• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model penyediaan air bersih berkelanjutan di pulau kecil (studi kasus pulau tarakan, Kalimantan Timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model penyediaan air bersih berkelanjutan di pulau kecil (studi kasus pulau tarakan, Kalimantan Timur)"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH

BERKELANJUTAN DI PULAU KECIL

(STUDI KASUS : PULAU TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR)

EMIL AZMANAJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Penyediaan Air Bersih Berkelanjutan di Pulau Kecil (Studi Kasus : Pulau Tarakan, Kalimantan

Timur) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

EMIL AZMANAJAYA. Sustainable Water Supply Modelling in Small Island (Case Study : Tarakan Island, East Kalimantan). Under direction of SURJONO H. SUTJAHJO, ASEP SAPEI, D. DJOKOSETIYANTO, and BAMBANG PRAMUDYA N.

This research was conducted in all areas of water services of Tarakan Island that is West Tarakan, Central Tarakan, East Tarakan and North Tarakan, in October 2010 to October 2011. The main objective of this research is to build a model of sustainable water supply in the small island of Tarakan City with the scope of the study. To achieve these goals, then do some studies, that are : (1) analysis of water needs for domestic, industrial and hospitality, (2) analysis of water availability based on service taps and clean water naturally through augmentation of ground water, (3) analysis of the sustainability of water supply, (4) to design strategies for water supply, and (5) to design a model for water supply. Water demand analysis method is done by projecting development of population growth, industrial and hotel in the city of Tarakan. Analysis of services water is done by calculating the capacity of water treatment plant service taps, analysis of natural water availability is done by increasing ground water augmentation through rain water conservation with infiltration wells, reforestation and terracing. Analysis of the sustainability of water supply using the method of multidimensional scaling (MDS) called RAP-TARAKAN, Montecarlo analysis and prospective analysis. Analysis of water supply strategies performed using the method of analytical hierarchy process (AHP), SWOT analysis and the analysis of interpretative structural modeling (ISM). Water supply model using a dynamic system through software powersim constructor 2.5c. The results showed that the status of the environmental dimension of sustainability is less sustainable (31.8%), sustainable on economic dimension (88.24%), sustained enough on the legal dimensions of institutional (74.21%) and social dimensions (52.25%). While the dimensions of the infrastructure and technology are not sustainable (20.14%). In multi-dimensional, water supply of Tarakan City is sufficient sustainable (52.38%). During the period of the year 2001 - 2030, the East and West Tarakan potential water crisis whereas North and Central Tarakan no potential water crisis. But the piping water service (PDAM) in all districts do not fulfill clean water requirements in terms of quantity, so it needs to be improved with the improvement of services through the construction of water conservation and

micro water treatment plant (Micro IPAB).

(6)
(7)

RINGKASAN

EMIL AZMANAJAYA. Model Penyediaan Air Bersih Berkelanjutan di Pulau Kecil (Studi Kasus : Pulau Tarakan, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh SURJONO H. SUTJAHJO, ASEP SAPEI, D. DJOKOSETIYANTO, dan BAMBANG PRAMUDYA N.

Pulau Tarakan merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di pantai timur provinsi Kalimantan Timur. Posisi geografis yang strategis, menyebabkan pertumbuhan Pulau Tarakan sudah berubah dari skala desa menjadi skala kota.

Dalam rangka pencapaian target penyediaan air bersih MDG’s 2015, Kota

Tarakan perlu ditunjang oleh sistem penyediaan air bersih yang cocok berdasarkan potensi yang ada di wilayah Pulau Tarakan.

Penelitian ini dilakukan di seluruh wilayah pelayanan air bersih Pulau Tarakan yaitu Tarakan Barat, Tarakan Tengah, Tarakan Timur dan Tarakan Utara, pada bulan Oktober 2010 sampai Oktober 2011. Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model penyediaan air bersih secara berkelanjutan di pulau kecil dengan lingkup studi Kota Tarakan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan beberapa kajian yaitu : (1) analisis kebutuhan air bersih untuk sektor domestik, perhotelan dan industri, (2) analisis ketersediaan air bersih berdasarkan pelayanan PDAM dan air bersih alami melalui imbuhan air tanah, (3) analisis tingkat keberlanjutan penyediaan air bersih, (4) merancang strategi penyediaan air bersih, dan (5) merancang model penyediaan air bersih. Metode analisis kebutuhan air bersih dilakukan dengan cara memproyeksikan perkembangan pertumbuhan penduduk, industri dan hotel di Kota Tarakan. Analisis ketersediaan air bersih perpipaan dilakukan dengan cara menghitung kapasitas layanan instalasi pengolahan air bersih PDAM, sedangkan ketersediaan air bersih alami dillakukan dengan cara meningkatkan imbuhan air tanah melalui konservasi air hujan yaitu pembuatan sumur resapan, reboisasi dan terasering. Analisis tingkat keberlanjutan penyediaan air bersih menggunakan metode multidimensional scalling (MDS) yang disebut RAP-TARAKAN, analisis montecarlo dan analisis prospektif. Analisis strategi penyediaan air bersih dilakukan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP), analisis SWOT dan analisis interpretative structural modelling (ISM). Model penyediaan air bersih menggunakan sistem dinamis melalui software powersim constructor 2.5c.

(8)

berkelanjutan untuk sistem penyediaan air bersih di Pulau Tarakan.

Masyarakat Kota Tarakan masih menaruh harapan yang tinggi kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Dharma sebagai penyedia air bersih Kota Tarakan. Adapun rumusan strategi pengembangan pelayanan air bersih di Kota Tarakan adalah Strategi Kekuatan – Peluang yaitu (1) Memanfaatkan/menerapkan teknologi penyediaan air bersih yang sudah ada untuk daerah-daerah yang belum terlayani air bersih oleh pemerintah/PDAM sebagai alternatif dalam penyediaan air bersih dengan menggunakan konsep cluster yang memanfaatkan air hujan/permukaan. (2) Melakukan konservasi pada land use melalui kegiatan reboisasi, pembuatan sumur resapan, terasering, dan embung-embung penangkap air hujan untuk menjaga kelestarian sumber air baku. (3) Mendorong PDAM sebagai penyedia air besih untuk terus meningkatkan kapasitas layanan melalui pengurangan persentase kebocoran dan peningkatan kapasitas IPA, sehingga semakin banyak masyarakat ingin berlangganan air bersih PDAM. (4) Memanfaatkan program pemberdayaan masyarakat dari koorporasi (CSR). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta permintaan air bersih yang terus meningkat, memungkinkan bagi masyarakat sanggup untuk mengelola sendiri sistem penyediaan air bersih di wilayahnya melalui program pendampingan dari koorporasi. (5) Menerapkan, menata dan menjaga suatu kawasan sesuai dengan fungsinya, berdasarkan atas komitmen Pemerintah Kota Tarakan yang diuraikan dalam RTRW Tarakan.

Hasil analisis sistem dinamik, selama kurun simulasi tahun 2001 – 2030, wilayah Tarakan Barat dan Timur berpotensi mengalami krisis air bersih sedangkan Tarakan Utara dan Tengah tidak berpotensi krisis air bersih. Namun pelayanan air bersih perpipaan (PDAM) diseluruh wilayah kecamatan tidak memenuhi kebutuhan air bersih secara kuantitas, sehingga perlu ditingkatkan dengan peningkatan pelayanan melalui konservasi air dan pembangunan instalasi pengolahan air mikro (IPAB Mikro).

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(10)
(11)

MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH

BERKELANJUTAN DI PULAU KECIL

(STUDI KASUS : PULAU TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR)

EMIL AZMANAJAYA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc.

(Staf Pengajar Departemen Ilmu & Teknologi Kelautan – FPIK, IPB)

2. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT (Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil & Lingkungan – FATETA, IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. Muhammad Yunus Abbas, MSi

(Asisten III Bidang Kesejahteraan Rakyat Kota Tarakan)

2. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng

(13)
(14)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas perkenaan dan rahmat yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun draft disertasi ini.

Adapun judul disertasi yang diambil sebagai penelitian untuk memperoleh gelar

doktor ini adalah : Model Penyediaan Air Bersih Berkelanjutan di Pulau Kecil (Studi Kasus : Pulau Tarakan – Kalimantan Timur).

Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis haturkan

kepada Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS, Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS, Prof. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA dan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N.,

M.Eng selaku komisi pembimbing yang selalu memberikan masukan dan arahan dalam penulisan draft disertasi ini. Terima kasih penulis haturkan pada Dr. Ir. Yuli

Suhartono, M.Eng dan Dr. Ir. Muhammad Yunus Abbas, MSi selaku penguji luar komisi; Bapak/Ibu perwakilan dari program studi/mayor Pengelolaan Sumber

Daya Alam dan Lingkungan serta Bapak/Ibu perwakilan Rektor IPB atas kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi penguji pada ujian terbuka ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih perlu mendapat masukan untuk kesempurnaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengelolaan sumberdaya alam

dan lingkungan.

Bogor, Agustus 2012

(15)
(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 24 Februari 1977 sebagai anak

pertama dari pasangan Brigjen TNI (Pur) H. Azrai Kasim dan Hj. Syamsuwarni. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Program Studi Teknik Sipil, Institut

Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung, lulus tahun 2000. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan Magister (S2) di Program Studi Teknik Sipil Rekayasa Sumber Daya Air, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan

menyelesaikannya pada tahun 2004. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan Doktor (S3) di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Saat ini penulis bekerja sebagai wirausaha dalam bidang penyediaan air

bersih dan pengembangan instalasi penyediaan air bersih berbasis masyarakat

(17)
(18)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...… xiv

DAFTAR GAMBAR... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xix

1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 3

1.3 Kerangka Pemikiran... 3

1.4 Perumusan Masalah... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Kebaruan (Novelty)...……….. 7

2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Klasifikasi Pulau Besar dan Pulau Kecil ………...…... 8

2.2 Sumber Daya Air Tawar di Pulau Kecil.………... 10

2.3 Sistem Daerah Aliran Sungai/DAS……….. 13

2.4 Teknologi Penyediaan Air Bersih di Pulau Kecil..………... 14

2.4.1 Teknologi Pemanenan Air Hujan ………..…….……. 15

2.4.2 Teknologi Pengolahan Air Bersih Perkotaan ………. 19

2.4.3 Teknologi Pengolahan Air Bersih Mikro ………. 21

2.5 Pendekatan dan Permodelan Sistem……….. 22

3 METODE PENELITIAN...…. 27

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………..………….…. 27

3.2 Tahapan Penelitian………..………….….. 28

3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data………..…….. 28

3.4 Metode Pemilihan Responden………..… 29

3.5 Analisis Data ………...… 30

4 KONDISI UMUM PULAU TARAKAN... 32

4.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah..………..……..………… 32

4.2 Topografi………..……… 35

4.3 Fisiografi ……….……… 35

4.4 Morfologi ……….………… 36

(19)

xii

4.6 Debit Sungai dan Sedimentasi ……….……..… 36

4.7 Curah Hujan Rata-rata dan Suhu Perairan ………..… 38

4.8 Penggunaan Lahan ………..… 39

4.9 Kependudukan ………..… 40

4.10 Kondisi Infrastruktur Perumahan ……… 41

4.11 Kondisi Infrastruktur Air Bersih ………...… 42

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN ……….… 44

5.1 Analisis Kendala, Kebutuhan dan Kelembagaan Penyediaan Air Bersih ……….… 44

5.2 Analisis Bentuk Pengelolaan Penyediaan Air Bersih …………... 50

5.3 Strategi Pengembangan Kapasitas Layanan Air Bersih ……….... 53

5.4 Kesimpulan ……… 56

6 STATUS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU TARAKAN………..………...… 58

6.1 Status Keberlanjutan Penyediaan Air Bersih ………...… 58

6.2 Skenario Strategi Penyediaan Air Bersih………..… 73

6.3 Kesimpulan ……… 75

7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL ………..……...… 76

7.1 Pendahuluan ……….… 76

7.2 Metode Analisis Model Penyediaan Air Bersih Pulau Kecil …….. 77

7.2.1 Jenis dan Sumber Data ……….… 77

7.4 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Barat ……… 91

7.4.1 Kondisi Eksisting ……….… 91

7.4.2 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih ………..… 94

7.5 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Timur ……….. 102

7.5.1 Kondisi Eksisting ……….… 102

7.5.2 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih ………….. 105

7.6 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Tengah ………...… 114

(20)

xiii

7.6.2 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih ………... 116

7.7 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Utara ………...… 125

7.7.1 Kondisi Eksisting ……….…… 125

7.7.2 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih ………...… 128

7.8 Uji Validasi Model ……….… 137

7.8.1 Uji Validasi Struktur ……… 137

7.8.2 Uji Validasi Kinerja ……….…. 138

7.8.3 Uji Sensitifitas Model ……….…. 138

7.9 Kesimpulan ……… 140

8 PEMBAHASAN UMUM ………...……….… 142

9 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU TARAKAN ……….…..… 146

9.1 Rekomendasi Kebijakan Kepada Pemerintah Kota ………..…..… 146

9.2 Rekomendasi Kebijakan Kepada PDAM ……….….… 147

10 KESIMPULAN ………... 148

DAFTAR PUSTAKA ………...……….... 151

(21)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan metode pengumpulan data ………..……… 29

2 Tahapan dan metode analisis model penyediaan air bersih ……… 31

3 Jumlah dan luas wilayah kecamatan/kelurahan di Kota Tarakan……… 33

4 Inventarisasi sungai di Pulau Tarakan ………. 37

5 Curah hujan dan hari hujan Kota Tarakan (2008) ……….…… 39

6 Jenis dan tutupan lahan Pulau Tarakan (2008) ……….…… 39

7 Jumlah penduduk Kota Tarakan ………..…… 41

8 Sumber air baku alami Kota Tarakan ………..…… 43

9 Matriks faktor strategi internal (IFAS) ………..….… 54

10 Matriks faktor strategi eksternal (EFAS) ……….…… 55

11 Perbedaan nilai indeks keberlanjutan Analisis Monte-Carlo Dengan Analisis RAP-TARAKAN ……….…… 73

12 Hasil analsisi nilai stress dan koefisien determinasi ……….…… 73

13 Faktor kunci yang berpengaruh dalam penyediaan air bersih …….…… 74

14 Analisis kebutuhan aktor dalam penyediaan air bersih ……….…… 78

15 Standar kebutuhan air rumah tangga ………..…… 83

16 Klasifikasi industri berdasarkan jumlah tenaga kerja ……… 83

17 Kebutuhan air untuk proses industri ………..….. 83

18 Nilai koefisen run off masing-masing land use ………..…… 88

19 Proyeksi jumlah penduduk, hotel, industri serta kebutuhan air bersih di Kecamatan Tarakan Barat ……….……. 91

20 Ketersediaan dan neraca air bersih Kecamatan Tarakan Barat ….…… 92

21 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat ……….…… 94

22 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Kecamatan Tarakan Barat ………..…… 96

23 Kebutuhan biaya reboisasi Kecamatan Tarakan Barat ……….…… 97

24 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Barat ……….. 97

25 Kebutuhan biaya uprating IPA PDAM di Kecamatan Tarakan Barat ………...….. 99

26 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Kecamatan Tarakan Barat……….. 100

27 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Barat ………..…… 101

(22)

xv

air bersih di Kecamatan Tarakan Timur……….…….. 103 30 Ketersediaan dan neraca air bersih Kecamatan Tarakan Timur ….…… 104 31 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur ……….….. 105 32 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Kecamatan

Tarakan Timur………..…… 107

33 Kebutuhan biaya reboisasi Kecamatan Tarakan Timur ……….….. 108 34 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Timur……… 109 35 Kebutuhan biaya uprating IPA PDAM di Kecamatan

Tarakan Timur ………...….. 110

36 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro

di Kecamatan Tarakan Timur………. 111

37 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Timur ………..….. 113 38 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Kecamatan Tarakan Timur ….…. 113 39 Proyeksi jumlah penduduk, hotel, industri serta kebutuhan

air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah……….….. 114 40 Ketersediaan dan neraca air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ….… 115 41 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ……….… 117 42 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Kecamatan

Tarakan Tengah ………..… 119

43 Kebutuhan biaya reboisasi Kecamatan Tarakan Tengah ……….… 120 44 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Tengah ……… 120 45 Kebutuhan biaya uprating IPA PDAM di Kecamatan

Tarakan Tengah ………... .. 122

46 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro

di Kecamatan Tarakan Tengah ………. 123 47 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ……….. 124 48 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Kecamatan Tarakan Tengah ..…. 125 49 Proyeksi jumlah penduduk, hotel, industri serta kebutuhan

air bersih di Kecamatan Tarakan Utara……….….. 126

50 Ketersediaan dan neraca air bersih Kecamatan Tarakan Utara …..…… 127 51 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Utara ……….…… 128 52 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Kecamatan

Tarakan Utara ……….. 131

53 Kebutuhan biaya reboisasi Kecamatan Tarakan Utara ……….. ….. 131 54 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Utara ………... 132 55 Kebutuhan biaya uprating IPA PDAM di Kecamatan

(23)

xvi

di Kecamatan Tarakan Utara ………..……... 134

57 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Utara ………..…… 135 58 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Kecamatan Tarakan Utara ……… 136 59 Hasil perhitungan nilai AVE, AME dan jumlah penduduk

(24)

xvii

4 Penyebaran tipe pulau kecil Indonesia ……….. 13

5 Bagan ilustrasi respon DAS akibat hujan ………... 14 15 Matriks driver power-dependence untuk elemen kendala ………..……. 45 16 Struktur hirarki sub elemen kendala ………...……. 46 17 Matriks driver power-dependence untuk elemen kebutuhan …….…….. 47 18 Struktur hirarki sub elemen kebutuhan ……..……….…...……. 48 19 Matriks driver power-dependence untuk elemen lembaga ………..…… 49 20 Struktur hirarki sub elemen lembaga ………..……….…...…… 50 21 Struktur dan bobot hirarki elemen bentuk pengelolaan air bersih ... ….. 51 22 Hasil analisis bentuk pengelolaan air bersih ……….…… 52 23 Hasil analisis bentuk pengelolaan air bersih (2) ……… 53 24 Posisi kuadran strategi pengembangan pelayanan air bersih ………… 56 25 Diagram layang nilai indeks keberlanjutan penyediaan air bersih.. …… 58 26 Peran masing-masing aspek lingkungan dalam bentuk rms……… 59 27 Peran masing-masing aspek ekonomi dalam bentuk rms……… 62 28 Peran masing-masing aspek sosial dalam bentuk rms………….……… 66 29 Peran masing-masing aspek infrastruktur dan teknologi

dalam bentuk rms………..…… 68 30 Peran masing-masing aspek hukum dan kelembagaan

(25)

xviii

31 Indeks keberlanjutan multidimensi penyediaan air bersih ………...…… 72 32 Hasil analisis tingkat kepentingan faktor yang berpengaruh …………... 75 33 Diagram kotak gelap penyediaan air bersih ……….. 80 34 Causal loop sub model kebutuhan air bersih ……….….. 85 35 Diagram alir sub model kebutuhan air bersih ……….….. 86 36 Causal loop sub model ketersediaan air bersih ……….….. 86 37 Diagram alir sub model ketersediaan air bersih ……….….. 90 38 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih

Kecamatan Tarakan Barat ……….….. 93 39 Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Barat ………. 94 40 Simulasi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat ……..…… 95 41 Peningkatan layanan perpipaan Kecamatan Tarakan Barat ……..…… 98 42 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Barat ……….….. 100 43 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih

Kecamatan Tarakan Timur ……….….. 105 44 Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Timur ……….. 107 45 Simulasi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur ……..…… 108 46 Peningkatan layanan perpipaan Kecamatan Tarakan Timur ……..…… 110 47 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Timur ……….…… 112 48 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih

Kecamatan Tarakan Tengah ……….…… 116 49 Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ……… 118 50 Simulasi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah .…..…… 118 51 Peningkatan layanan perpipaan Kecamatan Tarakan Tengah .…..…… 121 52 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ……….…… 124 53 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih

Kecamatan Tarakan Utara ……….….. 128

(26)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Gambar ilustrasi IPAB Mikro ………..…. 157 2 Rincian biaya operasional IPAB Mikro ……….….. 160 3 Nilai skor pendapat pakar dimensi keberlanjutan penyediaan

air bersih Kota Tarakan ………..….. 161 4 Nilai indeks lima dimensi keberlanjutan penyediaan air bersih……..…. 163 5 Persamaan dinamis model penyediaan air bersih pulau kecil ………… 166

6 Rencana Anggaran biaya IPAB Mikro ……….. 173

(27)
(28)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat

penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum dan berperan sebagai faktor utama pembangunan. Untuk

itu air perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi manusia serta mahluk hidup lainnya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa air memiliki peran yang

sangat strategis dan harus tetap tersedia dan lestari, sehingga mampu mendukung kehidupan dan pelaksanaan pembangunan dimasa kini maupun

dimasa mendatang.

Indonesia negara kepulauan, tidak bisa dipisahkan dengan air. Potensi

sumberdaya pesisir dan lautan tersebar di sekitar 13.487 buah pulau dan 95.181 km panjang pantai di kepulauan Indonesia. Pulau-pulau ini mempunyai nilai penting dari sisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan

Indonesia. Tiga belas ribu lebih pulau tersebut disatukan oleh 3,1 juta km2 perairan teritorial. Sumber air berasal dari gunung, sungai, danau dan laut.

Banyak kota yang dibangun didekat sumber-sumber air tersebut, hampir 300 kabupaten dan kotamadya dari 472 tersebar di pesisir, sisanya berada di daerah

aliran sungai dan pegunungan. Selain memiliki kelebihan strategis, pulau kecil juga memiliki kekurangan, salah satunya adalah keterbatasan air yang menjadi

kendala dalam upaya pengembangan kegiatan di pulau kecil.

Definisi sebuah “pulau samudera” pada dekade 70an oleh IHP-UNESCO dinyatakan sebagai pulau yang berukuran kurang dari 10.000 km2. Namun karena alasan kepraktisan berdasar permasalahan yang dihadapi para peneliti air dari berbagai penjuru dunia maka ditetapkan dalam UU No.27/2007 untuk

memakai nama “pulau kecil” yang didefinisikan sebagai pulau dengan ukuran luas kurang dari 2000 km2. Selanjutnya ada pembagian jenis pulau yang lebih

rinci menjadi “pulau sangat kecil” untuk pulau yang luasnya kurang dari 200 km2

. Sebagai salah satu sumberdaya alam, air di muka bumi tidak terdapat

secara merata. Distribusi air dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi berbeda-beda menurut ruang dan waktu. Banyak daerah yang mempunyai

potensi air yang cukup, tetapi tidak jarang dijumpai daerah-daerah yang mempunyai potensi air yang sangat kecil, bahkan pada waktu- waktu tertentu

(29)

Ketersediaan sumber daya air di pulau kecil sangat rentan akibat perubahan kualitas air oleh intrusi air laut. Dalam UU No.7/2004 tentang Sumber

Daya Air telah ditetapkan bahwa air di pulau kecil atau gabungan beberapa pulau kecil wajib dikelola sebagai satu kesatuan wilayah. Agar penyelamatan sumber daya air di sebuah wilayah sungai dapat berhasil, ditetapkan pola pengelolaan air

yang lazim memakai kebijakan “satu wilayah sungai, satu kebijakan, satu perencanaan pengelolaan”. Menurut UU No.7/2004, sebuah wilayah sungai (WS)

dapat terdiri dari satu atau gabungan dari beberapa pulau kecil. Dengan ketetapan ini berarti bahwa pulau-pulau kecil juga perlu dilengkapi dengan

sebuah rencana pengelolaan air.

Pertambahan penduduk yang tinggi diikuti dengan pertumbuhan ekonomi

serta perkembangan industri yang banyak menggunakan lahan dan air menyebabkan kelangkaan air semakin meningkat. Sumber-sumber air tercemar

karena limbah yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi dan industri, menyebabkan kualitas air yang bisa langsung dicerna dan dikonsumsi oleh penduduk semakin

sedikit. Dibutuhkan suatu badan dan sistem pengelolaan dan penyediaan air baku untuk dikelola menjadi air bersih yang dapat didistribusikan kepada

penduduk.

Perkembangan Kota Tarakan sebagai pintu gerbang kedua Kalimantan Timur setelah Kota Balikpapan bagi lalu lintas pelayaran dan penerbangan

menyebabkan daya tarik bagi masyarakat daerah sekitarnya sehingga menyebabkan kepadatan penduduk menjadi meningkat. Industri, dunia usaha

dan masyarakat membutuhkan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Pulau Tarakan yang berbatasan dengan lautan mengakibatkan rentannya

kondisi/kualitas air tanah maupun air permukaan.

Rendahnya cakupan pelayanan air bersih menyebabkan industri dan

masyarakat mengunakan air tanah sehingga terjadi penurunan muka air tanah bahkan penurunan muka tanah di beberapa tempat di Pulau Tarakan.

Kompleksitas permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian model penyediaan air bersih berkelanjutan di pulau kecil dapat dilihat pada Gambar 1.

(30)

Gambar 1 Kompleksitas permasalahan

1.2 Tujuan

Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model penyediaan air bersih berkelanjutan di pulau kecil dengan lingkup studi Kota Tarakan. Guna

mencapai tujuan tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan berbagai kajian yang akan mendukung penelitian, yaitu:

a) Menganalisis kebutuhan air bersih untuk sektor domestik, perhotelan dan industri.

b) Menganalisis ketersediaan air bersih berdasarkan pelayanan PDAM dan air bersih alami melalui imbuhan air tanah.

c) Menganalisis tingkat keberlanjutan penyediaan air bersih. d) Merancang bangun strategi penyediaan air bersih.

e) Merancang bangun suatu model penyediaan air bersih berdasarkan pendekatan sistem dengan memperhatikan aspek lingkungan fisik dan sosial, teknologi, kelembagaan, aspek keuangan, tingkat pelayanan dan efisiensi

pengelolaan.

1.3 Kerangka Pemikiran

(31)

melaksanakan pembangunan yang bertujuan untuk pengembangan daerah perkotaan, pemerintah Kota Tarakan dalam hal ini sebagai pemrakarsa kegiatan

menghadapi beberapa kendala atau permasalahan dalam pelaksanaan program tersebut.

Beberapa kendala atau permasalahan yang hingga kini memerlukan

pemecahan baik secara pendekatan persuasif maupun dengan mengadakan kegiatan fisik, antara lain :

a) Tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dalarn kurun waktu yang sangat pendek dengan penyebaran di wilayah kota yang tidak merata.

b) Masih terdapat daerah pemukiman penduduk yang dibawah standar (kumuh) dalam jumlah dan luas yang cukup besar.

c) Penyediaan sarana dan prasarana kota yang masih belum seimbang dengan jumlah penduduk.

d) Kurang koordinasi antara pihak-pihak terkait dalam hal ini pemerintah daerah dalam merumuskan suatu kegiatan pembangunan dan pengembangan kota.

e) Sumber daya manusia.

Dengan meningkatnya pertumbuhan perekonomian dan bidang lainnya

maka memacu pertumbuhan penduduk di Kota Tarakan tersebut. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kota Tarakan sudah tentu kebutuhan akan air bersih untuk masyarakat semakin meningkat. Kebutuhan akan air bersih adalah

kebutuhan pokok bagi masyarakat Kota Tarakan sehingga pemerintah sudah seharusnya menyediakan kebutuhan akan air baku untuk masyarakat Kota

Tarakan guna mendukung kesejahteraan masyarakat Kota Tarakan.

Diantara pulau-pulau kecil, baik di Indonesia bagian Timur maupun Barat,

penyediaan air bersih baik di musim kemarau maupun di musim hujan masih merupakan persoalan yang sulit dan harus segera ditangani. Persoalan ini

semakin kompleks apabila penyediaan air dikaitkan dengan rencana pengembangan wilayah terpadu yang meliputi daerah permukiman, daerah

kegiatan industri, perdagangan, lalu lintas maritim, hankamnas dan lainnya. Strategi pengelolaan pulau kecil harus diupayakan agar sumber daya air yang

tersedia tidak akan dipakai melebihi batas daya dukungnya. Permasalahan ini mempunyai aspek yang kompleks dan unik karena kondisi alam dan dinamika sosial, ekonomi dan lingkungan setempat.

(32)

pulau-pulau besar berpenduduk padat. Hal tersebut tercermin dari banyaknya instansi atau lembaga yang menangani permasalahan air. Namun penanganan khusus

sumber daya air di pulau-pulau kecil yang berada di lingkungan lautan dan samudra dirasakan masih belum cukup memadai.

Hal tersebut menunjukkan akumulasi permasalahan pengelolaan sumber

daya air yang memerlukan penanganan segera secara terintegrasi dan simultan. Penanganan terhadap permasalahan krusial tersebut selama ini masih dilakukan

secara parsial tanpa sistem yang terkoordinasi dengan baik, sehingga mengakibatkan tidak tercapainya solusi yang holistik dan berkelanjutan

(sustainable). Penanganan permasalahan pengelolaan sumber daya air tersebut membutuhkan pendekatan sistem, kebijakan/regulasi, teknologi dan dukungan

pembiayaan. Kerangka pemikiran penelitian model pengelolaan air bersih di Kota Tarakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut di atas, maka perlu dikembangkan suatu model terintegrasi yang meliputi prosedur perencanaan,

pengembangan sistem dan teknologi pengolahan air bersih, serta kelembagaan, pembiayaan, dan peran serta masyarakat.

(33)

1.4 Perumusan Masalah

Kawasan pesisir dan pulau kecil yang dicirikan dengan tingkat

pembangunan yang pesat dan pertumbuhan penduduk yang tinggi, air bersih merupakan barang yang langka dan mahal. Karena selain disebabkan oleh semakin tingginya kebutuhan akan air, juga terjadi penurunan kualitas dan

kuantitas air. Penggunaan air di kawasan perkotaan di pulau kecil antara lain adalah untuk air minum (permukiman), industri, usaha perkotaan

(perdagangan/pertokoan), transportasi dan lainnya. Melihat besarnya peran dan fungsi air serta untuk mengantisipasi semakin tingginya kebutuhan air khususnya

air bersih di pulau kecil, maka perencanaan sumber daya air harus mendapat perhatian yang serius. Karena perencanaan sumber daya air merupakan salah

satu faktor utama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih di pulau kecil.

Pada saat ini dipastikan kinerja pelayanan air bersih di pulau kecil masih

sangat kurang terutama di kawasan kota. Jika dicermati ada beberapa permasalahan besar yang terkait dengan perencanaan air di pulau kecil, seperti :

(1) sumber air baku untuk air bersih di pulau kecil mengalami penurunan baik kualitas dan kuantitas, (2) kebutuhan air yang terus meningkat sejalan dengan

peningkatan pembangunan dan pertumbuhan penduduk, (3) rendahnya cakupan pelayanan air bersih, kinerja pengelolaan sistem air bersih yang menurun akibat tingginya kebocoran, (4) biaya operasional dan umur instalasi, dan (5) alih fungsi

lahan yang menyebabkan lahan untuk konservasi air semakin sedikit.

Dengan demikian diperlukan kajian mendalam mengenai model

penyediaan air bersih di pulau kecil secara berkelanjutan. Beberapa pertanyaan penelitian yang merupakan inti permasalahan penyediaan air bersih pulau kecil

adalah :

1) Bagaimana kondisi dan potensi air bersih yang dapat dimanfaatkan untuk

penyediaan air bersih di pulau kecil? Apakah sumber air baku tersebut layak dan cukup?

2) Bagaimana sarana penyediaan air bersih yang paling cocok untuk pulau-pulau kecil?

3) Model penyediaan air bersih yang bagaimanakah yang tepat di pulau kecil? Berapa investasinya? Serta bagaimana kebijakan pengelolaannya sehingga bisa berkelanjutan?

(34)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi berupa konsep

model penyediaan air bersih di pulau kecil. Penelitian ini secara praktis bermanfaat:

1) Sebagai alternatif pemecahan masalah dalam penyediaan air bersih di pulau

kecil secara komprehensif.

2) Sebagai usulan bagi stakeholder dalam membuat strategi dalam perencanaan

penyediaan air bersih di pulau-pulau kecil.

Gambar 3 Perumusan Masalah

1.6 Kebaruan (novelty)

Penelitian penyediaan dan pengelolaan air bersih di pulau kecil belum pernah dilakukan dengan pendekatan sistem secara menyeluruh dengan

melibatkan aspek lingkungan (pengembangan sumber air baku), aspek ekonomi (tarif air bersih yang layak), aspek teknologi (pengembangan teknologi instalasi

air bersih skala mikro), aspek hukum-kelembagaan (pengembangan kelembagaan air bersih) dan aspek sosial (peningkatan pelayanan air bersih masyarakat). Berdasarkan hal tersebut, kebaruan dari penelitian ini adalah

(35)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Pulau Besar dan Pulau Kecil

Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) adalah massa daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi oleh air dan selalu berada di atas

permukaan pasang tertinggi. Dalam definisi tidak membedakan air tawar dan air laut. Pulau Samosir di Danau Toba misalnya, masuk dalam kategori pulau. Yang

tidak bisa dikategorikan sebagai pulau adalah mangrove, gosong dan batu. Jumlah pulau di Indonesia tercatat 13.487 pulau. Pulau kecil terluar yang

berbatasan dengan Negara tetangga (Australia, Papua Nugini, Palau, Filipina, Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura dan India), sebanyak 92 pulau.

Berdasarkan ketentuan definisi teknis pulau kecil ini sama dengan atau

lebih kecil dari 5.000 km2, maka dilakukan pembagian klasifikasi luas pulau-pulau di Indonesia. Klasifikasi pulau-pulau ini (dalam 6 kelas) dari pulau besar sampai

dengan pulau kecil berdasarkan luas teknis adalah sebagai berikut (Soenarto, 2009) :

1) Pulau besar makro atas, dengan luas di atas 500.000 km2, sebagai contoh Pulau Papua (805.000 km2) dan Pulau Kalimantan (736.000 km2).

2) Pulau besar makro bawah, dengan luas 100.000 km2 – 500.000 km2, misalnya Pulau Sumatra (473.606 km2), Pulau Sulawesi (189.040 km2) dan

Pulau Jawa (134.045 km2).

3) Pulau besar menengah, dengan luas 50.000 km2– 100.000 km2, tidak ada pulau yang memenuhi klasifikasi ini.

4) Pulau besar mikro atas, dengan luas 10.000 km2 - 50.000 km2, dengan

contoh Pulau Timor (32.000 km2), Pulau Seram (18.625 km2), Pulau Halmahera (17.800 km2), Pulau Flores (14.250 km2), Pulau Sumbawa (13.300 km2), Pulau Bangka (11.940 km2), Pulau Sumba (11.100 km2).

5) Pulau besar mikro bawah, dengan luas 5.000 km2 – 10.000 km2, dengan contoh Pulau Buru (8473,2 km²), Pulau Bali (5.623 km2).

6) Pulau kecil, dengan luas ≤ 5.000 km2, salah satu contoh adalah Pulau Lombok (4.880 km2).

Pulau kecil secara teknis dinyatakan sebagai pulau dengan luas sama dengan atau lebih kecil dari 5.000 km2. Pulau ini bisa dikelilingi melalui laut oleh

(36)

Kepulauan Inggris. Pulau kecil menurut definisi UNESCO, adalah pulau yang mempunyai luas sama dengan atau lebih kecil dari 2.000 km2. Alasan

pengambilan angka ini tidak dijelaskan, dan mungkin hanya suatu kesepakatan saja. Berdasarkan penjelasan dalam berbagai Undang-Undang di Indonesia, pulau kecil adalah pulau yang luasnya sama dengan atau kurang dari 2.000 km2,

yang berarti, berdasarkan Undang-Undang, maka Pulau Alor (2.600 km2) tidak termasuk sebagai pulau kecil.

Dalam pembagian penggolongan kelas pulau kecil, baik luas teknis maupun berdasarkan Undang-Undang keduanya diadopsi, dan dimasukkan ke

dalam kelas pulau kecil makro atas dengan luas 1.000 km2 – 5.000 km2. Pulau kecil untuk selanjutnya dibagi dalam 9 kelompok berikut ini:

(37)

9) Pulau kecil mini, dengan luas ≤ 0,5 km2.

Pembagian lebih lanjut lagi untuk pulau kecil mini dengan uas ≤ 0,5 km2

atau ≤ 50 ha, dibagi dalam 8 kelompok, yaitu:

1) Pulau kecil mini teratas, dengan luas 10 ha – 50 ha, dengan contoh Pulau Tidung Besar (50 ha), Pulau Untung Jawa (40 ha), Pulau Batek (0,25 km²).

2) Pulau kecil mini atas, dengan luas 5 ha – 10 ha, dengan contoh Pulau Fanildo (0,1 km²), Pulau Sebira (9 ha).

3) Pulau kecil mini menengah, dengan luas 1 ha – 5 ha, dengan contoh Pulau Kelapa Dua (2 ha), Pulau Batusulu (1 ha).

4) Pulau kecil mini bawah, dengan luas 50 m2– 100 m2. 5) Pulau kecil mini terbawah, dengan luas 10 m2– 50 m2. 6) Pulau kecil renik atas, dengan luas 5 m2– 10 m2 . 7) Pulau kecil renik menengah, dengan luas 1 m2– 5 m2. 8) Pulau kecil renik bawah, dengan luas < 1 m2.

Pembagian ini diperlukan untuk menghadapi perubahan akibat terjadinya

penyusutan luas pulau kecil karena munculnya fenomena kenaikan muka air laut pada kemudian hari, sebagai akibat pemanasan global dan perubahan iklim.

Pembagian luas pulau sampai pada angka 1 m2, mempunyai arti untuk mengantisipasi terjadinya penyusutan luas pulau dataran yang mempunyai ketinggian sekitar 1 m dari muka air laut rata-rata, yang berlangsung dalam

jangka waktu 50 tahun ke depan. Kelompok kelas 4 sampai dengan 8 masih banyak yang belum diberi nama, dan saat ini sedang dibuatkan nama baru.

2.2 Sumber Daya Air Tawar di Pulau Kecil

Sumber daya air di wilayah pesisir terdiri dari 3 jenis sumber daya air

yaitu air atmosferik (hujan), air permukaan, dan air tanah. Jumlah sumber daya air yang berasal dari air hujan akan bergantung pada musim yang sedang

berlangsung. Pada musim hujan air tersedia dalam jumlah yang banyak, dan kondisi sebaliknya ditemui pada musim kemarau. Sumber daya air permukaan

terdiri dari air sungai, saluran irigasi, danau alam, danau buatan (waduk), dan genangan rawa. Namun yang paling banyak dan biasanya digunakan untuk

pemenuhan kebutuhan air di wilayah pesisir adalah air sungai dan saluran irigasi karena kualitas dan kuantitasnya relatif lebih baik dan terjamin.

Air tanah di wilayah pesisir Indonesia umumnya tersedia dalam jumlah

(38)

dengan tempat air tersebut tersimpan. Disebut sebagai air tanah dangkal bila kedalamannya kurang dari 60 m dan disebut sebagai air tanah dalam bila

tersimpan pada kedalaman lebih dari 60 m. Pengambilan air tanah dangkal biasanya dilakukan dengan cara membuat sumur gali, yang pada prinsipnya merupakan penorehan lapisan bawah permukaan hingga mencapai kedalaman

muka air tanah dangkal yang tersedia. Air tanah dalam biasanya diambil dengan cara pembuatan sumur bor berdiam kecil sampai akifer di kedalaman tertentu

dan kemudian dipompa. Secara lateral, pelamparan akifer di wilayah pesisir dapat menerus jauh hingga ke daratan atau terputus, suatu hal yang sangat

berhubungan dengan sistem dan lingkungan pengendapannya.

Akifer yang terdapat di wilayah pesisir sangat berkaitan dengan bentuk

lahan serta mula jadi lingkungannya sehingga akan berbeda di tiap-tiap wilayah pesisir. Secara genetic akifer batuan sedimen bisa dibentuk di lingkungan

fluviatil, fluvio-marin, fluvo vulkanik atau lingkungan laut dangkal. Di Indonesia yang mempunyai rangkaian pegunungan di kawasan hulunya (hinterland), maka

akifer yang baik didominasi oleh tipe endapan fluviatil dan fluvio-vulkanik. Sementara di daerah dataran rendah yang luas, akifer didominasi oleh tipe

fluviatil dan fluvio-marin. Beberapa ciri khas sistem hidrogeologi pulau kecil adalah : (1) Air tanah seluruhnya berasal dari air hujan dengan siklus antara resapan air kedalam tanah dan pemanfaatannya relatif pendek, (2) Air tanah di

pulau kecil kebanyakan berupa lensa yang mengapung diatas air payau atau air asin, (3) Terjadinya larian permukaan (run off) pada waktu hujan kecil, namun air

yang meresap ke dalam tanah sebagian besar berdifusi dengan air laut di bawah.

Potensi air tawar di suatu pulau kecil merupakan besaran yang dinamis, berubah-ubah dalam dimensi ruang dan waktu. Dua faktor dominan yang

mempengaruhi potensi air tawar di pulau kecil adalah faktor iklim dan kondisi geologi pulau (Hehanusa, 1987) :

a. Iklim

Faktor iklim yang didalamnya termasuk curah hujan, evapotranspirasi,

suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin merupakan faktor penentu dalam perhitungan neraca air di pulau kecil. Curah hujan di pulau kecil pada umumnya lebih rendah, sekitar 20% dibanding dengan curah hujan di dataran yang

(39)

banyaknya pulau-pulau di Indonesia, sadangkan stasiun meteorologi yang mencatat dan melaporkan secara teratur keadaan iklim di sebuah pulau kecil

belum banyak. Parameter Ro untuk pulau kecil mungkin bisa diabaikan karena sebagian besar pulau kecil jarang mempunyai sungai. Parameter yang paling dominan, selain curah hujan dan penggunaan oleh penduduk adalah parameter

evapotranspirasi dan keluaran air tanah ke laut (submarine groundwater discharging), namun kedua parameter ini masih sangat sulit ditentukan.

b. Hidrogeologi

Disamping ukuran, kemampuan suatu pulau untuk menyimpan air tanah

ditentukan oleh data hidrogeologi di pulau itu, seperti dijelaskan oleh Hehanusa (1993) pada Gambar 4. Tiap jenis pulau seperti yang sudah diuraikan diatas

mempunyai ciri tersendiri, baik penyebarannya maupun potensi airnya. Falkland (1995) dan Hehanusa (1994) menjelaskan bahwa penyebaran dan potensi air

tanah naik di pulau berbukit maupun di pulau datar secara kualitatif sebagai berikut :

a) Pada jenis pulau vulkanik, potensi air tanah dapat ditemukan pada breksi dengan matriks kasar, pada aliran lava atau pada daerah tekanan (joint/crack system). Penyebaran air tanah ini bisa luas dengan potensi yang relatif

sedang hingga besar.

b) Pulau tektonik mempunyai penyebaran air yang bersifat setempat, yaitu pada

daerah rekahan, atau pada endapan klastik dan bersifat musiman.

c) Pulau teras terangkat mempunyai potensi air tanah yang cukup besar karena

hampir sebagian besar air hujan meresap kedalam tanah. Penyebaran air berada dalam gamping, namun untuk mencari lokasi yang paling potensial

cukup sulit karena adanya pengaruh tektonik dan “solution channel” yang ikut

mengontrol penyebaran air tanah.

d) Air tanah di Pulau Petabah mungkin yang relatif paling sedikit mengingat pulau ini terbentuk oleh batuan malihan, intrusi atau sedimen terlipat berumur

tua. Air tanah terdapat pada sedimen muda, lapisan lapuk atau rekahan dengan penyebaran terbatas dan bersifat musiman.

e) Penyebaran dan potensi air tanah di pulau gabungan sangat tergantung pada jenis-jenis pulau yang setiap jenis pulau di atas masih merupakan masalah

(40)

Gambar 4 Penyebaran tipe pulau kecil Indonesia, Hehanusa (1993)

Eksplorasi air tanah untuk pulau datar, relatif lebih sederhana dibandingkan pada pulau berbukit. Di pulau aluvium air tanah dapat ditemukan

pada reservoir yang berbeda, bisa di pasir alur sungai purba atau di pasir pematang sungai. Potensinya bisa bervariasi dari kecil sampai sedang, namun

perubahan pasang surut muka air laut cukup besar pengaruhnya terhadap kualitas air tanah.

2.3 Sistem Daerah Aliran Sungai/DAS

Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, daerah aliran sungai (catchment, basin, watershed) adalah

suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di

darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

Sistem adalah kumpulan bagian-bagian yang terdiri dari benda/konsep yang disatukan dengan keteraturan saling berhubungan atau saling

ketergantungan (Chow dalam Muliawan, 2001). Pendekatan sistem mempunyai tujuan spesifik yaitu membangun hubungan masukan dan keluaran yang

selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk rekonstruksi kejadian masa lalu atau untuk prakiraan kejadiaan yang akan datang, dengan masalah pokok yang diperhatikan

(41)

Gambar 5 menyajikan ilustrasi respon DAS akibat masukan berupa hujan. Dalam gambar tersebut sistim DAS digunakan sebagai model untuk memahami

konsep transformasi masukan (hujan) menjadi keluaran (debit).

Gambar 5 Bagan ilustrasi respon DAS akibat masukan berupa hujan (Sumber : Rachmad Jayadi, 2000)

Memahami masalah pendekatan sistem DAS, tidak dapat terlepas dari pendekatan fisik seperti sistem masukan, sistem struktur/geometri,

hukum-hukum fisika, dan kondisi awal serta kondisi batas. Pendekatan secara fisik pada suatu DAS sangat sulit dilaksanakan karena mempunyai beberapa persoalan

yang kompleks (rumit), sehingga untuk menyelesaikan persoalan tersebut dilakukan pendekatan sistim DAS (Sudjarwadi, 1995).

2.4 Teknologi Penyediaan Air Bersih di Pulau Kecil

Menurut Kammere (1976), pemenuhan kebutuhan air bersih dapat

dilakukan dengan cara pemanfaatan sumber daya air, yaitu:

1) Mengalirkan air dari sumbernya ke tempat pengguna atau pelayanan umum.

Dimana, pelayanan dilakukan oleh pemerintah kota setempat yang pelaksanaannya dilakukan oleh PDAM dengan memanfaatkan sumber air baku yang ada dan diolah serta didistribusikan kedaerah pelayanan atau

pelanggan.

2) Mengusahakan sendiri dengan menggali sumur. Penggalian sumur melalui

sumur gali atau sumur bor banyak dilakukan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan domestik, niaga dan industri.

Sumber-sumber air bersih tersebut dapat dikelola oleh masyarakat sendiri, oleh pemerintah atau perusahan pengelola air bersih. Kualitas air dapat

dioptimalkan dengan cara memisahkan zat padat yang terlarut pada air dimana zat padat tersebut dapat menjadi racun bagi manusia. Pemisahan zat padat dari

(42)

gravitasi, filtrasi. Selain itu pula diperlukan juga desinfeksi air untuk mencegah terjadinya kontaminasi air.

2.4.1 Teknologi Pemanenan Air Hujan

Air tawar yang tersedia di alam berupa air hujan, air dipermukaan dan air

tanah, yang sebenarnya berasal dari air hujan juga. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika pemanfaatan air hujan dilakukan untuk penyediaan air baku dan dilaksanakan baik di daerah sulit air pulau-pulau besar maupun di pulau-pulau

kecil. Sumber-sumber air yang dipergunakan penduduk semua berasal dari air hujan, yaitu air di dalam sumur gali, air sumur bor dangkal dan dalam, mata air,

sungai, danau atau telaga. Air hujan biasanya dipanen dan ditampung, baik di atas permukaan maupun di bawah permukaan, dalam berbagai cara

penampungan. Beberapa metode penampungan air hujan untuk air bersih di pulau-pulau kecil adalah : (1) Sumur resapan, (2) Bangunan PAH (Penampung

Air Hujan) tradisional dan rasional, (3) Bangunan penampung air hujan lapangan, misalnya petak persawahan padi dan bangunan peresap air lapangan, (4)

Bangunan ABSAH (Akuifer Buatan dan Simpanan Air Hujan), untuk penyediaan air baku komunal, (5) Bangunan NEO ABSAH, tipe campuran, untuk penyediaan air baku komunal, (6) Bangunan ABDULAH (Akuifer Buatan Daur Ulang Air

Hujan) atau ABSAH suci ulang, di mesjid, musholla dan langgar, (7) Bangunan kombinasi sumur peresapan dan pemanfaatan (SURATAN), (8) Bangunan

embung (telaga buatan) baik yang dibangun di luar alur air maupun yang berada pada alur air, (9) Bangunan pemompaan air telaga, (10) Bangunan pengolahan

air rawa dan air gambut, (11) Bangunan pemompaan air tanah melaui sumur gali dan sumur bor, (11) Kombinasi bangunan penurapan mata air dengan bangunan

ABSAH, dan (12) Kombinasi bangunan embung atau telaga dan ABSAH melalui bangunan prapengolahan.

Sumur resapan adalah sistem peresepan yang mampu menampung air hujan yang langsung melalui atap atau pipa talang bangunan. Bentuknya bisa

berupa sumur, kolam, parit, atau lubang biopori seperti pada Gambar 6. Fungsinya adalah untuk meresapkan air ke dalam tanah atau mengisi kembali air

tanah yang dangkal. Tujuannya untuk mengurangi erosi, menyimpan dan menaikan permukaan air tanah dalam rangka penyelamatan sumberdaya air. Air

(43)

Air hujan yang jatuh ke halaman setidaknya 85% harus bisa diserap oleh halaman tersebut agar tidak meluapkan banjir. Halaman rumah secara alamiah

bias menyerap curahan air hujan yang jatuh, termasuk dari atap rumah, yang mengalir melalui talang. Di sini sumur resapan akan mengurangi sumbangan bencana banjir dengan mengurangi sumbangan run off air hujan. Dibawah tanah,

resapan ini akan masuk merembes lapisan tanah yang disebut sebagai lapisan tidak jenuh, dimana tanah (dari berbagai jenis) masih bisa menyerap air,

kemudian masuk menembus permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya terdapat air tanah (ground water) yang terperangkap di lapisan

tanah yang jenuh. Air tanah inilah yang dapat dikonsumsi.

Gambar 6 Ilustrasi sumur resapan

Masuknya air hujan melalui peresapan inilah yang menjaga cadangan air tanah agar tetap bisa dicapai dengan mudah. Ini karena permukaan air tanah memang bisa berubah-ubah, tergantung dari suplai dan eksploitasinya. Dengan

teralirkan ke dalam sumur resapan, air hujan yang jatuh di areal rumah tidak terbuang percuma ke selokan lalu mengalir ke sungai.

Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor: 06-2459-2002 tentang Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan menetapkan

(44)

1. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam atau labil.

2. Sumur resapan harus dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank (minimum 5 m diukur dari tepi), dan berjarak minimum 1 m dari fondasi bangunan.

3. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal 2 m di bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table) tanah

minimum 1,50 m pada musim hujan.

4. Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah

melewatkan air) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm per jam (artinya, genagan air setinggi 2 cm akan teresap habis dalam 1 jam), dengan tiga

klasifikasi, yaitu :

a) Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm per jam.

b) Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm per jam.

c) Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm per jam.

Adapun beberapa ketentuan lain untuk pembangunan konstruksi sumur resapan

adalah :

1. Sumur resapan harus memiliki tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan pertanian atau atap rumah.

2. Sebaiknya dilakukan penyaringan air di bak kontrol terlebih dahulu sebelum masuk kedalam sumur resapan.

3. Bak kontrol terdiri-dari beberapa lapisan berturut-turut adalah lapisan gravel (kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.

4. Dasar sumur yang berada di lapisan kedap air diisi batu pecah ukuran 10-20 cm, pecahan bata merah ukuran 5-10 cm setebal 15 cm, ijuk, serta arang.

Pecahan batu tersebut disusun berongga.

5. Menggunakan pipa PVC berdiameter 110 mm untuk pipa pemasukan dan

pipa pengeluaran. Untuk pipa pengeluaran letaknya lebih rendah dari pada pipa pemasukan sebagai antisipasi manakala terjadi overflow/luapan air di

dalam sumur.

6. Diameter sumur bervariasi tergantung pada besarnya curah hujan, luas tangkapan air, konduktifitas hidrolika lapisan aquifer, tebal lapisan aquifer dan

(45)

7. Tergantung pada tingkat kelabilan/kondisi lapisan tanah dan ketersediaan dana yang ada, dinding sumur dapat dilapis pasangan batu bata kosong atau

buis beton. Akan lebih baik bila dinding sumur dibuat lubang-lubang air dapat meresap juga secara horizontal.

8. Untuk menghindari terjadinya gangguan atau kecelakaan maka bibir sumur

dapat dipertinggi dengan pasangan bata dan atau ditutup dengan papan/plesteran atau plat beton.

Pengenalan teknologi ABSAH yang juga memanfaatkan air hujan memerlukan pemahaman filosofi dasar yang berada di belakangnya. Teknologi

pemanenan air hujan ini dapat dilihat pada Gambar 7, memberikan ilustrasi mengenai susunan dari bak-bak. Bak akuifer buatan dan bak pemasukan air

harus dibuatkan tutup bak berukuran 0,5 m x 1 m sampai tertutup semua. Bak

penyimpanan air dibuat tertutup rapat dan diberikan manhole (lubang

pemeriksaan). Gambar tersebut juga memperlihatkan rancangan bangunan yang

menyajikan urutan material yang diisikan di dalam bak akuifer buatan. Ijuk

ditempatkan di bagian bak pemasukan air agar bisa menangkap material layang

dan akan menempel pada ijuk tersebut. Dengan cara ini bak pemasukan air

dengan mudah bisa dibersihkan dan dirawat.

Bangunan ABSAH merupakan salah satu bangunan konservasi dan sekaligus pendayagunaan air. Bangunan ABSAH, NEO ABSAH dan ABDULAH

maupun bangunan turunannya, bisa menirukan aliran air yang terjadi di alam, yang dapat berupa : 1) aliran air tanah alami, 2) aliran air tanah di sekitar sumur

gali atau sumur bor, 3) aliran mata air, 4) proses hidrologi dalam daerah aliran sungai (atap bangunan merupakan daerah aliran tangkapan hujan), 5) proses

penyaringan fisik di alam, dan 6) proses penambahan mineral di alam, proses fisik, kimia dan biologis.

Bangunan ABSAH bisa disebut sebagai SAWS (Stand Alone Water Supply) atau SSWS (Self Supporting Water Supply), atau disebut sebagai bangunan penyediaan air baku mandiri, yang bisa dibuat terlepas dari sistem penyediaan air yang berlaku umum seperti yang dimiliki oleh PDAM (Perusahaan

Daerah Air Minum). Dalam bahasa Inggris digunakan istilah AARSS (Artificial Aquifer and Rain Storage Structures) untuk bangunan ABSAH ini, sedangkan bangunan ABDULAH disebut dengan AARWR (Artificial Aquifer and Rain Water

(46)

di atas tanah, yang disebut dengan bangunan ABDULA dipakai istilah AAWR (Artificial Aquifer and Water Recycling).

Gambar 7 Ilustrasi bangunan ABSAH

2.4.2 Teknologi Pengolahan Air Bersih Skala Perkotaan (PDAM)

Menurut Algamar (1994), sistem penyediaan air minum bila dilihat dari bentuk dan tekniknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Sistem penyediaan air minum individual (individual water system atau rural water supply sistem). Sistem ini merupakan sistem yang sangat sederhana seperti halnya sumur-sumur yang digunakan dalam suatu rumah tangga. Secara komponen, sistem penyediaan air minum ini lengkap tetapi secara

kapasitas maupun bentuk pelayanannya, sistem ini sangat terbatas.

2) Sistem penyediaan air minum komunitas atau perkotaan (community

municipality water supply system atau public water supply sistem). Sistem ini merupakan sistem yang digunakan untuk suatu komunitas kota dengan

bentuk pelayanannya yang menyeluruh untuk kebutuhan domestik, perkotaan maupun industri.

Air permukaan yaitu air sungai dan air danau adalah air hujan yang

(47)

dapat disebarkan melalui air. Untuk mengatasi hal tersebut air permukaan perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh manusia seperti pada Gambar 8.

Menurut Noerbambang dan Morimura (1985), ada 4 komponen utama yang termasuk kedalam sistem penyediaan air bersih, yaitu:

1) Unit pengumpul/intake air baku (collection or intake work). Sumber air baku

terdiri dari lima sumber dan sistem pengambilan/pengumpulan (collection work) yang disesuaikan dengan jenis sumber yang dipergunakan dalam sistem penyediaan air bersih. Sumber air baku sangat berperan penting dalam pemberian pelayanan air bersih kepada masyarakat. Sumber air

baku itu sendiri terdiri atas: air hujan (air hasil kondensasi uap air yang jatuh kebumi), air tanah yang bersumber dari mata air, air artesis atau air

sumur dangkal maupun sumur dalam, air permukaan (air waduk, air sungai dan air danau), air laut, dan air hasil pengolahan buangan. Dari kelima

sumber air baku diatas, sumber air baku yang berasal dari air permukaan merupakan sumber alternatif yang banyak dipilih karena kuantitasnya yang

cukup besar.

2) Unit pengolahan air/sistem produksi (purification or treatment work). Proses

pengolahan bertujuan untuk merubah air baku yang tidak memenuhi standar kualitas air bersih, menjadi air yang bersih dan siap untuk dikonsumsi. Sistem produksi dan pengolahan air bersih disebut juga

dengan Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang merupakan instalasi pengolahan air dari air baku menjadi air bersih yang siap untuk diberikan

kepada pihak konsumen.

3) Unit transmisi/sistem transmisi (transmision work). Sistem transmisi dalam

penyediaan air bersih adalah pemindahan atau pengangkutan air dari sumber air bersih yang telah memenuhi syarat secara kualitas atau

merupakan suatu bangunan pengumpul (reservoir), hingga memasuki jaringan pipa sistem distribusi. Lokasi atau topografi sumber air baku serta

wilayah yang berbukit-bukit dapat mempengaruhi terhadap panjang atau pendeknya pipa serta cara pemindahan baik secara gravitasi ataupun

dengan sistem pemompaan.

4) Unit distribusi/sistem distribusi (distribution work). Sistem distribusi air bersih adalah sistem penyaluran air bersih berupa jaringan pipa yang

(48)

belum terjangkau oleh sistem perpipaan yang dilayani melalui terminal air/tangki air yang dipasok melalui mobil tangki. Sistem distribusi ini yang

terkait dengan umur jaringan perpipaan merupakan sistem yang paling penting dalam penyediaan air bersih. Hal ini mengingat baik buruknya pelayanan air bersih dinilai dari baik tidaknya sistem distribusi, artinya

masyarakat hanya mengetahui air sampai kepengguna atau konsumen, dan masyarakat tidak melihat bagaimana prosesnya.

Gambar 8 Skema proses pengolahan air bersih

2.4.3 Teknologi Pengolahan Air Bersih Skala Mikro (IPAB Mikro)

Pengolahan air skala perkotaan tidaklah mudah dan murah sehingga masyarakat sulit untuk mencerna sistim kerjanya dan harganya pun relatif mahal

sehingga tarif air bersih yang dihasilkan pun menjadi cukup tinggi. Namun dengan melakukan optimalisasi pada sistim operasi IPA terutama pada sistim media filter yang berfungsi sebagai pemisah kandungan zat padat, organis serta

optimalisasi bahan koagulan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi dan jam operasi alat tersebut. Untuk itu diperlukan suatu sistim pengolahan air

bersih yang mudah dan tepat guna sehingga tidak memerlukan keahlian khusus dalam mengoperasikannya, hemat energi listrik karena sistim pengalirannya

(49)

Perbedaan antara IPA skala kota dengan IPAB Mikro adalah dalam kapasitas produksinya. IPAB Mikro mengolah air permukaan tawar dengan

kapasitas yang lebih kecil dibandingkan IPA skala kota. Ilustrasi IPAB Mikro dapat dilihat pada Lampiran 1. Karena kapasaitas produksi yang kecil sehingga cocok ditempatkan di lokasi permukiman, hotel ataupun industri. Biaya

operasional IPAB Mikro dapat dilihat pada Lampiran 2. Dengan menggunakan disain instalasi pengolahan air yang telah ada, diharapkan dapat meningkatkan

kinerja instalasi pengolahan air dan kualitas air yang dihasilkan sesuai standar nasional maupun internasional.

Dalam melakukan pelayanannya, PDAM selaku stakeholders atau pihak yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola air bersih bagi masyarakat harus

memperhatikan aspek pelayanan yang berperan penting dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Aspek pelayanan sangat

mempengaruhi langsung karena langsung menyentuh kepada masyarakat selaku pengguna air bersih. Untuk dapat meningkatkan kapasitas pelayanan air

bersih kepada masyarakat diperlukan aturan dan kebijakan yang dapat dijadikan sebagai dasar dan pedoman dalam pengelolaan air bersih. Aturan tersebut bisa

berupa undang-undang atau peraturan pemerintah yang berisi aturan, hak dan kewajiban serta dukungan dalam peningkatan kapasitas pelayanan air bersih. Sedangkan kebijakan bisa berupa dukungan dan bantuan pendanaan yang

diberikan oleh pihak eksekutif dan legislatif guna mendukung dalam pelayanan air bersih kepada masyarakat.

2.5 Pendekatan dan Pemodelan Sistem

Pendekatan sistem didefinisikan sebagai suatu metode penyelesaian

masalah yang dimulai dengan cara tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif dapat

digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Permasalahan tersebut dapat dalam bentuk perbedaan kepentingan (conflict of interest) atau keterbatasan

sumberdaya (limited of resources) (Eriyatno, 1998). Pendekatan sistem memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu

mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi dan mendisain sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas-disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sama (Eriyatno, 2002).

(50)

Lucas (1993) menyatakan bahwa secara teoritis komponen dalam suatu sistem saling berhubungan dan memiliki ketergantungan antar komponen. Sistem harus

dipandang secara keseluruhan (holistic) dan akan bersifat sebagai goal seeking sehingga terjadi sebuah keseimbangan untuk pencapaian tujuan. Sebuah sistem mempunyai asupan (input) yang akan berproses untuk menghasilkan luaran

(output). O’Brien (1999) mendefinisikan sebagai suatu bentuk atau struktur yang memiliki lebih dari dua komponen yang saling berinteraksi secara fungsional.

Sehingga, tiap sistem harus memiliki komponen atau elemen yang saling terkait (berinteraksi) dan terorganisir dengan suatu tujuan atau fungsi tertentu. Pada

sebuah sistem ada umpan balik yang berfungsi sebagai pengatur komponen sistem yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan, dan sistem yang lebih

besar dapat terdiri atas beberapa sistem kecil (subsistem) yang akan membentuk suatu hirarki. Dengan demikian, sistem dapat berfungsi sebagai salah satu

pendekatan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang kompleks atau merumuskan kebijakan dan strategi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Pendekatan sistem menurut Manetch dan Park (1977) akan berjalan baik jika terpenuhi kondisi sebagai berikut : (1) Tujuan sistem didefinisikan dengan baik

dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantitatifkan, (2) Prosedur pembuatan keputusan dalam sistem konkrit adalah tersentralisasi atau cukup jelas batasannya, (3) Memungkinkan untuk dilakukan dalam perencanaan jangka

panjang.

Menurut Aminullah (2003), terdapat beberapa tahapan yang perlu

dilakukan dalam pendekatan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks, yaitu : (1) analisis kebutuhan, yang bertujuan untuk mengidentifikasi

kebutuhan dari semua pemangku kepentingan dalam sistem, (2) formulasi permasalahan, yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan yang ada

dalam sistem, (3) identifikasi sistem, bertujuan untuk menentukan variable-variabel sistem dalam rangka memenuhi kebutuhan semua pemangku

kepentingan dalam sistem, (4) pemodelan sistem, yang mencakup proses interaktif antara analis sistem dan pembuat keputusan, menggunakan model

untuk mengeksplorasikan dampak dari berbagai alternatif dan variabel keputusan terhadap berbagai kriteria sistem, (5) implementasi, bertujuan untuk memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan , dan (6) operasi, pada tahap ini akan

Gambar

Gambar 1   Kompleksitas permasalahan
Gambar 3   Perumusan Masalah
Gambar 4   Penyebaran tipe pulau kecil Indonesia, Hehanusa (1993)
Gambar 6   Ilustrasi sumur resapan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pola korelasi hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian Singh dan Acharya (1969) yang menduga korelasi genetik produksi kumulatif bulanan dengan produksi 305

Teknik steganografi yang baik memiliki prinsip bahwa informasi tersebut dapat diakses oleh orang lain (seperti tidak terjadi apa-apa pada file tersebut), sehingga dengan

Proses yang dilakukan adalah mengasumsikan setiap titik pada reflektor merupakan sumber gelombang seismik baru, kemudian dilakukan perekaman dengan cara menempatkan geophone

Melihat keberhasilan Presiden Juan Manuel Santos dalam membawa kelompok gerilya FARC kembali ke meja perundingan setelah 50 tahun lamanya konflik mengalami eskalasi,

Tabel 5 di atas, dapat ditunjukkan bahwa meskipun ada sikap kerja keras dan tekun dalam bekerja sehari- hari, kesediaan para pengrajin untuk bekerja dalam satu tim, adanya hubungan

Berdasarkan pemaparan para ahli tersebut, dalam konteks optimalisasi penerapan aspek teknis dalam kegiatan penghijauan maka LSM Lingkungan harus melibatkan

Keluarkan tawaran dan buat hebahan kepada semua staf berjawatan tetap untuk memohon bagi menduduki Program Transformasi Minda (PTM) melalui emel dan portal.. 6-8