• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi stabilitas dan adaptabilitas genotipe pada percobaan multilokasi padi sawah dengan metode AMMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi stabilitas dan adaptabilitas genotipe pada percobaan multilokasi padi sawah dengan metode AMMI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI STABILITAS DAN ADAPTABILITAS GENOTIPE

PADA PERCOBAAN MULTILOKASI PADI SAWAH

DENGAN METODE AMMI

Oleh:

Miftachul Hudasiwi

G14102004

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

(2)

ABSTRAK

MIFTACHUL HUDASIWI. Identifikasi Stabilitas dan Adaptabilitas Genotipe pada Percobaan Multilokasi Padi Sawah dengan Metode AMMI. Dibimbing oleh BAMBANG SUMANTRI dan INDAHWATI.

Salah satu analisis statistika yang biasa digunakan untuk mengetahui gambaran stabilitas dan adaptabilitas genotipe pada hasil percobaan multilokasi secara visual adalah metode AMMI (Additive Main Effect and Multiplicative Interaction). Metode ini merupakan gabungan antara analisis ragam bagi pengaruh utama perlakuan yang bersifat aditif dengan analisis komponen utama pada pengaruh interaksinya yang bersifat multiplikatif.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur di Malang, berupa data skunder bobot ubinan padi sawah hasil percobaan multilokasi dari sebelas galur harapan dan satu varietas pembanding yang dicobakan pada tiga lokasi di Jawa Timur. Rancangan percobaan yang digunakan pada tiap lokasi adalah rancangan acak k elompok (RAK) dengan tiga ulangan.

(3)

IDENTIFIKASI STABILITAS DAN ADAPTABILITAS GENOTIPE

PADA PERCOBAAN MULTILOKASI PADI SAWAH

DENGAN METODE AMMI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Mate matika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Miftachul Hudasiwi

G14102004

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

(4)

Judul

:

IDENTIFIKASI STABILITAS DAN ADAPTAB ILITAS

GENOTIPE PADA PERCOBAAN MULTILOKASI PADI

SAWAH DENGAN METODE AMMI

Nama :

Miftachul Hudasiwi

NRP

:

G 14102004

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Bambang Sumantri

Ir. Indahwati, M.Si.

NIP. 130 779 511 NIP. 131 909 223

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.

NIP. 131 473 999

(5)

Ya Allah, Tunjukkanlah yang benar jika it u

yang memang benar dan Tunjukkanlah yang

salah jika itu yang memang salah.

Sesungguhnya Engkau adalah Yang M aha

Tau dan Berkuasa at as segala sesuat u baik

yang di bumi maupun yang di langit.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 30 Agustus 1984 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, putra pasangan Soetarno dan H. Trisnaningsih.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri I Bangilan-Tuban pada tahun 1996, kemudian SLTP Negeri 1 Jatirogo -Tuban pada tahun 1999, SMU Negeri 1 Tuban pada tahun 2002, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahas iswa Departemen Statistika FMIPA IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mengam bil mata kuliah ekonomi dan komputasi sebagai penunjang.

(7)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , Tuhan seluruh semesta alam. Karena hanya atas kemurahan dan rahmat-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tidak lupa semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada suri tauladan umat nabi besar Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2006 ini ialah analisis percobaan multilokasi, dengan judul Identifikasi Stabilitas dan Adaptabilitas Genotipe pada Percobaan Multilokasi Padi Sawah dengan Metode AMMI.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kep ada Bapak Ir. Bambang Sumantri dan Ibu Ir. Indahwati, M.Si selaku pembimbing, atas segala bimbingan dan sarannya selama penulisan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Departemen Statistika yang telah memberikan bekal dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua, kakak, adik, teman-teman statistika ’39 dan semua pihak yang selama ini telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena penulis sadar bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberi inspirasi-inspirasi baru dalam penelitian selanjutnya untuk kemajuan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kemanusiaan.

Bogor, Agustus 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………...….. ix

DAFTAR GAMBAR ………...………...ix

DAFTAR LAMPIRAN ..……….……... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang...1

Tujuan...1

TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah, Galur Harapan, dan Varietas Unggul ...………..1

Percobaan Multilokasi ……… ………1

Interaksi antara Genotipe dengan Lokasi...……….2

Konsep Kestabilan ...………..2

Transformasi Kuasa...2

Analisis Komponen Utama...3

Analisis AMMI ...3

BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian ...……….6

Metode Penelitian ... ...6

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif ………...7

Analisis Ragam Gabungan ...……….8

Analisis AMMI ....………..…………8

Interpretasi AMMI ... 9

Varietas Unggul...11

KESIMPULAN Kesimpulan….………..12

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel analisis ragam model A M MI ……….…….……….5

2. Kode genotipe ……….. ...6

3. Kode lokasi ...6

4. Analisis ragam gabungan...8

5. Kontribusi keragaman KUI ...8

6. Analisis ragam model AMMI ...8

7. Analisis ragam model AMMI2...9

DAFTAR GAMBAR

1. Contoh plot tidak ada interaksi...2

2. Contoh plot interaksi noncrossover...2

3. Contoh plot interaksi crossover...2

4. Diagram batang rata-rata bobot ubinan menurut genotipe...………...7

5. Diagram batang rata-rata bobot ubinan menurut genotipe dan lokasi……….………7

6. Plot interaksi antara genotipe dengan lokasi ...7

7. Plot antara rata-rata bobot ubinan dengan KUI1...9

8. Biplot AMMI2 ...10

9. Selang kepercayaan untuk genotipe ...10

10. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil pada tiga lokasi tanam ...10

11. Biplot AMMI2 dari segi genotipe ...11

12. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil (di atas rataan umum) dengan varietas pembanding (genotipe 9) di lokasi A (Banyuwangi) ...11

13. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil (di atas rataan umum) dengan varietas pembanding (genotipe 9) di lokasi B (Bojonegoro) ...12

14. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil (di atas rataan umum) dengan varietas pembanding (genotipe 9) di lokasi C (Nganjuk)...12

15. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil (di atas rataan umum) dengan varietas pembanding (genotipe 9)...12

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data asli bobot ubinan padi sawah untuk setiap genotipe dan lokasi ...………15

2. Rataan bobot ubinan padi per genotipe dengan lokasi ...1 6 3. Uji kehomogenan ragam dan kenormalan ...………...1 7 4. Tabel koefisien (a1i), ragam KUI1 (?1), ragam genotipe (var xi) dan korelasi (corr) antara peubah asal (genotipe) dengan KUI1...18

5. Tabel koefisien (a2i), ragam KUI2 (?2), ragam genotipe (var xi) dan korelasi (corr) antara peubah asal (genotipe) dengan KUI2...18

6. Skor komponen untuk genotipe dan lokasi hasil penguraian bilinier pengaruh matriks interaksi berdasarkan bobot ubinan padi...18

7. Diagram alur metode AMMI (Tahap I) ...………...19

(10)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan terhadap ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan produktivitas dan produksi padi yang merupakan bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi adalah menghasilkan dan mengembangkan varietas unggul padi yang mampu beradaptasi baik di semua tempat.

Sebelum dilepas sebagai varietas unggul, galur harapan padi perlu diuji di sejumlah lokasi untuk mendapatkan karakteristik keunggulannya. Pengujian sebaiknya dilakukan di berbagai lokasi (percobaan multilokasi) yang merupakan representasi dari lokasi target pengembangannya.

Keanekaragaman lokasi pengujian dapat menimbulkan interaksi antara pengaruh genotipe dengan lokasi (interaksi G x E), sehingga tampilan fenotipe dari suatu genotipe akan bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, stabilitas dan adaptabilitas genotipe merupakan kriteria utama yang menjadi dasar dalam pelepasan suatu varietas unggul.

Salah satu analisis statistika yang biasa digunakan untuk mengetahui gambaran stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe pada hasil percobaan multilokasi secara vis ual adalah AMMI (Additive Main Effect and Multiplicative Interaction). Metode ini merupakan gabungan antara analisis ragam bagi pengaruh utama perlakuan yang bersifat aditif dengan analisis komponen utama pada pengaruh interaksinya yang bersifat multiplikatif (Mattjik & Sumertajaya, 2002).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi genotipe padi yang stabil di berbagai lokasi percobaan, serta menentukan genotipe padi yang adaptif (spesifik) di lokasi tertentu.

2. Menyeleksi genotipe padi stabil yang memiliki peluang untuk dilepas sebagai varietas unggul.

TINJAUAN PUSTAKA

Padi Sawah, Galur Harapan, dan Varietas Unggul

Padi sawah adalah jenis tanaman padi yang ditanam secara basah dengan cukup air pada lahan sawah yang memiliki sistem irigasi. Yang dimaksud galur harapan adalah produk hasil seleksi pemuliaan tanaman yang memiliki satu atau lebih ciri yang dapat dibedakan secara jelas, dan tetap mempertahankan ciri-ciri khas ini jika direproduksi. Galur harapan dianggap mempunyai keunggulan dibandingkan dengan galur -galur lain hasil seleksi pemuliaan tanaman. Sedangkan varietas unggul merupakan galur-galur harapan hasil proses seleksi pemuliaan tanaman yang sudah teruji dan terpilih dalam pelepasan varietas (http://id.wikipedia.org) .

Percobaan Multilokasi

Percobaan multilokasi merupakan serangkaian percobaan yang serupa di beberapa lokasi yang mempunyai rancangan percobaan dan perlakuan yang sama. Model linear untuk percobaan multilokasi dengan genotipe sebagai perlakuan dan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) adalah sebagai berikut:

ijk ij j k(j) i

ijk µ a ? ß ( ) e

y = + + + +αβ +

ijk

y = respon dari genotipe ke-i pada

lokasi ke-j dalam kelompok ke-k

µ = nilai rata-rata umum

i

a = pengaruh genotipe ke-i, i=1,2,…,g

k(j)

? = pengaruh kelompok ke-k tersarang

pada lokasi ke-j, k=1,2,…,r

j

ß = pengaruh lokasi ke-j, j=1,2 ,…,l

ij )

(αβ = penga ruh interaksi antara genotipe

ke-i dengan lokasi ke-j

ijk

e = pengaruh galat dari genotipe ke-i

dalam kelompok ke-k yang dilakukan di lokasi ke-j

(11)

2

Interaksi antara Genotipe dengan Lokasi

Interaksi antara genotipe dengan lokasi adalah keragaman yang disebabkan oleh efek gabungan dari genotipe dan lokasi (Dickerson, 1962 dalamKang 2002).

Interaksi antara genotipe dengan lokasi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: interaksi crossover dan non-crossover. Perbedaan resp on dari genotipe-genotipe pada lokasi yang berbeda merujuk pada interaksi

crossover dimana posisi genotipe berubah dari satu lokasi ke lokasi lain. Ciri utama dari interaksi crossover adalah perpotongan garis yang dapat dilihat pada grafik. Interaksi non-crossover menggambarkan perubahan pada ukuran dari penampilan genotipe (kuantitatif), tapi urutan posisi genotipe terhadap lokasi tetap tidak berubah, artinya genotipe yang unggul di suatu lokasi dapat mempertahankan keunggulannya di lokasi lain.

Gambar 1. Contoh plot tidak ada interaksi

Gambar 2. Contoh plot interaksi noncrossover

Gambar 3. Contoh plot interaksi crossover

Konsep Kestabilan

Ada dua konsep tentang kestabilan, yaitu

static dan dynamic. Konsep kestabilan static

ini juga dikenal sebagai konsep kestabilan

biological (Becker, 1981 dalam Kang 2002), dimana konsep ini sesuai dengan konsep kestabilan tipe 1 dan tipe 3 yang diusulkan oleh Lin et al. (1986). Kestabilan dynamic

juga dikenal sebagai konsep kestabilan

agronomic (Becker, 1981 dalam Kang 2002), dimana konsep ini sesuai dengan konsep kestabilan tipe 2 yang diusulkan oleh Lin et al. (1986).

Lin et al. (1986 dalam Kang 2002) mendefinisikan empat tipe konsep tentang kestabilan. Tipe 1, suatu genotipe dikatakan stabil jika responnya dari satu lokasi ke lokasi lain mempunyai ragam yang kecil. Tipe 2, suatu genotipe dikatakan stabil jika responnya terhadap bermacam lokasi sejajar dengan rataan umum res pon dari semua genotip uji di setiap lokasi. Tipe 3, suatu genotipe dikatakan stabil jika kuadrat tengah simpangan dari model regresi respon genotipe terhadap indeks lokasi kecil. Kestabilan tipe 4 diusulkan atas dasar keragaman non -genetic yaitu

predictable dan non-predictable: komponen

predictable berhubungan dengan lokasi dan komponen non-predictable berhubungan dengan tahun.

Transformasi Kuasa

Box dan Cox (dalam Neter et al. 1990) telah mengembangkan prosedur pemilihan transformasi dari suatu peubah Y. Prosedur ini berguna untuk memperbaiki kemenjuluran sebaran dari galat, ragam galat yang tidak homogen, dan ketidaklinieran persamaan regresi. Transformasi kuasa berbentuk Y’ = Y?, dimana ? adalah parameter yang ditentukan dari data.

Kriteria untuk menentukan ? yang sesuai adalah dengan menemukan nilai ? yang meminimumkan jumlah kuadrat galat berdasarkan transformasi yang dilakukan. Caranya adalah dengan menentukan nilai ?, lalu hitung jumlah kuadrat galat dari setiap transformasi yang dibentuk. Nilai ? yang jumlah kuadrat galatnya terkecil adalah ? yang sesuai untuk transformasi suatu peubah Y.

1 2

A B

Genotipe R

e s p o n

Lokasi

1 2

A B

Genotipe R

e s p o n

Lokasi

1 2

A B

Genotipe R

e s p o n

(12)

3

Analisis Komponen Utama

M isalkan pada suatu peubah acak

(

?1,?2,...,?n

)

yang terdiri dari p peubah

yang mengikuti sebaran peubah ganda tertentu dengan vektor nilai tengah µ dan matriks peragam S atau matriks korelasi R. Kedua matriks tersebut berguna dalam penghitungan akar ciri (?j) dan vektor ciri (aj).

Dari P buah peubah asal dapat diturunkan koefisien buah komponen utam untuk menerangkan komponen total sistem dan sering kali keragaman total itu dapat diterangkan secara memuaskan oleh sejumlah kecil komponen utama, misalkan k buah komponen utama dimana k < p.

Jadi analisis komponen utam pada prinsipnya bertujuan mereduksi dimensi peubah asal yang telah ditransformasikan kepeubah baru dan menginterpretasikannya. Komponen utama ke–j dari contoh pengamatan berdimensi p peubah adalah merupakan kombinasi linear dari peubah asal yang dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut : j pj 2 2i 1 1i

i a x a x ... a x

W = + + +

Matriks peragam S digunakan bila semua peubah yang diamati diukur dalam satuan pengukuran yang sama, tetapi bila peubah yang diamati mempunyai satuan pengukuran yang berbeda perlu dibakukan dalam peubah baku sebagai berikut :

p p p p s µ X

Z = −

Sehingga komponen utama ke-j dari contoh pengamatan berdimensi p peubah baku adalah merupakan kombinasi linear dari peubah baku sebagai berikut :

j pj 2 2j 1 1j

j a z a z ... a z

W = + + +

Untuk peubah yang memiliki satuan pengukuran yang tidak sama maka komponen utama diturunkan dari matriks korelasi R.

Untuk mengukur keeratan hubungan antara peubah asal dengan komponen utama dapat dilihat melalui besarnya koefisien korelasi antara peubah asal dengan komponen utama itu, bila komponen utama diturunkan dari matriks korelasi R maka koefisien korelasi antara peubah baku ke-i denga n komponen utama ke-j dihitung dengan :

j ij

zy a ?

r 1 =

Sedangkan bila komponen utama diturunkan dari matriks peragam S maka koefisien

korelasi antara peubah baku ke-i dengan komponen utama ke-j dihitung dengan:

) var(x ? a r i j ij

zy1 =

Analisis komponen utama dapat dijadikan tahap antara dalam penelitian yang bersifat lebih besar. Untuk tujuan analisis lanjutan, misalnya analisis regresi komponen utama, dihitung skor komponen utama dari setiap objek pengamatan (Sartono et al, 2003).

Analisis AMMI

Analisis AMMI merupakan gabungan dari analisis ragam pada pengaruh aditif dengan analisis komponen utama pada pengaruh multiplikatif. Pengaruh multiplikatif diperoleh dari penguraian interaksi antara genotipe dengan lokasi menjadi komponen utama interaksi (KUI). Interpretasi analisis AMMI menggunakan biplot.

Tiga tujuan utama analisis AMMIadalah (Crossa, 1990):

1. Sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang tepat.

2. Menjelaskan interaksi antara genotipe dengan lokasi.

3. Meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi antara genotipe dengan lokasi. Pada analisis ragam model AMMI komponen interaksi genotipe dengan lokasi diuraikan menjadi m buah KUI dan komponen sisaan.

Pemodelan Analisis AMMI

Langkah awal untuk memulai analisis AMMI adalah melihat pengaruh aditif genotipe dan lokasi masing-masing menggunakan analisis ragam dan kemudian dibuat bentuk multiplikatif interaksi ant ara genotipe dengan lokasi menggunakan analisis komponen utama. Bentuk multiplikatif diperoleh dari penguraian interaksi antara genotipe dengan lokasi menjadi komponen utama interaksi (KUI). Penguraian pengaruh interaksi antara genotipe dengan lokasi mengikuti persamaan sebagai:

ij d jm s im v m ? .... j1 s i1 v 1 ? ij ) (αβ = + + + ij d jn s in v n ? m

n∑= +

=

1

dengan:

(13)

4

sehingga persamaan model linear percobaan

multilokasi dengan analisis AMMI menjadi:

dengan:

ijk

y = respon dari genotipe ke-i pada lokasi

ke-j dalam kelompok ke-k

µ = nilai rata-rata umum

i

a = pengaruh genotipe ke-i, i=1,2,…,g

k(j)

? = pengaruh kelompok ke-k tersarang

pada lokasi ke-j, k=1,2 ,…,r

j

ß = pengaruh lokasi ke-j, j=1,2,…,l

n

? = nilai singular untuk komponen

bilinier ke-n, ?1?2...?m

in

v = pengaruh ganda genotipe ke-i

melalui komponen bilinier ke-n

jn

s = pengaruh ganda lokasi ke -j melalui

komponen bilinier ke -n

ij

d = sisaan dari pemodelan linier

ijk

e = pengaruh galat dari genotipe ke-i

dalam kelompok ke-k yang dilakukan di lokasi ke-j

n = banyaknya KUI yang dipertahankan dalam model

Perhitungan Jumlah Kuadrat

Pengaruh aditif genotipe dan lokasi dihitung sebagaimana umumnya pada analisis ragam, tetapi berdasarkan pada data rataan per genotipe dengan lokasi. Pengaruh ganda genotipe dan lokasi pada interaksi diduga dengan

... .j. i.. ij.

ij y y y y

z = − − +

sehingga jumlah kuadrat interaksi dapat diturunkan sebagai berikut:

(

)

teras(zz') r y y y y r z r

JK(GE) ij. i.. .j. ...2

i.j 2 ij = + − − = =

Berdasarkan teorema pada aljabar matriks bahwa teras dari suatu matriks sama dengan jumlah seluruh akar ciri matriks tersebut,

(

)

=

i i

n

nA

tr λ , maka jumlah kuadrat untuk

pengaruh interaksi komponen ke-n adalah akar ciri ke-n pada pemodelan bilinier tersebut

( )

λn , jika analisis ragam dilakukan

terhadap rataan per genotipe dengan lokasi.

Jika analisis ragam dilakukan terhadap data sebenarnya maka jumlah kuadratnya adalah banyak ulangan kali akar ciri ke-n

( )

rλn . Pengujian masing-masing komponen ini dilakukan dengan membandingkannya terhadap kuadrat tengah galat gabungan.

Penguraian Nilai Singular

Penguraian nilai singular matriks dugaan pengaruh interaksi digunakan untuk menduga pengaruh interaksi genotipe dengan lokasi. Penguraian dilakukan dengan memodelkan matriks tersebut sebagai perkalian matriks :

Z = U L A’

Dengan Z adalah matriks data terpusat, berukuran g x l; L adalah matriks diagonal akar dari akar ciri positif bukan nol dari Z’Z, D( λn) berukuran m x m disebut sebagai nilai singular. Kolom-kolom matriks A={a1,a2, ...,an} adalah vektor ciri-vektor ciri

dari matriks Z’Z, A dan U merupakan matriks ortonormal (A’A=U’U=Ir); sedangkan U

dirumuskan sebagai :

U = Z A L- 1

Nilai Komponen AMMI

Pengaruh ganda genotipe ke-i diduga melalui unsur-unsur matriks A pada baris ke-i

kolom ke-n, sedangkan penduga dari pengaruh ganda lokasi ke-j adalah elemen matriks U pada baris ke-j kolom ke-n dengan kendala ∑vin2=∑s2jn=1 untuk n = 1,2….,m

dan 0

'

'=∑ =

jn s j jns in

v

i inv untuk n

n

.

Unsur-unsur diagonal matriks L merupakan penduga untuk ?n.

Skor komponen ke -n untuk genotipe ke-i

adalah ?nkvin dan untuk lokasi ke-j adalah

jn s n

?1−k . Penduga untuk interaksi antara

genotipe dengan lokasi diperoleh dari perkalian nilai komponen genotipe dan nilai komponen lokasi. Dengan mendefinisikan

k

L (0

k

1

) sebagai matriks diagonal yang unsur -unsur diagonalnya berupa elemen-elemen matriks L dipangkatkan k. Demikian juga untuk matriks L1−k dan G =ULk serta

k 1 AL

H= − , maka hasil penguraian nilai singular dapat ditulis dalam bentuk :

' GH Z= ijk e ij d jn s in v m n j ß k(j) ? i a µ ijk

y?n + +

(14)

5

Sehingga dugaan nilai komponen untuk

genotipe adalah kolom-kolom matriks G dan dugaan nilai komponen untuk lokasi adalah kolom-kolom matriks H. Nilai k yang digunakan pada analisis AMMI adalah ½.

Penentuan Banyaknya Komponen AMMI

Metode yang digunakan untuk menentukan banyaknya Komponen Utama Interaksi (KUI) yang dipertahankan dalam model AMMI (Gauch, 1988 dalam Mattjik 2000) yaitu :

1. Metode Keberhasilan Total (postdictive success)

Metode ini berhubungan dengan kemampuan suatu model tereduksi untuk menduga data yang digunakan dalam membangun model tersebut.

Sedangkan banyaknya komponen AMMI sesuai dengan banyaknya sumbu KUI yang nyata pada uji-F analisis ragam. Untuk sumbu KUI yang tidak nyata digabungkan dengan sisaan. Metode ini diusulkan oleh Gollob (1986) yang selanjutny a direkomendasikan oleh Gauch (1988). Tabel analisis AMMI merupakan perluasan dari tabel penguraian jumlah kuadrat pengaruh interaksi menjadi beberapa jumlah kuadrat KUI.

Tabel 1. Tabel analisis ragam model AMMI

Sumber D b JK

Lokasi l-1 JKL

Blok(Lok.) l(r-1) JKB

Genotipe g-1 JKGen

Gen*Lok . (l-1)(g-1) JK(L*G) KUI-1 g+l-1-2(1) JKKUI-1 KUI-2 g+l-1-2(2) JKKUI-2 ... ... ... KUI-m g+l-1-2(m) JKKUI-m Sisaan Pengurangan JKSisaan Galat gab. l(g-1)(r -1) JKG Total lgr-1

2. Metode Keberhasilan Ramalan (predictive success)

Metode ini berhubungan dengan kemampuan suatu model dugaan untuk memprediksi data lain yang sejenis tetapi tidak digunakan dalam membangun model tersebut (data validasi).

Penentuan banyaknya sumbu komponen utama dilakukan dengan validasi silang yaitu membagi data menjadi dua kelompok, satu kelompok untuk membangun model dan kelompok lain dipakai untuk validasi

(menentukan kuadrat selisih). Teknik ini dilakukan berulang-ulang, pada tiap ulangan dibangu n model dengan sumbu komponen utama. Banyaknya KUI terbaik adalah model dengan rataan akar kuadrat tengah sisaan (root means square different= RMSPD) terkecil.

(

)

l g x x RMSPD g i l j ij ij . ˆ 1 1 2

∑ ∑

= = − = dengan: ij

xˆ

: nilai dugaan dari model

ij

?

: nilai amatan untuk data validasi

g : banyaknya genotipe

l : banyaknya lokasi

Kesesuaian model

Kesesuaian model dilihat dari RMS (Root Mean Square) sisaan yaitu rata-rata simpangan yang tidak dapat diterangkan oleh model. RMS sisaan dapat dirumuskan sebagai berikut (Gauch, 1992 dalam Mattjik 2000):

amatan banyak

JKSisaan RMSsisaan =

Koefisien keragaman dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

= ×100%

umum rataan

RMS

KK sisaan

Model yang sesuai adalah model dengan nilai KK kurang dari 5%.

Interpretasi Model AMMI

Pemodelan bilinier diinterpretasikan dengan menggunakan biplot AMMI1 (plot antara pengaruh utama dengan skor KUI1). Jika KUI2 nyata maka dapat dilanjutkan dengan biplot AMMI2 (plot antara KUI1 dan KUI2).

(15)

6

Untuk mengetahui genotipe yang memiliki

respon tertinggi di tiap-tiap lokasi, digunakan poligon dengan cara menghubungkan genotipe-genotipe terjauh dari titik pusat, lalu dibuat garis tegak lurus terhadap sisi poligon untuk membagi poligon menjadi beberapa kuadran. Respon terbesar untuk lokasi di kuadran yang sama diperlihatkan dengan genotip yang menjadi titik sudut poligon (Yan & Hunt, 2002).

Kestabilan genotipe diuji dengan pendekatan selang kepercayaan sebaran normal ganda yang berbentuk ellips pada skor KUI-nya. Jika koordinat suatu genotipe semakin dekat dengan pusat koordinatnya berarti genotipe tersebut semakin stabil terhadap perubahan lokasi. Ellips dibuat dari titik pusat (0,0) , dengan panjang jari-jari ellips dapat diukur sebagai berikut (Johnson & Wichern, 2002):

( )

( ) ( ) i

i Fp,n pa e

p n n 1 n p − − − ± λ dengan :

p = banyaknya peubah n = banyaknya amatan

i

? = akar ciri ke-i dari matriks koragam (S) skor komponen genotipe

i

e = vektor ciri ke-i dari matriks koragam (S) skor komponen genotipe ( )α −p n , p

F = nilai sebaran F dengan db1=p

dan db2=n-p pada taraf

a

=5 %

BAHAN DAN METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder tentang bobot ubinan padi sawah dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur di Malang. Genotipe padi sawah yang diuji sebanyak 12 buah terdiri dari 11 galur harapan dan 1 varietas pembanding (IR 64) yang dievaluasi pada 3 lokasi. Rancangan percobaan yang digunakan disetiap lokasi adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK dan diberikan dalam bentuk Urea, SP-36, dan KCL dengan dosis masing-masing sebesar 250 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100 kg/ha.

Tabel 2. Kode genotipe

Kode Genotipe

1 S4814F 2 S3459F

3 S3382

4 BP50+

5 BP1072

6 BP154 7 Cibogo 8 Gilirang

9 IR64

10 Fatmawati

11 BP123B

12 Japonica

Tabel 3. Kod e lokasi

Kode Lokasi

A Banyuwangi

B Bojonegoro

C Nganjuk

Metode Penelitian

Algoritma analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Melakukan analisis statistika deskriptif menggunakan diagram batang dan plot interaksi. Analisis awal ini untuk mengetahui perbandingan rata-rata hasil bobot ubinan untuk masing-masing genotipe dan masing-masing lokasi serta untuk mengetahui interaksi antara faktor genotipe dengan lokasi secara visual. 2. Melakukan Analisis Ragam Gabungan

(Composite ANOVA) untuk mengetahui keefektifan pengaruh utama dan mengetahui interaksi antara faktor genotipe dengan lokasi berdasarkan pengujian formal.

3. Melakukan analisis AMMI untuk menguraikan pengaruh interaksi menjadi komponen-komponen utama interaksi (KUI). Analisis ini menghasil kan model AMMI untuk menduga pengaruh interaksi antara genotipe dengan lokasi. Dan Biplot AMMI untuk mengklasifikasikan stabilitas dan adaptabilitas genotipe.

Pengklasifikasian stabilitas genotipe berdasarkan biplot AMMI dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Tarik garis kontur dari lokasi atau genotipe terluar.

(16)

7

c. Buat daerah selang kepercayaan 95%

(ellips) pada titik pusat dan setiap lokasi terluar.

d. Genotipe-genotipe yang stabil adalah genotipe-genotipe yang berada dalam selang kepercayaan ganda 95% pada titik pusat.

e. Genotipe-genotipe yang spesifik lokasi adalah genotipe-genotipe yang berada dalam selang kepercayaan ganda 95% pada masing-masing lokasi terluar.

4. Melakukan uji lanjut (perbandingan rata-rata) antara galur harapan (genotipe) stabil yang dihasilkan dengan varietas IR64 sebagai pembanding. Untuk menyeleksi genotipe stabil yang memiliki peluang untuk dilepas sebagai varietas unggul.

Alat yang digunakan untuk membantu analisis ini adalah beberapa perangkat lunak , yaitu Microsoft Excel, Minitab 14.12.0, dan

SAS version 8.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif

Dari nilai rata-rata bobot ubinan padi sawah, ada tujuh genotipe yang mempunyai rataan lebih tinggi dari rataan umum (5.631 K g) yaitu genotipe 1 (S4814F), 2 (S3459F), 4 (BP50+), 6 (BP154), 7 (Cibogo), 8 (Gilirang), dan 11 (BP123B) (Gambar 4). Deskripsi rataan bobot ubinan padi untuk per genotipe dengan lokasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

R a ta -r a ta B o b o t U b in a n

r ata an u

mum 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 7 6 5 4 3 2 1 0

5.914 5.892 6. 041

4.303 5.631 5. 623 5.685

5.237 6.845

5.922 6. 221 5.210

4.682

Gen oti pe

Gambar 4. Diagram batang rata-rata bobot ubinan menurut genot ipe

Pada Gambar 4 terlihat genotipe 12 (Japonica) merupakan genotipe dengan bobot ubinan paling rendah (4.303 K g), sedangkan genotipe 6 (BP154) memiliki rata-rata bobot ubinan paling tinggi (6.845 Kg).

1

2 3 4 5 6

7 8 9 10 11 12 A B C 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000

Rata-rata Bobot Ubinan

Genotipe

Lokasi

ABC

Gambar 5. Diagram batang rata-rata bobot ubinan menurut genotipe dan lokasi

Gambar 5 memperlihatkan bahwa berdasarkan lokasi tanam, genotipe-genotipe yang ditanam di Banyuwangi (A) dan Bojonegoro (B) umumnya mempuny ai rata-rata bobot ubinan lebih tinggi dibandingkan jika ditanam di lokasi Nganjuk (C). Yang berarti genotipe-genotipe yang ditanam di lokasi Nganjuk (C) umumnya mempunyai rata-rata bobot ubinan paling rendah.

Geno tif R a t a -ra t a b o b o t u b in a n 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 10 9 8 7 6 5 4 3 Lo kasi Ngan juk B anyu wang i B ojo nego ro

Gambar 6. Plot interaksi antara genotipe dengan lokasi

(17)

8

Analisis Ragam Gabungan

Analisis ragam pada data gabungan dari tiga lokasi dibuat dengan tujuan untuk mengetahui interaksi antara genotipe dengan lokasi. Pengujian asumsi-asumsi analisis ragam diperlukan agar hasil uji-F pada analisis ragam dapat digunakan secara sah.

Pengujian asumsi kenormalan dan kehomogenan ragam galat pada data asli tidak terpenuhi, maka dilakukan transformasi kuasa pada data asli. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai ? yang sesuai adalah -0.5. Sehingga data gabungan yang digunakan merupakan data transformasi Y-0.5 dari data asli, terlihat asumsi kehomogenan ragam galat pada dat a transformasi sudah terpenuhi (Lampiran 3).

Hasil analisis ragam gabungan yang ditampilkan pada Tabel 4, memperlihatkan bahwa semua pengaruh utama yaitu genotipe dan lokasi serta pengaruh interaksi genotipe dengan lokasi nyata. Pengaruh utama yang nyata menunjukkan bahwa jenis genotipe atau lokasi tempat tumbuh sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot ubinan padi, sedangkan pengaruh interaksi yang nyata menggambarkan adanya karakteristik genotipe yang berlainan pada lokasi tanam yang berbeda.

Tabel 4. Analisis ragam gabungan

SK Db JK KT P

Lokasi 2 0.232819 0.116410 0.000 Blok(Lok) 6 0.004629 0.000772 0.070 Genotipe 11 0.094212 0.008565 0.000 Lok*Gen 22 0.079424 0.003610 0.000 Galat 66 0.024753 0.000375 Total 107 0.435837

Pada Tabel 4, sumbangan keragaman yang diberikan oleh masing-masing pengaruh terhadap pertumbuhan bobot padi secara berurutan dari yang terbesar sampai terkecil adalah pengaruh lokasi, genotipe, dan interaksi lokasi dengan genotipe. Walaupun pengaruh interaksi memberikan sumbangan keragaman terkecil, tetapi terlihat pengaruh interaksi bersifat nyata.

Analisis AMMI

Penguraian nilai singular terhadap matriks dugaan pengaruh interaksi menghasilkan empat nilai singular bukan nol yaitu 0.144 402, 0.075431, 1.922E-16, dan 1.761E-23. Skor komponen untuk genotipe (matriks G) dan lokasi (matriks H) disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 5. Kontribusi keragaman KUI KUI K e- Nilai Singular Akar Ciri Prop (%) Kum (%) 1 0.144218 0.020799 78.56 78.56 2 0.075337 0.005676 21.44 100 3 1.922E-16 3.69E-32 1E-28 100 4 1.76E-23 3.1E-46 1E-42 100

Dari empat nilai singular tersebut maka jumlah komponen utama interaksi yang perlu dip ertimbangkan untuk membangun model AMMI adalah empat komponen yaitu KUI1, KUI2, KUI3, dan KUI4 . Sedangkan total kontribusi keragaman interaksi yang dapat diterangkan oleh KUI1 dan KUI2 mendekati 100% . Proporsi keragaman interaksi yang dapat diterangkan oleh KUI3 dan KUI4 masing-masing terlihat sangat kecil (Tabel 5).

Tabel 6. Analisis ragam m odel AMMI

SK Db JK KT P

Lokasi 2 0.232819 0.116410 0.000 Blok(Lok) 6 0.004629 0.000772 0.070 Genotipe 11 0.094212 0.008565 0.000 Lok*Gen 22 0.079424 0.003610 0.000 KUI1 12 0.062397 0.005199 0.000 KUI2 10 0.017027 0.001703 0.000 KUI3 8 1.11E-31 1.39E-32 >0.05 KUI4 6 9.30E-46 1.55E-46 >0.05 Galat 66 0.024753 0.000375 Total 107 0.435837

Berdasarkan metode keberhasilan total (postdic tive success) yaitu KUI yang nyata pada uji-F analisis ragam, banyaknya KUI yang nyata pada taraf 5% dari Tabel 6 adalah dua KUI yaitu KUI1 dan KUI2, maka KUI yang akan dipertahankan dalam model AMMI adalah KUI1 dan KUI2. Sehingga model AMMI dapat diduga dengan model AMMI2. Kontribusi kedua KUI yang nyata pada taraf 5% terhadap JK interaksi mendekati 100%. Artinya kedua KUI yang digunakan pada model AMMI dalam menduga respon interaksi antara genotipe dengan lokasi memiliki keakuratan tinggi. Keakuratan dugaan respon terjadi karena hanya sedikit KUI yang nyata. Model AMMI2 dapat ditulis sebagai berikut:

(18)

9

Tabel 7. Analisis ragam model AMMI2

SK Db JK KT P

Lokasi 2 0.232819 0.116410 0.000 Blok(Lok) 6 0.004629 0.000772 0.070 Genotipe 11 0.094212 0.008565 0.000 Lok*Gen 22 0.079424 0.003610 0.000 KUI1 12 0.062397 0.005199 0.000 KUI2 10 0.017027 0.001703 0.000 Sisaan 14 1.11E-31 1.39E -32 Galat 66 0.024753 0.000375 Total 107 0.435837

Pada analisis ragam model AMMI2 (Tabel 7), KUI yang tidak nyata yaitu KUI 3 dan KUI4 dimasukkan kedalam sisaan. Dilihat dari tingkat kesesuaian model, model AMMI2 mengh asilkan nilai RMS sisaan mendekati 0% dari rataan umum. Hasil ini menunjukkan bahwa model AMMI2 sangat baik karena nilai RMS sisaannya kurang dari 5%.

Berdasarkan Lampiran 4, peubah asal (genotipe) yang memiliki kontribusi paling besar pada KUI1 adalah genotipe 7, karena genotipe 7 mempunyai koefisien (aji) yang paling besar dibandingkan dengan koefisien genotipe yang lain. Sedangkan genotipe 10 adalah genotipe yang memiliki kontribusi paling kecil pada KUI1.

Pada sumbu KUI1, genotipe 7 yang berkontribusi paling besar pada KUI1 akan terplot pada posisi tertinggi , sebaliknya genotipe 10 yang berkontribusi paling kecil pada KUI1 akan terplot pada posisi terendah. Persamaan KUI1 dapat ditulis :

KUI1 = 0.0909 g1 – 0.035 g2 + 0.1842 g3 + 0.0003 g4 + 0.2464 g5 – 0.1054 g6 + 0.457 g7 – 0.031 g8 – 0.0697 g9

0.7038 g10 + 0.2781 g11 – 0.3122 g12

KUI1 dapat diinterpretasikan sebagai kontras (selisih) antara genotipe (1, 3, 4, 5, 7, dan 11) dengan genotipe (2, 6, 8, 9, 10, dan 12).

Dari Lampiran 5, terlihat genotipe yang berkontribusi paling besar adalah genotipe 4. Genotipe 4 memiliki koefisien (aji) dan

korelasi (corr) dengan KUI2 dengan nilai terbesar. Sebaliknya, karena genotipe 5 memiliki nilai tekecil pada koefisien (aji) dan korelasi (corr) dengan KUI2, maka genotipe 5 memiliki kontribusi yang paling kecil terhadap KUI2.

Genotipe 4 yang berkontribusi paling besar pada KUI2, akan terplot pada posisi tertinggi pada sumbu KUI2. Sedangkan genotipe 5 yang berkontribusi paling kecil pada KUI2, akan terplot pada posisi terendah pada sumbu KUI2.

KUI2 = -0.0747 g1 + 0.084 g2 – 0.2931 g3 + 0.7186 g4 – 0.3866 g5 + 0.2016 g6 +

0.2571 g7 + 0.0524 g8 – 0.2385 g9

0.1658 g10 – 0.1993 g11 + 0.0442 g1 2

Informasi yang terdapat pada KUI2 yaitu bahwa KUI2 merupakan kontras (selisih) antara genotipe (1, 3, 5, 9, 10, dan 11) dengan genotipe (2, 4, 6, 7, 8, dan 12).

Interpretasi AMMI

Plot antara rata-rata bobot ubinan dengan KUI1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lokasi yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lokasi pada sumbu KUI1.

9 1 2 3 4 5 6 7 8 10 1 1 12 A B C -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

3 4 5 6 7 8

Rata-rata Bobot Ubinan

KUI1

Gambar 7. Plot antara rata-rata bobot ubinan dengan KUI1

Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama, demikian juga untuk lokasi.

Hasil pada Gambar 7 menunjukkan bahwa genotipe 6 mempunyai rata-rata bobot ubinan tertinggi, s edangkan genotipe 12 mempunyai rata-rata bobot ubinan terendah. Untuk lokasi yang menghasilkan bobot terendah adalah lokasi C, s edangkan lokasi B menghasilkan bobot tertinggi.

Dari Gambar 7 terlihat genotipe 1 dan 7 mempunyai pengaruh utama yang sama tetapi mempunyai pengaruh interaksi yang berbeda, demikian juga untuk genotipe 5 dan 9. Sedangkan genotipe 2 dan 8 memiliki pengaruh interaksi yang sama tetapi memiliki pengaruh utama yang berbed a.

(19)

10

Interaksi genotipe dengan lokasi dapat

bersifat positif atau negatif. Interaksi positif terjadi jika nilai KUI1 mempunyai tanda yang sama, dan jika mempunyai tanda yang berbeda berarti terjadi interaksi negatif. Genotipe 1, 3, 4, 5, 7, dan 11 berinteraksi positif dengan lokasi B; s edangkan genotipe 2, 6, 8, 9, 10, dan 12 berinteraksi positif dengan lokasi A dan C (Gambar 7).

Untuk menggambarkan struktur interaksi antara genotipe dan lokasi dapat dilihat dari biplot AMMI2 yaitu biplot antara skor KUI1 dengan skor KUI2. Hasil biplot ini dapat menggambarkan keragaman interaksi yang mendekati 100%. Sehingga biplot yang dimodelkan akan memberikan penyajian yang baik mengenai informasi-informasi yang terdapat pada data sebenarnya. Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa lokasi C memiliki keragaman yang relatif kecil, ditunjukkan dengan vektor (garis dari titik pusat) yang lebih pendek, s ehingga lokasi C adalah lokasi yang baik untuk pertumbuhan semua genotipe. Sedangkan lokasi B adalah lokasi yang kurang baik untuk pertumbuhan semua genotipe, karena memiliki keragaman yang relatif besar. C B A 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2

-0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3

Gambar 8. Biplot AMMI2

Pemilihan genotipe yang stabil dilakukan dengan membuat selang kepercayaan normal ganda. Perhitungan selang kepercayaan normal ganda pada taraf

a

= 0.05 menghasilkan ellips dengan jari-jari panjang 0.099 dan jari-jari pendek 0.072 (Gambar 9).

Nilai Interaksi Genotipe

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 12 -0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

-0.30 -0.25 -0.20 -0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

KUI1 Genotipe

KUI2 Genotipe

Gambar 9. Selang kepercayaan untuk genotipe

Genotipe yang terlet ak di dalam ellips pada Gambar 9 menunjukkan bahwa gentipe tersebut stabil. Genotipe yang letaknya paling dekat dengan titik pusat (0,0) menunjukkan genotipe tersebut paling stabil dibandingkan genotipe yang letaknya jauh dari titik pusat. Sedangkan genotipe yang letaknya dekat dengan garis ellips berarti genotipe tersebut kurang stabil.

Dari G ambar 9 terdapat lima genotipe stabil yaitu genotipe 1, 2, 6, 8, dan 9. Dilihat dari rata-rata bobot ubinan, rata-rata genotipe 9 yang hanya berada di bawah rataan umum. G enotipe 6 dan 9 termasuk genotipe yang kurang stabil, karena terletak dekat dengan garis ellips. Genotipe 1 lebih stabil daripada genotipe 6 dan 9. Sedangkan genotipe 2 dan 8 adalah genotipe yang nilai kestabilannya paling tinggi. Genotipe– genotipe yang stabil dan memiliki rata-rata bobot ubinan di atas rataan umum memiliki peluang untuk dilepas sebagai varietas unggul.

Stabilnya genotipe 1, 2, 6, 8, dan 9 juga dapat dilihat dari nilai rata-rata bobot ubinan kelima genotipe tersebut pada setiap lokasi. Pada Gambar 10, nampak bahwa pola perubahan rata-rata bobot ubinan kelima genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon setiap lokasi. Disamping itu, kelima genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata di sekitar rata-rata-rata-rata lokasi tanam, kecuali genotipe 6 pada lokasi B yang agak menyimpang dari rat a-rata lokasi. Hal ini terjadi karena genotipe 6 memiliki nilai kestabilan yang rendah.

3 4 5 6 7 8 9 10

Banyuwangi [A] Bojonegoro [B] Nganjuk [C]

Lokasi

Mean Bobot Ubinan (Kg)

1 2 6 8 9 Rataan Lokasi

Gambar 10. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil pada tiga lokasi tanam

(20)

11

paling besar jika dibandingkan dengan lokasi

yang lain, demikian juga interaksi lokasi dengan genotipe tersebut juga terbesar jika

dibandingkan dengan genotipe yang lain.

Genotipe yang berinteraksi khas dikatakan tidak stabil dan biasa disebut sebagai genotipe spesifik.

C

B

A

12

11 10

9 8

7 6

5 4

3 2

1

-0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2

-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

KUI1 (78.56 %)

KUI2 (21.44 %)

Gambar 11. Biplot AMMI2 dari segi genotipe

Gambar 11 menunjukkan genotipe yang spesifik adalah genotipe-genotipe yang berada dalam satu kuadran dengan lokasi terluar tetapi berada di luar daerah ellips genotipe stabil. Genotipe-genotipe yang spesifik pada lokasi tertentu yaitu genotipe 3, 5, 7, dan 11 spesifik pada lokasi B; genotipe 4 spesifik pada lokasi C; dan genotipe 10 dan 12 spesifik pada lokasi A.

Varietas Unggul

Penentuan genotipe yang memiliki peluang untuk dilepas sebagai varietas unggul dilakukan berdasarkan genotipe-genotipe stabil yang diperoleh dari hasil analisis AMMI dengan konsep biplot AMMI. Genotipe stabil yang berpeluang untuk dilepas sebagai varietas unggul adalah genotip e-genotipe yang memiliki rata-rata bobot ubinan di atas rataan umum (5.631 Kg). Genotipe yang stabil dan memiliki rata-rata di atas rataan umum kemudian dibandingkan dengan varietas pembanding yaitu varietas IR64 (genotipe 9). Hal dasar yang menjadi perbandingan adalah rata-rata bobot ubinan yang dihasilkan. Jika rata-rata bobot ubinan yang dimiliki genotipe stabil lebih tinggi dari rata-rata bobot ubinan varietas pembanding, maka genotipe stabil

tersebut memiliki peluang untuk dilepas sebagai varietas unggul.

Genotipe stabil yang memiliki rata-rata di atas rataan umum berdasarkan hasil

analisis AMMI adalah genotipe 1 (S4814F), 2 (S3459F), 6 (BP154), dan 8

(Gilirang).

R

a

ta

-r

a

t

a

b

o

b

o

t

u

b

in

a

n

9 8 6 2 1 7

6

5

4

3

2

1

0

6.133 6.017

6.717 6.317

4.967

Geno tipe

Lokasi A ( Banyuwa ngi)

Gambar 12. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil (di atas rataan umum) dengan varietas pembanding (genotipe 9) di lokasi A (Banyuwangi)

(21)

12

R a ta -r a t a b o b o t u b in a n 9 8 6 2 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7.192 7.493 9.386 7.931 6.580 Ge notipe

Lokasi B ( Bojon egoro)

Gambar 13. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil (di atas rataan umum) dengan varietas pembanding (genotipe 9) di lokasi B (Bojonegoro)

Pada lokasi B (Bojonegoro), genotipe 1, 2, 6, dan 8 terlihat memiliki rata-rata bobot ubinan jauh lebih tinggi daripada rata-rata bobot ubinan genotipe 9 (Gambar 13).

R a ta -r a t a b o b o t u b in a n 9 8 6 2 1 5 4 3 2 1 0 4.417 4.167 4.433 4.417 4.083 Genot ipe

Lo kasi C (Nganj uk)

Gambar 14. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil (di atas rataan umum) dengan varietas pembanding (genotipe 9) di lokasi C (Nganjuk)

Dalam Gambar 14, genotipe 1, 2, 6, dan 8 pada lokasi C (Nganjuk) terlihat mempunyai rata-rata bobot ubinan lebih tinggi daripada rata-rata bobot ubinan genotipe 9. R a ta -r a t a b o b o t u b in a n 9 8 6 2 1 7 6 5 4 3 2 1 0 5.914 5.892 6.845 6.221 5.210 Genotip e

Lokasi A, B, dan C

Gambar 15. Rata-rata bobot ubinan genotipe stabil (di atas rataan umum) dengan varietas pembanding (genotipe 9)

Dari Gambar 15, rata-rata bobot ubinan semua lokasi pada genotipe 1, 2, 6, dan 8 terlihat lebih tinggi daripada rata-rata bobot ubinan yang dihasilkan genotipe 9.

Berdasarkan perbandingan genotipe stabil 1, 2, 6, dan 8 dengan varietas IR64 yang dihasilkan pada Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15, menunjukkan genotipe stabil 1, 2, 6, dan 8 memiliki peluang untuk dilepas sebagai varietas unggul. Karena rata-rata bobot ubinan yang dihasilkan jauh lebih tinggi dari rat a-rata bobot ubinan varietas IR64 sebagai pembanding.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Pada percobaan multilokasi, interaksi antara genotipe dengan lokasi yang nyata mengakibatkan pengaruh genotipe terhadap bobot ubinan yang dihasilkan tergantung pada jenis lokasi tanam, begitu juga pengaruh lokasi terhadap bobot ubinan tergantung pada jenis genotipe yang digunakan. Pengaruh interaksi juga mengakibatkan adanya karakteristik genotipe yang berlainan pada lokasi tanam yang berbeda.

Bobot ubinan padi sawah dalam pen elitian ini dapat diduga menggunakan model AMMI2. Kontribusi keragaman interaksi yang dapat dijelaskan oleh biplot AMMI antara KUI1 dan KUI2 mendekati 100%. Dengan kata lain model untuk menduga respon interaksi genotipe dengan lokasi memiliki keakuratan tinggi. Keakuratan yang tinggi terjadi karena banyaknya KUI yang masuk dalam model AMMI sedikit yaitu hanya dua KUI.

Berdasarkan konsep kestabilan genotipe, penelitian yang dilakukan menghasilkan genotipe stabil dan genotipe spesifik. Genotipe stabil yang dihasilkan adalah genotipe 1 (S4814F), 2 (S3459F), 6 (BP154), 8 (Gilirang), dan 9 (IR64). Sedangkan genotipe-genotipe spesifik yang diperoleh antara lain genotipe 10 (Fatmawati) dan 12 (Japonica) spesifik pada lokasi A (Banyuwangi); genotipe 3 (S3382), 5 (BP1072) , 7 (Cibogo), dan 11 (BP123B) spesifik di lokasi B (Bojonegoro); dan genotipe 4 (BP50+) spesifik untuk lokasi C (Nganjuk).

(22)

13

2 (S3459F), 6 (BP154), dan 8 (Gilirang).

Karena rata-rata bobot ubinan yang dihasilkan berada di atas rataan umum (5.631 Kg) dan jauh lebih tinggi dari rata-rata bobot ubinan varietas IR64 (5.210 Kg) sebagai pembanding. Genotipe-genotipe tersebut perlu diuji multilokasi lagi secara berkelanjutan untuk lebih mengetahui tingkat kestabilan genotipe sampai layak dilepas menjadi varietas unggul

DAFTAR PUSTAKA

Crossa, J. 1990. Statistical Analysis of

Multilocation Trials. Advances In Agronomy. 44: 55-85

Johnson, R. A. and D.W. Wich ern. 2002.

Applied Multivariate Statistical Analysis. 5th ed. London : Prentice Hall International, Inc

Kang, M.S. 2002. Genotype-Environment Interaction: Progress and Prospects. Di dalam: Kang MS, Editor. Quantitative Genetics, Genomics and Plant Breeding. Florida: CRC Pr. hlm. 221-243.

Mattjik, A .A. 2000. Pendugaan Data Hilang dengan Algoritma EM -AMMI pada Percobaan Lokasi Ganda. Forum Statistika dan Komputasi, Vol. 5 No. 1

Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2002.

Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press

Neter, John, W. Wasserman, & M.H. Kutner. 1990. Applied Linear Statistical Models. Third edition. Tokyo, Japan: Toppan Company, Ltd

Sartono, B., F.M. Affendi, U.D. Syafitri, I.M. Sumertajaya, & Y. Angraeni. 2003.

Modul Teori Analisis Peubah Ganda.

Bogor: Departemen Statistika FMIPA IPB

Yan, W. and L.A. Hunt. 2002. B iplot Analysis of Multi-environment Trial Data. Di dalam: Kang MS, Editor.

(23)
(24)

15

Lampiran 1. Data asli bobot ubinan padi sawah untuk setiap genotipe dan lokasi

Lokasi Genotif Blok

Bobot

(Kg) Lokasi Genotif Blok

Bobot (Kg)

Banyuwangi 1 1 6.45 Bojonegoro 1 1 10.12

Banyuwangi 1 2 5.95 Bojonegoro 1 2 5.882

Banyuwangi 1 3 6 Bojonegoro 1 3 5.573

Banyuwangi 2 1 5.85 Bojonegoro 2 1 8.405

Banyuwangi 2 2 6.8 Bojonegoro 2 2 7.7

Banyuwangi 2 3 5.4 Bojonegoro 2 3 6.375

Banyuwangi 3 1 6.8 Bojonegoro 3 1 5.754

Banyuwangi 3 2 5.7 Bojonegoro 3 2 5.75

Banyuwangi 3 3 5.5 Bojonegoro 3 3 7.25

Banyuwangi 4 1 6.3 Bojonegoro 4 1 7.491

Banyuwangi 4 2 6.3 Bojonegoro 4 2 6.97

Banyuwangi 4 3 6.9 Bojonegoro 4 3 6.955

Banyuwangi 5 1 5.7 Bojonegoro 5 1 5.846

Banyuwangi 5 2 5.5 Bojonegoro 5 2 4.525

Banyuwangi 5 3 5.6 Bojonegoro 5 3 6.508

Banyuwangi 6 1 7.35 Bojonegoro 6 1 12.25

Banyuwangi 6 2 6.3 Bojonegoro 6 2 6.907

Banyuwangi 6 3 6.5 Bojonegoro 6 3 9

Banyuwangi 7 1 7.85 Bojonegoro 7 1 5.533

Banyuwangi 7 2 7.95 Bojonegoro 7 2 5.469

Banyuwangi 7 3 7.65 Bojonegoro 7 3 6.25

Banyuwangi 8 1 6.35 Bojonegoro 8 1 8.165

Banyuwangi 8 2 6.2 Bojonegoro 8 2 7.836

Banyuwangi 8 3 6.4 Bojonegoro 8 3 7.729

Banyuwangi 9 1 5.05 Bojonegoro 9 1 7.736

Banyuwangi 9 2 4.9 Bojonegoro 9 2 5.903

Banyuwangi 9 3 4.95 Bojonegoro 9 3 6.1

Banyuwangi 10 1 3.6 Bojonegoro 10 1 7.708

Banyuwangi 10 2 3.2 Bojonegoro 10 2 6.75

Banyuwangi 10 3 3.3 Bojonegoro 10 3 8.134

Banyuwangi 11 1 6.9 Bojonegoro 11 1 6.098

Banyuwangi 11 2 6.7 Bojonegoro 11 2 5.772

Banyuwangi 11 3 6.85 Bojonegoro 11 3 7.395

Banyuwangi 12 1 3.85 Bojonegoro 12 1 4.962

Banyuwangi 12 2 3.8 Bojonegoro 12 2 7.115

(25)

16

Lokasi Genotif Blok

Bobot

(Kg) Lokasi Genotif Blok

Bobot (Kg)

Nganjuk 1 1 4.5 Nganjuk 7 1 4.05

Nganjuk 1 2 4.35 Nganjuk 7 2 4.5

Nganjuk 1 3 4.4 Nganjuk 7 3 4.2

Nganjuk 2 1 4.3 Nganjuk 8 1 4.3

Nganjuk 2 2 4.1 Nganjuk 8 2 4.5

Nganjuk 2 3 4.1 Nganjuk 8 3 4.45

Nganjuk 3 1 4.65 Nganjuk 9 1 4.1

Nganjuk 3 2 4.55 Nganjuk 9 2 4

Nganjuk 3 3 4.65 Nganjuk 9 3 4.15

Nganjuk 4 1 3.35 Nganjuk 10 1 3.2

Nganjuk 4 2 3.4 Nganjuk 10 2 3.1

Nganjuk 4 3 3.5 Nganjuk 10 3 3.15

Nganjuk 5 1 4.35 Nganjuk 11 1 5

Nganjuk 5 2 4.6 Nganjuk 11 2 4.85

Nganjuk 5 3 4.5 Nganjuk 11 3 4.8

Nganjuk 6 1 4.55 Nganjuk 12 1 3.1

Nganjuk 6 2 4.25 Nganjuk 12 2 3.1

Nganjuk 6 3 4.5 Nganjuk 12 3 3

Lampiran 2. Rataan bobot ubinan padi per genotipe dengan lokasi

Banyuwangi Bojonegoro Nganjuk Rataan Genotipe

S 4814 F 6.133 7.192 4.417 5.914

S 3459 F 6.017 7.493 4.167 5.892

S 3382 6 6.251 4.617 5.623

BP 50 + 6.5 7.139 3.417 5.685

BP 1072 5.6 5.626 4.483 5.237

BP 154 6.717 9.386 4.433 6.845

Cibogo 7.817 5.751 4.2 5.922

Gilirang 6.317 7.931 4.417 6.221

IR 64 4.967 6.580 4.083 5.210

Fatmawati 3.367 7.531 3.15 4.682

BP 123 B 6.817 6.422 4.883 6.041

Japonica 3.85 5.992 3.067 4.303

Rataan Lokasi 5.842 6.941 4.111

(26)

17

Lampiran 3. Uji kehomogenan ragam dan kenormalan

Uji kehomogenan

v Data Asli

L

o

k

a

s

i

95% Bonferr oni Confidence I nt ervals for St Devs

Ngan juk Boj onegoro Banyuw a ngi

2.25 2.00 1. 75 1.50 1 .25 1. 00 0.7 5 0.50

Bar tl ett's T est

0.001 Test Statistic 27.89 P- Valu e 0.000

Leven e's T est

Test Statistic 7.27 P- Valu e

Test for Equal Variance s for Bobot

v Data Transformasi Box Cox

( )

1

Y

L

o

k

a

s

i

95% Bonfer r oni Confidence I nt er vals for StDevs

Nganj uk Bo jon egoro Banyuwan gi

0.0 8 0 .07 0 .06 0. 05 0.0 4 0. 03

Bartlett's Test

0.379 Test Statistic 5.96 P- Val ue 0.051

Lev ene' s Test

Test Statistic 0.98 P- Val ue

Test f or Equal Var iances f or Bobot

Uji kenormalan

11 9

7 5 3

Maximum 3rd Quartile Median 1st Quartile

Minimum N Kurtosis Skewness Variance StDev Mean

(27)

18

Lampiran 4. Tabel koefisien (a1i), ragam KUI1 (?1), ragam genotipe (var xi) dan korelasi (corr)

antara peubah asal (genotipe) dengan KUI1

Genotipe Koefisien (a1i)

Raga m KUI1 (?1)

Ragam Genotipe (var xi)

Korelasi

corr (xi , y1)

1 0.090944 0.144402 0.002355886 0.712004764 2 -0.03501 0.144402 0.003900584 -0.213035224 3 0.184174 0.144402 0.001205466 2.01575583 4 0.000338 0.144402 0.00836026 0.001404733 5 0.246442 0.144 402 0.000784319 3.343918873 6 -0.10538 0.144402 0.005138444 -0.558620584 7 0.457013 0.144402 0.004082757 2.717935012 8 -0.03101 0.144402 0.003722229 -0.193140402 9 -0.06968 0.144402 0.002656974 -0.513668244 10 -0.70377 0.144402 0.012019678 -2.439323425 11 0.278092 0.144402 0.001363008 2.862374952 12 -0.31216 0.144402 0.006450868 -1.476918306

Lampiran 5. Tabel koefisien (a2i), ragam KUI2 (?2), ragam genotipe (var xi) dan korelasi (corr)

antara peubah asal (genotipe) dengan KUI2

Genotipe Koefisien (a2i)

Ragam KUI2 (?2)

Ragam Genotipe (var xi)

Korelasi

corr (xi , y2)

1 -0.07466 0.075431 0.002355886 -0.422477191 2 0.083968 0.075431 0.00390 0584 0.369254672 3 -0.29307 0.075431 0.001205466 -2.31831906 4 0.718644 0.075431 0.00836026 2.158633107 5 -0.38664 0.075431 0.000784319 -3.791750755 6 0.201621 0.075431 0.005138444 0.772495144 7 0.257125 0.075431 0.004082757 1.105204047 8 0.052413 0.075431 0.003722229 0.23594679 9 -0.23849 0.075431 0.002656974 -1.270703397 10 -0.16582 0.075431 0.012019678 -0.41539397 11 -0.19926 0.075431 0.001363008 -1.48235563 12 0.044175 0.075431 0.006450868 0.151058227

Lampiran 6. Skor komponen untuk genotipe dan lokasi hasil penguraian bilinier matriks interaksi berdasarkan bobot ubinan padi

SKUI1 SKUI2

Genotipe

1 0.034559 -0.020506

2 -0.013305 0.023062

3 0.069987 -0.080492

4 0.000129 0.197374

5 0.093649 -0.106191

6 -0.040044 0.055375

7 0.17 3666 0.070619

8 -0.011783 0.014395

9 -0.026478 -0.065499

10 -0.267433 -0.045541

11 0.105676 -0.054727

12 -0.118622 0.012133

Lokasi

A -0.224479 -0.154805 B

0.297733 -0.063103

(28)

19

Lampiran 7. Diagram alur metode AMMI (Tahap I)

v Tahap I (Pre AMMI)

Keterangan :

PU = Pengaruh Utama PI = Pengaruh Interaksi

Analisis Ragam Gabungan

Analisis Ragam Analisis

Komponen Utama

Analisis AMMI Data

Lokasi A

Data Lokasi C Data

Lokasi B

Data Gabungan

PU + PI nyata

Hanya PI yang nyata Hanya PU

(29)

20

Lampiran 8. Diagram alur metode AMMI (Tahap II)

v Tahap II (AMMI)

Keterangan :

PU = Pengaruh Utama PI = Pengaruh Interaksi KUI = Komponen Utama Interaksi

Analisis AMMI

Matriks Dugaan PI

Interpretasi AMMI Analisis Ragam

Gabungan + KUI pada PI

Penguraian Nilai Singular

Nilai Singular Bukan Nol

Skor Komponen Genotipe dan

Lokasi

Menentukan Banyaknya KUI

yang Nyata

Keberhasilan Total (Postdictive)

Model AMMI

Biplot AMMI1

Selang Kepercayan

Genotipe

Biplot AMMI2

Dasar Banyak KUI yang dipertahankan

Gambar

Gambar 3. Contoh plot interaksi crossover
Tabel 1.  Tabel analisis ragam model AMMI
Tabel 2. Kode genotipe
Gambar 6. Plot
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi factor dengan level yang memberikan peningkatan kekerasan yaitu dengan temperature 800 o C dengan media pendingin oli sebesar 111.8 HB.. Sedangkan yang

Berdasarkan analisa dari hasil pengumpulan bukti selama pelaksanaan audit sistem informasi instalasi rawat jalan di RSU Haji Surabaya dapat beberapa temuan yang memuat

Jenis perusahaan/instansi/institusi tempat bekerja yaitu pemerintah sebanyak 5,96% dimana angka tersebut masih sangat kecil, ini diartikan bahwa pemerintah dalam penyediaan lapangan

Hasil dari penelitian ini adalah mekanisme restitusi pajak pertambahan nilai pada kantor pelayanan pajak pratama cirebon dilakukan sesuai dengan aturan- aturan yang berlaku

Dengan demikian modifikasi air conditioner (AC) dengan mengganti motor fan unit indoor dan outdoor dengan motor DC sehingga air conditioner (AC) bersumber DC dan penerapan

Oleh karena itu, Tim Pengabdian pada Masyarakat menyelenggarakan pelatihan akuntansi dan keuangan dasar ini untuk para anggota BMT BISS dengan harapan dapat memberikan ilmu

Hakbang sa Pagbasa ayon kay Gray Ikaapat na Hakbang Integrasyon (pagsasama ng bagong ideya sa personal na karanasan) Unang Hakbang Pagkilala sa salita Ikatlong Hakbang

Dari penelitian yang telah dilakukan (Utomo, Hakim, &amp; Rubawanto,.. 2010) mengenai pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) dalam meningkatkan kualitas hidup