PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN BERSIKLUS
DI MTsN LHOKSEUMAWE
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun Oleh:
Mega Multina Nim: 8146171052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
i ABSTRAK
MEGA MULTINA. Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Bersiklus di MTsN Lhokseumawe.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Bersiklus, Kemampuan Penalaran dan Disposisi
ii ABSTRACT
MEGA MULTINA. The Differences of Students’ Reasoning Ability and Disposition Mathematical among Students Who were Given by Problem Based Learning Model with Learning cycle in MTsN Lhokseumawe.
Keywords: Problem Based Learning Model, Learning cycle, Reasoning Ability and Disposition
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Bersiklus di MTsN Lhokseumawe”. Salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai contoh teladan terbaik.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar master pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Tesis ini menelaah
penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran bersiklus terhadap kemampuan penalaran matematis, disposisi matematis,
interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan penalaran matematis dan disposisi matematis siswa. Dalam proses penyusunan tesis ini mulai dari observasi lapangan, penulisan, seminar
KJM, seminar proposal, pembuatan perangkat pembelajaran dan instrumen, serta rangkaian uji coba, penulis mendapat banyak doa, motivasi, bantuan, bimbingan,
nasihat, saran, dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Sehingga penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ayahanda Hasan Basri dan Ibunda Julia tersayang yang telah memberikan
doa, motivasi dan nasehatnya untuk terus maju walaupun banyak rintangan yang dihadapi serta cinta kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
iv
2. Kakanda Mukhlis, A.Md selaku saudara kandung tunggal penulis dan suami tercinta kanda Afrizal, S.Pd yang telah memberikan bantuan baik berupa bantuan moril maupun materil dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M. Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M. Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis. Sumbangan pikiran yang amat berharga sejak awal pemunculan ide, saran-saran, serta pertanyaan kritis guna mempertajam gagasan sehingga telah membuka dan memperluas cara berpikir
penulis dalam penyusunan tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd., Bapak Dr. Edy Surya, M. Si, dan Ibu Dr.
Yulita Molliq Rangkuti, M. Sc, selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 5. Bapak Prof. Dr. Edi Syaputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd,
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga bagi penulis.
6. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan tesis ini.
7. Bapak Dapot Tua Manullang, M. Si selaku Staf Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED.
8. Bapak Kepala Sekolah MTsN Lhokseumawe, Ibu Ida Yuliana, S.Pd selaku guru bidang studi matematika MTsN Lhokseumawe, seluruh dewan guru dan
v
terkasih yang telah berbaik hati kepada penulis saat melakukan penelitian lapangan di sekolah tersebut.
9. Kawan-kawan terdekat yang senantiasa selalu berbagi saat suka maupun duka
dengan penulis: Dwi Putria Nasution, Mutia Sari, Yesi Jurnala, Anim, Fitri Ayunita, Nur Asyiah Nasution, Ainsyah, Akmal Fahmi. Juga sebagai
tambahan kepada Mawaddah Warahmah, Fitriani dan Kak Hayatun Nufus. 10. Teman-teman di kelas A-4 dan seluruh rekan-rekan satu angkatan 2014 dari
Program Studi Pendidikan Matematika yang tak dapat penulis sebutkan satu
per satu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini benar-benar bermanfaat bagi penulis maupun rekan-rekan lain terutama rekan pendidik dalam meningkatkan wawasan dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika di kelas serta dapat
menjadi seorang pendidik yang berkompetensi dan professional.
Medan, 2016
Penulis,
vi
2.1.1 Pengertian Kemampuan Penalaran Matematis... 19
2.1.2 Indikator Penalaran Matematis... 20
2.2 Disposisi Matematis... 21
2.2.1 Pengertian Disposisi Matematis ... 21
2.2.2 Indikator Disposisi Matematis... 23
2.3 Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 25
2.3.1 Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)... 25
2.3.2 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 26
2.3.3 Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 27
2.4 Model Pembelajaran Bersiklus (Learning Cycle)... 28
2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Bersiklus... 28
2.4.2 Sintaks Model Pembelajaran Bersiklus ... 29
2.4.3 Implementasi Model Pembelajaran Bersiklus ... 30
2.5 Perbedaan Pedagogik ... 31
2.6 Interaksi... 31
2.7 Kemampuan Awal Matematika Siswa... 32
2.8 Teori Belajar Pendukung ... 33
vii BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian... 43
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 43
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
3.4 Desain Penelitian ... 44
3.5 Variabel Penelitian... 46
3.6 Instrumen Penelitian ... 47
3.7 Uji Coba Instrumen ... 52
3.8 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 56
3.9 Teknik Analisis Data... 59
3.10Prosedur Penelitian ... 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 67
4.2 Pembahasan... 91
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 102
5.2 Implikasi ... 102
5.3 Saran.... ... 103
viii
DAFTAR TABEL
Isi Halaman
2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)... 27
2.2 Sintaks Model Pembelajaran Bersiklus... 29
2.3 Perbedaan PBM dengan Pembelajaran Bersiklus ... 31
3.1 Desain Penelitian ... 45
3.2 Tabel Weiner tentang Keterkaitan Variabel Bebas, Terikat dan KAM (Kemampuan Awal Matematika Siswa)... ... 47
3.3 Kriteria Pengelompokan Kemampuan siswa Berdasarkan KAM... 49
3.4 Penskoran Kemampuan Penalaran... 50
3.5 Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran ... 50
3.6 Skor Alternatif Skala Disposisi Matematis... 51
3.7 Kisi-kisi Skala Disposisi Matematis...52
3.8 Kriteria Indeks Kesukaran Butir Soal ... 54
3.9 Klasifikasi Daya Pembeda ... 55
3.10 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 56
3.11 Rumus Unsur Tabel Persiapan Anava Dua Jalur ... 63
3.12 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data dan Uji Statistik... 64
4.1 Rangkuman Data KAM ... 68
4.2 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas KAM ... 69
4.3 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Homogenitas KAM... 71
4.4 Pengelompokkan Siswa Berdasarkan KAM ... 72
4.5 Deskripsi Data Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran... 73
ix
4.7 Rangkuman Rata-rata Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan
KAM ... 76
4.8 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kemampuan Penalaran ... 77
4.9 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kemampuan Penalaran ... 79
4.10 Rangkuman Hasil Perhitungan ANAVA Kemampuan Penalaran ... 80
4.11Deskripsi Data Disposisi Matematis Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran 82 4.12 Rata-rata Disposisi Matematis Siswa Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 Berdasarkan Kemampuan Siswa ... 83
4.13 Rangkuman Rata-rata Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan KAM ... 84
4.14 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Disposisi ... 86
4.15 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Data Disposisi... 88
4.16 Rangkuman Hasil Perhitungan ANAVA Disposisi Matematis ... 89
x
DAFTAR GAMBAR
Isi Halaman
1.1. Perubahan Kurikulum Indonesia... 1
1.2. Penyelesaian Soal Penalaran oleh Siswa... 4
1.3. Model PBM... 12
3.1. Prosedur Penelitian... 66
4.1 Normalisasi Nilai KAM Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 ... 70
4.2 Rata-rata Nilai Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 73
4.3 Rata-rata Nilai Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan KAM 74 4.4 Normalisasi Nilai Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2... 78
4.5 Interaksi antara Model Pembelajaran dengan KAM terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 81
4.6 Rata-rata Nilai Disposisi Matematis Siswa... 82
4.7 Rata-rata Nilai Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan KAM ... 83
4.8 Normalisasi Nilai Disposisi Matematis Siswa Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 ... 87
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21.
Perhatian yang terjadi bukan karena mutu pendidikan yang semakin hebat, melainkan karena sadar akan bahaya ketertinggalan pendidikan di Indonesia
dengan negara-negara lain. Banyak hal yang mendasari hal tersebut, salah satunya arus globalisasi yang semakin kuat dan terbuka. “Pendidikan memiliki peran strategis karena pendidikan merupakan kunci kemajuan sebuah bangsa” (Hidayat
dan Yuyun, 2013: 235). Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Salah satu upaya
perbaikan mutu pendidikan Indonesia yang terus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukan perubahan kurikulum.
Berikut dapat dilihat perubahan kurikulum di Indonesia (Kemendikbud,
2013)
Gambar 1.1 Perubahan Kurikulum Indonesia
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa kurikulum Indonesia terus
2
menggunakan kurikulum 2013. Penerapan kurikulum 2013 untuk menyeimbangkan antara sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
disebutkan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Namun, masalah serius dalam prestasi akademik peserta didik di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan. Penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah
pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu: (1) rendahnya sarana fisik; (2) rendahnya kualitas guru; (3) rendahnya kesejahteraan guru; (4) rendahnya prestasi siswa; (5) rendahnya
kesempatan pemerataan pendidikan; (6) rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan; (7) mahalnya biaya pendidikan.
Permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan rendahnya prestasi
Indonesia pada pembelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang didapat Indonesia pada TIMSS (Trends in International Mathematics Science
Study), yaitu bahwa rata-rata skor prestasi matematika siswa kelas VIII Indonesia
berada signifikan di bawah rata-rata internasional. Indonesia pada tahun 1999 berada di peringkat ke 34 dari 38 negara peserta, tahun 2003 berada di peringkat
ke 35 dari 46 negara peserta, tahun 2007 berada di peringkat ke 36 dari 49 negara peserta, dan tahun 2011 berada di peringkat 38 dari 42 negara peserta (Mullis,
3
Hasil PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes (Gurria, 2014: 5). Rendahnya rating matematika yang diperoleh Indonesia
menjadi fokus masalah dalam pendidikan Indonesia.
National Council of Teacher Mathematics (NCTM, 2000: 4) telah
menetapkan beberapa standar proses yang harus dikuasai peserta didik dalam pembelajaran matematika, meliputi: (1) pemecahan masalah (problem solving); (2) penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) komunikasi
(communication); (4) koneksi (connection); (5) representasi (representations). Terlihat jelas bahwa salah satu standar proses yang harus dikuasai peserta didik
adalah kemampuan panalaran matematis. Melalui pembelajaran matematika cara berpikir peserta didik diharapkan dapat berkembang dengan baik karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antara
konsep-konsep yang ada yang memungkinkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran (Muharom, 2014: 2).
Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka
belajar, namun sangat dibutuhkan setiap manusia disaat memecahkan masalah ataupun menentukan keputusan. Penalaran (reasoning) adalah pondasi dari
matematika. Penalaran matematika memiliki peran yang penting dalam proses berpikir siswa. Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan para siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian
prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.
Atas dasar itulah kemampuan penalaran matematis siswa perlu menjadi
4
menarik kesimpulan logis, menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis, memeriksa validitas argumen serta menyusun dan mengkaji konjektur. Berikut adalah salah soal penalaran dan penyelesaiannya yang
dikerjakan oleh siswa MTs:
Tentukan panjang sisi a, b, c, d dan e pada gambar di bawah ini!
Penyelesaian siswa:
Gambar 1.2 Penyelesaian Soal Penalaran Oleh Siswa
Dari gambar di atas terlihat bahwa hanya sebagian dari perhitungan yang
dilakukan siswa secara benar yaitu dan , tetapi siswa salah
melakukan perhitungan pada dan . Hal ini
menyebabkan juga kesalahan pada poin e, yaitu . Dari hasil
penyelesaian soal salah seorang siswa di atas, menunjukkan bahwa siswa belum mampu menyelesaikan soal kemampuan penalaran matematis. Siswa tidak
5
Pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah belum sepenuhnya dapat mengembangkan kemampuan tingkat tinggi matematis siswa seperti kemampuan penalaran matematis. Rendahnya kemampuan penalaran matematis
dapat dilihat dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rizta dan Hartono (2013: 86), yaitu dari 15 soal yang diberikan kepada 27 siswa kelas VIII SMPN 1
Palembang yang menjadi subjek penelitian, sebanyak 22,22% siswa mendapat skor penalaran di atas 65%, dan 77,78% siswa memperoleh skor penalaran di bawah 65%. Berdasarkan hasil tes tersebut, jika acuan batas pencapaian 65%
maka penalaran siswa masih berada di bawah batas pencapaian minimal dengan kata lain kemampuan penalaran siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan
penalaran matematis siswa akan mempengaruhi kualitas belajar siswa, yang berdampak pula pada rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah (Putri, 2013: 20).
Penalaran matematika adalah pondasi untuk mendapatkan atau mengkonstruk pengetahuan matematika. Matematika merupakan kreasi pemikiran manusia yang pada intinya berkait dengan ide-ide, proses-proses dan penalaran.
Dengan demikian, guru matematika seharusnya mengembangkan kemampuan penalaran siswa di dalam proses pembelajaran matematika. Muharom (2014: 2)
mengatakan perlu dikembangkan proses berpikir dan bernalar peserta didik dalam pembelajaran matematika untuk pengembangan diri peserta didik di masa datang.
Selain kemampuan penalaran sebagai aspek kognitif siswa, disposisi
matematis sebagai aspek afektif juga penting dalam pembelajaran matematika. Dalam proses belajar mengajar, disposisi matematis siswa dapat dilihat dari
6
analisis sampai memperoleh suatu solusi. Disposisi siswa terhadap matematika dapat diamati dalam diskusi kelas, misalnya seberapa besar keinginan siswa untuk menjelaskan solusi yang diperolehnya dan mempertahankan penjelasannya.
Namun demikian, perhatian guru dalam proses belajar mengajar terhadap disposisi matematis siswa masih kurang. Ketika siswa lupa akan hafalannya maka
siswa mulai kehilangan percaya diri ketika siswa tidak mampu menyelesaikan masalah matematika yang diberikan oleh guru. Hal tersebut mengakibatkan siswa memandang bahwa matematika sulit untuk dipahami dan minat siswa dalam
belajar matematika menjadi berkurang.
Adapun Indikator disposisi yang di nyatakan oleh NCTM (Sumirat, 2014:
26) adalah sebagai berikut: 1) kepercayaan diri; 2) fleksibilitas; 3) bertekad kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika; 4) ketertarikan, keingintahuan dan kemampuan untuk menemukan dalam mengerjakan matematika; 5)
kecenderungan untuk memonitor dan merefleksi proses berfikir dan kinerja diri sendiri; 6) menilai aplikasi matematika dalam bidang lain dan dalam kehidupan sehari-hari; 7) penghargaan (appreciation) peran matematika dalam budaya dan
nilainya.
Rendahnya disposisi matematis siswa dapat dilihat dari 14 butir angket
yang memuat 4 indikator disposisi matematis diberikan kepada 22 orang siswa MTsS Ulumuddin. Secara rinci pencapaian hasil angket disposisi pada indikator disposisi percaya diri 42,05%; indikator disposisi gigih dan ulet 51,14%; indikator
7
berada di bawah batas pencapaian minimal dengan kata lain disposisi matematis siswa masih rendah.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masih banyak siswa di Indonesia
yang memiliki disposisi matematis yang rendah. Salah satunya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kesumawati (Mahmuzah, dkk, 2014: 46) terhadap
297 siswa dari 4 SMP di kota Palembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase perolehan skor rerata disposisi siswa sebesar 58% berada pada kategori rendah. Oleh karena itu, disposisi matematis siswa merupakan suatu hal yang
harus ada dalam diri siswa yang berguna untuk meningkatkan prestasi siswa dalam belajar matematika.
Mahmudi (Sugilar, 2013: 158) mengatakan siswa memerlukan disposisi matematik untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab dan membiasakan kerja yang baik dalam matematika. Kelak, siswa belum
tentu akan menggunakan semua materi yang mereka pelajari, tetapi dapat dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi positif untuk menghadapi situasi problematik dalam kehidupan mereka. Disposisi matematis (mathematical
disposition) yaitu keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecenderungan yang kuat
pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik dengan cara yang
positif. Sikap dan kebiasaan berpikir yang baik pada hakekatnya akan membentuk dan menumbuh kembangkan disposisi matematis.
Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut
menentukan keberhasilan belajar siswa. Siswa memerlukan disposisi yang akan menjadikan mereka gigih menghadapi masalah yang lebih menantang,
8
mengembangkan kebiasaan baik di matematika. Syaban (2009: 135) tentang disposisi matematis siswa kelas X SMA di kota Bandung, menunjukkan bahwa pendekatan investigasi mampu menumbuh kembangkan disposisi matematis
siswa. Disposisi matematis siswa secara keseluruhan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran investigasi lebih baik daripada siswa
yang menggunakan pembelajaran secara konvensional. Disposisi matematis merupakan komponen yang sangat penting karena anak dibiasakan mendapatkan persoalan-persoalan yang memerlukan sikap positif, hasrat, gairah, dan kegigihan
untuk menyelesaikannya. Tanpa disposisi yang baik maka anak tidak dapat mencapai kompetensi atau kecakapan matematik sesuai dengan harapan.
Rendahnya kemampuan siswa baik dari segi kognitif yaitu kemampuan penalaran matematis maupun dari segi afektif yaitu disposisi matematis karena pembelajaran di sekolah-sekolah terlalu difokuskan pada transfer pengetahuan
semata ketimbang pembangunan kecakapan berpikir deduktif. Hal ini bisa terjadi sebagai manifestasi kurangnya penguasaan guru pada kecakapan bermatematika. Dampaknya, pembelajaran tak dapat menyediakan pengalaman matematika yang
penuh makna, tetapi sekedar penyampaian fakta tanpa makna yang tidak mendukung tumbuhnya kecakapan matematika siswa.
Siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, dan siswa hanya menerima saja yang disampaikan oleh guru sehingga pembelajaran cenderung
satu arah, aktivitas pembelajaran lebih banyak dari guru dibanding interaksi diantara siswa (Husna, dkk, 2013: 82). Dalam hal ini fungsi dan peranan guru
9
informasi atau pengetahuan yang diberikan gurunya. Ini menjadikan kondisi yang tidak proporsional, guru menjadi sangat aktif, sedangkan siswa menjadi pasif dan tidak kreatif. Bahkan kadang-kadang masih ada anggapan keliru yang memandang
siswa sebagai objek sehingga siswa kurang dapat mengembangkan potensinya. Dalam konsep belajar-mengajar, peserta didik adalah subjek belajar, bukan objek.
Sebagai unsur pokok dan sentral, bukan unsur pendukung atau tambahan. Hal penting dalam interaksi belajar-mengajar adalah guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta
memberikan motivasi dan bimbingan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dan kreatifitasnya. Guru adalah satu komponen manusiawi dalam proses
belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan (Sardiman, 2011: 125).
Guru harus mampu membimbing dan menuntut partisipasi yang tinggi dari
siswa dalam kegiatan pembelajaran, kegiatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, mengembangkan kreativitas, kontekstual, menantang dan menyenangkan, menyediakan pengalaman belajar yang beragam, dan belajar
melalui berbuat. Dalam pembelajaran matematika yang berpusat pada siswa, guru diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa
dalam belajar, dan siswa sendirilah yang harus aktif belajar dari berbagai sumber belajar.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak mudah bagi guru
matematika merubah paradigma tersebut dan melakukannya dalam pembelajaran matematika di kelas. Hal ini karena sebagian besar guru masih mengajar dengan
10
kurangnya inovatif dalam pembelajaran (Haerudin, 2015: 23). Guru mengalami kesulitan untuk menggali potensi siswa disebabkan siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran yang bersifat menerima dari guru. Kualitas dan produktivitas
pembelajaran matematika akan tampak pada seberapa jauh siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru masih aktif menjelaskan materi
pelajaran, memberikan contoh dan latihan sedangkan siswa bertindak seperti mesin, siswa mendengar, mencatat dan mengerjakan latihan yang diberikan guru (Ramdani, 2011: 450).
Pembelajaran matematika perlu didukung oleh model pembelajaran yang tepat sesuai perkembangan intelektual siswa. Guru harus bijaksana dalam
menentukan suatu model pembelajaran yang sesuai sehingga dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2011: 8). Penekanan
guru pada proses pembelajaran matematika harus seimbang antara melakukan dan berpikir. Guru harus dapat menumbuhkan kesadaran siswa dalam melakukan aktivitas pembelajaran sehingga siswa tidak hanya memiliki keterampilan
melakukan sesuatu tetapi harus memahami mengapa aktivitas itu dilakukan dan apa implikasinya. Agar siswa termotivasi, senang mempelajari matematika dan
mempunyai sikap positif terhadap matematika serta dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis, maka pendidik harus mendesain model pembelajaran yang inovatif-progresif.
Salah satu model pembelajaran inovatif-progresif yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Instruction).
11
pengertian bahwa dalam pembelajaran siswa dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian diharapkan melalui pemecahan masalah siswa belajar keterampilan-keterampilan berpikir yang lebih mendasar. Problem Based
Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupan yang bermakna bagi
siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi
penyelidikan dan dialog (Jauhari, 2011: 86). Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk melakukan
penyelidikan dan inkuiri.
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau Problem Based Instruction
(PBI) adalah model pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir dan keterampilan memecahkan masalah untuk memperoleh
pengetahuan. Guru dalam pembelajaran harus memfasilitasi para siswa dengan berbagai kegiatan sehingga para siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna. PBI dimulai dengan asumsi bahwa pembelajaran merupakan
proses yang aktif, kolaboratif, terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan kontekstual. PBM ditandai juga oleh pendekatan yang
berpusat pada siswa (students’-centered), guru sebagai fasilitator, dan soal terbuka atau kurang terstruktur (ill-structured) yang digunakan sebagai rangsangan awal untuk belajar. Soal terbuka maksudnya adalah soal yang memiliki banyak solusi
sehingga siswa perlu mengkaji banyak metode sebelum memutuskan jawaban tertentu. Masalah yang kurang terstruktur akan mendorong siswa untuk
12
memecahkan masalah. Dengan PBM, fokus pembelajaran bergerak dari isi/materi ke permasalahan seperti diilustrasikan berikut ini.
Gambar 1.3 Model PBM
Dengan fitur ini, pembelajaran menjadi lebih realistik untuk menciptakan pembelajaran yang menekankan dunia nyata, keterampilan berfikir
tingkat tinggi, belajar lintas disiplin, belajar independen, keterampilan kerja kelompok dan berkomunikasi melalui suasana pembelajaran berbasis masalah.
Selain PBM, Model Pembelajaran Bersiklus (Learning Cycle) juga merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).
Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang
diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi
harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab, berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi). Agustyaningrum (201:
381) menyebutkan bahwa implementasi model pembelajaran learning cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivisme dimana pengetahuan dibangun pada diri peserta didik. Dengan demikian proses pembelajaran
merupakan proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung.
materi
guru siswa
masalah
13
Hal yang masih perlu diungkap berkaitan dengan pembelajaran matematika adalah kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah terhadap kemampuan penalaran dan
disposisi matematis siswa. Disebabkan oleh pemahaman materi atau konsep baru harus mengerti dulu konsep sebelumnya hal ini harus diperhatikan dalam urutan
proses pembelajaran. Tes kemampuan awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya.
Adanya kelemahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika
dipengaruhi oleh tingkat kemampuan matematika masing-masing siswa (Retna, dkk, 2013: 72). Siswa yang memiliki kemampuan matematika rendah akan
memiliki lebih banyak kelemahan dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan matematika tinggi. Akibatnya, proses berpikir masing-masing siswa dalam menyelesaikan soal matematika juga berbeda bergantung pada tingkat
kemampuan matematika yang dimiliki.
Dugaan bahwa kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam kelompok kemampuan tinggi, sedang dan rendah adanya interaksi dengan
kemampuan penalaran dan disposisi matematis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika. Darmadi (Rahma, 2013: 188)
mengatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil interaksi beberapa faktor. Hasil penelitian Effendi (2012: 6) menunjukkan terdapat interaksi yang signifikan antara faktor pembelajaran dengan faktor kemampuan awal terhadap peningkatan
kemampuan representasi matematis siswa. Ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh model
14
matematika siswa. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat meningkatkan kemampuan
matematika siswa yang heterogen.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Kemampuan Penalaran dan
Disposisi Matematis antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dengan Pembelajaran Bersiklus Di MTsN Lhokseumawe”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang di atas, ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan sebagai berikut:
1. Kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah 2. Rendahnya disposisi matematis siswa
3. Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran di kelas
4. Pembelajaran matematika masih dilakukan secara biasa atau konvensional 5. Guru kesulitan menggali potensi siswa
6. Belum diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah dan model
pembelajaran bersiklus
7. Kemampuan awal siswa mempengaruhi prestasi belajar matematika
8. Adanya interaksi dalam proses pembelajaran di kelas
1.3 Pembatasan Masalah
Banyaknya permasalahan yang terjadi di lapangan berkaitan dengan proses
15
yang akan diteliti. Adapun yang menjadi batasan masalah dalam proposal ini adalah:
1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa
2. Rendahnya disposisi matematis siswa
3. Interaksi antara model pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan
awal siswa.
Dalam penelitian ini penulis akan membatasi pada penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan model pembelajaran bersiklus
(Learning Cycle) terhadap kemampuan penalaran dan disposisi matematis pada siswa MTsN Lhokseumawe.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang
diajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran bersiklus? 2. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
awal matematika siswa terhadap kemampuan penalaran matematis siswa? 3. Apakah terdapat perbedaan disposisi matematis siswa yang diajarkan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran bersiklus?
4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
16
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan
dengan siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran bersiklus. 2. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
awal matematika siswa terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.
3. Untuk mengetahui perbedaan disposisi matematis siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan siswa yang
diajarkan menggunakan model pembelajaran bersiklus.
4. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap disposisi matematis siswa.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi siswa, dapat memberikan motivasi dalam aktivitas belajar mengajar, dapat membantu siswa dalam menumbuh kembangkan kemampuan penalaran
dan disposisi matematis siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran bersiklus.
2. Bagi guru, dapat meningkatkan kemampuan dalam perencanaan kegiatan belajar mengajar dan membiasakan guru menggunakan model pembelajaran serta meningkatkan profesional guru dalam meningkatkan kemampuan
17
3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas guru.
4. Bagi peneliti, dapat menjadi masukan dan rujukan bagi peneliti dalam
melakukan penelitian yang sejenis.
1.7 Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Penalaran matematis adalah kemampuan berpikir untuk merumuskan suatu
kesimpulan atau pernyataan baru berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya.
2. Disposisi matematis adalah kemampuan siswa untuk bersikap positif terhadap matematika sehingga siswa memiliki semangat dan kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah yang berupa tantangan matematika.
3. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pemberian masalah bagi siswa dengan tujuan siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir melalui keterlibatan mereka dalam
pengalaman nyata untuk membangun sebuah pengetahuan baru.
4. Learning Cycle adalah model pembelajaran dimana guru mengeksplorasi
18
5. Kemampuan awal matematika siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran yang akan diberikan dan dapat diketahui dengan pemberian tes kemampuan awal matematika.
6. Interaksi dalam penelitian ini adalah perubahan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa yang dipengaruhi oleh dua faktor pembelajaran,
102 BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, didapat
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran bersiklus sebesar 9%. 2. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.
3. Terdapat perbedaan disposisi matematis siswa yang diajarkan menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran bersiklus sebesar 7,43%.
4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap disposisi matematis siswa.
5.2 Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus
pada kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa melalui pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran bersiklus. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis
siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran bersiklus secara signifikan. Terdapat perbedaan disposisi matematis
103
pembelajaran bersiklus secara signifikan. Ditinjau dari interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa, hasil ini dapat ditinjau dari model pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen 1 dan
siswa kelas eksperimen 2 dengan kategori KAM siswa.
Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari
pelaksanaan proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran bersiklus antara lain :
1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa
kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa memperoleh soal-soal yang
langsung menerapkan rumus-rumus yang ada pada buku pelajaran, sehingga siswa masih merasa sulit memunculkan ide mereka sendiri.
2. Kemampuan penalaran matematis siswa berkemampuan sedang dan tinggi
lebih baik pada model pembelajaran berbasis masalah. Begitu juga untuk disposisi matematis, siswa berkemampuan tinggi dan sedang lebih baik pada model pembelajaran berbasis masalah.
5.3. Saran
Berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh guru
matematika SMP/MTs, lembaga dan peneliti lain yang berminat. 1. Kepada Guru
Hendaknya model pembelajaran berbasis masalah dan model
104
fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, serta kemampuan dalam mengambil kesimpulan. Di samping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat mutlak yang harus
dimiliki guru. Untuk menunjang keberhasilan implementasi kedua model pembelajaran ini, diperlukan bahan ajar yang lebih menarik.
2. Kepada Siswa
Diharapkan siswa dapat turut aktif dalam proses pembelajaran untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang dipelajari. Siswa diharapkan tidak hanya menjadi penerima saja, tetapi terbiasa mengkonstruk pengetahuan mereka
sendiri.
3. Kepada lembaga terkait
Model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran
bersiklus masih asing bagi guru dan siswa terutama di daerah. Oleh karena itu, perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan
kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa yang akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi
matematika.
4. Kepada peneliti yang berminat
Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya dapat dilengkapi dengan
105
DAFTAR PUSTAKA
Agustyaningrum, N. 2011. Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E
untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman. Makalah Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika UNY, 3 Desember 2011. ISBN: 978-979-16353-6-3.
A, Rizta dan Hartono, Y. 2013. Pengembangan Soal Penalaran Model TIMSS
Matematika SMP. Jurnal Kreano. ISSN: 2086-2334. Vol. 4, No. 1. FMIPA
UNNES.
Asmin dan Abil, M. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan
Analisis Klasik dan Modern. Medan: Larispa Indonesia
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Budiningsih, A. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Erlangga
Effendi, L.A. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan
Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan,
Vol. 13, No.2, ISSN: 1412-565X
Gurria, A. 2014. PISA 2012 Result in Focus. OECD
Haerudin. 2015. Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Matematik dan Kemandiris Belajar Siswa SMP.
Jurnal Pendidikan Unsika. Vol. 3, No. 1, ISSN: 2338-2996
Hidayat, R dan Yuyun, E.P. 2013. Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. (online), (http://educ.utm.my/wpcontent/uploads/2013/11 /35.pdf, diakses 14 Februari 2015)
Husna, Ikhsan, M dan Siti, F. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair Share (TPS).
Jurnal Peluang. Vol. 1, No. 2, ISSN: 2302-5158
Husnidar, Ikhsan, M dan Syamsul, R. 2014. Penerapan Model Pembelajaran
106
Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Didaktik Matematika. Vol. 1, No.1.
ISSN: 2355-4185
Irawati, R.K. 2014. Pengaruh Model Problem Solving dan Problem Posing serta
Kemampuan Awal terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Sains. Vol. 2, No. 4. ISSN: 2338-9117
Jauhari, M. 2011. Implementasi PAIKEM Dari Behavioristik Sampai Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Jurnaidi dan Zulkardi. 2013. Pengembangan Soal Model PISA pada Konten
Change and Relationship untuk Mengetahui Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 7 No. 2.
Kemendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum 2013. (online). (http://psg15.um.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/IMPEMENTASI-KURIKULUM-2013-FINAL.pdf, diakses 10 April 2015)
Keraf, G. 2005. Argumentasi dan Narasi. Cet.V. Jakarta: Gramedia.
Kulsum, U dan Hindarto, N. 2011. Penerapan Model Learning Cycle Pada Sub
Pokok Bahasan Kalor untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7: 128-133.
ISSN: 1693-1246.
Mahmuzah, R, Ikhsan, M dan Yusrizal. 2014. Peningkatan Kemampuan Berpikir
Kritis dan Disposisi Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Problem Posing. Jurnal Didaktik Matematika, Vol. 1, No.
2, ISSN: 2355-4185
Muharom, T. 2014. Pengaruh Pembelajaran Dengan Model Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (Stad) Terhadap Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematik Peserta Didik Di SMK Negeri Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan dan Keguruan
Vol. 1 No. 1, artikel 1
Mullis, I.V.S, Michael, O.M, Pierre, F dan Alka, A. 2012. TIMSS 2011
International Result in Mathematics. Boston: International Study Center
National Council of Teacher Mathematics. 2000. Principles and Standards for
School Mathematics. Reston, VA: NCTM
Nurhajati. 2014. Pengaruh Penerapan Pendekatan Konstruktivisme dengan
107
Permana, Y dan Utari, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan
Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.
Educationist. Vol. 1 No. 2. ISSN: 1907-8838.
Putri, F.M. 2013. Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Edumatica Volume 03
Nomor 01, April 2013, ISSN: 2088-2157
Rahma, A.A. 2013. Pengaruh Model Siklus Belajar Berbantuan Mind Map
terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari Kinerja Laboratorium Siswa Kelas VIII SMPN 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan. Jurnal Pendidikan
Sains. Vol. 1, No. 2
Rahman, R dan Samsul, M. 2014. Pengaruh Penggunaan Metode Discovery
terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Jurnal Ilmiah Program Studi
Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 3, No. 1
Ramdani, Y. 2011. Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Matematika Tingkat Tinggi melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi dan Kesehatan.
Vol. 2, No. 1, ISSN: 2089-3582
Retna, M, Lailatul, M, dan Suhartatik. 2013. Proses Berpikir Siswa dalam
Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau Berdasarkan Kemampuan Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo, Vol. 1,
No. 2. ISSN: 2337-8166
Riyanto, B dan Rusdy, A.S. 2011. Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan
Prestasi Matematika Dengan Pendekatan Konstruktivisme Pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 2.
Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito
Sanjaya, W. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Cet. 9. Jakarta: Kencana.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajari. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Shadiq, F. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas
Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
108
. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sugilar, H. 2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Disposisi
Matematik Siswa Madrash Tsanawiyah melalui Pembelajaran Generatif.
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 2, No. 2
Suherman, H.E, Turmudi, Didi,S, Tatang, H, Suhendra, Sufyani, P, Nurjanah dan Ade, R. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI: JICA
Sumartini, T.S. 2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 5 No. 1. ISSN: 2086-4299.
Sumirat, L.A. 2014. Efektifitas Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think-Talk-Write (TTW) terhadap Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan dan Keguruan. Vol. 1, No.2, artikel.
3, ISSN: 2356-3915
Suprijono, A. 2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Syaban, M. 2009. Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa
Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi. Vol. III,
No. 2, ISSN: 1907-8838
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: IKAPI
Wena, M. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Cet. 6. Jakarta: Bumi Aksara.
Yudhanegara, M.R dan Karunia, E.L. 2014. Meningkatkan Kemampuan