• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pengelolaan Pewakafan Tanah Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pengelolaan Pewakafan Tanah Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN PEWAKAFAN TANAH

PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : YUENDRIS NIM : 110200060

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN PEWAKAFAN TANAH

PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk meglengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 110200060 YUENDRIS

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

Nip. 196002141987032002 (Suria Ningsih, SH, M.Hum)

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Affan Mukri, SH, M.S)

(3)

ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN PEWAKAFAN TANAH PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN

Di dalam praktik pelaksanaan perwakafan tanah ini sebelum diatur dalam Hukum Agraria Nasional, pelaksanaannya sangat sederhana yaitu cukup ditandai oleh adanya rasa kepercayaan dan terpenuhinya beberapa unsur dan syarat tertentu sesuai dengan ajaran hukum Islam saja. Dengan cukup diikrarkan di hadapan nadzir serta disaksikan oleh beberapa orang saksi, maka telah dianggap selesailah pelaksanaan wakaf tersebut. Sebagai akibatnya, sering tidak ada usaha pengadministrasiannya sama sekali atau hanya sampai pencatatan ke desa saja, tidak sampai pada instansi yang berwenang terhadap masalah pertanahan.

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimanakah perwakafan tanah di Indonesia, bagaimanakah pengelolaan perwakafan tanah pada masyarakat Tionghoa dan bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tanah wakaf pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan. Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara yaitu studi Kepustakaan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Pelaksanaan hukum wakaf d pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan semula masih sangat sederhana tidak disertai administrasi yang Iengkap, dan hanya cukup dilakukan ikrar (pernyataan) secara lisan saja, sedangkan pengurusan tanah wakaf kemudian diserahkan kepada nadzir yang ditunjuk. Pengelolaan wakaf tanah pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan dalam kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi umat sebagaimana tujuan dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf yaitu dipersiapkan untuk menggerakkan seluruh potensi wakaf secara produktif. Dalam hal ini pengembangan tanah wakaf secara optimal dengan pengelolaan profesional produktif untuk mencapai hasil yang nyata dalam kehidupan masyarakat banyak, belum dapat dicapai dalam pengelolaan perwakafan tanah pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan ini karena masyarakatnya sendiri untuk diajak kompromi ke arah pemberdayaan wakaf produktif untuk pengembangan ekonomi umat masih sulit, disebabkan minimnya pengertian mereka bahwa wakaf tanah hanya ditujukan untuk kegiatan peribadatan (non produktif).

(4)

KATA PENGANTAR .

Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat yang dilimpahkannya sehingga penulis dapat memulai, menjalani dan mengakhiri masa perkuliahan serta dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun skripsi ini berjudul “Tinjauan Yuridis Pengelolaan Pewakafan Tanah Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan” yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam penyelesaian Skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan serta dorongan semangat dari beberapa pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan rasa penghargaan kepada:

1. Bapak Prof Dr Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA(K) sebagai Rektor dan Pembantu Dekan I Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara..

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak OK. Saidin, SH, M.Hum Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof.Dr.M. Yamin, SH, MS.CN., Ketua Program Kekhususan Agraria Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

7. Bapak Affan Mukti, SH, M.S, sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.

8. Ibu Zaidar, SH, M.Hum, sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.

9. Ibu Mariati Zendrato SH, MHum, selaku dosen penguji Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Bapak dan Ibu Dosen yang lainnya yang telah banyak berjasa dalam membimbing penulis selama perkuliahan.

11. Teristimewa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua serta Abang, Kakak dan Adik-adik dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan do’a dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini

12. Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i Fakulas Hukum USU yang telah banyak membantu penulis selama kuliah.

Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu Dosen dan semua rekan-rekan atas segala kesilapan yang telah di perbuat penulis selama ini, dan penulis berharap semoga skripsi yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan pihak lain yang memerlukannya.

Medan, April 2015 Penulis

(YUENDRIS NIM : 110200060

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 10

BAB II : PELAKSANAAN WAKAF TANAH DI KOTA MEDAN ... 13

A. Pengertian Wakaf ... 17

B. Asal Mula Masyarakat Tionghoa di Kota Medan ... 18

C. Prosedur Perwakafan Tanah Milik Masyarakat Tionghoa ... 23

D. Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf ... 30

E. Pelaksanaan Wakaf Tanah di Kota Medan ... 40

BAB III : PENGELOLAAN PERWAKAFAN TANAH PADA MASYARAKAT TIONGHOA ... 47

A. Pengertian Wakaf Tanah pada Masyarakat Tionghoa ... 47

B. Pemanfaatan Pengelolaan Wakaf pada Masyarakat Tionghoa ... 50

(7)

BAB IV : PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

TANAH WAKAF PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI

KOTA

MEDAN ... 59

A. Prosedur dan Tata Cara Perwakafan Tanah ... 59

B. Status Hukum Tanah Wakaf pada Masyarakat Tionghoa di Kota Medan ... 65

C. Kepastian Hukum Terhadap Tanah Wakaf Pada Masyarakat Tionghoa di Kota Medan ... 68

D. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat Tionghoa dalam pelaksanaan pendaftaran perwakafan tanah milik berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan solusinya ... 75

E. Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap tanah Wakaf pada Masyarakat Tionghoa di Kota Medan ... 82

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

(8)

ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN PEWAKAFAN TANAH PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN

Di dalam praktik pelaksanaan perwakafan tanah ini sebelum diatur dalam Hukum Agraria Nasional, pelaksanaannya sangat sederhana yaitu cukup ditandai oleh adanya rasa kepercayaan dan terpenuhinya beberapa unsur dan syarat tertentu sesuai dengan ajaran hukum Islam saja. Dengan cukup diikrarkan di hadapan nadzir serta disaksikan oleh beberapa orang saksi, maka telah dianggap selesailah pelaksanaan wakaf tersebut. Sebagai akibatnya, sering tidak ada usaha pengadministrasiannya sama sekali atau hanya sampai pencatatan ke desa saja, tidak sampai pada instansi yang berwenang terhadap masalah pertanahan.

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimanakah perwakafan tanah di Indonesia, bagaimanakah pengelolaan perwakafan tanah pada masyarakat Tionghoa dan bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tanah wakaf pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan. Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara yaitu studi Kepustakaan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Pelaksanaan hukum wakaf d pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan semula masih sangat sederhana tidak disertai administrasi yang Iengkap, dan hanya cukup dilakukan ikrar (pernyataan) secara lisan saja, sedangkan pengurusan tanah wakaf kemudian diserahkan kepada nadzir yang ditunjuk. Pengelolaan wakaf tanah pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan dalam kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi umat sebagaimana tujuan dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf yaitu dipersiapkan untuk menggerakkan seluruh potensi wakaf secara produktif. Dalam hal ini pengembangan tanah wakaf secara optimal dengan pengelolaan profesional produktif untuk mencapai hasil yang nyata dalam kehidupan masyarakat banyak, belum dapat dicapai dalam pengelolaan perwakafan tanah pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan ini karena masyarakatnya sendiri untuk diajak kompromi ke arah pemberdayaan wakaf produktif untuk pengembangan ekonomi umat masih sulit, disebabkan minimnya pengertian mereka bahwa wakaf tanah hanya ditujukan untuk kegiatan peribadatan (non produktif).

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanah mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara karena kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah, manusia hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Seiring dengan perkembangan yang begitu pesat dalam pembangunan di berbagai bidang, menjadikan kedudukan tanah menjadi modal yang paling utama dalam kehidupan kemasyarakatan di Indonesia. Peran penting dari tanah tersebut dalam kehidupan masyarakat dapat diperolehnya selain dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pinjaman dan lain-lainnya dapat juga diperoleh melalui cara atau jalan wakaf. Masalah tanah ini diatur dalam Hukum Agraria Nasional, yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan ditindak lanjuti oleh berbagai peraturan perundangan-undangan yang lainnya. Dalam salah satu konsiderannya disebutkan bahwa “berhubung dengan apa yang disebut dalam pertimbangan-pertimbangan di atas perlu adanya Hukum Agraria Nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi se luruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”

Wakaf tanah merupakan salah satu ibadah sosial di dalam Islam yang sangat erat kaitannya dengan keagrariaan, artinya bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang dalam hal ini

(10)

adalah tanah, demikian juga tanah wakaf termasuk dalam bagian dari Hukum Agraria. Mengingat akan arti pentingnya persoalan tentang wakaf ini, maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 telah mencantumkan adanya suatu ketentuan khusus sebagaimana tersebut di dalam Pasal 49 ayat 3 yang menyatakan bahwa1

Masalah tanah ini diatur dalam Hukum Agraria Nasional, yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah Wakaf kemanfaatannya banyak dirasakan oleh masyarakat, karenanya pemerintah berkepentingan untuk mengatur pelaksanaan wakaf agar dilakukan sesuai dengan syariat Islam, untuk kepentingan ini pemerintah mengeluarkan regulasi di bidang wakaf, diantaranya melalui Peraturan Pemerintah Nomor : 28 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan wakaf tanah hak milik dan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang “wakaf”, namun masih ada masyarakat yang belum mengetahui, memahami, mentaati, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut, sehingga timbul permasalahan dalam pelaksanaannya. Permasalahan yang timbul antara lain misalnya tanah-tanah wakaf tidak diurus (ditelantarkan), tidak dimanfaatkan (difungsikan) dan tidak adanya tanda-tanda bukti tanah wakafnya serta tidak didaftarkan sehingga tidak ada catatan yang menerangkan bahwa tanah tersebut adalah tanah wakaf, kemungkinan lain timbul permasalahan yang berkaitan dengan perwakafan tanah jika tidak memperhatikan dan melaksanakan perwakafan sebagaimana ketentuan atau sayarat-syarat yang dikehendaki Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

1

(11)

Agraria dan ditindak lanjuti oleh berbagai peraturan perundangan-undangan yang lainnya. Dalam salah satu konsiderannya disebutkan bahwa “berhubung dengan apa yang disebut dalam pertimbangan-pertimbangan di atas perlu adanya Hukum Agraria Nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.” Salah satu hal yang bersandar pada hukum agama yang menyangkut tanah ini adalah perwakafan tanah.2

2 H. Taufik Hamami, Perwakafan Tanah (Dalam Politik Hukum Agraria Nasional),

Jakarta : Tatanusa, 2003, hal. 3.

Wakaf tanah merupakan salah satu ibadah sosial di dalam Islam yang sangat erat kaitannya dengan keagrariaan, artinya bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang dalam hal ini adalah tanah, demikian juga tanah wakaf termasuk dalam bagian dari Hukum Agraria.

(12)

Perwakafan yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa Kota Medan dengan prosedur dan tata caranya tidak rumit dan tidak berbelit-belit, sehingga memudahkan masyarakat untuk melaksanakan perwakafan tanah milik. Namun dalam penerapannya, pengelolaan wakaf pada masyarakat Tionghoa Kota Medan masih kurang optimal, sehingga masih banyak harta atau benda wakaf yang kurang produktif bahkan banyak pula yang tidak terawat. Agar wakaf yang diberikan oleh masyarakat tionghoa dapat memberikan kontribusi.

(13)

Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, telah mengesahkan dan memberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.3

B. Perumusan Masalah

Dengan demikian perwakafan tanah milik pengaturannya didasarkan atas ketentuan undang-undang tersebut, sehingga diharapkan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 ini dapat memenuhi hakekat dan tujuan dari perwakafan itu.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik mengangkat topik tersebut menjadi sebuah penelitian yang berjudul “Tinjauan Yuridis Pengelolaan Pewakafan Tanah Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan.”

Atas uraian seperti yang dikemukakan di dalam latar belakang masalah di atas,

maka rumusan masalah penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan wakaf tanah masyarakat Tionghoa di Kota Medan? 2. Apakah pengelolaan perwakafan tanah pada masyarakat Tionghoa berdasarkan

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf?

3. Apakah pelaksanaan wakaf tanah sudah memberikan perlindungan hukum pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini yakni sebagai berikut:

3 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang

(14)

a) Untuk mengetahui pengaturan wakaf tanah masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

b) Untuk mengetahui pengelolaan perwakafan tanah pada masyarakat Tionghoa.

c) Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tanah wakaf pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

2. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan ada 2 (dua) manfaat yang dapat dihasilkan yaitu yang bersifat teoritis dan bersifat praktis yaitu:

a) Bersifat teoritis, yakni hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep kajian yang dapat memberikan andil bagi peningkatan pengetahuan dalam disiplin Ilmu Hukum khususnya dalam hal pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tanah wakaf pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

b) Bersifat Praktis, yakni hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi kepada masyarakat luas khususnya perwakafan tanah pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

D. Keaslian Penulisan

(15)

E. Tinjauan Kepustakaan

Bagi negara agraris, seperti halnya negara Indonesia, tanah merupakan barang yang amat vital. Setiap kegiatan yang dilakukan di negara itu, baik oleh seorang warga negara perorangan, sekelompok orang, suatu badan hukum ataupun oleh pemerintah pasti melibatkan soal tanah. Dengan tanah dan diatas tanah itu semua kegiatan (phisik) dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Pembangunan dilakukan oleh Bangsa Indonesia adalah sebagai upaya mencapai kehidupan yang sejahtera lahir batin dalam suasana masyarakat yang adil dan makmur. Berdasarkan pancasila, sejalan dengan predikat yang telah melekat pada Negara Indonesia yaitu sebagai Negara hukum, maka semua kegiatan pembangunan di dalam negara Indonesia harus didasarkan pada suatu ketentuan hukum. kehadiran hukum memang mutlak diperlukan agar pembangunan itu dapat berjalan lancar dan dapat dihindarkan perbenturan kepentingan, khususnya pembenturan kepentingan dalama soal tanah.4

Tanah merupakan satu-satunya benda kekayaan, yang berisi tetap dalam keadaannya. Hampir dapat dikatakan bahwa tanah tidak dapat musnah. Ketiadaan kemungkinan mengerjakan tanah itu, hanya bersifat sementara saja. Kalau air bah sudah surut kembali, muncullah tanah sebagai benda perekonomian yang berangkali malahan lebih subur dan lebih gemuk daripada sebelumnya.5

Pengertian wakaf menurut hukum adat dapat disebutkan pendapat dari Koesoema Atmadja, wakaf adalah : Suatu perbuatan hukum dengan mana perbuatan suatu barang / barang keadaan telah telah dikeluarkan/ diambil

4 Sudjito, Prona: Persetifikatan Tanah secara Massal dan Penyelesaian Sengketa Tanah

yang bersifat Strategis, Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1987, hal 1

5 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak Atas Benda, Jakarta : Penerbit PT

(16)

kegunaannya dalam lalu lintas masyarakat semula, guna kepentingan seseorang/ orang tertentu atau guna seseorang maksudnya / tujuan / barang tersebut sudah berada dalam tangan yang mati.6

Menurut Ter Haar wakaf merupakan suatu perbuatan hukum yang rangkap maksudnya adalah : Perbuatan itu disatu pihak adalah perbuatan mengenai tanah atau benda yang menyebabkan obyek itu mendapat kedudukan hukum yang khusus tetapi dilain pihak seraya itu perbuatan itu menimbulkan suatu badan dalam hukum adat ialah suatu badan hukum yang sanggup ikut serta dalam kehidupan hukum sebagai subyek hukum.7 Selanjutnya wakaf yang telah memasuki kehidupan masyarakat Indonesia dalam perkembangannya banyak terjadi penyimpangan. Penyimpangan itu disebabkan oleh penyelewengan harta wakaf oleh nadzir atau keturunan nadzir dengan mengaku kepemilikan harta wakaf. Selain itu penyimpangan juga dapat terjadi dalam bentuk penyimpangan kegunaan atau fungsi wakaf. Oleh karena itu pemerintah membuat suatu peraturan tentang wakaf yang bertujuan untuk mengamankan harta wakaf serta mendorong masyarakat Indonesia untuk melakukan wakaf sebagai perwujudan dari melaksanakan ibadah.8

Sebenarnya perwakafan tanah ini dapat dimasukkan dalam kategori pengasingan tanah (land alienation) karena pengertian wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentinganna guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum

6 Abdurrahman, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf di negara

kita, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990, hal. 15

7 Ibid, hal 16 8

Jefri Ira Wansusianto, Problem Tanah Wakaf Masjid Perumahan, melalui

(17)

menurut syariah. Namun dalam kaitannya dengan administrasi pendaftaran tanah, wakaf masuk ke dalam kategori penetapan hak atas tanah karena terdapat kegiatan penetapan tanah wakaf tersebut melalui keputusan pejabat yang berwenang.9

Hal lain yang sering menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di Indonesia adalah dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakaf tanah dikuasai secara turun temurun oleh masyarakat Tionghua yang penggunaannya

Dalam undang-undang RI tentang wakaf diatur dalam UU No. 41 tahun 2004 yang menjelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf sebagai salah satu lembaga Islam yang berkembang di Indonnesia yang pada umumnya berupa tanah milik, erat sekali hubungannya dengan pembangunan. Semakin meningkatnya pembangunan di Indonesia, kebutuhan tanah baik untuk memenuhi kebutuhan perumahan perorangan maupun untuk pembangunanpembangunan prasarana umum seperti jalan, pasar, sekolahan, fasilitas olah raga, dan industri meningkat pula. Kondisi yang demikian menyebabkan pemerintah mulai memikirkan usaha-usaha untuk memanfaatkan tanah yang ada secara efisien dan mencegah adanya pemborosan dalam memanfaatkan tanah. Dari data-data tanah menunjukkan bahwa masih ada daerah terdapat peta-peta dengan gambaran tanah terutama di daerah-daerah yang penduduknya padat dan status tanahnya bukan tanah-tanah orangorang yang menggarapnya.

9 Mhd Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung :

(18)

menyimpang dari akad wakaf. Dalam praktik sering didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang diminta kembali oleh ahli waris wakaf setelah wakif tersebut meninggal dunia. Kondisi ini pada dasarnya bukanlah masalah yang serius, karena apabila mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan, wakaf dapat dilakukan untuk waktu tertentu, sehingga apabila waktu yang ditentukan telah terlampaui, wakaf dikembalikan lagi kepada ahli waris masyarakat Tionghua. Namun khusus untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf telah menghapuskan kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga tanah yang diwakafkan tersebut tidak dapat diminta kembali. Selanjutnya mengenai dikuasainya tanah wakaf oleh masyarakat Tionghua secara turun temurun dan penggunaannya yang tidak sesuai dengan ikrar wakaf, hal ini kurangnya pengawasan dari instansi yang terkait. Ahli waris atau keturunan masyarakat Tionghua beranggapan bahwa tanah tersebut milik masyarakat Tionghua sehingga penggunaannya bebas sesuai kepentingan mereka sendiri. Hal ini akibat ketidaktahuan ahli waris masyarakat Tionghua.10

F. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :

10

(19)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan dengan yuridis normatif (penelitian hukum normatif)11

2. Sumber Data Penelitian

, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif.

Pada penelitian yang berupa yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan yang ada dibedakan atas :12

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang hukum antara lain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-pokok Agraria (UUPA), KUH Perdata, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik, Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, makalah, jurnal, surat kabar, internet dan sebagainya.

c. Bahan hukum tertier, yaitu kamus-kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara : Studi Kepustakaan, dilakukan

11 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT

RajaGrafindo Persada, 2013, hal 163

12 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit Rajawali Pers,

(20)

dengan mempelajari dan menganalisis yang berkaitan dengan topik penelitian, sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.13

(21)

BAB II

PENGATURAN WAKAF TANAH MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN

A. Pengertian Wakaf

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Pasal 49 ayat 3 menyatakan bahwa “Perwakafan Tanah Milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah” untuk melaksanakan Pasal 49 ayat 3 tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf tidak hanya didasarkan pada Hukum Islam semata, tetapi juga didasarkan pada peraturan-peraturan yang dibuat oleh Negara Republik Indonesia. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf telah membawa pembaharuan dalam hukum perwakafan di Indonesia, sehingga diharapkan dapat memenuhi hakekat dan tujuan dari perwakafan itu.

Pengertian wakaf menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut istilah syara’, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajua

(22)

zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.14

Secara bahasa (etimologi), wakaf berasal dari kata waqafa yang berarti menahan, mencegah, menghentikan dan berdiam di tempat, sedangkan secara istilah (terminologi), wakaf adalah “perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta benda miliknya (aset produktif) dan melembagakannya untuk selamanya atau sementara untuk dimanfaatkan guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam.15

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.16 Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.17Tanah yang diwakafkan harus merupakan Tanah Milik atau tanah milik yang baikseluruhnya maupun sebagian harus bebas dari beban, ikatan, jaminan, sitaan dan sengketa.18

14

15

16 Undang-undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 1 angka 1

17 Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.41

Tahun 2004 tentang wakaf, Pasal 1 angka 1

18 Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah

(23)

Wakaf adalah salah satu konsep pemberian harta yang terdapat di dalam Islam. Konsep ini juga adalah berlandaskan konsep sedekah.Wakaf juga merupakan salah satu sarana untuk membangun ekonomi masyarakat, apalagi di Indonesia, wakaf sangat dibutuhkan untuk membantu saudara-saudara kita yang berada digaris kemiskinan. Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima’iyah (ibadah sosial). Wakaf yang bersal dari hukum Islam ternyata bisa diterima oleh hukum adat bangsa Indonesia sejak dahulu diberbagai daerah di Nusantara ini. Praktik mewakafkan tanah untuk keperluan umum terutama untuk peribadatan sosial seperti masjid, sekolah, mushallah, madrasah, makam, telah dilaksanakan bangsa Indonesia sejak dahulu, begitu pula perwakafan barang-barang bergerak juga telah dilaksanakan seperti dalam pasal 16 ayat 3 dalam UU No. 41/2004 benda bergerak meliputi: kendaraan, uang, surat berharga, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa logam mulia dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanyan praktik pelaksanaan wakaf ini terutama terlihat di daerah-daerah Islam sangant berpengaruh, misalnya di kerajaan dan kesultanan seperti Aceh, Demak, Banten, dan Cirebon, terdapat banyak benda wakaf yang diperguanakan untuk kepentingan umum, terutama yang berhubungan dengan peribadatan dan pengembangan agama. Bahkan karena pentingnya peranan wakaf dan banyaknya harta wakaf, sehingga perlu dibentuk baadan khusus yang mengurus perwakafan dikerajaan tersebut, baik wakaf tanah maupun barang bergerak lainnya.19

19 Aljuna remansyah, Pengelolaan Tanah Wakaf, melalui https://aljurem.wordpress.com

(24)

Wakaf adalah perbuatan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaan yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamnya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Dalam pengertiannya, wakaf merupakan suatu perbuatan hukum yang bersifat rangkap, karena perbuatan itu disuatu pihak adalah perbuatan mengenai tanah (atau benda lain) yang menyebabkan obyek itu mendapat kedudukan hokum yang bersifat khusus, tetapi di lain pihak bersamaan dengan itu perbuatan tersebut menimbulkan suatu badan dalam hukum adat, yaitu suatu badan hukum yang dapat ikut serta dalam pergaulan hukum sebagai objek hukum.

Wakaf adalah Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umumlainnya sesuai dengan ajaran agama Islam”20

20 Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah

Mengenai Perwakafan Tanah Milik, Pasal 1 Ayat (1)

(25)

sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.21

Keberadaan wakaf telah mendapat pengakuan dalam UUPA, yakni Pasal 49 yang menegaskan: hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleg Negara dengan hak pakai. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.

Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.

22

21

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

22 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 105

(26)

B. Asal Mula Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

Tionghoa-Indonesia adalah salah sat mereka dari mereka disebut Tangren 唐人, "orang Tang") atau lazim disebut Huaren

華人 华人) . Disebut Tangren dikarenakan

sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Tiongkok utara menyebut diri mereka sebagai orang漢人

Era pemerintahan pasca-Orde Baru mulai menjalankan “multikulturalisme”, memunculkan ke-ekslusif-an terhadap etnis Tionghoa, dan

(27)

oleh pemerintah, dan menjadi era baru untuk etnis Tionghoa, seperti kebebasan yang belum pernah diperoleh selma ini.23

Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam

Orang-orang Tionghoa di Indonesia, umumnya berasal dari tenggara China.

Mereka termasuk suku-suku: (a) Hakka, (b) Hainan, (c) Hokkien, (d) Kantonis, (e)

Hokchia, dan (f) Tiochiu. Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat

dimengerti, karena dari sejak zaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di pesisir

tenggara Cina memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou

pernah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman

tersebut. Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau

Jawa. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di

daerah perkotaan adalah: Sumatra Utara, Bangka-Belitung, Sumatra Selatan,

Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi

Selatan dan Sulawesi Utara.

dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di yang berkuasa di perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya. Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup

23

(28)

nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.24

Selain itu, masyarakat Tionghoa juga memiliki orientasi ke negeri leluhur mereka. Plus sikap chauvinisme mereka begitu tinggi sehingga memandang orang-orang setempat begitu rendah. Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi harian Sin Po (surat kabar ternama di era pergerakan nasional) menyebut orang lokal alias bumiputera dengan istilah hoan nah, orang yang tidak beradab. Sementara itu, Masyarakat etnis keturunan Tionghoa sudah mulai menetap di wilayah Nusantara sejak berabad-abad lamanya, bahkan asal usul orang Indonesia sendiri bukankah berasal dari salah satu wilayah di Tionghoa. Namun selalu saja muncul pertanyaan kenapa mereka seakan sulit berasimilasi dengan masyarakat sekitar, mengapa orang Tionghoa sukar diterima oleh orang Indonesia? Mengapa orang Tionghoa masih harus membuktikan keindonesiaannya meski sudah menjadi Warga Negara Indonesia.

Ketika Nusantara masih dikuasai pemerintah penjajahan Belanda, masyarakat Tionghoa ditempatkan di wilayah khusus, dalam perkampungan sendiri dan terpisah dari masyarakat setempat. Perkampungan itu dipimpin sendiri oleh masyarakat Tionghoa yang diberi pangkat Mayor atau Kapten sesuai sistem Belanda. Pemerintah Belanda ingin agar kepentingan mereka tidak terganggu oleh masyarakat Tionghoa. Hal inilah menjadi salah satu penyebab sulitnya asimilasi antara masyarakat Tionghoa dengan orang-orang setempat.

(29)

banyak orang Tionghoa menyebut orang lokal alias melayu dengan sebutan fan yin alias setengah manusia atau manusia barbar.25

Di Sumatera Utara masyarakat Tionghoa lebih suka disebut dengan orang Tionghoa, yang menunjukkan makna kultural dibandingkan dengan menyebutkan masyarakat Tionghoa, yang lebih menunjukkan makna geografis. Namun, dalam kehidupan sehari-hari kedua istilah ini sama-sama dipergunakan. Sementara bahasa yang umum digunakan adalah bahasa suku Hokkian bukan bahasa Mandarin. Namun kedua bahasa itu juga dipraktikkan dan diajarkan kepada generasi-generasi Tionghoa yang lebih muda. Umumnya masyarakat Tionghoa di Sumatera Utara sebagai pedagang. Mereka dikenal ulet berusaha dan memiliki jaringan yang baik Kedatangan masyarakat etnis Tionghoa ke Kota Medan berawal ketika Belanda menjajah Sumatera Timur dan kemudian membuka lahan perkebunan tembakau, pada waktu itu Belanda kekurangan tenaga buruh. Untuk itulah Belanda mendatangkan buruh dari negeri Cina. Pendapat di atas didukung oleh Sofyan Tan (2004:21) dijelaskan bahwa: “Masyarakat Tionghoa di Medan semula merupakan para buruh yang didatangkan untuk menggarap perkebunan-perkebunan tembakau di Sumatera Timur yang mulai diusahakan para kapitalis Belanda sejak abad 18”. Kedatangan orang-orang Tionghoa ke Sumatera Timur, diliputi pula dengan masuk budaya Tionghoa ke Sumatera Timur. Salah satu kebudayaan. Masyarakat etnis Tionghoa yang masuk ke negeri Deli (Medan) ini adalah kesenian Barongsai atau sering juga disebut dengan tarian singa, yang mana seni Barongsai sangat berarti masyarakat etnis Tionghoa Medan sendiri

25

(30)

sesamanya, sehingga ada kalanya pribumi “iri hati” terhadap keberhasilan mereka di bidang ekonomi ini. Adapun pola tempat tinggal masyarakat Tionghoa di Sumatera Utara, khususnya sebagai pedagang adalah menempati rumah-rumah dan sekali gus menjadi toko atau tempat berniaga. Bagi masyarakat pribumi orang-orang Tionghoa ini dianggap memiliki sifat tertutup (eksklusif) dan kurang mau bersosialisasi. Namun sebenarnya masyarakat Tionghoa ini ingin pula dipandang sebagai bagian yang integral dari warga negara Indonesia pada umumnya, dan jangan dibatasi akses sosial mereka. Melalui tulisan ini, penulis akan memaparkan keberadaan umum masyarakat Tionghoa di Sumatera Utara.

Selanjutnya dalam abad kesembilan belas, perkebunan-perkebunan tembakau di Sumatera Timur berkembang dengan pesatnya. Jumlah tenaga buruh setempat hampir tidak mencukupi, maka didatangkanlah dalam jumlah yang banyak tenaga buruh masyarakat Tionghoa dari Singapura dan Penang. Pada tahun 1870 Perkebunan embakau Deli Maatcchappij (1809) mendatangkan 4.000 orang tenaga masyarakat Tionghoa dari Singapura, dan antara tahun 1888-1931 terhitung lebih kurang 305.000 orang tenaga masyarakat Tionghoa yang didatangkan dari Singapura dan Pulau Jawa. Masyarakat Tionghoa ini akhirnya melepaskan diri dari kerja di perkebunan dan sebagian besar di antaranya menjadi pedagang di pedesaan-pedesaan sekitar perkebunan tersebut, atau mencari pekerjaan lain ke Sumatera Utara, dan banyak pula di antara mereka bekerja sebagai tukang maupun nelayan.26

Sumatera Utara sendiri pada waktu itu telah banyak ditempati masyarakat Tionghoa, dengan memiliki pemuka-emuka golongan yang diakui pemerintah

26 Tengku Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Majlis Adat Budaya

(31)

Hindia Belanda sendiri. Seperti pada tahun 1880, sewaktu Tjong A Fie menyusul kakaknya ke Medan, didapati kakanya telah menjadi pemuka golongan China, dengan pangkat luitenant, yakni pangkat yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Tjong A Fie sendiri un akhirnya juga menjadi pemuka masyarakat China di Medan dengan pangkat majoor, dan meninggal pada tahun 1921. Tjong A Fie adalah masyarakat Tionghoa perantaun yang memiliki harta yang banyak di Medan, Jakarta, serta Singapura.27 Tjong A Fie juga senang terhadap kesenian seerti seni Melayu Deli. Dia juga membangun mesjid di daerah Petisah. Tjong A Fie telah berhasil mengembangkan usaha secara pribadi dan Kota Medan, salah

satu perkembangan yang dihasilkan oleh Tjong A Fie terhadap Kota Medan adalah dengan mendirikan Bank Kesawan sebagai cikal-bakal penyimpanan uang di Kota Medan selain itu pembangunan sarana pendidikan, rumah sakit, rumah ibadah dan fasilitas umum lainnya telah menjadikan Tjong A Fie sebagai tokoh yang cukup berperan di Kota Medan, hal ini didukung dengan adanya hubungan yang erat antara Tjong A Fie dengan Kesultanan Deli yang menjadi penguasa Tanah Deli (Kota Medan) saat itu.28

C. Prosedur Perwakafan Tanah Milik masyarakat Tionghoa

Orang Tionghoa adalah “the life and soul of the commerce of the country (kehidupan dan jiwa perdagangan di negeri ini)”. Mereka memainkan peran yang sangat penting. Orang Tionghoa banyak yang berperan sebagai “perantara”. Di Kota Medan, masyarakat Tionghoa telah menyatu dengan penduduk setempat dan mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit mereka terkadang

27

Ibid, hal 2003

28 Suryadinata, Leo. Negara dan Etnis Tionghoa. Jakarta: pustaka LP3ESSS Indonesia,

(32)

lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Istilah buat mereka disebut Cina Benteng. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek, sebuah tarian lawan jenis secara bersama dengan iringan paduan musik campuran Cina, Jawa, Batak dan Melayu.

Orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya terdiri dari berbagai suku bangsa (etnik) yang ada di Negeri China. Umumnya merea berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwantung, yang sangat terpencar daerah-daerahnya. Setiap imigran Tionghoa ke Indonesia membawa kebudayaan suku bangsanya masing-masing bersama dengan bahasanya. Para imigran Tionghoa yang tersebar di Indonesia ini mulai datang sekitar abad keenam belas sampai kira-kira pertengahan abad kesembilan belas, asal dari suku bangsa Hokkian. Mereka berasal dari Provinsi Fukien bagian selatan. Daerah ini merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan dagang orang China ke seberang lautan. Orang Hokkian dan keturunannya telah banyak berasimilasi dengan orang Indonesia,

yang sebagian besar terdapat di Indonesia Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur dan pantai barat Sumatera.

Imigran Tionghoa lainnya adalah suku bangsa Teo-Chiu yang berasal dari pantai selatan Negeri China di daerah pedalaman Swatow di bagian timur Provinsi Kwantung. Orang Teo-Chiu dan Hakka (Khek) disukai sebagai pekerja di

(33)

samai 1930, oran Hakka adalah orang yang paling miskin di antara para perantau Tionghoa. Mereka bersama orang Teo-Chiu dipekerjakan di Indonesia untuk mengeksploitasi sumber-sumber mineral, sehingga sampai sekarang orang Hakka mendominasi masyarakat Tionghoa di distrik tambang-tambang emas lama di Kalimantan Barat, Sumatera, Bangka, dan Biliton. Sejak akhir abad kesembilan belas, orang Hakka mulai migrasi ke Jawa Barat, karena tertarik dengan perkembangan kota Jakarta dan karena dibukanya daeah Priangn bagi pedagang Tionghoa.

Di sebelah barat dan selatan daerah asal orang Hakka di Provinsi Kwantung tinggallah orang Kanton (Kwong Fu). Serupa dengan orang Hakka, orang Kanton terkenal di Asia Tengara sebagai buruh pertambangan. Mereka bermigrasi pada abad kesembilan belas ke Indonesia. Sebahagian besar tertarik oleh tambang-tambang timah di Pulau Bangka. Mereka umumnya datang dengan modal yang lebih besar dibanding orang Hakka dan mereka datang dengan keterampilan tenis dan pertukangan yang tinggi. Di Indonesia mereka dikenal sebagai ahli dalam pertukangan, pemilik toko-toko besi, dan industri kecil. Orang Kanton ini lebih tersebar merata di seluruh kepulauan Indonesia dibanding orang Hokkian, Teo-Chiu, atau Hakka. Jadi orang Tionghoa perantau di Indonesia ini paling sedikitnya

ada empat suku bangsa seperti terurai di atas.

(34)

Tionghoa. Rasa dendam terhadap etnis Cina semakin memberi kekuatan baru bagi perjuangan meminggirkan etnis Cina. Disisi yang lain, bangkitnya semangat nasionalisme yang cenderung mengacu pada sentimen primordial adalah faktor lain yang menunjukkan betapa suramnya rasialisme itu di wajah Negara Republik Indonesia.29

Prosedur yang ditempuh oleh masyarakat Tionghoa dalam mewakafkan tanahnya dapat dikategorikan dalam dua kelompok. Pertama, Berdasarkan tradisi yang berlaku dikalangan masyarakat setempat dan sesuai dengan hukum Islam, Kedua, berdasarkan ketentuan dalam peraturan pemerintah tentang perwakafan tanah milik.30

Sejumlah masyarakat Tionghoa di Kota Medan mendesak Pemko Medan segera merevisi Perda Nomor 5 Tahun 2011 terkait retribusi pelayanan pemakaman yang dinilai sangat memberatkan bagi masyarakat Tionghoa. Untuk retribusi dua tahunan itu, makam yang lebih luas dari ukuran standar dikenai retribusi tambahan kelebihan tanah Rp 250 ribu per meter persegi di Lokasi A dan Rp 200 ribu di Lokasi B. contoh, umumnya, makam warga Tionghoa berukurn 3x4 meter, maka dalam dua tahun mereka harus membayar Rp 2.625.000. Untuk makam ukuran 4x7 meter, dalam dua tahun harus membayar retribusi sebesar Rp 6.250.000. Dan untuk makam kuran 6x10 meter, biaya retribusi dalam dua tahun sebesar Rp 14.625.000. Saat ini kondisi lahan perwakafan tanah msyarakat Tionghoa di Kota Medan semakin menyempit. Jumlah lahan ini membuat pemerintah harus membatasi pemakaian lahan terutama perwakafan tanah

29

30

(35)

msyarakat Tionghoa. Kondisi ini tersebut semakin mempersempit lahan yang ada di Kota Medan. Mengenai kelebihan ukuran makam dari 1x2 meter ini berdampak kepada pendapatan daerah yang harus dibayarkan saat ukuran makam melebihi ukuran yang ditetapkan dalam Perda Nomor 5 Tahun 2011 ini. Kelebihan ukuran makam 1x2 ini akan dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 250.000. Penambahan ini tidak hanya berlaku bagi warga Tionghoa tapi juga bagi makam warga muslim yang meninggal dan melebihi ukuran 1x2. Asal usul tanah wakaf dari leluhur 5 orang, berniat mewakafkan tanahnya dipergunakan sebagai lokasi kuburan.

Masjid Laksamana Cheng Ho di Kota Medan sudah berdiri, bisa menjadi pusat pengetahuan dan informasi bagi Muslim Tionghoa. Selain itu kita juga ingin ada satu tempat yang menjadi pusat kegiatan. Selama ini kita selalu mengadakan pertemuan dan pengajian di kantor sehingga banyak orang tidak tahu. Bahkan kita juga sempat berkeinginan punya kompleks pemakaman sendiri sebagai salah satu khasanah Muslim nantinya. Jika sudah punya tempat dan pusat informasi, kita berharap nantinya apapun yang kita selenggarakan bisa lebih intens dan maksimal pelaksanaannya.

(36)

Tidak diketahui persis kapan tepatnya masjid ini mulai dibangun, namun rampung pembangunannya pada tahun 1889. Masjid ini kemudian diserahkan Tjong A Fie kepada Kesultanan Deli.31

Adapun Proses/Prosedur Wakaf Tanah Hak Milik Bagi Masyarakat Tionghoa yaitu:

1. Calon wakif / pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf.

2. Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada Nadzir yang telah disahkan, dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang mewilayahi tanah wakaf dan dihadiri saksi-saksi dan menuangkan dalam bentuk tertulis menurut bentuk-bentuk W.I. Bagi mereka yang tidak mampu menyatakan kehendaknya secara lisan, dapat menyatakan dengan isyarat.

3. Calon wakaf yang tidak datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kantor Departemen Agama yang mewilayahi tanah wakaf dan dibacakan kepada nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi-saksi.

4. Tanah yang hendak diwakafkan baik seluruhnya maupun sebagian harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik, dan harus bebas dari beban ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa.

31

(37)

5. Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, beragama isalam, sehat akalnya dan tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum (lihat pasal 20 UU nomor 41 tahun 2004). Dan segera setelah ada ikrar wakaf pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf membuat Akta Ikrar Wakaf menurut W.2 rangkap 3 (tiga) dan salinannya menurut bentuk W.2a rangkap 4 (empat).

Adapun landasan/dasar hukum perwakafatan tanah bagi masyakat Tionghoa yaitu :

1.

negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sehingga, tidak boleh ada diskriminasi, karena kedudukan setiap warga negara adalah sama. Pula ditegaskan dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

2.

dengan kepemilikan tanah, kita merujuk pada Pasal ayat (1) UUPA bahwa, hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

(38)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

7. Peraturan Mentari Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang

8. Peaturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

D. Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf

WNI keturunan Tionghoa di Kota Medan tidak dapat memiliki hak milik atas tanah. WNI keturunan Tionghoa di Kota Medan hanya diberi Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Guna Usaha Tionghoa, keterangan warisnya harus dibuat di hadapan Notaris sesuai dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Khusus untuk pembuatan keterangan hak waris yang menjadi acuan adalah golongan penduduk sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. Agama pewaris bukanlah acuan utama untuk pembuatan keterangan hak waris. Untuk itu, dalam kasus digunakan adalah hukum perdata.

(39)

Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Artinya, bagi golongan penduduk Tionghoa, yang berwenang membuat adalah Notaris yang sebelumnya dilakukan pengecekan wasiat terlebih dahulu. peraturan perundang-undangan menyangkut penggunaan nama Tionghoa oleh warga negara Indonesia (“WNI”), namun di dalamnya tidak diatur mengenai keharusan meminta izin atau larangan untuk memakai nama Tionghoa.32

Kelenteng sebagai salah satu simbol warga Tionghoa sudah menghiasi kawasan Pecinan di penjuru dunia. Tempat peribadatan umat Konghucu itu pun sudah ada di Kota Bandung sejak lama. Salah satu bangunan yang memiliki arsitektur khas Tiongkok di Kota Medan, yakni kelenteng Hiap Tian Kong atau Vihara Satya Budhi. Lahan dengan luas sekitar dua hektar tersebut diwakafkan

bagi kalangan pemeluk Konghucu untuk menjadi tempat peribadatan. Hal itu pun membuktikan toleransi antarumat beragama, antara masyarakat pribumi dengan masyarakat perantau Tionghoa yang sudah terjalin sejak lama. Peletakan batu pertama Vihara Dharma Shanti Metta ini. Kehadiran vihara dapat meningkatkan sarana peribadatan masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Vihara Dharma Shanti Metta ini akan dibangun empat setengah tingkat di atas lahan/tanah lebih kurang 6.000 meter persegi.33

Orang Hakka mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa Ke. Bahasa Ke ini salah satu dari tujuh bahasa daerah utama yang digunakan dalam bahasa suku Tionghoa. Di Indonesia bahasa Ke ini dikenal sebagai Kejia atau bahasa Khek.

33

(40)

Dikenal sebagai orang-orang yang rajin dan ulet bekerja. Julukan ini kilas balik ke jaman dahulu. Orang Hakka hidup berpindah pindah, dari tanah yang satu ke tanah yang lain, oleh sebab itu mereka dinamakan keluarga pendatang, mereka membuka tanah di daerah yang berbukit, menjadikan daerah tersebut subur dan berkembang. Selain itu mereka adalah pedagang yang handal, jika ada pepatah mengatakan orang Tionghoa adalah orang-orang yang rajin dan ulet, orang-orang Hakka ini dua kali lipat daripada orang-orang Tionghoa kerajinan dan keuletannya, pantang menyerah. Tidak mengenal perbedaan gender, wanita dan lelaki Hakka sama sama harus bekerja.34

Masyarakat Tionghoa di Kota Medan adalah masyarakat patrilineal yang terdiri atas marga / suku yang tidak terikat secara geometris dan teritorial yang selanjutnya telah menjadi satu dengan suku-suku lain di Indonesia. Mereka kebanyakan masih membawa dan mempercayai adat leluhurnya. Hukum adat Tionghoa hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat Tionghoa itu sendiri. Bertahan atau tidaknya sebahagian maupun keseluruhan dari kebiasaan dan adat-istiadat Tionghoa tergantung kepada masyarakat etnis Tionghoa itu sendiri, apakah masih sesuai adat-istiadat tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan mengikuti perkembangan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Agama merupakan faktor penting yang menentukan berlanjutnya kebiasaan budaya Tionghoa. Adapun mengenai harta benda yang didapat selama berlangsungnya perkawinan, suami memiliki kedudukan yang lebih dominan. Penggunaan harta benda perkawinan tersebut oleh isteripun harus seizin dan mendapat persetujuan dari suami. Isteri tidak memiliki wewenang penuh untuk

34

(41)

menggunakan harta benda perkawinan tersebut, sedangkan sebaliknya terhadap wewenang suami dalam mempergunakan harta benda perkawinan tersebut. Suami memiliki wewenang penuh dan tidak memerlukan persetujuan isteri sekalipun dalam menggunakan harta benda yang diperoleh semasa perkawinan tersebut.

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.35Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.36Pendaftaran tanah bertujuan: untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan dan untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar, untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.37Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional.38

35 Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 36

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 3 38 Ibid, Pasal 5

(42)

oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada Pejabat lain.39Obyek pendaftaran tanah meliputi : Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, tanah hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan, dan tanah Negara.40Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan.41Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar.42Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan sertifikat hak yang bersangkutan berdasarkan keputusan Pejabat yang berwenang yang memberikan perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan.43Besarnya dan cara pembayaran biaya-biaya dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.44 Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pendaftaran.45 Tata cara untuk memperoleh pembebasan atas biaya pendaftaran tanah diatur oleh Menteri.46

(43)

nyata oleh karena itu dibandingkan dengan alat bukti tulis lainya sertifikat merupakan tanda bukti yang kuat artinya harus dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknya dipengadilan dengan bukti yang lain.47

1. untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

Sistem publikasi negatif yang dianut oleh UUPA sebenarnya tidak memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak, sehingga keberadaan dari hak atas tanah, dalam hal ini adalah tanah wakaf masih terbuka lebar untuk digugat dan dibatal.

Akan tetapi pedaftaran tetap merupakan hal yang penting hal ini diperkuat dengan perintah Pasal 19 UUPA yang menegaskan bahwa:

2. pendaftaran tanah tersebut diatur dalam ayat 1 pasal ini meliputi (a) pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah (b) pendaftaran hak-hak atas taah dan peralihan hak-hak tersebut, dan (c) pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang merupakan alat pembuktian yag kuat.

3. pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingata keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas social ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraanya menurut pertimbangan Menteri Agraria.

4. dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran dimaksud dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakya yang tidak mampu dibebaskan dari biaya-biaya tersebut.

Inti dari ketentuan Pasal 19 UUPA ialah guna menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah yang meliputi (a) pengukuran,

47 Muchatar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik atas Tanah, Jakarta : Penerbit

(44)

perpetaan dan pembukuan tanah; (b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut (c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat.

Dengan adanya pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah maka pihak-pihak yang mempunyai tanah akan dengan mudah dapat membuktikan hak atas tanahnya atau dengan kata lain pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah akan memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah, disamping itu bagi pihak lain yang menghendaki informasi mengenai tanah yang sudah didaftar dengan seluk beluknya yang berkaitan dengan tanah, yang bersangkutan akan dengan mudah mengetahuinya karena di Kantor Pertanahan data tersebut terbuka untuk umum berdasakan asas Openbaarheid dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.48

Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak membuktikan kepemilikan Nazhir atas harta benda wakaf.49Persyaratan pada permohonan pendaftaran.50 Pendaftaran dilakukan sebelum penandatanganan AIW.51Jenis harta benda wakaf meliputi: benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang; dan benda bergerak berupa uang.52

48 Jefri Ira Susianto, Pendaftaran sebagai Kepastian Hukum, melalui

Benda tidak bergerak meliputi : hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan baik yang sudah maupun yang belum terdaftar, bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah, hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan benda tidak

diakses tanggal 24 April 2015

49 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 3 ayat (2)

50

Ibid, Pasal 7 ayat (4)

(45)

bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan.53Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan AIW atau APAIW.54PPAIW menyampaikan AIW kepada kantor Departemen Agama dan BWI untuk dimuat dalam register umum wakaf yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.55 Masyarakat dapat mengetahui atau mengakses informasi tentang wakaf benda bergerak selain uang yang termuat dalam register umum yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.56

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 memberi pengertian yang lebih luas dari kriteria harta benda wakaf yang ada sebelumnya. Dalam Undang-Undang ini ditentukan bahwa harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Dengan kriteria seperti ini, maka harta benda yang diwakafkan harus memiliki daya tahan lama atau manfaat jangka panjang, dan mempunyai nilai ekonomi secara syariah. Dengan kriteria seperti ini, semakin banyak jenis benda yang dapat diwakafkan. Selain memenuhi kriteria seperti di atas, sebagai unsur penting dalam perwakafan ialah harus jelas keberadaan dan status harta benda wakaf pada masa terjadi ikrar wakaf, dan harta benda wakaf harus harta yang dimiliki dan dikuasai sepenuhnya oleh orang yang berwakaf secara sah.57

53

Ibid, Pasal 16

54 Ibid, Pasal 38 ayat (1) 55 Ibid, Pasal 44 ayat (1) 56 Ibid, Pasal 44 ayat (2) 57

(46)

Selain untuk kepentingan ibadah dan sosial, kegunaan harta benda wakaf juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara meningkatkan potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf. Dalam hal ini, pentadbiran benda wakaf dimungkinkan untuk memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam erti luas, sepanjang pentadbirannya sesuai dengan prinsip pengurusan dan ekonomi syariah. Sebagai salah satu lembaga sosial ekonomi Islam, pentadbiran dan pengembangan harta benda wakaf oleh nazhir dilakukan secara produktif sesuai dengan prinsip syariah. Pentadbiran secara produktif dilakukan antara lain dengan cara pengumpulan, pelaburan, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan, sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.

Pengertian harta benda wakaf sendiri juga mengalami pergeseran arti kearah yang lebih baik dan memudahkan, yakni bahwa harta benda wakaf ialah harta benda yang diwakafkan oleh wakif, yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nulai ekonomi menurut syariah. Harta benda wakaf tersebut dapat berupa harta benda tidak bergerak maupun yang bergerak.

(47)

pendaftaran dan pengumuman ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pada umumnya pentadbiran dan pemanfaatan benda wakaf terhad untuk kaum kerabat atau ahli waris dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf. Pelaksanaan pendaftaran dan pengumuman adalah untuk menciptakan tertib hukum dan pentadbiran wakaf guna melindungi benda wakaf. 58

PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.59 Dalam pendaftaran harta benda wakaf PPAIW menyerahkan: salinan akta ikrar wakaf dan surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.60Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.61 Bukti pendaftaran harta benda wakaf disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.62Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.63Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.64

58 Bambang Sujatmiko, Pembaharuan Perwakafan di Indonesia, melalui http://bambang

sujatmiko605.blogspot.com/2012/06/pembaharuan-perwakafan-di-indonesia.html, diakses tanggal 25 April 2015

59 Undang-undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 32 60 Ibid, Pasal 33

(48)

terdaftar.65Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.66

Menurut beberapa warga masyarakat Tionghoa tanah tersebut adalah tanah nenek moyang. Masyarakat Tionghoa yang berhak mengelola tanah perkuburan dengan menggunakan sebuah yayasan, hingga saat ini tidak diketahui nama yayasan tersebut. Tokoh masyarakat etnis Tionghoa menanyakan surat asal muasal tanah tersebut kepada kepemilikan tanah wakaf tersebut, sebagai bukti milik keluarganya. Apabila masyarakat Tionghoa tidak dapat menunjukan surat surat bykti kepemilikan tanah perkuburan tersebut. Warga Etnis Tionghoa di Kota Medan, mengharapkan, agar pihak pemerintah dapat segera turun tangan, mengambil tindakan tegas terhadap masyarakat Tionghoa, terhadap pengutipan biaya penguburan dari Rp.10 juta sampai Rp.50 juta, tanpa diberi kwitansi tanda pembayaran. Pihak berwajib kami inginkan agar segera menyikapi suara sumbang masyarakat Tionghoa sesumbar mencuat dari mulutnya, tidak pernah takut kepada pihak berwajib, semua mudah diatur.67

E. Pelaksanaan Wakaf Tanah di Kota Medan

Hak pengelolaan merupakan hak menguasai oleh negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya. Pengertian ini dapat diartikan bahwa hak pengelolaan bukan merupakan salah satu hak atas tanah, namun hanya merupakan pelimpahan hak menguasai dari negara. Hak menguasasi dari negara tersebut berdasarkan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3)

65 Ibid,Pasal 38 66 Ibid,Pasal 39 67

(49)

undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Adanya hak pengelolaan dalam hukum tanah nasional kita tidak disebut dalam UUPA, tetapi tersirat dalam penjelasan umum UUPA yang menyatakan bahwa dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, negara dapat memberikan tanah yang demikian (dimaksudkan adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain) kepada seseorang atau badan-badan dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya.68

Sementara peraturan mengenai dasar-dasar wakaf, tujuan dan fungsi wakaf, wakif, harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf, wakaf dengan wasiat, dan lain-lain, relatif sama hanya ada beberapa penyesuaian karena terbentuknya BWI. Para ulama juga sepakat bahwa Nazhir dipercaya atas harta wakaf yang dipegangnya. Sebagai orang yang mendapat kepercayaan, dia tidak bertanggung jawab untuk mengganti harta wakaf yang hilang, jika hilangnya barang tersebut bukan karena faktor kesengajaan atau kelalaian.

69

68 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang

Pertanahan, Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2009, hal 49-53

69

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama dan terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf. Depok : Penerbit Pustaka Ilman, 2004. hal 538.

Pertama,

(50)

apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.

Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.70 Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.71 Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif.72 Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.73Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.74 Izin hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.75

1. Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan:

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, seorang Nazhir dapat regenerasi atau diganti dengan ketentuan-ketentuannya antara lain:

70 Undang-undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 42 71 Ibid, Pasal 42 ayat (1)

72 Ibid, Pasal 42 ayat (2) 73

Ibid, Pasal 42 ayat (3)

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa ini pula ditanamkan proses berbahasa Indonesia yang baik, dan bahkan juga masa yang sesuai untuk belajar bahasa asing melalui pemerolehan bahasa (bukan melalui

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDTKAN TINCGI UNIVERSITAS BRAWJAYA

Secara konsept ual pemekaran daerah di era berlakunya ot onomi daerah t ent unya disertai dengan desent ralisasi f iskal pula yang berakibat penambahan anggaran

Setelah melakukan observasi dan wawancara mengenai tinjauan terhadap penerapan sistem automasi di Perpustakaan Politani, kemudian melakukan analisis masalah dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pupuk organik berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, jumlah daun, luas daun,berat basah dan kering tajuk, serta berat basah dan

Untuk mengatasi hal tersebut, berhubung penulis telah sedikit mempunyai pengalaman huruf Arab Braille, maka penulis menyalin buku iqro; tersebut ke dalam huruf Arab

konsumsi minuman bersoda, minuman berenergi, pernah didiagnosis gangguan glomerulus atau tubulo-intersisial ginjal, batu ginjal, hipertensi, dan diabetes mellitus meningkatkan risiko

[r]