• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Bacillus cereus pada susu formula lanjutan bubuk yang diperuntukan bagi balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemeriksaan Bacillus cereus pada susu formula lanjutan bubuk yang diperuntukan bagi balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERIKSAAN

Bacillus cereus

PADA SUSU FORMULA

LANJUTAN BUBUK YANG DI PERUNTUKAN BAGI BALITA

PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BOGOR

Rr. Sitti Nurul Fatma Z.

B04103188

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Judul Skripsi : Pemeriksaan Bacillus cereus pada susu formula lanjutan bubuk yang diperuntukan bagi balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : Rr. Sitti Nurul Fatma Z Nomor Pokok : B04103188

Program Studi : Kedokteran Hewan

Menyetujui,

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu Drh. Maya Purwanti, MS NIP. 130. 701. 878 NIP. 080. 071.873

.

Mengetahui, Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131. 129. 090

(3)

RINGKASAN

RR. SITTI NURUL FATMA Z. Pemeriksaan Bacillus cereus pada susu formula lanjutan bubuk yang diperuntukan bagi balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh FACHRIYAN HASMI PASARIBU dan MAYA PURWANTI.

Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi keberadaan Bacilus cereus pada susu formula lanjutan bubuk yang diperuntukan bagi balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel susu bubuk berdasarkan sistem

Acceptance Quality Level (AQL)-6,5, yaitu sebanyak 48 sampel yang diambil

secara proposional dari Puskesmas di Kabupaten Bogor. Sampel yang diambil sebanyak 100 gram, kemudian dianalisa dengan menggunakan metode hitungan cawan (total plate count) pada media plate count agar, untuk mengetahui apakah sampel mengandung mikroorganisme dan dilakukan metode yang sama dengan menggunakan media manitol egg yolk polymyxine agar untuk mendeteksi keberadaan B. cereus. Sebagai uji konfirmasi (uji penegasan) dilakukan perwarnaan Gram untuk melihat bentuk B. cereus, serta uji biokimiawi yaitu : uji reduksi nitrat, uji motilitas, uji Voges Proskauer dan uji fermentasi glukosa anaerob.

(4)

ABSTRAK

RR. SITTI NURUL FATMA Z. Inspection of Bacilus cereus in follow-on milk formula for malnutrision children under five years old in Kabupaten Bogor.

Guided by FACHRIYAN HASMI PASARIBU and MAYA PURWANTI.

This research was aimed to detect the present of Bacilus cereus in

follow-on milk formula for malnutritifollow-on children under five years old in Kabupaten

Bogor. sample based on Acceptance Quality Level (AQL)-6,5 system that is 48

sample taken proporsionally from Puskesmas in Kabupaten Bogor. Sample that

used counted 100 gram, then sample was analysis for microbiology with the total plate count method. With the same method using the manitol egg yolk polymixine

agar to detect the present of B. cereus, and continue with a Gram staining

preparat. The confirmation test used nitrate reduce test, motility test, voges

prouskauer test and anaerob glucose fermentation test.

From the analysis and inspection result done to 48 sample in follow-on

milk formula and the result was 17 sample (33,8%) contained of B. cereus

1,2x10³ ± 4x10² cfu/gram. Based on the Australia and New Zealand goverment (Standard 1.6.1-Microbiological Limits for Food 2001) to follow-on milk formula, the acceptance number of B. cereus was 102 cfu/gram and the sample that has

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali pada tanggal 27 Maret 1985 sebagai anak ke tiga dari tiga bersaudara keluarga Bapak Memed Zoelkarnain Hasan dan Ibu Sri Nalinda.

(6)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt, Rabb yang telah menciptakan kita dengan segala kesempurnaan akal dan pikiran, dan Rabb yang telah memberikan berbagai limpahan nikmat dan hidayahnya kepada kita semua.

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa informasi, pangetahuan, dan dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua dan keluarga besar yang selalu penulis cintai dan hormati, yang telah memberikan bantuannya baik dorongan moril maupun materiil serta doa.

2. Bapak Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu drh. Maya Purwanti, MS yang telah memberi kesempatan untuk membantu melakukan penelitiannya dan selalu sabar membimbing penulis. 4. Ibu Dr. drh. M. Agatha Winny Sanjaya, MS yang telah memberi

nasehat-nasehat yang bermanfaat.

5. Ibu Ir. Etih Sudarnika, MSi selaku dosen pembimbing akademi.

6. Seluruh Staf Laboratorium Bakteriologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner atas segala penerimaan dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian. Pak Agus selaku penanggung jawab laboratorium, Mba Shelin yang selalu membantu dilaboratorium, Pak Rafiq dan Mba Lia.

7. Seseorang yang selalu memberi dukungan dan sabar menemani penulis.

8. Teman selaboratorium Diny dan Feri atas dukungan dan kerjasamanya yang kompak

9. Teman-teman angkatan 40

(7)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu guna kesempurnaan tulisan ini, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan.

Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, 20 Agustus 2007

(8)
(9)

Uji Fermentasi Glukosa Anaerob ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Total plate count ... 14

Presumtif Bacilus cereus ... 16

Definitif Bacilus cereus ... 17

KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

Kesimpulan ... 20

Saran ... 20

(10)

DAFTAR TABEL

Jumlah sample pada tiap kecamatan ... 11

Jumlah mikroorganisme dengan metode hitungan cawan ... 15

Presumtif B. cereus dari media mannitol egg yolk polymixine agar ... 16

(11)

PEMERIKSAAN

Bacillus cereus

PADA SUSU FORMULA

LANJUTAN BUBUK YANG DI PERUNTUKAN BAGI BALITA

PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BOGOR

Rr. Sitti Nurul Fatma Z.

B04103188

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Judul Skripsi : Pemeriksaan Bacillus cereus pada susu formula lanjutan bubuk yang diperuntukan bagi balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : Rr. Sitti Nurul Fatma Z Nomor Pokok : B04103188

Program Studi : Kedokteran Hewan

Menyetujui,

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu Drh. Maya Purwanti, MS NIP. 130. 701. 878 NIP. 080. 071.873

.

Mengetahui, Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131. 129. 090

(13)

RINGKASAN

RR. SITTI NURUL FATMA Z. Pemeriksaan Bacillus cereus pada susu formula lanjutan bubuk yang diperuntukan bagi balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh FACHRIYAN HASMI PASARIBU dan MAYA PURWANTI.

Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi keberadaan Bacilus cereus pada susu formula lanjutan bubuk yang diperuntukan bagi balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel susu bubuk berdasarkan sistem

Acceptance Quality Level (AQL)-6,5, yaitu sebanyak 48 sampel yang diambil

secara proposional dari Puskesmas di Kabupaten Bogor. Sampel yang diambil sebanyak 100 gram, kemudian dianalisa dengan menggunakan metode hitungan cawan (total plate count) pada media plate count agar, untuk mengetahui apakah sampel mengandung mikroorganisme dan dilakukan metode yang sama dengan menggunakan media manitol egg yolk polymyxine agar untuk mendeteksi keberadaan B. cereus. Sebagai uji konfirmasi (uji penegasan) dilakukan perwarnaan Gram untuk melihat bentuk B. cereus, serta uji biokimiawi yaitu : uji reduksi nitrat, uji motilitas, uji Voges Proskauer dan uji fermentasi glukosa anaerob.

(14)

ABSTRAK

RR. SITTI NURUL FATMA Z. Inspection of Bacilus cereus in follow-on milk formula for malnutrision children under five years old in Kabupaten Bogor.

Guided by FACHRIYAN HASMI PASARIBU and MAYA PURWANTI.

This research was aimed to detect the present of Bacilus cereus in

follow-on milk formula for malnutritifollow-on children under five years old in Kabupaten

Bogor. sample based on Acceptance Quality Level (AQL)-6,5 system that is 48

sample taken proporsionally from Puskesmas in Kabupaten Bogor. Sample that

used counted 100 gram, then sample was analysis for microbiology with the total plate count method. With the same method using the manitol egg yolk polymixine

agar to detect the present of B. cereus, and continue with a Gram staining

preparat. The confirmation test used nitrate reduce test, motility test, voges

prouskauer test and anaerob glucose fermentation test.

From the analysis and inspection result done to 48 sample in follow-on

milk formula and the result was 17 sample (33,8%) contained of B. cereus

1,2x10³ ± 4x10² cfu/gram. Based on the Australia and New Zealand goverment (Standard 1.6.1-Microbiological Limits for Food 2001) to follow-on milk formula, the acceptance number of B. cereus was 102 cfu/gram and the sample that has

(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali pada tanggal 27 Maret 1985 sebagai anak ke tiga dari tiga bersaudara keluarga Bapak Memed Zoelkarnain Hasan dan Ibu Sri Nalinda.

(16)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt, Rabb yang telah menciptakan kita dengan segala kesempurnaan akal dan pikiran, dan Rabb yang telah memberikan berbagai limpahan nikmat dan hidayahnya kepada kita semua.

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa informasi, pangetahuan, dan dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua dan keluarga besar yang selalu penulis cintai dan hormati, yang telah memberikan bantuannya baik dorongan moril maupun materiil serta doa.

2. Bapak Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu drh. Maya Purwanti, MS yang telah memberi kesempatan untuk membantu melakukan penelitiannya dan selalu sabar membimbing penulis. 4. Ibu Dr. drh. M. Agatha Winny Sanjaya, MS yang telah memberi

nasehat-nasehat yang bermanfaat.

5. Ibu Ir. Etih Sudarnika, MSi selaku dosen pembimbing akademi.

6. Seluruh Staf Laboratorium Bakteriologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner atas segala penerimaan dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian. Pak Agus selaku penanggung jawab laboratorium, Mba Shelin yang selalu membantu dilaboratorium, Pak Rafiq dan Mba Lia.

7. Seseorang yang selalu memberi dukungan dan sabar menemani penulis.

8. Teman selaboratorium Diny dan Feri atas dukungan dan kerjasamanya yang kompak

9. Teman-teman angkatan 40

(17)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu guna kesempurnaan tulisan ini, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan.

Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, 20 Agustus 2007

(18)
(19)

Uji Fermentasi Glukosa Anaerob ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Total plate count ... 14

Presumtif Bacilus cereus ... 16

Definitif Bacilus cereus ... 17

KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

Kesimpulan ... 20

Saran ... 20

(20)

DAFTAR TABEL

Jumlah sample pada tiap kecamatan ... 11

Jumlah mikroorganisme dengan metode hitungan cawan ... 15

Presumtif B. cereus dari media mannitol egg yolk polymixine agar ... 16

(21)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pertengahan tahun 2005 Indonesia dikejutkan oleh maraknya kasus gizi buruk di sejumlah provinsi. Ribuan anak usia di bawah lima tahun di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur mengalami kekurangan gizi kronis. Hal yang sama terjadi pada anak balita di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Gorontalo, dan provinsi lainnya. Gizi buruk terjadi bila asupan zat gizi sangat kurang sehingga tumbuh kembang anak usia di bawah lima tahun (balita) yang diukur lewat perbandingan antara berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi berada jauh di bawah standar (Moedjiono 2007). Sampai saat ini, jumlah anak balita dengan gizi kurang dan gizi buruk belum berkurang secara signifikan. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya, salah satunya dengan memberi makanan tambahan dalam bentuk kacang hijau dan susu untuk anak umur 1-9 tahun. Sedangkan untuk anak kurang dari satu tahun diberi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI), dan bagi anak yang mempunyai status gizi buruk akan diberikan formula dengan pengawasan langsung dari Puskesmas (Anonim 2005).

Makanan tambahan pemulihan (MT-P) bagi balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor diberikan dalam bentuk susu formula lanjutan bubuk, karena bentuk ini mudah disajikan dan cenderung disukai oleh balita. Susu bubuk bukan merupakan makanan yang steril karena beberapa bakteri mampu bertahan hidup khususnya bakteri pembentuk spora yaitu kelompok Bacillus terutama Bacillus

cereus. Bakteri ini merupakan salah satu bakteri patogen penyebab penyakit

(22)

Tujuan Penelitian

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kondisi Gizi Masyarakat Indonesia

Kualitas manusia sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangannya sejak dini. Pemenuhan gizi yang baik dan benar merupakan modal dasar agar anak dapat mengembangkan potensi genetiknya secara optimal. Zat gizi yang diberikan harus tersedia secara tepat baik kualitas maupun kuantitasnya. Mulai dari protein dengan asam aminonya baik yang esensial maupun non-esensial, kalori, berupa karbohidrat ataupun lemak, vitamin, dan mineral (Judarwanto 2006).

Gizi buruk terjadi jika anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama. Selain itu anak sering sakit/terkena infeksi sehingga asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal, dan juga akibat sanitasi/kesehatan lingkungan yang kurang baik. Penentuan gizi buruk dapat dilakukan dengan menimbang berat badan balita dibandingkan dengan umur anak berdasarkan standar World Health Organization (WHO-NCHS). Standar ini biasanya ada pada petugas gizi di fasilitas kesehatan dasar, seperti Puskesmas atau ahli gizi lainnya. Bila menggunakan kartu menuju sehat (KMS) balita, hasil penimbangan balita gizi buruk akan berada jauh dibawah garis merah.

Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta) balita menderita kurang gizi, 1,5 juta (8,3%) diantaranya menderita gizi buruk. Tingginya jumlah keluarga miskin di Indonesia akan semakin menambah jumlah balita penderita gizi buruk. kondisi ini sangat memprihatinkan, karena mengancam kualitas sumber daya manusia Indonesia dimasa mendatang. Oleh karena itu, diperlukan campur tangan pemerintah dalam penanganan masalah balita gizi buruk.

(24)

2. Susu Formula Lanjutan Bubuk

Susu disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena kandungan zat gizinya yang lengkap. Selain air, susu mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim, gas serta vitamin A, C dan D dalam jumlah memadai (Astawan 2005). Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun (SNI 01-3141-1998). Menurut Buckle et al. (2000) komposisi susu rata-rata untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah lemak 3,90 %; protein 3,40 %; laktosa 4,80 %; mineral (abu) 0,72 % dan air 87,10 %. Komponen lain yang terdapat dalam susu adalah sitrat, enzim-enzim, fosfolipid dan vitamin.

Susu formula berasal dari susu sapi segar yang diolah menjadi susu bubuk dengan menambahkan bahan-bahan lain seperti vitamin, mineral, dan lain-lain, yang sesuai dengan kebutuhan balita (Standar Nasional Indonesia 01-4213-1996). Susu formula merupakan pengganti ASI berupa suplemen atau pelengkap makanan yang berfungsi membantu pertumbuhan anak dan mempunyai kandungan lemak, protein, karbohidrat, mineral, vitamin serta zat tambahan lainnya (Anonim 2006).

Di Indonesia susu formula untuk bayi dibedakan menjadi dua, yaitu: susu formula awal untuk bayi usia 0-6 bulan dan susu formula lanjutan untuk bayi usia 6 bulan ke atas. Perbedaan tersebut didasarkan pada kebutuhan zat gizi masing-masing kelompok (Anonim 2006). Pembuatan susu formula di Indonesia dilakukan dengan cara dry-mixing, yaitu tepung susu dan bahan tambahan lainnya (premix) dalam bentuk kering dicampur, kemudian diproses menggunakan metode semprot (spray drying).

(25)

merupakan susu yang kandungan lemaknya tidak dikurangi dan dikenal sebagai tepung susu utuh (whole milk). Susu bubuk rendah lemak (low fat) mempunyai kandungan lemak yang sedikit. Sedangkan susu bubuk yang tidak mengandung lemak dikenal sebagai susu bubuk skim (non fat) (Buckle et al. 1987).

Menurut Purnomo dan Adiono (1987), susu bubuk merupakan produk susu kering atau tepung susu yang dibuat sebagai kelanjutan dari proses penguapan. Prinsip pembuatan susu bubuk adalah dengan menguapkan sebanyak mungkin kandungan air susu dengan cara pemanasan (pengeringan). Biasanya kadar air dikurangi sampai dibawah 5% dan sebaiknya harus kurang dari 2%. Tepung susu biasanya diproduksi dengan salah satu dari dua proses yang sudah dikenal, yaitu sistem silinder dan proses semprot.

Susu mengandung berbagai macam unsur dan sebagian besar terdiri dari zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu pertumbuhan bakteri dalam susu terjadi sangat cepat pada suhu yang sesuai. Susu tidak boleh mengandung mikroorganisme patogen dan benda asing yang dapat mencemarinya. Berdasarkan SNI 01-6366-2000, jumlah mikroorganisme (per ml) maksimal sebanyak 5x104 cfu/gram. Apabila mengkonsumsi makanan dengan kontaminan mikroba lebih dari 5x104 cfu/gram dapat menyebabkan gangguan kesehatan, misalnya diare tipe berat yang dapat menyebabkan banyak kehilangan cairan tubuh.

3. Mikroorganisme

(26)

4. Bakteri

Bakteri merupakan salah satu kelompok mikroorganisme penting dan beraneka ragam yang biasanya berhubungan dengan makanan dan manusia. Fardiaz (1992) mendefinisikan bakteri sebagai organisme prokariot bersel tunggal yang umumnya mempunyai ukuran sel berkisar antara panjang 0,5-1,0 μm dan lebar 0,5-2,5 μm. Berdasarkan morfologinya bakteri terdiri dari empat bentuk dasar, yaitu :

a. Bentuk bulat atau coccus, contohnya: staphylococci, streptococci

b. Bentuk batang atau bacillus, contohnya: bacilli

c. Bentuk spiral atau spirillus, contohnya: spirilla

d. Bentuk koma atau vibrius, contohnya: vibrio

Bakteri ini dapat ditemukan dalam keadaan tunggal, berpasangan, tetrad, kelompok kecil, gerombolan atau berantai.

Menurut Fardiaz (1998), struktur dan komponen bakteri sangat sederhana karena bakteri adalah organisme uniseluler. Secara umum struktur bakteri terdiri dari : dinding sel, membran sel (membran plasma), sitoplasma, kromosom tunggal, dan ribosom. Pada beberapa bakteri tertentu biasanya terdapat kapsul, glikokalik, pili, mesosom, flagela, spora, dan granul inklusi.

Bakteri berkembang biak secara aseksual dengan proses pembelahan biner yaitu membelah diri menjadi dua (binary fission). Pada sel asli (sel induk) ukuran dan massanya akan bertambah sehingga mampu membelah menjadi dua sel baru (sel anak) (Pelczar dan Chan 1986).

Spora merupakan ”body” yang kuat dan keras yang terbentuk pada beberapa jenis bakteri jika kondisinya menjadi kurang baik atau tidak mampu lagi bertahan hidup pada lingkungan untuk mendapatkan bahan-bahan penting untuk pertumbuhannya. Spora terbentuk didalam sel bakteri dan kemudian sel akan mengalami kehancuran. Spora dapat bertahan hidup pada kondisi yang kurang baik untuk periode yang lama. Pembentukan spora hanya terjadi pada beberapa jenis bakteri, ada dua kelompok bakteri yang dapat membentuk spora yaitu

(27)

5. Bacillus cereus

5.1. Morfologi

Bacillus cereus merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang besar (>0,9 µm) dengan ukuran panjang sel 3-5 mikron dan lebarnya 1 mikron. Bakteri ini menghasilkan spora yang berbentuk elips dan terletak ditengah-tengah sel. Spora hanya terbentuk bila terdapat oksigen dilingkungan sekitarnya (aerob fakultatif). B. cereus termasuk salah satu organisme mesofilik yaitu dapat tumbuh pada suhu optimal 30-35°C (Blackburn dan McClure 2002). Bakteri B.cereus

mempunyai alat gerak berupa flagella yang jumlahnya lebih dari dua dan mengelilingi seluruh permukaan sel bakteri (peritrichous).

5. 2. Sifat biokimiawi

B.cereus bersifat proteolitik yang kuat yaitu memproduksi enzim

(protease, amylase, lecithinase, dan lain-lain) yang dapat memecah protein dan mempunyai sifat yang hampir sama dengan renin sehingga dapat menggumpalkan susu (Fardiaz 1998). Spesies ini juga memfermentasi karbohidrat (glukosa dan mannosa). Selain itu, bakteri ini akan tumbuh pada pH 4,3-9,3 dan aktifitas air (Aw) 0,95 (Blackburn dan McClure 2002).

5. 3. Habitat

Habitat utama B.cereus adalah lingkungan dan saluran pencernaan. Terutama tanah dan air yang menyebabkan bakteri ini mempunyai peluang yang besar untuk mencemari bahan makanan asal hewan maupun tanaman. Selain itu pencemaran juga bisa terjadi pada ruang proses pengolahan karena bakteri ini dapat menempel pada sepatu, pakaian dan kulit karyawan, serta dapat melalui udara ataupun debu (Soejoedono 2002).

5. 4. Endospora

Endospora tahan terhadap proses yang secara normal akan membunuh sel bakteri vegetatif, seperti proses pemanasan, pembekuan, pengeringan, penggunaan bahan kimia (disinfektan) dan radiasi. Kebanyakan sel vegetatif akan mati dengan temperatur di atas 70ºC, sedangkan endospora dapat bertahan hidup dalam air mendidih untuk beberapa jam atau lebih. Salah satu bakteri yang membentuk spora untuk mempertahankan diri dari lingkungannya adalah B. cereus. Spora B.

(28)

makanan kering, dan pada permukaan daging karena kontaminasi debu atau tanah. Bila kondisi memungkinkan untuk tumbuh menjadi bentuk vegetatif, beberapa spesies akan menghasilkan toksin yang berakibat dapat menimbulkan gejala penyakit (Naim 2003).

5. 5. Patogenesis

Bakteri B.cereus mempunyai dua tipe toksin. Toksin tipe pertama yaitu enterotoksin yang biasanya timbul pada produk pangan nabati dan makanan siap saji (Soejoedono 2002). Toksin ini mengandung protein dengan berat molekul sebesar 38-96 kD, tidak tahan panas dan akan hancur pada suhu 56°C selama 5 menit. Apabila sempat terkonsumsi oleh konsumen (manusia) dalam jumlah 105 -107 sel/gram, maka dapat menimbulkan gangguan saluran pencernaan berupa sakit perut dan diare tipe sedang (Harmon et al. 1992). Toksin tipe kedua yaitu emetik toksin yang mengandung peptida dengan berat molekul < 10 kD dan relatif tahan panas karena tidak hancur pada suhu yang mencapai 120°C selama 1 jam. Toksin ini biasanya muncul pada nasi, susu beserta produknya dan bila terkonsumsi dalam jumlah 105-108 sel/gram dapat menyebabkan mual-mual dan muntah (Harmon et al. 1992).

6. Standar Keamanan Susu Bubuk

Berdasarkan SNI 01-6366-2000 mengenai batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan pangan asal hewan, terutama susu bubuk adalah 5x104 cfu/gram. Apabila suatu produk susu bubuk didapatkan jumlah cemaran mikroba lebih dari 5x104 cfu/gram maka dinyatakan tidak baik untuk diedarkan dan dikonsumsi karena dapat menyebabkan berbagai gangguan tubuh. Menurut standar yang dikeluarkan oleh Pemerintah Australia dan New Zealand (Standard 1.6.1-Microbiological Limits for Food 2001), untuk jumlah cemaran B. cereus

dalam susu formula lanjutan bubuk yang dapat diterima adalah 102 cfu/gram dan sampel dinyatakan ditolak jika mengandung ≥ 103 cfu/gram.

7. Resiko/Gangguan Kesehatan

Buruknya sanitasi menjadi pendorong perkembangan mikroba patogen

(foodborne pathogen) yang pada gilirannya menyebabkan keracunan. Mikroba

(29)

sporanya dapat bergerminasi saat makanan mengalami penyimpanan/pendinginan.

B. cereus dapat tumbuh pada makanan siap santap hingga membentuk toksin di

dalamnya. Meski banyak ditemukan dalam tanah, B. cereus bisa mengontaminasi makanan seperti beras dan produk olahannya, misalnya nasi goreng dan puding pati beras. Selain itu tepung jagung dan berbagai bumbu-bumbu sering terkontaminasi spora B. cereus.

(30)

METODOLOGI Waktu dan tempat

Pengambilan sampel susu formula lanjutan bubuk dari 10 kecamatan di Kabupaten Bogor dilakukan mulai dari Bulan Juli 2006 sampai dengan Januari 2007. Pengerjaan sampel dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, mulai dari Bulan November 2006 sampai dengan Juli 2007.

Alat

Cawan petri, tabung reaksi beserta raknya, pipet volumetrik, erlenmayer, timbangan, bunsen, inkubator, waterbath, vortex, anaerobik jar, “hockey stick”, ose, kaca obyek.

Bahan

Susu formula lanjutan bubuk bagi balita penderita gizi buruk, pengencer

buffer peptone water (BPW), media plate count agar (PCA) dan manitol egg yolk polymyxine agar (MYP), media semisolid nitrat, media Voges-Proskauer, phenol red broth, pewarna Gram (kristal violet), larutan lugol, larutan pemucat (safranin), aseton alkohol, aquadestilata, reagens A dan C, larutan alpha-naphtol, potassium hydroxide 40% (KOH 40%), kristal keratin, gas CO (gaspak).

Metode

a. Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan sebanyak 48 sampel berdasarkan sistem

acceptance quality level (AQL)-6,5 sampling 2, yang diambil secara proposional dari Puskesmas di Kabupaten Bogor. Sampel diambil secara aseptis dengan menyemprotkan alkohol 70% ke seluruh permukaan kemasan, kemudian ujung kemasan digunting dan diambil sampel sebanyak ± 100 gram. Sampel dimasukan ke dalam plastik steril dan diikat.

(31)

Tabel 1. Jumlah sampel pada tiap kecamatan

• Disiapkan cawan petri steril dan diberi kode sesuai sampel yang diambil, dibuat duplo.

• Secara aseptis sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 20 gram. • Dicampur dengan pengencer BPW sebanyak 180 ml, dihomogenkan. • Larutan tersebut dibuat pengenceran mulai dari 10-1 sampai 10-3 .

• Diambil 1 ml dari tiap-tiap pengenceran, dimasukan kedalam cawan petri steril.

• Masing-masing cawan petri tersebut dituangkan 15-20 ml plate count

agar (suhu 40-50°C).

• Cawan ditutup dan dihomogenkan secara perlahan dengan membentuk

angka delapan, didiamkan beberapa saat hingga agar memadat.

• Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35-37°C selama 18-24 jam (Lukman et al. 2007).

• Seluruh koloni yang tumbuh diamati dan dihitung dengan cara seperti

dibawah ini :

Jumlah koloni per ml = Jumlah koloni per cawan x

encer Faktorpeng

1

(32)

c. Pemeriksaan Bacillus cereus

• Disiapkan cawan petri yang telah diisi media manitol egg yolk

polymyxine agar, dibuat duplo dan diberi kode sesuai sampel yang diambil.

• Secara aseptis sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 20 gram. • Dicampur dengan pengencer BPW sebanyak 180 ml, dihomogenkan. • Larutan di heat shock dengan waterbath pada suhu 75°C selama 20

menit.

• Setelah dikeluarkan dari waterbath larutan didiamkan atau didinginkan sebentar.

• Dibuat pengenceran mulai dari 100 sampai 10-3 dari larutan tersebut. • Diambil 0,1 ml dari tiap-tiap pengencer dan dimasukan ke dalam

cawan petri yang telah disiapkan. diratakan dengan menggunakan

“hockey stick”.

• Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 -48 jam.

• Diamati koloni yang diduga B.cereus, yaitu koloni yang berwarna merah jambu dengan zona presipitasi disekelilingnya, kemudian dihitung cawan yang memiliki jumlah 15-150 koloni.

• Diisolasi 5 atau lebih koloni yang diduga B.cereus ke nutrient agar miring, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30°C.

• Koloni yang tumbuh dikonfirmasi dengan uji biokimiawi dan

pewarnaan Gram (Rhodehamel dan Harmon 1998).

d. Uji Konfirmasi

ƒ Perwarnaan Gram

o Dibuat preparat ulas yang telah difiksasi diatas api.

o Preparat tersebut diberi larutan kristal violet selama 1menit kemudian dibilas dengan aquadest.

o Ditambahkan larutan lugol selama 1 menit, dibilas dengan aquadest dan dibilas dengan larutan pemucat selama 10-20 detik, lalu dibilas kembali dengan aquadest.

(33)

o Diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x.

o Bakteri gram positif akan berwarna ungu sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah.

o Selain itu akan terlihat bentuk bakteri batang, bulat, koma, dll. dan bila memungkinkan akan terlihat sporanya (Lay 1994).

ƒ Uji reduksi nitrat dan motilitas

o Tabung reaksi yang berisi media semisolid nitrat diberi kode sesuai sampel yang diambil.

o Biakan yang diduga B.cereus diambil sedikit menggunakan jarum. o Kemudian ditusuk ke dalam media semisolid tersebut, diinkubasi pada

suhu 35°C selama 24 jam.

o Disiapkan tabung kontrol sebagai pembanding.

o Diamati pertumbuhan biakan, apabila ada pertumbuhan maka pada permukaan media akan menjadi keruh.

o Ditambahkan reagent A dan reagent C masing-masing 0,25 ml .

o Diperhatikan perubahan warna menjadi orange selama ± 5-10 detik (Rhodehamel dan Harmon 1998).

ƒ Uji Voges Proskauer

o Tabung yang berisi kaldu VP diinokulasi dengan biakan Bacillus, diinkubasi pada suhu 35°C selama 48 jam.

o Ditambahkan 0,6 ml larutan alpha-naphtol dan 0,2 ml KOH 40 %. o Tabung dikocok kemudian ditambahkan sedikit kristal kreatin.

o Setelah dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang diamati perubahan warna menjadi violet atau pink (Rhodehamel dan Harmon 1998). ƒ Uji fermentasi glukosa anaerob

o Biakan diinokulasi pada glukosa broth.

o Diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam dengan GasPak anaerobik jar.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susu formula lanjutan bubuk merupakan salah satu makanan tambahan pemulihan yang diberikan kepada balita penderita gizi buruk. Bentuk susu bubuk selain disukai oleh anak-anak, juga disukai oleh mikroba terutama bakteri dan kapang sebagai sumber nutrisi. Beberapa bakteri akan hancur pada suhu tinggi selama proses pembuatan susu bubuk, namun bakteri-bakteri pembentuk spora seperti B. cereus dapat bertahan terhadap proses pemanasan. Menurut Fardiaz (1989), bakteri ini bersifat thermodurik yaitu secara alami mempunyai kemampuan untuk resisten terhadap suhu panas sehingga tidak mati oleh proses pasteurisasi.

Pencemaran susu bubuk oleh B. cereus, dapat terjadi melalui debu dan udara yang masuk kedalam susu atau alat pemerah susu dan penanganan susu yang kurang bersih. Bakteri ini dapat membentuk spora pada kondisi lingkungan yang sesuai, misalnya pada makanan yang dibiarkan terlalu lama berada pada suhu kamar setelah dimasak, sehingga spora bakteri bisa tumbuh. apabila dalam jumlah yang cukup banyak (105-107 sel/gram) dapat menyebabkan intoksikasi.

Keberadaan bakteri pada susu bubuk terutama B. cereus dapat dihitung jumlah rata-ratanya dengan menggunakan metode hitungan cawan dan dilakukan uji biokimiawi sebagai uji konfirmasi/uji penegasan terhadap keberadaan B. cereus. Uji biokimiawi yang dilakukan yaitu; uji reduksi nitrat dan motilitas, uji Voges Prokauer, dan uji fermentasi glukosa anaerob. Selain itu, untuk melihat bentuk dari B. cereus dilakukan perwarnaan Gram.

1. Total Plate Count

Sebanyak 48 sampel susu bubuk diperiksa jumlah total bakterinya dengan menggunakan metode hitungan cawan (total plate count) pada media Plate Count Agar (PCA). Pada saat diinkubasi sel-sel mikroba akan memperbanyak diri dengan cepat dalam waktu 18-24 jam sehingga terbentuk massa sel yang disebut koloni. Koloni bakteri yang tumbuh mempunyai berbagai macam bentuk dan ukuran yang merupakan hasil biakan murni ataupun bukan, seperti terlihat pada Gambar 1 berikut ini ;

(35)

Gambar 1. Berbagai bentuk dan ukuran koloni pada media PCA Cawan yang mengandung jumlah koloni antara 25 sampai 250 dihitung jumlah mikroba per gram atau mililiter, sehingga akan didapatkan jumlah rata-rata total bakteri yang didapat dari sampel tersebut seperti pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Jumlah mikroorganisme dengan metode hitungan cawan

Kecamatan Jumlah

(36)

maka perlu dilakukan pengujian terhadap cemaran mikroba yang lebih spesifik. Salah satunya pengujian terhadap keberadaan bakteri Bacillus cereus karena bakteri ini dapat membentuk spora dan dapat menyebabkan gangguan terutama pada saluran pencernaan..

Spora dari bakteri Bacillus lebih tahan dari bentuk vegetatifnya terhadap pemanasan, kekeringan, bahan preservatif makanan, dan pengaruh lingkungan lainnya. Selain itu, spora B. cereus sering ditemukan pada makanan, seperti susu, sereal, rempah, dan makanan kering lainnya, serta sering ditemukan pada permukaan daging, yang kemungkinan disebabkan kontaminasi debu atau tanah (Soejoedono 2002). B. cereus dapat menghasilkan dua jenis toksin, yaitu heat-labile enterotoxin yang dapat mengakibatkan diare dan heat-stable toxin yang menyebabkan respons muntah-muntah pada manusia.

2. Presumtif B. Cereus

Pemeriksaan B. cereus dengan menggunakan metode pembiakan pada media selektif Manitol Egg Yolk Polymixine agar akan membentuk koloni yang berukuran besar seperti bentuk koloni khamir dengan lingkaran pengendapan kuning telur yang berwarna putih sehingga dapat dibedakan dengan koloni-koloni bakteri lain yang tumbuh pada media yang sama. Media ini mengandung antibiotika Polymixine yang dapat membunuh bakteri-bakteri yang rentan terhadap antibiotik tersebut sedangkan B. cereus sangat resisten terhadapnya. (Cowan dan Steel 1974).

A B

(37)

Perhitungan dilakukan terhadap cawan yang memiliki jumlah koloni presumtif B. cereus antara 15-150 koloni, kemudian diambil 5 koloni atau lebih untuk diisolasi pada nutrient agar miring (Rhodehamel dan Harmon 1998). Hasil yang didapat seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Presumtif B. cereus dari media mannitol egg yolk polymixine agar

Kecamatan Jumlah

B. cereus merupakan bakteri gram positif yang tidak memfermentasi

manitol sehingga akan membentuk koloni yang berwarna merah jambu dengan zona presipitasi disekelilingnya (Batt 2000). Koloni yang dikelilingi zona presipitasi (bening) mengindikasikan bakteri tersebut menghasilkan lesitinase. Hasil pertumbuhan bakteri pada media selektif tersebut sekitar 74,4 % diduga mengandung B. cereus, dengan jumlah rata-rata 7,2 x 10± 3,6 x 10cfu/gram.

(38)

menyebabkan warna kuning pada media, contohnya B. pumillus. Beberapa strain dari B. cereus yang mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat seperti B. mycoides, B. thuringiensis, dan B. anthracis dapat memberikan gambaran yang sama dengan B. cereus, sehingga perlu dilakukan uji biokimiawi sebagai uji konfirmasi seperti uji reduksi nitrat dan motilitas, uji Voges Proskauer dan uji fermentasi glukosa anaerob, selain itu juga dilakukan pewarnaan Gram sebagai pewarnaan diferensial. Interpretasi hasil : jika 50% isolat dari satu sampel memperlihatkan hasil reaksi positif maka seluruh sampel dinyatakan positif mengandung B. cereus (Rhodehamel dan Harmon 1998).

3. Definitif B. Cereus

Pewarnaan Gram dilakukan untuk melihat bentuk bakteri, selain itu juga mengelompokan bakteri menjadi Gram positif atau Gram negatif. Bakteri gram positif mempertahankan zat pewarna ungu kristal sehingga sel berwarna ungu tua, sedangkan bakteri gram negatif kehilangan ungu kristal ketika dicuci dengan aseton alkohol dan ketika diberi larutan pemucat safranin sel akan menyerap zat pewarna ini sehingga sel tampak bewarna merah. Terjadinya perbedaan warna sel ini dapat disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi permukaan (Pelczar dan Chan 1986). Hasil perwarnaan gram B. Cereus di bawah mikroskop akan terlihat bentuk batang berwarna ungu dan kadang-kadang ditemukan sporanya yang terletak di tengah-tengah sel (Gambar3).

(39)

Kemampuan memfermentasi berbagai karbohidrat dan produk fermentasi yang dihasilkan merupakan ciri yang sangat berguna dalam identifikasi mikroorganisme. Hasil akhir fermentasi karbohidrat ditentukan oleh sifat mikroba, media biakan yang digunakan, dan juga faktor lingkungan (suhu, pH, Aw, dll). Media fermentasi harus mengandung senyawa yang dapat dioksidasikan dan difermentasikan oleh mikroorganisme. Glukosa adalah salah satu senyawa yang sering digunakan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi dan akan menurunkan pH membentuk asam yang ditandai dengan perubahan warna media dari merah menjadi kuning (Lay 1994).

Pada uji fermentasi glukosa anaerob digunakan sistem anaerobik Gaspak. Sistem ini menggunakan kontainer anaerobik dan Gaspak yang merupakan amplop berisi pembangkit hidrogen dan karbon dioksida, serta katalis palladium suhu kamar. Dalam penggunaanya air ditambahkan kedalam amplop Gaspak sehingga dihasilkan hydrogen. Kemudian hidrogen ini akan bereaksi dengan oksigen pada permukaan katalis untuk membentuk air sehingga tercipta keadaan anaerobic (Pelczar dan Chan 1986).

Beberapa mikroorganisme seperti B.cereus mampu menggunakan molekul bukan oksigen sebagai akseptor terakhir dengan melakukan respirasi anaerobik. Mikroorganisme tersebut menggunakan nitrat (NO3-) sebagai akseptor terakhir yang direduksi menjadi nitrit (NO2-). Karena media yang digunakan bersifat semisolid maka nitrit tersebut tidak dapat direduksi lagi menjadi nitrogen (N2). Keberadaan nitrit dalam media biakan di uji dengan penambahan reagent A dan C yang akan bereaksi dengan menunjukan perubahan warna menjadi orange atau merah bata. Selain itu motilitas dan pertumbuhan bakteri akan tampak jelas dipermukaan media yang terlihat lebih keruh (ada gumpalan putih), ini berkaitan dengan sifat B. cereus sebagai bakteri aerob (Lay 1994).

Uji Voges Proskauer digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang memfermentasi karbohidrat menjadi 2,3-butanadiol. Dilakukan penambahan larutan alphanapthol dan KOH 40% adalah untuk menentukan adanya asetoin

(asetilmetilkarbinol) yang merupakan senyawa yang membantu sintesis

2,3-butanadiol. Adanya asetoin ditunjukan oleh perubahan warna kaldu menjadi

(40)

Uji biokimiawi yang dilakukan terhadap 38 sampel presumtif B. cereus

yaitu uji reduksi nitrat yang menggunakan media semisolid nitrat dan reagent A dan C memperlihatkan hasil reaksi positif dengan terbentuk warna merah pada sepanjang tusukan dan permukaan media, ini menunjukan adanya pertumbuhan.

B. cereus, uji voges prokauer menggunakan voges prokauer broth serta reagent

alphanapthol dan KOH 40%, menunjukan hasil reaksi positif setelah 1-3 jam

dengan terjadinya perubahan warna menjadi merah, sedangkan untuk hasil uji fermentasi glukosa anaerob ditunjukan dengan perubahan warna menjadi kuning, yang berarti terjadi telah terjadi penurunan pH.

A B

- + C

Gambar 3. Hasil uji biokimiawi Keterangan :

Gambar A : Uji reduksi nitrat, hasil positif ditunjukan oleh tabung kiri dan hasil negaitf ditunjukan oleh tabung kanan.

Gambar B : Uji fermentasi glukosa anaerob, hasil positif ditunjukan oleh tabung kiri yang memperlihatkan perubahan warna dari merah menjadi kuning.

(41)

Table 3. Definitif B. cereus dari hasil uji konfirmasi

Kecamatan N N definitif Persentase definitive (%) pada 33,8% sampel. Menurut standar yang dikeluarkan oleh Pemerintah Australia dan New Zealand (Standard 1.6.1-Microbiological Limits for Food 2001), untuk susu formula lanjutan bubuk jumlah B. cereus yang dapat diterima adalah 102 cfu/gram dan sampel dinyatakan ditolak jika mengandung ≥ 103 cfu/gram. Definitif B. cereus yang terdeteksi pada sampel berada diatas Standard 1.6.1-Microbiological Limits for Food. Pernyataan ini diperkuat oleh Becker et al.

(1994) yang telah melakukan penelitian di 17 negara mengenai cemaran mikroba pada susu formula lanjutan bubuk dan ditemukan 50% sampel terkontaminasi oleh

B. Cereus.

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari sampel susu formula lanjutan bubuk ditemukan rata-rata jumlah bakteri 6,5 x 102 ± 2,9 x 102 cfu/gram, jumlah tersebut masih berada dibawah ketentuan SNI 01-6366-2000 yaitu 5x104 cfu/gram.

2. Rata-rata presumtif B. cereus yang ditemukan adalah 7,2 x 10 ± 3,6 x 10 cfu/gram dari 74,4 % sampel.

3. Rata-rata definitif B. cereus 1,2 x 10³ ± 4 x 10² cfu/gram yang ditemukan dari 33,8 % sampel. Berdasarkan Standard 1.6.1-Microbiological Limits for Food

yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia dan New Zealand, seharusnya produk tersebut tidak diberikan pada penderita gizi buruk.

Saran

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. 10 Ahli gizi diterjunkan untuk program penagan gizi buruk. http://www.PMI.Com. [13 Juli 2005].

Anonim. 2006. Susu formula untuk bayi. http://www.nakita.com. [2006].

Astawan. 2005. Proses UHT : upaya penyelamatan gizi pada susu. http://www.waspada.co.id. [6 Oktober 2005].

Batt, CA. 2000. Encyclopedia of food microbiology. Academic press. San Diego. Becker, H, Schller, G, Von Wiese, W and G, Terplan. 1994. Bacillus cereus in

infant foods and dried milk products. Int. J. Food microbiology. 23 (1):1-15.

Blackburn, Clive de and McClure, PJ. 2002. Foodborne pathogens : hazards, risk analysis and control. New York: CRC Press.

[BSN] Badan Standarisasi Indonesia. 1996. Standar Nasional Indonesia untuk susu formula lanjutan 01-4213. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Indonesia. 1998. Standar Nasional Indonesia untuk susu segar 01-3141. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Indonesia. 2000. Standar Nasional Indonesia untuk batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan makanan asal hewan 01-6366. Jakarta: BSN.

Buckle, KA, Edwards, RA, Fleet, GH and Wotton M. 1987. ilmu pangan. Purnumo, H dan Adiono, Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari :

A course manual on food science.

Cowan, P and Steel’s. 1974. Manual for Identification of medical bacteria, 2nd ed. Cambridge: Cambridge University Press.

Dinas kesehatan Kabupaten Bogor. 2006. petujuk teknis program perbaikan gizi

di Kabupaten Bogor tahun 2006. seksi gizi bidang binkesmas, dinas

kesehatan Kabupaten Bogor.Bogor.

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan danKebudayaan. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Fardiaz, S. 1992. Petunjuk laboratorium mikrobiologi pengolahan pangan. Pusat antar universitas pangan dan gizi. Bogor: IPB Press.

[FSANZ] Food Standards Australia and New Zealand. 2003. Application A 454 :

Bacilus cereus Limits in Infant Formula. Assesments Report. Food

Standards Australia and New Zealand.

Gaman, PM and Sherrington, KB. 1990. The science of food. England: Pergamon Press.

Harmon SM, Goepfert JM and Bennet RW. 1992. Compendium of method for the microbiological examination of foods, 3rd ed. Washington: American Public Health Association.

Lukman, DW, et al. 2007. Penuntun praktikum hygiene pangan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan-IPB.

Judarwanto, W. 2006. Kontroversi penambahan AA dan DHA pada makanan bayi. http://www.medikaholistik.com. [5 September 2006].

(44)

Moedjiono, AW. 2007. Gizi buruk akibat kegagalan atasi kemiskinan. http://www.kompas.com. [26 Januari 2007].

Naim, R. 2003. Endospora: aspek kesehatan, industri pangan. http://www.kompas.com. [27 Januari 2003].

Pelczar, MJ and Chan, ECS. 1986. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Purnomo, H dan Adiono.1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Rhodehamel, EJ and Harmon, SM.1998. Bacteriological analytical manual. FDA. Soejoedono, R. 2002. Bakteri pembentuk spora. Bahan kuliah mata ajaran

penyakit yang ditularkan oleh bahan pangan. [tidak diterbitkan].

(45)

Lampiran 1.

Tabel 5. Data Hasil pengujian

(46)

Kecamatan TPC Presumtif B. cereus Uji nitrat Uji VP Uji glukosa

Sukamanah 1 + + + + +

2 + + + + +

3 + + + + +

4 + + - - -

Tenjolaya 1 + - - - -

2 + - - - -

Gambar

Tabel 1. Jumlah sampel pada tiap kecamatan
Gambar 1. Berbagai bentuk dan ukuran koloni pada media PCA
Gambar 2. A: Koloni Bacillus B :  yang memfermentasi manitol (berwarna kuning), B. cereus yang tumbuh pada media MYP, tidak memfermentasi manitol
Tabel 2. Presumtif B. cereus dari media mannitol egg yolk polymixine agar
+5

Referensi

Dokumen terkait

Terjadinya adsorpsi ion logam Fe dalam limbah sintesis terjadi pada saat proses batch dimana limbah karbit sintesis dengan konsentrasi awal 800 gr dilarutkan dalam 1 liter

To answer these problems, the writer utilizes theory of maxims that are maxim of quality, maxim of quantity, and maxim of manner, introduced by Grice in the

Cairan limfa mengandung sel darah putuh,fibrinogen,dan keeping darah yang ketiganya berfungsi dalam proses pembekuan darah dan mencegah infeksi.Terdapat dua pembuluh limfa besar

Fontos, hogy míg a munkapiaci szakpolitika eszközeinek eseté- ben a munkapiaci hatás az eszköz elsődleges, szándékolt célja, addig a munkapiaci hatású, de nem

La- han sebagai tempat dasar dari pada ruang menjadi salah satu faktor kunci untuk mengendalikan aktivitas di dalam ruang (Pribadi, 2006). Keberadaan kawasan hutan dalam

Tipe paling umum dari mesin ini adalah mesin pembakaran dalam putaran empat stroke yang membakar bensin. Pembakaran dimulai oleh sistem ignisi yang membakaran spark

Aplikasi ini memberikan informasi mengenai hasil klasifikasi dan prediksi minat studi dari target marketing dengan menggunakan algoritma naive bayes

penambahan jenis pelayanan spesialistik Psikiatri dan pelayanan spesialistik Patologi Anatomi pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karangasem, sehingga Peraturan Bupati Nomor 9