• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pirolisis Batang dan Daun Jagung Untuk Bahan Tambahan Makanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pirolisis Batang dan Daun Jagung Untuk Bahan Tambahan Makanan"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan bidang pertanian dan industri pertanian yang semakin meningkat akan menghasilkan limbah hasil pertanian yang semakin banyak. Limbah ini akan menimbulkan masalah lingkungan misalnya pencemaran sehingga diperlukan konversi limbah pertanian menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan bernilai. Salah satu sumber limbah pertanian yaitu tanaman jagung. Jagung sebagai salah satu tanaman yang cukup banyak ditanam di Indonesia, setelah pemanenan akan menghasilkan limbah yang cukup melimpah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2009), produksi jagung di Indonesia pada tahun 2006 adalah sebesar 11.609.463 ton, pada tahun 2007 sebesar 13.287.527 ton, tahun 2008 terdapat sekitar 16.317.252 ton jagung dan tahun 2009 sekitar 17.041.215 ton.

Menurut McCutcheon dan Samples (2002), biomassa jagung mengandung limbah batang 50% (wt%), daun 20% (wt%), tongkol 20% (wt%) dan kelobot jagung 10% (wt%). Batang dan daun jagung biasanya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau bahan bakar. Secara kimiawi batang dan daun jagung mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin sehingga disebut sebagai limbah lignoselulosik tetapi komponen ini belum dimanfaatkan lebih lanjut. Limbah lignoselulosik ini dapat dijadikan salah satu bahan baku alternatif untuk memproduksi bahan tambahan makanan melalui proses pirolisis.

Pirolisis dilakukan dengan membakar bahan dalam reaktor pada suhu cukup tinggi tanpa oksigen. Penggunaan teknologi pirolisis untuk menghasilkan sumber energi hidrokarbon alternatif dan bahan tambahan makanan telah dikembangkan. Secara bertahap bahan akan mengalami penguraian melalui proses pirolisis : (i) hemiselulosa terdegradasi pada 200-316ºC, (ii) selulosa pada 316-360ºC dan (iii) lignin di atas 360ºC (Rubro et al.,1998).

(2)

23,6-2

31,6% (wt%) dan sisanya adalah gas. Cairan hasil pirolisis dapat digunakan untuk menghasilkan bahan kimia (flavour makanan, surfaktan) dan sebagai pengganti bahan bakar untuk beberapa penggunaan panas dan pembangkit listrik (boiler, furnace, turbin dan lain-lain).

Hydrotreatment dan penambahan katalis merupakan salah satu metode yang diharapkan dapat meningkatkan rendemen cairan pirolisis. Pirolisis menggunakan katalis diharapkan dapat meningkatkan kualitas cairan seperti menghilangkan oksigen, meningkatkan tingkat pemanasan, menurunkan viskositas dan meningkatkan stabilitas. Penggunaan jumlah katalis yang tinggi dapat menghasilkan jumlah gas yang tinggi saat pengeluaran cairan pirolisis. Selain itu juga dapat meningkatkan jumlah arang yang terbentuk.

B. TUJUAN

(3)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JAGUNG

Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman biji-bijian yang termasuk ke dalam famili rumput-rumputan (Gramineae). Jagung terdiri dari akar, batang, daun, kelobot, bunga, tongkol dan biji. Tanaman ini dikenal di Indonesia sejak 400 tahun yang lalu setelah dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Jagung merupakan sumber pangan terpenting kedua setelah beras. Gambar jagung seperti terlihat pada Gambar 1.

Klasifikasi tanaman jagung : kingdom : Plantae

divisio : Sphermatophyta sub divisio : Angiospermae classis : Monocotyldone ordo : Gramine

familia : Gaminaceae Gambar 1. Tanaman jagung

genus : Zea

species : Zea mays L.

Tanaman jagung merupakan tanaman berumpun, tegak, tinggi kurang dari 1,5 m. Batang bulat massif, tidak bercabang, pangkal batang berakar, berwarna kuning atau jingga. Jagung memiliki daun tunggal, berpelepah, bulat panjang, ujung runcing, tepi rata dan berwarna hijau serta memiliki bunga majemuk berumah satu dan buah berbentuk tongkol dengan panjang 8-20 cm yang berwarna hijau kekuningan (Anonimb, 2006).

(4)

4

Tabel 1. Data luas lahan, produktivitas dan produksi jagung Indonesia*

No Tahun Luas lahan

(ha)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi (ton)

1 2006 3.345.805 3,470 11.609.463

2 2007 3.630.324 3,660 13.287.527

3 2008 4.001.724 4,078 16.317.252

4 2009 4.096.838 4,160 17.041.215

* Badan Pusat Statistik (2009)

Jagung terdiri dari batang, daun, biji dan tongkol jagung serta kelobot jagung. Proporsi biomassa jagung disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Proporsi biomassa jagung*

Limbah jagung Kadar air (%) Proporsi limbah (%)

Batang 70-75 50

Daun 20-25 20

Tongkol 50-55 20

Kulit (klobot) jagung 45-50 10

* McCutcheon dan Samples (2002)

B. JERAMI JAGUNG

(5)

5

Tabel 3. Data analisis proksimat dan senyawa kimiat*

Sampel Batang

Tabel 4. Komposisi kimia batang dan daun jagung*

Komponen Batang jagung

(g) per g bahan kering

C. KOMPONEN SERAT BATANG DAN DAUN JAGUNG

(6)

6

1.Selulosa

Selulosa adalah polimer glukosa yang membentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple, 1993).

Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dihasilkan dari proses fotosintesis. Pada saat yang sama komponen-komponen utama penyusun tanaman ini diuraikan oleh aktivitas mikroorganisme.

Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan melalui atom karbon pertama dan keempat dengan ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur molekul selulosa ditunjukkan Gambar 2.

Gambar 2. Struktur selulosa (Fengel dan Wegener, 1995)

(7)

7

2.Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan heteropolimer kompleks yang memiliki kandugan utama xilosa dan juga sejumlah arabinosa, mannose, glukosa dan galaktosa (Burchardt, 1992). Fengel dan Wegener (1995) menyebutkan hemiselulosa mengandung galaktosa dan sejumlah hemiselulosa mengandung senyawa tambahan asam uronat. Gambar struktur polimer selulosa seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3 . Struktur polimer hemiselulosa (Yang et al., 2007)

Hemiselulosa memiliki sifat-sifat yang tidak tahan terhadap perlakuan panas, berstruktur amorf dan mudah larut. Selain itu dapat diekstraksi menggunakan alkali dan ikatannya lemah sehingga mudah dihidrolisis. Berbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida. Setiap jenis hemiselulosa terdiri dari D-xilosa sebagai rantai utama dan L-arabinosa pada rantai lainnya (Fengel dan Wegener, 1995).

Menurut Gong et al. (1981), hemiselulosa selalu digambarkan sebagai polisakarida yang membangun dinding sel tanaman yang bergabung dengan selulosa dalam jaringan lignin. Gabungan hemiselulosa dengan selulosa dan lignin menghasilkan dinding sel yang teguh dan bersifat lentur. Komponen hemiselulosa sangat potensial untuk dimanfaatkan. Fraksi hemiselulosa dari biomassa saat ini belum banyak digunakan sebagai sumber bahan bakar dan bahan kimia padahal kandungan hemiselulosa cukup besar yaitu 10% hingga 40% dari kandungan karbohidrat dan lignin sebagai residu kehutanan dan pertanian (Hardjo dan Indrasti, 1989).

R HO

HO

HO

R

OH

OH

(8)

8

3.Lignin

Judoanidjojo et al. (1989) menyatakan lignin adalah polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propane yang diikat dengan ikatan ester (C-O-C) dan ikatan karbon (C-C). Lignin bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter, serta tidak larut dalam air dan larutan asam maupun hidrokarbon (Krik dan Othmer, 1964).

Reaktivitas lignin sangat dipengaruhi oleh gugus-gugus fungsi yang terdapat pada polimer tersebut. Polimer lignin mengandung gugus metoksil, gugus hidroksil fenol dan beberapa gugus aldehid pada rantai sampingnya (Sjostrom, 1995). Menurut Achmadi (1989), gugus fungsi yang sangat mempengaruhi reaktivitas lignin adalah gugus hidrolik fenolik dan gugus karbonil.

Lignin dalam wujud kayu keras adalah suatu sumber bahan kimia yang penting yang memberikan bau harum dan karakteristik rasa untuk pengasapan makanan. Struktur molekul lignin diperlihatkan pada Gambar 4.

(9)

9

D. PIROLISIS

Biomassa dapat dikonversi menjadi berbagai bentuk energi dengan proses konversi termokimia. Proses tersebut dibagi menjadi gasifikasi, pirolisis dan pembakaran. Pirolisis biomassa merupakan salah satu teknologi alternatif yang dikembangkan pada beberapa bidang dalam kimia. Salah satunya adalah untuk mengisolasi senyawa kimia yang kemudian dapat dikonversi menjadi sumber energi hidrokarbon alternatif atau menghasilkan senyawa aromatik.

Pirolisis merupakan dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya, di mana bahan baku akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas dan akan dikondensasi menjadi cairan. Ritcher (2004) menyatakan pirolisis biomasa akan mengalami beberapa tahap penguraian : (i) hemisellulosa terdegradasi pada 200-260ºC, (ii) selulosa pada 240-350ºC dan lignin pada 280ºC sampai 500ºC. Menurut Rubro et al. (1998), proses pirolisis batang jagung akan mengalami devolatilisasi hemiselulosa mulai suhu 200ºC dan berakhir sampai 316ºC, selulosa akan terdevolatilisasi pada suhu antara 316 hingga 360ºC dengan suhu maksimal 347ºC. Lignin terdevolatilisasi di atas suhu 360ºC dengan suhu maksimal 457ºC.

(10)

10

Menurut Cao et al. (2003), cairan hasil pirolisis mengandung beberapa komponen seperti senyawa aldehid dan keton, alkohol dan eter, furan, fenol dan kresol, komponen alifatik dan alisiklik dan komponen nitrogen. Pirolisis dengan bahan batang jagung menghasilkan kandungan tertinggi fraksi asam-hidrokarbon terlarut (Gani et al., 2007).

Cairan hasil pirolisis pada suhu rendah (350ºC) mengandung senyawa teroksigenisasi dan nitrogen, senyawa alifatik dan alisiklik dan sedikit komponen aromatik. Pada suhu yang lebih tinggi (450ºC) menghasilkan komponen hidrokarbon yang cukup banyak. Kandungan cairan yang mengandung komponen oksigen dan nitrogen, senyawa alifatik dan alisiklik akan mencapai jumlah maksimalnya pada suhu 550ºC dan jumlah senyawa aromatic masih meningkat (Jindarom et al., 2003).

Hemiselulosa merupakan komponen kayu yang paling awal mengalami pirolisis yang akan menghasilkan senyawa furfural, furan, asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa tersusun atas pentosan (C5H8O4) dan

heksosan (C6H10O5) dan rata-rata proporsi ini tergantung pada spesies kayu

yang digunakan. Pirolisis dari pentosan membentuk furfural, furan dan turunannya beserta suatu senyawa yang panjang dari asam karboksilat. Bersama dengan seluloa, pirolisis heksosa membentuk asam asetat dan homolognya. Dekomposisi hemiselulosa terjadi pada suhu 200-250ºC (Girrard, 1992).

(11)

11

E. ATAPULGIT

Atapulgit merupakan salah satu katalis yang berfungsi sebagai bahan atau senyawaan kimia yang dapat mempercepat laju reaksi (Van, 1995). Katalis dapat menurunkan energi aktivasi dengan menempuh lajur alternatif untuk menghindari energi aktivasi dengan menempuh jalur alternatif untuk menghindari tahap lambat atau tahap penentu dari laju pada reaksi non katalik, sehingga laju reaksi menjadi lebih cepat pada suhu yang sama (Atkins, 1986).

Grim (1989) menyatakan atapulgit atau Hydrated

Aluminium-Magnesium Silicate mempunyai rumus molekul

Mg5Si8O20(OH)2(OH)4.4H2O. Atapulgit dalam bentuk koloid

dimanfaatkan sebagai peningkat viskositas, pembentuk gel, pengental, penstabil sistem koloid dan sebagai bahan pengikat. Atapulgit dalam bentuk non-koloid dimanfaatkan sebagai absorben, penyaring dan sebagai katalis.

Menurut Kirk dan Othmer (1964), atapulgit mempunyai komponen utama berupa silika, aluminium dan magnesium. Komponen silika berfungsi dalam isomerisasi, sebagai absorben dan meningkatkan viskositas. Aluminium berfungsi mencegah polimerisasi dan magnesium untuk menjaga kestabilan warna minyak. Atapulgit terlihat seperti tanah dan berwarna putih. Pemanasan atapulgit sebelum digunakan merupakan reaktivasi yang diperlukan untuk mengembangkan struktur pori (Roy, 1995).

Lansbarkis (2000) menyatakan bahwa atapulgit memiliki beberapa kelebihan yaitu kekhasan pada saat terdispersi, tahan terhadap suhu tinggi, memiliki ketahanan terhadap garam dan alkali, memiliki kemampuan adsorpsi yang tinggi, baik untuk proses desorpsi dan memiliki kemampuan mempertahankan warna juga kemampuan adesif. Peran katalis KNO3

(12)

12

Tabel 5. Komponen penyusun atapulgit*

Komponen Persentase (%)

SiO2 ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan tambahan makanan di dalam pangan digunakan untuk mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapar menurunkan mutu pangan, membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut, memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera, meningkatkan kualitas pangan dan menghemat biaya (Sudiarto, 2008).

(13)

13

dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC), dulsin (dulcin), kalium klorat (potassium chlorate), kloramfenikol (chloramphenicol), minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils), nitrofurazon (nitrofurazone) dan formalin (formaldehyde).

1. Pengawet

Pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat membahayakan tubuh seperti bakteri, jamur (mould) dan khamir (yeast). Di negara-negara beriklim tropis seperti di Indonesia, makanan dan minuman akan sangat rentan terhadap bahaya kontaminasi pertumbuhan jamur dan khamir, sehingga akan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan seperti disentri pada umumnya.

Penggunaan bahan pengawet dalam kaitan keamanan pangan telah diatur oleh badan internasional seperti The Joint FAO/WHO sebagai bagian dari bahan tambahan pangan. Pengawet yang cukup mendominasi penggunaannya di produk makanan dan minuman adalah natrium benzoat dan kalium sorbat.

Tidak banyak orang tahu bahwa asam benzoat juga terkandung secara alami pada cengkeh, kayu manis dan buah beri. Menurut penelitian yang dilakukan WHO di tahun 2000, pemberian pada tikus membuktikan bahwa pengawet ini tidak memperlihatkan efek penyebab kanker dalam jangka panjang. US Food Drug Administration memuat pengawet benzoat dalam kategori aman asalkan tidak melebihi 0,1%. Banyak penelitian lainnya yang juga mendukung pernyataan bahwa sodium benzoat tidak berbahaya.

2. Antioksidan

(14)

14

elektron. Proses oksidasi adalah peristiwa alami yang terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana tak terkecuali di dalam tubuh kita (Jauhari, 2008).

Zat antioksidan adalah substansi yang dapat menetralisir atau menghancurkan radikal bebas. Radikal bebas dapat merusak sel tubuh apabila tubuh kekurangan zat anti oksidan atau saat tubuh kelebihan radikal bebas. Hal ini dapat menyebabkan berkembangnya sel kanker, penyakit hati, arthritis, katarak dan penyakit degeneratif lainnya bahkan juga mempercepat proses penuaan.

Antioksidan dibagi dalam dua golongan besar yaitu yang larut dalam air dan larut dalam lemak. Setiap golongan dibagi lagi dalam grup yang lebih kecil. Sebagai contoh adalah antioksidan dari golongan vitamin, yang paling terkenal adalah vitamin C dan vitamin E. Vitamin C banyak kita peroleh pada buah-buahan sedangkan vitamin E banyak diperoleh dari minyak nabati.

Golongan antioksidan lain yang terkenal adalah antioksidan dari senyawa polifenol dan yang paling banyak diteliti adalah dari golongan flavonoid yang terdiri dari flavonols, flavones, catechin, flavanones, anthocyanidins dan isoflavonoids. Sumber senyawa polifenol adalah dari teh, kopi, buah-buahan, minyak zaitun, kayu manis dan sebagainya (Anonimc, 2009).

3. Pewarna (flavour)

(15)

15

4. Pemanis Buatan

Pemanis buatan adalah BTP yang dapat menimbulkan rasa manis pada produk pangan tanpa atau sedikit mempunyai nilai kalori. Ada 13 pemanis buatan yang disetujui penggunaannya di Indonesia, yaitu alitam, aspartam, aselsulfam K, isomatol, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin,siklamat, silitol, sorbitol dan sukralosa.

(16)

16

III. METODOLOGI

A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

Peralatan utama yang digunakan yaitu alat pirolisis yang terdiri dari reaktor pirolisis, kondensor, motor listrik, panel kontrol dan gear box. Pengecilan ukuran bahan menggunakan parang dan hammer mill. Dan alat yang digunakan untuk analisis adalah thermogravimetric analysis dan GC-MS. Gambar alat pirolisis disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Alat pirolisis Keterangan :

a : gear box

b : motor listrik c : panel kontrol d : hopper

e : reaktor f : kondensor

g : penyangga

f d

b

c a

e

(17)

17

2. Bahan

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah batang dan daun jagung. Bahan lainnya yaitu gas nitrogen, atapulgit serta bahan-bahan kimia untuk analisis.

B. METODE PENELITIAN

1. Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Bagan alir tahapan penelitian

a. Karakterisasi bahan baku

Jerami jagung (batang dan daun jagung) yang digunakan sebagai bahan baku pirolisis untuk bahan tambahan makanan harus dikarakterisasi terlebih dahulu. Bahan diperkecil ukurannya dengan menggunakan parang dan hammer mill hingga ukuran 150-250 µm. Analisis yang dilakukan pada batang dan daun jagung meliputi kadar air (AOAC, 1995) dan kadar serat (hemiselulosa, selulosa, lignin dan silika) (Analisis Van Soest, 1989). Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 1.

Karakterisasi bahan baku

Mulai

Selesai

Penentuan hubungan parameter suhu dan katalis terhadap rendemen pirolisis

(18)

18

b. Penentuan suhu pirolisis

Suhu yang akan digunakan dalam pirolisis akan ditentukan dengan analisis termogravimetrik (TGA). Analisis ini dapat menentukan karakteristik suhu degradasi bahan, suhu optimal degradasi dan suhu dekomposisi bahan akhir.

c. Penentuan hubungan parameter suhu dan katalis terhadap

rendemen pirolisis

Pada tahap ini dilakukan penentuan pengaruh faktor suhu dan katalis pada pirolisis batang dan daun jagung terhadap respon rendemen dan komponen cairan hasil pirolisis. Selain itu juga berdasarkan total bahan yang hilang (degradasi selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika).

2. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian berikut ini merupakan penjabaran setiap tahapan penelitian yang dilakukan sesuai dengan urutan tahapan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. Prosedur penelitian yang dilakukan mencakup (a) pirolisis biomassa jagung dan (b) GC-MS produk pirolisis.

a. Pirolisis biomassa jagung

(19)

19

b. GC-MS produk pirolisis

Cairan yang dihasilkan dari kondensasi gas-gas hasil pirolisis diuji dengan GC-MS untuk mengetahui kandungan senyawa di dalamnya untuk mendapatkan produk yang diinginkan yaitu berupa antioksidan, flavour dan bahan pengawet. Diagram alir proses pirolisis batang dan daun jagung disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Bagan alir prosedur penelitian Pengkondisian alat

Pencampuran batang dan daun jagung

Pencampuran batang, daun jagung dan katalis

Gas nitrogen 50-100

cm3/menit

Arang Cairan Gas

Pengeringan dan pengecilan ukuran bahan (150-250µm)

Mulai

Selesai GC-MS Pirolisis

(20)

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISASI BAHAN BAKU

1. Sifat Fisik-Kimia Batang dan Daun Jagung

Batang dan daun jagung yang digunakan dalam penelitian ini dikeringkan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar air bahan. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama 1-2 hari, kemudian bahan diperkecil ukurannya dengan hammer mill hingga berukuran sekitar 1,5-2,5 mm. Pengecilan ukuran merupakan pre-treatment yang penting untuk konversi energi biomassa. Pengecilan ukuran bahan baku bisa meningkatkan luas permukaan, ukuran pori-pori bahan dan luas kontak antar partikel dalam proses pengompakan sehingga mempercepat proses pirolisis.

Sebelum pirolisis, batang dan daun diukur kadar air, kandungan serat (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) dan silika. Komposisi kimia batang dan daun jagung disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi kimia batang dan daun jagung.

Analisis Batang dan daun jagung

(21)

21

jagung telah sesuai dengan standar kadar air bahan dimana menurut Bridgwater (2003), kadar air bahan yang akan dipirolisis sebaiknya 10% hingga 15%.

Kadar lignin batang dan daun jagung adalah 4,85 g per 100 g bahan. Nilai tersebut menyatakan kandungan lignin yang kecil. Menurut Fengel dan Wegener (1984), jumlah lignin yang terkandung di dalam tumbuhan sangat bervariasi. Pada spesies kayu, kandungan lignin berkisar antara 20%-40%, sedangkan kadar selulosa pada kayu sebesar 40%-50%. Hasil analisis kadar selulosa batang dan daun jagung hanya sekitar 29,86 g per 100 g bahan, lebih kecil dari kandungan selulosa kayu.

Menurut Hardjo dan Indrasti (1989), kandungan hemiselulosa cukup besar yaitu 10-40% dari kandungan karbohidrat dan lignin sebagai residu kehutanan dan pertanian. Kadar hemiselulosa batang dan daun jagung yang dihasilkan sebesar 12,91%. Kandungan silika pada campuran batang dan daun jagung sebesar 2,28 g/100g. Ravendran et al. (1996) menyatakan silika pada abu tidak mempengaruhi kerja katalis tetapi berpengaruh terhadap struktur arang yang dihasilkan serta reaktivitasnya.

2. Penentuan Suhu Pirolisis

Pirolisis merupakan penghilangan massa bahan pada suhu yang cukup tinggi tanpa atau dengan oksigen yang terbatas. Suhu yang digunakan pada pirolisis ditentukan dengan analisis termogravimetrik. Menurut Jindarom et al. (2003), analisis termogravimetrik digunakan untuk menentukan karakteristik suhu degradasi bahan, suhu susut bahan maksimum atau puncak suhu degradasi dan suhu dekomposisi akhir yaitu suhu dimana 90% massa bahan telah hilang.

(22)

22

sampai suhu 1000ºC untuk mengetahui reaksi dekomposisi bahan. Hasil analisis termogravimetrik batang dan daun jagung seperti terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8. Analisis termogravimetrik batang jagung

(23)

23

Gambar 8 menunjukkan suhu dekomposisi batang jagung yang dibakar hingga suhu 1000ºC selama 60 menit. Terdapat tiga zona pada analisis termogravimetrik batang. Zona pertama batang mulai terbakar pada suhu 28-139ºC dimana terjadi penurunan kadar air bahan. Devolatilisasi mulai terjadi pada suhu 139,28ºC dan perubahan senyawa volatil berakhir pada suhu 981ºC dengan mengakibatkan weight loss sebesar 83,867%. Puncak devolatilisasi ada dua yaitu pada zona kedua antara suhu 139-398ºC dimana maksimumnya terjadi pada suhu 350ºC . Senyawa volatil ringan yang terdegradasi mencapai 41,86%. Zona ketiga yang merupakan devolatilisasi kedua yaitu pada range suhu 388- 850ºC dimana titik maksimum terjadi pada suhu 800ºC. Senyawa volatil berat yang terdegradasi sebesar 32,08%.

Pada analisis termogravimetrik daun jagung juga didapat karakteristik suhu dekomposisi yang hampir sama dimana daun mulai terdegradasi pada suhu 28ºC dan berakhir pada suhu 978ºC dengan weight loss mencapai 85,32%. Daun dengan kadar air yang lebih rendah daripada batang jagung akan lebih cepat terdegradasi sehingga pada suhu 209,06- 611,76oC daun telah terdegradasi sebanyak 67% dengan titik maksimum suhu 350ºC dan 600ºC. Pada suhu 611,76-978,55ºC daun yang terdegradasi hanya meningkat 6,55% dari suhu dibawah 611,76ºC.

(24)

24

arang akan bereaksi dengan karbondioksida dan menghasilkan abu pada suhu 900ºC .

Menurut Yang et al. (2007) yang menganalisis suhu pirolisis komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin, hemiselulosa terdekomposisi lebih mudah dan paling awal yaitu pada suhu 220ºC hingga 315ºC dimana maksimum laju massa bahan yang hilang 0,95 %/oC pada suhu 268ºC. Dekomposisi selulosa pada suhu yang cukup tinggi (315-400ºC) dengan maksimum laju weight loss (2,84 %/ºC) pada suhu 355ºC. Di antara ketiga komponen tersebut, lignin merupakan komponen yang paling sulit terdekomposisi. Dekomposisi lignin terjadi sangat lambat dari suhu rendah sampai 900ºC dengan laju massa yang hilang di bawah 0,14 %/ºC.

Perbedaan struktur dan sifat kimia selulosa, hemiselulosa dan lignin menentukan proses dekomposisi. Hemiselulosa terdiri dari beberapa sakarida (xilosa, manosa, glukosa, galaktosa dan lain-lain), tampak acak, berstruktur amorf (tak berbentuk) dan memiliki banyak cabang sehingga sangat mudah memecahkan struktur intinya dan mendegradasi senyawa volatil pada suhu rendah. Selulosa berbeda dengan hemiselulosa dimana terdiri dari polimer glukosa yang panjang tanpa cabang, struktur tersusun rapi dan sangat kuat serta memiliki stabilitas panas yang tinggi sehingga terdekomposisi pada suhu yang lebih tinggi, sedangkan lignin terdegradasi pada range suhu yang luas dan lebih tinggi (100-900ºC). Hal ini dikarenakan struktur lignin terdiri dari cincin aromatik dengan beberapa cabang serta aktivitas ikatan kimianya yang tertutup dan sangat kuat.

(25)

25

B. HASIL PIROLISIS BATANG DAN DAUN JAGUNG

Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan, maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasikan menjadi destilat (Paris et al., 2005). Proses pirolisis melibatkan beberapa proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisis adalah penghilangan air pada suhu 120-150ºC, pirolisis hemiselulosa pada suhu 200-250ºC, pirolisis selulosa pada suhu 280-320ºC dan pirolisis lignin pada suhu 400ºC. Pirolisis pada suhu 400ºC ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu yang lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard, 1992 dan Maga, 1988).

Pirolisis batang dan daun jagung dilakukan menggunakan enam titik suhu yaitu 150, 250, 350, 450, 550, dan 650ºC. Perlakuan lain yang dilakukan yaitu adanya penambahan atapulgit sebagai katalis. Katalis yang ditambahkan sebanyak 1,5% bobot awal bahan. Selain itu proses pirolisis ini dialirkan gas nitrogen 50-100 cm3/menit yang berfungsi untuk mengusir kandungan oksigen di dalam reaktor sehingga diharapkan dapat mengurangi jumlah air dan karbondioksida yang dihasilkan dari proses pirolisis.

(26)

26

1. Total Bahan yang Hilang Selama Pirolisis

Pirolisis menghasilkan produk berupa gas, cairan dan padatan. Jumlah produk-produk tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah suhu. Suhu yang diamati pada pirolisis batang dan daun jagung ini adalah 150, 250, 350, 450, 550, dan 650ºC.

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa peningkatan suhu pada reaktor akan melepaskan senyawa volatil dari partikel-partikel biomasa sehingga meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan dan mengurangi jumlah arang. Jumlah arang yang tinggi terdapat pada pirolisis suhu rendah, sedangkan jumlah gas akan meningkat pada suhu di atas 500ºC. Arang yang dihasilkan pada suhu tinggi memiliki reaktivitas yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kandungan abu pada biomassa hasil pirolisis.

Menurut Cao et al. (2004), pirolisis tongkol jagung pada reaktor tipe pipa, jumlah arang paling tinggi dan gas yang paling rendah terdapat pada suhu rendah. Jumlah cairan akan meningkat pada suhu 350-600ºC. Perbandingan jumlah produk dari pirolisis batang dan daun jagung pada suhu 350ºC tanpa katalis dan dengan penambahan katalis disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan jumlah produk dari pirolisis batang dan daun jagung pada suhu 350oC tanpa katalis dan dengan penambahan katalis

Produk pirolisis batang dan daun jagung

Pirolisis

Tanpa katalis Penambahan katalis Arang (g)

(27)

27

Jumlah arang yang dihasilkan berkaitan erat dengan weight loss bahan. Semakin tinggi jumlah arang yang dihasilkan maka semakin rendah total bahan yang hilang karena pirolisis. Sebaliknya, semakin rendah jumlah arang yang dihasilkan makan total bahan batang dan daun jagung yang hilang juga semakin banyak. Grafik hubungan weight loss (%) dengan suhu pirolisis batang dan daun seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik hubungan weight loss (%) dengan suhu pirolisis

Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10, dimana weight loss pada batang dan daun jagung tanpa menggunakan atapulgit meningkat sesuai dengan peningkatan suhu pirolisis. Pada suhu 350ºC, bahan yang terdegradasi sebesar 29,36%, meningkat tajam dibandingkan pada suhu 250ºC. Kemudian juga terjadi peningkatan cukup tinggi pada suhu 450ºC sebesar 48,93% dan pada suhu 650ºC weight loss batang dan daun jagung tanpa menggunakan atapulgit menjadi sebesar 52,79%.

(28)

28

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pirolisis batang dan daun jagung dengan atapulgit menghasilkan weight loss yang lebih tinggi daripada yang tidak memakai atapulgit. Hal ini dikarenakan atapulgit sebagai katalis berfungsi mempercepat terjadinya reaksi sehingga pembakaran pada pirolisis batang dan daun jagung dengan atapulgit lebih cepat pada suhu yang sama dibandingkan pirolisis tanpa atapulgit.

Weight loss yang meningkat pada suhu 350ºC memperlihatkan bahwa batang dan daun yang mengandung hemiselulosa dan selulosa yang cukup banyak telah terdegradasi, sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rubro et al. (1998) dimana hemiselulosa terdegradasi pada suhu 200-316ºC dan selulosa yang terdegradasi pada suhu 316-360ºC. Kandungan lignin yang sedikit pada batang dan daun jagung terdegradasi pada suhu lebih dari 360ºC ditunjukkan dengan peningkatan weight loss yang bertahap pada Gambat 10. Pada suhu di atas 350ºC selain lignin yang terdegradasi juga terdapat hemiselulosa dan selulosa yang belum terdegradasi pada suhu awal.

Dari Gambar 10 juga dapat dilihat jumlah arang yang semakin sedikit dipengaruhi peningkatan suhu pada reaktor. Senyawa volatil yang terkondensasi dari biomassa pindah dari tempat reaksi akibat adanya aliran nitrogen. Kemudian senyawa volatil tersebut akan keluar dari reaktor sebagai fase gas sehingga meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan. Aliran nitrogen mempengaruhi waktu tinggal fase uap yang dihasilkan pada pirolisis dimana aliran gas yang tinggi menyebabkan produk keluar lebih cepat dari reaktor, sehingga dapat mengurangi pembentukan arang. Gas pirolisis keluar akibat dorongan aliran gas nitrogen yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya kondensasi dan menghasilkan cairan.

(29)

29

hasil pirolisis pada beberapa suhu pirolisis ditampilkan pada Gambar 11 dan Gambar 12.

150ºC 250ºC 350ºC

450ºC 550ºC 650ºC

Gambar 11. Arang hasil pirolisis tanpa katalis pada beberapa suhu pirolisis

150ºC 250ºC 350ºC

450ºC 550ºC 650ºC

Gambar 12. Arang hasil pirolisis dengan katalis pada beberapa suhu pirolisis.

(30)

30

2. Cairan Hasil Pirolisis

Proses pirolisis menghasilkan abu, cairan dan gas. Menurut Cao et al. (2004), jumlah cairan yang dihasilkan pada pirolisis yaitu sebesar 27-40,96% (wt%). Cairan pirolisis dihasilkan dengan cara pembakaran yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi rekasi oksidasi, polimerisasi dan kondensasi.

Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran kemudian dialirkan melewati kondesor dan dikondensasikan menjadi destilat asap. Komposisi kimia cairan pirolisis disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi kimia cairan pirolisis*

Komposisi kimia Kandungan (%)

Air Fenol Asam Karbonil Ter

11-92 0,2-2,9 2,8-4,5 2,6-4,6 1-17 * Maga (1988)

(31)

31

Gambar 13. Grafik hubungan rendemen cairan dengan suhu pirolisis

Berdasarkan Gambar 13 terdapat pengaruh suhu terhadap jumlah produk yang dihasilkan pada pirolisis batang dan daun jagung, dimana semakin tinggi suhu maka akan meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan dan mengurangi cairan hasil pirolisis (Demirbas, 2006; Esin, 2007; dan Ioannidou, 2009). Cairan yang dihasilkan pirolisis batang dan daun jagung berbanding lurus dengan peningkatan suhu dan mencapai puncaknya pada suhu 350ºC kemudian turun pada suhu yang lebih tinggi yaitu 450ºC. Pirolisis tanpa atapulgit pada suhu 150ºC dihasilkan cairan rata-rata sebesar 3,43 g cairan, kemudian meningkat tajam pada suhu 350ºC sebesar 17,03 g. Pada suhu ini dihasilkan jumlah cairan yang paling tinggi. Pada suhu 450ºC jumlah cairan yang dihasilkan menurun menjadi 7,17 g dan semakin menurun jumlahnya pada suhu 650ºC menjadi 2,38 g. Data jumlah arang dancairan hasil pirolisis terdapat pada Lampiran 2.

(32)

32

mencapai titik maksimumnya yaitu rata-rata sebesar 9,62 g. Jumlah cairan yang dihasilkan menurun pada suhu 450ºC menjadi sebesar 4,89 g dan pada suhu 650ºC hanya menghasilkan 2,17 g.

Hasil di atas sesuai dengan penelitian-penelitian pirolisis lainnya. Demirbas (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap produk pirolisis kulit kacang dan menyatakan bahwa terjadi penurunan jumlah arang dan peingkatan fraksi gas serta jumlah cairan paling banyak terjadi pada suhu antara 400-530ºC, sesuai dengan tipe bahan baku yang digunakan. Cao et al. (2004) mempelajari tentang pirolisis tongkol jagung dengan reaktor tipe pipa juga menemukan jumlah arang maksimum dan sedikit gas pada suhu rendah. Jumlah cairan yang dihasilkan pada penelitian ini menurun dengan peningkatan suhu antara 350-600ºC.

Lee et al. (2006) mempelajari perhitungan gas yang dihasilkan pada proses pirolisis, membagi empat zona pirolisis sebagai berikut:

1. T < 340ºC : CH1.69O0.54 0.75C + 0.45H2O + 0.2CH4 +

0.05CO2

2. 340 < T < 560ºC : CH1.69O0.54 0.70C + 0.32H2O + 0.18CH4 +

0.16H2 + 0.11CO2

3. 560 < T < 900ºC : CH1.69O0.54 0.56C + 0.69H2 + 0.35CO +

0.08H2O + 0.05CO2 + 0.2CH4

4. T > 900ºC : CH1.69O0.54 0.46C + 0.84H2 + 0.54CO

Dari reaksi gas yang dihasilkan pada penelitian Lee et al. (2006), dapat diketahui senyawa-senyawa yang dihasilkan dari tiap reaksi empat zona suhu pirolisis tersebut. Semakin tinggi suhu, maka jumlah koefisien H2O, karbon dan CH4 akan semakin menurun, tetapi jumlah CO2

meningkat. Dan pada reaksi di atas suhu 900ºC hanya terdapat karbon, hidrogen, dan karbon monoksida yang merupakan gas yang sulit terkondensasi. Dari hasil reaksi ini dapat diketahui, suhu yang semakin tinggi akan meningkatkan jumlah gas tak terkondensasi sehingga akan menurunkan jumlah cairan hasil pirolisis.

(33)

33

cairan akan semakin menurun, tetapi jumlah gas semakin meningkat. Rendemen cairan pirolisis pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil cairan yang diperoleh Tranggono et al. (1996) pada pirolisis beberapa jenis kayu dengan kisaran suhu 350ºC hingga 400ºC yang menghasilkan cairan dengan rendemen rata-rata 49,1%. Jumlah rendemen cairan yang dihasilkan pada proses pirolisis sangat bergantung dengan jenis bahan baku yang digunakan. Persentase rendemen yang digunakan juga sangat bergantung dengan sistem kondensasi yang dipakai.

Kondisi ini sesuai dengan yang dikemukakan Tranggono et al. (1996), yang menyatakan pembentukan cairan hasil pirolisis memerlukan air sebagai medium pendingin agar proses pertukaran panas dapat terjadi dengan cepat. Pirolisis pada suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang terlalu lama akan menyebabkan pembentukan cairan berkurang karena suhu dalam air pendingin semakin meningkat sehingga gas yang dihasilkan tidak terkondensasi sempurna.

Proses kondensasi akan berlangsung optimal apabila air di dalam sistem pendingin dialiri secara kontinyu sehingga suhu di dalam sistem tidak meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Demirbas (2005) bahwa cairan hasil pirolisis bahan kayu dapat dihasilkan secara maksimum jika proses kondensasinya berlangsung secara sempurna. Suhu kondensasi yang dipakai pada pirolisis batang dan daun jagung berkisar antara 9ºC hingga 21ºC.

(34)

34

meningkat. Uzun dan Nuri (2009) juga menemukan hasil yang sama pada penelitian mereka dimana jumlah cairan yang dihasilkan pada pirolisis batang jagung dengan beberapa jenis katalis lebih sedikit daripada cairan hasil pirolisis tanpa katalis.

Hal ini sama dengan yang dihasilkan pada pirolisis batang dan daun jagung pada penelitian ini dimana pirolisis tanpa katalis lebih banyak menghasilkan cairan tetapi gas yang dihasilkan lebih sedikit. Katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah atapulgit yang masih dalam bentuk dasarnya yaitu berupa non koloid atau bubuk. Dengan bentuk seperti ini diharapkan atapulgit dapat masuk ke dalam struktur bahan sehingga dapat menghasilkan cairan yang lebih banyak. Tetapi batang dan daun jagung memiliki stuktur bahan yang lebih padat karena mengandung beberapa lapisan sehingga katalis tidak dapat masuk ke dalam bahan dan hanya berada di permukaan batang dan daun saja. Sehingga atapulgit tidak dapat bereaksi dengan bahan dan tidak menghasilkan cairan yang lebih banyak daripada pirolisis tanpa katalis. Selain itu salah satu sifat dari katalis yaitu selektiviti, menentukan produk yang akan dihasilkan. Produk yang terbentuk dari pirolisis dengan katalis ini lebih banyak menghasilkan gas yang tidak terkondensasi dan mengurangi jumlah cairan dan arang.

C. ANALISIS GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROSCOPY

(GC-MS)

Gas Chromatography- Mass Spectroscopy (GC-MS) merupakan suatu metode yang menggabungkan gas chromatography dengan mass-spectrometry yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah komponen yang terkandung dalam sampel, misalnya mendeteksi obat-obatan, investigasi kebakaran, analisis lingkungan, investigasi bahan peledak dan identifikasi bahan yang tidak diketahui.

(35)

35

mempengaruhi perbedaan laju gerak tersebut. Komponen yang akan menguap pada waktu awal pemisahan komponen adalah komponen dengan berat molekul rendah dan polaritas yang rendah pula. Analisa MS yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan database Wiley 7n.1, Wiley8th.L dan Wiley dan Nist.L. Semakin banyak database yang digunakan akan lebih mengakurasikan hasil komponen dari kromatogram gas.

Pirolisis batang dan daun jagung yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu suhu dan katalis. Berdasarkan rendemen hasil pirolisis didapatkan bahwa cairan pirolisat paling banyak terdapat pada rentang suhu 250, 350, dan 450ºC. Cairan hasil pirolisis pada ketiga suhu tersebut yang kemudian di analisa dengan GCMS untuk diketahui komponen apa saja yang terkandung di dalam cairan tersebut. Cairan pirolisis a)tanpa katalis dan b)dengan penambahan katalis berturut-turut pada suhu 250, 350, dan 450ºC disajikan pada Gambar 14.

a b

Gambar 14. Cairan pirolisis a) tanpa katalis dan b) dengan penambahan katalis berturut-turut pada suhu 250,350, dan 450ºC

(36)

36

1. Golongan Senyawa Cairan Pirolisis

Nakai et al. (2006) menyatakan kualitas cairan hasil pirolisis sangat bergantung pada komposisi senyawa-senyawa kimia yang dikandungnya. Senyawa-senyawa kimia yang terdapat di dalam cairan sangat bergantung pada kondisi pirolisis dan bahan baku yang digunakan. Di samping itu, proses pirolisis suatu bahan yang tidak berlangsung sempurna dapat menyebabkan komponen-komponen kimia yang dihasilkan dalam cairan kurang lengkap. Komponen kimia yang telah diidentifikasi pada cairan antara lain senyawa golongan fenol, karbonil, asam karboksilat, hidrokarbon dan alkohol (Girard, 1992).

Jumlah cairan yang dihasilkan sangat bergantung pada karakteristik bahan baku yang digunakan dan suhu yang dicapai selama proses. Hal ini sesuai dengan Djatmiko et al. (1985) yang mengemukakan keberadaan senyawa-senyawa kimia dalam cairan dipengaruhi oleh kandungan kimia dari bahan baku yang digunakan dan suhu yang dicapai pada proses pirolisis. Berkaitan dengan hal tersebut, Byrne dan Nagle (1997) menyatakan penguapan, penguraian atau dekomposisi komponen kimia kayu pada proses pirolisis terjadi secara bertahap, yaitu pada suhu 100ºC hingga 150ºC hanya terjadi penguapan molekul air; pada suhu 200ºC mulai terjadi penguraian hemiselulosa; pada suhu 240ºC selulosa mulai terdekomposisi menjadi pirolignat, gas CO, CO2, dan sedikit ter;

pada suhu 240ºC hingga 400ºC terjadi proses dekomposisi selulosa dan lignin menjadi larutan pirolignat, gas CO, CH4, H2, dan ter lebih banyak;

dan pada suhu di atas 400ºC terjadi pembentukan lapisan aromatik.

(37)

37

Dari Gambar 15, dapat dilihat kandungan cairan hasil pirolisis batang dan daun jagung tanpa katalis. Pada suhu 250ºC terdapat dua belas senyawa yang diidentifikasi dan memiliki nilai qual lebih dari 90 yang terdiri dari enam senyawa (50%) golongan asam, satu senyawa (8,33%) golongan ester, dan lima senyawa (41,67%) golongan hidrokarbon. Dari data tersebut terdapat senyawa yang memiliki jumlah yang cukup tinggi dari golongan asam yaitu asam dodecanoic atau asam laurat sebesar 5,07%.

Pada suhu 350ºC, terdapat jumlah senyawa yang paling banyak diantara cairan hasil pirolisis lainnya yaitu dua puluh dua senyawa yang terdiri dari empat senyawa (18,18%) golongan asam dan golongan aldehida, serta empat belas senyawa (63,64%) golongan fenol. Pada suhu ini golongan fenol memiliki jumlah yang paling besar dengan luas area sebesar 57,21. Pada suhu 450ºC hanya terdapat dua jenis golongan dari sebelas senyawa yang terdapat di dalam cairan hasil pirolisis, yaitu sembilan senyawa (81,82%) golongan fenol dan dua senyawa (18,18%) dari golongan aldehid. Data golongan senyawa cairan hasil pirolisis batang dan daun jagung pada suhu 250, 350 dan 450ºC disajikan pada Lampiran 9.

(38)

38

Gambar 15. Grafik hubungan suhu dengan golongan senyawa pada proses pirolisis tanpa katalis

(39)

39

Gambar 16. Grafik hubungan suhu dengan golongan senyawa pada proses pirolisis dengan penambahan katalis

Dari Gambar 16 dapat diketahui cairan pirolisis suhu 250ºC lebih banyak kandungannya. Pada suhu ini terdapat tujuh belas senyawa yang terdiri dari delapan senyawa (47,06%) golongan asam, dua senyawa (11,76%) golongan ester, satu senyawa (5,88%) golongan fenol dan aldehid, serta lima senyawa (29,41%) golongan hidrokarbon.

(40)

40

Golongan fenol hanya sedikit terdapat pada cairan 250ºC dan tertinggi pada suhu 450ºC yaitu sebesar 1,37% dan 18,59%. Jumlah fenol ini lebih sedikit daripada cairan pirolisis tanpa katalis pada suhu yang sama yang terdiri dari senyawa o-phenylphenol, p-acetylphenol, acetylguaiacol, acetominophen dan acetosyringone.

Golongan hidrokarbon lebih tersebar merata pada cairan pirolisis dimana terdapat sebesar 5,22% pada suhu 250ºC dan 8,33% serta 8,13% pada suhu 350ºC dan 450ºC dimana terdapat senyawa eicosane, tricosane, tetracosane, heneicosane, heptacosane dan 6-hydoxycoumari. Senyawa golongan aldehid hanya terdapat pada cairan suhu 450ºC sebesar 13,82% dan sangat sedikit (0,23%) pada suhu 250ºC diantaranya p-hidroxybenzaldehyde, vanillin, syringaldehyde dan nonaldehyde.

Pirolisis batang dan daun jagung dengan penambahan katalis menghasilkan lebih banyak senyawa yang berasal dari golongan asam, ester, dan hidrokarbon, tetapi menurunkan jumlah senyawa golongan fenol. Hal ini sesuai dengan Gani et al.(2007) yang menyatakan bahwa pirolisis batang jagung lebih banyak menghasilkan senyawa asam hidrokarbon terlarut. Semakin tinggi suhu pirolisis maka semakin sedikit senyawa asam yang terkandung di dalam cairan.

Peningkatan jumlah asam dengan penambahan katalis terjadi karena mekanisme proses pemecahan dan pembentukan senyawa yang lebih spesifik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Qi et al. (2007) yang menyatakan dengan penambahan katalis akan meningkatkan jumlah senyawa asam dan mengurangi kandungan fenol.

(41)

41

2. Fungsi Senyawa Cairan Pirolisis untuk Bahan Tambahan Makanan

Cairan hasil pirolisis pada suhu 250,350, dan 450ºC yang telah di GC-MS dan diketahui senyawa yang terkandung di dalamnya akan digolongkan berdasarkan fungsi dari senyawa tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui kandungan senyawa cairan hasil pirolisis yang berfungsi sebagai bahan tambahan makanan. Bahan tambahan makanan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan. Fungsi dari bahan tambahan makanan yang diinginkan pada penelitian ini yaitu pengawet, antioksidan dan flavour. Grafik hubungan suhu dengan jumlah senyawa yang berfungsi sebagai bahan tambahan makanan tanpa katalis seperti terlihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Grafik hubungan suhu dengan jumlah senyawa yang berfungsi sebagai bahan tambahan makanan tanpa katalis

(42)

42

diantaranya p-cresol, asam palmitat, asam oleat, asam hexanedioic, eicosane dan asam laurat. Senyawa ini ditemukan pada cairan hasil pirolisis suhu 250ºC dan 350ºC.

Antioksidan merupakan suatu zat yang dapat menghambat atau memperlambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Golongan antioksidan yang terkenal berasal dari senyawa polifenol (Anonimc, 2009). Senyawa yang dapat digunakan sebagai antioksidan adalah pyrocatechol yang merupakan senyawa golongan fenol. Senyawa untuk antioksidan ditemukan pada cairan hasil pirolisis batang dan daun jagung tanpa katalis pada suhu 350ºC.

Dari hasil analisis fungsi cairan pirolisis batang dan daun jagung tanpa katalis diketahui senyawa yang berfungsi sebagai flavour semakin meningkat seiring meningkatnya suhu dan paling banyak terdapat pada suhu 350ºC. Beberapa senyawa yang berfungsi sebagai flavour merupakan golongan fenol. Golongan fenol ini hasil dekomposisi dari lignin dan jenis cyclopentenolones yang merupakan turunan dari selulosa. Lignin akan menghasilkan syringol yang merupakan salah satu contoh flavour.

Cairan hasil pirolisis tanpa katalis pada suhu 350ºC menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat digunakan sebagai flavour dengan jumlah lebih banyak jika dibandingkan dengan senyawa yang dihasilkan pada suhu 250ºC, misalnya pyrocatechol methyl, dimethoxy phenol, syringaldehyde, asam benzenasetik, asam cinnamic dan lain-lain. Senyawa p-cresol yang merupakan golongan fenol berfungsi sebagai pengawet dan herbisida. Jumlah cairan pirolisis menurun seiring peningkatan suhunya. Demikian juga pada kandungan di dalam cairan tersebut. Pada cairan pirolisis pada suhu 450oC hanya terdapat beberapa senyawa yang berfungsi sebagai flavour yang berasal dari golongan fenol dan aldehid yaitu p-ethylphenol, pyrocatechol methyl, p-vinylguaiacol, 2,6 dimethoxy phenol, vanillin, dan syringaldehyde.

(43)

43

pirolisis pada suhu 250, 350, dan 450oC disajikan pada Lampiran 4. Grafik hubungan suhu dengan jumlah senyawa yang berfungsi sebagai bahan tambahan makanan dengan penambahan katalis seperti terlihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Grafik hubungan suhu dengan jumlah senyawa yang berfungsi sebagai bahan tambahan makanan dengan penambahan katalis

Dari Gambar 18 dapat diketahui senyawa yang terdapat pada cairan pirolisis batang dan daun jagung dapat digunakan sebagai pengawet, flavour dan herbisida, tetapi tidak memiliki senyawa yang dapat digunakan sebagai antioksidan. Gambar 18 juga memperlihatkan bahwa peningkatan suhu akan menurunkan jumlah senyawa yang berfungsi sebagai pengawet. Pengawet yang terdapat pada cairan pirolisis dengan katalis berasal dari golongan asam. Misalnya asam azelaic, metil palmitat, metil oleat, hexadecane, eicosane dan p-hydroxybenzaldehyde. Senyawa-senyawa ini ditemukan di semua cairan hasil pirolisis suhu 250, 350, dan 450ºC. Peningkatan suhu akan menurunkan jumlah senyawa yang dapat digunakan sebagai pengawet.

(44)

44

(45)

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Peningkatan suhu pada pirolisis batang dan daun jagung menurunkan jumlah arang dan meningkatkan jumlah gas, sedangkan jumlah cairan akan mencapai titik maksimum pada suhu 350ºC kemudian menurun seiring meningkatnya suhu. Penambahan katalis pada pirolisis batang dan daun jagung meningkatkan jumlah gas dan menurunkan jumlah cairan dan arang.

Analisis GC-MS menghasilkan senyawa dari golongan asam, ester, fenol, hidrokarbon, dan aldehid yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Cairan hasil pirolisis tanpa katalis lebih banyak mengandung senyawa golongan fenol, sedangkan penambahan katalis akan meningkatkan kandungan asam dan menurunkan kandungan fenol. Kandungan senyawa pada cairan hasil pirolisis suhu 350ºC tanpa katalis lebih banyak daripada cairan hasil pirolisis perlakuan lainnya. Jumlah cairan dan kandungan senyawa yang dihasilkan dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku dan suhu yang dicapai pada proses pirolisis.

B. SARAN

(46)

KAJIAN PIROLISIS BATANG DAN DAUN JAGUNG

UNTUK BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

Oleh

DWI INDAH AMBARWATI CAHYARINI

F34053393

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(47)

46

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi . 1989. Kimia Kayu . Diktat PAU Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Amin, N.A.S. dan M. Asmadi. 2008. Optimization of Empty Palm Fruit Bunch Pyrolysis over HZSM-5 Catalyst for Production of Bio-oil. CREG, Universiti Teknologi Malaysia, Malaysia.

Anonima. 2006. Tanaman Obat. http://iptek.apkii.or.id. Diakses pada 19 Oktober 2009.

Anonimb. 2009. Jagung. http://www.wikipedia.com. Diakses pada 23 Maret 2009. Anonimc. 2009. Antioksidan. http://www.netsains.com. Diakses pada 19 Oktober

2009.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, S. Yasni dan S. Budiyantono. 1989. Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Atkins, P.W. 1986. Physical Chemistry, Third Edition. Oxford University Press, Oxford.

Badan Pusat Statistik . 2009. Produktivitas Jagung. http://www.bps.co.id. Diakses pada 19 Oktober 2009.

Bradley, W. F. 1967. The Structural Scheme of Attapulgite. wetting: Zeits. Krist: 97: 216-222.

Bridgwater, A.V. 2002. The Future for Biomass Pyrolysis and Gasification: Status, Opportunities, and Policies for Europe. Bio-Energy Research Group, Aston University, Birmingham B4 7ET, UK.

Burchhardt, G. dan L.O. Ingram. 1992. Conversion of Xylan to Ethanol by Ethalogenic Strains of Escherichia coli and Klebsiella oxytoca. Appl. and Eviron. Microbiol. 58:1128-1133

Byrne, C.E. dan D.C. Nagle. 1997. Carbonized Wood Monolits Characterization. Journal of Carbon 35 (2): 267-273.

Cao, Q., K.C. Xie, W.R. Bao dan S.G. Shen. 2004. Pyrolytic Behavior of Waste Corn Cob. Journal of Bioresource Technology 94: 83-89.

Demirbas, A. 2005. Pyrolysis of Ground Beech Wood in Irregular Heating Rate Conditions. Journal of Analytical Applied and Pyrolysis 73: 39-43.

(48)

47

Djatmiko, B., S. Ketaren, dan S. Tetyahartini. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Agro Industri Press, Bogor.

Donghai, S., J. Sun, P. Liu dan Y. Lu. 2006. Effects of Different Pretreatment Modes on the Enzymatic Diegstibility of Corn Leaf adn Corn Stalk. Chinese Journal of Chemistry Enggineering 14(6):706-801.

Esin, A.V., E. Putun dan A.E. Putun. 2007. Slow Pyrolysis of Pistachio Shell. Journal of Fuel 86:1892-1899.

Fengel, D. dan Wegener. 1995. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Terjemahan S.Hardjono. UGM Press, Yogyakarta.

Gani, A dan I. Naruse. 2007. Effect of Cellulose And Lignin Content on Pyrolysis and Combustion Characteristics for Several Types of Biomass. Renewable Energy 32 : 649-661.

Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat & Meat Products. Gielis horwood, New York.

Grim, R.E. 1989. Clay Minerology. mcGraw-Hill Inc, New York.

Gong, C.S. dan G.T. Tsao. 1979. Cellulose and Biosynthesis Regulation. Di dalam Perlman, D. (ed.). Annual Report on Fermentation Process. Acedemic Press, New York.

Hardjo, S. dan N.S. Indrasti. 1989. Biokonversi: Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Holtzapple, M.T. 1993. Cellulose. In : Encyclopedia of Foof Sciense. Food Technology and Nutrition 2:2731-2738. Acedemic Press, London.

Ioannidou, O., A. Zabaniotou, E.V. Antonakuo, K.M. Papazisi, A.A. Lappas dan C. Athanassiou. 2009. Investigating the Potential for Energy, Fuel, Materials and Chemicals Production from Corn Residues (Cobs and Stalks) by Non-Catalytic and Catalytic Pyrolysis in Two Reactor Configurations. Journal of Renewable and Sustainable Energy Reviews 13: 750-762.

Jauhari, N . 2008. Antioksidan. http://www.blogdokter.net. Diakses pada 19 Oktober 2009.

Jindarom, C., V. Meeyoo, T. Rirksomboon, B. Kitiyan dan P. Rangsunvigit. 2003. The Production of Bio-Oil by Oxidative Pyrolysis of Sewage Sludge in Rotating Fixed Bed Reactor. Chulangkorn University dan Mahanakorn University of Technology, Bangkok, Thailand.

(49)

48

Krik, R.E. dan D.F. Othmer .1964. Encyclopedia of Chemical Technology Vol. 3. The Interscience Encyclopedia Inc, New York.

Lansbarkis, J.R. 2000. Analysis of Volatile Organic Compounds in Water and Air Using Attapulgite Clays. United States Patent 6074460.

Lee, D.H., H. Yang, R. Yan dan D.T. Liang. 2006. Prediction of Gaseous Products from Biomass Pyrolysis through Combined Kinetic and Thermodynamic Simulations. Journal of Fuel 86 : 410-417.

Li, Z., W. Zhao, B. Meng, C. Liu, Q. Zhu dan G. Zhao. 2008. Kinetic Study of Corn Straw Pyrolysis : Comparison of Teo Different Three-Pseudocomponent Models. Journal Bioresource Technology 99: 7616-7622.

Lucian, E. M. 2007. Bahan Tambahan Makanan (BTM).

http://www.wordPress.com. Diakses pada 19 Oktober 2009.

Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press, Florida.

McCutcheon, J dan D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact Sheet Ohio State University Ectension. US. ANR 10-02.

Mullen, C.A., A.A. Boateng, N.M. Goldberg, I.M. Lima, D.A. Laird dan K.B. Hicks. 2009. Bio-oil and Bio-char Production from Corncob adn Stover by Fast Pyrolysis. Journal of Biomass and Bioenergy XXX : 1-8.

Nakai, T., S.N. Kartal, T. Hata dan Y. Imamura. 2006. Chemical Characterization of Pyrolysis Liquids of Wood-Based Composites and Evaluation of Their Bioeffiency. Buiding Environmental. In press.

Paris, O., C. Zollfrank dan G.A. Zickler. 2005. Decomposition adn Carbonization of Wood Biopolymer Microstructural Study of Wood Pyrolysis. Journal of Carbon 43: 53-66.

Qi, Z., C. Jie, W. Tiejun dan X. Ying. 2007. Review of Biomass Pyrolysis Properties and Upgrading Research. Journal of Energy Conversion and Management 48 : 87-92.

Raveendran, K., A. Ganesh dan K.C. Khilar. 1996. Pyrolysis Characteristics of Biomassa and Biomassa Components. Journal of Fuel Vol. 75(8): 987-998.

Richter, H., V. Risoul, A.L. Lafleur,E.F. Plummer, J.B. Howard, J.B, dan W.A. Peters . 2004. Chemical Characterization and Bioactivity of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons from Non-Oxidative Thermal Treatment of Pyrene - Contaminated Soil at 250 –1,000°C. Massachusetts Institute of Technology, USA.

(50)

49

Rubro, M., J.F. Tortosa, J. Quesada dan D. Gomez. 1998. Fractionation of Lignocellulosics, stabilization of corn stalk hemicelluloses by autohydrolysis in aqueous medium. Journal of Biomass & Bioenergy Vol. 15 (6): 483-491.

Samolada, M.C., A. Papafotica dan I.A. Vasalos. 2000. Catalyst Evaluation for Catalytic Biomass Pyrolysis. Journal of Energy & Fuels 14 : 1161-1167.

Sjostrom, E. 1995. Wood Chemistry. Jilid II. Diterjemahkan oleh S.Hardoko. UGM Press, Yogyakarta.

Tranggono, S., B. Setiadji, P. Darmadji, Supranto dan Sudarmanto. 1996. Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan Tempurung Kelapa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 1(2): 15-24.

Uzun, B. B. dan N. Sarioglu. 2009. Rapid and Catalytic Pyrolysis of Corn Stalks. Journal of Fuel Processing Technology 90: 205-200.

Van, S. dan Niemantsverdriet. 1995. Fundamental and Applied Catalyst : Chemical Kinetics and Catalysist. Plenum Press, New York.

Wei L., S. Xu , L. Zhang , H. Zhang, C. Liu dan H. Zhu. 2006. Characteristics of Fast Pyrolysis of Biomass in a Tree Fall Reactor. Journal of Fuel Process Technol 87: 863-871.

Yang, H., R. Yan, H. Chen, D.H. Lee dan C. Zheng. 2007. Characteristics of Hemicellulose, Cellulose and Lignin Pyrolysis. Journal of Fuel 86 : 1781-1788.

(51)

KAJIAN PIROLISIS BATANG DAN DAUN JAGUNG

UNTUK BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

Oleh

DWI INDAH AMBARWATI CAHYARINI

F34053393

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(52)

Dwi Indah Ambarwati Cahyarini. F34053393. Kajian Pirolisis Batang dan Daun Jagung untuk Bahan Tambahan Makanan. Di bawah bimbingan Sapta Raharja. 2010.

RINGKASAN

Pertumbuhan bidang pertanian yang semakin meningkat akan menghasilkan limbah hasil pertanian yang semakin melimpah. Limbah ini akan menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga diperlukan teknologi konversi limbah pertanian menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi. Salah satu tanaman pertanian yang menghasilkan limbah yang cukup tinggi yaitu jagung.

Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh suhu dan katalis terhadap pembentukan cairan hasil pirolisis batang dan daun jagung yang memberikan hasil terbaik serta mengetahui kandungan senyawa cairan pirolisis yang berfungsi sebagai bahan tambahan makanan. Perlakuan terbaik ditentukan berdasarkan rendemen dan kandungan dari cairan hasil pirolisis.

Penelitian diawali dengan menentukan suhu operasional pirolisis menggunakan Thermogravimetric Analysis (TGA). Selanjutnya dilakukan pirolisis batang dan daun jagung pada perlakuan suhu (150-650oC) dengan dan tanpa penambahan katalis (1,5%). Pada tahap berikutnya dilakukan penentuan jumlah komponen yang terkandung di dalam cairan dengan analisis GC-MS. Kemudian dilakukan penentuan golongan dan fungsi dari komponen yang dihasilkan.

Perlakuan pada pirolisis batang dan daun jagung yang memberikan hasil terbaik yaitu pada suhu 350oC tanpa menggunakan katalis yang menghasilkan 17,035 g cairan dan jumlah arang sebesar 37,18 g. Pirolisis tanpa katalis akan menghasilkan cairan dan arang yang lebih banyak dan gas yang lebih sedikit, sedangkan penambahan katalis akan meningkatkan jumlah gas dan menurunkan jumlah cairan dan arang.

(53)

Dwi Indah Ambarwati Cahyarini. F34053393. The Study on Pyrolysis of Corn

Stalks and Leaves as Food Additive. Suprivised by Sapta Raharja. 2010.

SUMMARY

The development in agricultural activity will produce an overflow of the waste. In the future, it will cause an environment issue thus it need a convertion technology to modify the waste useful product. Corn, for example, is one of agricultural plants which produces much waste such as leaf, husk, cob, stalk, stover, etc. These by product, off course, will be valuable if it could be used for food, feed or others.

The purpose of this research was to investigate the effect of temperature and catalyst percentage toward pyrolysis of corn stalk and leaves. Furthermore, the research was to know the contents liquid resulting form the pyrolysis of the corn leaves and stalk material whether it can be use for food additive. The best treatment was fixed by yield and the content of pyrolysis liquid.

The first stage of this research was to determine the temperature of the operational pyrolysis using TGA. The process of the pyrolysis was conducted in the temperature range of 150-650ºC. There are two kind of process, with 1,5% catalyst and without catalyst. Furthermore, the amount of component which contained in liquid resulted from the pyrolysis was determined by using GC-MS. The last stage, it determined group and function from the components containing in that liquid.

The best result was achieved at temperature of 350ºC, without catalyst and produced 17,035 g of liquid and 37,18 g of char. So far the pyrolysis without catalyst produced more liquid and char but less gass. In the meanwhile addition of 1,5% catalyst increased the amount of gass and decreased of liquid and char. GC-MS identifed the component in the liquid as its group and function. Liquid resulted from the pyrolysis without catalyst contained more fenol group while the process with catalyst had more acid and fenol group. From the GC-MS analysist, it was comfirmed that the pirolysis without catalyst at temperature of 350ºC produced more components wich functioned as food additive, i.e. : p-cresol, pyrocatechol, vanillin, palmitic acid, and syringaldehide.

(54)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “Kajian

Pirolisis Batang dan Daun Jagung untuk Bahan Tambahan Makanan

merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dari dosen pembimbing, kecuali dengan jelas disebutkan rujukannya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.

Bogor, Februari 2010 Penulis,

(55)

KAJIAN PIROLISIS BATANG DAN DAUN JAGUNG

UNTUK BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DWI INDAH AMBARWATI CAHYARINI

F34053393

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(56)

Judul Skripsi : Kajian Pirolisis Batang dan Daun Jagung

Untuk Bahan Tambahan Makanan

Nama : Dwi Indah Ambarwati Cahyarini

NIM : F34053393

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

(Dr. Ir. Sapta Raharja. DEA) NIP : 19631026 199002 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : 19621009 198903 2 001

(57)

RIWAYAT HIDUP

Dwi Indah Ambarwati Cahyarini, lahir di Lahat, Sumatera Selatan pada tanggal 28 Februari 1988 dari pasangan Sudarminto dan Kristiati Kuswidi Utari. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan di SDN 12 Lahat pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama di SMPN 5 Lahat pada tahun 2002. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 2 Lahat.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur SPMB. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakutas Teknologi Pertanian (BEM Fateta) sebagai staf di bagian Departemen PSDM (2006-2007) dan sebagai sekretaris Biro Advokasi (2007-2008). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Bioproses (2008), Analisis Bahan dan Produk Agroindustri, Minyak Atsiri dan Biofarmaka, Peralatan Industri, dan Pengawasan Mutu (2009). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti seminar dan workshop serta kegiatan kampus lainnya.

Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapang (PL) di PT. Arnotts Indonesia, Bekasi Barat pada tahun 2008 dengan judul “Mempelajari Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Biskuit Tim Tam di PT. Arnotts Indonesia, Bekasi”.

Gambar

Gambar 13. Grafik hubungan rendemen cairan dengan suhu pirolisis
Gambar 14. Cairan pirolisis a) tanpa katalis dan b) dengan penambahan
Gambar 15.  Grafik hubungan suhu dengan golongan senyawa pada proses   pirolisis tanpa katalis
Gambar 16. Grafik hubungan suhu dengan golongan senyawa pada proses                      pirolisis dengan penambahan katalis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada peralatan ME dan sistem ME, yang dilengkapi berbagai pengaturan tegangan listrik atau kapabilitas tegangan listrik otomatis, maka pengujian dilakukan pada nilai input

392 °F (200 °C) • Mempertahankan suhu splice (waktu tunda yang dapat diatur) • Mendinginkan hingga suhu dingin (suhu yang aman untuk melepaskan sabuk) • Suhu dan waktu

Ekosistem hutan alam mempunyai siklus hara tertutup yaitu suatu sistem yang memiliki jumlah kehilangan hara lebih rendah dibandingkan dengan jumlah masukan hara yang diperoleh

2) dilakukan penghapusan hasil akhir bagi tim penilai yang mempunyai nilai ekstrim (tertinggi atau terendah). jika ekstrim tinggi yang ada maka data tersebut

Pada mata ini diberi kaca mata sferis -3.00 karena mata melihat jelas tanpa akomodasi Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction. Lensa

Terapi Gizi Medis : adalah pelayanan gizi khusus untuk peyembuhan penyakit baik akut maupun kronis atau kondisi luka- luka, serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi

Kombinasi dari studi-studi ini dan juga berdasarkan hasil pengamatan menghasilkan bahwa terjadinya peningkatan berat badan secara cepat yang terjadi pada anak yang

Dari hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor rata-rata persepsi mahasiswa terhadap materi Perkembangan Hewan