• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model penyediaan air bersih berkelanjutan di pulau kecil (studi kasus : pulau tarakan, Kalimantan Timur).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model penyediaan air bersih berkelanjutan di pulau kecil (studi kasus : pulau tarakan, Kalimantan Timur)."

Copied!
379
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI KASUS : PULAU TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR)

EMIL AZMANAJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Penyediaan Air Bersih Berkelanjutan di Pulau Kecil (Studi Kasus : Pulau Tarakan, Kalimantan Timur) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

(4)
(5)

EMIL AZMANAJAYA. Sustainable Water Supply Modelling in Small Island (Case Study : Tarakan Island, East Kalimantan). Under direction of SURJONO H. SUTJAHJO, ASEP SAPEI, D. DJOKOSETIYANTO, and BAMBANG PRAMUDYA N.

This research was conducted in all areas of water services of Tarakan Island that is West Tarakan, Central Tarakan, East Tarakan and North Tarakan, in October 2010 to October 2011. The main objective of this research is to build a model of sustainable water supply in the small island of Tarakan City with the scope of the study. To achieve these goals, then do some studies, that are : (1) analysis of water needs for domestic, industrial and hospitality, (2) analysis of water availability based on service taps and clean water naturally through augmentation of ground water, (3) analysis of the sustainability of water supply, (4) to design strategies for water supply, and (5) to design a model for water supply. Water demand analysis method is done by projecting development of population growth, industrial and hotel in the city of Tarakan. Analysis of services water is done by calculating the capacity of water treatment plant service taps, analysis of natural water availability is done by increasing ground water augmentation through rain water conservation with infiltration wells, reforestation and terracing. Analysis of the sustainability of water supply using the method of multidimensional scaling (MDS) called RAP-TARAKAN, Montecarlo analysis and prospective analysis. Analysis of water supply strategies performed using the method of analytical hierarchy process (AHP), SWOT analysis and the analysis of interpretative structural modeling (ISM). Water supply model using a dynamic system through software powersim constructor 2.5c. The results showed that the status of the environmental dimension of sustainability is less sustainable (31.8%), sustainable on economic dimension (88.24%), sustained enough on the legal dimensions of institutional (74.21%) and social dimensions (52.25%). While the dimensions of the infrastructure and technology are not sustainable (20.14%). In multi-dimensional, water supply of Tarakan City is sufficient sustainable (52.38%). During the period of the year 2001 - 2030, the East and West Tarakan potential water crisis whereas North and Central Tarakan no potential water crisis. But the piping water service (PDAM) in all districts do not fulfill clean water requirements in terms of quantity, so it needs to be improved with the improvement of services through the construction of water conservation and

micro water treatment plant (Micro IPAB).

(6)
(7)

EMIL AZMANAJAYA. Model Penyediaan Air Bersih Berkelanjutan di Pulau Kecil (Studi Kasus : Pulau Tarakan, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh SURJONO H. SUTJAHJO, ASEP SAPEI, D. DJOKOSETIYANTO, dan BAMBANG PRAMUDYA N.

Pulau Tarakan merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di pantai timur provinsi Kalimantan Timur. Posisi geografis yang strategis, menyebabkan pertumbuhan Pulau Tarakan sudah berubah dari skala desa menjadi skala kota. Dalam rangka pencapaian target penyediaan air bersih MDG‟s 2015, Kota Tarakan perlu ditunjang oleh sistem penyediaan air bersih yang cocok berdasarkan potensi yang ada di wilayah Pulau Tarakan.

Penelitian ini dilakukan di seluruh wilayah pelayanan air bersih Pulau Tarakan yaitu Tarakan Barat, Tarakan Tengah, Tarakan Timur dan Tarakan Utara, pada bulan Oktober 2010 sampai Oktober 2011. Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model penyediaan air bersih secara berkelanjutan di pulau kecil dengan lingkup studi Kota Tarakan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan beberapa kajian yaitu : (1) analisis kebutuhan air bersih untuk sektor domestik, perhotelan dan industri, (2) analisis ketersediaan air bersih berdasarkan pelayanan PDAM dan air bersih alami melalui imbuhan air tanah, (3) analisis tingkat keberlanjutan penyediaan air bersih, (4) merancang strategi penyediaan air bersih, dan (5) merancang model penyediaan air bersih. Metode analisis kebutuhan air bersih dilakukan dengan cara memproyeksikan perkembangan pertumbuhan penduduk, industri dan hotel di Kota Tarakan. Analisis ketersediaan air bersih perpipaan dilakukan dengan cara menghitung kapasitas layanan instalasi pengolahan air bersih PDAM, sedangkan ketersediaan air bersih alami dillakukan dengan cara meningkatkan imbuhan air tanah melalui konservasi air hujan yaitu pembuatan sumur resapan, reboisasi dan terasering. Analisis tingkat keberlanjutan penyediaan air bersih menggunakan metode multidimensional scalling (MDS) yang disebut RAP-TARAKAN, analisis montecarlo dan analisis prospektif. Analisis strategi penyediaan air bersih dilakukan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP), analisis SWOT dan analisis interpretative structural modelling (ISM). Model penyediaan air bersih menggunakan sistem dinamis melalui software powersim constructor 2.5c.

(8)

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Dharma sebagai penyedia air bersih Kota Tarakan. Adapun rumusan strategi pengembangan pelayanan air bersih di Kota Tarakan adalah Strategi Kekuatan – Peluang yaitu (1) Memanfaatkan/menerapkan teknologi penyediaan air bersih yang sudah ada untuk daerah-daerah yang belum terlayani air bersih oleh pemerintah/PDAM sebagai alternatif dalam penyediaan air bersih dengan menggunakan konsep

cluster yang memanfaatkan air hujan/permukaan. (2) Melakukan konservasi pada land use melalui kegiatan reboisasi, pembuatan sumur resapan, terasering, dan embung-embung penangkap air hujan untuk menjaga kelestarian sumber air baku. (3) Mendorong PDAM sebagai penyedia air besih untuk terus meningkatkan kapasitas layanan melalui pengurangan persentase kebocoran dan peningkatan kapasitas IPA, sehingga semakin banyak masyarakat ingin berlangganan air bersih PDAM. (4) Memanfaatkan program pemberdayaan masyarakat dari koorporasi (CSR). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta permintaan air bersih yang terus meningkat, memungkinkan bagi masyarakat sanggup untuk mengelola sendiri sistem penyediaan air bersih di wilayahnya melalui program pendampingan dari koorporasi. (5) Menerapkan, menata dan menjaga suatu kawasan sesuai dengan fungsinya, berdasarkan atas komitmen Pemerintah Kota Tarakan yang diuraikan dalam RTRW Tarakan.

Hasil analisis sistem dinamik, selama kurun simulasi tahun 2001 – 2030, wilayah Tarakan Barat dan Timur berpotensi mengalami krisis air bersih sedangkan Tarakan Utara dan Tengah tidak berpotensi krisis air bersih. Namun pelayanan air bersih perpipaan (PDAM) diseluruh wilayah kecamatan tidak memenuhi kebutuhan air bersih secara kuantitas, sehingga perlu ditingkatkan dengan peningkatan pelayanan melalui konservasi air dan pembangunan instalasi pengolahan air mikro (IPAB Mikro).

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(10)
(11)

(STUDI KASUS : PULAU TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR)

EMIL AZMANAJAYA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc.

(Staf Pengajar Departemen Ilmu & Teknologi Kelautan – FPIK, IPB)

2. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT (Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil & Lingkungan – FATETA, IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. Muhammad Yunus Abbas, MSi

(Asisten III Bidang Kesejahteraan Rakyat Kota Tarakan)

2. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng

(13)
(14)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas perkenaan dan rahmat yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun draft disertasi ini. Adapun judul disertasi yang diambil sebagai penelitian untuk memperoleh gelar doktor ini adalah : Model Penyediaan Air Bersih Berkelanjutan di Pulau Kecil (Studi Kasus : Pulau Tarakan – Kalimantan Timur).

Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS, Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS, Prof. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA dan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng selaku komisi pembimbing yang selalu memberikan masukan dan arahan dalam penulisan draft disertasi ini. Terima kasih penulis haturkan pada Dr. Ir. Yuli Suhartono, M.Eng dan Dr. Ir. Muhammad Yunus Abbas, MSi selaku penguji luar komisi; Bapak/Ibu perwakilan dari program studi/mayor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan serta Bapak/Ibu perwakilan Rektor IPB atas kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi penguji pada ujian terbuka ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih perlu mendapat masukan untuk kesempurnaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.

Bogor, Agustus 2012

(15)
(16)

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 24 Februari 1977 sebagai anak pertama dari pasangan Brigjen TNI (Pur) H. Azrai Kasim dan Hj. Syamsuwarni. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung, lulus tahun 2000. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan Magister (S2) di Program Studi Teknik Sipil Rekayasa Sumber Daya Air, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menyelesaikannya pada tahun 2004. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan Doktor (S3) di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

(17)
(18)

xi

Halaman

DAFTAR TABEL...… xiv

DAFTAR GAMBAR... xvii

DAFTAR LAMPIRAN………... xix

1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 3

1.3 Kerangka Pemikiran... 3

1.4 Perumusan Masalah... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Kebaruan (Novelty)...……….. 7

2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Klasifikasi Pulau Besar dan Pulau Kecil ………...…... 8

2.2 Sumber Daya Air Tawar di Pulau Kecil.………... 10

2.3 Sistem Daerah Aliran Sungai/DAS……….. 13

2.4 Teknologi Penyediaan Air Bersih di Pulau Kecil..………... 14

2.4.1 Teknologi Pemanenan Air Hujan ………..…….……. 15

2.4.2 Teknologi Pengolahan Air Bersih Perkotaan ………. 19

2.4.3 Teknologi Pengolahan Air Bersih Mikro ………. 21

2.5 Pendekatan dan Permodelan Sistem……….. 22

3 METODE PENELITIAN...…. 27

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………..………….…. 27

3.2 Tahapan Penelitian………..………….….. 28

3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data………..…….. 28

3.4 Metode Pemilihan Responden………..… 29

3.5 Analisis Data ………...… 30

4 KONDISI UMUM PULAU TARAKAN... 32

4.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah..………..……..………… 32

4.2 Topografi………..……… 35

4.3 Fisiografi ……….……… 35

4.4 Morfologi ……….………… 36

(19)

xii

4.8 Penggunaan Lahan ………..… 39

4.9 Kependudukan ………..… 40

4.10 Kondisi Infrastruktur Perumahan ……… 41

4.11 Kondisi Infrastruktur Air Bersih ………...… 42

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN……….… 44

5.1 Analisis Kendala, Kebutuhan dan Kelembagaan Penyediaan Air Bersih ……….… 44

5.2 Analisis Bentuk Pengelolaan Penyediaan Air Bersih …………... 50

5.3 Strategi Pengembangan Kapasitas Layanan Air Bersih ……….... 53

5.4 Kesimpulan ……… 56

6 STATUS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU TARAKAN………..………...… 58

6.1 Status Keberlanjutan Penyediaan Air Bersih ………...… 58

6.2 Skenario Strategi Penyediaan Air Bersih………..… 73

6.3 Kesimpulan ……… 75

7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL………..……...… 76

7.1 Pendahuluan ……….… 76

7.2 Metode Analisis Model Penyediaan Air Bersih Pulau Kecil …….. 77

7.2.1 Jenis dan Sumber Data ……….… 77

7.4 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Barat ……… 91

7.4.1 Kondisi Eksisting ……….… 91

7.4.2 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih ………..… 94

7.5 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Timur ……….. 102

7.5.1 Kondisi Eksisting ……….… 102

7.5.2 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih ………….. 105

7.6 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Tengah ………...… 114

(20)

xiii

Tarakan Utara ………...… 125

7.7.1 Kondisi Eksisting ……….…… 125

7.7.2 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih ………...… 128

7.8 Uji Validasi Model ……….… 137

7.8.1 Uji Validasi Struktur ……… 137

7.8.2 Uji Validasi Kinerja ……….…. 138

7.8.3 Uji Sensitifitas Model ……….…. 138

7.9 Kesimpulan ……… 140

8 PEMBAHASAN UMUM………...……….… 142

9 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU TARAKAN ……….…..… 146

9.1 Rekomendasi Kebijakan Kepada Pemerintah Kota ………..…..… 146

9.2 Rekomendasi Kebijakan Kepada PDAM ……….….… 147

10 KESIMPULAN ………... 148

DAFTAR PUSTAKA ………...……….... 151

(21)

xiv

Halaman

1 Jenis dan metode pengumpulan data ………..……… 29

2 Tahapan dan metode analisis model penyediaan air bersih ……… 31

3 Jumlah dan luas wilayah kecamatan/kelurahan di Kota Tarakan……… 33

4 Inventarisasi sungai di Pulau Tarakan ………. 37

5 Curah hujan dan hari hujan Kota Tarakan (2008) ……….…… 39

6 Jenis dan tutupan lahan Pulau Tarakan (2008) ……….…… 39

7 Jumlah penduduk Kota Tarakan ………..…… 41

8 Sumber air baku alami Kota Tarakan ………..…… 43

9 Matriks faktor strategi internal (IFAS) ………..….… 54

10 Matriks faktor strategi eksternal (EFAS) ……….…… 55

11 Perbedaan nilai indeks keberlanjutan Analisis Monte-Carlo Dengan Analisis RAP-TARAKAN ……….…… 73

12 Hasil analsisi nilai stress dan koefisien determinasi ……….…… 73

13 Faktor kunci yang berpengaruh dalam penyediaan air bersih …….…… 74

14 Analisis kebutuhan aktor dalam penyediaan air bersih ……….…… 78

15 Standar kebutuhan air rumah tangga ………..…… 83

16 Klasifikasi industri berdasarkan jumlah tenaga kerja ……… 83

17 Kebutuhan air untuk proses industri ………..….. 83

18 Nilai koefisen run off masing-masing land use………..…… 88

19 Proyeksi jumlah penduduk, hotel, industri serta kebutuhan air bersih di Kecamatan Tarakan Barat ……….……. 91

20 Ketersediaan dan neraca air bersih Kecamatan Tarakan Barat ….…… 92

21 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat ……….…… 94

22 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Kecamatan Tarakan Barat ………..…… 96

23 Kebutuhan biaya reboisasi Kecamatan Tarakan Barat ……….…… 97

24 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Barat ……….. 97

25 Kebutuhan biaya uprating IPA PDAM di Kecamatan Tarakan Barat ………...….. 99

26 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Kecamatan Tarakan Barat……….. 100

27 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Barat ………..…… 101

(22)

xv

h Kecamatan Tarakan Timur ….……

31 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur ……….….. 105 32 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Kecamatan

Tarakan Timur………..…… 107

33 Kebutuhan biaya reboisasi Kecamatan Tarakan Timur ……….….. 108 34 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Timur……… 109 35 Kebutuhan biaya uprating IPA PDAM di Kecamatan

Tarakan Timur ………...….. 110

36 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro

di Kecamatan Tarakan Timur………. 111

37 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Timur ………..….. 113 38 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Kecamatan Tarakan Timur ….…. 113 39 Proyeksi jumlah penduduk, hotel, industri serta kebutuhan

air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah……….….. 114

40 Ketersediaan dan neraca air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ….… 115 41 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ……….… 117 42 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Kecamatan

Tarakan Tengah ………..… 119

43 Kebutuhan biaya reboisasi Kecamatan Tarakan Tengah ……….… 120 44 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Tengah ……… 120 45 Kebutuhan biaya uprating IPA PDAM di Kecamatan

Tarakan Tengah ………... .. 122

46 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro

di Kecamatan Tarakan Tengah ………. 123

47 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ……….. 124 48 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Kecamatan Tarakan Tengah ..…. 125 49 Proyeksi jumlah penduduk, hotel, industri serta kebutuhan

air bersih di Kecamatan Tarakan Utara……….….. 126 50 Ketersediaan dan neraca air bersih Kecamatan Tarakan Utara …..…… 127 51 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Utara ……….…… 128 52 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Kecamatan

Tarakan Utara ……….. 131

53 Kebutuhan biaya reboisasi Kecamatan Tarakan Utara ……….. ….. 131 54 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Utara ………... 132 55 Kebutuhan biaya uprating IPA PDAM di Kecamatan

Tarakan Utara ………...…... 134

(23)

xvi

58 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Kecamatan Tarakan Utara ……… 136 59 Hasil perhitungan nilai AVE, AME dan jumlah penduduk

(24)

xvii

Halaman

1 Kompleksitas permasalahan……….…… 3

2 Kerangka pemikiran……… 5

3 Perumusan masalah………..……….…… 7

4 Penyebaran tipe pulau kecil Indonesia ……….. 13 5 Bagan ilustrasi respon DAS akibat hujan ………... 14 6 Ilustrasi sumur resapan ………..…... 16

7 Ilustrasi bangunan ABSAH ……… 19

8 Skema proses pengolahan air bersih ………..…… 21

9 Peta lokasi penelitian ……….…… 27

10 Tahapan penelitian ……….…… 28

11 Peta Pulau Tarakan ……… 34

12 Peta DAS Pulau Tarakan ………..…… 38 13 Penutupan lahan Pulau Tarakan ………. …… 40 14 Peta pembagian zona pelayanan air minum PDAM ……….…… 42 15 Matriks driver power-dependenceuntuk elemen kendala ………..……. 45 16 Struktur hirarki sub elemen kendala ………...……. 46 17 Matriks driver power-dependenceuntuk elemen kebutuhan …….…….. 47 18 Struktur hirarki sub elemen kebutuhan ……..……….…...……. 48 19 Matriks driver power-dependenceuntuk elemen lembaga ………..…… 49 20 Struktur hirarki sub elemen lembaga ………..……….…...…… 50 21 Struktur dan bobot hirarki elemen bentuk pengelolaan air bersih ... ….. 51 22 Hasil analisis bentuk pengelolaan air bersih ……….…… 52 23 Hasil analisis bentuk pengelolaan air bersih (2) ……… 53 24 Posisi kuadran strategi pengembangan pelayanan air bersih ………… 56 25 Diagram layang nilai indeks keberlanjutan penyediaan air bersih.. …… 58 26 Peran masing-masing aspek lingkungan dalam bentuk rms……… 59 27 Peran masing-masing aspek ekonomi dalam bentuk rms……… 62 28 Peran masing-masing aspek sosial dalam bentuk rms………….……… 66 29 Peran masing-masing aspek infrastruktur dan teknologi

dalam bentuk rms………..…… 68

30 Peran masing-masing aspek hukum dan kelembagaan

(25)

xviii

33 Diagram kotak gelap penyediaan air bersih ……….. 80 34 Causal loop sub model kebutuhan air bersih ……….….. 85 35 Diagram alir sub model kebutuhan air bersih ……….….. 86 36 Causal loop sub model ketersediaan air bersih ……….….. 86 37 Diagram alir sub model ketersediaan air bersih ……….….. 90 38 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih

Kecamatan Tarakan Barat ……….….. 93

39 Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Barat ………. 94 40 Simulasi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat ……..…… 95 41 Peningkatan layanan perpipaan Kecamatan Tarakan Barat ……..…… 98 42 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Barat ……….….. 100 43 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih

Kecamatan Tarakan Timur ……….….. 105

44 Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Timur ……….. 107 45 Simulasi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur ……..…… 108 46 Peningkatan layanan perpipaan Kecamatan Tarakan Timur ……..…… 110 47 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Timur ……….…… 112 48 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih

Kecamatan Tarakan Tengah ……….…… 116

49 Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ……… 118 50 Simulasi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah .…..…… 118 51 Peningkatan layanan perpipaan Kecamatan Tarakan Tengah .…..…… 121 52 Neraca air bersih Kecamatan Tarakan Tengah ……….…… 124 53 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih

Kecamatan Tarakan Utara ……….….. 128

(26)

xix

Halaman

1 Gambar ilustrasi IPAB Mikro ………..…. 157

2 Rincian biaya operasional IPAB Mikro ……….….. 160

3 Nilai skor pendapat pakar dimensi keberlanjutan penyediaan

air bersih Kota Tarakan ………..….. 161

4 Nilai indeks lima dimensi keberlanjutan penyediaan air bersih……..…. 163 5 Persamaan dinamis model penyediaan air bersih pulau kecil ………… 166 6 Rencana Anggaran biaya IPAB Mikro ……….. 173

(27)
(28)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum dan berperan sebagai faktor utama pembangunan. Untuk itu air perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi manusia serta mahluk hidup lainnya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa air memiliki peran yang sangat strategis dan harus tetap tersedia dan lestari, sehingga mampu mendukung kehidupan dan pelaksanaan pembangunan dimasa kini maupun dimasa mendatang.

Indonesia negara kepulauan, tidak bisa dipisahkan dengan air. Potensi sumberdaya pesisir dan lautan tersebar di sekitar 13.487 buah pulau dan 95.181 km panjang pantai di kepulauan Indonesia. Pulau-pulau ini mempunyai nilai penting dari sisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan Indonesia. Tiga belas ribu lebih pulau tersebut disatukan oleh 3,1 juta km2 perairan teritorial. Sumber air berasal dari gunung, sungai, danau dan laut. Banyak kota yang dibangun didekat sumber-sumber air tersebut, hampir 300 kabupaten dan kotamadya dari 472 tersebar di pesisir, sisanya berada di daerah aliran sungai dan pegunungan. Selain memiliki kelebihan strategis, pulau kecil juga memiliki kekurangan, salah satunya adalah keterbatasan air yang menjadi kendala dalam upaya pengembangan kegiatan di pulau kecil.

Definisi sebuah “pulau samudera” pada dekade 70an oleh IHP-UNESCO dinyatakan sebagai pulau yang berukuran kurang dari 10.000 km2. Namun karena alasan kepraktisan berdasar permasalahan yang dihadapi para peneliti air dari berbagai penjuru dunia maka ditetapkan dalam UU No.27/2007 untuk memakai nama “pulau kecil” yang didefinisikan sebagai pulau dengan ukuran luas kurang dari 2000 km2. Selanjutnya ada pembagian jenis pulau yang lebih rinci menjadi “pulau sangat kecil” untuk pulau yang luasnya kurang dari 200 km2

(29)

Ketersediaan sumber daya air di pulau kecil sangat rentan akibat perubahan kualitas air oleh intrusi air laut. Dalam UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air telah ditetapkan bahwa air di pulau kecil atau gabungan beberapa pulau kecil wajib dikelola sebagai satu kesatuan wilayah. Agar penyelamatan sumber daya air di sebuah wilayah sungai dapat berhasil, ditetapkan pola pengelolaan air yang lazim memakai kebijakan “satu wilayah sungai, satu kebijakan, satu perencanaan pengelolaan”. Menurut UU No.7/2004, sebuah wilayah sungai (WS) dapat terdiri dari satu atau gabungan dari beberapa pulau kecil. Dengan ketetapan ini berarti bahwa pulau-pulau kecil juga perlu dilengkapi dengan sebuah rencana pengelolaan air.

Pertambahan penduduk yang tinggi diikuti dengan pertumbuhan ekonomi serta perkembangan industri yang banyak menggunakan lahan dan air menyebabkan kelangkaan air semakin meningkat. Sumber-sumber air tercemar karena limbah yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi dan industri, menyebabkan kualitas air yang bisa langsung dicerna dan dikonsumsi oleh penduduk semakin sedikit. Dibutuhkan suatu badan dan sistem pengelolaan dan penyediaan air baku untuk dikelola menjadi air bersih yang dapat didistribusikan kepada penduduk.

Perkembangan Kota Tarakan sebagai pintu gerbang kedua Kalimantan Timur setelah Kota Balikpapan bagi lalu lintas pelayaran dan penerbangan menyebabkan daya tarik bagi masyarakat daerah sekitarnya sehingga menyebabkan kepadatan penduduk menjadi meningkat. Industri, dunia usaha dan masyarakat membutuhkan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Pulau Tarakan yang berbatasan dengan lautan mengakibatkan rentannya kondisi/kualitas air tanah maupun air permukaan.

(30)

Gambar 1 Kompleksitas permasalahan

1.2 Tujuan

Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model penyediaan air bersih berkelanjutan di pulau kecil dengan lingkup studi Kota Tarakan. Guna mencapai tujuan tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan berbagai kajian yang akan mendukung penelitian, yaitu:

a) Menganalisis kebutuhan air bersih untuk sektor domestik, perhotelan dan industri.

b) Menganalisis ketersediaan air bersih berdasarkan pelayanan PDAM dan air bersih alami melalui imbuhan air tanah.

c) Menganalisis tingkat keberlanjutan penyediaan air bersih. d) Merancang bangun strategi penyediaan air bersih.

e) Merancang bangun suatu model penyediaan air bersih berdasarkan pendekatan sistem dengan memperhatikan aspek lingkungan fisik dan sosial, teknologi, kelembagaan, aspek keuangan, tingkat pelayanan dan efisiensi pengelolaan.

1.3 Kerangka Pemikiran

(31)

melaksanakan pembangunan yang bertujuan untuk pengembangan daerah perkotaan, pemerintah Kota Tarakan dalam hal ini sebagai pemrakarsa kegiatan menghadapi beberapa kendala atau permasalahan dalam pelaksanaan program tersebut.

Beberapa kendala atau permasalahan yang hingga kini memerlukan pemecahan baik secara pendekatan persuasif maupun dengan mengadakan kegiatan fisik, antara lain :

a) Tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dalarn kurun waktu yang sangat pendek dengan penyebaran di wilayah kota yang tidak merata.

b) Masih terdapat daerah pemukiman penduduk yang dibawah standar (kumuh) dalam jumlah dan luas yang cukup besar.

c) Penyediaan sarana dan prasarana kota yang masih belum seimbang dengan jumlah penduduk.

d) Kurang koordinasi antara pihak-pihak terkait dalam hal ini pemerintah daerah dalam merumuskan suatu kegiatan pembangunan dan pengembangan kota. e) Sumber daya manusia.

Dengan meningkatnya pertumbuhan perekonomian dan bidang lainnya maka memacu pertumbuhan penduduk di Kota Tarakan tersebut. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kota Tarakan sudah tentu kebutuhan akan air bersih untuk masyarakat semakin meningkat. Kebutuhan akan air bersih adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat Kota Tarakan sehingga pemerintah sudah seharusnya menyediakan kebutuhan akan air baku untuk masyarakat Kota Tarakan guna mendukung kesejahteraan masyarakat Kota Tarakan.

Diantara pulau-pulau kecil, baik di Indonesia bagian Timur maupun Barat, penyediaan air bersih baik di musim kemarau maupun di musim hujan masih merupakan persoalan yang sulit dan harus segera ditangani. Persoalan ini semakin kompleks apabila penyediaan air dikaitkan dengan rencana pengembangan wilayah terpadu yang meliputi daerah permukiman, daerah kegiatan industri, perdagangan, lalu lintas maritim, hankamnas dan lainnya. Strategi pengelolaan pulau kecil harus diupayakan agar sumber daya air yang tersedia tidak akan dipakai melebihi batas daya dukungnya. Permasalahan ini mempunyai aspek yang kompleks dan unik karena kondisi alam dan dinamika sosial, ekonomi dan lingkungan setempat.

(32)

pulau-pulau besar berpenduduk padat. Hal tersebut tercermin dari banyaknya instansi atau lembaga yang menangani permasalahan air. Namun penanganan khusus sumber daya air di pulau-pulau kecil yang berada di lingkungan lautan dan samudra dirasakan masih belum cukup memadai.

Hal tersebut menunjukkan akumulasi permasalahan pengelolaan sumber daya air yang memerlukan penanganan segera secara terintegrasi dan simultan. Penanganan terhadap permasalahan krusial tersebut selama ini masih dilakukan secara parsial tanpa sistem yang terkoordinasi dengan baik, sehingga mengakibatkan tidak tercapainya solusi yang holistik dan berkelanjutan (sustainable). Penanganan permasalahan pengelolaan sumber daya air tersebut membutuhkan pendekatan sistem, kebijakan/regulasi, teknologi dan dukungan pembiayaan. Kerangka pemikiran penelitian model pengelolaan air bersih di Kota Tarakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut di atas, maka perlu dikembangkan suatu model terintegrasi yang meliputi prosedur perencanaan, pengembangan sistem dan teknologi pengolahan air bersih, serta kelembagaan, pembiayaan, dan peran serta masyarakat.

(33)

1.4 Perumusan Masalah

Kawasan pesisir dan pulau kecil yang dicirikan dengan tingkat pembangunan yang pesat dan pertumbuhan penduduk yang tinggi, air bersih merupakan barang yang langka dan mahal. Karena selain disebabkan oleh semakin tingginya kebutuhan akan air, juga terjadi penurunan kualitas dan kuantitas air. Penggunaan air di kawasan perkotaan di pulau kecil antara lain adalah untuk air minum (permukiman), industri, usaha perkotaan (perdagangan/pertokoan), transportasi dan lainnya. Melihat besarnya peran dan fungsi air serta untuk mengantisipasi semakin tingginya kebutuhan air khususnya air bersih di pulau kecil, maka perencanaan sumber daya air harus mendapat perhatian yang serius. Karena perencanaan sumber daya air merupakan salah satu faktor utama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih di pulau kecil.

Pada saat ini dipastikan kinerja pelayanan air bersih di pulau kecil masih sangat kurang terutama di kawasan kota. Jika dicermati ada beberapa permasalahan besar yang terkait dengan perencanaan air di pulau kecil, seperti : (1) sumber air baku untuk air bersih di pulau kecil mengalami penurunan baik kualitas dan kuantitas, (2) kebutuhan air yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan pembangunan dan pertumbuhan penduduk, (3) rendahnya cakupan pelayanan air bersih, kinerja pengelolaan sistem air bersih yang menurun akibat tingginya kebocoran, (4) biaya operasional dan umur instalasi, dan (5) alih fungsi lahan yang menyebabkan lahan untuk konservasi air semakin sedikit.

Dengan demikian diperlukan kajian mendalam mengenai model penyediaan air bersih di pulau kecil secara berkelanjutan. Beberapa pertanyaan penelitian yang merupakan inti permasalahan penyediaan air bersih pulau kecil adalah :

1) Bagaimana kondisi dan potensi air bersih yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih di pulau kecil? Apakah sumber air baku tersebut layak dan cukup?

2) Bagaimana sarana penyediaan air bersih yang paling cocok untuk pulau-pulau kecil?

3) Model penyediaan air bersih yang bagaimanakah yang tepat di pulau kecil? Berapa investasinya? Serta bagaimana kebijakan pengelolaannya sehingga bisa berkelanjutan?

(34)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi berupa konsep model penyediaan air bersih di pulau kecil. Penelitian ini secara praktis bermanfaat:

1) Sebagai alternatif pemecahan masalah dalam penyediaan air bersih di pulau kecil secara komprehensif.

2) Sebagai usulan bagi stakeholder dalam membuat strategi dalam perencanaan penyediaan air bersih di pulau-pulau kecil.

Gambar 3 Perumusan Masalah

1.6 Kebaruan (novelty)

(35)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Pulau Besar dan Pulau Kecil

Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) adalah massa daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi oleh air dan selalu berada di atas permukaan pasang tertinggi. Dalam definisi tidak membedakan air tawar dan air laut. Pulau Samosir di Danau Toba misalnya, masuk dalam kategori pulau. Yang tidak bisa dikategorikan sebagai pulau adalah mangrove, gosong dan batu.

Jumlah pulau di Indonesia tercatat 13.487 pulau. Pulau kecil terluar yang berbatasan dengan Negara tetangga (Australia, Papua Nugini, Palau, Filipina, Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura dan India), sebanyak 92 pulau.

Berdasarkan ketentuan definisi teknis pulau kecil ini sama dengan atau lebih kecil dari 5.000 km2, maka dilakukan pembagian klasifikasi luas pulau-pulau di Indonesia. Klasifikasi pulau-pulau ini (dalam 6 kelas) dari pulau besar sampai dengan pulau kecil berdasarkan luas teknis adalah sebagai berikut (Soenarto, 2009) :

1) Pulau besar makro atas, dengan luas di atas 500.000 km2, sebagai contoh Pulau Papua (805.000 km2) dan Pulau Kalimantan (736.000 km2).

2) Pulau besar makro bawah, dengan luas 100.000 km2 – 500.000 km2, misalnya Pulau Sumatra (473.606 km2), Pulau Sulawesi (189.040 km2) dan Pulau Jawa (134.045 km2).

3) Pulau besar menengah, dengan luas 50.000 km2– 100.000 km2, tidak ada pulau yang memenuhi klasifikasi ini.

4) Pulau besar mikro atas, dengan luas 10.000 km2 - 50.000 km2, dengan contoh Pulau Timor (32.000 km2), Pulau Seram (18.625 km2), Pulau Halmahera (17.800 km2), Pulau Flores (14.250 km2), Pulau Sumbawa (13.300 km2), Pulau Bangka (11.940 km2), Pulau Sumba (11.100 km2). 5) Pulau besar mikro bawah, dengan luas 5.000 km2 – 10.000 km2, dengan

contoh Pulau Buru (8473,2 km²), Pulau Bali (5.623 km2).

6) Pulau kecil, dengan luas ≤ 5.000 km2, salah satu contoh adalah Pulau Lombok (4.880 km2).

(36)

Kepulauan Inggris. Pulau kecil menurut definisi UNESCO, adalah pulau yang mempunyai luas sama dengan atau lebih kecil dari 2.000 km2. Alasan pengambilan angka ini tidak dijelaskan, dan mungkin hanya suatu kesepakatan saja. Berdasarkan penjelasan dalam berbagai Undang-Undang di Indonesia, pulau kecil adalah pulau yang luasnya sama dengan atau kurang dari 2.000 km2, yang berarti, berdasarkan Undang-Undang, maka Pulau Alor (2.600 km2) tidak termasuk sebagai pulau kecil.

Dalam pembagian penggolongan kelas pulau kecil, baik luas teknis maupun berdasarkan Undang-Undang keduanya diadopsi, dan dimasukkan ke dalam kelas pulau kecil makro atas dengan luas 1.000 km2 – 5.000 km2. Pulau kecil untuk selanjutnya dibagi dalam 9 kelompok berikut ini:

1) Pulau kecil makro atas, 1.000 km2– 5.000 km2 dengan contoh Pulau Lombok (4.880 km2), Pulau Belitung (4.800 km2), Pulau Nias (4.100 km2), Pulau Siberut (3.300 km2), Pulau Alor (2.600 km2), Pulau Pagai Utara dan Selatan (2.200 km2), Pulau Simeuleu (1.400 km2), Pulau Batu (1.201 km2), Pulau Bintan (1.075 km2), Pulau Morotai (1.000 km2).

2) Pulau kecil makro menengah, dengan luas 500 km2 – 1.000 km2 dengan contoh Pulau Bengkalis (900 km2), Pulau Ambon (761 km2), Pulau Sipora (600 km2).

3) Pulau kecil makro bawah, dengan luas 100 km2 – 500 km2, dengan contoh Pulau Batam (440 km2), Pulau Pantar (300 km2), Pulau Tarakan (250 km2), Pulau Tabuan (194 km2), Pulau Selaru (175 km2), Pulau Weh (153 km2). 4) Pulau kecil menengah, dengan luas 50 km2 - 100 km2, dengan contoh Pulau

Gag (65 km2).

5) Pulau kecil mikro atas, dengan luas 10 km2 – 50 km2, dengan contoh Pulau Nusa Laut (36 km2), Pulau Nyang-Nyang (17 km2), Pulau Marampit (12 km2), Pulau Hinako (10,5 km2).

6) Pulau kecil mikro menengah, dengan luas 5 km2 – 10 km2, dengan contoh Pulau Keramaian (10 km2), Pulau Fani (9 km2), Pulau Panjang (8 km2), Pulau Puhawang (7 km2), Pulau Taka Bonerate (5 km2).

7) Pulau kecil mikro bawah, dengan luas 1 km2 – 5 km2, dengan contoh, Pulau Krakatau (4 km2), Pulau Masakambing (3 km2), Pulau Miangas (3,15 km2), Pulau Berhala (2,5 km2), Pulau Marore (2,15 km2), Pulau Pari (2 km2).

(37)

9) Pulau kecil mini, dengan luas ≤ 0,5 km2.

Pembagian lebih lanjut lagi untuk pulau kecil mini dengan uas ≤ 0,5 km2 atau ≤ 50 ha, dibagi dalam 8 kelompok, yaitu:

1) Pulau kecil mini teratas, dengan luas 10 ha – 50 ha, dengan contoh Pulau Tidung Besar (50 ha), Pulau Untung Jawa (40 ha), Pulau Batek (0,25 km²). 2) Pulau kecil mini atas, dengan luas 5 ha – 10 ha, dengan contoh Pulau Fanildo

(0,1 km²), Pulau Sebira (9 ha).

3) Pulau kecil mini menengah, dengan luas 1 ha – 5 ha, dengan contoh Pulau Kelapa Dua (2 ha), Pulau Batusulu (1 ha).

4) Pulau kecil mini bawah, dengan luas 50 m2– 100 m2. 5) Pulau kecil mini terbawah, dengan luas 10 m2– 50 m2. 6) Pulau kecil renik atas, dengan luas 5 m2– 10 m2 . 7) Pulau kecil renik menengah, dengan luas 1 m2– 5 m2. 8) Pulau kecil renik bawah, dengan luas < 1 m2.

Pembagian ini diperlukan untuk menghadapi perubahan akibat terjadinya penyusutan luas pulau kecil karena munculnya fenomena kenaikan muka air laut pada kemudian hari, sebagai akibat pemanasan global dan perubahan iklim. Pembagian luas pulau sampai pada angka 1 m2, mempunyai arti untuk mengantisipasi terjadinya penyusutan luas pulau dataran yang mempunyai ketinggian sekitar 1 m dari muka air laut rata-rata, yang berlangsung dalam jangka waktu 50 tahun ke depan. Kelompok kelas 4 sampai dengan 8 masih banyak yang belum diberi nama, dan saat ini sedang dibuatkan nama baru.

2.2 Sumber Daya Air Tawar di Pulau Kecil

Sumber daya air di wilayah pesisir terdiri dari 3 jenis sumber daya air yaitu air atmosferik (hujan), air permukaan, dan air tanah. Jumlah sumber daya air yang berasal dari air hujan akan bergantung pada musim yang sedang berlangsung. Pada musim hujan air tersedia dalam jumlah yang banyak, dan kondisi sebaliknya ditemui pada musim kemarau. Sumber daya air permukaan terdiri dari air sungai, saluran irigasi, danau alam, danau buatan (waduk), dan genangan rawa. Namun yang paling banyak dan biasanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air di wilayah pesisir adalah air sungai dan saluran irigasi karena kualitas dan kuantitasnya relatif lebih baik dan terjamin.

(38)

dengan tempat air tersebut tersimpan. Disebut sebagai air tanah dangkal bila kedalamannya kurang dari 60 m dan disebut sebagai air tanah dalam bila tersimpan pada kedalaman lebih dari 60 m. Pengambilan air tanah dangkal biasanya dilakukan dengan cara membuat sumur gali, yang pada prinsipnya merupakan penorehan lapisan bawah permukaan hingga mencapai kedalaman muka air tanah dangkal yang tersedia. Air tanah dalam biasanya diambil dengan cara pembuatan sumur bor berdiam kecil sampai akifer di kedalaman tertentu dan kemudian dipompa. Secara lateral, pelamparan akifer di wilayah pesisir dapat menerus jauh hingga ke daratan atau terputus, suatu hal yang sangat berhubungan dengan sistem dan lingkungan pengendapannya.

Akifer yang terdapat di wilayah pesisir sangat berkaitan dengan bentuk lahan serta mula jadi lingkungannya sehingga akan berbeda di tiap-tiap wilayah pesisir. Secara genetic akifer batuan sedimen bisa dibentuk di lingkungan fluviatil, fluvio-marin, fluvo vulkanik atau lingkungan laut dangkal. Di Indonesia yang mempunyai rangkaian pegunungan di kawasan hulunya (hinterland), maka akifer yang baik didominasi oleh tipe endapan fluviatil dan fluvio-vulkanik. Sementara di daerah dataran rendah yang luas, akifer didominasi oleh tipe fluviatil dan fluvio-marin. Beberapa ciri khas sistem hidrogeologi pulau kecil adalah : (1) Air tanah seluruhnya berasal dari air hujan dengan siklus antara resapan air kedalam tanah dan pemanfaatannya relatif pendek, (2) Air tanah di pulau kecil kebanyakan berupa lensa yang mengapung diatas air payau atau air asin, (3) Terjadinya larian permukaan (run off) pada waktu hujan kecil, namun air yang meresap ke dalam tanah sebagian besar berdifusi dengan air laut di bawah.

Potensi air tawar di suatu pulau kecil merupakan besaran yang dinamis, berubah-ubah dalam dimensi ruang dan waktu. Dua faktor dominan yang mempengaruhi potensi air tawar di pulau kecil adalah faktor iklim dan kondisi geologi pulau (Hehanusa, 1987) :

a. Iklim

(39)

banyaknya pulau-pulau di Indonesia, sadangkan stasiun meteorologi yang mencatat dan melaporkan secara teratur keadaan iklim di sebuah pulau kecil belum banyak. Parameter Ro untuk pulau kecil mungkin bisa diabaikan karena sebagian besar pulau kecil jarang mempunyai sungai. Parameter yang paling dominan, selain curah hujan dan penggunaan oleh penduduk adalah parameter evapotranspirasi dan keluaran air tanah ke laut (submarine groundwater discharging), namun kedua parameter ini masih sangat sulit ditentukan.

b. Hidrogeologi

Disamping ukuran, kemampuan suatu pulau untuk menyimpan air tanah ditentukan oleh data hidrogeologi di pulau itu, seperti dijelaskan oleh Hehanusa (1993) pada Gambar 4. Tiap jenis pulau seperti yang sudah diuraikan diatas mempunyai ciri tersendiri, baik penyebarannya maupun potensi airnya. Falkland (1995) dan Hehanusa (1994) menjelaskan bahwa penyebaran dan potensi air tanah naik di pulau berbukit maupun di pulau datar secara kualitatif sebagai berikut :

a) Pada jenis pulau vulkanik, potensi air tanah dapat ditemukan pada breksi dengan matriks kasar, pada aliran lava atau pada daerah tekanan (joint/crack system). Penyebaran air tanah ini bisa luas dengan potensi yang relatif sedang hingga besar.

b) Pulau tektonik mempunyai penyebaran air yang bersifat setempat, yaitu pada daerah rekahan, atau pada endapan klastik dan bersifat musiman.

c) Pulau teras terangkat mempunyai potensi air tanah yang cukup besar karena hampir sebagian besar air hujan meresap kedalam tanah. Penyebaran air berada dalam gamping, namun untuk mencari lokasi yang paling potensial cukup sulit karena adanya pengaruh tektonik dan “solution channel” yang ikut mengontrol penyebaran air tanah.

d) Air tanah di Pulau Petabah mungkin yang relatif paling sedikit mengingat pulau ini terbentuk oleh batuan malihan, intrusi atau sedimen terlipat berumur tua. Air tanah terdapat pada sedimen muda, lapisan lapuk atau rekahan dengan penyebaran terbatas dan bersifat musiman.

(40)

Gambar 4 Penyebaran tipe pulau kecil Indonesia, Hehanusa (1993)

Eksplorasi air tanah untuk pulau datar, relatif lebih sederhana dibandingkan pada pulau berbukit. Di pulau aluvium air tanah dapat ditemukan pada reservoir yang berbeda, bisa di pasir alur sungai purba atau di pasir pematang sungai. Potensinya bisa bervariasi dari kecil sampai sedang, namun perubahan pasang surut muka air laut cukup besar pengaruhnya terhadap kualitas air tanah.

2.3 Sistem Daerah Aliran Sungai/DAS

Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, daerah aliran sungai (catchment, basin, watershed) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

(41)

Gambar 5 menyajikan ilustrasi respon DAS akibat masukan berupa hujan. Dalam gambar tersebut sistim DAS digunakan sebagai model untuk memahami konsep transformasi masukan (hujan) menjadi keluaran (debit).

Gambar 5 Bagan ilustrasi respon DAS akibat masukan berupa hujan (Sumber : Rachmad Jayadi, 2000)

Memahami masalah pendekatan sistem DAS, tidak dapat terlepas dari pendekatan fisik seperti sistem masukan, sistem struktur/geometri, hukum-hukum fisika, dan kondisi awal serta kondisi batas. Pendekatan secara fisik pada suatu DAS sangat sulit dilaksanakan karena mempunyai beberapa persoalan yang kompleks (rumit), sehingga untuk menyelesaikan persoalan tersebut dilakukan pendekatan sistim DAS (Sudjarwadi, 1995).

2.4 Teknologi Penyediaan Air Bersih di Pulau Kecil

Menurut Kammere (1976), pemenuhan kebutuhan air bersih dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan sumber daya air, yaitu:

1) Mengalirkan air dari sumbernya ke tempat pengguna atau pelayanan umum. Dimana, pelayanan dilakukan oleh pemerintah kota setempat yang pelaksanaannya dilakukan oleh PDAM dengan memanfaatkan sumber air baku yang ada dan diolah serta didistribusikan kedaerah pelayanan atau pelanggan.

2) Mengusahakan sendiri dengan menggali sumur. Penggalian sumur melalui sumur gali atau sumur bor banyak dilakukan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan domestik, niaga dan industri.

(42)

gravitasi, filtrasi. Selain itu pula diperlukan juga desinfeksi air untuk mencegah terjadinya kontaminasi air.

2.4.1 Teknologi Pemanenan Air Hujan

Air tawar yang tersedia di alam berupa air hujan, air dipermukaan dan air tanah, yang sebenarnya berasal dari air hujan juga. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika pemanfaatan air hujan dilakukan untuk penyediaan air baku dan dilaksanakan baik di daerah sulit air pulau-pulau besar maupun di pulau-pulau kecil. Sumber-sumber air yang dipergunakan penduduk semua berasal dari air hujan, yaitu air di dalam sumur gali, air sumur bor dangkal dan dalam, mata air, sungai, danau atau telaga. Air hujan biasanya dipanen dan ditampung, baik di atas permukaan maupun di bawah permukaan, dalam berbagai cara penampungan. Beberapa metode penampungan air hujan untuk air bersih di pulau-pulau kecil adalah : (1) Sumur resapan, (2) Bangunan PAH (Penampung Air Hujan) tradisional dan rasional, (3) Bangunan penampung air hujan lapangan, misalnya petak persawahan padi dan bangunan peresap air lapangan, (4) Bangunan ABSAH (Akuifer Buatan dan Simpanan Air Hujan), untuk penyediaan air baku komunal, (5) Bangunan NEO ABSAH, tipe campuran, untuk penyediaan air baku komunal, (6) Bangunan ABDULAH (Akuifer Buatan Daur Ulang Air Hujan) atau ABSAH suci ulang, di mesjid, musholla dan langgar, (7) Bangunan kombinasi sumur peresapan dan pemanfaatan (SURATAN), (8) Bangunan embung (telaga buatan) baik yang dibangun di luar alur air maupun yang berada pada alur air, (9) Bangunan pemompaan air telaga, (10) Bangunan pengolahan air rawa dan air gambut, (11) Bangunan pemompaan air tanah melaui sumur gali dan sumur bor, (11) Kombinasi bangunan penurapan mata air dengan bangunan ABSAH, dan (12) Kombinasi bangunan embung atau telaga dan ABSAH melalui bangunan prapengolahan.

(43)

Air hujan yang jatuh ke halaman setidaknya 85% harus bisa diserap oleh halaman tersebut agar tidak meluapkan banjir. Halaman rumah secara alamiah bias menyerap curahan air hujan yang jatuh, termasuk dari atap rumah, yang mengalir melalui talang. Di sini sumur resapan akan mengurangi sumbangan bencana banjir dengan mengurangi sumbangan run off air hujan. Dibawah tanah, resapan ini akan masuk merembes lapisan tanah yang disebut sebagai lapisan tidak jenuh, dimana tanah (dari berbagai jenis) masih bisa menyerap air, kemudian masuk menembus permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya terdapat air tanah (ground water) yang terperangkap di lapisan tanah yang jenuh. Air tanah inilah yang dapat dikonsumsi.

Gambar 6 Ilustrasi sumur resapan

Masuknya air hujan melalui peresapan inilah yang menjaga cadangan air tanah agar tetap bisa dicapai dengan mudah. Ini karena permukaan air tanah memang bisa berubah-ubah, tergantung dari suplai dan eksploitasinya. Dengan teralirkan ke dalam sumur resapan, air hujan yang jatuh di areal rumah tidak terbuang percuma ke selokan lalu mengalir ke sungai.

(44)

1. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam atau labil.

2. Sumur resapan harus dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank (minimum 5 m diukur dari tepi), dan berjarak minimum 1 m dari fondasi bangunan.

3. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal 2 m di bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table) tanah minimum 1,50 m pada musim hujan.

4. Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah melewatkan air) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm per jam (artinya, genagan air setinggi 2 cm akan teresap habis dalam 1 jam), dengan tiga klasifikasi, yaitu :

a) Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm per jam.

b) Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm per jam.

c) Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm per jam.

Adapun beberapa ketentuan lain untuk pembangunan konstruksi sumur resapan adalah :

1. Sumur resapan harus memiliki tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan pertanian atau atap rumah.

2. Sebaiknya dilakukan penyaringan air di bak kontrol terlebih dahulu sebelum masuk kedalam sumur resapan.

3. Bak kontrol terdiri-dari beberapa lapisan berturut-turut adalah lapisan gravel (kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.

4. Dasar sumur yang berada di lapisan kedap air diisi batu pecah ukuran 10-20 cm, pecahan bata merah ukuran 5-10 cm setebal 15 cm, ijuk, serta arang. Pecahan batu tersebut disusun berongga.

5. Menggunakan pipa PVC berdiameter 110 mm untuk pipa pemasukan dan pipa pengeluaran. Untuk pipa pengeluaran letaknya lebih rendah dari pada pipa pemasukan sebagai antisipasi manakala terjadi overflow/luapan air di dalam sumur.

(45)

7. Tergantung pada tingkat kelabilan/kondisi lapisan tanah dan ketersediaan dana yang ada, dinding sumur dapat dilapis pasangan batu bata kosong atau buis beton. Akan lebih baik bila dinding sumur dibuat lubang-lubang air dapat meresap juga secara horizontal.

8. Untuk menghindari terjadinya gangguan atau kecelakaan maka bibir sumur dapat dipertinggi dengan pasangan bata dan atau ditutup dengan papan/plesteran atau plat beton.

Pengenalan teknologi ABSAH yang juga memanfaatkan air hujan memerlukan pemahaman filosofi dasar yang berada di belakangnya. Teknologi pemanenan air hujan ini dapat dilihat pada Gambar 7, memberikan ilustrasi mengenai susunan dari bak-bak. Bak akuifer buatan dan bak pemasukan air

harus dibuatkan tutup bak berukuran 0,5 m x 1 m sampai tertutup semua. Bak

penyimpanan air dibuat tertutup rapat dan diberikan manhole (lubang

pemeriksaan). Gambar tersebut juga memperlihatkan rancangan bangunan yang

menyajikan urutan material yang diisikan di dalam bak akuifer buatan. Ijuk

ditempatkan di bagian bak pemasukan air agar bisa menangkap material layang

dan akan menempel pada ijuk tersebut. Dengan cara ini bak pemasukan air

dengan mudah bisa dibersihkan dan dirawat.

Bangunan ABSAH merupakan salah satu bangunan konservasi dan sekaligus pendayagunaan air. Bangunan ABSAH, NEO ABSAH dan ABDULAH maupun bangunan turunannya, bisa menirukan aliran air yang terjadi di alam, yang dapat berupa : 1) aliran air tanah alami, 2) aliran air tanah di sekitar sumur gali atau sumur bor, 3) aliran mata air, 4) proses hidrologi dalam daerah aliran sungai (atap bangunan merupakan daerah aliran tangkapan hujan), 5) proses penyaringan fisik di alam, dan 6) proses penambahan mineral di alam, proses fisik, kimia dan biologis.

(46)

di atas tanah, yang disebut dengan bangunan ABDULA dipakai istilah AAWR (Artificial Aquifer and Water Recycling).

Gambar 7 Ilustrasi bangunan ABSAH

2.4.2 Teknologi Pengolahan Air Bersih Skala Perkotaan (PDAM)

Menurut Algamar (1994), sistem penyediaan air minum bila dilihat dari bentuk dan tekniknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Sistem penyediaan air minum individual (individual water system atau rural water supply sistem). Sistem ini merupakan sistem yang sangat sederhana seperti halnya sumur-sumur yang digunakan dalam suatu rumah tangga. Secara komponen, sistem penyediaan air minum ini lengkap tetapi secara kapasitas maupun bentuk pelayanannya, sistem ini sangat terbatas.

2) Sistem penyediaan air minum komunitas atau perkotaan (community municipality water supply system atau public water supply sistem). Sistem ini merupakan sistem yang digunakan untuk suatu komunitas kota dengan bentuk pelayanannya yang menyeluruh untuk kebutuhan domestik, perkotaan maupun industri.

(47)

dapat disebarkan melalui air. Untuk mengatasi hal tersebut air permukaan perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh manusia seperti pada Gambar 8.

Menurut Noerbambang dan Morimura (1985), ada 4 komponen utama yang termasuk kedalam sistem penyediaan air bersih, yaitu:

1) Unit pengumpul/intake air baku (collection or intake work). Sumber air baku terdiri dari lima sumber dan sistem pengambilan/pengumpulan (collection work) yang disesuaikan dengan jenis sumber yang dipergunakan dalam sistem penyediaan air bersih. Sumber air baku sangat berperan penting dalam pemberian pelayanan air bersih kepada masyarakat. Sumber air baku itu sendiri terdiri atas: air hujan (air hasil kondensasi uap air yang jatuh kebumi), air tanah yang bersumber dari mata air, air artesis atau air sumur dangkal maupun sumur dalam, air permukaan (air waduk, air sungai dan air danau), air laut, dan air hasil pengolahan buangan. Dari kelima sumber air baku diatas, sumber air baku yang berasal dari air permukaan merupakan sumber alternatif yang banyak dipilih karena kuantitasnya yang cukup besar.

2) Unit pengolahan air/sistem produksi (purification or treatment work). Proses pengolahan bertujuan untuk merubah air baku yang tidak memenuhi standar kualitas air bersih, menjadi air yang bersih dan siap untuk dikonsumsi. Sistem produksi dan pengolahan air bersih disebut juga dengan Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang merupakan instalasi pengolahan air dari air baku menjadi air bersih yang siap untuk diberikan kepada pihak konsumen.

3) Unit transmisi/sistem transmisi (transmision work). Sistem transmisi dalam penyediaan air bersih adalah pemindahan atau pengangkutan air dari sumber air bersih yang telah memenuhi syarat secara kualitas atau merupakan suatu bangunan pengumpul (reservoir), hingga memasuki jaringan pipa sistem distribusi. Lokasi atau topografi sumber air baku serta wilayah yang berbukit-bukit dapat mempengaruhi terhadap panjang atau pendeknya pipa serta cara pemindahan baik secara gravitasi ataupun dengan sistem pemompaan.

(48)

belum terjangkau oleh sistem perpipaan yang dilayani melalui terminal air/tangki air yang dipasok melalui mobil tangki. Sistem distribusi ini yang terkait dengan umur jaringan perpipaan merupakan sistem yang paling penting dalam penyediaan air bersih. Hal ini mengingat baik buruknya pelayanan air bersih dinilai dari baik tidaknya sistem distribusi, artinya masyarakat hanya mengetahui air sampai kepengguna atau konsumen, dan masyarakat tidak melihat bagaimana prosesnya.

Gambar 8 Skema proses pengolahan air bersih

2.4.3 Teknologi Pengolahan Air Bersih Skala Mikro (IPAB Mikro)

(49)

Perbedaan antara IPA skala kota dengan IPAB Mikro adalah dalam kapasitas produksinya. IPAB Mikro mengolah air permukaan tawar dengan kapasitas yang lebih kecil dibandingkan IPA skala kota. Ilustrasi IPAB Mikro dapat dilihat pada Lampiran 1. Karena kapasaitas produksi yang kecil sehingga cocok ditempatkan di lokasi permukiman, hotel ataupun industri. Biaya operasional IPAB Mikro dapat dilihat pada Lampiran 2. Dengan menggunakan disain instalasi pengolahan air yang telah ada, diharapkan dapat meningkatkan kinerja instalasi pengolahan air dan kualitas air yang dihasilkan sesuai standar nasional maupun internasional.

Dalam melakukan pelayanannya, PDAM selaku stakeholders atau pihak yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola air bersih bagi masyarakat harus memperhatikan aspek pelayanan yang berperan penting dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Aspek pelayanan sangat mempengaruhi langsung karena langsung menyentuh kepada masyarakat selaku pengguna air bersih. Untuk dapat meningkatkan kapasitas pelayanan air bersih kepada masyarakat diperlukan aturan dan kebijakan yang dapat dijadikan sebagai dasar dan pedoman dalam pengelolaan air bersih. Aturan tersebut bisa berupa undang-undang atau peraturan pemerintah yang berisi aturan, hak dan kewajiban serta dukungan dalam peningkatan kapasitas pelayanan air bersih. Sedangkan kebijakan bisa berupa dukungan dan bantuan pendanaan yang diberikan oleh pihak eksekutif dan legislatif guna mendukung dalam pelayanan air bersih kepada masyarakat.

2.5 Pendekatan dan Pemodelan Sistem

Pendekatan sistem didefinisikan sebagai suatu metode penyelesaian masalah yang dimulai dengan cara tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Permasalahan tersebut dapat dalam bentuk perbedaan kepentingan (conflict of interest) atau keterbatasan sumberdaya (limited of resources) (Eriyatno, 1998). Pendekatan sistem memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi dan mendisain sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas-disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sama (Eriyatno, 2002).

(50)

Lucas (1993) menyatakan bahwa secara teoritis komponen dalam suatu sistem saling berhubungan dan memiliki ketergantungan antar komponen. Sistem harus dipandang secara keseluruhan (holistic) dan akan bersifat sebagai goal seeking

sehingga terjadi sebuah keseimbangan untuk pencapaian tujuan. Sebuah sistem mempunyai asupan (input) yang akan berproses untuk menghasilkan luaran (output). O‟Brien (1999) mendefinisikan sebagai suatu bentuk atau struktur yang memiliki lebih dari dua komponen yang saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga, tiap sistem harus memiliki komponen atau elemen yang saling terkait (berinteraksi) dan terorganisir dengan suatu tujuan atau fungsi tertentu. Pada sebuah sistem ada umpan balik yang berfungsi sebagai pengatur komponen sistem yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan, dan sistem yang lebih besar dapat terdiri atas beberapa sistem kecil (subsistem) yang akan membentuk suatu hirarki. Dengan demikian, sistem dapat berfungsi sebagai salah satu pendekatan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang kompleks atau merumuskan kebijakan dan strategi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pendekatan sistem menurut Manetch dan Park (1977) akan berjalan baik jika terpenuhi kondisi sebagai berikut : (1) Tujuan sistem didefinisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantitatifkan, (2) Prosedur pembuatan keputusan dalam sistem konkrit adalah tersentralisasi atau cukup jelas batasannya, (3) Memungkinkan untuk dilakukan dalam perencanaan jangka panjang.

(51)

tersebut berfungsi. Dalam ilmu manajemen secara sederhana sistem digambarkan sebagai satu kesatuan antara asupan, proses dan luaran. Sistem akan membentuk sustu siklus yang berjalan secara terus-menerus dan dikendalikan oleh suatu fungsi kontrol atau umpan balik. Prinsip sistem ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks yang sering dihadapi atau menyusun (merangkai) berbagai elemen sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat (Midgley, 2000). Untuk menyelesaikan permasalahan melalui pendekatan sistem harus dilakukan identifikasi terhadap semua komponen yang terdapat dalam sistem dan menentukan hubungan dari tiap komponen tersebut.

Perubahan pada satu komponen dari suatu sistem akan mempengaruhi komponen lain dan biasanya akan menghasilkan umpan balik pada periode yang sama atau pada periode berikutnya. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor ekstekrnal (dari luar sistem). Menurut Djojomartono (2002), sistem dinamis adalah sistem yang memiliki variabel yang dapat berubah-ubah sepanjang waktu sebagai akibat dari perubahan asupan dan interaksi antar elemen-elemen sistem. Dengan demikian nilai luaran sangat tergantung pada nilai variabel asupan sebelumnya.

Salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan pendekatan sistem adalah menggunakan konsep model simulasi sistem dinamis. Dengan menggunakan simulasi maka model akan mengkomputasikan jalur waktu dari variabel-variabel model untuk tujuan tertentu dari asupan sistem dan parameter model. Karena itu model simulasi akan dapat memberikan penyelesaian dunia nyata yang kompleks. Model juga dapat digunakan untuk keperluan optimasi, dimana suatu kriteria model dioptimalkan terhadap aupan atau struktur sistem alternatif. Dengan demikian, model dapat dibangun dengan

data base atau knowlegde base (Eriyatno, 2003).

Menurut Manetsch dan Park (1977) model adalah suatu penggambaran abstrak dari sistem dunia nyata (riil), yang akan bertindak seperti dunia nyata untuk aspek tertentu. Model dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu model kuantitatif, kualitatif dan ekonik (Aminullah, 2003). Model yang baik akan memberikan gambaran perilaku dunia nyata sesuai dengan permasalahan dan akan meminimalkan perilaku yang signifikan dari sistem yang dimodelkan.

(52)

sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal umpan balik (causal loops) yang menyusun struktur model. Semua perilaku model, bagaimanapun rumitnya dapat disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari asupan, proses, luaran, dan umpan balik. Menurut Muhammadi et al.(2001) mekanisme tersebut akan bekerja menurut perubahan waktu atau bersifat dinamis yang dapat diamati perilakunya dalam bentuk unjuk kerja (level) dari suatu model sistem dinamis.

Menurut Muhammadi et al.(2001), untuk memahami struktur dan perilaku sistem yang akan membantu dalam pembentukan model dinamika kuantitaif formal digunakan diagram sebab akibat (causal loops) dan diagram alir (flow chart). Diagram sebab akibat dibuat dengan cara menentukan variabel penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke variabel akibat, dan garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika dua variabel tersebut daling mempengaruhi.

Pada sistem dinamis, diagram sebab akibat digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang disimulasikan dengan menggunakan program model sistem dinamis. Contohnya, program Powersim Constructor version 2.5c

untuk memberikan gambaran tentang perilaku sistem dan dengan simulasi dapat ditentukan alternatif terbaik dari sistem yang kita bangun. Setelah itu, dilakukan analisis untuk mendapatkan kesimpulan, dan kebijakan yang harus dilakukan untuk mengantisipasi atau mengubah perilaku sistem yang terjadi. Perilaku model sistem dinamis ditentukan oleh keunikan dari struktur model yang dapat dipahami dari hasil simulasi model. Dengan simulasi akan didapatkan perilaku dari suatu gejala atau proses yang terjadi dalam sistem, sehingga dapat dilakukan analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut dimasa depan. Menurut Muhammadi et al.(2001) tahapan untuk melakukan simulasi model adalah sebagai berikut :

1. Penyusunan konsep, pada tahap ini dilakukan identifikasi variabel yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Variabel tersebut saling berinteraksi, saling berhubungan dan saling tergantung. Kondisi ini dijadikan sebagai dasar untuk menyusun gagasan atau konsep mengenai gejala atau proses yang akan disimulasikan.

(53)

3. Simulasi, dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Pada model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data kedalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model.

(54)

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama satu tahun mulai pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Oktober 2011 di seluruh wilayah Kecamatan Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur, yaitu Kecamatan Tarakan Utara, Kecamatan Tarakan Tengah, Kecamatan Tarakan Barat dan Kecamatan Tarakan Timur.

(55)

3.2 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data, analisis dan sintesis dalam rangka membangun model penyediaan air bersih secara berkelanjutan di pulau kecil Kota Tarakan, masing-masing diuraikan sebagai berikut :

1. Tahap Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder meliputi : a) Peta Dasar

b) Data hidrologi

c) Data sosial ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. d) Data perkembangan pelayanan air bersih.

2. Tahap Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

a) Analisis kebutuhan air bersih penduduk, industri dan perhotelan. b) Analisis ketersediaan air bersih alami berupa imbuhan air tanah. c) Analisis keberlanjutan penyediaan air bersih.

d) Analisis strategi pengembangan penyediaan air bersih. 3. Tahap Disain

Tahapan disain dilakukan berdasarkan analisis dan sintesis data yaitu merancang bangun model penyediaan air bersih secara berkelanjutan.

Rangkaian proses tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Tahapan Penelitian

3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Gambar

Gambar 1   Kompleksitas permasalahan
Gambar 3   Perumusan Masalah
Gambar 4   Penyebaran tipe pulau kecil Indonesia, Hehanusa (1993)
Gambar 6   Ilustrasi sumur resapan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metafora sebagai salah satu wujud daya kreatif bahasa di dalam penerapan makna, artinya berdasarkan kata-kata tertentu yang telah dikenalnya dan berdasarkan keserupaan atau

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)

...” yang kami ajukan untuk dapat mengikuti Intensive-Student Technopreneurship Program 2014 dan menyatakan bahwa invensi/inovasi tersebut benar-benar merupakan

Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini tujuanya adalah untuk melihat pengaruh locus of control dan self efficacy terhadap stres kerja di BMT Agawe Makmur dan

 Warnai peta kecamatan sesuai yang diinginkan dengan klik kanan layer kecamatan kota banda aceh dan klik properties atau klik kiri 2 kali di layer kecamatan kota banda

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang remaja mengakses situs pornografi di Kecamatan Jebres Surakarta. Untuk mengetahui habitus perilaku remaja dalam

Dari beberapa uraian di atas dibuat kesimpulan sederhana bahwa sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah

But in spite of the titles listed written minority Muslim state relations, but not discussed minority in Asian countries such as Indonesia, how the status and rights of