• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Karakteristik Gelombang Ultrasonik Pada Beras (Oryza sativa L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Karakteristik Gelombang Ultrasonik Pada Beras (Oryza sativa L.)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KARAKTERISTIK GELOMBANG ULTRASONIK

PADA BERAS

(Oryza sativa L.)

SKRIPSI

Oleh: AJID SUJANA

F14103017

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

KAJIAN KARAKTERISTIK GELOMBANG ULTRASONIK

PADA BERAS

(Oryza sativa L.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh: AJID SUJANA

F14103017

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN KARAKTERISTIK GELOMBANG ULTRASONIK

PADA BERAS

(Oryza sativa L.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh: AJID SUJANA

F14103017

Dilahirkan pada tanggal 26 Mei 1984 Di Kuningan

Tanggal Lulus: 29 Mei 2007

Bogor, Mei 2007

Menyetujui,

Dr. Ir. Suroso, M.Agr. Pembimbing Akademik

Mengetahui,

(4)

Ajid Sujana. F14103017. KAJIAN KARAKTERISTIK GELOMBANG ULTRASONIK PADA BERAS (Oryza sativa L.). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Suroso, M.Agr

RINGKASAN

Beras merupakan bahan makanan pokok di Indonesia sehingga kebutuhan beras terus meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. Beras merupakan komoditas strategis sehingga peningkatan produksi padi terus diupayakan namun penanganan pascapanen belum dapat sepenuhnya ditangani dengan sempurna.

Dalam era pasar bebas konsumen beras menuntut beras bermutu, untuk itu perlu dilakukan perbaikan mutu beras dalam upaya meningkatkan daya saing. Untuk meningkatkan mutu beras yang dihasilkan ada beberapa bagian yang harus diperbaiki yaitu perbaikan budidaya padi, perbaikan penanganan pascapanen, dan peningkatan kemampuan SDM. Apabila komponen-komponen itu dapat dilakukan dengan baik maka kualitas beras akan terjaga.

Pemutuan beras dimungkinkan dapat dilakukan dengan menggunakan sifat-sifat gelombang ultrasonik. Sifat-sifat gelombang ini akan menentukan karakteristik beras sehingga dapat dibedakan beras menir, beras patah, beras patah besar, dan beras utuh.

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat karakteristik gelombang ultrasonik pada jenis butir beras serta membuat hubungan antara karakteristik gelombang ultrasonik dengan komposisi beras utuh, beras patah besar, beras patah, dan beras menir yang bervariasi.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan Pebruari sampai akhir Maret 2007. Bahan yang digunakan adalah beras varietas Ciherang dengan derajat sosoh 95%. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, Kett Moisture Tester, Grader beras, timbangan digital, Ultrasonic Transducer, Ultrasonic Tester, Digital Ocilloscope, dan komputer.

Dalam penelitian ini parameter yang digunakan adalah nilai bulk density masing-masing jenis butir mutu beras. Data keluaran dari penembakan gelombang ultrasonik berupa nilai amplitudo gelombang. Amplitudo ini kemudian digunakan sebagai input untuk menentukan sifat akustik gelombang yang meliputi kecepatan gelombang, koefisien atenuasi, dan momen zero. Sifat-sifat akustik ini dihubungkan dengan parameter awal pada setiap jenis butir dan mutu beras.

(5)

Pada mutu beras, kecepatan gelombang dari mutu I, II, III, IV, dan V cenderung semakin meningkat dan mempunyai korealsi yang sangat erat yaitu r=0.81. Koefisien atenuasi dari mutu I, II, III, IV, dan V mempunyai nilai yang fluktuatif membentuk persamaan polinomial. Akan tetapi antara koefisien atenuasi dan bulk density pada mutu beras mempunyai korelasi yang sangat erat dengan nilai r=0.96. Momen Zero dari mutu I, II, III, IV, dan V cenderung semakin meningkat dan mempunyai korelasi yang sangat erat pula yaitu mempunyai nilai r=0.76.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan nabi besar, Muhammad SAW seorang nabi yang membawa umat manusia dari jaman jahiliyah menuju jaman yang terang benderang.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini. Rasa terima kasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Ayah dan Ibu yang selama ini telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan bekerja keras untuk membuat putranya berhasil dan atas doa-doa yang selalu dipanjatkan kepada Rabb Sang Penguasa alam. Tak lupa atas segala dorongan semangat yang telah diberikannya sehingga penulis tetap bersemangat untuk menjadi yang terbaik.

2. Kakak dan adik serta saudara-saudara yang selama ini turut menjadi sosok yang membuat semangat bangkit saat lelah menyelimuti.

3. Dr. Ir. Suroso, M. Agr selaku pembimbing akademik yang banyak sekali memberikan bantuan dan masukan yang berharga selama penelitian dan penyusunan laporan ini.

4. Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr dan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak sekali masukan yang berharga untuk laporan ini.

5. Bapak Sulyaden yang telah banyak membantu dari segi teknis dalam pelaksanaan penelitian.

6. Seluruh staf Departemen Teknik Pertanian IPB atas segala bantuan yang telah diberikan.

(7)

8. Teman-teman di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (Nana, Manda, Dyah, Rini, Anna, Gytha, Arie, Anas, Ucup, Woko, Deta, Danu, Dedy, dan Gia) atas dorongan semangat yang selalu diberikan. 9. Seluruh teman-teman TEP 40 yang selalu kompak serta KITA 40 yang telah

memberikan sebuah kepercayaan. Spesial untuk Riyansah, Yaka, Reza, Irwan, atas kebersamaannya selama ini. Juga Hanida dan Nana yang telah membantu dalam mempersiapkan kebutuhan konsumsi saat ujian skripsi.

10.Adik-adik TEP 41 dan 42 khususnya kepada Topik TEP 41 atas bantuannya yang sangat berarti bagi penulis.

11.Rekan-rekan satu kontrakan (Uki, Jito, Arie, Aqso, Yogi, Reza, Imam, Jamal) atas segala hal yang telah diberikan.

12.Ali dan Baried yang selalu siap menampung segala keluh kesah dan senantiasa memberikan masukkan yang berarti.

13.Teman-teman Beswan di seluruh nusantara khususnya dari RSO Jakarta yang selalu memberikan semangat. Beswan IPB yang selalu ceria dan kompak yang membuat penulis senantiasa bersemangat.

14.Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Dalam laporan ini dijelaskan mengenai sifat-sifat akustik gelombang ultrasonik pada beras. Sifat-sifat itu meliputi kecepatan gelombang, koefisien atenuasi, dan Momen Zero. Sifat-sifat inilah yang menentukan karakteristik suatu bahan termasuk bahan pertanian.

Harapan dari penulis adalah dapat bergunanya laporan ini terhadap dunia pendidikan terutama dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan membuka wawasan bagi para pembaca.

Bogor, Mei 2007

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. BERAS ... 3

B. MUTU BERAS ... 4

C. GELOMBANG ... 13

1. Gelombang Akustik ... 13

2. Gelombang Ultrasonik ... 14

a. Teori Gelombang Ultrasonik ... 14

b. Pemantulan dan Pembiasan Gelombang Ultrasonik ... 14

3. Transduser ... 15

4. Sifat Akustik Gelombang Ultrasonik ... 17

a. Kecepatan Gelombang ... 17

b. Atenuasi ... 17

c. Zero Moment (Mo) ... 19

(9)

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Waktu dan Tempat ... 22

B. Bahan dan Alat ... 22

1. Bahan ... 22

2. Alat ... 22

C. Prosedur Penelitian ... 24

1. Penelitian pendahuluan ... 24

2. Penelitian utama ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Kecepatan gelombang ultrasonik pada jenis butir beras ... 31

B. Koefisien atenuasi gelombang ultrasonik pada jenis butir beras ... 34

C. Momen Zero gelombang ultrasonik pada jenis butir beras ... 36

D. Karakteristik gelombang pada mutu beras ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. KESIMPULAN ... 41

B. SARAN ... 42

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Jenis butir beras berdasarkan ukuran ... 7

Gambar 2. Transduser fiezoelektrik ... 16

Gambar 3. Sampel beras ... 22

Gambar 4. Timbangan digital ... 23

Gambar 5. Grader beras ... 23

Gambar 6. Moisture Tester ... 23

Gambar 7. Transduser Ultrasonik ... 23

Gambar 8. Transmiter dan Digital Ocilloscope ... 23

Gambar 9. Diagram alir penelitian pendahuluan ... 25

Gambar 10. Diagram alir penelitian utama ... 27

Gambar 11. Skema penyetelan transduser ultrasonik dalam penembakan sampel 28 Gambar 12. Penembakan sampel dengan gelombang ultrasonik ... 28

Gambar 13. Grafik kecepatan gelombang pada butir beras ... 31

Gambar 14. Grafik koefisien atenuasi pada butir beras ... 34

Gambar 15. Grafik Momen Zero pada butir beras ... 36

Gambar 16. Hubungan antara koefisien atenuasi dan Momen Zero ... 37

Gambar 17. Grafik hubungan antara kecepatan dengan bulk density pada mutu beras ... 38

Gambar 18. Grafik hubungan antara koefisien atenuasi dengan bulk density pada mutu beras ... 39

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia beras dari dua cara pengolahan tiap 100 gr ... 4

Tabel 2. Persyaratan kualitas beras untuk pengadaan BULOG 2006 ... 9

Tabel 3. Standar Mutu Beras SNI dalam % ... 10

Tabel 4. Standardisasi tipe beras berdasarkan ukuran beras dan berbentuk biji .... 11

Tabel 5. Ukuran dan bentuk beras dari berbagai varietas padi di Indonesia ... 11

Tabel 6. Nilai kecepatan dan bulk density pada jenis butir beras ... 31

Tabel 7. kecepatan gelombang pada berbagai jenis solid ... 33

Tabel 8. Nilai koef. atenuasi dan bulk density pada jenis butir beras ... 34

Tabel 9. Nilai Momen Zero dan bulk density pada jenis butir beras ... 37

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kombinasi antara butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir

menir ... 45

Lampiran 2. Grafik kecepatan gelombang pada berbagai mutu beras ... 47

Lampiran 3. Grafik koefisien atenuasi pada berbagai mutu beras ... 49

Lampiran 4. Grafik Momen Zero pada berbagai mutu beras ... 51

Lampiran 5. Data kecepata gelombang ultrasonik pada berbagai kombinasi ... 53

Lampiran 6. Data koefisien atenuasi pada beras dengan berbagai kombinasi ... 54

Lampiran 7. Data Momen Zero pada berbagai kombinasi ... 55

Lampiran 8. Data kadar air, Bulk Density, kecepatan, koefisien atenuasi, dan Momen zero (Mo) ... 56

Lampiran 9. Contoh program untuk menentukan Mo ... 57

Lampiran 10. Contoh tampilan program ... 58

Lampiran 11. Cara menghitung kecepatan gelombang ... 59

(13)

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Beras merupakan bahan makanan pokok di Indonesia sehingga kebutuhan beras terus meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1.21% dan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia mencapai 139.15 kg/kapita/tahun (BPS, 2006). Beras merupakan komoditas strategis sehingga peningkatan produksi padi terus diupayakan namun penanganan pascapanen belum dapat sepenuhnya ditangani dengan sempurna. Penanganan pascapanen padi meliputi: panen, perontokan, pengeringan, penyimpanan, penggilingan dan pengolahan.

Dalam era pasar bebas konsumen beras menuntut beras bermutu, untuk itu perlu dilakukan perbaikan mutu beras tersebut melalui agroindustri padi terpadu fungsinya untuk meningkatkan daya saing. Komponen mutu beras yang ditetapkan dalam standar mutu beras : derajat sosoh, kadar air, beras kepala, butir patah, menir, butir merah, butir kuning/butir rusak, butir kapur/butir hijau, benda asing, butir gabah dan campuran varietas lain. Apabila beras terdiri dari beras kepala 100% maka beras tersebut termasuk ke dalam mutu terbaik (mutu I). Beras ini tidak mempunyai menir maupun butir patah, beda halnya dengan beras mutu II, walaupun tidak terdapat menir akan tetapi masih terdapat sedikit butir patah. Apabila beras terdapat menir sedikit maka termasuk beras mutu III, dan apabila menir pada beras tersebut banyak maka tergolong beras mutu IV dan V. Masyarakat Indonesia pada umumnya mengkonsumsi nasi dari beras mutu III.

Untuk meningkatkan mutu beras yang dihasilkan ada beberapa bagian yang harus diperbaiki yaitu perbaikan budidaya padi, perbaikan penanganan pascapanen, dan peningkatan kemampuan SDM. Apabila komponen-komponen itu dapat dilakukan dengan baik maka kualitas beras akan terjaga.

(14)

karakteristik beras sehingga dapat dibedakan beras menir, beras patah, beras patah besar, dan beras utuh.

Metode ultrasonik masih belum diaplikasikan dalam menentukan jenis butir beras dan mutu beras. Bulog juga masih belum menggunkan metode ini. Bulog masih menggunakan metode sederhana yaitu secara manual memisahkan butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir. Metode tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dan tingkat kecermatan yang tinggi. Oleh karena itu dengan menggunakan gelombang ultrasonik maka waktu yang diperlukan dalam pemutuan beras lebih cepat dan tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Melihat karakteristik gelombang ultrasonik pada beras utuh, beras patah besar, beras patah, dan beras menir.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BERAS

Beras merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil pengolahan gabah. Gabah sendiri terbentuk dari butir padi yang telah dipisahkan dari tanaman padi (Oryza sativa L.). Tanaman padi diperkirakan berasal dari Asia bagian timur dan India bagian utara. Tanaman padi tumbuh di daerah dengan letak geografis 30o LU sampai 30o LS dan tumbuh pada ketinggian 2 500 m dpl. Di Indonesia padi mengalami adaptasi pada kisaran ketinggian 0 sampai dengan 1 500 m dpl. Suhu optimum untuk pertumbuhan padi adalah 30-37oC, suhu minimum 10-12oC dan maksimum 40-42oC (Sadjat, 1976).

Untuk memperoleh beras yang siap diolah menjadi bahan pangan, gabah terlebih dahulu harus digiling dengan hulller dan disosoh dengan

polisher. Gabah yang hanya terkelupas bagian kulit/sekamnya saja disebut beras pecah kulit, sedangkan beras yang mengalami penyosohan sehingga kulit arinya terkelupas disebut beras giling (Hubeis, 1984).

Pada proses penggilingan, lapisan terluar gabah (sekam) terlepas, maka dihasilkan beras pecah kulit. Beras pecah kulit sebagian besar tersusun dari

endosperm (89-94%), sisanya pericarp (1-2%), aleuron dan tegmen (4-6%), dan lembaga (2-3%). Pada proses penyosohan, lapisan aleuron, lapisan pericarp, tegmen, dan embrio dihilangkan sehingga yang tersisa adalah

endosperm. Lapisan ini merupakan lapisan utama dari beras. Endosperm

tersusun dari parenkima yang berdinding tebal, berbentuk lonjong, berisi granula pati yang bersifat tidak larut dalam air tapi akan terdispersi oleh pemanasan (Juliano, 1972) . Selain pati endosperm juga mengandung selulosa, protein, mineral, dan vitamin dalam jumlah kecil.

(16)

Sucktion Blower, Husk Aspirator with Plansifter, dan Closed Circuit Husk Separator.

Tabel 1. Komposisi kimia beras dari dua cara pengolahan tiap 100 gr (Juliano, 1976).

Komponen Beras pecah kulit Beras giling

Kalori (kal) 335 360

Protein (gr) 7.4 6.8

Lemak (gr) 1.9 0.7

Karbohidrat (gr) 76.2 78.9

Kalsium (mg) 12 6

Fosfor (mg) 290 140

Zat besi (mg) 2.0 0.8

Vitamin A (mg) 0 0

Vitamin B1 (mg) 0.32 0.12

Vitamin C (mg) 0 0

Bagian yang dapat dimakan (gr)

100 100

B. MUTU BERAS

Dalam pengertian dan pengelompokan yang lebih luas mutu beras dapat dikategorikan dalam empat kelompok yaitu:

a. Mutu pasar atau mutu fisik

b. Mutu tanak, rasa, dan proses

c. Mutu gizi

(17)

Semua kategori mutu tersebut secara bersamaan memegang peranan penting dalam penetapan kriteria mutu beras yang sesuai dengan penggunaannya. Klasifikasi mutu fisik beras terutama ditentukan oleh ukuran biji, derajat sosoh, derajat beras pecah/kepala dan butir mengapur. Disamping itu mutu fisik juga ditentukan oleh butir merah, gabah, dan butir rusak.

Ada dua persyaratan untuk menentukan kualitas beras yaitu persyaratan umum dan khusus. Persyaratan umum diantaranya adalah beras bebas dari hama dan penyakit, bebas dari bau apek atau bau asing lainnya, bersih dari campuran dedak dan katul, dan bebas dari tanda-tandanya adanya bahan kimia yang membahayakan baik secara visual maupun organoleptik. Persyaratan khusus dilihat dari derajat sosoh, kadar air, beras kepala, butir utuh, butir patah besar, butir patah, butir menir, butir merah, butir rusak, butir mengapur, adanya benda asing, dan adanya campuran beras dari varietas lain.

Persyaratan Umum

a. Beras bebas dari hama dan penyakit

Bebas hama dan penyakit berarti secara visual tidak ditemui hama (serangga, ulat dan sebagainya) atau penyakit (cendawan dan sebagainya) yang hidup pada beras. Bangkai serangga dikategorikan sebagai benda asing.

b. Beras bebas dari bau

Beras harus bebas dari bau yang ditangkap dengan indra pencium (hidung). Bau yang ditolak adalah bau busuk, bau asam, apek, atau bau-bau asing lainnya yang jelas berbeda dengan bau beras yang sehat.

c. Beras bersih dari dedak atau katul

(18)

d. Beras bebas dari bahan kimia

beras harus terbebas dari bahan-bahan kimia yang membahayakan terhadap tubuh manusia seperti pupuk, pestisida, dan bahan-bahan kimia lainnya.

Persyaratan Khusus a. Beras Giling

Beras giling adalah beras utuh atau patah yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oriza sativa L.) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah dipisahkan serta memenuhi persyaratan kuantitatif dan kualitatif seperti tercantum dalam persyaratan kualitas beras giling pengadaan dalam negeri.

b. Derajat sosoh

Derajat sosoh adalah tingkat terlepasnya katul (pericarp, testa, dan

aleuron) dan lembaga dari butir beras.

- Derajat sosoh 100% (Full slyp) yaitu tingkat terlepasnya seluruh katul, lembaga, dan sedikit endosperma dari butir beras.

- Derajat sosoh 95% yaitu tingkat terlepasnya sebagian besar lapisan katul, lembaga, dan sedikit endosperma dari butir beras sehingga sisa yang belum terlepas sebanyak 5%.

Penilaian terhadap derajat sosoh ini dilakukan dengan pengamatan visual kemudian dibandingkan dengan contoh baku dari varietas yang bersangkutan.

c. Kadar air.

(19)

d. Ukuran butir beras.

Beras kepala (Head Rice)

Beras kepala merupakan penjumlahan dari butir utuh dan butir patah besar (Big Broken).

Butir utuh

Butir utuh adalah butir beras dalam keadaan baik sehat maupun cacat dengan ukuran 10/10 bagian.

Butir patah besar (Big Broken)

Butir patah besar yaitu butir patah maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 bagian dari ukuran panjang rata-rata butir beras utuh yang dapat melewati permukaan cekungan

indeted plate dengan persyaratan ukuran lubang 4.2 mm.

Butir patah

Butir patah yaitu butir beras patah baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 6/10 bagian panjang rata-rata butir utuh tetapi masih lebih besar dari 2/10 bagian panjang rata-rata butir utuh.

Butir menir

(20)

e. Butir merah

Butir merah yaitu butir beras utuh, kepala, patah dan menir yang 25% atau lebih permukaannya diseliputi oleh kulit ari yang berwarna merah atau seluruh endospermnya berwarna merah.

f. Butir kuning/rusak.

Butir kuning adalah butir beras utuh, kepala, patah dan menir yang berwarna kuning, kuning kecoklat-coklatan atau kekuning-kuningan (kuning semu). Sedangkan butir rusak adalah butir beras utuh, kepala, patah, dan menir yang rusak dan berubah warna karena air, hama/penyakit, panas, dan sebab-sebab lain. Beras yang berbintik kecil tunggal yang tidak potensial (kemungkinan tidak menjadi rusak) tidak termasuk butir rusak.

g. Butir hijau/mengapur

Butir hijau adalah butir beras yang berwarna kehijauan dan bertekstur lunak seperti kapur akibat dipanen terlalu muda (sebelum proses pemasakkan buah sempurna), hal ini ditandai dengan patahnya butir-butir hijau tadi. Butir berwarna hijau yang utuh dan keras dikategorikan sebagai butir sehat (bukan butir hijau). Butir mengapur adalah butir beras yang separuh bagiannya atau lebih berwarna putih seperti kapur (chalky) dan bertekstur lunak.

h. Butir ketan

Butir ketan yaitu butir beras yang berasal dari varieatas Oryzae sativa L glutinosa. Butir ketan yang berwarna putih dan utuh yang tercampur dalam beras dikategorikan sebagai beras baik, sedangkan yang tidak utuh dikategorikan sebagai butir kapur. Untuk butir ketan hitam dikategorikan sebagai benda asing.

i. Campuran dengan varietas lain

(21)

j. Benda asing

Yang dimaksud benda asing adalah benda-benda asing yang bukan termasuk beras, misalnya butir-butir tanah, butir-butir pasir, batu-batu kerikil, jerami, malai, potongan logam, potongan kayu, tangkai padi, biji-bijian lain, bangkai serangga, dan lain-lain.

k. Butir gabah

Butir gabah adalah butir beras yang sekamnya belum terkelupas atau hanya terkelupas sebagian, termasuk dalam kategori butir beras patah yang masih bersekam.

Tabel 2. Persyaratan kualitas beras untuk pengadaan BULOG 2006

KOMPONEN MUTU SATUAN Mutu III SNI

Mutu IV SNI Derajat Sosoh (min) (%) 95 95 Kadar Air (max) (%) 14 14 Beras Kepala (min) (%) 84 78 Butir Utuh (min) (%) 40 35 Butir Patah (max) (%) 15 20 Butir Menir (max) (%) 1 2 Butir Merah (max) (%) 1 3 Butir Kuning/Rusak (max) (%) 1 3 Butir Pengapur (max) (%) 1 3 Benda Asing (max) (%) 0.02 0.02 Butir Gabah (max) Butir/100 g 1 1 Campuran Varietas

(22)

Tabel 3. Standar Mutu Beras SNI dalam %

KOMPONEN MUTU Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V

Derajat Sosoh (min) 100 100 100 95 85 Kadar Air (max) 14 14 14 14 15 Beras Kepala (min) 100 95 84 78 60 Butir Utuh (min) 60 50 40 35 35 Butir Patah (max) 0 5 15 20 35 Butir Menir (max) 0 0 1 2 5 Butir Merah (max) 0 0 1 3 3 Butir Kuning/Rusak

(max)

0 0 1 3 5

Butir Pengapur (max) 0 0 1 3 5 Benda Asing (max) 0 0 0.02 0.05 0.2 Butir Gabah (max) 0 0 1 2 3 Campuran Varietas

(23)

Tabel 4. Standardisasi tipe beras berdasarkan ukuran beras dan berbentuk biji

Ukuran

Skala USDA

Beras pecah kulit Beras giling

Panjang (mm)

Sangat panjang (extra long) 7.50 7.00

Panjang (long grain) 6.61-7.50 6.00-6.99

Sedang (medium grain) 5.51-6.60 5.50-5.99

Pendek (short grain) 5.51 5.00

Bentuk (ratio: panjang/lebar)

Lonjong (slender) 3.00 3.00

Sedang (medium) 2.10-3.00 -

Agak bulat (bold) 2.10 2.00-3.00

Bulat (round) - 2.00

Sumber: Soenarjo, dkk (1991)

Tebel 5. Ukuran dan bentuk beras dari berbagai varietas padi di Indonesia

Varietas Panjang (mm) Nisbah (P/L)

Bulu

Rojolele 7.4 2.6

Cendrawati 7.6 2.6

Hawarabatu 5.6 2.5

(24)

Cere Lokal

Angkong 5.5 2.2

Rendah Padang 5.7 2.2

Gadis Jambe 5.4 2.3

Serimahi 5.9 2.4

VUTW Indonesia

Serayu 6.5 2.8

Citarum 6.9 2.7

Cisadane 6.3 2.3

Semeru 6.4 2.1

Sumber: Soenarjo, dkk (1991)

Grade beras yang terdapat di pasaran sangat banyak macam dan namanya menurut daerah masing-masing. Hal ini disebabkan karena terdapatnya perbedaan dalam cara-cara pengolahannya. Beberapa cara penggolongan yang dipraktekkan yaitu:

1. Berdasarkan varietas padinya sehingga dikenal adanya beras Bengawan, Bulu, dan Cere.

2. Berdasarkan asal daerahnya, sehingga dikenal adanya beras Cianjur, beras Garut, beras Banyuwangi, dan sebagainya.

3. Berdasarkan cara pengolahannya, sehingga dikenal adanya beras tumbuk, beras giling.

4. Berdasarkan tingkat penyosohannya, sehingga dikenal beras kualitas I (A)/slijp I dengan derajat sosoh sekitar 1/1, atau beras kualitas II (B)/slijp II dengan derajat sosoh sekitar ¾.

(25)

Beras patah dapat menurunkan mutu beras. Beras patah dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu sifat genetik, kegiatan prapanen, kegiatan panen, dan pascapanen. Beras patah lebih banyak disebabkan karena proses pengeringan dan penggilingan. Kedua proses ini perlu dipertimbangkan secara hati-hati sehingga pada saat grading tidak banyak dihasilkan beras patah dan menir.

C. GELOMBANG

1. Gelombang Akustik

Gelombang akustik terjadi karena adanya perpindahan akibat gangguan sehingga adanya perubahan volume akan tetapi massa tidak berubah. Hal ini akan menyebabkan rapat massa berubah yang selanjutnya menyebabkan tekanannya berubah. Jadi gelombang akustik terjadi akibat perubahan tekanan karena dalam gelombang akustik besaran yang diukur adalah tekanan. Gelombang akustik yang paling umum adalah gelombang suara. Gelombang ini merambat melalui medium udara. Ketika terdapat gelombang suara maka tekanan udara akan berubah-ubah di sekitar tekanan statis.

Menurut frekuensinya gelombang akustik dapat dibagi ke dalam tiga golongan yaitu:

• Gelombang Infrasonik

Gelombang infasonik adalah gelombang akustik yang mempunyai frekuensi sangat rendah sehingga tidak dapat didengar oleh telinga manusia, hampir sama halnya dengan sinar inframerah yang tidak dapat kita lihat. Batas frekuensi Gelombang infasonik adalah 20 Hz.

• Gelombang Suara (Sonik)

(26)

• Gelombnag Ultrasonik

Gelombang Ultrasonik adalah gelombang akustik yang mempunyai frekuensi tinggi di atas 20 000 Hz sehingga tidak dapat didengar, hampir sama halnya dengan sinar ultraviolet yang juga tidak dapat dilihat.

2. Gelombang Ultrasonik

a. Teori Gelombang Ultrasonik

Gelombang Ultrasonik adalah gelombang akustik yang mempunyai frekuensi tinggi di atas 20 000 Hz. Batas atas dari gelombang ultrasonik ini masih belum dapat ditentukan dengan jelas. Yang dapat diketahui adalah daerah-daerah frekuensi yang sering digunakan dalam berbagai macam penggunaan. Sebagai contoh, untuk komunikasi di dalam laut (underwater acoustic) biasa dipakai gelombang ultrasonik pada frekuensi ratusan kiloHertz sedangkan untuk pengujian tak merusak (non destructive testing) biasa menggunakan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 1-10 megaHertz. Di bidang kedokteran, gelombang ultasonik digunakan pada frekuensi puluhan megaHertz. Gelombang ultrasonik di atas satu megaHertz disebut gelombang mikroultrasonik (microwave ultrasonic). Gelombang ultrasonik pada frekuensi puluhan kiloHertz dipakai pada penggunaan intensitas tinggi.

Medium perantara gelombang ultrasonik bisa berupa padatan, cairan, gas, atau semi padat cair. Menurut Gooberman (1968) perambatan gelombang ultrasonik lebih mudah terjadi pada medium padatan. Sementara medium gas atau udara merupakan medium yang buruk untuk perambatan gelombang ultrasonik.

b. Pemantulan dan Pembiasan Gelombang Ultrasonik

(27)

medium yang dilaluinya adalah zat padat maka gelombang yang terjadi adalah gelombang longitudinal dan transversal.

Pemantulan (refleksi) dan pembiasan (refraksi) gelombang terjadi karena gelombang ultrasonik menjalar dari suatu medium ke medium yang lainnya. Perbedaan medium ini dinyatakan dengan impedansi akustik spesifik. Pemantulan dan pembiasan dapat terjadi pada medium fluida-fluida, fluida-padatan, dan padatan-padatan.

Pemantulan sempurna terjadi apabila tidak ada energi yang ditransmisikan, semuanya dipantulkan. Hal ini dapat terjadi apabila sudut datang mempunyai harga tertentu, yang disebut sudut kritis θc ,

gelombang yang dibiaskan akan membentuk sudut 90o dengan normal bidang batas.

Pemantulan dan pembiasan yang terjadi pada medium padatan-padatan lebih kompleks dari pada medium fluida. Hal ini disebabkan karena pada medium padatan ada kemungkinan terjadi gelombang yang dipantulkan dan dibiaskan bukan saja gelombang longitudinal, gelombang transversal juga dapat terjadi.

3. Transduser

Gelombang ultrasonik dapat dibangkitkan dengan menggunakan transduser ultrasonik. Ada beberapa macam transduser yang digunakan yaitu:

1. Transduser Mekanik

Transduser mekanik mempunyai prinsip kerja yaitu dengan merubah energi mekanik dari suatu aliran udara menjadi energi akustik. Terdapat dua jenis transduser mekanik yaitu:

• Suling ultrasonik

(28)

• Sirine ultrasonik

Prinsip kerjanya dalam membangkitkan gelombang ultrasonik dengan cara menutup dan membuka jalan suatu aliran gas dengan frekuensi tertentu. Bentuknya seperti piringan berlubang dan terdapat nozel yang dapat menghembuskan udara dengan tekanan tinggi.

2. Transduser Elektromekanik

Transduser elektromekanik mempunyai prinsip kerja yaitu dengan merubah energi listrik menjadi energi mekanik yang selanjutnya akan diubah menjadi energi akustik (radiasi gelombang akustik). Ada beberapa jenis trasduser elektromekanik yaitu:

• Transduser Fiezoelektrik

Transduser fiezoelektrik yaitu transduser yang menggunakan bahan-bahan fiezoelektrik yaitu bahan yang apabila diberi tekanan maka akan timbul beda tegangan. Transduser jenis ini ditemukan oleh Curie bersaudara pada tahun 1880. Bahan-bahan yang termasuk bahan fiezoelektrik yaitu kristal dari kwarsa (SiO2),

garam Rochelle, Amonium dihidrogen Fosfat (ADF), Tourmaline, Lithium Sulphate, Ethilene Diamin Tartrate (EDT).

Gambar 2. Transduser fiezoelektrik

• Transduser Elektrostriktif

(29)

mengalami perubahan dimensi. Bahan-bahan yang termasuk bahan elektrostriktif yaitu Barium Titanate (BaTiO3), Lead ZirConate,

Lead Metaniobate, Potassium Sodium Niobate.

• Transduser Magnetostriktif

Transduser magnetostriktif adalah transduser yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat magnetostriktif. Bahan magnetostriktif adalah bahan yang akan mengalami pertambahan panjang apabila dipengaruhi oleh medan magnet. Pertambahan panjang ini sejajar dengan arah medan magnet. Yang termasuk bahan magnetostriktif adalah Nikel, Cobalt, Ferrite, Alfer, Permalog, dan Permendur. 4. Sifat Akustik Gelombang Ultrasonik

a. Kecepatan Gelombang

Menurut Krautkramer (1983) kecepatan suara dari suatu contoh dengan tebal atau diameter tertentu dapat dihitung dengan rumus :

∆t = L C

1 + a

Dengan ∆t : waktu perambatan gelombang ultrasonik pada jarak L a : konstanta

C : kecepatan suara (m/det) L : tebal contoh (m) b. Atenuasi

Atenuasi adalah besaran yang menggambarkan kehilangan suatu energi karena gelombang ultrasonik melewati medium tertentu. Secara umum kehilangan energi ini disebabkan dua hal, yaitu kehilangan energi akibat absorpsi oleh medium yang dilewati gelombang dan peristiwa-peristiwa pada gelombang pada bidang batas medium.

(30)

terjadi pengurangan intensitas gelombang. Pengurangan intensitas gelombang menujukkan adanya pengurangan energi dari gelombang tersebut.

Kehilangan energi juga dapat diakibatkan oleh proses absorpsi atau penyerapan. Besarnya energi yang hilang tergantung dari jenis medium yang dilewati. Medium yang dilewati dapat berupa padatan atau fluida. Pada peristiwa ini terjadi konversi energi dari energi akustik menjadi bentuk-bentuk energi lain. Berbeda dengan kehilangan energi akibat peristiwa-peristiwa gelombang, tidak akan terjadi konversi energi tetapi hanya terjadi perubahan arah aliran energi akustik.

Proses absorpsi menyebabkan arah gelombang menyebar dan dapat merubah beberapa parameter gelombang seperti panjang gelombang dan amplitudo. Analisis gelombang berdasarkan peristiwa absorpsi dapat menghasilkan informasi sifat-sifat fisik material (Maspanger, 2005).

Akibat adanya peristiwa pematulan, pembiasan, dan absorpsi maka akan terjadi penurunan energi gelombang akustik yang biasanya dinyatakan sebagai koefisien atenuasi. Koefisien atenuasi dapat diketahui dengan menggunakan pengkonversian tegangan sinyal yang dikirim dan yang diterima setelah menempuh jarak tertentu. Nilai tegangan dari sinyal ini memperlihatkan besarnya energi gelombang ultrasonik. Energi yang dimiliki gelombang ultrasonik berbanding lurus dengan amplitudo tegangan sinyal listrik.

Mizrach et al (1989) menyatakan bahwa untuk menentukan atenuasi gelombang ultrasonik digunakan rumus :

α =

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡

Ax Ao X ln

1

Dengan Ao = Amplitudo mula-mula (volt)

Ax = Amplitudo setelah menempuh jarak x (volt) α = koefisien atenuasi (Np/m)

(31)

Satuan koefisien atenuasi dalam hal ini adalah neper per meter. Satuan lain dari atenuasi adalah desibel. Koefisien atenuasi juga dapat ditentukan dengan menggunakan nilai Momen Spectral Density (Mo)

α =

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

x M

Moo X ln 0

1

Dengan Moo = Moment spectral density mula-mula

Mox = Moment spectral density setelah menempuh jarak x c. Zero Moment (Mo)

Hasil pengukuran gelombang amplitudo berupa hubungan antara amplitudo dan waktu ditransformasikan dengan menggunakan FFT (Fast Fourier transform) menjadi hubungan antara power spectral density dengan frekuensi. Transformasi ini menggunakan program “Matlab”.

6. Penggunaan Gelombang Ultrasonik

Rambatan gelombang ultrasonik lebih rendah 100 000 kali dari gelombang elektromagnetik sehingga mudah untuk diamati (Cheeke, 2002). Hal ini dapat digunakan dalam analog signal processing dan dalam dunia medis.

Pada dasaranya penggunaan gelombang ultrasonik telah dimulai sejak perang dunia II untuk mendeteksi kedalaman laut. Teknologi gelombang ultrasonik telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Seperti dalam bidang kedokteran yaitu untuk mendiagnosa janin, organ tubuh dan jaringan. Aplikasi teknologi gelombang ultrasonik pada komoditas pertanian telah berhasil dilakukan oleh Garret dan Furry (1992) bahwa pada buah yang tidak berbiji seperti apel dapat ditentukan sifatnya dengan mengukur kecepatan gelombang ultrasonik. Jivanuwong (1998) menggunakan gelombang ultrasonik untuk mengetahui kerusakan pada sayuran kentang.

(32)

buah mangga dan memperoleh hubungan linear antara atenuasi dengan kekerasan. Pada buah-buahan yang sederhana seperti apel dan tomat yang tidak berbiji, sifat fisik dan kimia buah dapat ditentukan dengan mengukur kecepatan gelombang ultrasonik (Rejo, 2002). Ada perbedaan kecepatan rambat gelombang suara pada tingkat kematangan buah alpukat, apel, dan melon (Mizrach et al., 1989).

Maspanger (2005) menentukan karakteristik koagulum karet alam dengan metode ultarsonik. Rejo (2002) menggunakan ultrasonik sebagai metode non destruktif untuk menentukan tingkat ketuaan dan kematangan buah durian.

Budiastra et al (1998) melakukan pengukuran gelombang ultrasonik pada sejumlah buah-buahan tropik (manggis utuh dan durian utuh) dengan menggunakan tiga transduser dengan frekuensi 1 MHz, 500 kHz, dan 50 kHz. Penelitian menunjukkan bahwa pada frekuensi lebih besar dari 50 kHz, atenuasi gelombang ultrasonik pada buah-buahan tersebut sangat besar sehingga gelombang ultrasonik tidak dapat menembus buah. Sedangkan frekuensi 50 kHz dapat digunakan untuk menentukan sifat dari buah manggis.

Kecepatan gelombang ultrasonik telah dimanfaatkan pada produk pertanian olahan dan produk pertanian selain buah yaitu dalam mengukur kadar padatan lemak dalam daging, kadar ampas buah atau gula dalam jus, kadar bubuk dalam kopi, kadar alkohol dan padatan dalam minuman anggur, kadar lemak dan padatan dalam susu, kadar minyak dalam emulsi, kadar padatan dalam yeast slurry, kematangan dan umur buah dan telur, ketebalan kulit telur, mendeteksi keretakan keju, dan mengetahui kerenyahan biskuit (Bamberger et al., 1999). Selain itu, Bamberger et al (1999) juga mengemukakan bahwa atenuasi gelombang ultrasonik juga telah diaplikasikan untuk mengukur kestabilan orange juice dan umur telur.

(33)
(34)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Pebruari 2007 sampai dengan bulan Maret 2007. Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Teknik Pengolahan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

[image:34.612.247.449.359.510.2]

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras dengan varietas Ciherang yang didapatkan dari pasar Gunung Batu-Bogor. Beras ini terdiri dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir dengan komposisi tertentu. Beras mempunyai kadar air rata-rata 13.67% dengan derajat sosoh 95%.

Gambar 3. Sampel beras

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, Kett Moisture Tester, Grader beras, timbangan digital, Ultrasonic Transducer,

(35)
[image:35.612.344.541.78.224.2] [image:35.612.132.325.79.223.2] [image:35.612.133.325.268.411.2]

Gambar 4. Timbangan digital Gambar 5. Grader beras

[image:35.612.133.326.457.601.2]

Gambar 6. Moisture Tester Gambar 7. Transduser Ultrasonik

(36)

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan ini dipisahkan antara beras utuh, beras patah, dan beras menir. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

a) Beras Ciherang diukur kadar airnya dengan menggunakan Kett Moisture Tester.

b) Sampel beras diambil dan dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian diukur volumenya.

c) Beras sampel kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital.

d) Nilai massa jenis beras (bulk density) dihitung dengan rumus

Bulk density = massa beras/volume beras (kg/m3)

e) Beras dipisahkan berdasarkan butir utuh, butir patah besar, butir patah dan butir menirnya dengan menggunakan Grader beras.

f) Kemudian dibuat kombinasi campuran antara butir utuh, butir patah besar, butir patah dan butir menir . Kombinasi yang digunakan terdapat pada lampiran 1.

Butir utuh (%) = (massa butir utuh/massa beras contoh) x 100%

butir patah besar (%) = (massa butir patah besar/massa beras contoh) x 100%

butir patah (%) = (massa butir besar/massa beras contoh) x 100%

(37)
[image:37.612.180.468.74.425.2]

Gambar 9. Diagram alir penelitian pendahuluan

2. Penelitian utama

Prosedur pada penelitian utama ini adalah sebagai berikut:

a) Butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir dicampur sesuai kombinasi.

b) Beras yang telah dicampurkan tersebut kemudian diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur dan dihitung nilai bulk density-nya.

c) Setelah itu diukur kadar airnya dengan menggunakan Mouisture Tester.

d) Apabila kadar air masih di atas 14% maka harus dikeringkan dengan cara dijemur atau menggunakan oven.

Beras

Pengukuran kadar air beras sampel

Pengukuran densitas beras sampel

Pemisahan beras menjadi butir utuh, butir patah besar, butir patah, butir menir

- nilai kadar air dan densitas

(38)

g) Penembakkan dengan gelombang ultrasonik dan catat data-data keluarannya.

h) Lakukan prosedur a – g sampai semua kombinasi sudah tercapai. Setiap kombinasi mempunyai sampel tiga buah, dan setiap sampel dilakukan penembakkan sebanyak lima kali ulangan percobaan.

i) Kumpulkan data-data yang didapatkan dan analisis data-data tersebut. Persentase butir utuh, butir

patah besar, butir patah, dan butir menir sesuai

kombinasi

Pengukuran kadar air beras sampel

Apakah <= 14%

ya

Pegukuran densitas

Penembakan gelombang ultrasonik

Apakah semua kombinasi telah

dilakukan?

ya

b

a tdk

(39)
[image:39.612.166.483.81.257.2]

Gambar 10. Diagram alir penelitian utama

Cara penyetelan transduser ultrasonik dalam penembakan sampel adalah sebagai berikut:

a) Hidupkan UltrasonicTester, Digital Osciloscope, dan Personal Computer

(PC) dengan menekan tombol ’ON’.

b) Antara Ultrasonik Tester dan transduser ultrasonik dihubungkan oleh kabel penghubung. Begitu juga antara Ultrasonik Tester dan Digital Osciloscope.

c) Digital Osciloscope disambungkan dengan PC agar terlihat bentuk gelombang pada monitor.

d) Sampel beras diletakkan diantara kedua transduser. Kemudian transduser ditempelkan pada bahan.

e) Pada landasan tempat sampel diletakkan terdapat penggaris sehingga ketebalan sampel dapat diketahui.

f) Setelah itu dilakukan pengambilan data gelombang yang terlihat pada layar monitor.

b

Analisis data

Karakteristik gelombang pada beras

a

Pengeringan

(40)

ultrasonic tester Digital Osciloscope

Transduser Sampel Personal Computer

[image:40.612.134.475.94.255.2]

kabel penghubung

Gambar 11. Skema penyetelan Transduser Ultrasonik dalam penembakan sampel

Gambar 12. Penembakan sampel dengan gelombang ultrasonik

Analisis data yang diperoleh terbagi menjadi tiga yaitu:

1. Kecepatan gelombang ultrasonik

a). Data keluaran dari Digital Osciloscope yang terlihat pada layar monitor disimpan dalam bentuk data excel.

b). Ketebalan bahan diukur sebagai data jarak gelombang merambat pada bahan.

c). Data yang sudah disimpan kemudian diubah menjadi grafik gelombang dan dicatat titik pertama gelombang menembus bahan dan titik gelombang saat gelombang keluar dari bahan dan diterima oleh

[image:40.612.228.412.290.427.2]
(41)

d). Data jarak dan waktu yang diperoleh kemudian diolah menjadi data kecepatan. Kecepatan adalah jarak perambatan gelombang pada bahan dibagi dengan waktu perambantan gelombang dalam bahan. Cara perhitungan kecepatan terdapat pada lampiran 11.

e). Dibuat grafik kecepatan terhadap jenis butir beras dan kombinasi mutu beras.

f). Menganalisis hubungan antara jenis butir beras dan mutunya terhadap kecepatan gelombang.

2. Koefisien atenuasi

a). Data keluaran dari Digital Osciloscope yang terlihat pada layar monitor disimpan dalam bentuk data excel.

b). Ketebalan bahan diukur sebagai data jarak gelombang merambat pada bahan.

c). Data yang sudah disimpan kemudian diubah menjadi grafik gelombang dan dicatat titik minimum gelombang dan titik maksimum gelombang kemudian dicatat selisihnya. Data tersebut digunakan sebagai data amplitudo gelombang setelah melewati bahan.

d). Data amplitudo gelombang sebelum melewati bahan didapatkan dari data amplitudo gelombang saat di udara.

e). Data-data tersebut kemudian diolah menjadi data koefisien atenuasi. Cara perhitungan koefisien atenuasi terdapat pada lampiran 12.

f). Dibuat grafik koefisien atenuasi terhadap jenis butir beras dan kombinasi mutu beras.

g). Menganalisis hubungan jenis butir beras dan mutunya terhadap koefisien atenuasi gelombang.

3. Momen Zero

(42)

b). Data tersebut kemudian digunakan sebagai input dari program yang telah dibuat (Lampiran 9).

c). Output hasil running program tersebut adalah data Momen Zero.

d). Dibuat grafik Momen Zero terhadap jenis butir beras dan kombinasi mutu beras.

(43)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kecepatan gelombang ultrasonik pada butir beras (butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir)

[image:43.612.185.477.197.359.2]

Data kecepatan gelombang ultrasonik pada butir beras disajikan dalam grafik di bawah :

Gambar 13. Grafik kecepatan gelombang pada butir beras

[image:43.612.164.484.487.557.2]

Grafik di atas menjelaskan bahwa mulai dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, sampai butir menir kecepatannya semakin meningkat. Hal ini dapat jelas terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 6. Nilai kecepatan dan bulk density pada jenis butir beras

Jenis Butir Beras bulk density (kg/m3) Kec. (m/s) Butir Utuh 822 145.39

Butir Patah Besar 846 144.14 Butir Patah 895 140.73 Butir Menir 905 119.79

Dari tabel terlihat bahwa semakin tinggi nilai bulk density maka kecepatan gelombang semakin kecil. Bulk density menyatakan kerapatan dari butiran beras. Semakin tinggi bulk density maka semakin rapat jarak antar butiran beras. Hal ini akan menyebabkan rongga-rongga udara semakin kecil. Dengan adanya rongga-rongga udara maka udara dapat menempati ruang antar butiran beras. Dengan demikian semakin tinggi bulk density maka udara yang menempati celah antar butiran semakin sedikit.

y = -0,007x2 + 11,91x - 4903,4 R2 = 0,7202

115,00 120,00 125,00 130,00 135,00 140,00 145,00 150,00

800 820 840 860 880 900 920

bulk density (kg/m3)

(44)

Dengan adanya udara yang menempati ruang antar butiran beras, maka akan mempengaruhi rambatan gelombang ultrasonik yang melalui beras. Peristiwa yang mempengaruhinya adalah pembiasan dan pemantulan gelombang. Pembiasan dan pemantulan gelombang ini disebabkan karena gelombang melalui dua medium yang berbeda dalam hal ini adalah udara dan padatan (butir beras). Dengan adanya sifat-sifat gelombang tersebut menyebabkan sifat akustik pada beras yang unik. Kecepatan terukur udara adalah 297 m/s sedangkan kecepatan pada beras dibawah nilai tersebut sehingga semakin tinggi kandungan udara yang ada antara butiran beras maka akan semakin tinggi kecepatan gelombang yang melaluinya. Dengan kata lain semakin rendah bulk density beras maka kecepatan gelombangnya akan semakin tinggi.

Dari grafik terlihat bahwa antara bulk density dan kecepatan mempunyai korelasi yang sangat erat yaitu mempunyai nilai r=0.85 dengan koefisien deteminasi contoh r2=0.72 yang menyatakan bahwa 72% dari keragaman nilai y (kecepatan) dapat dijelaskan oleh hubungan polinomialnya dengan nilai x (bulk density). Hubungan tersebut dibuat dalam persamaan y = -0.007x2 + 11.91x + 4903.4.

Ada hal-hal yang harus diperhitungkan dalam menentukan kecepatan gelombang ultrasonik yang melalui suatu material yaitu suhu lingkungan dan angin. Suhu lingkungan mempengaruhi kecepatan yang mempunyai persamaan

V = 331 x [1 + (T/273)]0.5

(45)

Selain faktor-faktor di atas, karakteristik molekular dari setiap material harus diperhatikan karena faktor-faktor internal dari bahan akan sangat mempengaruhi sifat-sifat akustik gelombang ultrasonik yang melalui bahan tersebut.

[image:45.612.183.491.314.660.2]

Tabel di bawah ini dapat menunjukkan bahwa setiap bahan mempunyai sifat akustik yang berbeda, tidak dapat digeneralisasikan bahwa suatu material lebih tinggi kecepatannya apabila bahan tersebut mempunyai nilai densitas yang lebih tinggi dari bahan lainnya. Hal ini disebabkan ada faktor-faktor internal dari karakteristik molekular yang dimiliki oleh setiap bahan.

Tabel 7. kecepatan gelombang pada berbagai jenis solid

Solid Kecepatan (km/s) ρ (103 kg/m3)

Epoxy 2.70 1.21

RTV-11 Rubber 1.05 1.18

Lucite 2.70 1.15

Pyrex glass 5.65 2.25

Aluminium 6.42 2.70

Brass 4.70 8.64

Copper 5.01 8.93

Gold 3.24 19.70

Lead 2.16 24.60

Fused quartz 5.96 2.20

Lithium niobate 7.33 4.70

Zinc oxide 6.33 5.68

Steel 5.90 7.90

(46)

B. Koefisien atenuasi gelombang ultrasonik pada butir beras (butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir)

Ketika gelombang ultrasonik menembus suatu bahan, maka sebagian energi pancaran gelombang diserap oleh bahan. Energi gelombang tentu akan berkurang. Energi akustik gelombang tersebut diubah menjadi energi molekular internal bahan (Cheeke, 2002). Besarnya kehilangan energi tersebut dinyatakan dalam koefisien atenuasi. Dengan adanya koefisien atenuasi pada suatu bahan, maka dapat diketahui karaktersitik bahan tersebut.

[image:46.612.195.486.295.456.2]

Besarnya koefisien atenuasi pada butir beras ditunjukkan dengan grafik di bawah :

Gambar 14. Grafik koefisien atenuasi pada butir beras

[image:46.612.165.507.585.654.2]

Dari grafik terlihat bahwa mulai dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, sampai butir menir nilai koefisien atenuasinya cenderung semakin meningkat.

Tabel 8. Nilai koef. atenuasi dan bulk density pada jenis butir beras

Jenis Butir Beras bulk density (kg/m3) Koef. Atenuasi (Np/m) Butir Utuh 822 26.39

Butir Patah Besar 846 28.10 Butir Patah 895 30.54 Butir Menir 905 32.11

y = 0,0039x2 - 6,593x + 2834 R2 = 0,9624

20,00 22,00 24,00 26,00 28,00 30,00 32,00 34,00

800 820 840 860 880 900 920

bulk density (kg/m3)

(47)

Semakin besar bulk density, maka semakin banyak pula kehilangan energi akustiknya (semakin tinggi koefisien atenuasinya). Hal ini menunjukkan bahwa semakin padat (pori-pori bahan kecil) maka akan semakin banyak energi akustik yang diserap oleh bahan.

Apabila pori-pori bahan kecil maka pori-pori tersebut akan sedikit sekali diisi oleh udara sehingga bahan tersebut semakin padat atau kompak. Semakin padat suatu bahan maka energi gelombang yang melaluinya akan semakin banyak diserap sehingga tingkat kehilangan energinya semakin tinggi.

Dari grafik juga terlihat bahwa antara bulk density dan koefisien atenuasi mempunyai korelasi yang sangat erat yaitu mempunyai nilai r=0.98 dengan koefisien deteminasi contoh r2=0.96 yang menyatakan bahwa 96% dari keragaman nilai y (koefisien atenuasi) dapat dijelaskan oleh hubungan polinomialnya dengan nilai x (bulk density). Hubungan tersebut dibuat dalam persamaan y = 0.0039x2 - 6.593x + 2834.

Atenuasi pada solid atau padatan adalah parameter yang cukup sulit untuk dispesifikasikan, sifat dasar akustik atenuasi ini digunakan dalam validasi model dan teori (Cheeke, 2002). Banyak faktor yang mempengaruhi koefisien atenuasi. Menurut Cheeke (2002), ada dua hal yang mempengaruhi atenuasi yaitu:

9 Faktor Intrinsik, adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan seperti efek termal atau konduktifitas termal, kadar air, densitas, viskositas, elemetary excitations, dan lain-lain.

9 Kecacatan bahan (kemurnian bahan, serat-serat, patah, dan lain-lain).

(48)

pembangkit gelombang ultrasonik tergantung pada jauhnya jarak yang diberikan terhadap medium yang menerima gelombang ultrasonik.

C. Momen Zero gelombang ultrasonik pada butir beras (butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir)

[image:48.612.181.474.340.507.2]

Momen Zero (Mo) merupakan hasil dari transformasi data amplitudo dan waktu dengan menggunakan FFT (Fast Fourier Transform). Ketika suatu gelombang dalam jangka waktu tertentu menembus suatu bahan pada jarak tertentu maka akan terjadi perubahan amplitudo selama menembus bahan tersebut. Maka nilai amplitudo ini ditransformasikan menjadi Momen Zero dengan menggunakan Matlab. Contoh program dapat dilihat pada lampiran 9.

Grafik Momen Zero disajikan dalam grafik di bawah :

Gambar 15. Grafik Momen Zero pada butir beras

Dari grafik di atas, nilai Momen Zero semakin tinggi mulai dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, sampai dengan butir menir. Dari grafik juga terlihat bahwa antara bulk density dan Momen Zero mempunyai korelasi yang sangat erat yaitu mempunyai nilai r=0.98 dengan koefisien deteminasi contoh r2=0.96 yang menyatakan bahwa 96% dari keragaman nilai y (Momen Zero) dapat dijelaskan oleh hubungan polinomialnya dengan nilai x (bulk density). Hubungan tersebut dibuat dalam persamaan y = 0.0006x2 - 1.0265x + 433.5.

y = 0,0006x2 - 1,0265x + 433,5 R2 = 0,9607

14 15 16 17 18 19 20 21

800 820 840 860 880 900 920

bulk density (kg/m3)

Mom

e

n

Ze

ro

utuh

Patah besar

(49)
[image:49.612.166.507.104.174.2]

Tabel 9. Nilai Momen Zero dan bulk density pada jenis butir beras

Jenis Butir Beras bulk density (kg/m3) Momen Zero Butir Utuh 822 14.68

Butir Patah Besar 846 15.68 Butir Patah 895 18.17 Butir Menir 905 20.29

Semakin tingginya bulk density maka Momen zero semakin tinggi pula. Semakin tinggi bulk density maka medium yang dilalui gelombang semakin padat sehingga perubahan amplitudo gelombang semakin tinggi dan fluktuatif (tak kontinou) sehingga menyebabkan nilai Momen Zero yang tinggi. Hal ini juga berkorelasi dengan nilai atenuasinya seperti ditunjukan pada grafik berikut :

y = 0,1195x2 - 6,0081x + 90,075 R2 = 0,9987

14 15 16 17 18 19 20 21

20,00 22,00 24,00 26,00 28,00 30,00 32,00 34,00

koef. atenuasi (Np/m)

M

o

m

e

n Ze

ro

Gambar 16. Hubungan antara koefisien atenuasi dan Momen Zero

Dari grafik terlihat hubungan yang sangat erat antara koefisien atenuasi dan Momen Zero dengan nilai r2=0.99 yang menyatakan bahwa 99% nilai y (Momen Zero) dapat dijelaskan oleh x (koefisien atenuasi) yang memenuhi persamaan y = 0.1195x2 – 6.0081 + 90.075.

D. Karakteristik gelombang ultrasonik pada mutu beras

[image:49.612.187.477.303.465.2]
(50)
[image:50.612.151.506.252.369.2]

Dalam penelitian ini mutu beras terbagi menjadi lima yaitu mutu I, II, III, IV, dan V menurut SNI untuk mutu beras di Indonesia. Dari hasil penelitia, kelima mutu itu mempunyai nilai bulk density yang berbeda akibat komposisi butir beras yang berbeda (komposisi beras pada setiap mutu dapat dilihat pada lampiran 1). Hal ini menyebabkan nilai kecepatan, koefisien atenuasi dan Momen zero pada setiap mutu berbeda. Hasil penelitian ini disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 10. Nilai kecepatan gelombang, koefisien atenuasi, dan Momen Zero pada mutu beras

Mutu beras Kecepatan (m/s) Koef. Atenuasi (Np/m) Momen Zero Bulk density (kg/m3) Mutu I 139,47 26,89 17,38 831 Mutu II 131,90 29,83 21,07 832 Mutu III 139,40 27,65 21,41 847 Mutu IV 141,01 29,31 24,70 852 Mutu V 145,37 27,78 22,17 857

1. Kecepatan gelombang pada mutu beras

Hubungan antara kecepatan gelombang dengan mutu beras disajikan dalam grafik di bawah :

Gambar 17. Grafik hubungan antara kecepatan dengan bulk density pada mutu beras

y = 0,1086x2 - 28,197x + 2661,4

R2 = 0,6464

825 830 835 840 845 850 855 860

130 132 134 136 138 140 142 144 146 148

[image:50.612.169.473.470.636.2]
(51)

Dari grafik terlihat bahwa kecepatan gelombang cenderung meningkat dengan semakin rendahnya kualitas beras. Parameter mutu ini dilihat dari nilai bulk density. Kecepatan dan bulk density pada mutu beras ini mempunyai korelasi yang erat dengan nilai r=0.81 yang menyatakan bahwa 64% dari bulk density beras dapat dijelaskan oleh nilai kecepatan gelombang yang melalui beras. Persamaan polinomial dalam penentuan mutu adalah y = 0.1086x2 – 28.197x + 2661.4.

2. Koefisien atenuasi pada mutu beras

[image:51.612.168.470.294.456.2]

Hubungan antara koefisien atenuasi dengan mutu beras disajikan dalam grafik di bawah :

Gambar 18. Grafik hubungan antara koefisien atenuasi dengan bulk density pada mutu beras

Dari garfik di atas terlihat hubungan polinomial antara koefisien atenuasi dengan bulk densiti yang dimiliki setiap mutu beras. Terlihat nilai koefisien atenuasi yang fluktuatif dari setiap mutu. Akan tetapi hubungan polinomial ini mempunyai korelasi yang sangat erat. Nilai regresi polinomial r=0,96 yang menyatakan bahwa 92% nilai bulk density dapat dijelaskan oleh koefisien atenuasinya. Adapun persamaan polinomialnya adalah y = -12.748x2 + 724.71x – 9440.6.

y = -12,748x2 + 724,71x - 9440,6

R2 = 0,9206

825 830 835 840 845 850 855 860 865

26,5 27 27,5 28 28,5 29 29,5 30

koef. atenuasi (Np/m)

(52)

3. Momen Zero pada mutu beras

[image:52.612.168.470.152.316.2]

Hubungan antara Momen Zero dengan mutu beras disajikan dalam grafik di bawah :

Gambar 19. Grafik hubungan antara Momen Zero dengan bulk density pada mutu beras

Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi Momen Zero maka semakin rendah kualitas beras. Korelasi antara Momen Zero dengan bulk density pada mutu beras adalah y = -0,1252x2 + 8.5607x + 718.62 dengan r=0.76 dimana 57% bulk density mutu beras dapat dijelaskan oleh nilai Momen Zeronya.

Sifat akustik gelombang yang meliputi kecepatan gelombang, koefisien atenuasi, dan Momen Zero pada setiap kombinasi mutu beras dapat dilihat dalam lampiran 2 sampai dengan lampiran 4. Sifat-sifat akustik tersebut dinyatakan dalam grafik batang sehingga setiap kombinasi dapat dilihat nilai dari ketiga sifat akustik gelombang yang melaluinya. Setiap kombinasi mempunyai persentase butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir yang berbeda. Akibat adanya perbedaan inilah sifat-sifat akustik pada setiap kombinasi berbeda. Perbedaan ini diakibatkan karena nilai bulk density dari setiap kombinasi berbeda. Dengan adanya penambahan butir patah dan menir maka akan meningkatkan nilai bulk density. Hal ini disebabkan karena kedua jenis butir ini mempunyai ukuran

y = -0,1252x2 + 8,5607x + 718,62

R2 = 0,5752

825 830 835 840 845 850 855 860

17 19 21 23 25 27

(53)

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Kecepatan gelombang yang melalui beras mulai dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir semakin menurun. Nilai kecepatan gelombang secara berturut-turut dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir adalah 145.39, 144.14, 140.73, dan 119.72 m/s.

2. Koefisien atenuasi gelombang pada beras mulai dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir semakin meningkat. Nilai koefisien atenuasi gelombang secara berturut-turut dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir adalah 26.39, 28.10, 30.54, dan 32.11 Np/m.

3. Momen Zero gelombang pada beras mulai dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir semakin meningkat. Nilai Momen Zero gelombang secara berturut-turut dari butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir adalah 14.68, 15.68, 18.17, dan 20.29.

4. Kecepatan gelombang pada mutu beras dari mutu I, II, III, IV, dan V cenderung semakin meningkat. Nilai kecepatan gelombang pada beras mutu I, II, III, IV, dan V secara berturut-turut adalah 139.47, 131.90, 139.38, 141.01, 145.37 m/s. Antara kecepatan dan bulk density tiap mutu beras mempunyai korelasi yang sangat erat dengan r=0.81.

5. Koefisien atenuasi gelombang pada mutu beras dari mutu I, II, III, IV, dan V fluktuatif. Nilai koefisien atenuasi gelombang pada beras mutu I, II, III, IV, dan V secara berturut-turut adalah 26.89, 29.83, 27.65, 29.31, 27.78 Np/m.

6. Momen Zero pada mutu beras dari mutu I, II, III, IV, dan V cenderung semakin meningkat. Nilai Momen Zero pada beras mutu I, II, III, IV, dan V secara berturut-turut adalah 17.38, 21.07, 21.41, 24.70, 22.17.

(54)

momen zero dengan bulk density pada tiap mutu beras adalah r=0.81, r=0.96, dan r=0.76.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian tentang kajian karakteristik gelombang ultrasonik pada beras dengan tingkat kadar air yang berbeda-beda.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Budiastra, I. W. 2006. Teknologi Penanganan Pascapanen Padi. Diktat kuliah. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor.

Budiastra, I. W., Trisnobudi, L. Pujantoro. 1998. Pengembangan Teknologi Ultrasonik untuk Penentuan Kematangan dan Kerusakan Buah-Buahan Tropika Secara Non-Destruktif. Laporan Riset Unggulan Terpadu V Fateta. Bogor.

Cheeke, J. David. N., 2002. Fundamentals and Applications of Ultrasonic Waves. CRC Press. Washington, D. C.

Darmadjati, D. S. dan E. Y. Purwani. 1991. Prospek Peningkatan Mutu Beras di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. IV(4): 85-92.

Gallili, N., A. Miizrach dan G. Rosenhouse. 1994. Ultrasonic Testing of Whole Fruits for Non Destructive Quality Evqluation. ASAE. Paper No. 936026. American Society of Agricultural Engineer. ST Joseph. MI. USA.

Garret, R. E. dan R. B. Furry. 1992. Velocity of Sonic Pulses in Apples. ASAE. Vol 15(4): 770-774. Transaction of the ASAE. ST Joseph. MI. USA.

Giancoli, D.C. 1998. Fisika Jilid 2. Jakarta, Erlangga.

Gooberman. 1968. Ultrasonics Theory and Application. The English Universities Press Ltd, London.

Hubeis, M. 1984. Sumber Tepung Serealia dan Biji-Bijian. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Bogor.

Juansah, J. 2005. Rancang Bangun Sistem Pengukuran Gelombang Ultrasonik Untuk Penentuan Mutu Buah Manggis (Gracinia mangostana L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Juliano, B. O. 1976. Rice Biology. Di dalam E. V. Araullo, D. B. De Padua dan Graham. Rice Ostharvest Technology. IDRC. Ottawa.

Karlinasari, L. 2003. Pengujian Non-destruktif Kayu Metode Ultrasonic dan

Acousto Ultrasonic. http://tumotou.net/702 07134/lina karlinasari.pdf. 1 Maret 2007.

(56)

Krautkramer, I dan H. Krautkramer. 1983. Ultrasonic Testing of Materials. Springer-Verlag, Berlin.

Maspanger. 2005. Karakteristik Koagulum Karet dengan Metode Ultrasonik. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mizrach, A., U. Flitsmon, dan Y. Fuchs. 1997. An Ultrasonic Non Destructive Method for Measuring Maturity of Manggo Fruit. Transaction of the ASAE 40(4): 1107-1111.

Nasution, D. A. 2006. Pengembangan Sistem Evaluasi Buah Manggis secara Non-Destruktif dengan Gelombang Ultrasonik. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rejo. 2002. Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Menentukan Tingkat Ketuaan dan Kematangan Buah Durian dengan Metode Destruktif dan Non-Destruktif. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sadjat, S. 1976. Agronomi Umum. Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Soenarjo, E., D. S. Darmadjati, dan M. Syam. 1991. Padi Buku 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Trisnobudi, A. 1986. Ultrasonik I. Diktat Kuliah. Institut Tekhnologi Bandung, Bandung.

(57)

Lampiran 1. Kombinasi antara butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir menir.

Kombinasi

BERAS

Butir Utuh

(%)

Butir Patah

Besar (%)

Butir Patah

(%)

Butir

Menir (%)

1

100

-

-

-

2

-

100

-

-

3

-

-

100

-

4

-

-

-

100

Mutu I

100

-

-

-

75

25

-

-

60

40

-

-

Mutu II

75

20

5

-

50

45

5

-

75

22

3

-

60

37

3

-

Mutu III

65

19

15

1

55

29

15

1

40

44

15

1

65

24

10

1

55

34

10

1

(58)

Lampiran 1 (Lanjutan). Kombinasi antara butir utuh, butir patah besar, butir patah, dan butir

menir.

Mutu IV

60

13

25

2

50

23

25

2

35

38

25

2

60

18

20

2

50

28

20

2

35

43

20

2

Mutu V

45

15

35

5

40

20

35

5

35

25

35

5

45

20

30

5

40

25

30

5

(59)
[image:59.612.133.568.88.722.2]

Lampiran 2. Grafik kecepatan gelombang pada berbagai mutu beras

grafik kecepatan rata-rata gelombang ultrasonik pada beras mutu I

110,00 115,00 120,00 125,00 130,00 135,00 140,00 145,00 150,00

100, 0 75, 25 60, 40

kombinasi kecep at an ( m /s)

grafik kecepatan rata-rata gelombang ultrasonik pada beras mutu II

122,00 124,00 126,00 128,00 130,00 132,00 134,00 136,00 138,00 140,00 142,00

75, 25, 5 50, 45, 5 75, 22, 3 60, 37, 3

kombinasi kec ep a tan ( m /s) Ket:

100, 0 : % butir utuh, % butir patah besar

Ket:

75, 25, 5 : % butir utuh, % butir patah besar, % butir patah

Ket:

65, 19, 15, 1 : % butir utuh, % butir patah besar, % butir patah, % menir

grafik kecepatan rata-rata gelombang ultrasonik pada beras mutu III

(60)
[image:60.612.136.568.103.531.2]

grafik kecepatan rata-rata gelombang ultrasonik pada beras mutu IV 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00

60, 13, 25, 2 55, 23, 25, 2 35, 38, 25, 2 60, 18, 20, 2 50, 28, 20, 2 35, 43, 20, 2

kombinasi kecep at an ( m /s)

grafik kecepatan rata-rata gelombang ultrtasonik pada beras mutu V 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00

45, 15, 35, 5 40, 20, 35, 5 35, 25, 35, 5 45, 20, 30, 5 40, 25, 30, 5 35, 30, 30, 5

kombinasi ke cep at an ( m /s) Ket:

60, 13, 25, 2 : % butir utuh, % butir patah besar, % butir patah, % menir

Ket:

(61)
[image:61.612.134.568.104.696.2]

Lampiran 3. Grafik koefisien atenuasi pada berbagai mutu beras

grafik koefisien atenuasi rata-rata gelombang ultrasonik pada beras mutu I

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

100, 0 75, 25 60, 40

kombinasi k o ef is ie n at e n u asi

grafik koefisien atenusi rata-rata pada beras mutu II 25,00 26,00 27,00 28,00 29,00 30,00 31,00 32,00

75, 25, 5 50, 45, 5 75, 22, 3 60, 37, 3

kombinasi k o ef is ie n at e n u asi

grafik koefisien atenuasi rata-rata gelombang ultrasonik pada beras mutu III

22,00 24,00 26,00 28,00 30,00 32,00 65, 19, 15, 1 55, 29, 15, 1 40, 44, 15, 1 65, 24, 10, 1 55, 49, 10, 1 40, 49, 10, 1 kombinasi ko ef is ie n at e n u asi Ket:

100, 0 : % butir utuh, % butir patah besar

Ket:

75, 25, 5 : % butir utuh, % butir patah besar, % butir patah

Ket:

(62)
[image:62.612.133.569.121.508.2]

Lampiran 3 (lanjutan). Grafik koefisien atenuasi pada berbagai mutu beras

grafik koefisien atenuasi rata-rata gelombang ultrasonik pada beras mutu IV

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 60, 13, 25, 2 55, 23, 25, 2 35, 38, 25, 2 60, 18, 20, 2 50, 28, 20, 2 35, 43, 20, 2 kombinasi ko e fi s ie n at e n u a si

grafik koefisien atenuasi rata-rata gelombang ultrasonik pada beras mutu V

25,00 26,00 27,00 28,00 29,00 30,00 45, 15, 35, 5 40, 20, 35, 5 35, 25, 35, 5 45, 20, 30, 5 40, 25, 30, 5 35, 30, 30, 5 kombinasi ko ef is ie n at e n u asi Ket:

60, 13, 25, 2 : % butir utuh, % butir patah besar, % butir patah, % menir

Ket:

(63)
[image:63.612.134.568.114.699.2]

Lampiran 4. Grafik Momen Zero pada berbagai mutu beras

Grafik Momen Zero Gelombang Ultrasonik pada Beras Mutu I

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

100, 0 75, 25 60, 40

Kombinasi Mo m e n z e ro

Grafik Momen Zero Gelombang Ultrasonik pada Beras Mutu II

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

75, 20, 5 50, 45, 5 75, 22, 3 60, 37, 3

kombinasi M o m e n Ze ro

Grafik Momen Zero Gelombang Ultrasonik pada Beras Mutu III

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

65 19, 15, 1 55, 29, 15, 1 40, 44, 15, 1 65, 24, 10, 1 55, 34, 10, 1 40, 49, 10, 1 Kombinasi Mom e n Ze ro Ket:

100, 0 : % butir utuh, % butir patah besar

Ket:

75, 25, 5 : % butir utuh, % butir patah besar, % butir patah

Ket:

(64)
[image:64.612.134.570.103.497.2]

Lampiran 4 (lanjutan). Grafik Momen Zero pada berbagai mutu beras

Grafik Momen Zero Gelombang Ultrasonik pada Beras Mutu IV

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 60, 13, 25, 2 50, 23, 25, 2 35, 38, 25, 2 60, 18, 20, 2 50, 28, 20, 2 35, 43, 20, 2 Kombinasi M o m e n Ze ro

Grafik Momen Zero Gelombang Ultrasonik pad

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia beras dari dua cara pengolahan tiap 100 gr
Gambar 1. Jenis butir beras berdasarkan ukuran
Tabel 2. Persyaratan kualitas beras untuk pengadaan BULOG 2006
Tabel 3. Standar Mutu Beras SNI dalam %
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Donker dkk (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai leverage, maka manager akan semakin selektif

Penelitian ini bertujuan untuk mengindetifikasi bentuk- bentuk perubahan morfologis dan arsitektural Desa Adat Bayung Gede, faktor-faktor yang menyebabkan perubahan,

Untuk mengatasi masalah tersebut, para pemimpin perusahaan sangat membutuhkan suatu solusi yang dapat membantu mereka untuk melihat gambaran bisnis mereka secara

Pembebanan pada pipa juga bisa terjadi karena berat material pipa, fluida yang mengalir di dalam pipa, juga berat-berat dari komponen-komponen pipa, dll, beban-beban ini bersifat

Biro Hukum dan KLN, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama 31 Perpres tentang Struktur Organisasi dan Tata.

Buy on Weakness : Harga berpotensi menguat namun diperkirakan akan terkoreksi untuk sementara Trading Buy : Harga diperkirakan bergerak fluktuatif dengan

Yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan berporos dua, dengan gerak ke kiri dan ke kanan; gerakan maju dan mundur; gerakan muka/depan dan belakang. Ujung tulang yang

Kilap bukan logam (non metallic luster) ialah mineral yang mempunyai warna terang dan dapat membiaskan, dengan indeks bias kurang dari gores. dari mineral ini biasanya tak berwarna