• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peluang Pengembangan Agroforestri dengan Tanaman Krisan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peluang Pengembangan Agroforestri dengan Tanaman Krisan"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PELUANG PENGEMBANGAN AGROFORESTRI

DENGAN TANAMAN KRISAN

BINTANG MARUDUT SIMANJUNTAK

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PELUANG PENGEMBANGAN AGROFORESTRI

DENGAN TANAMAN KRISAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Bintang Marudut Simanjuntak E14203064

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

BINTANG MARUDUT SIMANJUNTAK. Peluang Pengembangan Agroforestri dengan Tanaman Krisan. Dibimbing oleh Dr. Ir. Nurheni Wijayanto. MS.

Agroforestri adalah salah satu pola pemanfaatan lahan dengan cara mengkombinasikan tanaman kehutanan/pohon dengan jenis tanaman pertanian, Tanaman krisan merupakan salah satu dari sekian banyak tanaman hias yang dapat dibudidayakan pada tegakan hutan (Gmelina arborea) melalui sistem agroforestri. Keunggulan dari tanaman ini adalah selain daur hidupnya yang pendek (3-5 bulan), tanaman ini juga memiliki peluang pasar yang sangat menjanjikan, ditambah lagi permintaan terhadap tanaman ini selalu lebih besar dari jumlah tanaman yang tersedia di pasaran.

Metode yang digunakan adalah dengan menanam tanaman krisan varietas Snowcap pada bedeng I dan varietas BGA Samantha pada bedeng II yang masing– masing dibudidayakan pada dua lokasi yang berbeda yaitu pada tegakan terbuka dan tertutup. Perkembangan tanaman krisan kemudian diamati dan diukur mulai dari persen tumbuh, persen berbunga, mutu dan kualitas yang dihasilkan (tinggi dan diameter) serta pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter krisan. Analisis finansial terhadap pola agroforestri dengan tanaman krisan yaitu menghitung nilai NPV, BCR, IRR dan BEP.

(4)

SUMMARY

BINTANG MARUDUT SIMANJUNTAK. The opportunity for Developing Agfoforestry System with Chrysanthemum. Guidance by Dr. Ir. Nurheni Wijayanto. MS.

Agroforestry is one of the land using that contains of agriculture plant and forestry plant. Chrysanthemum is one of floriculture plant where can grow under the forest’s stand (Gmelina arborea) by agroforesty’s system. The advantages of this plant have an early harvesting cycle (3 – 5 month), good prospect in market and the demand of this plant usually bigger then supply.

The method that being used was planting the Snowcap’s variety in box I and Breeder Grower Agreement (BGA) Samantha’s variety in box II, both of them were planted in two different location, one at opened crown stand and others at closed crown stand then measuring and observing the growth’s element like diameter, height, live percentage, flowering percentage and the quality of chrysanthemum. To analyze the chrysanthemum’s quality between opened and closed stand using SPSS 11.5 which data was analyzed under Complete Randomized Design. Financial analysis for this agrofrestriy system by enquiring Net Present Value, Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return and Break Even Point.

The survey showed that average live percentage found in each opened and closed crown is 92,80 % and 97,20%, Meanwhile average flowering percentage is 90,44 % and 85,30 %. The quality of chrysanthemum that cultivated is included C by SNI end II/III by common standard. These quality that planted in closed crown stand is better than in opened crown stand (by height), Meanwhile the quality in opened crown stand is better than in closed crown stand (by diameter).

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peluang Pengembangan Agroforestri dengan Tanaman Krisan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2008

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penulisan skripsi ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini merupakan pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB.

Dalam penelitian yang berjudul "Peluang Pengembangan Agroforestri dengan Tanaman Krisan" ini, penulis mengkaji mengenai persen hidup, persen tumbuh dan kualitas tanaman krisan yang dibudidayakan pada tegakan hutan (Gmelina arborea) serta menghitung analisis finansial pola agroforestri antara tegakan hutan dengan tanaman krisan.

Penelitian ini dilaksanakan di lahan hutan rakyat milik Bapak Sunaryo yang berlokasi di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur. Penelitian ini dilakukan selama ± 3 bulan yaitu dari bulan Juni sampai September 2007.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini maupun untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. Penulis berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Maret 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Maraja, Sumatera Utara pada tanggal 25 September 1984 sebagai putri ke empat dari lima bersaudara pasangan Pardomuan Simanjuntak dan Kartini Tampubolon.

Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Swasta Sultan Agung Pematang Siantar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih yang tiada terhingga kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan berkat dan anugerahNya sehingga memampukan dan menguatkan penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Dalam proses penelitian maupun penyusunan skripsi berjudul Peluang Pengembangan Agroforestri dengan Tanaman Krisan ini, penulis memperoleh banyak dukungan dan bantuan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto. MS yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama proses penelitian berlangsung, dari mulai rencana penelitian, pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan laporan akhir.

2. Bapak dan mama tersayang, terima kasih untuk semua doa, nasehat, juga dorongan semangat yang tiada henti-hentinya. Penulis juga berterima kasih untuk adikku tercinta Jojor, kakak-kakakku Nove, Sondang dan Elisabeth.

3. Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Cianjur dan Penduduk Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur (Abah, Mama, Ipon, Pak Empang, Teh Endah).

4. Saudara-saudariku BDH 40 Fitrie, Anjar, Tian, Linda, Midi, Mit-mit, Ani, Aries, Liong, Ery, Ifa, Rini, Desman, Uni, Novie dan Kelompok PKL Cianjur.

5. Rekan-rekanku seperjuangan BPC GMKI Cabang Bogor masa bakti 2005-2006, pengurus Komisi Persekutuan (KOMPERS) masa bakti 2005-2005-2006, Ikatan Mahasiswa Siantar (Melda dan Elly) dan Kelompok P3H (KPH Tasikmalaya).

6. Rekan-rekanku seangkatan THH, MNH dan KSH

(9)

8. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini yang tak dapat penulis tuliskan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2008

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………... i

DAFTAR TABEL ………... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

2.2 Tujuan Penelitian ... 2

2.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Agroforestri ... 3

2.2 Pengenalan Tanaman Hias ... 4

2.3 Prospek Tanaman Hias ... 5

2.4 Tanaman Krisan ... 6

2.5 Bentuk dan Mutu Tanaman Krisan ... 7

2.6 Manfaat Tanaman Krisan ... 9

2.7 Syarat Tumbuh Tanaman Krisan ... 10

2.8 Budidaya Tanaman Krisan di Kebun Terbuka ... 11

2.9 Prospek dan Peluang Pasar Tanaman Krisan ... 12

2.10 Analisis Finansial ... 12

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Kecamatan Sukaresmi ... 15

3.2 Kondisi Biofisik ... 16

3.3 Sebaran Hutan Rakyat / Kebun Rakyat di Kecamatan Sukaresmi ... 16

BAB IV METODOLOGI 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

4.2 Alat dan Bahan ... 18

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 18

(11)

4.5 Analisis Data ... 22

4.6 Asumsi Analisis Finansial ... 27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Budidaya Tanaman Krisan ... 28

5.2 Perkembangan Tanaman Krisan ... 31

5.3 Mutu dan Kualitas Tanaman Krisan yang dihasilkan ... 35

5.4 Biaya Pengelolaan Lahan ... 37

5.5 Pendapatan Hasil Panen Pengelolaan Lahan ... 39

5.6 Analisis Finansial ... 40

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Sentra dan jenis tanaman hias yang dikembangkan di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat ... 5 2. Daftar jumlah bunga potong yang terjual setiap minggu di beberapa

kota di Indonesia (ribuan tangkai) ………... 5 3. Syarat mutu bunga krisan potong segar menurut BSN ... 8 4. Luas wilayah Desa Cikanyere menurut penggunaannya

pada tahun 2006 ... 17 5. Syarat mutu bunga krisan potong segar menurut BSN ... 24 6. Daftar persen hidup dan persen berbunga tanaman krisan pada tegakan terbuka dan tertutup... 31 7. Rata-rata intensitas cahaya matahari pada tegakan terbuka dan tertutup .... 32 8. Rekapitulasi nilai rata – rata tinggi tanaman krisan pada tegakan terbuka dan tertutup selama 11 kali pengukuran ... 32 9. Rekapitulasi nilai rata – rata diameter pangkal tangkai tanaman krisan

(bunga potong) pada tegakan terbuka dan tertutup ... 34 10. Jumlah total komponen biaya dalam usaha agroforestri dengan tanaman krisan/tahun dengan luasan lahan 10 m²... 38 11. Komponen dan besarnya biaya pokok tetap dalam pengelolaan lahan

agroforestri dengan tanaman krisan selama 1 tahun (3 periode tanam) dengan luasan lahan 10m²... 38 12. Komponen dan besarnya biaya pokok variabel dalam pengelolaan lahan agroforestri dengan tanaman krisan selama 1 tahun (3 periode tanam)

untuk lahan seluas 10 m² ... 39 13. Besarnya pendapatan hasil panen pengelolaan lahan agroforestri setiap tahun dengan luasan lahan 10 m² ... 39 14. Hasil perhitungan nilai NPV, BCR, IRR dan BEV terhadap lahan

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi ... 15 2. Fase berbunga tanaman krisan potong varietas BGA Samantha ... 28

3. Fase berbunga tanaman krisan potong varietas Snowcap ... 29 4. Perbedaan rata – rata tinggi tanaman krisan antara tegakan terbuka dan tegakan tertutup pada akhir pengamatan (minggu ke-11) ... 33 5. Perbedaan rata – rata diameter pangkal tangkai tanaman krisan antara tegakan terbuka dan tegakan tertutup pada akhir pengamatan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Persen hidup tanaman krisan ... 46

2. Persen berbunga tanaman krisan ... 47

3. Daftar perkembangan tinggi tanaman krisan pada tegakan terbuka (bedeng I) ... 48

4. Daftar perkembangan tinggi tanaman krisan pada tegakan terbuka (bedeng II) ... 51

5. Daftar perkembangan tinggi tanaman krisan pada tegakan tertutup (bedeng I) ... 54

6. Daftar perkembangan tinggi tanaman krisan pada tegakan tertutup (bedeng II) ... 57

7. Daftar perkembangan diameter pangkal tangkai tanaman krisan (pada tegakan terbuka dan pada akhir pengamatan) ... 60

8. Daftar perkembangan diameter pangkal tangkai tanaman krisan (pada tegakan tertutup dan pada akhir pengamatan) ... 63

9. Daftar intensitas cahaya matahari pada tegakan terbuka bedeng I ... 66

10. Daftar intensitas cahaya matahari pada tegakan terbuka bedeng II ... 67

11. Daftar intensitas cahaya matahari pada tegakan tertutup bedeng I ... 68

12. Daftar intensitas cahaya matahari pada tegakan tertutup bedeng II ... 69

13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh intensitas cahaya matahari pada tegakan hutan (terbuka dan tertutup) terhadap tinggi tanaman krisan menggunakan SPSS 11.5 ... 70

14. Hasil analisis sidik ragam pengaruh intensitas cahaya matahari pada tegakan hutan (terbuka dan tertutup) terhadap diameter pangkal tanaman krisan menggunakan SPSS 11.5 ... 70

15. Tabel perhitungan NPV, BCR dan IRR ... 71

16. Penentuan nilai Break Even Point (BEP) Pola Agroforestri dengan Tanaman Krisan ... 73

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agroforestri adalah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu dll) serta tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang atau waktu (International Centre for Research in Agroforestry 2000). Sistem agroforestri yang banyak dilaksanakan dan dikembangkan di Indonesia saat ini terdiri dari pengkombinasian tanaman hutan dengan jenis-jenis tanaman pertanian (agrisilvikultur), ternak/hewan (silvopastura), tanaman pertanian dan ternak (agrosilvopastura), jenis ikan (silvofisheri) dan juga serangga (apikultur) dimana sistem agrisilvikultur merupakan sistem agroforestri yang saat ini paling banyak digunakan dan dikembangkan.

(16)

1.2 Tujuan Penelitian

Berikut tujuan yang diharapkan dari kegiatan penelitian ini:

1. Menghitung persentase peluang hidup dan berbunga tanaman krisan pada tegakan terbuka maupun pada tegakan tertutup

2. Menentukan kualitas tanaman krisan yang dihasilkan

3. Menghitung analisis finansial terhadap pola agroforestri dengan tanaman krisan

1.3 Manfaaat Penelitian

Manfaat dari kegiatan penelitian ini yaitu:

1. Meminimalisir tingkat pengrusakan hutan akibat pembukaan atau pengkonversian lahan hutan

2. Memberikan tambahan alternatif pola agroforestri baru kepada masyarakat petani sekitar hutan yakni perpaduan antara tanaman kehutanan dengan tanaman krisan

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Agroforestri

Agroforestri adalah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu dll) serta tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang atau waktu. Dalam sistem- sistem agroforestri terjadi interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (International Centre for Research in Agroforestry 2000).

(18)

2.2 Pengenalan Tanaman Hias

Suheni (2005) mengemukakan, bahwa tanaman hias merupakan komoditi hortikultur non pangan yang digolongkan kedalam florikultur. Florikultur adalah cabang ilmu hortikultur yang mempelajari budidaya tanaman hias sebagai bunga potong, tanaman pot atau tanaman penghias taman. Pemilihan tanaman hias dalam taman harus disesuaikan dengan desain, kondisi lahan, biaya dan keinginan pemiliknya, dengan kata lain tanaman tersebut harus mudah dalam perawatannya, dapat tumbuh di tanah terbuka, mempunyai perakaran yang pendek, berbunga indah dan memerlukan sinar matahari penuh, misalnya: Alamanda, kembang sepatu, bunga tasbih, heliconia, bugenvil dan lantana. Suheni (2005) juga menambahkan bahwa tanaman hias disamping dapat dinikmati keindahannya juga dapat menjadi stabilisator lingkungan karena dapat dijadikan sebagai pohon penghijau kota.

Pembagian tanaman hias menurut Rahardi (1997), dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

1.Tanaman hias dalam ruangan (indoor)

Tanaman hias yang cocok ditanam dalam ruangan adalah tanaman hias yang dapat hidup berhari-hari dalam ruangan dan mempunyai ukuran yang tidak terlalu besar. Umumnya merupakan tanaman berdaun indah. Ragam tanaman hias dalam ruangan yang populer antara lain: Aglaonema, Anthurium, Palem dan Paku-pakuan.

2. Tanaman hias luar ruangan (outdoor)

Pada dasarnya semua jenis tanaman hias dapat digunakan sebagai penghias diluar ruangan, namun keberadaan jenisnya seringkali ditentukan oleh model dan sifat tanaman yang tahan atau tidak tahan terhadap sinar matahari. Tanaman yang cocok untuk penghias luar ruangan adalah yang menyukai sinar matahari secara langsung. Tanaman hias luar ruangan umumnya berwujud:

a. Pohon-pohonan, misalnya palem dan sikas

(19)

2.3 Prospek Tanaman Hias

Bunga merupakan jenis tanaman yang memiliki banyak sekali fungsi atau kegunaan sehingga layak untuk dibudidayakan dan dikembangkan, selain berguna dalam bidang ilmu pengetahuan, penghias ruangan dan sebagai pengungkap perasaan orang, dari segi ekonomi, bunga juga dapat dijadikan sebagai sumber devisa yang sangat menjanjikan. Bunga memang merupakan salah satu komoditas yang potensial dan prospek ekonominya cukup bagus, apalagi bila dikembangkan secara agribisnis. Di Jawa Barat seperti di Lembang dan Cisarua, bunga benar-benar sudah dikembangkan secara agribisnis (Riskomar 2002).

Tabel 1 Sentra dan jenis tanaman hias yang dikembangkan di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat

Sumber: Direktorat Budidaya Tanaman Hias (2006)

Cerahnya prospek tanaman hias dapat juga diketahui berdasarkan data ASBINDO dalam Aisah (2002) yang disajikan pada pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar jumlah bunga potong yang terjual setiap minggu di beberapa kota di Indonesia (ribuan tangkai)

No Nama Bunga Jakarta Medan Bandung Surabaya Malang Bali Total 1 Orchids 225,5 15,0 6,2 4,0 5,5 6,0 276,0 2 Roses 330,9 0,0 35,0 7,0 7,0 8,8 388,7 3 Chrysanth 58,7 10,0 10,0 4,7 6,0 0,9 91,1 4 Berberaa 49,2 40,0 15,0 29,0 25,0 0,0 78,2 5 Gladiollus 54,7 15,0 12,5 11,0 10,0 14,0 72,7 6 Anthurium 19,2 19,0 10,0 5,7 2,8 5,0 52,7 Total 855,5 109,0 103,7 65,4 65,0 37,7 1.206,0

Keuntungan membudidayakan dan memasarkan tanaman hias juga telah dirasakan oleh Surami, anggota Kelompok Ponco Margo Tani di Dusun Dukuh, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. ”Saya tertarik bertani tanaman hias dua tahun terakhir ini karena hasilnya lebih

No Kota/Kabupaten Jenis Tanaman

1 Kab. Bandung Mawar, Anggrek, Kaktus, Krisan, Gladiol, Anthurium, Palem, Bougenville, Heliconia, Gerbera.

2 Cianjur Mawar, Sedap Malam, Kaktus, Anggrek, Krisan, Gladiol, Gerbera, Dracaena, Zingeberase, Aspharagus.

3 Sukabumi Mawar, Melati, Sedap Malam, Kaktus, Krisan, Gladiol, Gerbera, Dracaena, Heliconia, Cycas, Pakis.

4 Bogor Anggrek, Mawar, Melati, Krisan, Zingiberaceae, Heliconia, Pakis, Adenium,Ficus, Aglaonema, Euphorbia.

5 Kerawang dan Kab.Bekasi

Cemara, Palem, Melati, Zingiberaceae, Anggrek, Adenium, Aglaonema dan Dracaena.

6 Garut Anggrek, Palem, Melati, Kaktus, Krisan, Gladiol, Anthurium, Dracaena, Cordeline.

(20)

menguntungkan dan pemasukan harian juga ajek, kondisi ini berbeda ketika saya masih bertani sayuran, penghasilan tidak didapat tiap hari dan harga sayuran juga fluktuatif. Saat ini, dalam sehari saya bisa mengantongi Rp 50.000-Rp 100.000 dari penjualan tanaman hias,” kata Surami, anggota Kelompok Ponco Margo Tani (Arianti 2006).

2.4 Tanaman Krisan

Krisan, seruni atau “Bunga Emas” (Golden Flower)merupakan salah satu jenis tanaman hias yang telah lama dikenal dan banyak disukai masyarakat serta mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Disamping memiliki keindahan karena keragaman bentuk dan warnanya, tanaman krisan juga memiliki kesegaran yang relatif lama dan mudah dirangkai. Keunggulan lain yang dimiliki adalah bahwa pembungaan dan panennya dapat diatur menurut kebutuhan pasar.

Menurut Rukmana dan Mulyana (1997), kedudukan tanaman krisan dalam sistematik (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dycotiledonae (biji berkeping dua) Ordo : Asterales (compositae)

Famili : Asteraceae Genus : Chrysanthemum

(21)

2.5 Bentuk dan Mutu Tanaman Krisan

Rukmana dan Mulyana (1997) juga mengemukakan bahwa kalangan florikulturis umumnya membedakan bentuk bunga krisan dalam lima macam (golongan), yaitu bentuk tunggal, anemona, pompon, dekoratif, dan bunga besar. Ciri-ciri kelima bentuk bunga tersebut adalah:

1. Tunggal

Karakteristik bentuk tunggal adalah pada tiap tangkai hanya terdapat satu kuntum bunga, piringan dasar bunga sempit, dan susunan mahkota bunga hanya satu lapis.

2. Anemone

Bentuk bunga anemone mirip dengan bunga tunggal, tetapi piringan dasar bunganya lebar dan tebal.

3. Pompon

Bentuk bunga pompon adalah bulat seperti bola, mahkota bunga menyebar kesemua arah, dan piringan dasar bunganya tidak tampak.

4. Dekoratif

Bunga berbentuk bulat mirip pompon tetapi mahkota bunganya tampak rapat, ditengah pendek dan bagian tepi memanjang.

5. Besar

Karakteristik bunga golongan ini adalah pada tiap tangkai terdapat satu bunga berukuran besar dengan diameter lebih dari 10cm. Piringan dasar tidak tampak, mahkota bunganya memiliki banyak variasi, antara lain melekuk kedalam atau keluar, pipih, panjang, berbentuk sendok dan lain-lain.

(22)

Kriteria utama tanaman krisan (bunga potong) meliputi: penampilan yang baik dan menarik, sehat, dan bebas dari serangan hama penyakit. Standar umum kriteria bunga potong krisan dibedakan dalam 3 kelas, yaitu:

1. Kelas I untuk konsumen di hotel dan florist besar a. Panjang tangkai bunga lebih dari 70 cm

b. Diameter pangkal tangkai bunga lebih dari 5mm

2. Kelas II dan III untuk konsumen rumah tangga, florist menengah dan dekorasi massal

a. Panjang tangkai bunga kurang dari 70 cm

b. Diameter pangkal tangkai bunga kurang dari 5mm

Sementara berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (BSN), syarat mutu bunga krisan krisan potong dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Syarat mutu bunga krisan potong segar menurut BSN

Sumber : PT Alam Indah Bunga Nusantara (2007)

No Jenis Uji Satuan Kelas Mutu

AA A B C

1 Panjang tangkai minimum - Tipe standar - Tipe spray Aster Kancing Santini cm 76 76 76 60 70 70 70 55 61 61 61 50 Asalan

2 Diameter tangkai bunga - Tipe standar, aster dan

kancing - Santini

mm > 5

> 4

4.1 – 5

3.5 – 4

3 – 4

3 – 3.5

Asalan

3 Diameter bunga setengah mekar - Tipe standar

- Tipe spray Aster Kancing Santini mm > 80 > 40 > 35 > 30

71 – 80

> 40 > 35 > 30

60 – 70

> 40 > 35 > 30

Asalan

4 Kesegaran bunga Segar Segar Segar Asalan

5 Benda asing/kotoran maksimal % 5 5 10 > 10 6 Keadaan tangkai bunga Kuat,

Lurus, tidak pecah Kuat, lurus, tidak pecah Kuat, lurus, tidak pecah Asalan

7 Keseragaman kultivar Seragam Seragam Seragam Asalan 8 Daun pada 2/3 bagian tangkai

bunga Lengkap dan seragam Lengkap dan seragam Lengkap dan seragam Asalan

9 Penanganan pasca panen Mutlak perlu

(23)

2.6 Manfaat Tanaman Krisan

Selain sebagai flora hias, krisan juga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat tradisional dan penghasil racun serangga (hama). Aneka kegunaan tanaman krisan menurut Rukmana dan Mulyana (1997) antara lain: 1. Tanaman Hias

a. Bunga potong, yaitu untuk bahan dekorasi ruangan, jambangan (vas bunga), dan rangkaian aneka macam variasi bunga.

b. Tanaman pot, yaitu untuk penghias lobi hotel, tanaman border, penghias meja ruangan restoran, kantor atau rumah tinggal.

2. Tanaman Obat

a. Herminia de Guzman ladion, seorang pakar kesehatan Filipina, memasukan krisan sebagai salah satu jenis tanaman obat penyembuh ajaib. Jenis penyakit yang dapat diobati dengan tanaman krisan antara lain adalah sakit batuk, nyeri perut oleh angin, dan sakit kepala akibat peradangan rongga sinus.

b. Ramuan (resep) pengobatan tradisional dengan menggunakan tanaman krisan misalnya:

1) Sakit batuk produktif akibat kongesti dan bronkhitis diobati dengan rebusan 1 mangkuk daun dan bunga krisan (Chrysanthemum indicum) kering dalam 2 gelas air selama 15 menit, kemudian air rebusan tadi diminum. Dosis anjuran adalah setiap 4 jam meminum ½ mangkuk (dewasa), ¼ mangkuk (anak umur 7-12 tahun), 2 sendok makan (anak umur 2-6 tahun), atau 1 sendok teh (bayi).

2) Nyeri perut karena angin atau penimbunan gas yang berlebihan dalam perut dan usus, diobati dengan daun krisan yang dirajang atau ditumbuk, kemudian dicampur dengan minyak kelapa. Ramuan tersebut digosok-gosokan pada perut dengan menggunakan kain kebat, lalu dibiarkan selama semalaman atau minimal 4 jam.

(24)

dengan 2 tetes minyak kelapa untuk ditempelkan hangat pada dahi atau pipi dekat hidung selama 30 menit sebelum tidur.

3. Tanaman penghasil Racun Serangga Alami

a. Jenis Chrysanthemum cinerariaefolium VS mengandung zat “pyrethrin” yang amat beracun bagi aneka macam serangga, tetapi tidak merupakan racun terhadap binatang berdarah panas.

b. Zat pyrethrin dapat digunakan antara lain sebagai campuran bahan pembuatan obat nyamuk.

2.7 Syarat Tumbuh Tanaman Krisan

(25)

tumbuh baik pada ketinggian 600 m dari permukaan laut dan kelembaban antara 50-70 persen. Tanaman ini memerlukan cahaya tidak langsung dan air yang cukup banyak.

2.8 Budidaya Tanaman Krisan di Kebun Terbuka

Menurut Rukmana dan Mulyana (1997) budi daya krisan di lahan terbuka dapat dilakukan dengan sistem monokultur maupun sistem tumpangsari, sistem-sistem ini umumnya dilaksanakan oleh produsen atau petani kecil. Jenis krisan yang diusahakan adalah varietas–varietas lokal tipe standar dengan teknik budidaya tradisional.

Inti teknologi budidaya krisan di lahan terbuka dengan sistem tanam monokultur diantaranya :

1. Penyiapan lahan dalam bentuk bedengan-bedengan, diberi pupuk organik dosis 20-30 ton/hektar

2. Penanaman digunakan jarak tanam 15 cm x 15 cm atau 20 cm x 20 cm 3. Pemupukan dengan dosis 300 kg N/ha + 200 kg P2O5/ha + 200 kg K2O/ha. 4. Pengaturan jumlah bunga per tanaman pada krisan standar dilakukan dengan

membuang pucuk tunas (pinching) saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam. Tujuan pinching adalah merangsang pertumbuhan tunas lateral. Terlambat melakukan pinching dapat mengakibatkan tangkai bunga menjadi pendek

5. Pemeliharaan tanaman secara intensif, terutama pengendalian hama dan penyakit.

(26)

2.9 Prospek dan Peluang Pasar Tanaman Krisan

Krisan merupakan salah satu jenis bunga potong penting di dunia. Pada perdagangan tanaman hias dunia, bunga krisan merupakan salah satu bunga yang banyak diminati oleh beberapa negara Asia seperti Jepang, Singapore dan Hongkong, serta Eropa seperti Jerman, Perancis dan Inggris (Wisudiastuti 1999). Krisan menempati urutan kedua setelah bunga mawar. Dari waktu ke waktu permintaan terhadap bunga krisan baik dalam bentuk bunga potong maupun dalam pot mengalami kenaikan. Dengan memperhatikan pada keunggulan yang dimiliki serta jarak lokasi yang relatif dekat dengan pasar (Jakarta), maka pengembangan usaha bunga potong krisan memberikan prospek yang menjanjikan.

Sebagai gambaran proyeksi kebutuhan bunga potong di Jakarta pada tahun 1999 berjumlah 58.992.100 tangkai bunga, 20 persen diantaranya adalah krisan (Rukmana dan Mulyana, 1997). Selain itu dijelaskan lebih lanjut bahwa Flower Council of Holland, Belanda, meramalkan konsumsi bunga potong dan tanaman pot dunia pada periode 1993–1997 meningkat dari 68 milyar gulden menjadi 78 milyard gulden. Sekalipun telah banyak dibudidayakan di Indonesia, tetapi tanaman krisan masih belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih lagi untuk kebutuhan ekspor.

2.10 Analisis Finansial

(27)

Menurut Gittinger (1986), analisis finansial adalah metode untuk menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan hidupnya kepada usaha tersebut. Tujuan yang paling penting dari analisis finansial adalah menilai pengaruh-pengaruh proyek terhadap para petani, perusahaan swasta dan umum, badan-badan pelaksana pemerintah dan pihak lain yang turut serta dalam proyek tersebut.

Dalam melakukan analisis finansial, ada banyak metode uji kelayakan usaha diantaranya:

1. Nilai Sekarang Bersih (NPV)

Menurut Brigham dan Gapenski (1930), NPV merupakan salah satu metode untuk meningkatkan efektifitas terhadap evaluasi proyek/usaha yang sangat bergantung pada metode diskonto arus kas. Berikut tahapannya:

a. Mendiskonto masing-masing arus kas, baik arus kas yang masuk, maupun arus kas yang keluar

b. Hitung selisih dari keduanya sehingga diperoleh nilai NPV/project’s NPV c. Jika diperoleh nilai NPV positif maka usaha diterima, sedangkan jika nilai

NPV negatif, maka usaha ditolak.

Darusman (1981) mengemukakan, bahwa NPV diperoleh dengan mendiskonto semua biaya dan pendapatan pada discount rate tertentu dan kemudian hasil diskonto pendapatan dikurangi hasil diskonto biaya.

2. Rasio Keuntungan Biaya (BCR)

BCR yang sering juga dikenal dengan istilah profitability index (PI), merupakan perbandingan antara hasil diskonto pendapatan dengan hasil diskonto biaya dan nilainya harus > 1 untuk proyek yang layak diusahakan. (Brigham dan Gapenski 1930).

3. Tingkat Pengembalian Internal (IRR)

Brigham dan Gapenski (1991) mengemukakan bahwa IRR didefinisikan sebagai tingkat suka bunga yang menyebabkan arus penerimaan nilai sekarang suatu proyek sama dengan arus pengeluaran nilai sekarang suatu proyek.

PV (inflows) = PV ( investment costs)

(28)

4. Titik Impas (BEP)

(29)

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak Kecamatan Sukaresmi

Secara geografis Kecamatan Sukaresmi terletak di sebelah Utara Kabupaten Cianjur dengan memiliki luasan mencapai 113,31 km2 dan meliputi 11 desa/kelurahan dan 60 kedusunan. Adapun batas-batas administratif, yaitu: sebelah Utara dibatasi oleh Kabupaten Bogor; sebelah Barat dibatasi oleh Kecamatan Pacet; sebelah Selatan dibatasi oleh Kecamatan Cugenang dan Mande; sebelah Timur dibatasi oleh Kecematan Cikalong Wetan.

Gambar 1. Peta Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi

Topografi di Kecamatan Sukaresmi hampir seluruh bagian wilayahnya

merupakan dataran tinggi dengan ketinggian daerah berkisar antara 750–1.799 mdpl. Kedalaman efektif lahan mencapai >90 cm dengan tekstur

(30)

hari hujan mencapai 179,714 mm/hari. Tipe iklim termasuk B-1 dengan bulan basah sebanyak 7 (tujuh) bulan dan bulan kering selama 5 (lima) bulan.

Jenis tanah di Kecamatan Sukaresmi menurut Sistem Dudal/Soepraptohardjo (1951-1961) dan Modifikasi Sistem D/S (1978) termasuk ke dalam jenis alluvial, menurut klasifikasi FAO/UNESCO (1970) termasuk ke dalam fluvisol. Sedangkan menurut klasifikasi USDA termasuk ke dalam Entisol.

3.2 Kondisi Biofisik

Topografi di Kecamatan Sukaresmi hampir seluruh bagian wilayahnya merupakan dataran tinggi dengan ketinggian daerah berkisar antara 750–1.799 mdpl. Kedalaman efektif lahan mencapai >90 cm dengan tekstur tanah sedang dan tingkat kepekaan terhadap erosi termasuk agak peka. Curah hujan tertingginya sebanyak 3–4 bulan/tahun dengan rata-rata curah hujan 217 mm/bulan. Rata-rata curah hujan mencapai 2.815,286 mm/tahun dan rata-rata hari hujan mencapai 179,714 mm/hari. Tipe iklim termasuk B-1 dengan bulan basah sebanyak 7 (tujuh) bulan dan bulan kering selama 5 (lima) bulan.

Berdasarkan potensi pengembangan komoditas dari penggunaan lahan saat ini, maka WP Utara dibagi berdasarkan 4 Zonasi Fisik (ZF) dimana Kecamatan Sukaresmi bersama Kecamatan Pacet termasuk ke dalam ZF 2 yang menitikbertakan pada dominasi sayur-sayuran dan bunga potong. Kabupaten Cianjur yang termasuk ke dalam Wilayah Pembangunan Utara sebagai daerah agraris yang bertumpu pada sektor pertanian memiliki kondisi lahan dan agroklimat yang sangat sesuai bagi pertumbuahan tanaman pertanian, khususnya tanaman hias di wilayah Cianjur Utara.

3.3 Sebaran Hutan Rakyat / Kebun Rakyat di Desa Cikanyere

(31)
[image:31.612.134.506.137.329.2]

tanaman. Jenis yang paling banyak dibudidayakan adalah sayur-sayuran dan tanaman hias atau bunga potong yang hingga kini menjadi komoditi unggulan. Tabel 4 Luas wilayah Desa Cikanyere menurut penggunaannya pada tahun 2006

No. Penggunaan Luas (ha)

1. Pemukiman warga dan jalan 209,779

2. Sawah irigasi setengah teknis 394,242

3. Perkebunan/ladang 4,152

4. Hutan 14,000

5. Perkantoran 1,200

6. Sekolah 2,250

7. Tempat pemakaman umum 9,695

8. Rekreasi dan olah raga : a. Lapangan sepak bola b. Lapangan olah raga lainnya c. Taman rekreasi

1,200 0,300 15,750

9. Kolam/empang 1,500

10. Rawa 1,500

11. Tanah darat dan kebun masyarakat 164,127

12. Tempat peribadatan 7,422

13. Real Estate 12,000

(32)

IV. METODOLOGI

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sedangkan waktu penelitian dimulai pada Bulan Juni sampai dengan bulan September 2007. Pertimbangan pemilihan lokasi yakni telah banyak produsen tanaman krisan baik produsen yang berbentuk instansi/kelembagaan, kelompok tani maupun perseorangan serta lokasinya yang relatif subur. Alasan lain yakni bertepatan dengan pelaksanaan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan Patisipatif oleh pemerintah melalui Departemen Kehutanan yang melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat petani sekitar hutan.

4.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan milik keluarga Sunaryo yang dikelola oleh petani penggarap di sekitar lokasi penelitian, Pupuk kandang, Urea, TSP, KCL, Furadan 3G, Pestisida, ZPT dan Bibit tanaman krisan. Sementara peralatan yang digunakan adalah: Solarimeter, Bambu, Tali rafia, Cangkul, Parang Kored, Gunting, Pisau, Gergaji, Kampak, Tangki air, Selang air, Sprayer, Alat tulis, Meteran, Peta kecamatan, Kamera digital dan Kalkulator.

4.3 Metode Pengumpulan Data

(33)

tanaman pokok, syarat tumbuh dan teknik budidaya tanaman krisan yang juga diperoleh melalui wawancara dengan petani dan produsen tanaman hias setempat. Data sekunder yang dikumpulkan diantaranya:

1. Data mengenai beberapa sistem/pola agroforestri yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari Dinas Kehutanan, Badan Litbang Kehutanan setempat, Dinas PKT (Perhutanan dan Konservasi Tanah) dan instansi lain yang terkait

2. Data mengenai analisis usaha pola agroforestri yang pernah ada di kawasan tersebut dan kawasan–kawasan lain di indonesia

3. Data mengenai tanaman krisan, mulai dari jenis-jenis tanaman krisan, kualitas dan mutu yang ditawarkan, kesesuaian lahan/syarat tumbuh tanaman krisan, kegiatan pemasaran (keuntungan dan biaya) serta prospek tanaman krisan kedepan.

4. Berbagai macam kutipan literatur, laporan dan arsip-arsip dari dinas terkait maupun yang bersumber dari media elektronik dapat juga dijadikan sebagai referensi dalam memperoleh data dan informasi sekunder.

4.4 Metode Kerja

1. Terhadap objek tanaman krisan

(34)

Berikut tahapan kerjanya: a. Persiapan lahan

Persiapan lahan dimulai dengan kegiatan pembersihan lahan dari gulma dan rumput liar, kemudian digemburkan tanahnya dan digali dengan kedalaman 30 cm sambil memendam rumput-rumput liar yang sebelumnya terdapat pada permukaan atau sekitar bedengan, pemendaman rumput liar ini bertujuan untuk menambah kandungan unsur hara organik tanah dan hanya dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah rumput-rumput liar tersebut mengalami proses dekomposisi. Penambahan bahan organik lain dilakukan dengan memberikan kotoran ternak sebanyak 40 kg/20m² (@ bedengan diberi kotoran ternak sebanyak 10 kg). Kotoran ternak yang diberikan diaduk dan digemburkan bersamaan dengan media lainnya. Untuk mencegah hama yang dapat mengganggu atau merusak tanaman, digunakan pestisida dasar yaitu Furadan 3G dengan dosis 100 mg untuk masing-masing bedengan. Setelah campuran tanah, pupuk organik dan pestisida diaduk dan digemburkan secara merata, kemudian dibentuk bedengan-bedengan yang rata permukaanya menyerupai persegi panjang dengan lebar masing-masing bedengan 5 x 1 m.

Pada akhir kegiatan persiapan lahan, dilakukan pembuatan net atau jaring-jaring dari bahan tali rafia sesuai dengan ukuran jarak tanam yaitu 20 x 20 cm.. Pembuatan net ini bertujuan untuk menjaga agar tanaman tetap berada pada posisi tegak dan lurus sesuai dengan pengukuran jarak tanam awal.

b. Pembuatan lubang tanam

Kegiatan selanjutnya adalah membuat lubang tanam dengan menggunakan bambu yang agak runcing pada jarak 20 x 20 cm, jarak tanam tersebut disesuaikan dengan ukuran net yang telah dipasang sebelumnya (pembuatan lubang tanam pada posisi tengah jaring).

c. Penanaman

(35)

bunga potong setempat. Kisaran tinggi rata-rata bibit tanaman yang akan ditanam adalah 10-15 cm dari hasil penyemaian selama 10-15 hari (setelah melewati tahap aklimatisasi). Penanaman dilakukan pada sore hari dengan tujuan mengurangi tekanan atau stress. Pada akhir penanaman, kegiatan yang dilakukan yaitu penyiraman.

d. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan dimulai dari penyiraman yang dilakukan setiap hari (pagi dan sore), penyiangan yang dilakukan dua minggu sekali, pemupukan dengan menggunakan pupuk urea 200 gr + ZA 200 gr + KNO3 100 gr per m² luas lahan lahan (pupuk untuk fase perkembangan vegetatif). Sementara pada fase generatif/berbunga, digunakan pupuk urea 10 gr + TSP 10 gr + ZA 15 gr dan KNO3 25 gr per m² luas lahan. Kapur pertanian juga dapat ditambahkan untuk menurunkan tingkat keasaman tanah (PH tanah), pemberian kapur pertanian biasanya dilakukan ketika pada lahan yang sama telah dilakukan penanaman tanaman krisan jenis yang sama selama beberapa kali, sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan pemberian kapur pertanian karena pada lokasi tersebut penanaman bunga krisan dilakukan pertama kali. Kegiatan pemeliharaan lainnya adalah pemberantasan hama penyakit yang dilakukan setiap minggu. Pemberantasan hama penyakit, lebih banyak dilakukan secara manual dan tradisional yaitu dengan cara membuang atau memotong bagian tanaman yang terindikasi terserang hama penyakit. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia hanya dilakukan dua kali selama satu daur hidup tanaman krisan, yaitu dengan menggunakan insektisida Decis 2,5 EC.

e. Pengamatan dan Pengukuran

(36)

2. Terhadap objek intensitas cahaya matahari

Tahapan yang dilakukan sederhana saja yaitu persiapan alat serta pengukuran dan pengamatan.

a. Persiapan alat

Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya matahari yakni solarimeter (terdiri dari alat avometer yang dihubungkan dengan sensor penerima panas). Alat ini diletakkan pada empat titik pengamatan yakni masing-masing satu titik untuk setiap bedengan.

b. Pengukuran dan pengamatan

Pengukuran dilakukan selama delapan jam perhari dimulai dari pukul 08.00 WIB s/d 16.00 WIB, selama delapan jam tersebut, dilakukan 480 kali pengukuran, dengan selang pengukuran tiap 10 menit sekali. Untuk satu lokasi/ titik pengukuran, diperlukan jangka waktu selama 2 hari, artinya dilakuakan 960 kali pengukuran untuk satu titik lokasi. Pada kegitan penelitian ini terdiri dari 4 titik lokasi pengukuran yaitu bedeng I dan II pada tegakan terbuka dan bedeng I dan II pada tegakan tertutup.

4.5 Analisis Data

Analisis data sebagian besar menggunakan software Microsoft Ofifice Excel dan sebagian lagi menggunakan program SPSS.

1. Analisis persen hidup dan persen berbunga tanaman krisan

Analisis data terhadap persen hidup dan persen berbunga tanaman krisan dengan menggunakan rumus dibawah ini:

a. Persen hidup tanaman krisan

Persen (%) Hidup Tanaman = 100% - (n/N x 100%) Keterangan:

n = jumlah tanaman yang mati

N = jumlah seluruh tanaman pada tiap bedeng (@125 tanaman) b. Persen berbunga tanaman krisan (kumulatif)

(37)

Keterangan:

B = jumlah seluruh tanaman yang hidup pada satu bedengan bi = jumlah tanaman yang berbunga pada minggu ke-i bi+n = jumlah tanaman yang berbunga pada minggu ke-i+n

2. Analisis pengaruh pemberian naungan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter pangkal tangkai tanaman krisan

Pengaruh intensitas cahaya matahari (tegakan tertutup dan terbuka) dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktorial dengan 24 kali ulangan. Bentuk umum dari persamaan RAL (Mattjik dan Sumertajaya 2000):

Yij = µ + Mi + ij Keterangan:

Yij = respon pengaruh naungan/ bagian ke-1 dan ulangan ke-j µ = nilai rata-rata umum

Mi = pengaruh naungan/bagian ke-i ij = kesalahan percobaan

Bentuk hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

H0a : Pemberian naungan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman krisan.

H1a: Pemberian naungan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman krisan

H0b: Pemberian naungan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter pangkal tangkai tanaman

H1b: Pemberian naungan berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter pangkal tangkai tanaman

(38)

3. Analisis terhadap mutu dan kualitas tanaman krisan yang dihasilkan Standar umum kriteria bunga potong krisan dibedakan dalam 3 kelas, yaitu:

a. Kelas I untuk konsumen di hotel dan florist besar 1. Panjang tangkai bunga lebih dari 70 cm

2. Diameter pangkal tangkai bunga lebih dari 5 mm

b. Kelas II dan III untuk konsumen rumah tangga, florist menengah dan dekorasi massal

1. Panjang tangkai bunga kurang dari 70 cm

2. Diameter pangkal tangkai bunga kurang dari 5 mm

[image:38.612.139.528.335.626.2]

Sementara berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (BSN), syarat mutu bunga krisan krisan potong dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Syarat mutu bunga krisan potong segar menurut BSN

Sumber: PT Alam Indah Bunga Nusantara (2007)

No Jenis Uji Satuan Kelas Mutu

AA A B C

1 Panjang tangkai minimum - Tipe standar - Tipe spray Aster Kancing Santini cm 76 76 76 60 70 70 70 55 61 61 61 50 Asalan

2 Diameter tangkai bunga

- Tipe standar, aster dan kancing

- Santini

mm > 5

> 4

4.1 – 5

3.5 – 4

3 – 4

3 – 3.5

Asalan

3 Diameter bunga setengah mekar - Tipe standar - Tipe spray Aster Kancing Santini mm > 80 > 40 > 35 > 30

71 – 80

> 40 > 35 > 30

60 – 70

> 40 > 35 > 30

Asalan

4 Kesegaran bunga Segar Segar Segar Asalan

5 Benda asing/kotoran maksimal % 3 5 10 > 10

6 Keadaan tangkai bunga Kuat,

Lurus, tidak pecah Kuat, lurus, tidak pecah Kuat, lurus, tidak pecah Asalan

7 Keseragaman kultivar Seragam Seragam Seragam Asalan

8 Daun pada 2/3 bagian tangkai bunga Lengkap dan seragam Lengkap dan seragam Lengkap dan seragam Asalan

9 Penanganan pasca panen Mutlak

perlu

(39)

4. Analisis Finansial

Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Net Present Value (NPV)

NPV diperoleh dari mendiskonto semua biaya dan pendapatan pada suku bunga diskonto dan kemudian hasil diskonto pendapatan dikurangi hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan layak usaha apabila NPV> 0 atau NPV bernilai positif yang berarti proyek tersebut memberikan pengembalian yang sama dengan tingkat pengembalian yang disyaratkan dan harus diterima (social opportunity cost of capital), dengan rumus sebagai berikut:

NPV = PVpenerimaan – PVpengeluaran =

(

)

= + n t t i Bt 1 1 -

(

)

= + n t t i Ct 1 1 =

(

)

= + − n t t i Ct Bt 1 1 Keterangan:

NPV = nilai bersih sekarang PV = present value

Bt = manfaat yang diperoleh setiap tahun Ct = biaya yang dikeluarkan setiap tahun t = periode waktu

i = tingkat suku bunga b. Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR adalah perbandingan antara keuntungan (benefit) dan biaya (cost) secara kotor. Proyek dikatakan layak usaha apabila BCR>1. BCR menunjukan besarnya keuntungan yang diperoleh sebagai akibat dari investasi, dengan rumus sebagai berikut:

BCR =

(

)

(40)

Keterangan:

BCR = rasio manfaat biaya

Bt = manfaat yang diperoleh setiap tahun Ct = biaya yang dikeluarkan setiap tahun t = periode waktu (tahun)

i = tingkat suku bunga c. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga yang membuat NPV daripada proyek sama dengan nol atau tingkat suku bunga yang menyebabkan besarnya biaya sama dengan besarnya pendapatan, dengan rumus sebagai berikut:

IRR =

(

)

= +

n

t

t

i Ct Bt

1 1

= 0 atau IRR = ii +

NPVii NPVi

NPVi

(

)

i ii i

i

Keterangan:

IRR = tingkat pengembalian internal Bt = manfaat yang diperoleh setiap tahun Ct = biaya yang dikeluarkan setiap tahun t = periode waktu (tahun)

i = tingkat suku bunga d. Break Even Point (BEP)

Titik Impas merupakan titik kegiatan (volume penjualan) dimana total pendapatan (revenue) sama dengan total beban (expense); yaitu tidak berlaba ataupun rugi. Cara yang digunakan untuk menghitung nilai titik impas adalah dengan metode "marjin kontribusi" atau "metode laba marjinal". Marjin kontribusi sama dengan penjualan dikurangi semua beban variabel. Penjualan dan beban dianalisa sebagai berikut :

1. Marjin kontribusi per unit untuk menutup beban tetap dan laba bersih yang ditargetkan = Harga jual per unit – Beban variabel per unit

(41)

4.6 Asumsi Analisis Finansial

Untuk mengetahui kelayakan usaha agroforestri dilakukan analisis finansial dengan beberapa asumsi-asumsi sebagai dasar dalam perhitungan dan pengambilan keputusan.

Asumsi-asumsi yang dimaksud diantaranya:

1. Suku bunga yang berlaku adalah 12% berdasarkan suku bunga Bank.

2. Umur kelayakan proyek dihitung berdasarkan pada daur tanaman gmelina di lahan milik petani (8 tahun).

3. Pendapatan mulai dihitung sejak lahan diolah dan dimanfaatkan. 4. Pendapatan dari tanaman krisan dihitung sesuai periodisitas panen. 5. Semua harga output-input yang digunakan dalam menganalisis yaitu

berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian berlangsung dan dianggap konstan selama umur proyek

6. Analisis proyek tidak memperhitungkan pajak penghasilan.

7. Perekonomian Negara dalam keadaan stabil selama jangka waktu analisis (tidak terjadi inflasi).

8. Sumber modal seluruhnya berasal dari modal sendiri. 9. Tidak menggunakan jasa tenaga kerja dari luar.

10.Pengukuran dilakukan terhadap lahan seluas 10 m² (2 bedeng).

(42)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Budidaya Tanaman Krisan

Tanaman krisan yang dibudidayakan adalah produk bunga potong varietas Snowcap yang ditanam pada bedeng I (tegakan terbuka dan tertutup) dan varietas Breeder Grower Agreement (BGA) Samantha yang ditanam pada bedeng II (tegakan terbuka dan tertutup), dimana keduanya memiliki bentuk bunga "dekoratif" yaitu bunga berbentuk bulat mirip pompon tetapi mahkota bunganya tampak rapat, ditengah pendek dan bagian tepi memanjang. Berdasarkan jumlah bunga yang dihasilkan, maka kedua varietas bunga tersebut tergolong tipe "standard" dimana pada satu tangkai bunga hanya terdapat satu kuntum bunga berukuran besar. Pada dasarnya semua bunga krisan menghasilkan tangkai bunga yang berisi beberapa kuntum bunga, kemudian dengan teknik disbudding, para ahli tanaman menciptakan krisan berbunga tunggal atau disebut krisan standar (Rukmana dan Mulyana 1997).

Bunga potong varietas Snowcap dan Breeder Grower AgreementSamantha dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

(43)

Gambar 3 Fase berbunga tanaman krisan potong varietas Snowcap. Berikut adalah tahapan dalam membudidayakan tanaman krisan baik pada tegakan terbuka maupun tegakan tertutup:

1. Persiapan lahan

Persiapan lahan dimulai dengan kegiatan pembersihan lahan dari gulma dan rumput liar, kemudian digemburkan tanahnya dan digali dengan kedalaman 30 cm sambil memendam rumput-rumput liar yang sebelumnya terdapat pada permukaan atau sekitar bedengan, pemendaman rumput liar ini bertujuan untuk menambah kandungan unsur hara organik tanah dan hanya dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah rumput-rumput liar tersebut mengalami proses dekomposisi. Penambahan bahan organik lain dilakukan dengan memberikan kotoran ternak sebanyak 40 kg/20m² (@ bedengan diberi kotoran ternak sebanyak 10 kg). Kotoran ternak yang diberikan diaduk dan digemburkan bersamaan dengan media lainnya. Untuk mencegah hama yang dapat mengganggu atau merusak tanaman, digunakan pestisida dasar yaitu Furadan 3G dengan dosis 100 mg untuk masing-masing bedengan. Setelah campuran tanah, pupuk organik dan pestisida diaduk dan digemburkan secara merata, kemudian dibentuk bedengan-bedengan yang rata permukaanya menyerupai persegi panjang dengan lebar masing-masing bedengan 5 x 1 m.

(44)

Pembuatan net ini bertujuan untuk menjaga agar tanaman tetap berada pada posisi tegak dan lurus sesuai dengan pengukuran jarak tanam awal.

2. Pembuatan lubang tanam

Kegiatan selanjutnya adalah membuat lubang tanam dengan menggunakan bambu yang agak runcing pada jarak 20 x 20 cm. Jarak tanam tersebut disesuaikan dengan ukuran net yang telah dipasang sebelumnya (pembuatan lubang tanam pada posisi tengah jaring).

3. Penanaman

Pada lubang tanam yang telah tersedia, ditanam satu buah bibit bunga krisan potong varietas Snowcap yang ditanam pada bedeng I (tegakan terbuka dan tertutup) dan varietas Breeder Grower Agreement (BGA) Samantha yang ditanam pada bedeng II (tegakan terbuka dan tertutup) dari hasil pembiakan vegetatif berupa stek pucuk. Bibit diperoleh dari Bapak H.Wawan yaitu seorang produsen bunga potong setempat. Kisaran tinggi rata-rata bibit tanaman yang akan ditanam adalah 10-15 cm dari hasil penyemaian selama 10-15 hari (setelah melewati tahap aklimatisasi). Penanaman dilakukan pada sore hari dengan tujuan mengurangi tekanan atau stress. Pada akhir penanaman, kegiatan yang dilakukan yaitu penyiraman.

4. Pemeliharaan

(45)

banyak dilakukan secara manual dan tradisional, yaitu dengan cara membuang atau memotong bagian tanaman yang terindikasi terserang hama penyakit. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia hanya dilakukan dua kali selama satu daur hidup tanaman krisan, yaitu dengan menggunakan insektisida Decis 2,5 EC. Selama penelitian berlangsung, kegiatan pemanenan dan pasca panen tidak diikutsertakan dalam rangkaian teknik budidaya tanaman krisan, sehingga data dan informasi mengenai dua kegiatan tersebut diperoleh dari sumber data sekunder.

5.2 Perkembangan Tanaman Krisan

1. Persen hidup dan persen berbunga tanaman krisan

[image:45.612.132.504.368.448.2]

Daftar persen hidup dan persen berbunga tanaman krisan yang dibudidayakan pada tegakan terbuka dan tertutup dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Daftar persen hidup dan persen berbunga tanaman krisan pada tegakan

terbuka dan tertutup

Rata–rata perkembangan tanaman krisan yang tertera pada Tabel 6 menunjukkan, bahwa persen hidup tanaman krisan pada tegakan tertutup lebih besar dibandingkan dengan persen hidup tanaman krisan pada tegakan terbuka, hal ini diduga disebabkan oleh faktor naungan. Pada tegakan tertutup yang diberi naungan hingga 75 %, akan memberikan perlindungan bagi tanaman krisan yang tumbuh dibawahnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (2006) mengemukakan, bahwa rumah lindung (naungan) berfungsi memberikan kondisi lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman krisan. Selain itu, modifikasi lingkungan tumbuh (iklim mikro), akan mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dan mengurangi pengaruh negatif lingkungan seperti intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi, terpaan air hujan langsung, amplitudo suhu harian yang tinggi serta serangan serangga hama dan patogen.

No Lokasi Penanaman

Persen Hidup Tanaman Krisan (%)

Persen Berbunga Tanaman Krisan (%) Pada Tegakan

Terbuka

Pada Tegakan Tertutup

Pada Tegakan Terbuka

(46)
[image:46.612.132.508.235.297.2]

Nilai persen berbunga yang juga tertera pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pada tegakan terbuka, nilai persen berbunga lebih besar jika dibandingkan dengan nilai persen berbunga pada tegakan tertutup, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari pada tegakan terbuka lebih besar dibandingkan dengan intensitas cahaya matahari pada tegakan tertutup yang secara otomatis akan mempengaruhi laju fotosintesis tanaman tersebut. Besarnya intensitas cahaya matahari pada tegakan terbuka dan tertutup (bedeng I dan II) dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata intensitas cahaya matahari pada tegakan terbuka dan tertutup No Lokasi Penanaman Rata-rata Intensitas Cahaya Matahari (w/m²)

1 Pada Tegakan Terbuka Bedeng I 424,09

Bedeng II 427,82

2 Pada Tegakan Tertutup Bedeng I 188,36

Bedeng II 309,29

Menurut Harjadi (1982), Laju fotosintesis berbanding lurus dengan intensitas cahaya sampai kira-kira 1.200 footcandle. Rukmana dan Mulyana (1997) mengemukakan, bahwa peningkatan hasil fotosintesis berpengaruh terhadap laju pertumbuhan generatif, yaitu pembentukan promordia atau pembungaan akibat adanya penumpukkan atau penyimpanan karbohidrat.

2. Tinggi dan diameter tanaman krisan a. Tinggi

Daftar perkembangan tinggi tanaman krisan pada tegakan terbuka dan tertutup dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rekapitulasi nilai rata–rata tinggi tanaman krisan pada tegakan terbuka dan tertutup selama 11 kali pengukuran

Rata–rata tinggi tanaman pada minggu ke- (cm)

Lokasi Tanam

Tegakan Terbuka Tegakan Tertutup Bedeng I Bedeng II Bedeng I Bedeng II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

5,89 5,18 5,69 5,84

7,47 7,00 7,99 8,31

8,86 8,48 10,69 10,97

12,10 11,66 12,25 13,65

14,73 14,95 14,84 17,95

19,04 19,19 19,41 24,85

23,58 24,57 25,09 31,84

26,50 27,13 29,08 34,19

30,54 29,48 35,32 36,27

32,43 30,33 39,24 37,82

34,77 31,99 43,39 39,37

[image:46.612.134.499.514.674.2]
(47)

setinggi 43,39 cm dan 39,37 cm, sementara pada tegakan terbuka tinggi rata–rata tanaman krisan masing–masing adalah 34,77 cm pada bedeng I dan 31,99 cm pada bedeng II. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa rata–rata tinggi tanaman krisan pada tegakan tertutup lebih tinggi jika dibandingakan dengan rata–rata tinggi tanaman krisan pada tegakan terbuka. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh faktor pencahayaan yang menyebabkan tanaman dibawah naungan (dibawah tegakan), bergerak mendekati arah rangsangan yang berupa cahaya matahari. Gerakan mendekati arah rangsangan tersebut disebut gerak fototropisme (Setiawan 2006). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, nilai parameter tinggi ini berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Hasil analisis sidik ragam pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap tinggi tanaman krisan dapat dilihat pada Lampiran 13.

Perbedaan rata–rata tinggi tanaman krisan antara tegakan terbuka dan tegakan tertutup dapat juga dilihat pada Gambar 4.

33.38 41.38 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 tegakan terbuka tegakan tertutup Lokasi penanaman R a ta -r a ta t in g g i ta n a m a n ( cm ))

Gambar 4 Perbedaan rata–rata tinggi tanaman krisan antara tegakan terbuka dan tegakan tertutup pada akhir pengamatan (minggu ke-11).

b. Diameter

(48)
[image:48.612.132.503.116.173.2]

Tabel 9 Rekapitulasi nilai rata–rata diameter pangkal tangkai tanaman krisan (bunga potong) pada tegakan terbuka dan tertutup

Pada Tabel 9, diketahui bahwa nilai rata–rata diameter pangkal tangkai tanaman krisan pada tegakan terbuka nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan diameter pangkal tangkai tanaman krisan pada tegakan tertutup, hal ini diduga berhubungan dengan fase reproduktif tanaman krisan. Pada penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa nilai persen berbunga (fase reproduktif) pada tegakan terbuka lebih besar dibandingkan dengan nilai persen berbunga pada tegakan tertutup. Menurut Harjadi (1982), jika tanaman yang fase reproduktifnya dominan atas fase vegetatifnya maka akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mempunyai pertumbuhan vegetatif yang buruk; kerdil/pendek dan akan

membentuk beberapa buah

2. Batangnya akan berkayu; ruas-ruasnya pendek; dan daun-daunnya agak sempit, sedang dan berkutikula tebal

3. Bunga dan buah akan tampak; dinding-dinding sel akan tebal; jaringan-jaringan pembuluh akan dibentuk secara baik; dan jaringan-jaringan-jaringan-jaringan penyimpanan akan penuh dengan pati.

Mengacu pada ciri yang ke-3, dapat diketahui bahwa berdasarkan pada parameter "diameter", maka pada tegakan terbuka yang fase reproduktifnya lebih tinggi, akan memiliki diameter pangkal tangkai tanaman krisan yang nilainnya lebih besar dibandingkan dengan diameter pangkal tangkai tanaman krisan pada tegakan tertutup, namun besarnya ukuran diameter ini tidak dibarengi dengan pertambahan ukuran tinggi (pendek/kerdil) dan sesuai dengan penjelasan sebelumnya, bahwa pada tegakan terbuka, tinggi tanaman krisan lebih rendah dibandingkan dengan tinggi tanaman krisan pada tegakan tertutup (lihat Gambar 4). Berdasarkan analisis sidik ragam, nilai parameter diameter ini tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

No Lokasi Penanaman Rata – rata Diameter Pangkal Tangkai Tanaman Krisan (cm) Pada Tegakan Terbuka Pada Tegakan Tertutup

1 Bedeng I 0,61 0,56

(49)

Hasil analisis sidik ragam pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap diameter pangkal tangkai tanaman krisan dapat dilihat pada Lampiran 14.

[image:49.612.178.465.185.359.2]

Untuk lebih jelas mengenai perbedaan rata–rata diameter pangkal tangkai tanaman krisan antara tegakan terbuka dan tegakan tertutup, dapat dilihat pada Gambar 5. 0.56 0.59 0.53 0.54 0.55 0.56 0.57 0.58 0.59 0.6 tegakan terbuka tegakan tertutup Lokasi penanaman R a ta -r a ta d ia m et er ( cm )

Gambar 5 Perbedaan rata-rata diameter pangkal tangkai tanaman

krisan antara tegakan terbuka dan tegakan tertutup pada akhir pengamatan (minggu ke-11).

5.3 Mutu dan Kualitas Tanaman Krisan

(50)

Selain tinggi dan diameter pangkal tangkai bunga krisan, ada kriteria lain yang dijadikan acuan dalam menentukan kualitas tanaman krisan. Kriteria-kriteria tersebut biasanya sangat berhubungan dengan nilai jual di pasaran, diantaranya: penampilan yang baik dan menarik, sehat dan bebas dari serangan hama penyakit.

Selama membudidayakan tanaman krisan, ada beberapa hama penyakit yang menggangu tanaman krisan dan diduga telah menyebabkan menurunnya kualitas tanaman.

Pengganggu yang termasuk hama diantaranya: 1. Thrips (Thrips tabaci dan Frankliniella occidentalis) Gejala serangan yang ditimbulkan diantaranya:

a. Pucuk dan tunas-tunas samping berwarna keperak-perakkan atau kekuning- kuningan, terutama pada permukaan bawah daun.

b. Pada serangan yang berat dapat menimbulkan gejala keriting daun, terpelincir dan berkerut.

Ciri umum yang dapat dilihat dari hama tersebut yaitu: jenis serangga yang panjangnya tidak lebih dari 1 mm, berwarna pucat, kuning sampai kehitam-hitaman.

2. Tungau merah ( Tetranychus sp.)

Gejala serangan yang ditimbulkan diantaranya:

a. Daun yang terserang berwarna kuning kecokelatan, terpelintir (distorsi), menebal, dan berbercak kuning sampai cokelat.

b. Pada serangan berat menyebabkan kematian pucuk tanaman

Ciri umum yang dapat dilihat dari hama tersebut yaitu: serangga dewasa berukuran sangat kecil (+ 0,25 mm), telur berwarna putih dan diletakkan dibawah permukaan daun.

Pengendalian hama–hama tersebut lebih sering dengan cara non kimia yaitu dengan cara memotong dan menyingkirkan bagian daun, pucuk atau bunga yang sudah terserang hama. Pengendalian dengan cara kimia jarang dilakukan, hanya 2 kali selama satu daur hidup tanaman krisan yaitu menggunakan insektisida Decis 2,5 EC.

(51)

1. Cendawan Botrytis Cinerea Pers

Cendawan ini menyebabkan penyakit Kapang Kelabu (grey mold) dengan gejala serangan sebagai berikut:

a.Tajuk dan kuntum bunga bercak-bercak diliputi lapisan kelabu kecokelat- cokelatan, membusuk, dan berlekatan

b. Pada serangan berat menyebabkan busuk bunga 2. Virus Kerdil

Gejala serangan virus kerdil adalah tanaman tumbuhnya kerdil (mengecil), tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih awal dari pada tanaman yang sehat (normal), dan warna bunganya menjadi pucat. Penyakit kerdil ditularkan oleh alat-alat pertanian yang tercemar penyakit dan pekerja di kebun (Rukmana dan Mulyana 1997).

Penanganan dan pengendalian penyakit-penyakit tersebut dilakukan secara terpadu dan fokus kepada pengendalian non kimia. Pengendalian yang dilakukan yaitu mencabut tanaman yang terindikasi telah terserang penyakit, pembersihan dan pemeliharaan tanaman dengan menggunakan alat-alat pertanian yang steril serta penyemprotan insektisida untuk mengendalikan vektor virus.

5.4 Biaya Pengelolaan Lahan

Beberapa komponen biaya yang diperlukan selama kegiatan pengelolaan lahan (usaha agroforestri dengan tanaman krisan) yaitu:

1. Biaya peralatan

Peralatan yang dimaksud terdiri dari: Cangkul, Parang, Kored, Gunting, Pisau, Gergaji, Kampak, Tangki air ukuran 100 liter, Selang ukuran 100 meter, Sprayer, Bambu, Tali rafia dan bambu.

2. Biaya pupuk

Pupuk yang dimaksud adalah pupuk kandang, pupuk urea, TSP, KCL, Furadan 3G, Pestisida dan ZPT.

3. Biaya bibit

Bibit yang dimaksud adalah bibit tanaman pokok Gmelina arborea dan bibit tanaman krisan yang dipilih dari varietas Snowcap dan BGA Samantha.

(52)
[image:52.612.130.505.108.200.2]

Tabel 10 Jumlah total komponen biaya dalam usaha agroforestri dengan tanaman krisan/tahun dengan luasan lahan 10 m²

Biaya-biaya tersebut merupakan biaya pengelolaan lahan selama delapan tahun (satu daur tanaman pokok gmelina) dan setiap tahunnya terdiri dari tiga kali daur tanam/panen bunga krisan. Satu kali daur tanam/panen bunga krisan, memerlukan waktu sekitar tiga sampai empat bulan. Biaya terbesar terjadi pada tahun pertama karena penyediaan alat-alat pertanian yang dilakukan/dibeli secara bersamaan. Total biaya-biaya tersebut terdiri dari dua jenis biaya pokok, yaitu biaya pokok tetap (fixed costs) dan biaya pokok variabel (variable costs). Rincian mengenai biaya pokok tetap dan biaya pokok variabel dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11 Komponen dan besarnya biaya pokok tetap dalam pengelolaan lahan agroforestri dengan tanaman krisan selama 1 tahun (3 periode tanam) untuk lahan seluas 10 m²

No Komponen Biaya Tetap Besarnya biaya yang diperlukan /tahun/20m² (Rp)

1 Cangkul 20.000

2 Parang 15.000

3 Kored 15.000

4 Gunting 3.000

5 Pisau 3.000

6 Gergaji 70.000

7 Kampak 60.000

8 Tangki air (100 liter) 175.000

9 Selang air (100 meter) 150.000

10 Sprayer 25.000

Jumlah 536.000

Komponen biaya pokok tetap yang tertera pada Tabel 11, disediakan atau dibeli dengan jumlah yang sama setiap tahun, yaitu masing-masing satu buah untuk setiap komponen biaya.

Tahun ke - Jumlah biaya yang dikeluarkan (Rp)

1 585.700

2 173.700

3 206.700

4 198.700

5 206.700

6 521.700

7 231.700

[image:52.612.135.502.425.577.2]
(53)
[image:53.612.139.505.120.276.2]

Tabel 12 Komponen dan besarnya biaya pokok variabel dalam pengelolaan lahan agroforestri dengan tanaman krisan selama 1 tahun (3 periode tanam) untuk lahan seluas 10 m²

No Komponen Biaya Variabel Besarnya biaya yang diperlukan /tahun/20m² (Rp)

1 Bambu 7.200

2 Tali rafia 12.000

3 Pupuk kandang 6.000

4 Urea 37.350

5 TSP 63.900

6 KCL 13.500

7 Furadan 3G 6.000

8 Pestisida dan ZPT 9.000

9 Bibit Krisan 18.750

10 Bibit Gmelina 6.000

Jumlah 179.700

Komponen biaya variabel yang tertera pada Tabel 12 merupakan komponen biaya yang disediakan/dibeli untuk tiga kali periode tanam, sehingga besarnya biaya yang diperlukan untuk satu kali periode tanam dapat diperoleh dengan membagi masing-masing besarannya/jumlahnya dengan bilangan "3".

5.5 Pendapatan Hasil Panen Pengelolaan Lahan

Pendapatan hasil panen pengelolaan lahan (pola agroforestri) setiap tahun dengan luasan lahan 10 m², dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Besarnya pendapatan hasil panen pengelolaan lahan agroforestri setiap tahun dengan luasan lahan 10 m²

Tahun ke- Besar Pendapatan (Rp)

1 -57.700

2 354.300

3 321.300

4 329.300

5 321.300

6 6.300

7 296.300

8 2.224.300

[image:53.612.131.503.470.585.2]
(54)

pendapatan seperti yang tertera pada Tabel 13 disebabkan oleh biaya pengelolaan lahan. Biaya pengelolaan lahan agroforestri pada tahun pertama jumlahnya paling besar, yaitu sebesar Rp 585.700, hal ini mengakibatkan jumlah pendapatan bersih yang diperoleh pada tahun pertama pun menjadi bernilai "negatif" yaitu sebesar Rp -57.700 (Rp 528.000 – Rp 585.700 ) yang artinya pengelola mengalami kerugian. Pendapatan tiap tahun yang diperoleh, tidak termasuk nilai akhir sisa barang (Net Salvage Value) dan dianggap nol karena tidak diketahui (Brigham F dan Gapenski C 1991).

Tanaman krisan yang dipanen selama tiga kali daur tanam bunga krisan (1 tahun) berjumlah 66 ikat/unit yang berasal dari 660 tangkai bunga. Satu ikat tanaman krisan yang dipasarkan berisi 10 tangkai dan dipasarkan dengan harga Rp 8.000/ikat. Sehingga dari hasil penen tanaman krisan saja diperoleh pendapatan kotor sebesar Rp 528.000 (Rp 8.000 x 66). Pendapatan dari hasil panen tanaman pokok (Gmelina arborea) yaitu sebesar Rp 2.000.000, hasil ini berasal dari empat pohon (@ Rp 500.000) dan dapat diperoleh pada akhir daur tanaman pokok (tahun ke-8).

5.6 Analisis Finansial

Komponen analisis finansial yang dihitung adalah NPV, BCR, IRR dan BEP. Hasil perhitungan dari masing-

Gambar

Tabel 1  Sentra dan jenis tanaman hias yang dikembangkan di kabupaten/kota di    Provinsi Jawa Barat
Tabel 3  Syarat mutu bunga krisan potong segar menurut BSN
Gambar 1. Peta Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi
Tabel 4  Luas wilayah Desa Cikanyere menurut penggunaannya pada tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Agroforestri adalah sistem kombinasi lahan yang mengkombinasikan tanaman kayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat

Karakteristik umum agroforestri, yaitu penanaman dengan sengaja antara pohon dan tanaman pertanian dan atau ternak pada unit lahan yang sama dalam berbagai bentuk pencampuran

Dengan menanam tanaman pola agroforestri/hutan rakyat atau dikenal juga dengan pola polikultur kopi, kakao, pohon pelindung/penaung dan pagarnya dengan tanaman

Output 1 : Paket IPTEK pendukung peningkatan produktivitas lahan dengan pola agroforestry berbasis kayu pertukangan... Agroforestri di lahan pantai berpasir dengan tanaman

Pola Alley Cropping yaitu pola pemanfaatan lahan dimana tanaman kehutanan ditanam/diatur menyerupai jalur-jalur dan tanaman pertanian ditanam diantara jalur

Agroforestri adalah sistem kombinasi lahan yang mengkombinasikan tanaman kayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat

agrosilvopastura, yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan pada unit manajemen lahan

Agrosilvikultur Berpola Modifikasi Alley Cropping Pola Modifikasi Alley Cropping yaitu pola pemanfaatan lahan dimana tanaman pertanian dan tanaman kehutanan ditanam secara terpisah