600 6 Limo 472 1.040 416 286 832 460 7 Pasar - 3.762 - 3.716 - - Jumlah 11.579 23.106 12.261 18.736 13.561 14.080 Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok (2004)

Pengelolaan sampah di Kota Depok masih berpegang pada paradigma

lama, yaitu mengumpulkan, mengangkut dan membuang sampah. Sehingga TPAS

Cipayung yang telah berfungsi selama 21 tahun tidak mampu menangani sampah

di Kota Depok. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya gunungan sampah

setinggi 15-35 m yang bercampur antara sampah organik dan non-organik.

Gunungan sampah ini telah menimbulkan kerugian sosial bagi warga sekitar

TPAS Cipayung. Dampak yang dirasakan oleh warga meliputi bau tak sedap dari

sampah, banyaknya lalat-lalat di setiap rumah, serta berjangkitnya berbagai

penyakit (penyakit kulit, pencernaan dan infeksi saluran pernapasan akut).

Bersamaan dengan peningkatan volume sampah akibat meningkatnya

jumlah penduduk, maka pertumbuhan penduduk tersebut juga membawa

(18)

4 ketersediaan lahan bersifat tetap namun kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal

ini akan mengakibatkan adanya kompetisi dalam penguasaan suatu unit lahan.

Terlebih dengan kepadatan penduduk Indonesia yang semakin lama semakin

meningkat, data menunjukkan kepadatan penduduk pada tahun 1990 adalah 105

jiwa/km2, 108 jiwa/km2 pada tahun 2000, dan menjadi 113 jiwa/km2 pada tahun

20051.

Faktor keterbatasan lahan untuk pemukiman menyebabkan timbulnya

masalah pemukiman dimana terdapat kecenderungan semakin diabaikannya

persyaratan lingkungan pemukiman. Hal ini mengakibatkan timbulnya lingkungan

pemukiman yang kurang memperhatikan persyaratan keamanan dan kesehatan

bagi penduduknya. Kondisi ini banyak terjadi di sekitar TPAS Cipayung.

Walaupun terjadi penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya TPAS

Cipayung, kepadatan penduduk semakin meningkat. Hal ini selain diakibatkan

meningkatnya jumlah penduduk asli juga diduga diakibatkan meningkatnya

jumlah pendatang.

Keberadaan TPAS Cipayung memberikan dampak positif dan negatif bagi

masyarakat sekitar. Dampak positif tersebut diantaranya menghasilkan lapangan

pekerjaan dan menjadi sumber pendapatan masyarakat. Dampak negatifnya yaitu

terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Bila dilihat lebih jauh, saat ini

eksternalitas negatif yang tercipta jauh lebih tinggi dibandingkan eksternalitas

positif. Ekternalitas negatif tersebut tentunya berimplikasi terhadap harga lahan di

sekitar TPAS Cipayung. Sejauh ini penelitian mengenai implikasi penurunan

1

(19)

5 kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung terhadap harga lahan

belum dilakukan. Oleh karena itu penelitian tersebut perlu untuk dilakukan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penurunan kualitas lingkungan di

sekitar TPAS Cipayung dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga

lahan di sekitar TPAS Cipayung. Penelitian ini akan menunjukkan apakah

penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan adanya TPAS Cipayung

berpengaruh terhadap harga lahan untuk pemukiman di sekitar TPAS Cipayung.

1.2 Perumusan Masalah

Keberadaan pemukiman yang memiliki karateristik yang berbeda-beda

menyebabkan adanya pilihan seseorang didalam memilih tempat tinggal. Sebuah

tempat tinggal akan dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut

disesuaikan dengan kondisi individu yang tinggal di tempat tersebut. Beberapa

kriteria yang menjadi pertimbangan untuk memilih tempat tinggal adalah harga,

fasilitas yang disediakan, aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya. Harga

menjadi persoalan utama, namun ditentukan juga oleh faktor lainnya. Semakin

lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka seseorang cenderung untuk memilihnya,

demikian halnya dengan aksesibilitas dan kesesuaian tata ruang.

Faktor lain yang turut menentukan seseorang untuk memilih tempat

tinggal adalah faktor lingkungan, berupa kebersihan dan kenyamanan tempat

tinggal. Kebersihan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bersih dari polusi,

karena tempat tinggal yang tidak bersih akan rentan terhadap timbulnya penyakit.

Kebersihan lingkungan akan sangat menentukan kenyamanan seseorang untuk

(20)

6 Kelurahan Cipayung merupakan salah satu kelurahan di Kota Depok yang

3,5 persen luas daerahnya digunakan sebagai TPAS. Dampak negatif yang

ditimbulkan dengan adanya TPAS Cipayung adalah bau tak sedap dan timbulnya

penyakit akibat pencemaran lingkungan dari gunungan sampah. Semakin

banyaknya sampah yang diangkut ke TPAS Cipayung mengakibatkan semakin

tingginya tingkat pencemaran lingkungan. Akan tetapi tingginya tingkat

pencemaran tersebut tidak menghalangi masyarakat untuk tetap bermukim di

daerah tersebut.

Masyarakat yang berada di sekitar TPAS Cipayung terganggu dengan

adanya pencemaran yang terjadi. Namun bagaimana penilaian masyarakat

terhadap pencemaran tersebut belum dilakukan. Pengaruh keberadaan TPAS

Cipayung terhadap harga lahan juga belum dikaji lebih lanjut. Hal ini dapat

terlihat dari faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS

Cipayung. Selain itu seberapa besar pencemaran yang terjadi akibat keberadaan

TPAS Cipayung juga belum dikaji. Hal ini dapat dikaji dengan menghitung nilai

ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana penilaian responden mengenai kondisi lingkungan pemukiman di

sekitar TPAS Cipayung?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS

Cipayung?

3. Berapa besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat

(21)

7

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan

umum penelitian ini adalah ingin menunjukkan adanya dampak negatif

pencemaran lingkungan terhadap harga lahan dan menghitung nilai ekonomi dari

penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung. Sementara itu tujuan

khususnya yaitu:

1. Mendeskripsikan kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung

berdasarkan penilaian responden.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS

Cipayung.

3. Mengestimasi besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan

akibat keberadaan TPAS Cipayung.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna di dalam pengembangan

metode hedonic price yang terkait dengan lingkungan.

2. Bagi Pemerintah Kota Depok diharapkan agar menjadi masukan bahwa

kebersihan lingkungan mempunyai nilai ekonomi.

3. Bagi para pelaku usaha agar dapat menjadi motivasi untuk membuat usaha

dengan memanfaatkan sampah sehingga dapat mengurangi sampah dan

menjaga kualitas lingkungan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya menganalisis dampak negatif keberadaan TPAS

(22)

8 yaitu di Kelurahan Cipayung. Studi ini dilakukan untuk menunjukkan adanya

dampak negatif yang berupa estimasi besarnya nilai ekonomi dari penurunan

kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung dilakukan dengan metode

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah

Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, baik

karena telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, atau karena

sudah tidak bermanfaat. Ditinjau dari segi sosial ekonomis sampah sudah tidak

memiliki harga serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau

gangguan pelestarian alam (Hadiwiyoto, 1983). Sampah juga didefinisikan

sebagai semua jenis buangan dan/atau limbah padat domestik yang berasal dari

proses alam, kegiatan manusia dan makhluk hidup lain (Keputusan Gubernur DKI

Jakarta No.15 Tahun 2002). Sementara Apriadji (2002) memberikan definisi

mengenai sampah sebagai zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai

lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun pabrik

sebagai sisa proses industri. Dapat disimpulkan bahwa sampah adalah sesuatu

yang dihasilkan oleh proses alam atau kegiatan makhluk hidup yang sudah tidak

terpakai lagi dan dapat dibuang.

Peningkatan jumlah penduduk merupakan faktor penting yang

menyebabkan meningkatnya volume sampah perkotaan dari waktu ke waktu.

Meskipun terdapat perbedaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi volume

sampah perkotaan, banyak peneliti sepakat bahwa jumlah penduduk merupakan

faktor dominan dan menentukan. Hal tersebut sangatlah logis mengingat bahwa

semakin banyak jumlah penduduk dari waktu ke waktu maka kecenderungan

terjadi peningkatan volume sampah dari waktu ke waktu.

Selain jumlah penduduk, penelitian Slamet (1996) juga menunjukkan

(24)

10 teknologi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan volume

sampah. Sementara itu Budiman (2002) memandang bahwa selain jumlah

penduduk, kondisi fisik dalam arti penggunaan lahan merupakan faktor lain yang

juga mempengaruhi peningkatan volume sampah.

2.1.1 Macam-macam Sampah

Sampah dapat dikategorisasikan berdasarkan aspek-aspek tertentu, seperti

sifat fisik, kimia, maupun mikrobiologinya. Slamet (1996) menyatakan bahwa

berdasarkan sifat fisik dan kimianya, sampah terdiri dari sampah yang mudah

membusuk (garbage), tidak mudah membusuk (refuse), berupa debu, dan

berbahaya bagi kesehatan.

Menurut Hadiwiyoto (1983) sampah digolongkan menjadi tujuh kelompok

berdasarkan kriteria masing-masing, yaitu:

a. Berdasarkan asalnya digolongkan menjadi sampah dari hasil kegiatan rumah

tangga, pertanian, perdagangan, pembangunan dan jalan raya.

b. Berdasarkan komposisinya dibedakan menjadi sampah seragam dan campuran.

c. Berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi sampah padat, cair dan gas.

d. Berdasarkan lokasinya dibedakan menjadi sampah kota dan daerah.

e. Berdasarkan proses terjadinya dibedakan menjadi sampah alami dan

non-alami.

f. Berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi sampah organik dan non organik.

g. Berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi sampah makanan, kebun, kertas,

plastik, karet, kulit, kain, kayu, logam, gelas dan keramik, abu dan debu.

Penggolongan sampah lainnya adalah menurut Apriadji (2002)

(25)

11 Penggolongan tersebut antara lain meliputi: (1) human excreta, merupakan bahan

buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia, meliputi tinja (feces) dan air

kencing (urine), (2) sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik

maupun rumah tangga, (3) refuse, merupakan bahan sisa proses produksi atau

hasil sampingan kegiatan rumah tangga, dan (4) industrial waste, merupakan

bahan-bahan buangan dari sisa proses industri.

Berbagai penggolongan sampah tersebut pada kenyataannya masih kurang

diketahui oleh masyarakat awam sehingga penggolongan sampah yang kemudian

umum digunakan adalah penyederhanaan dari penggolongan sampah tersebut.

Secara sederhana, sampah dapat dikelompokkan menjadi sampah yang mudah

lapuk (organik), sampah yang tidak mudah lapuk (anorganik), dan sampah yang

tergolong bahan berbahaya dan beracun. Lebih sempit lagi, pada umumnya

masyarakat hanya mengetahui penggolongan sampah menjadi sampah organik

dan anorganik saja.

2.1.2 Pengelolaan Sampah

Hadiwiyoto (1983) mendefinisikan pengelolaan dengan penanganan,

dimana yang dimaksud “penanganan” adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang muncul berkaitan

dengan lingkungan. Penanganan ini dilakukan oleh manusia secara sengaja.

Djuwendah (1998) menyatakan bahwa pengelolaan sampah meliputi tiga kegiatan

yaitu pengumpulan atau penyimpanan, pengangkutan dan

pemusnahan/pembuangan. Sistem pengumpulan yang baik harus meliputi tepat

waktu, tepat tempat dan tepat cara, maksudnya sampah dibuang pada tempat yang

(26)

12 Menurut Apriadji (2002), dalam menangani sampah, banyak cara yang

dapat dilakukan, seperti berikut:

1. Penimbunan tanah (land fill), sampah yang terkumpul dari rumah tangga dan

pasar dimanfaatkan untuk menimbun tanah rendah, kemudian diratakan dan

dipadatkan hingga ketinggian yang diinginkan. Cara ini masih banyak

dilakukan di kota-kota Indonesia.

2. Penimbunan tanah secara sehat (sanitary land fill), sampah diperlakukan

seperti cara land fill, namun setelah mencapai ketinggian yang diinginkan,

permukaan atasnya segera ditimbun tanah minimal setebal 60 cm. Teknik ini

dapat mengurangi dampak dari timbunan sampah seperti bau tak sedap, lebih

baik jika dibandingkan dengan cara land fill.

3. Pembakaran sampah (incineration), teknik ini memerlukan pengawasan lebih,

agar sampah yang dibakar tidak tersisa dan tidak menimbulkan banyak asap.

4. Penghancuran (pulverization), sampah dihancurleburkan menjadi potongan

kecil sehingga lebih ringkas dan dapat dimanfaatkan untuk menimbun tanah

rendah serta dibuang ke laut tanpa menimbulkan pencemaran.

5. Pengomposan (composting), sampah kelompok rubbish disisihkan dan garbage

dihancurleburkan sampai lumat agar proses pembusukan sampah

(decomposition) oleh mikroorganisme berlangsung baik, ditimbun secara

teratur dalam hamparan hingga membusuk sempurna, dikeringkan, kemudian

digiling dan siap digunakan.

6. Makanan ternak (hogfeeding), dengan memanfaatkan garbage.

7. Pemanfaatan ulang (recycling), untuk jenis sampah rubbish.

(27)

13 Terdapat tiga teknologi pengolahan sampah yang dikenal di Indonesia.

Tiga tekonologi tersebut adalah:

1. Pengomposan (Composting)

Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara

aerobik dan anaerobik yang saling menunjang untuk menghasilkan kompos.

Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah

sampah organik karena sampah jenis ini mudah mengalami proses dekomposisi

oleh mikroba-mikroba. Kompos merupakan bahan yang menyerupai humus

hasil penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi udara dan

kelembaban yang cukup (Widyatmoko dan Sintorini, 2002).

2. Pembakaran (Incinerator)

Pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator adalah salah satu cara

pengolahan sampah, baik padat maupun cair. Tujuan utama pembakaran

sampah adalah mereduksi volume buangan padat (Widyatmoko dan Sintorini,

2002). Proses yang terdapat pada incinerator terdiri atas enam tahap, yaitu

pembakaran, pengolahan abu, pendinginan gas, pengolahan gas, pengolahan air

kotor dan pemanfaatan panas. Proses-proses tersebut menunjukan bahwa

pengolahan sampah dengan incinerator dilakukan dengan memperhatikan

aspek keamanan terhadap lingkungan.

3. Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

Menurut Suryanto (1988) dalam Yudiyanto (2007), pembuangan akhir sampah

adalah suatu upaya untuk memusnahkan sampah di tempat tertentu yang

disebut TPA. Beberapa metode pengolahan sampah dalam pembuangan akhir

(28)

14

1. Open Dumping

Metode ini merupakan cara pembuangan akhir yang sederhana karena

sampah hanya ditumpuk di lokasi tertentu tanpa perlakuan khusus.

2. Controlled Landfill

Metode ini merupakan peralihan antara teknik open dumping dan sanitary

landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan diratakan. Pipa-pipa ditanam

pada dasar lahan untuk mengalirkan air lindi dan ditanam secara vertikal

untuk mengeluarkan metan ke udara. Setelah timbunan sampah penuh

dilakukan penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan

dipadatkan.

3. Sanitary Landfill

Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu

hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah

ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini, sampah dihamparkan

hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan, kemudian dilapisi tanah

dan dipadatkan kembali, di atas lapisan tanah penutup tadi dapat

dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah.

Demikian seterusnya berselang-seling antara lapisan tanah dan sampah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah adalah kegiatan

yang dilakukan untuk menangani masalah lingkungan yang diakibatkan oleh

sampah. Kegiatan pengelolaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

terkait, waktu, tempat dan cara. Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan

untuk melakukan pengelolaan sampah, namun yang sering digunakan di kota-kota

(29)

15

2.1.3 Dampak yang Ditimbulkan oleh Sampah

Sampah memberikan banyak sekali dampak bagi lingkungan sekitarnya.

Dampak tersebut dapat berupa dampak yang ditimbulkan terhadap manusia

(khususnya kesehatan) maupun lingkungan (Suprihatin et al. 1999) dalam Utari

(2006).

1. Dampak terhadap kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah

yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme

dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat

menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang ditimbulkan yaitu

diare, kolera, tifus, demam berdarah, jamur dan keracunan.

2. Dampak terhadap lingkungan

Cairan rembasan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan

mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga

beberapa spesies akan lenyap dan mengakibatkan berubahnya ekosistem

perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan

menghasilkan asam organik dan gas cair organik seperti metana. Gas cair

organik memiliki bau yang tidak sedap dan dapat meledak dalam konsentrasi

tinggi.

3. Dampak terhadap keadaan sosial ekonomi

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang

kurang menyenangkan bagi masyarakat, antara lain dalam bentuk bau yang

tidak sedap dan pamandangan yang buruk karena sampah berantakan.

(30)

16 c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat

kesehatan masyarakat dan menimbulkaan pembiayaan secara langsung

(untuk membiayai orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung

(tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).

d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan

akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan,

jembatan, drainase dan lain-lain.

Hadiwiyoto (1983) mengungkapkan bahwa sampah memiliki dampak

positif dan negatif dalam kehidupan manusia, terutama yang tinggal di sekitar

TPA. Dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dampak Negatif

a. Tumpukan sampah dapat menimbulkan kondisi fisik dan kimia yang tidak

sesuai dengan lingkungan yang normal. Biasanya dapat menyebabkan

kenaikan suhu dan perubahan pH tanah. Keadaan ini akan mengganggu

kehidupan di sekitarnya.

b. Tumpukan sampah dapat menjadi media berkembangbiak dan tempat

mencari makan bagi lalat atau tikus, dan pada akhirnya tempat berkembang

bibit penyakit.

c. Dapat menimbulkan pencemaran udara karena selama proses pembusukan

dihasilkan gas-gas beracun, bau yang tidak sedap.

d. Terjadi kekurangan oksigen. Keadaan ini disebabkan karena selama proses

perombakan sampah menjadi senyawa sederhana, diperlukan oksigen yang

diambil dari udara sekitarnya sehingga mengganggu kehidupan flora dan

(31)

17 e. Kontak langsung dengan sampah yang mengandung kuman penyakit,

misalnya sampah yang berasal dari rumah sakit.

f. Pasokan air minum yang mengalami kontaminasi dengan bahan kimia

beracun dari sampah yang dibuang ke dalam air.

g. Keadaan fisik sampah, seperti kaleng bekas, paku, pecahan kaca dan

sebagainya mengakibatkan kecelakaan pada manusia.

h. Dapat mencemari tanah.

i. Sampah yang dibuang ke badan air menyebabkan hambatan aliran air

sehingga pada musim penghujan akan menyebabkan banjir.

j. Dapat menjadi sumber kebakaran.

k. Secara estetika, sampah dapat digolongkan sebagai bahan yang dapat

mengganggu pemandangan dan keindahan.

l. Mencerminkan sosial dan budaya serta martabat bangsa.

m. Mengurangi minat wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

2. Dampak Positif

a. Dapat dipakai untuk menimbun tanah.

b. Dapat digunakan untuk pupuk sebagai penyubur tanah dan mempercepat

pertumbuhan tanaman

c. Dapat digunakan sebagai pakan ternak.

d. Dapat dimanfaatkan kembali setelah didaur ulang.

e. Gas yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi karena dapat dikonversi

menjadi tenaga listrik.

(32)

18 Dapat disimpulkan bahwa keberadaan sampah dapat menimbulkan

dampak positif maupun negatif terhadap manusia dan lingkungannya. Dampak

tersebut dapat berakibat pada kesehatan, kesejahteraan, keadaan sosial dan

berpengaruh juga terhadap harga lahan. Sampah dapat menimbulkan dampak

positif jika dilakukan pengolahan sampah yang baik.

2.1.4 Konsep Ideal Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Penentuan lokasi TPA sampah berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang tata

cara pemilihan lokasi tpa sampah dengan beberapa pertimbangan-pertimbangan

(Dardak, 2006), antara lain yaitu TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau,

sungai dan laut. Disusun berdasarkan tiga tahapan yaitu: pertama, tahap regional

yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat

dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan. Kedua,

tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi

terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap

regional. Ketiga, tahap penetapan yangm erupakan tahap penentuan lokasi terpilih

oleh Instansi yang berwenang.

Selain itu pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek

penataan ruang sebagai berikut:

1. Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan

daerah perkotaan (Urbanized Area).

2. Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong

pengembangannya (Urban Promotion Area).

3. Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama

(33)

19 Berdasarkan PP 16 tahun 2005 tentang pengembangan sistem penyediaan

air minum yang di dalamnya mengatur masalah persampahan (bagian ketiga pasal

19-22), bahwa penanganan sampah yang memadai perlu dilakukan untuk

perlindungan air baku air minum dan secara tegas dinyatakan bahwa TPA sampah

wajib dilengkapi dengan zona penyangga dan metoda pembuangan akhirnya

dilakukan secara sanitary landfill untuk kota besar dan metropolitan dan

controlled landfill untuk kota kecil dan sedang. Selain itu perlu pula dilakukan

pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate secara berkala.

Menurut Soedradjat (2005) kawasan sekitar TPA dibagi menjadi dua, yaitu

1. Zona Penyangga

Zona penyangga diukur mulai dari batas terluar tapak TPA sampai pada jarak

tertentu sesuai dengan pedoman pengoperasian dan pemeliharaan tempat

pembuangan akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill,

yakni 500 meter, dengan pemanfaatan sebagai berikut:

a. 0 – 100 meter diharuskan berupa sabuk hijau.

b. 101 – 500 meter pertanian non pangan, hutan.

2. Zona Budi Daya Terbatas

Zona budi daya terbatas ditentukan mulai dari batas terluar zona penyangga

sampai pada jarak yang telah aman dari pengaruh dampak TPA yang berupa:

a. Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya yang

dipakai penduduk untuk kehidupan sehari-hari.

b. Bahaya ledakan gas metan.

(34)

20 Zona budi daya terbatas ditentukan pada jarak 501 – 800 meter dari batas

terluar tapak TPA. Pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:

a. Rekreasi dan RTH.

b. Industri terkait sampah.

c. Pertanian non pangan.

d. Permukiman di arah hilir bersyarat.

e. Permukiman yang telah ada sebelumnya harus memperhatikan

persyaratan-persyaratan teknis dalam penggunaan air tanah. Khusus untuk air minum

disarankan untuk tidak menggunakan air tanah.

2.2 Harga Lahan

Harga lahan (land price) menurut Hartwick dan Olewiller (1986)

merupakan ekspektasi seseorang terhadap manfaat yang dapat dihasilkan oleh

lahan sepanjang masa. Rent yang diperoleh dari lahan akan menentukan besarnya

harga lahan tersebut.

Nilai ekonomi lahan menurut Barlowe (1978) dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

1. Sewa lahan (contract rent) sebagai pembayaran aktual dari penyewa kepada

pemilik dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu.

2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) merupakan surplus

pendapatan di atas biaya produksi atau harga input lahan yang memungkinkan

faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi.

Harga lahan yang digunakan pada penelitian mendekati istilah yang pertama

(35)

21 Teori sewa lahan menurut model klasik yang banyak digunakan adalah

konsep dari David Ricardian dan Von Thunen (Barlowe, 1978). David Ricardo

memberikan konsep tentang sewa lahan atas dasar perbedaan alam kesuburan

tanah terutama pada masalah sewa lahan di sektor pertanian, tetapi dalam

analisisnya David Ricardo tidak terlepas dari asumsi yaitu pada daerah

pemukiman baru terdapat sumberdaya lahan yang subur dan melimpah. Ricardo

berpendapat hanya lahan yang subur yang digunakan untuk budidaya pertanian

dan tidak ada pembayaran sewa lahan sehubungan dengan penggunaan lahan

tersebut, karena penduduk masih jarang atau sedikit jumlahnya. Sewa lahan akan

muncul apabila jumlah penduduk bertambah sehingga meningkat permintaan akan

lahan yang mengakibatkan digunakannya lahan kurang subur oleh masyarakat.

Teori sewa lahan model Ricardo ditentukan berdasarkan perbedaan dalam

kualitas lahan yang hanya melihat faktor kemampuan lahan untuk membayar sewa

tanpa memperhatikan faktor lokasi lahan. Faktor lokasi lahan dalam menentukan

nilai sewa lahan (land rent) dibahas dalam model Von Thunen. Model ini

menunjukkan berbagai tanaman yang dihasilkan oleh daerah-daerah subur dekat

pusat pasar dan menemukan bahwa sewa lahan di dekat pusat pasar lebih tinggi

dari daerah-daerah yang lebih jauh dari pusat pasar. Menurut Von Thunen sewa

lahan berkaitan dengan biaya transport dari daerah produksi ke pusat pasar.

Semakin jauh jarak lokasi lahan dari pasar akan menyebabkan semakin tingginya

biaya transportasi. Lahan yang lokasinya dekat ke pasar oleh masyarakat

digunakan untuk daerah pusat kegiatan ekonomi yang akan memberikan

(36)

22 Oleh karena itu harga lahan tidak terlepas dari faktor lingkungan,

perbedaan lokasi lahan dengan atribut lingkungan yang bervariasi mempunyai

pengaruh dalam harga lahan yang bersangkutan atau secara konkrit harga lahan

akan semakin meningkat jika kualitas lingkungan bertambah baik. Kualitas

lingkungan yang lebih baik akan meningkatkan kepuasan (utility) dan tentunya

kepuasan ini akan menambah kesediaan seseorang untuk membayar.

2.3 Hedonic Price Method

Hedonic Price Method (HPM) digunakan untuk menentukan nilai suatu

ekosistem atau lingkungan. Nilai dari ekosistem atau lingkungan tersebut biasanya

mempengaruhi harga dari suatu barang yang dapat dipasarkan. HPM digunakan

untuk menentukan keterkaitan yang muncul antara atribut lingkungan dengan

harga suatu barang yang mempunyai nllai pasar. Salah satu penggunaan HPM

yang sering digunakan adalah menentukan harga lingkungan yang dicerminkan

oleh harga rumah atau lahan. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur

keuntungan dan biaya ekonomi yang terkait dengan kualitas lingkungan, meliputi

polusi udara, polusi air dan parameter kualitas lingkungan lainnya. Keputusan

individu untuk membeli rumah merupakan suatu fungsi yang tergantung pada

tingkat polusi dan kebersihan pada lingkungan. Individu akan membayar lebih

untuk mendapatkan rumah yang kualitas udara dan kebersihannya lebih baik.

Menurut Rosen (1974) dalam Hufsmidtz et al. (1987), harga hedonik

didefinisikan sebagai harga tersirat karakteristik suatu milik (misalnya luas,

lokasi, kualitas dan karakteristik unit perumahan) yang dinyatakan dengan melihat

berbagai karakteristik lingkungan yang berhubungan dengan hal tersebut. Turner,

(37)

23 tidak bisa langsung terlihat datanya di pasar, misalnya harga kualitas lingkungan,

harga keindahan taman, juga harga lokasi/jarak ke pusat kota. Sementara

Malpezzi (2002) mengungkapkan pendapatnya bahwa alasan dasar menggunakan

HPM karena harga merupakan faktor yang berhubungan baik dengan karakteristik

atau jasa yang disediakan.

Fungsi hedonic price menjelaskan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi harga sebuah rumah/lahan. Menurut Hanley dan spash (1993)

harga lahan dipengaruhi oleh karakteristik lahan itu sendiri, karakteristik

lingkungan sekitar dan kualitas lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan

pembatasan variabel, harga lahan diasumsikan hanya dipengaruhi oleh

karakteristik lahan itu sendiri (X) dan kualitas lingkungan (Z). Karakteristik lahan

dapat meliputi luas lahan, luas bangunan, dan status lahan. Sedangkan, kualitas

lingkungan ditunjukkan dengan kualitas udara atau kebersihan lingkungan.

Pembatasan variabel dilakukan karena ditakutkan terjadi data yang bias dan juga

dikarenakan keterbatasan waktu dan dana untuk memperoleh data yang lebih

lengkap. Pembatasan variabel ini juga pernah dilakukan oleh Morancho (2003)

yang melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara harga rumah

dengan area hijau di perkotaan dengan menggunakan HPM.

Fungsi hedonic price dapat ditentukan dengan persamaan regresi. Secara

ekonomi dapat ditulis, yaitu:

Ph = P (X1, X2, ...., Xn, Z) ... (2.1)

atau secara matematis dapat dituliskan sebagai bentuk:

Ph = β0 + β1X1 + β2X2 + ... + βnXn + βzZ + ε, ... (2.2)

(38)

24 Ph = harga lahan

β = koefisien/intersep

X1, X2, ...., Xn = karakteristik lahan itu sendiri

Z = kualitas lingkungan

ε = error term yang menunjukkan adanya faktor lain yang turut menentukan harga lahan.

Setelah model yang menunjukkan fungsi hedonic price dibentuk, maka

dapat ditentukan nilai implisit dari karakteristik lingkungan. Nilai implisit tersebut

dapat digunakan untuk menunjukkan besarnya pengaruh faktor lingkungan

terhadap harga lahan. Besar pengaruh faktor lingkungan disebut nilai implisit

dikarenakan faktor lingkungan diperhitungkan nilainya secara implisit di dalam

penentuan harga lahan. Sebagai contoh adalah kebersihan lingkungan sekitar

lahan. Seseorang akan menghargai lahan yang mempunyai lingkungan yang

bersih dengan nilai yang lebih tinggi. Sebaliknya seseorang akan menghargai

dengan nilai yang lebih rendah terhadap lahan yang mempunyai lingkungan yang

kotor. Hal ini menunjukan bahwa kebersihan lingkungan secara implisit

mempengaruhi harga lahan tersebut.

Nilai implisit lingkungan ditunjukan dengan nilai dari perubahan marjinal

di dalam variabel kualitas lingkungan. Nilai implisit diperoleh dengan cara

membuat deferensiasi parsial dari persamaan fungsi hedonic price yang telah

diperoleh, sehingga dapat dibentuk:

δPh/δZ = δ (β0 + β1X1 + β2X2 + ... + βnXn + βzZ) / δQk ... (2.3) δPh/δQk disebut dengan rent differential (r). Harga implisit lingkungan atau bisa disebut juga kurva permintaan terbalik dapat ditunjukkan dalam Gambar 1. Kurva

(39)

25 ini menghubungkan antara harga dari lahan dan kualitas lingkungannya.

Sumber: Hanley dan Spash (1993)

Gambar 1. Kurva Harga Implisit Lingkungan

2.3.1 Keunggulan dan Keterbatasan Hedonic Price Method

Beberapa studi mengenai valuasi ekonomi yang menggunakam HPM

menunjukkan bahwa penggunaan metode ini masih terdapat beberapa keuntungan

dan keterbatasan yang perlu diperhatikan dalam penggunaannya. Keuntungan

penggunaan HPM adalah sebagai berikut:

1. Dapat digunakan untuk mengestimasi nilai berdasarkan pilihan yang ada.

2. Pasar properti tempat tinggal atau lahan relatif efisien di dalam pengumpulan

informasinya.

3. Data yang terkait dengan tempat tinggal atau lahan dan karakteristiknya dapat

diperoleh dari berbagai sumber dan dapat dikaitkan dengan sumber data

sekunder lainnya untuk menentukan variabel di dalam analisis.

4. Dapat disesuaikan dengan keterkaitan yang ada antara market goods dengan

kondisi lingkungannya. 0

P (harga)

Ph = P(Qk) = harga implisit lingkungan

Qk = kualitas lingkungan tertentu 30 20 15 3 2 1

(40)

26 Keterbatasan penggunaan HPM adalah sebagai berikut:

1. Cakupan keuntungan meliputi kondisi lingkungan yang dapat diukur.

2. Metode tersebut hanya terkait dengan willingness to pay/willingness to accept

seseorang terhadap kondisi lingkungan yang ada. Hal ini dapat menyebabkan

nilai yang ada tidak mencerminkan harga rumah/lahan yang sebenarnya bagi

seseorang yang tidak peduli terhadap kaitan antara kualitas lingkungan dengan

keuntungan yang diperolehnya.

3. Asumsi yang digunakan di dalam metode tersebut adalah seseorang

mempunyai kesempatan untuk memilih kombinasi yang diinginkannya dengan

tingkat pendapatan tertentu. Padahal, suatu pasar rumah/lahan mungkin

dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya pajak dan tingkat bunga.

4. Hasil yang diperoleh akan sangat ditentukan dengan model yang dibuat.

5. Jumlah data yang dikumpulkan relatif banyak.

6. Aplikasi sangat ditentukan dengan ketersediaan data.

2.3.2 Masalah dalam Hedonic Price Method

Menurut Hanley dan Spash (1993), terdapat beberapa permasalahan dalam

metode harga hedonik, yaitu:

1. Penghilangan variabel bias

Di dalam pembuatan fungsi hedonik harus dapat diputuskan faktor-faktor yang

disertakan sebagai variabel independen di dalam model persamaan tersebut.

2. Multikolinearitas

Beberapa variabel yang digunakan dalam fungsi hedonik dapat saling

(41)

27 3. Pemilihan model/bentuk fungsi

Pemilihan model/bentuk yang tepat dapat mempengaruhi estimasi.

4. Segmentasi pasar

Dalam housing market selalu ditemukan segmentasi. Oleh karena itu, di dalam

analisis perlu dibedakan berdasarkan segmentasi yang ada.

5. Tingkat karakteristik aktual dan harapan

Dalam penggunaan pendekatan HPM, kualitas lingkungan yang ada

diasumsikan berpengaruh nyata terhadap harga rumah/lahan. Tetapi adanya

harapan terhadap perubahan kualitas lingkungan dapat rnempengaruhi harga

rumah/lahan tersebut.

6. Keberadaan asumsi yang menghambat (restriksi)

HPM hanya memberikan estimasi yang akurat tentang kualitas lingkungan jika

semua pembeli di pasar mendapatkan informasi yang lengkap dan dapat

merubah tingkat kepuasannya serta housing market yang terjadi selalu berada

pada kondisi keseimbangan. Padahal kondisi tersebut tidak selalu terjadi,

sehingga hanya kualitas lingkungan yang berpengaruh di dalam housing

market saja yang akan diukur.

2.4 Skala Perbedaan Semantik (Semantic Differential)

Menurut Nazir (1999) dalam skala perbedaan semantik responden diminta

untuk menilai suatu konsep atau objek dalam suatu skala bipolar. Skala bipolar

adalah skala yang berlawanan seperti baik buruk, cepat lambat, dan sebagainya.

Skala perbedaan semantik ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana

pandangan seseorang terhadap suatu konsep atau objek. Prinsip sifat positif diberi

(42)

28 dalam penetapan skala perbedaan semantik. Skala perbedaan semantik digunakan

oleh Widodo (2008) dalam penelitian sikap konsumen terhadap jeruk dan pisang

lokal segar, skala perbedaan semantik digunakan untuk menilai kualitas buah

tersebut dengan skor satu untuk menilai buah yang sangat buruk sampai dengan

skor lima untuk menilai buah yang sangat bagus.

2.5 Metode Dose-Respon (Dose-Response Method/DRM)

Metode ini menurut Hanley dan Spash (1993) merupakan suatu metode

untuk mencari hubungan antara variabel kualitas lingkungan, misalnya dampak

kualitas air terhadap kesehatan manusia. metode ini dapat mengkuantifikasi secara

moneter dampak kerusakan yang terjadi. Perhitungan dampak ekonominya

memerlukan estimasi yang menyangkut nilai kehidupan manusia seperti

pengurangan resiko sakit atau meninggal.

Langkah-langkah untuk menghitung biaya kesehatan (Golub et al. 2003):

1. Menentukan suatu hubungan antara kualitas lingkungan dengan tingkat

kesehatan manusia atau kerusakan materi. Diperlukan studi mengenai penilaian

resiko yang mempengaruhi kesehatan.

2. Menghitung besarnya pengaruh terhadap kesehatan sesuai dengan langkah

pertama.

3. Evaluasi biaya moneter untuk harga pasar dari biaya pengobatan dan

pengurangan resiko sakit.

2.6 Penelitian Terdahulu

Astuti (2005) melakukan penelitian mengenai strategi pemberdayaan

masyarakat sekitar TPAS Cipayung melalui penguatan kemampuan masyarakat

(43)

29 masalah diketahui bahwa masyarakat membutuhkan penguatan kemampuan untuk

mengetahui masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya. Program jangka

panjang yang dibutuhkan adalah pendidikan masyarakat dalam memperlakukan

sampah dan penetapan Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah serta

penelitian tentang teknik pengelolaan sampah yang efektif dan efisien.

Kurniawan (2006) melakukan penelitian mengenai analisis kualitas air

sumur di sekitar wilayah TPAS dengan melihat Indeks Kualitas Air (IKA) sumur

sebagai pengaruh pengelolaan TPA (studi kasus di TPA Galuga Cibungbulang

Bogor). Hasil pengukuran fisik, kimia dan mikrobiologi air sumur di wilayah

sekitar TPA Galuga menunjukan ada 11 parameter yang telah melampaui ambang

batas maksimum yang diperbolehkan menurut persyaratan Baku Mutu air Kelas I,

yaitu bau, rasa, PH, DO, BOD5, COD, amonia, nitrit, seng, bakteri coliform dan

fecal coli (E.coli). IKA sumur pada jarak 400 m, 600 m dan 700 m tergolong

buruk dengan kisaran indeks 41,03 – 48,36. Nilai IKA rata-rata untuk seluruh

lokasi pengamatan adalah 48,65 yang tergolong buruk. Hasil penelitian

memberikan gambaran bahwa secara umum kualitas air sumur wilayah sekitar

TPA tergolong buruk dan tidak layak dikonsumsi untuk air minum namun masih

bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.

Utari (2006) melakukan penelitian untuk mengkaji nilai retribusi

(Willingness to Pay/WTP) dan nilai dana kompensasi yang bersedia diterima

masyarakat (Willingness to Accept/WTA) serta mengidentifikasi faktor-faktor

yang mempengaruhi nilai tersebut di TPAS Pondok Rajeg Kabupaten Bogor.

Nilai dugaan rataan WTP responden adalah Rp 5.600,00 per KK per bulan, nilai

(44)

30 bulan. Nilai dugaan total WTP masyarakat adalah sebesar Rp 38.840.250,00 per

bulan dan besar surplus konsumen responden adalah Rp 5.000,00 per bulan. Nilai

WTP responden Kecamatan Cibinong dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan,

jumlah tanggungan, kepuasan responden terhadap pelayanan pengelolaan sampah,

dan biaya yang dikeluarkan responden selain biaya retribusi kebersihan.

Nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp 37.300,00 per KK per

bulan, nilai tengah WTA Rp 35.300,00 per KK per bulan. Nilai dugaan total WTA

masyarakat adalah sebesar Rp 59.700.000,00 per KK per bulan dan besar surplus

produsen adalah Rp 2.300,00 per bulan. Nilai WTA responden Kelurahan Pondok

Rajeg dipengaruhi oleh faktor tingkatan pendapatan, jarak tempat tinggal dengan

lokasi TPA, dan tingkat gangguan yang dialami responden akibat keberadaan

TPA. Hasil penelitian menunjukkan besarnya nilai dugaan total WTA masyarakat

Kelurahan Pondok Rajeg yang lebih besar dari nilai dugaan total WTP masyarakat

Kecamatan Cibinong. Penetapan kebijakan oleh pemerintah sebaiknya

disesuaikan dengan keinginan masyarakat agar tidak menimbulkan konflik.

Silalahi (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi harga lahan pemukiman di Kecamatan Cibinong, Kabupaten

Bogor. Faktor yang berpengaruh nyata dengan variabel tak bebasnya harga lahan

pada model linier dan model double-log adalah luas lahan, jarak lahan ke jalan

yang sering dilaui kendaraan roda empat, kepadatan penduduk, fasilitas air dan

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Avianto (2005) melakukan penelitian untuk menganalisis fungsi hedonik

dari lingkungan tempat tinggal dan menganalisis nilai ekonomi lingkungan tempat

(45)

31 dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat harga sewa adalah

fasilitas, luas tempat tinggal dan tingkat keamanan yang berkorelasi positif serta

kondisi air dan kondisi udara yang berkorelasi negatif. Sedangkan nilai implisit

lingkungan terhadap tingkat harga sewa adalah -0,297 untuk kondisi air, 0,256

untuk kondisi keamanan dan -0,299 untuk kondisi udara. Nilai ekonomi

lingkungan pemukiman adalah Rp 10.065.016.310,00, diperoleh berdasarkan

perkalian antara harga sewa rata-rata dengan jumlah kamar yang terdapat di

tempat penelitian tersebut.

Jailani (2007) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor

penentu harga rumah di Kota Bogor dengan penerapan metode harga hedonik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap

harga rumah adalah lokasi (diukur dengan jarak ke pusat kota) dan luas bangunan.

Faktor-faktor lain seperti jumlah kamar tidur, jumlah kamar mandi, kapasitas

garasi dan luas ruang keluarga diduga juga berpengaruh namun secara statistik

tidak nyata begitu dua faktor pertama tersebut di atas dimasukan ke dalam model.

Hanum (2007) melakukan penelitian mengenai kebisingan pemukiman

pinggiran rel kereta api, dengan melakukan analisis preferensi, persepsi dan WTA

(kasus Desa Cilebut Timur Kabupaten Bogor Jawa Barat). Penelitiannya bertujuan

untuk mengkaji kesediaan masyarakat Cilebut Timur dalam menerima

kompensasi dan besar nilainya dengan menggunakan HPM. Variabel yang secara

nyata mempengaruhi nilai WTA responden adalah jumlah tanggungan, harga

tanah, pendidikan, jenis pekerjaan, luas tanah, jarak ke sumber kebisingan dan

sumber pendapatan. Berdasarkan pendekatan HPM, dibentuk fungsi hedonik.

(46)

32 meter2, sehingga bid curve yang terbentuk adalah supply curve antara nilai WTA

(Rp/m2) yang diperoleh dengan luas tanah (m2) responden.

Morancho (2003) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan

antara harga rumah dengan area hijau di perkotaan dengan menggunakan HPM.

Beberapa variabel konvensional dan tiga variabel lingkungan yang digunakan

yaitu keberadaan taman, jarak rumah dengan area hijau, dan ukuran area hijau.

Hasil penelitian menunjukan salah satu variabel lingkungan berpengaruh nyata

terhadap harga rumah yaitu variabel jarak rumah dengan area hijau. Variabel ini

berkorelasi negatif sehingga semakin dekat dengan area hijau maka harga rumah

akan semakin mahal.

Snyder et al. (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui faktor yang

mempengaruhi pasar lahan hutan yang belum berkembang di Minnesota bagian

utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik fisik lahan, kenyamanan,

volume kayu yang laku, tipe pembangunan, pembiayaan, dan agen berpengaruh

terhadap harga lahan hutan. Tiga faktor utama yang mempengaruhi harga lahan

hutan yaitu pembangunan lahan, jarak ke sumber air, dan kontrak pembiayaan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di atas ada beberapa faktor

yang mempengaruhi harga lahan atau rumah, selain karakteristik lahan atau

rumah, faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap harga lahan atau rumah.

Selain itu beberapa penelitian menunjukan bahwa terjadi pencemaran lingkungan

di sekitar TPA, semakin dekat ke TPA maka degradasi lingkungan itu semakin

besar, untuk itu perlu perhatian dari pemerintah setempat untuk mengatasi

masalah tersebut. Masalah tersebut dapat diatasi dengan cara memberikan

(47)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional

Kota Depok merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang setiap

harinya menghasilkan sampah yang berasal dari sumber yang berbeda. Produksi

sampah berasal dari sampah perumahan atau pemukiman, fasilitas umum (sapuan

jalan, terminal, rumah sakit, pasar, dan lain-lainnya) dan industri.

Pengolahan sampah Kota Depok dilaksanakan di TPAS Cipayung.

Ketersediaan lahan untuk TPA sangat terbatas, sementara volume sampah

semakin besar seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk. Terjadi

ketimpangan yang menyebabkan munculnya timbunan sampah di TPAS

Cipayung.

Terjadi juga peningkatan pemanfaatan lahan pemukiman seiring

meningkatnya jumlah penduduk. Hal ini akan menimbulkan kecenderungan

diabaikannya persyaratan lingkungan pemukiman, sehingga terdapat lingkungan

pemukiman yang kurang memperhatikan persyaratan kenyamanan bagi

penduduknya. Hal ini terlihat dari banyaknya penduduk yang tinggal di sekitar

TPAS Cipayung walaupun timbul dampak negatif berupa pencemaran lingkungan

di sekitar TPAS Cipayung.

Penelitian ini mendeskripsikan kondisi lingkungan pemukiman di sekitar

TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden dengan menggunakan analisis

deskriptif, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di

sekitar TPAS Cipayung dengan menggunakan Hedonic Price Method (HPM).

Selanjutnya untuk menghitung besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas

(48)

34 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh

penurunan kualitas lingkungan terhadap harga lahan di sekitar TPAS Cipayung

sehingga dapat memberikan rekomendasi upaya yang dapat diambil oleh

Pemerintah Kota Depok. Diagram alur berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alur Berpikir 3.2 Hipotesa

1. Semakin jauh jarak tempat tinggal dari TPAS Cipayung maka kualitas

lingkungan semakin baik.

2. Semakin jauh lokasi lahan dengan TPAS Cipayung maka semakin tinggi harga

lahan tersebut.

TPAS Cipayung over limit

Meningkatnya kebutuhan lahan sebagai pemukiman

Penurunan kualitas lingkungan Pencemaran lingkungan Deskripsi kondisi lingkungan pemukiman sekitar TPAS Cipayung

Analisis faktor yang berpengaruh terhadap

harga lahan

Estimasi nilai penurunan kualitas

lingkungan

Rekomendasi upaya meminimalisir dampak negatif TPAS Pemerintah

Gambar

Gambar 1.  Kurva Harga Implisit Lingkungan
Gambar 2.  Diagram Alur Berpikir  3.2 Hipotesa
Gambar 3.  Peta TPAS Cipayung di Kota Depok Tahun 2008
Gambar 5.   Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di  Kelurahan Cipayung Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah diuji coba pada sensor suhu, sensor akan mendeteksi suhu pada ruangan, jika suhu yang terdeteksi melebihi suhu yang maksimum yang diset, maka kipas secara otomatis akan

Ditengah kemiskinan, ketidakberdayaan dan skill yang sangat terbatas yang dimiliki oleh masyarakat petani di desa ini yang menggantungkan hidup mereka pada sektor pertanian,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi gizi hay rumput alam yang umum digunakan di stasiun Karantina Tenau Kupang dan untuk pakan sapi antar pulau dan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti kelas VII/BSekolah Luar Biasa PKK Provinsi Lampung, pada media implementasi Audio Visual menyatakan adanya

Different voice conversion system can use different methods, but at least most of the system consists of several components such as methods to represent the specific

Kenyataannya, banyak hal yang sudah berubah karena bisnis peternakan ayam menyulap Desa Tigo Jangko menjadi

Dalam implikatur lirik lagu yang dicekal atau dibatasi keberadaannya oleh KPI, fungsi representasi menjadi fungsi bahasa yang dominan muncul, disusul oleh fungsi

PEM ERINTAH KABUPATEN KLATEN PEJABAT PENGADAAN BARANG/ JASA.. BIDANG CIPTA KARYA DPU