SKRIPSI
ANALISIS KAUSALITAS ANTARA INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
OLEH
LIA VERONIKA TARIGAN
100501026
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMTERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
ANALISIS KAUSALITAS ANTARA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DAN KEMISKINAN PROVINSI-PROVINSI DI INDONESIA
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pola dan hubungan antara indeks pembangunan manusia (IPM) dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesi selama periode 2004-2012.
Penelitian ini menggunakan metode klassen typology untuk melihat pola hubungan, dan metode kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang dengan menggunakan data panel yang diproses dengan program eviews 7 dan SPSS.
Hasil penelitian dengan mengggunakan klassen typology menunjukkan bahwa ada 5 provinsi di Indonesia yang masuk kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh (kuadran I). Kategori daerah berkembang cepat (kuadran II) sebanyak 13 provinsi. Untuk kategori daerah maju tetapi tertekan (kuadran III) sebanyak 6 provinsi. Dan untuk kategori daerah relatif tertinggal (kuadran IV) sebanyak 10 provinsi. Sementara dari hasil uji kointegrasi menunjukkan tidak adanya hubungan jangka panjang antara indeks pembangunan manusia (IPM) dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan rahmatNya yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menjlani masa perkuliahan hingga tahap penyelesaian skripsi seperti sekarang ini
di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini berjudul “Analisis kausalitas antara Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Kemiskinan Provinsi-Provinsi di Indonesia”. Penulisan ini
didasarai ketertarikan penulis terhadap hubungan antara indeks pembangunan
manusia dan kemiskinan yang terjadi di 33 provinsi di Indonesia, serta sebagai
salah satu unsur penting dalam pemenuhan nilai-nilai tugas dalam mencapai gelar
Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis telah banyak menrima bimbingan, saran dan motiasi dari
berbagai pihak selama penulisan skripsi ini, oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terimasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Ayah tercinta Daniel Tarigan dan Ibu tersayang Aman Anna br. Malau yang
telah memberikan dorongan dalam bentuk moral dan materil kepada penulis
dari awal masa kuliah hingga akhir menyelesaikan kuliah, serta abang penulis
yaitu Liston Tarigan, kedua adik penulis yaitu Klana Pranata Tarigan dan
Santa Nova Tarigan yang terus mendukung penulis dalam menyelesaikan
2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac,Ak selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera sekaligus dosen
pembanding yang telah memberikan masukan dan saran yang baik kepada
penulis. Dan Bapak Drs. Syahrir Nasution, M.Si selaku sekretaris
Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara.
4. Bapak Dr. Irsyad, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan
5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku sekertaris program Studi S1 Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus
dosen pembimbing yang baik yang telah meluangkan waktu dan memberikan
masukan, saran, dan bimbingan kepada penulis dari awal hingga akhir
selesainya penulisan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku dosen wali sekaligus dosen pembanding yang
telah banyak memberikan masukan dan saran yang baik kepada penulis.
7. Kepada sahabat-sahabat penulis yaitu, Sarma, Ningsih, Nurul, Putry yang
telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah dan
skripsi.
8. Seluruh teman-teman stambuk 2010 dan pihak yang telah membantu baik
Akhir kata, penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan segala
kritikan dan saran yang bersifat membangun agar bisa lebih baik lagi di
kesempatan yang akan datang.
Medan, Mei 2014 Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 1
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Manusia ... 6
2.1.1 Indikator-Indikator Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ... 7
2.2 Konsep Kemiskinan ... 12
2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ... 15
2.3 Penelitian Sebelumnya ... 20
2.4 Kerangka Konseptual ... 21
2.5 Hipotesis ... 22
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 23
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 23
3.3 Metode Analisis ... 24
3.3.1 Tipologi Klassen (Klassen Typology) ... 24
3.3.2 Uji Akar Unit (Unit Root Test) ... 26
3.4 Defenisi Operasional ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Indonesia ... 29
4.1.1 Keadaan Geografis ... 29
4.1.2 Keadaan Demografi ... 30
4.2 Kondisi Ekonomi Indonesia ... 33
4.3 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia ... 36
4.4 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Indonesia ... 40
4.5 Klasifikasi Daerah menurut Tipologi Klassen ... 43
4.6 Hubungan Antara Indeks Pembanguan Manusia dengan Kemsikinan ... 47
4.7.1 Hasil Uji Akar Unit ... 48
4.7.2 Hasil Uji Kointegrasi ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 52
5.2 Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
3.1 Klasifikasi Menurut Analisis Tipologi Klassen ... 25 4.1 Jumlah Penduduk Provinsi-Provinsi di Indonesia ... 32
4.2 Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013,
Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Tahun
2013 ... 34
4.3 IPM 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2004-2012 ... 40
4.4 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi Tahun
2004-2012 ... 42
4.5 Hasil Uji Akar Unit Variabel Indeks Pembangunan
Manusia ... 44 4.6 Hasil Uji Akar Unit Variabel Kemiskinan ... 45
4.7 Hasil Uji Kointegrasi antara Indeks Pembangunan
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 21
4.1 Grafik Perkembangan Indeks Pembangunan
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi
Tahun 2004-2012 ... 60
2 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi
Tahun 2004-2012 ... 61
3 Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dan
Kemiskinan Provinsi-Provinsi di Indonesia periode
2004-2012 ... 62
4 Uji Akar Unit Variabel Indeks Pembangunan
Manusia ... 63 5 Uji Akar unit Variabel Kemiskinan ... 64
6 Uji Kointegrasi antara Indeks Pembangunan
ABSTRAK
ANALISIS KAUSALITAS ANTARA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DAN KEMISKINAN PROVINSI-PROVINSI DI INDONESIA
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pola dan hubungan antara indeks pembangunan manusia (IPM) dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesi selama periode 2004-2012.
Penelitian ini menggunakan metode klassen typology untuk melihat pola hubungan, dan metode kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang dengan menggunakan data panel yang diproses dengan program eviews 7 dan SPSS.
Hasil penelitian dengan mengggunakan klassen typology menunjukkan bahwa ada 5 provinsi di Indonesia yang masuk kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh (kuadran I). Kategori daerah berkembang cepat (kuadran II) sebanyak 13 provinsi. Untuk kategori daerah maju tetapi tertekan (kuadran III) sebanyak 6 provinsi. Dan untuk kategori daerah relatif tertinggal (kuadran IV) sebanyak 10 provinsi. Sementara dari hasil uji kointegrasi menunjukkan tidak adanya hubungan jangka panjang antara indeks pembangunan manusia (IPM) dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah kekayaan nyata suatu bangsa yang sesungguhnya. Indonesia
adalah negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi yang dapat mendorong
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Pembangunan adalah suatu proses
perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan terus menerus. Tujuan dari adanya
pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi
rakyatnya untuk menikmati umur yang panjang, sehat, dan menjalankan
kehidupan yang produktif, karena hidup layak adalah hak setiap manusia yang
diakui universal.
Beberapa kalimat pembuka dalam Human Development Report (HDR)
pertama yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programme
(UNDP) pada tahun 1990 secara jelas menekankan pesan utama yang dikandung
oleh setiap laporan pembangunan baik ditingkat global, tingkat nasional maupun
di tingkat daerah, yaitu pembangunan yang berpusat pada manusia, yang
menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, dan bukan sebgai
alat bagi pembangunan. Pembangunan sumber daya manusia cenderung
memperlakukan manusia sebagai input dari proses produksi bukan sebagai tujuan
akhir.
Di Indonesia ukuran pembangunan yang digunakan selama ini yaitu, PDB
dan PDRB, tetapi ukuran tersebut tidak mampu menjelaskan pembangunan
dibutuhkan suatu indikator yang mampu menjelaskan seluruh aspek atau dimensi
kesejahteraan manusia dan dapat diterjemahkan kedalam sebuah kebijakan. Agar
konsep pembangunan manusia dapat mudah diterjemahkan ke dalam pembuatan
kebijakan, pembangunan manusia harus dapat diukur dan dipantau dengan mudah.
Pada Human Development Report (HDR) pertama tahun 1970, indeks
pembangunan manusia (IPM) mulai diperkenalkan, sebagai salah satu alat ukur
pembangunan manusia. IPM mengukur aspek-aspek yang relevan dengan
pembangunan manusia melalui indeks yang terdiri dari tiga komponen utama
yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (daya beli).
Indeks pembangunan manusia sebagai alat ukur tunggal yang menyajikan
ukuran kemajuan pembangunan yang lebih sederhana dan lebih menyeluruh dari
pada pertumbuhan PDRB perkapita. Indeks pembangunan manusia digunakan
untuk mengklasifikasi apakah sebuah negara dikatakan sebagai negara maju,
sedang berkembang atau negara terbelakang. Selain itu indeks pembangunan
manusia digunakan untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap
kualitas hidup dan mengukur tingkat kemiskinan masyarakat suatu negara.
IPM yang merupakan tolak ukur dari sebuah pembangunan memiliki
korelasi positif atau negatif terhadap kondisi kemiskinan di negara atau wilayah
tersebut, karena diharapkan sutau negara atau wilayah yang memiliki IPM yang
tinggi idealnya kualitas hidup masyarakat juga tinggi sehingga tingkat kemiskinan
negara tersebut semakin rendah. Tetapi pada kenyataannya IPM yang tinggi justru
tidak menjamin tingkat kesejahteraan masyarakt akan tinggi atau menjamin tingat
nilai agregat yang menggunakan prinsip rata-rata, sehingga terjadi
ketidakakuratan nilai IPM tersebut. Tingkat IPM untuk setiap propinsi di
Indonesia berbeda, dan tingkat IPM untuk daerah terpencil masih rendah, kondisi
ini disebabkan masih minimnya fasilitas pendidikan seperti kurangnya tenaga
pengajar, perbedaan kurikulum, tidak lengkapnya fasilitas buku dan sarana- sarana
penunjang proses belajar mengajar yang kurang lengkap dan rendahnya tingkat
kesehatan di daerah.
Kemiskinan juga merupakan salah satu masalah yang harus diperhatikan
dalam pembangunan, karena ukuran keberhasilan sebuah pembangunan suatu
negara dapat dilhat dari jumlah penduduk yang miskin. Istilah kemiskinan muncul
ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat
kemakmuran ekonomi sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu atau
dengan kata lain kemiskinan lazim dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dengan demikian kemiskinan
merupakan gejala yang berlawanan dengan ide dasar setiap pembangunan yang
ingin menggerakkan seluruh roda ekonomi rakyat guna mencapai taraf hidup yang
layak. Latar belakang terjadinya kemiskinan adalah bersumber dari proyek-proyek
yang selalu mengatasnamakan pembangunan dengan menggusur dan menindas
hak-hak rakyat miskin (Yustika,2003:5). Kemiskinan banyak ditemukan di
negara- negara yang sedang berkembang dan negara yang terbelakang.
Bertambahnya angka kemiskinan pada suatu wilayah merupakan indikator
terjadinya ketimpangan ekonomi baik secara mikro maupun makro. Bentuk
tangga dengan tingkat konsumsi dibawah ambang batas tertentu atau dibawah
garis kemiskinan. Sedangkan pada tingkat makro, kemiskinan merupakan suatu
indikator tingkat ketidaksejahteraan di suatu wilayah tertentu. Pemerintah pusat
dan daerah telah berupaya melaksanakan berbagai kebijakan dan
program-program penanggulangan kemiskinan namun masih jauh dari induk permasalahan.
Kebijakan dan program yang dilakukan belum menampakkan hasil yang optimal.
Oleh karena itu upaya untuk mengurangi kemiskinan perlu dikaitkan dengan
masalah kualitas hidup yang mengacu pada IPM. Karena IPM dan kemiskinan
merupakan dua hal yang dapat mempengaruhi pembangunan suatu negara, dan
saling berkaitan, maka penulis tertarik untuk membuat tulisan ilmiah yang
berjudul “Analisis Kausalitas antara IPM dan Kemiskinan di Provinsi-provinsi
Indonesia”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat ditulis adalah:
1. Bagaimana pola perkembangan tingkat IPM dan kemiskinan di Provinsi-
Provinsi Indonesia?
2. Apakah terdapat hubungan kointegrasi antara IPM dan kemiskinan di
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pola perkembangan tingkat Indeks Pembangunan
Manusia dan kemiskinan di Provinsi- Provinsi Indonesia.
2. Untuk mengetahui terdapat atau tidaknya hubungan konitegrasi antara
IPM dan kemiskinan di Provinsi- Provinsi Indonesia.
1.3.2Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan studi dan literatur tambahan bagi mahasiswa yang ingin
melakukan penelitian selanjutnya.
2. Sebagai penambah wawasan bagi peneliti yang berkaitan dengan
hubungan kausalitas antara IPM dan kemiskinan di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Indeks Pembangunan Manusia
Indeks pembangunan manusia pada awalnya dikembangkan oleh pemenang
nobel asal India yaitu Amartya Sen dan seorang ekonom Pakistan Mahbub Ul Hag
yang dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai
dari London Scholl of Economic pada tahun 1990. Sejak itu IPM digunakan oleh
PBB untuk mengukur perkembangan suatu negara dalam bentuk laporan tahunan
IPM. IPM tidak hanya digunakan untuk mengukur pengelompokan suatu negara
tetapi juga digunakan untuk mengukur pengelompokan suatu subnegara/ wilayah.
Di Indonesia perhitungan IPM pertama kali dilakukan pada tahun 1990 atas
kerjasama BPS dan UNDP. IPM yang dihasilkan tahun 1990 dan1993
menujukkan perbandingan antara provinsi di Indonesia, karena Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) sebagai sumber data perhitungan IPM baru
dilaksanakan pada tahun 1990, maka indeks sebelum tahun tersebut tidak dapat
dilakukan . Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indikator yang
menjelaskan bagaimana penduduk suatu wilayah mempunyai kesempatan untuk
mengakses hasil dari suatu pembangunan sebagai bagian dari haknya dalam
memperoleh pendidikan, kesehatan, pendapatan, dan sebagainya.
IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana
dari tiga indeks yang terdiri dari indeks harapan hidup yang diukur dengan
angka melek huruf pada penduduk dewasa dan rata-rata lama bersekolah, serta
indeks standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah
disesuaikan atau daya beli masyarakat.
Fungsi IPM serta indikator pembangunan manusia lainnya akan menjadi
kunci dalam terlaksananya perencanaan dan pembangunan yang terarah.
Perhitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki tujuan
penting diantaranya adalah:
1. Membangun indikator yang mengujur dimensi dasar pembangunan manusia
dan perluasan kebebasan memilih.
2. Memanfaatkan sejumah indikator untuk menjaga ukuran tersebut agar
sederhana.
3. Membentuk atu indeks komposit dari pada menggunakan sejumah indeks
dasar.
4. Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi.
2.1.1 Indikator- Indikator Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia
Indikator- indikator pengujuran indeks pembangunan manusia adalah
sebagai berikut:
1. Pendidikan
Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi suatu bangsa dan
merupakan salah satu saran untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan
manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung pada pendidikn.
Pentingnya pendidikan tercantum dalam UUD 1945 dan GBHN yang mengatakan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian pendidikan mempunyai peran
penting dalam kemajuan bangsa, ekonomi maupun sosial. Keadaan pendidikan
penduduk dapat diketahui dari bebrapa indikator seperti angka pastrisipasi
sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan dan angka melek huruf.
a. Angka Partisipasi Sekolah
Angka partisipasi sekolah merupakan indikator penting dalam pendidikan
yang menunjukan persentase penduduk usia 7-12 tahun yang masih terlibat
dalam sistem persekolahan.
b. Tingkat Pendidikan Teringgi yang Ditamatkan
Rendahnya tingkat pendidikan dapat menghambat jalannya pembangunan,
dengan demikian pendidikan yang tinggi sangat diharapkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keadaan seperti ini sesuai dengan
hakikat pendidikan itu sendiri yaitu merupakan usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah
yang berlangsung seumur hidup. Tingkat pendidikan tertingi yang ditamatkan
sering juga disebut dengan rata-rata lama bersekolah. Rata-rata lama
bersekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usi
15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikian formal.
c. Angka Melek Huruf
Salah satu variabel yang dapat dijadikan ukuran kesejahteraan sosial yang
merata adalah dengan melihat tingi rendahnya persentase penduduk yang
melek huruf. Tingat melek huruf atau sebaliknya tingkat buta huruf dapat
menulis yang dimiliki dapat mendorong penduduk untuk berperan aktif dalam
proses pembangunan. Angka melek huruf adalah peresentase penduduk usia
15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis.
2. Kesehatan
Kesehatah merupakan salah satu variabel kesejahteraan rakyat yang dapat
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat sehubungan dengan kualitas
kehidupannya. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal bagi
keberhasilan pembangunan bangsa karena dengan penduduk yang sehat,
pembangunan diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Variabel-variabel yang
menggambarkan tingkat kesehatan penduduk pada umumnya adalah:
a. Tingkat Kesakitan penduduk
Tingkat kesakitan penduduk terhadap penduduk dapat dilihat dari tingkat
keluhan penduduk terhadap kesehatannya. Dimana semakin banyak keluhan
maka, semakin buruk kesehatan di suatu negara atau daerah.
b. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan merupakan gambaran jumlah rumah sakit pemerintah dan
rumah sakit swasta beserta kapasitas daya tampung rumah sakit. Selain itu
menjelaskan jumlah puskesmas, puskesmas pembantu, balai pengobatan dan
posyandu.
c. Usia Harapan Hidup
Penduduk yang hidup berumur panjang, pada umumnya memiliki tingkat
kesehatan yang baik. Usia harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi
umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Usia
harapan hidup yang rendah harus diikuti dengan program pembangunan
kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehtan lingkungan,
kecukupan gizi dan kalori, serta pembrantasan kemiskinan. Usia harapan
hidup pada umur X adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani
sesorang yang telah berhasil mencapai umur X, pada satu tahun tertentu,
dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Usia
harapan hidup dihitung dengan rumus:
Indeks harapan hidup = LE−25
85−25
Dimana:
LE= Angka harapan hidup yang disesuaikan dengan standar global UNDP
d. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan menggambarkan jumlah dokter umum, dokter gigi, relawan
kesehatan, dokter spesialis, bidan dan perawat.
3. Tingkat Konsumsi atau Tingkat Pendapatan
Tingkat kesejahteraan penduduk dapat juga diukur dari oleh besarnya
pendapatan yang diterimanya. Namun demikian gambaran tingkat kesejahteraan
masyarakat melalui pendektan pendapatan sangat sulit dilakukan karena adanya
hambatan teknis lapangan terutama pada saat wawancara. Oleh karena itu
pendapatan keluarga diperkirakan dari data pengeluaran rumah tangga.
Pengeluaran rumah tangga dibedakan menrut pengeluaran makanan dan bukan
Di negara berkembang pengeluaran utnuk makanan masih merupakan
bagian terbesar dari keseluruhan pengeluaran rumah tangga. Sebaliknya di negara
maju pengeluaran untuk aneka barang dan jasa merupakan bagian terbesar dari
total pengeluaran rumah tangga. Untuk indiktor konsumsi dan pengeluaran umah
tangga, variabel yang digunakan adalah besarnya pengeluaran rill perkapita
penduduk miskin setiap tahunnya.
Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada
skala 0,0-100,0 dengan kategori sebagai berikut:
Tinggi : IPM lebih dari 80,0
Menegah Atas : IPM antara 66,0-79,0
Menengah Bawah : IPM antara 50,0-59,0
Rendah : IPM kurang dari 50,00
Indeks pembangunan manusia dihitung dengan menggunakan rumus:
IPM = 1
3 (x(1)+ x(2)+ x(3))
Dimana:
X(1) = indeks harapan hidup X(2) = indeks pendidikan X(3) = indeks standar hidup layak
Masing- masing indeks komponen IPM tersebut adalah perbandingan antara
selisih nilai suatu indikator maksimum dan minimum dari masing- masing
indikator tersebut, denga rumus:
x- indeks = x−min(x)
Dimana nilai dari maksimum dan minimum dari setiap indikator sesuai dengan
standar UNDP.
2.2 Konsep Kemiskinan
Istilah kemiskinan muncul ketika seorang individu atau sekelompok
individu yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimal dari standar
hidup tertentu. Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan
multidimensial sehingga pengertian kemiskinan sangat beragam sesuai dengan
evolusi ilmu pengetahuan atau perkembangan ilmu pengetahuan sosial. Defenisi
kemiskinan mengikuti pemikiran konvensional adalah terpenuhinya kebutuhan
sandang, kebuthan pangan, dan kebutuhan papan. Defenisi tersebut semakin
berkembang dengan terpenuhinya kebuthan sekunder dan tersier yang semakin
meningkat.
Pendukung Neo-Liberal mengatakan bahwa kemiskinan merupakan
persoaalan individu yang disebabkan karena kelemahan dan atau pilihan-piliahn
individu yang bersangkutan. Sementara kelompok pendukung teori Sosial
Demokrat mengatakan bahwa kemiskinan bukan merupakan persoalan individu,
melainkan merupakan persoalan struktural. Kemiskinan disebkan karena
ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakt akibat tersumbatnya akses
tertentu terhadap berbagai kemasyarakatan
Ukuran kemiskinan
menurut Nurkse (dalam Lincolin Arsyad, 1999) secara sederhana dan yang umum
1. Kemiskinan Absolut
Seseorang termasuk dalam golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk
menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk
menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin
kelangsungan hidup.
2. Kemiskinan Relatif
Seseorang masuk dalam golongan miskin relatif apabila telah mampu
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasrkan konsep
kemiskinan ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan apabila tingkat
hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis
atau akan selalu ada.
Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (1993:3)
menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan
karena dikehendaki oleh simiskin, melaikna karena tidak dapat dihindari dengan
kekuatan yang ada padanya. Menurut Suparlan (1995) kemiskinan dapt
diefenisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu
tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan
dengan standar kehidupan yang umum berlaku berlaku dalam masyarakt yang
Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya
terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang
tergolong sebagai orang miskin. Sedangkan menurut Jingham (2000) terdapat tiga
ciri utama pada negara berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat
dari terjadinya kemiskinan. Ciri pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang
tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan
tidak memiliki keterampilan dan keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola
konsumsi buruk sehingga hanya sebgaian kecil penduduk yang bisa menjadi
tenaga kerja produktif, akibatnya laju pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat.
Ciri ketiga, adalah penduduk terkonsentrasi pada sektor pertanian dan
pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalan zaman.
Hal ini karena penduduk tidak memiliki pilihan lain. Kepemilikan lahan rata-rata
per petani cukup sempit sehingga mereka terpaksa hidup untuk hanya sekedar
hidup.
Kemiskinan menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan /BKKBN
(1996:10) adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggub memeihara
dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu
memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut PBB defenisi kemiskinan adalah bahwa kemiskinan merupakan kondisi
dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan
dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan,
World Bank (2004) mendefenisikan masyarakat miskin sebagai mereka yang
hidup dalam keluarga yang kemampuan konsumsinya dibawah garis tertentu,
seperti dibawah 1 atau 2 Dollar per hari atau dibawah level yang ditetapkan
negara masing-masing. Sementara itu banyak faktor yang mempebagruhi baik
secara langsung maupun tida langsung tingkat kemiskinan, mulai dari
produktivitas, tenaga kerja, tingkat upah netto, distribusi pendapatan, kesempatan
kerja, tingkat, inflasi, pajak, dan subsidi, investasi, alokasi serta sumber daya
alam, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi,
transportasi, listrik, air bersih, dan lokasi permukiman), penggunaan teknologi,
tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam suatu wilayah, etos kerja dan
motivasi pekerja, budaya atau tardisi, politik, bencana alam dan peperangan,
sebagian faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain
(Tambunan,2001).
2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang masuk dalam kategori miskin.
Namun menurut World Bank setidaknya ada tiga faktor utama penyebab
kemiskinan yaitu:
1. Rendahnya pendapatan dan aset untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti:
makanan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan, dan pendidikan.
2. Ketidakmampuan untuk bersuara dan ketidakadaan kekuatan didepan
institusi negara dan masyarakat.
3. Rentan terhadap guncangan ekonomi, terkait dengan ketidakmampuan
Bank Dunia (World Bank) memiliki indikator-indikator kemiskinan yang
terdiri dari :
1. Kepemilikan tanah dan modal yang terbatas.
2. Terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
3. Pembangunan yang bias di kota.
4. Perbedaan kesempatan diantara anggota masyarakat.
5. Perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi
6. Rendahnya produktivitas.
7. Budaya hidup yang jelek.
8. Tata pemerintah yang buruk.
9. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.
Katarsasmita (1996) juga menjelaskan penyebab terjadinya kemiskinan
dimana akibat dari berbagai hal yang terdiri dari: pertama, rendahnya tingkat
pendidikan menyebabakan pengembangan diri yang terbatas. Kedua, rendahnya
tingakt kesehatan dimana tingkat kesehatan gizi yang rendah menyebabkan daya
tahan fisik, daya pikir dan prakarsa menjadi rendah. Dengan demikian
produktivitas yang dihasilkan menjadi berkuran, baik dalam jumlah maupun
kualitasnya. Akibat dari hal ini adalah bargaining position mereka dalam hampir
seluruh kegiatan ekonomi menjadi lemah. Ketiga, terbatasnya lapangan kerja.
Selama lapangan pekerjaan atau kegiatan usaha masih ada, harapan untuk
memutuskan lingkaran kemiskinan masih dapat dilakukan. Keempat, kondisi
keterisolasian. Dalam kondisi terpencil atau terisolasi penduduk akan kurang
Sedangkan menurut Sharp (1996) dari sudut pandang ekonomi terdapat tiga
penyebab kemiskinan, yaitu:
1. Kemiskinan yang muncul karena ketidaksamaan pola kepemilikan sumber
daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk
miskin hanya memiliki sumber daya dengan jumlahterbatas dan kualitasnya
rendah.
2. Kemiskinan yang muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya
manusia. Kualitas sumber daya yang rendah berarti produktivitasnya rendah,
yang pada gilirannya mendapatkan upah yang rendah, rendahnya kualitas
sumber daya ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung,
adanya diskriminasi atau keturunan.
3. Kemiskinan yang muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendefinisikan
kemiskinan sebagai kondisi dimana di mana seseorang atau sekelompok orang,
laki-laki dan peremuan tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar terdiri dari
hak-hak yang dipahami masyarakt miskin sebagai hak-hak mereka untuk dapat menikmati
kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan
perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain terpenuhinya
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,air bersih,
pertahanan sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan
atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin, Bappenas
mengguankan pendekatan utama, antara lain:
1. Pendekatan kebutuhan dasar ( Basic needs approach)
Pendekatan kebutuhan dasar ini melihat kemiskinan sebagai suatu
ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenui
kebutuhan minimum yang terdiri dari pangan, papan, pelayanan kesehatan,
pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
2. Pendekatan pendapatan (income approach)
Pendekatan ini menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh rendahnya
penguasaan aset dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau
perkebunan sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang
dalam masyarakat.
3. Pendekatan kemampuan dasar ( human capabilty approach)
Pendektan ini menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar
seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal
dalam masyarakat.
4. Pendekatan subjektif dan objektif
Pendekatan subjektif atau lebih sering dikenal sebagai pendekatan
kesejahteraan ( the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif
dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan.
Dari pendekatan-pendekatan tersebut, Bappenas menguraikan
1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan dilihat dari stok pangan yang
terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi
bayi, anak balita dan ibu.
2. Terbatasnya askes dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh
kesulitan mendapatkan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan
dasar, kurangnya pemahaman terhadap prilaku hidup sehat, kurangnya
layanan kesehatan reproduksi, jarak fasilitas kesehatan yang jauh, biaya
perawatan dan pengobatan yang mahal.
3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan
oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya
pendidikan yang mahal, kesempatan memeperoleh pendidikan terbatas,
tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun biaya tidak
langsung.
4. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap
aset dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi
pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan
pembantu rumah tangga.
5. Terbatasnya akses kesehatan dan sanitasi. Masyarakt miskin yang tinggal di
kawasan nelayan, pingiran hutan dan pertanian lahan kering kesulitan
memperoeh perumahan dan lingkungan pemukiman yang sehat dan layak.
6. Terbatasnya akses terhadap air bersih kesulitan medapatkan air bersih
terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan
7. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin
menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah
serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian.
8. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta
terbatasnya skses masyarakat akses terhadap sumber daya alam.
9. Lemahnya jaminan rasa aman. Hal ini terkait dengan permasalahan yang
terjadi di daerah konflik.
10. Lemahnya partisipasi. Rendahnya pasrtisipasi masyarakat miskin dalam
perumusan kebijakan juga disebabkan kurangnya informasi baik mengenai
kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang
melibatkan mereka.
11. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan
keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi.
2.3 Penelitian Sebelumnya
Analisis kauslitas antara indeks pembangunan manusia dengan kemiskinan
selalu menarik untuk diteliti. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan antara
indeks pembangunan manusia tidak selamanya ditemukan hubungan yang timbal
balik diantara kedua variabel. Berikut beberapa hasil penelitian yang dilakukan
dengan studi kasus yang berbeda.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Sofilda, Zilal Hamzah, dan Sholeh
dengan judul Human Development And Poverty In Papua Province (An Analysis
Of Simultaneous Approach On Panel Data Regression) dengan menggunakan
Kabupaten di Provinsi Papua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor
ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadapi indeks pembangunan
manusia, sementara tingkat kemiskinan, pengeluaran pemerintah dibidang
pendidikan dan kesehatan tidak memiliki dampak terhadap Indeks Pembangunan
Manusia.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Renny Risqiani, Zilal hamzah, Eleonora
Sofilda dengan judul Human Develompent Quality And Its Problem In Indonoesia
(2012). Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel, di 20 provinsi di
Indonesia, pada periode 1993-2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap kualitas pembangunan manusia, sementara itu pendapatan
perkapita, pertumbuhan penduduk, tingkat pengangguran, memiliki pengaruh
yang negatif dan signifikan terhadap kuallitas pembangunan manusia.
2.4 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka konseptual
Penelitian ini akan membahas tentang analisis kausalitas antara Indeks
pembangunan manusia dengan kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan latar
belakang dan tinjauan pustaka di atas, dapat ditarik sebuah kerangka pemikiran
tinjauan pustaka dari penelitian ini seperti yang tampak pada gambar kerangka
konseptual 2.1 di atas. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM)
2.4.1Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas,
maka dibuat hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan kointegrasi antara IPM dan kemiskinan di Provinsi-
BAB III
METODE PENELITAN
Metode penelitian adalah sekumpulan langkah, peraturan kegiatan atau
prosedur yang akan dilakukan dengan mengumpulkan data atau informasi oleh
pelaku suatu disiplin ilmu guna memecahkan permasalahan dan menguji
hipotesis penelitian, metodologi penelitian juga merupakan analisis teoritis
mengenai suatu cara atau metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji Analisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan
kemiskinan Provinsi-Provinsi di Indonesia ( Metode Kointegrasi) selama kurun
waktu 2003-2012. Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di 33 provinsi di
Indonesia.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder
yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, catatan-catatan, internet, serta
sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data sekunder,
yaitu data yang telah tersedia dan telah diproses oleh pihak-pihak lain sebagai
hasil atas penelitian yang telah dilakukan. Sumber data sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) berupa Indeks
Pembangunan Manusia dan tingkat kemiskinan yang dilihat dari jumlah penduduk
Penelitian ini menggunakan jenis data panel yaitu gabungan antara data time
series (selama 9 tahun yakni 2004-2012) dan data cross section untuk
provinsi-provinsi sebanyak 33 provinsi-provinsi, sehingga membentuk data yang diobservasi
sebanyak 297 data (33 provinsi selama 9 tahun), data panel digunakan agar dapat
diperoleh hasil estimasi yang lebih baik karena terjadi peningkatan observasi.
Dalam proses pengolahan data, penelitian ini menggunakan software berupa
E-views dan Microsoft Excel.
3.3 Metode Analisis
Metode analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis
kuantitatif denagn menggunakan data panel dan Tipologi Klassen (Klassen
Typology). Tipologi Klassen digunakan untuk melihat pola hubungan indeks
pembangunan manusia (IPM) dan tingkat kemiskinan provinsi-provinsi di
Indonesia. Selain itu uji kointegrasi ( Cointegration test) juga dilakukan dalam
penelitian ini, uji ini dilakukan untuk melihat hubungan keseimbangan jangka
panjang antara IPM dan kemiskinan. Pengujina kointegrasi dilakukan untuk
mengetahui apakah antar variabel dependen dan variabel independen terdapat
hubungan atau keterkaitan sehingga dapat digunakan sebagai estimasi jangka
panjang.
3.3.1Tipologi Klassen
Tipologi klassen digunakan untuk mengidentifikasi sektor subsektor atau
unggulan suatu daerah, dan melihat kemajuan suatu daerah. dalam hal ini tipologi
yang menjadi acuan atau kemiskinan nasional. Analisis tipologi kalssen dapat
dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 3.1
Klasifikasi Pola IPM Dan Kemiskinan Menurut Tipologi Klassen
Sumber: Arsyad (2010)
Keterangan:
rdi = jumlah penduduk miskin per Propinsi rni = Jumlah penduduk Miskin Nasional ydi = IPM per Propinsi
yni = IPM Nasional
Melalui analisis Tipologi Klassen diperoleh empat karakteristik pola dan
struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu: daerah cepat maju dan cepat
tumbuh ( high growth and high income), daerah maju tetapi tertekan ( High
Income but low growth), daerah berkembang cepat ( high growth but income), dan
3.3.2Uji Akar Unit ( Unit Root Test).
Uji akar unit (Unit Root test) digunkan untuk mengetahui apakah data panel
yang digunakan stasioner atau tidak stasioner, salah satu cara yang dapat
digunakan adalah dengan menggunakan uji akar unit ( unit root test). Uji stasioner
juga perlu dilakukan pada panel data, karena panel data merupakan gabungan dari
data cross section dan data time series. Uji stasioner pada data time series berbeda
dengan uji stasioner pada data panel, hal ini dikarenakan adanya pengaruh waktu
dan individual. Uji akar unit pada data panel adalah pengembangan dari uji akar
unit pada time series, yang dapat dijelaskan dalam model:
Xit= ρt x + yitδit+ εit...(3.1)
i = 1,2,...,N (jumlah individu) t = 1,2,...,T (jumlah periode individu)
jika diasumsikan α = ρ-1 dengn lag ρi dan bervariasi antara cross section maka uji
hipotesisinya:
H0: α = 0 (mempunyai akar unit)
H1 : α < 0 ( tidak mempuyai akar unit)
Ide dasar uji akar unit untuk mengetahui apakah data stasiner atau tidak
adalah jika nilai ρt = 1 maka dikatakan bahwa variabel random X memunyai akar
unit (unit root). Jika data panel memiliki akar unit maka dapat dkatakan bahwa
data tersebut tidak stasioner karena bergerak secara random (random walk).
Sehinnga jika kita melakukan regresi Xit pada lag Xit-1dan memperoleh nilai ρt =
1 maka data dikatakan tidak stasioner. Formula uji akar unit dengan dasar ADF
(Augmented Dickey-Fuller) adalah:
Jika diasumsikan α = ρ-1 dengan lag pi dan bervariasi antar cross section, maka
uji hipostesisnya adalah:
H0: α = 0 (mempunyai akar unit)
H1 : α < 0 (tidak mempnyai akar unit)
Untuk menetukan apakah data stasioner atau tidak stasioner adalah dengan
cara membandingkan nilai stasistik dengan nilai kritisnya. Jika nilai kritisnya
lebih besar daripada nilai statistik maka data tidak stasioner,dan sebaliknya jika
data statistik leih besar dari nilai kritis maka data yang diamati menunjukkan
adanya stasioner.
3.3.3Uji Kointegrasi ( Cointegration Test)
Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui apakah antar variabel dependen
dan variabel independen terdapat hubungan atau keterkaitan sehingga dapat
digunakan sebagai estimasi jangka panjang. Kointegrasi adalah suatu hubungan
jangka panjang antara variabel-variabel yang meskipun secara individual tidal
stasioner, tetapi kombinasi linear antara variabel tersebut menjadi stasioner.
Terdapat perbedaan metode metode dalam menguji kointegrasi pada data panel.
Metode yang digunakan untuk melakukan ui kointegrasi adalah pengembangan
dari uji kointegrasi pada data time series, seperti metode Pedroni dan Koo yang
menggunakan dasar tes kointegrasi Engle-Granger dan Combinied individual Test
(Fisher/ Johansen).
Adapun formula regresi untuk melakukan uji kointegrasi yaitu:
Xit = αt + δt+ β1t Y1it+ β2t Y2it+....+ βMt XMit+εit...(3.3)
ʄ=1
εit= ρitεit-1 + uit...(3.4)
atau
εit= ρtεit-1 + ∑pi μitΔεit-1 + uit...(3.5)
Dari estimasi nilai statistiknya, kemudian dibandingkan dengan nilai
kritisnya, adapun nilai statisti diperoleh dari nilai ρt. Jika nilai statistiknya lebih
kecil dari nilai kritisnya maka variabel-variabel yang diamati mempunyai
hubungan jangka panjang atau variabel-variabel tersebut saling berkointegrasi.
Sebaliknya jika nilai statistiknya lebih besar dari nilai kritisnya maka
variabel-variabel yang diamati tersebut tidak berointegrasi atau tidak memiliki hubungan
jangka pangjang.
3.4 Defenisi Operasional
1. Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan ukuran agreat kualitas
manusia yang dihitung melalui perbandingan dari angka harapan hidup,
pendidikan dan standar hidup layak, dalam persen per tahun
2. Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidak mampuan dalam memenuhi
kebutuhan dasar (dalam ribuan per tahun).
3. Tingkat pendidikan merupakan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas.
4. Angka harapan hidup adalah rata-rata tahun yang dapat dijalani oleh
seseorang selama hidup.
5. Standar hidup layak merupakan tingkat kesejahteraan penduduk yang diukur
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Geografis
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman bentuk
muka bumi, baik di daratan maupun di dasar laut. Selain keragaman bentuk muka
bumi, Indonesia juga diperkaya dari letak astronomi dan letak geografis.
Berdasarkan letak astronomi Indonesia terletak di antara 6o 08’Lintang Utara dan
11o 15’ Lintang Selatan dan 94o 45’-141o 05’ Bujur Timur. Berdasarkan letak
astronominya Indonesia dilalui garis ekuator atau garis khatulistiwa yang terletak
pada garis lintang 0o. Letak astronomi ini menyebabkan wilayah Indonesia berada
pada zona iklim tropis dan wilayah Indonesia terbagi atas tiga daerah waktu yaitu:
Waktu Indonesia Bagaian Barat (WIB), Waktu Indonesia Bagaian Tengah
(WITA), dan Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT).
Berdasarkan letak geografisnya Indonesia berada diantara Benua Asia dan
Benua Australia, serta berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Berdasarkan posisi geografisnya Indonesia memiliki batas-batas yaitu, batas utara
berbatasan dengan negara Malaysia, Singapura, Filipina dan Laut Cina Selatan.
Batas selatan adalah negara Australia, dan Samudera Hindia, batas timur adalah
negara Papua Nugini, Timur Leste, dan Samudera Pasaififik, batas barat adalah
Samudera hindia.
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 33 provinsi yang
1. Pulau Sumatera: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung.
2. Kepulauan Riau: Kepulauan Riau.
3. Kepulauan Bangka Belitung: Kepulauan Bangka Belitung.
4. Pulau Jawa: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, DI Yogyakarta,
dan Jawa Timur.
5. Kepulauan Nusa tenggara (Sunda Kecil): Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur.
6. Pulau Kalimantan: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur,
dan Kalimantan Selatan.
7. Pulau Sulawesi: Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, dan Sualwesi Barat.
8. Kepulauan Maluku: Maluku dan Maluku Utara.
9. Pulau Papua: Papua dan Papua Barat.
4.2 Keadaan Demografi
Penduduk merupakan indikator penting dalam sebuah pemabngunan, tanpa
adanya penduduk proses pembangunan tidak akan dapat dilakukan. Jumlah
penduduk yang besar merupakan modal dalam melakukan kegiatan ekonomi,
karena penduduk menyediakan tenaga kerja yang akan menghasilakan output bagi
pembangunan. Jumlah penduduk yamg tinggi juga harus diimbangi dengan
kualitas penduduk dan tenaga kerja yang juga tinggi. Penduduk yang tinggi
menghasilkan masalah dalam proses pembangunan, dan harus mendapat perhatian
dan penanganan yang serius.
Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk
Indonesia sebesar 237.461.326 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk
laki-laki sebanyak 119.630.913 jiwa, dan jumlah penduduk perempuan
sebanyak118.010.413 jiwa. Indonesia memiliki luas laut sekitar 7,9 juta km2 atau
sekitar 81 persen dari keseluruhan luas Indonesia dengan lebih kurang 17.000
buah pulau. Berdasarkan sensus penduduk (SP) pada tahun 1971-2010 jumlah
penduduk Indonesia mengalami kenaikan dua kali lipat selama hampir 40 tahun
dari sekitar 118 juta pada tahun 1971 menjadi 237 juta pada tahun 2010.
Dengan luas Indonesia yang sekitar 1.910.931 km2, maka rata-rata tingkat
kepadatan penduduk Indonesia adalah sekitar 124 jiwa pe km2. Laju pertumbuhan
penduduk Indonesia pada periode 1990-2000 diperkirakan berada pada angka 1,40
persen. Pada periode 2000-2010 laju pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan
menjadi 1,49 persen per tahun. Berdasarkan wilayah, laju pertumbuhan tertinggi
berada ada provinsi Papua (5,39 persen) dan terendah berada pada provinsi Jawa
Tengah (0,37 persen). Distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentarsi di
Pulau Jawa yaitu sebesar 57,49 persen, Pulau Sumatera sebesar 21,31 persen,
Pulau Sulawesi sebesar 7,31 persen, sebesar 5,80 persen di Pulau Kalimantan,
sebesar 5,50 persen terkonsentarsi pada Pulau Nusa Tenggara serta Pulau Maluku
Tabel 4.1
Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi-Provinsi di Indonesia
Provinsi
1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010Nanggro Aceh Darusalam 2,93 2,72 1,46 2,23
Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah provinsi dengan penduduk
terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar 43.021.826 orang, 37.476.011 orang dan
32380.687 orang untuk provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan provinsi, DKI Jakarta adalah provinsi dengan tingkat kepadatan
penduduk terbanyak yaitu sebesar 14.440 orang per km2, dan provinsi Papua
adalah provinsi yang tingkat kepadatan penduduknya terendah, yaitu sebesar 8
orang per km2. Sementara laju pertumbuhan penduduk terendah adalah laju
pertumbuhan provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 0,37 persen, diikuti oleh
provinsi Jawa Timur sebesar 0,76 persen, Kalimantan Barat (0,91 persen), 1,04
persen laju pertumbuhan Yogyakarta, dan Suamtera Utara sebesar 1,10 persen.
Sedangkan provinsi dengan laju pertumbuhan tertinggi yaitu provinsi Papua
sebesar 5,39 persen, Kepulauan Riau sebesar 4, 95 persen, dan diikuti oleh
provinsi Kalimantan Timur sebesar 3,81 persen, Papua Barat (3,71 persen), Riau
(3,58 persen), Kepulauan Bangka Belitung (3,14 persen), Maluku (2,80 persen),
Banten (2,78 persen), Sulawesi Barat (2,68 persen), Jambi (2,56 persen).
4.3 Kondisi Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara nasional mengalami peningkatan
pada tahun 2011-2013. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar
5,78 persen dibandingkan tahun 2012. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas
dasar harga konstan paa tahun 2013 mencapai Rp.2.770,3 triliun, naik Rp.151,4
triliun pada tahun 2012 (Rp.2618,9 triliun). Jika diliht berdasarkan harga berlaku,
PDB tahun 2013 naik sebesar Rp.854,6 triliun, yaitu dari Rp.8.229,4 triliun pada
pertumbuhan meskipun pertumbuhan sektor bervariasi. Pertumbuhan sektor
ekonomi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Nilai PDB Menurut Lapangan UsahaTahun 2011-2013, Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Tahun 2013
Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (triliun Rupiah) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (triliun Rupiah)
Laju
Pertumbuhan tertinggi pada tahun 2013 terjadi pada sektor Pengangkutan
dan Komunkasi yang mencapai 10,19 persen, diikuti oleh sektor Keuangan
Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 5,58 persen, sektor Industri dan
Pengolahan5,56 persen, sektor Jasa-jasa 5,46 persen, Pertanian sebesar 3,54
persen, dan sektor Pertambangan dan Penggalian 1,34 persen. Sedangkan
pertumbuhan sektor tanpa Migas pada tahun 2013 sebesar 6,25 persen dan lebih
tinggi dibanding nilai pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 5,78 persen.
Sektor Industri Pengolahan memberikan kontribusi besar terhadap total
pertumbuhan PDB, dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,42 persen, yang diikuti
oleh sektor Perdaangan, Hotel dan Restoran yaitu sebesar 1,07 persen, sektor
Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 1,03 persen. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), besaran PDB berdasarkan harga
berlaku mencapai Rp.9.040,0 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan (tahun
2000) mencapai Rp.2.770,3 triliun. Secara triwulan IV-2013 PDB Indonesia
mengalami penurunan sebesar 1,42 persen jika dibandingkan dengan PDB
triwulan III-2013, akan tetapi mengalami peningkatan bila dibading dengan PDB
triwulan IV-2012 sebesar 5,72 persen.
Penurunan ini disebabkan karena penurunan kontribusi dari sektor pertanian
yaitu sebesar 22,84 persen, sementara sektor lainnya mengalami pertumbuhan
yang positif yaitu Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tumbuh sebesar 6,10 persen,
Sektor Konstruksi tumbuh sebesar 4,45 persen, Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi sebesar 2,36 persen, Sektor Industri Pengolahan tumbuh sebesar 1,72
persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh sebesar 1,72 persen, Sektor
dan Restoran sebesar 1,44 persen, 0,50 persen pada Sektor keuangan, Real Estate
dan Jasa Perusahaan.
Berdasarkan wilayah Pualu Jawa dengan tiga provinsi terbesarnya yaitu DKI
Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat memberikan sumbangan sebesar 57,78 persen
dari PDB tahun 2013. Secara kuantitatif kegiatan-kegiatan sektor sekunder dan
tersier masih terkonsentari di wilayah ini, sementara sektor primer terkonsentarasi
di luar Jawa.
4.4 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Pembangunan manusia di Indonesia secara umum telah mengalami
peningatan selama periode 1996-2007, akan tetapi pada periode 1996-1999
pembangunan manusia mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena keadaan
perekonomiaan negara yang sedang memburuk pada periode tersebut akibat
dampak dari krisis ekonomi. Setahun sebelum terjadi krisis, IPM Indonesia
mencapai angka 67,7 angka ini lebih tingi dari beberapa negara Asia Tenggara
seperti Vietnam, Camboja, dan Myanmar akan tetapi pertengahan tahun 1997 IPM
Indonesia bergerak turun menjadi 64,3 pada tahun 1999. Hal ini menyebabkan
posisi Indonesia turun ke peringkat ke 110 dari 177 negara, dari sebelumnya
Indonesia berada di peringkat 99 dari 177 negara.
Berdasarkan laporan Uniteds Nations Developments Programs(UNDP)
pada tahun 2004, peringkat IPM Indonesia meningkat menjadi urutan ke 108 dari
177 negara. Urutan ini masih lebih baik dibandingkan dengan Kamboja yang
berada pada urutan 129, Myanmar pada urutan 130 dan Vietnam pada urutan ke
bawah negara Asia tengara lainnya seperti Singapore yang berada pada peringkat
ke 25, Brunei Darusalam pada peringkat 35, Malaysia urutan ke 61, Thailand
urutan 74, dan Philipina pada urutan ke 84.
Perkembangan IPM Indonesia mengalami peningkatan seiring membaiknya
perekonomian Indonesia, pada tahun 2007 IPM Indonesia naik mencapai 70,6.
Perkembangan IPM pada periode ini dapat terjadi karena adanya perubahan satu
atau lebih dari komponen IPM tersebut. Perubahan tersebut dapat berupa
peningkatan atau penurunan besaran persen/rate dari komponen IPM angka
harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama bersekolah dan pengeluaran riil
per kapita. Perubahan ini disebabkan karena beberapa faktor.
Selain dari perubahan komponen IPM peningkatan IPM juga dipengaruhi
oleh kebijakan pemrintah yang menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu.
Peningkatan komponen IPM Indonesia, seperti rata-rata lama bersekolah
mengalami kenaikan sebesar 1,37 persen, angka melek huruf meningkat sebesar
0,61 persen, sementara angka harapan hidup dan pengeluaran rill perkapita
masing- masing meningkat sebesar 0,56 persen dan 0,21 persen.
Pada grafik dibawah ini terlihat terjadi peningkatan IPM di Indonesia setiap
tahunnya, kecuali pada tahun 1999, IPM Indonesia mengalami penurunan yang
sangat tajam, dari 67,7 pada tahun 1996 menjadi 64,3, hal ini disebabkan karena
kondisi krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. IPM Indonesia mengalami
peningkatan pada tahun 2002 yaitu sebesar 65,8 dan terus mengalami peningkatan
pada tahun 2004 IPM Indonesia mencapai angka 68,7 tahun 2005(69,6) dan
IPM kembali meningkat pada tahun 2007 (70,59), tahun 2008 (71,17) tahun 2009
(71,76), tahun 2010 (72,20), tahun 2011 meningkat menjadi 72,77 dan pada tahun
2012 meningkat menjadi 73,29. Peningkatan nilai IPM ini seiring dengan
membaiknya kondisi perekonomian Indonesia.
Gambar 4.1
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia Tahun (1996-2012)
Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS),
pada tahun 2011 mengenai IPM Indonesia berdasarkan provinsi, menempatkan
provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi dengan IPM tertinggi yaitu sebesar 77,97.
Pada peringkat lima tertinggi selanjutnya diikuti oleh provinsi Sulawesi Utara
dengan IPM sebesar 76,54, provinsi Riau ( 76,53), provinsi DI Yogyakarta
(76,32), dan provinsi Kalimantan Timur (76,22). Sementara itu peringkat lima
67.7
64.3 65.8
68.7
69.6 69.41
70.59 71.17
71.76 72.27
72.77 73.29
provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 66,23, Nusa Tenggara Timur (67,75),
Maluku Utara (69,47), dan Irian Jaya Barat (69,65).
Secara Nasional, rata-rata IPM Indonesia adalah sebesar 72,77, dengan
provinsi Bali dengan IPM sebesar 72,48, dan provinsi Jawa Barat 72,73 yang
berada di sekitar rata-rata IPM nasional. Terjadinya glombang fluktuasi yang
berbeda antara provinsi-provinsi di Indonesia ini disebabkan karena perbedaan
keberhasilan dalam upaya perbaikan komponen-komponen IPM seperti
pendidikan, kesehatan an pendapatan di setiap provinsi.
Pada tahun 2012 angka IPM provinsi Indonesia mengalami peningkatan
meskipun perubahannya relatif kecil antara satu tahun dengan tahun yang lainnya.
Dan peringakat tertinggi pada tahun 2012 tetap diduduki oleh provinsi DKI
Jakarta sebesar 78,33, dan diikuti oleh provinsi Sulawesi Utara sebesar 76,95, dan
provinsi Riau sebesar 76,90 dan DI Yogyakarta 76,75, Kalimantan Timur 76,71.
Urutan peringkat provinsi ini sama dengan urutan peringkat pada tahun 2011,
diman peringkat terendah diduduki oleh Provinsi Papua dengan IPM sebesar
Tabel 4.3
IPM 33 Provinsi di Indonesia tahun 2008-2012
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012
4.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Perkembangan angka kemiskinan di indonesia sejak tahun 1976 hingga 2011
telah banyak mengalami penurunan baik dalam jumlah maupun persentase. Pada
tahun 1976, ada 40% atau sekitar 54 juta jiwa penduduk indonesia berada di
bawah garis kemiskinan. Pada tahun 1996, atau selama dua dekade jumlah
penduduk miskin berkurang menjadi 22,5 juta jiwa atau 13,7%. Pada tahun 1998
setelah krisis ekonomi penduduk miskin meningkat menjadi 49,5 juta jiwa atau
hampir 25%. Pada periode 2005-2009 angka kemiskinan menurun antara 0,8
sampai 1,27 persen pertahun dan mampu mengentaskan hampir 7 juta jiwa dari
kemiskinan selama periode tersebut. Sedangkan pada bulan Maret 2011 jumlah
penduduk miskin sebesar 30,02 juta jika (12,49%, jika dibandingkan dengan
bulan maret tahun 2010 yaitu 31,02 juta jiwa (13,33%) maka telah terjadi
penurunan angka kemiskinan secara signifikan yaitu sekitar 1 juta jiwa atau telh
terjadi penurunan angka kemiskinan sebeara 0,84%.
Berdasarkan data BPS dan World Bank di tingkat dunia penurunan tingkat
kemiskinan di Indonesia termasuk tercepat jika dibandingkan dengan negara
lainnya seperti Thailand, Kamboja, Cina dan Brazil yang hanya berada di kisaran
0,1% pertahun, bahkan India mencatat hasil minus atau terjadi penambahan
jumlah penduduk miskin. Meskipun Indoesia mampu menurunkan jumlah
penduduk miskin secara umum, masih terdapat disparitas antar provinsi, ada
provinsi yang mampu mengurangi jumlah penduduk miskin dengan cepat dan ada
juga yang berjalan lambat. Persebaran penduduk miskin di Indonesia juga tidak
perkotaan dan pedesaan, dengan jumlah tertinggi berada di pedesaan, dengan
persentase terbesar berada di Pulau Jawa, disusul Pulau Sumatera.
Berdasarkan provinsi, jumlah penduduk miskin terbesar berada di provinsi
Jawa Timur yaitu sebesar 5356,21 pada tahun 2011 dan mengalami penurunan
pada tahun 2012 menjadi 4960,50. Disusul provinsi Jawa Tengah dengan jumlah
penduduk miskin sebesar 5107,36 (tahun 2011) menjadi 4863,40 (tahun 2012),
dan provinsi Jawa Barat 4648,63 (tahun 2011) menjadi 4421,50 pada tahun 2012.
Provinsi Sumatera Utara sebesar 1481,31 pada tahun 2011 menurun menjadi
1378,40 pada tahun 2012, disusul provinsi Sumatera Selatan sebesar 1298,71 pada
tahun 2011 menurun menjadi 1042,00 pada tahun 2012.
Sedangkan provinsi dengan jumlah penduduk miskin terkecil berada di
provinsi Kepulauan Riau dengan jumlah penduduk miskin sebesar 129,56 pada
tahun 2011 dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 131,2 , disusul
provinsi Maluku Utara sebesar 97,3 pada tahun 2011 dan pada tahun 2012
menurun menjadi 88,3, dan provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 72,06
pada tahun 2011 dan 70,2 pada tahun 2012. Secara umum jumlah penduduk
miskin di setiap provinsi di Indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya
meskipun beberapa tahun tertentu jumlah penduduk miskin di beberapa provinsi
mengalami peningkatan seperti provinsi Papua yang mengalami peningkatan
jumlah penduduk miskin dari tahun 2011 sebesar 944.790 menjadi 976.400 pada
Tabel 4.4
Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi tahun 2008-2012 (dalam ribuan)
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012
4.6 Klasifikasi Daerah Menurut Typology Klassen
Analisis tipologi klassen digunakan untuk mengklasifikasi seluruh
provinsi-provinsi di Indonesia menjadi empat karakteristik pertumbuhan ekonomi.
Tabel 4.5
Nilai Indeks Pembangunan Manusia dan Kemiskinan 33 Provinsi di Indonesia
No Provinsi Penduduk Miskin
(Ribuan) IPM
21 Kalimantan Tengah 148.00 75.46
22 Kalimantan Selatan 189.90 71.08
23 Kalimantan Timur 253.30 76.71
24 Sulawesi Utara 189.10 76.95
25 Sulawesi Tengah 418.60 72.14
26 Sulawesi Selatan 825.80 72.7
27 Sulawesi Tenggara 316.30 71.05
28 Gorontalo 186.90 71.31
Berdasarkan data pada tabel tersebut diatas, maka 33 provinsi di Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi 4 klasifikasi sesuai dengan analisis Tipoligi
Kalssen yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.2
0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00
1. Kuadran I
Provinsi di Indonesia yang masuk ke dalam kuadran I yaitu daerah cepat maju
dan daerah cepat tumbuh adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat,
Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Daerah ini masuk ke dalam kategori
kuadran I karena laju kemiskinan provinsi ini lebih rendah dan indeks
pembangunan manusia provinsi ini lebih besar dari rata-rata nasional. Sebagai
daerah cepat maju dan cepat tumbuh, Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa
Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara memiliki tingkat IPM yang
tinggi.
2. Kuadran II
Daerah pada kuadran II merupakan daerah berkembang cepat, dan provinsi di
Indonesia yang masuk ke dalam kategori berkembang cepat adalah Provinsi,
Sumatera Barat, Jambi, Riau, Yogyakarta, DKI Jakarta, Kepulauan Riau,
Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan
Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Barat. Provinsi ini masuk ke dalam kategori
kuadran II karena laju kemiskinan provinsi ini di atas rata-rata kemiskinan
nasional, sedangkan rata-rata indeks pembangunan manusia lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata nasional.
3. Kuadran III
Daerah pada kuadran III merupakan daerah yang maju tetapi tertekan.
Provinsi-provinsi yang masuk pada kategori kuadran III yaitu adalah Provinsi
Jawa Timur, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat,
di atas rata-rata kemiskinan nasional, akan tetapi indeks pembangunan manusia
provinsi ini berada di bawah rata-rata nasional.
4. Kuadran IV
Kuadran IV merupakan daerah relatif tertinggal, yaitu daerah dengan laju
kemiskinan yang lebih rendah dibanding rata-rata nasional dan indeks
pembangunan manusia juga lebih rendah dibading rata-rata nasional.
Provinsi-provinsi di Indonesia yang masuk ke dalam kategori kuadran IV adalah
Provinsi Sulawesi Selatan, Banten, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Maluku,
Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Papua
Barat.
4.6 Hubungan Antara Indeks Pembangunan Manusia dan Kemiskinan
Hubungan antara indeks pembangunan manusia dan kemiskinan dalam hal
ini ditunjukkan melalui scatter plot yang diproses dengan menggunakan program
SPSS. Scatter plot atau scatter diagram adalah gambaran grafis yang terdiri dari
titik-titik dari nilai sepasang variabel (variabel X dan variabel Y). Scatter polt
berfungsi untuk melihat hubungan dan seberapa kuat hubungan dari variabel yang
digunakan dalam peneltian ini, serta jenis hubungan dari dua variabel tersebut
Gambar 4.3
Scatter Plot Provinsi Indonesia
Dari hasil scatter plot seperti yang tertera di atas, dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara variabel indeks pembangunan manusia dan kemiskinan di
seluruh provinsi-provinsi di Indonesia adalah hubungan yang negatif dan tidak
signifikan. Semakin tinggi capaian indeks pembangunan manusia, maka tingkat
kemiskinan akan semakin menurun. Hal ini terlihat dari nilai koefisien R2 Liner